Download - tgs biokimia enzim

Transcript

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satu ciri khas sel hidup adalah terdapatnya proses metabolisme yang diperantarai oleh suatu protein yang disebut Enzim yaitu Suatu Biokatalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam makhluk hidup atau dalam system biologis. Menurut literature diperkirakan terdapat 3000 macam Enzim didalam sel. Tanpa Enzim maka reaksi seluler berlangsung sangat lambat, bahkan mungkin tidak terjadi reaksi. Dalam mengkatalisis suatu reaksi Enzim bersifat sangat spesifik, sehungga meskipun jumlah Enzim didalam sel dan substatnya pun sangat banyak, tidak akan terjadi kekeliruan. Substrat adalah substansi yang mengalami perubahan kimia setelah bercampur dengan Enzim, sedangkan produk adalah substansi baru yang terbentuk setelah reaksi mencapai kesetimbangan. Adapun gugus bukan protein (non protein) dinamakan kofaktor, ada yang terikat kuat pada protein dan adapula yang tidak begitu kuat ikatannya. Gugus yang terikat kuat pada protein berarti yang sukar terurai dalam larutan maka disebut gugus prostetik, sedangkan yang tidak begitu kuat ikatannya berarti yang mudah dipisahkan secara dialysis maka disebut Koenzim. Baik gugus prostetik maupun koenzim merupakan bagian Enzim yang memungkinkan enzim bekerja terhadap substrat artinya zat-zat yang diubah atau direaksikan oleh enzim itu sendiri. B. Tujuan Untuk memenuhi tugas mata kuliah biokimia dan menambah ilmu pengetahuan penulis dan pembaca tentang Enzim.

C. Rumusan Masalah Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi kerja Enzim Menjelaskan mekanisme dan kinetika kerja Enzim Menjelaskan proses penghanbatan dari Enzim

BAB II1

PEMBAHASAN

A. Factor-faktor yang mempegaruhi kerja Enzim Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan penting di dalam aktifitas biologi. Enzim berfungsi sebagai katalisator di dalam sel dan sifatnya sangat khas. Didalam jumlah sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga di dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Di dalam sel terdapat banyak jenis enzim yang berlainan kekhasannya. Artinya suatu enzim hanya mampu menjadi katalisator untuk reaksi tertentu saja Ada enzim yang dapat mengkatalisa suatu kelompok substrat , adapula yang hanya satu substrat saja , dan ada pula yang bersifat stereospesifik. Karena enzim mengkataliser reaksi-reaksi di dalam biologis, maka enzim juga disebut sebagai Biokatalisator. Kerja enzim juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut. Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil rekasi enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi 1. Suhu Suhu rendah yang memdekati titik beku biasanya tidak merusak enzim. Pada suhu dimana enzim masih aktif, kenaikan suhu sebanyak 10 C, menyebabkan keaktifan menjadi 2 kali lebih besar (Q10 = 2). Pada suhu optimum reaksi berlangsung paling cepat. Bila suhu dinaikan terus, maka jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena mengalami denaturasi. Enzim didalam tubuh manusia memiliki suhu optimum sekitar 37 C. Enzim organismemikro yang hidup dalam lingkungan dengan suhu tinggi mempunyai suhu optimum yang tinggi. Sebagian besar enzim menjadi tidak aktif pada pemanasan sampai + 60 C. Ini disebabkan karena proses denaturasi enzim. Dalam beberapa keadaan, jika pemanaasan dihentikan dan enzim didinginkan kembali aktivitasnya akan pulih. Hal ini disebabkan oleh karena proses denaturasi masih reversible. pH dan zat-zat pelindung dapat mempengaruhi denaturasi pada pemanasan ini.o o O

sistim

2

Enzim tidak dapat bekerja secara optimal apabila suhu lingkungan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Jika suhu lingkungan mencapai 0 C atau lebih rendah lagi, enzim tidak aktif. Suhu optimal enzim bagi masing-masing organisme berbeda-beda. Pada tumbuhan batas tertinggi suhunya adalah 250C. 2. pH (Tingkat Keasaman) Setiap enzim mempunyai pH optimal masing-masing, sesuai dengan "tempat kerja"-nya. Pada pH rendah atau tingi, enzim akan mengalami denaturasi. Pada pH rendah atau tinggi, enzim maupun substrat dapat mengalami perubahan muatan listrik dengan akibat perubahan aktivitas enzim. Misalnya suatu reaksi enzim dapat berjalan bila enzim tadi bermuatan negatif (Enz ) dan substratnya bermuatan positif (SH ) : Enz + SH+ + +

EnzSH.

Pada pH rendah Enz akan bereaksi dengan H menjadi enzim yang tidak bermuatan. Enz + H+

Enz-H. Demikian pula pada pH tinggi, SH yang dapat bereaksi+

+

dengan Enz , maka pada pH yang extrem rendah atau tinggi konsentrasi efektif SH dan enz akan berkurang, karena itu kecepatan reaksinya juga berkurang. 3. Konsentrasi Enzim Konsentrasi enzim juga mempengaruhi kecepatan reaksi. Semakin besar konsentrasi enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung. Dengan kata lain, konsentrasi enzim berbanding lurus dengan kecepatan reaksi. Lihat Gambar 2.9 sebagai berikut :

Sisi aktif suatu enzim dapat digunakan berulang kali oleh banyak substrat. Substrat yang berikatan dengan sisi aktif enzim akan membentuk produk. Pelepasan produk menyebabkan sisi aktif enzim bebas untuk berikatan dengan substrat lainnya.3

Oleh karenanya hanya dibutuhkan sejumlah kecil enzim untuk mengkatalis sejumlah besar substrat.

4. Konsentrasi Substrat Bila jumlah enzim dalam keadaan tetap, kecepatan reaksi akan meningkatkan dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat. Namun, pada saat sisi aktif semua enzim bekerja, penambahan substrat tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim lebih lanjut. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat pada titik jenuh atau disebut dengan kecepatan reaksi telah mencapai maksimum (Vmax). lihat gambar 2.10.

Banyaknya molekul substrat yang diubah menjadi produk oleh enzim sangatlah bervariasi. Jumlah pergantian substrat adalah banyaknya molekul substrat yang dapat. Tabel : Jumlah pergantian substrat pada enzim Jumlah pergantian

Enzim

substrat (molekul) 36.000.000 5.600.000 12.000 6.000 60

Karbonat anhidrase Katalase -Galaktosidase Kimotripsin Lisosim

4

5. Penghambat kerja enzim (Inhibitor)

Inhibisi aktifitas enzim adalah penurunan kecepatan suatu reaksi enzimatik yang dalam makhluk hidup penting pada proses metabolisme. Pada keadaan tertentu suatu reaksi enzimatik dapat membentuk dua atau lebih produk dan hambatan tersebut dapat ditunjukan hanya pada suatu produk, sedangkan pembentukan produk yang lain tidak dipengaruhi atau makin di tingkatkan. Inhibitor adalah zat yang dapat menghambat kerja enzim. Inhibitor dapat bersifat reversible maupun irreversibel, inhibitor reversible akan membentuk suatu kompleks dinamik yang dapat terlepas dari enzimnya, sedangkan inhibitor yang irreversible akan memodifikasi enzim secara kimiawi. Modifikasi ini umumnya melibatkan pembentukan atau pemutusan ikatan kovalen dengan residu aminoasil yang esensial untuk mengikat substrat, katalisis atau mempertahankan konformasi fungsional enzim. Suatu enzim yang telah terikat oleh inhibitor irreversible (misalkan atom logam berat atau reagen pengasil) biasanya tidak dapat kembali ke bentuk semula. Berdasarkan tempat kerjanya, inhibitor terbagi atas : 1. Reaksi inhibitor dengan apoenzim 2. Reaksi inhibitor dengan substrat 3. Reaksi inhibitor dengan koenzim 4. Reaksi inhibitor dengan kofaktor

Inhibitor reversibel dapat bersifat : 1. Inhibitor kompetitif

5

Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan tempat aktif enzim.Pada penghambatan ini zat zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan struktur substrat. Ciri penghambat kompetitif adalah penghambatan ini dapat dibalikkan atau diatasi hanya dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Sebagai contoh, jika suatu enzim 50% dihambat pada konsentrasi tertentu dari substrat dan penghambat kompetitif, ita dapat mnegurangi persen penghambat dengan meningkatkan konsentrasi substrat. Penghambat kompetitif biasanya menyerupai substrat normal pada struktur tiga dimensinya. Karena persamaan ini, penghambat kompetitif menipu enzim untuk berikatan dengannya. Sebenarnya, penghambatan kompetitif dapat dianalisa secara kuantitatif oleh teori Michaelis-Menten. Penghambatan kompetitif I hanya berikatan secara dapat balik dengan enzim, membentuk suatu kompleks EI. E+I EI

Akan tetapi, penghambat I tidak dapat dikatalisa oleh enzim untuk menghasilkan produk reaksi yang baru. Penghambatan kopetitif paling mudah dikenal dalam percobaan dengan menetukan pengaruh konsentrasi penghambat terhadap hubungan diantara konsentrasi substrat dan kecepatan awal. Transformasi kabalikan ganda dari persamaan Michaelis-Menten amat bermanfaat dalam menentukan apakah penghambatan enzim yang dapat balik itu bersifat kompetitif atau non kometitif. Pemetaan kebalikan ganda juga menghasilkan tetapan disosiasi K1 kompleks enzim penghambat. Bagi reaksi disosiasi EI E+I

Tetapan disosiasi adalah[ ][ ] [ ]

Dengan demikian baik substrat maupun zat penghambat berkompetisi atau bersaing untuk bersatu dengan sisi aktif enzim , jka zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim , maka substratnya tidak dapat lagi berikatan dengan sisi aktif enzim.Perlu diketahui bahwa inhibitor tidak mengalami perubahan kimia

6

oleh enzim, seperti substrat. Menurut Michaelis Menten dari reaksi tersebut dapat dikemukakan Ki = konstanta inhibitor. Inhibitor kompetitif adalah inhibitor yang bersaing aktif dengan substrat untuk mendapatkan tempat aktif enzim. Pada penghambatan ini zat zat penghambat mempunyai struktur yang mirip dengan struktur substrat. Jika zat penghambat lebih dulu berikatan dengan sisi aktif enzim , maka substratnya tidak dapat lagi berikatan dengan sisi aktif enzim. Perlu diketahui bahwa inhibitor tidak mengalami perubahan kimia oleh enzim, seperti substrat. Persamaan Michaelis-Menten & Hill menggambarkan efek konsentrasi substrat yaitu :

Vi = Vmaks [S] / Km Vi = Vmaks [S] / Km + [S] + [S]

Dimana :

Km : Konstanta Michaelis, adalah konsentrasi substrat dengan Vi adalah separuh dari kecepatan maksimal (1/2 Vmaks) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu dari enzim.

Inhibitor kompetitif, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Berikatan dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat substrat dan menghambat akses ke substrat. b. Struktur kimianya cenderung mirip dengan struktur kimia substrat. c. Dapat terbentuk kompleks enzim-substrat dan kompleks enzim-inhibitor. d. Peningkatan konsentrasi substrat akan mengatasi inhibisi, sebab terikatnya substrat pada enzim, menghilangkan enzim bebas yang tersedia untuk mengikat inhibitor, seberapa besar konsentrasi substrat perlu ditingkatkan untuk mengatasi inhibisi secara total bergantung pada konsentrasi inhibitor yang ada.

7

e. Misalkan malonat merupakan inhibitor kompetitif terhadap aktivitas enzim suksinat dehindrogenase, sebagai substrat adalah suksinat dan sebagai produk adalah fumarat. f. Inhibitor kompetitif tidak berefek pada harga Vmaks, tetapi meningkatkan harga Km.

2. Inhibitor nonkompetitif Inhibisi non kompetitif adalah hambatan dimana inhibitor bereaksi dengan suatu tempat diluar tempat aktif, sehingga kombinasi substrat dengan enzim tidak dihalangi tetapi pemecahan kompleks enzim substrat di cegah. Dalam hal ini tingkat inhibisi tidak akan bergantung pada substrat tetapi pada konsentrasi inhibitor dan konstanta disosiasi inhibitor. Pada penghambatan nonokompetitif, penghambat berikatan pada sisi enzim selain sisi tempat substrat berikatan, mengubah komformasi molekul enzim, sehingga inaktifitas dapat balik sisi katalitiknya. Penghambat nonkompetitif berikatan secara dapat balik pada kedua molekul enzim bebas dan kompleks ES, membentuk kompleks EI dan ESI yang tidak aktif: E+I ES + I EI ESI Ciri-ciri sebagai berikut : a. Pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi pengikatan substrat, b. Dapat terbentuk kompleks enzim-inhibitor dan kompleks enzim-inhibitorsubstrat c. Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim dibagian yang berbeda dengan bagian yang mengikat substrat. d. Umumnya tidak memiliki kesamaan dengan struktur kimia dan substratnya. e. Inhibitor nonkompetitif menurunkan harga Vmaks dan Inhibitor nonkompetitif tidak mempengaruhi harga Km.

3. Inhibitor uncompetitive Inhibisi tidak menghalangi pembentukan complecs enzim substrat, tetapi menghalangi reaksi selanjutnya jadi menghalangi pembentukan produk. Pada inhibisi8

uncompetitive, inhibitor hanya dapat bereaksi setelah terjadi kompleks enzim substrat. Pada inhibitor tidak kompetitif penghambat tidak bisa mengikat pada enzim yang bebas, tetapi hanya untuk ES-COMPLEX. Ciri-cirinya sebgai berikut : a. Tidak dapat membentuk kompleks enzim-inhibitor b. Hanya terikat pada kompleks enzim-substrat, maka yang terbentuk adalah enzim-substrat-inhibitor kompleks c. Tidak aktif pada konsentrasi substrat yang rendah.

Dan ada juga beberapa hambatan yang lain yaitu: a. Penghambat umpan balik (feed back inhibitor)

Penghambatan umpan balik disebabkan oleh hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik yang menghambat aktifitas enzim pada reaksi pertama. Hasil akhir reaksi juga mempengaruhi pembentukan enzim, yang dapat digambarkan sebagai berikut: Enzim a Enzim b Enzim c Enzim d ABCDX Keterangan: A,B,C,D: substrat enzim a,b,c,d. X: hasil akhir reaksi enzimatik yang menghambat sintesis enzim a.

9

Keuntungan hambatan umpan balik adalah sebagai suatu mekanisme yang cepat dan sensitive untuk menghindari sintetis yang berlabihan daria suatu produk akhir, karena hambatan umpan balik ini hanya akan terjadi jika produk akhir tersebut mulai terakumulasi karena telah melampaui tingkat kebutuhan sel, kemudian jika senyawa produk akhir ini telah berkurang maka hambatan oleh produk akhir ini juga akan hilang dan enzim dapat aktif kembali. Contoh yang dikenal untuk hambatan umpan balik dalah pada sel tumbuhan untuk sintesis nukleutidauridin monofosfat (UMP) dimulai dari asam aspartat dan karbamil fosfat. Lintasan ini membutuhkan 5 tahap reaksi yang melibatkan enzim, tetapi hanya enzim pertama yakni aspartat transkarbamilase yang sensitive terhadap kendali umpan balik UMP. b. Penghambat repressor Represor adalah hasil akhir suatu rangkaian reaksi enzimatik yang dapat mempengaruhi atau mengatur pembentukan enzim-enzim pada reaksi sebelumnya. c. Penghambat alosterik Penghambat alosterik adalah penghambat yang dapat mempengaruhi enzim alosterik. Enzim alosterik adalah enzim yang mempunyai dua bagian aktif, yaitu bagian aktif yang menangkap substrat dan bagian yang menangkap penghambat. Apabila ada senyawa yang dapat memasuki bagian yang menangkap penghambat maka enzim menjadi tidak aktif, senyawa penghambat tersebut merupakan penghambat alosterik.Struktur senyawa penghambat alosterik tidak mirip dengan struktur substrat. Pengikatan penghambat alosterik pada enzim menyebabkan enzim tidak aktif, sehingga substrat tidak dapat dikatalisis dan tidak menghasilkan produk. Apabla enzim menangkap substrat maka penghambat tidak dapat terikat pada enzim, sehingga enzim dapat aktif mereaksikan substrat menjadi produk.

10

Enzim alosterik mempunyai berat molekul lebih besar dan lebih kompleks dari pada enzim biasa demkian pula untuk mengisolasinya pun sukar. Beberapa enzim alosterik tidak stabil pada suhu 00C, tetapi stabil pada suhu kamar atau temperature tubuh. Pada enzim tertentu yang terdiri dari satu polipeptida maka kemungkinan tempat alosteriknya dapat mengikat baikefektor positif maupun efektor negative. Kedua efektor tersebut berkompetisi memperebutkan tempat alosterik yang sama atau dapat pula terikatpada tempat yang terpisah. 6. Aktifator Aktivator adalah zat yang dapat mengaktifkan dan menggiatkan kerja enzim. Contohnya ion klorida, yang dapat mengaktifkan enzim amilase. Enzim yang belum aktif disebut pre-enzim atau zymogen (simogen). Kofaktor dapat berbentuk ion-ion dari unsur H, Fe, Cu, Mg2+, Mo, Zn, Co, atau berupa koenzim, vitamin, dan enzim lain. B. Mekanisme dan Kinetika kerja Enzim a. Mekanisme kerja enzim Enzim merupakan protein yang memiliki struktur tiga dimensi. Sisi aktif, yaitu bagian yang berfungsi sebagai katalis. Enzim mengkatalis reaksi dengan meningkatkan kecepatan reaksi. Jika substrat bereaksi untuk menghasilkan produk, suatu hambatan energy (energi barrier) harus lebih dahulu diatasi. Hambatan ini disebut sebagai energy aktivasi. Lihat gambar :

11

Meningkatkan kecepatan reaksi dilakukan dengan menurunkan energi aktivasi (energi yang diperlukan untuk reaksi), yaitu dari EA1 menjadi EA2. lihat gambar 2.3. Penurunan energi aktivasi dilakukan dengan membentuk kompleks dengan subtrat. Secara sederhana kerja enzim digambarkan sebagai berikut.

Substrat + Enzim

Kompleks Enzim-Substrat

Enzim + Produk

Setelah produk dihasilkan dari reaksi, enzim kemudian di lepaskan. Enzim bebas untuk membentuk kompleks yang baru dengan substrat yang lain. Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap yaitu : 1. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). 2. Tahap kedua, kompleks enzim-substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas.

12

Terdapat dua teori yang diusulkan pada kegiatan enzim dalam mempengaruhi substrat sehingga diperoleh zat hasil, yaitu teori gembok dan kunci, dan teori induced fit (teori kecocokan yang terinduksi). Kedua teori ini menjelaskan spesifitas enzim dengan substratnya. Teori Gembok dan Kunci (Lock and Key Theory) Di dalam enzim terdapat sisi aktif yang tersusun dari sejumlah kecil asam kecil amino. Bentuk sisi aktif sangat spesifik, sehingga hanya molekul dengan bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Enzim dan substrat akan bergabung bersama membentuk kompleks, seperti kunci yang masuk ke dalam gembok. Di dalam kompleks, substrat dapat bereaksi dengan energi aktivitasi yang rendah. Setelah bereaksi, kompleks lepas dan melepaskan produk serta membebaskan enzim. Lihat gambar :

.

Gambar :

13

Enzim sangatlah spesifik. Pada tahun 1894, Emil Fischer mengajukan bahwa hal ini dikarenakan baik enzim dan substrat memiliki bentuk geometri yang saling memenuhi. Hal ini sering dirujuk sebagai model "Kunci dan Gembok". Manakala model ini menjelaskan kespesifikan enzim, ia gagal dalam menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Model ini telah dibuktikan tidak akurat, dan model ketepatan induksilah yang sekarang paling banyak diterima.

Teori Kecocokan Yang Terinduksi (Induced fit Theory) Berdasarkan bukti dari kristalografi sinar X, analisis kimia sisi aktif enzim, serta teknik yang lain, diduga bahwa sisi aktif enzim bukan merupakan bentuk yang kaku. Menurut teori kecocokan yang terinduksi, sisi aktif enzim merupakan bentuk yang fleksibel. Ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif termodifikasi melingkupinya membentuk kompleks. Ketika produk sudah terlepas dari kompleks, enzim kembali tidak aktif menjadi bentuk yang lepas, hingga substrat yang lain kembali bereaksi dengan enzim tersebut. Lihat gambar

b. Kinetika kerja Enzim

Mekanisme reaksi enzimatik untuk sebuah subtrat tunggal. Enzim (E) mengikat substrat (S) dan menghasilkan produk (P).14

Kinetika enzim menginvestigasi bagaimana enzim mengikat substrat dengan mengubahnya menjadi produk. Postulat Michealis dan Menten, menyatakan bahwa reaksi enzim substrat terdiri dari beberapa fase yaitu: 1. Pembentukan kompleks Enzim-Substrat ( ES), dimana E adalah Enzim dan S adalah Substrat. 2. Modifikasi dari subatrat membentuk Produk (P) yang masih terikat dengan Enzim (EP). 3. Pelepasan produk dari molekul enzim.

Ketiga fase tersebut dapat ditulis dengan persamaan reaksi enzim substrat sebagai berikut: E+S ES Atau EP E+P

E+S

ES

E+P

Nzim Pada persamaan reaksi diatas kombinasi dari enzi dengan substrat adalah reversible. K+1 adalah konstanta laju reaksi pembantukan kompleks enzim substrat (ES). K+2 adalah konstanta laju reaksi untuk disosiasi dari ES. Persamaan Michaelis-Menten & Hill menggambarkan efek konsentrasi substrat yaitu :

Vi = Vmaks [S] / Km Vi = Vmaks [S] / Km + [S] + [S]

Dimana :

Km : Konstanta Michaelis, adalah konsentrasi substrat dengan Vi adalah separuh dari kecepatan maksimal (1/2 Vmaks) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu dari enzim. Untuk apabila suatu enzim memiliki nilai KM kecil maka akan mencapai efesiensi katalik yang maksimal pada kosentrasi substrat yang rendah.

Hubungan antara kosentrasi substrat (S) dengan laju reaksi (Vo)15

Konstanta Michaelis memiliki defenisi operasional yang sederhana. Pada kosentrasi substrat dimana [S] = KM dapat disimpulkan dari grafik diatas adalah satu plot dari kecepatan (Vo) dari suatu reaksi Michaelis-Menten yang sederhana versus kosentrasi substrat [S]. titik-titik diplot pada 0,5-KM, interval kosentrasi substrat antara 0,5 KM dan 5 KM.

16

BAB III Penutup

Kesimpulan Enzim dikatakan sebagai suatu kelompok protein yang berperan penting di dalam aktifitas biologi. Enzim berfungsi sebagai katalisator di dalam sel dan sifatnya sangat khas. Didalam jumlah sangat kecil, enzim dapat mengatur reaksi tertentu sehingga di dalam keadaan normal tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan hasil akhir reaksinya. Kerja enzim juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut. Perubahan suhu dan pH mempunyai pengaruh besar terhadap kerja enzim. Kecepatan reaksi enzim juga dipengaruhi oleh konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Pengruh aktivator, inhibitor, koenzim dan konsentrasi elektrolit dalam beberapa keadaan juga merupakan faktor-faktor yang penting. Hasil rekasi enzim juga dapat menghambat kecepatan reaksi Prinsip kerja enzim berlangsung dalam dua tahap yaitu : 1. Pada tahap pertama, enzim (E) bergabung dengan substrat (S) membentuk kompleks enzim substrat (E-S). 2. Tahap kedua, kompleks enzim-substrat terurai menjadi produk dan enzim bebas.

Saran Untuk menyempurnakan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca atau pihak yang menggunakan makalah ini. Berpegang pada prinsip tidak ada gading yang tidak retak dan tidak ada final dalam ilmu. Dengan kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dengan senang hati kritik dan saran dan pandangan dari berbagai pihak untuk menyempurnakan makalah ini.

17

DAFTAR PUSTAKA

Fessenden. 2006. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga

Lehninger. 2008. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press

Sri Iswari, Retno dkk. 2006. Biokimia. Yogyakarta: Geraha Ilmu

18