Termoregulasi
Posted by Udayati Made BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengukuran yang paling sering dilakukan adalah pengukuran suhu, nadi, tekanan darah,
frekuensi pernafasan, dan saturasi oksigen. Sebagai indikator dari status kesehatan, ukuran-
ukuran ini menandakan keefektifan sirkulasi, respirasi, fungsi neural dan endokrin tubuh. Karena
sangat penting maka disebut tnda vital. Banyak faktor seperti suhu lingkungan, latihan fisik, dan
efek sakit yang menyebabkan perubahan tanda vital, kadang-kadang di luar batas normal. Suhu
tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia
dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan
mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus.
1.2 Rumusan masalah
Apakah yang dimaksud dengan termoregulasi?
Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya termoregulasi?
Bagaimanakah askep klien terhadap gangguan termoregulasi?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui apa itu termoregulasi
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi
Untuk mengetahui askep klien terhdap gangguan termoregulasi
1.4 Manfaat
Kita dapat mengetahui apa itu termoregulasi
Kita dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi
Kita dapat mengetahui askep klien terhdap gangguan termoregulasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Termoregulasi
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan
produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis dan prilaku. Agar suhu
tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan normal, hubungan antara prodksi panas dan
pengeluaran panas harus dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskular. Perawat menerapkan pengetahuan mekanisme kontrol suhu untuk meningkatkan
regulasi suhu.
Hipotalamus yang terletak antara hemisfer serebral, mengontror suhu tubuh sebagaimana
kerja termostat dalam rumah. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu tubuh.
Hipotalamus anterior mengontror pengeluaran panas, dan hipotalamus posterior mengontror
produksi panas.
2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi termoregulasi
Banyak faktor yang mempengaruhi suhu tubuh. Perubahan pada suhu tubuh dalam rentang
normal terjadi ketika hubungan antara produksi panas dan kehilangan panas diganggu oleh
variabel fisiologis atau prilaku. Berikut adalah faktor yang mempengarui suhu tubuh :
a. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang relatif konstan, masuk
dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi dengan cepat.suhu tubuh bayi dapat berespon
secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan. Bayi baru lahir mengeluaran lebih dari 30%
panas tubuhnya melalui kepala oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala untuk
mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari ingkungan yang ektrem, suhu tubuh bayi
dipertahankan pada 35,5 ºC sampai 39,5ºC. Produksi panas akan meningkat seiring dengan
pertumbuhan bayi memasuki anak-anak. Perbedaan secara individu 0,25ºC sampai 0,55 ºC
adalah normal (Whaley and Wong, 1995).
Regulasi suhu tidak stabil sampai pubertas. Rentang suhu normal turun secara berangsur
sanpai seseorang mendekati masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh lebih sempit
daripada dewasa awal. Suhu oral 35 ºC tidak lazim pada lansia dalam cuaca dingin. Nmun
rentang shu tubuh pada lansia sekitar 36 ºC. Lansia terutama sensitif terhadap suhu yang ektrem
karena kemunduran mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor ( kontrol
vasokonstriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan, penurunan aktivitas
kelenjr keringat dan penurunan metabolisme.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dalam pemecahan karbohidrat dan
lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga
dapat meningkatkan produksi panas akibatnya meningkatkan suhu tubuh. Olahraga berat yang
lama, seperti lari jaak jauh, dapat meningatkan suhu tubuh untuk sementara sampai 41 ºC.
c. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar dibandingkan pria.
Variasi hormonal selama siklus menstruasi menyebabkan fluktuasi suhu tubuh.
Kadarprogesteron meningkat dan menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar
progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat dibawah kadar batas. Suhu tubuh yang rendah
berlangsung sampai terjadi ovulasi. Perubahan suhu juga terjadi pada wanita menopause. Wanita
yang sudah berhenti mentruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak, 30
detik sampai 5 menit. Hal tersebut karena kontrol vasomotor yang tidak stabil dalam melakukan
vasodilatasi dan vasokontriksi (Bobak, 1993)
d. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah secara normal 0,5 ºC sampai 1 ºC selama periode 24 jam.
Bagaimanapun, suhumerupakan irama stabil pada manusia. Suhu tubuh paling rendah biasanya
antara pukul 1:00 dan 4:00 dini hari. Sepanjang hari suhu tubuh naik, sampai seitar pukul 18:00
dan kemudian turun seperti pada dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak secara otomatis
pada orang yang bekerja pada malam hari dan tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk
perputaran itu berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia. Penelitian
menunjukkan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia (lenz,1984)
e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan persarafan.
Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau
tempat praktik dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam ruangan yang sangat hangat,
klien mungkin tidak mampu meregulasi suhu tubuh melalui mekanisme pengluaran-panas dan
suhu tubuh akan naik. Jika kien berada di lingkungan tanpa baju hangat, suhu tubh mungkin
rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas yang konduktif. Bayi dan lansia
paling sering dipengaruhi oleh suhu lingkungan karena mekaisme suhu mereka kurang efisien.
Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set point hipotalamus.
Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi panas yang berlebihan, pengeluaran panas
yang berlebihan, produksi panas minimal. Pengeluaran panas minimal atau setiap gabungan dari
perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut mempengauhi masalah klinis yang dialami klien.
a. Demam
Demam atau hiperpireksia terjadi karena mekanisme pengeluara panas tidak mampu untuk
mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas, yang mengakibatkan
peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika demam mengancamkesehatan seringkali
merupkan sumber yang diperdebatkan di antara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya
tidak berbahaya jika berada pada suhu dibawah 39 ºC. Pembacaan suhu tunggal mungkin tidak
menandakan demam. Davis dan lentz (1989) merekomendasikan untuk menentukan demam
berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang berbeda pada satu hari dibandingkan
dengan suhu normal tersebut pada waktu yang sama, di samping terhadap tanda vital dan gejala
infeksi. Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point hipotalamus.
b. Kelelahan akibat panas
Kelelehan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak mengakibatkan kehilangan
cairan dan elektrolit secara berlebih. Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda
dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang umum selama kelelehan akibat panas. Tindakan
pertama yaitu memindahkan klien ke lingkungan yg lebih dingin serta memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk meningkatkan
pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah hipertermia. Setiap penyakit
atautrauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia
malignan adalah kondisi bawaan tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika
orang yang rentan menggunakan obat-obatan anestetik tertentu.
d. Heatstroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi dapat
mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heatstroke, kedaruratan yang
berbahaya panas dengan angka mortalitas yg tinggi. Klien berisiko termasuk yang masih sangat
muda atau sangat tua, yang memiliki penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau
alkoholik. Yang juga termasuk beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang
menurunkan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. Fenotiasin, antikolinergik,
diuretik, amfetamin, dan antagonis reseptor beta- adrenergik) dan mereka yang menjalani latihan
olahraga atau kerja yang berat (mis. Atlet, pekerja kontruksi dan petani). Tanda dan gejala
heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus, mual, kram otot, gangguan visual,
dan bahkan inkotinensia. Tanda yang paling dari heatstroke adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangn elektrolit sangat berat dan
malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu lebih besar dari 40,5 ºC mengakibatkan
kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital menyatakan suhu tubuh kadang-
kadang setinggi 45 ºC, takikardia dan hipotensi. Otak mungkin merupakan organ yang terlebih
dahulu terkena karena sensitivitasnyaterhdap ketidakseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus
berlanjut, klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjadi kerusakan nourologis yang
permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.
e. hipotermia
pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas, mengakibatkan hipotermia. Hipotermia
diklasifikasikan melalui pengukuran suhu inti. Hal tersebut dapat terjadi kebetulan atau tidak
sengaja selama prosedur bedah untuk mengurangi kebutuhan metabolik dan kebutuhan tubuh
terhada oksigen.
Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui selama
beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35 ºC, klien menglami gemetar yang tidak
terkontrol, hilang ingatan, depresi, dan tidak mampu menila. Jika suhu tubuh turun di bawah 34,4
ºC, frekuensi jantung, pernafasan, dan tekanan darah turun. kulit menjadi sianotik.
2.3 Askep klien dengan gangguan termoregulasi
Perubahan fisiologi tentang regulasi suhu tubuh membantu perawat untuk mengkaji respons
klien terhadap gangguan tubuh dan dapat dilakukan tindakan secara aman. Tindakan mandiri
dapat meningkatkan kenyamanan. Tindakan ini menambah efek terapi pengobatan selama sakit.
Banyak tindakan yang juga dapat diajarkan kepada anggota keluarga, orang tua anak atau
pemberi perawatan lain.
a. Pengkajian
o Tempat
Ada banyak tempat untuk mengkaji suhu inti dan permukaan tubuh. Suhu inti dari arteri
paru, esofagus dan kandung kemih digunakan untuk perawatan intensif. Pengukuran ini
membutuhkan peralatan yang di psang invasif secara terus-menerus dalam rongga atau organ
tubuh. Peralatan ini haus memiliki pembacaan akurat yang secara cepet dan terus-menerus
menunjukkan pembacaan pada monitor elektronik.
Tempat yang paling sering digunakan untuk pengukuran suhu ini juga invasif tetapi dapat
digunakan secara intermiten. Termasuk membran timpani, mulut rektum dan aksila. Lapisan
termometer noninvasif yang disiapkan secara kimia juga dapat digunkan pada kulit. Tempat
pengukuran seperti oral, rektal, aksila dan kulit menghandalkan sirkulasi efektif darah pada
tempat pengukuran.panas dari darah di alirkan ke alat termometer. Suhu timpani mengandalkan
radiasi panas tubuh erhadap sensor inframerah. Karena suplai darah arteri membran timpani
dianggap sebagai suhu inti.
Untuk memastikan bacaan suhu yang akurat, setiap tempat harus diukur dengan akurat.
Variasi suhu yang didapatkan bergantung pada tempat pengukuran, tetapi harus antara 36 ºC dan
38 ºC. Walaupun temuan riset dari banyak dari banyak didapati pertentangan; secara umum
diterima bahwa suhu rektal biasanya 0,5 ºC lebih tinggi dari suhu oraldan suhu aksila 0,5 ºC
lebih rendah dari suhu oral. Setiap tempat pengukuran tersebut memiliki keuntungan dan
kerugian. Perawat memilih tempat yang paling aman dan akurat untuk pasien. Perlu dilakukan
pengukuran pada tempat yang sama bila pengukuran tersebut di ulang.
o Termometer
Ada tiga jenis termometer yang digunakan untuk menentukan suhu tubuh adalah air raksa-
kaca, elektronik dan sekali pakai. Perawat bertanggung jawab untuk banyak menetahui dan
terampil dalam menggunakan alat ukur yang dipilih. Tingkat pendidikan inservice dapat
mempengaruhi keakuratan dan reabilitas pembacaan suhu. Setiap alat pengukuran menggunakan
derajat celsius atau skala fahrenheit. Termometer elektronik membuat perawat dapat
mengonversi skala dengan cara mngaktifkan tombol.
Termometer air raksa-kaca
Termometer air raksa-kaca adalah termometer yang paling dikenal, telah digunakan sejak abad
ke-15. termometer tersebut terbuat dari kaca yang pada salah satu ujungnya ditutup dan jung
lainya dengan bentolan berisi air raksa. Ada 3 jenis termometer kaca, yaitu oral ( ujungnya
ramping), stubby, dan rektal (ujungnya berbentuk buah pir). Ujung termometer oral langsing,
sehingga memungkinkan pentolan lebih banyak terpapar pada pembuluh darah di dalam mulut.
Termometer oral biasanya memiliki ujung berwarna biru. Termometer stubby biasanya lebih
pendek dan lebih gemuk dari pada jenis oral. Dapat digunakan mengukur suhu dimana saja.
Termometer rektar memiliki ujung yang tumpul atau runcing, untuk mencegah trauma terhadap
jaringan rektal pada saat insersi. Termometer ini biasanya di kenali dengan ujung yang berwarna
merah. Keterlambatan waktu pencatatan dan dan mudah pecah merupakan kerugian dari
termometer air raksa-kaca. Keuntungan dari termometer air raksa-kaca adalah harga murah,
mudah diperoleh, dan banyak tersedia.
Termometer elektronik
Termometer elektronik terdiri atas unit tampilan tenaga batere yang dapat diisi ulang, kabel
kawat yang tipis dan alas yang memproses suhu yang dibungkus dengan kantung plastik sekali
pakai. Salah satu bentuk termometer elektronik menggunakan alat seperti pensil. Probe tersendiri
yang anti pecah tersedia untuk oral dan rektal. Probe untuk oral dapat juga digunakan untuk
mengukur suhu di aksila. Selama 20 sampai 50 detik dari insersi, pembacaan terlihat pada unit
tampilan tanda bunyi yang terdengar bila puncak pembacaan suhu terukur.
Bentuk lain dari termometer elektronik digunakan secara khusus untuk pengukuran
timpanik. Spekulum otoskop dengan ujung sensor inframerah mendeteksi penyebaran panas dari
membran timpani. Dalam 2 sampai 5 detik dari mulai dimasukkan ke dalam kanal auditorius,
hasilnya terlihat pada layar. Tanda bunyi terdengar saat puncak bacaan suhu telah tercapai.
Termometer sekai pakai
Termometer sekali pakai dan penggunaan tunggal berbentuk strip kecil yang terbuat dari
plastik dengan sensor suhu pada salah satu ujungnya. Sensor tersebut terdiri atas matrik dari
lekukan seperti titik yang mengandung bahan kimia yang larut dan berubah warna pada
perbedaan suhu. Digunakan untuk suhu oral dan aksila, terutama pada anak-anak. Dipakai
dengan cara yang sama dengan termometer aksila dan digunakan hanya sekali. Waktu yang
dibutuhkan untuk menunjukkan suhu hanya 60 detik (Ericksonet al, 1996). Termometer di ambil
dan dibaca setelah sekitar 10 detik supaya stabil.
Bentuk lain dari termometer sekali pakai adalah koyo (patch) atau pita sensitif suhu.
Digunakan pada dahi atau abdomen, koyo akan berubah warna pada suhu yang berbeda.
Kedua jenis termometer sekali pakai ini berguna untuk mengetahi suhu, khususnya pada
bayi yang baru lahir.
b. Diagnosa keperawatan
Perawat mengkaji temuan pengkajian dan mengelompokkan karateristik yang ditentukan
untuk membuat diagnosa keperawatan. Misalnya, pada peningkatan suhu tubuh, kulit kemerahan,
kulit hangat saat disentuh, dan takikardia menandakan diagnosis, hipertermia. Diagnosis
keperawatan mengidentifikasi risiko klien terhadap perubahan suhu tubuh atau perubahan suhu
yang aktual. Jika klien memiliki faktor resiko, perawat meminimalkan atau menghilangkan
faktor yang meningkatkan perubahan suhu. Pengkajian suhu di batas normalmengarah pada
diagnosa keperawatan.
Pada contohnya hipertermia, faktor yang berhubungan dengan aktivitas yang berat akan
menghasilkan intervensi yang sangat berdeda daripada faktor yang berhubungan dengan
ketidakmampuan atau berkeringat.
Proses Diagnostik Keperawatan terhadap Termoregulasi
pengkajian Batasan karakteristik Diagnosa keperawatan
Ukur tanda vital, termasuk suhu, nadi,
pernapasan
Palpasi kulit
Observasi penampilan dan prilaku
klien saat berbicara dan istirahat
Peningkatan suhu tubuh di atas
batas normal
Takikardia
Takipnea
Kulit hangat
Gelisah
Tampak kemerahan
Hipertermia yang
berhubungan dengan
proses infeksi
c. Perencanaan
Klien yang beresiko mengalami perubahan suhu membutuhkan rencana perawatan individu
yang ditunjukkan dengan mempertahankan normotermia dan mengurangi faktor resiko. Hasil
yang diharapkan ditetapkan untuk menentukan kemajuan ke arah kembalinya suhu tubuh ke
batas normal. Rencana perawatan bagi klien dengan perubahan suhu yang aktual berfokus pada
pemulihan normotermia, meminimalkan komplikasi dan meningkatkan kenyamanan. (lihat
rencana keperawatan)
Rencana asuhan keperawatan untuk hipertermia
Diagnosa keperawatan : hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi
Definisi : hipertermia adalah kondisi ketika suhu tubuh individu meningkat di atas batasan suhu
normalnya.
tujuan Hasil yg diharapkan intervensi rasional
Klien akan kembali ke batasan suhu tubuh normal pada 21/2
Suhu tubuh turun paling sedikit 1°C setelah terapi (pada 19/2)
Suhu tubuh tetap sama
Pertahankan suhu ruangan pada 21°C kecuali jika klien menggigil
Berikan asetaminofen
Suhu ruangan sekitar dapat meningkatkan suhu tubuh. Namun menggigil harus dihindari karena meningkatkan suhu tubuh (Guyton, 1991)
Antiseptik menurunkan set
Klien mencapai rasa nyaman dan istirahat pada 21/2
antara 36°C-38°C smpai paling sedikit 24 jam (pada 20/2)
Klien mampu beristirahat dengan tenang pada 21/2
sesuai program medik apabila suhu lebih tinggi dari 39°C
Kurangi penutup ekternal pada tubuh klien . jaga supaya pakaian dan alas tempat tidur tetap kering
point
Pakaian yang basah atau terlalu basah mencegah pengeluaran panas melalui radiasi, konveksi dan konduksi
d. Implementasi
diagnosa implementasi
Hipertermia yang berhubungan dengan proses
infeksi
Memantau keadaan klien
Memberikan asetaminofel
Mengukur suhu klien
e. Evaluasi
Semua intervensi keperawatan dievaluasi dengan membandingkan respon aktual klien
terhadap hasil yang diharapkan dari rencana perawatan.hal ini menunjukkan apakah tujuan
keperawatan telah terpenuhi atau apakah dibutuhkan revisi terhadap rencana.
Evaluasi interensi terhadap hipertermia
tujuan Tindakan evaluasi Hasil yang diharapkan
Suhu tubuh klien akan kembali ke batas normal
Klien mendapatkan rasa nyaman dan istirahat pada 21/2
Pantau suhu tubuh setelah intervensi
Tanyakan apa yang dirasakan klien
Observasi adanya kegelisahan, kelemahan.
Suhu tubuh paling sedikit 1°C setelah terapi
Suhu tubuh tetap berada antara 36°C dan 38°C selama paling sedikit 24 jam pada 20/2
Klien menyatakan kepuasan terhadap istirahat dan tidur meningkat
Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Termoregulasi adalah Suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan
produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya termoregulasi yaitu : usia, olahraga,
kadar hormon, irama sirkadian, stres, lingkungan.
Askep klien dengan gangguan termoregulasi dapat ditinjau dari pengkajian, perencanaan,
diagnosa, implementasi , dan evaluasi.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas saran yang dapat di ambil yaitu dalam melakukan sebuah
tindakan asupan keperawan diperlukan ketepatan dan dalam pemilihan alat seperti termometer
pada saat mengukur suhu harus sesuai dengan fungsinya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Perry, A.G.& Potter, P.A.(1993). Fundamental of Nursing : Consept, Prosess, and practice.
www.google.com/termoregulasi