Download - terjemahan jurding

Transcript
Page 1: terjemahan jurding

JOURNAL READING

“TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY – TO TREAT OR TO OBSERVE?”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang

Disusun Oleh :

Kartika Rizky Lim 1410221024

Pembimbing:

dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2015

Page 2: terjemahan jurding

LEMBAR PENGESAHAN

JOURNAL READING

“TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY – TO TREAT OR TO OBSERVE?”

Diajukan untuk memenuhi syarat Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Mata RST Tingkat II

dr. Soedjono Magelang

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: .... September 2015

Disusun oleh:

Kartika Rizky Lim

Dosen Pembimbing,

dr. Dwidjo Pratiknjo, Sp.M dr. YB. Hari Trilunggono, Sp.M

Page 3: terjemahan jurding

TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY : DITATALAKSANA ATAU DIOBSERVASI?

Kristian Samardzic, Josip Samardzic, Zeljka Jantetovic, Ivan Samardzic, Sandra Sekelj, Leila Latic-HodzicRumah Sakit Umum Slavonski Brod, Croatia

LAPORAN KASUSRESUMEKami mempresentasikan sebuah kasus traumatic optic neuropathy akut pada pasien laki-laki berusia 54 tahun. Pasien datang dengan hilang penglihatan mendadak pada mata kanan karena trauma tumpul pada mata. Terdapat adanya hematom pada kelopak mata dan perdarahan pada sub-konjungtiva. Pewarnaan fluorescein didapatkan negatif, anterior chamber atau bilik mata depan dan lensa jernih. Tekanan intraokuli didapatkan normal. Retina dan nervus optikus didapatkan normal berdasarkan pemeriksaan funduskopi. Visus didapatkan “counting fingers atau menghitung jari pada jarak satu meter”. Pada pemeriksaan buta warna didapatkan adanya disfungsi persepsi warna pada mata kanan. Pemeriksaan RAPD (Relative Afferent Pupillary Defect) didapatkan positif. Pemeriksaan ocular ultrasound, rontgen orbita, dan CT-Scan normal, namun pada pemeriksaan Visual Evoked Potentials didapatkan hasil yang patologis. Kemudian muncul sebuah pertimbangan, apakah kasus pada pasien ini kami tatalaksana atau tidak, karena tidak ada konsensus penatalaksanaan kasus traumatic optic neuropathy. Kami kemudian memutuskan untuk segera menatalaksana pasien dengan steroid megadosis, mengikuti protokol yang disarankan oleh Cerovski. Pasien merespon baik terhadap penatalaksanaan tersebut dan penglihatan pulih kembali normal.KATA KUNCI : Traumatic Optic Neuropathy.

1. PENDAHULUANTraumatic Optic Neuropathy (TON) adalah kondisi yang mengancam penglihatan

serius yang dapat disebabkan oleh trauma pada kepala atau pada mata. TON diklasifikasikan menjadi yang langsung atau tidak langsung. TON langsung atau direct TON biasanya datang dengan keluhan penglihatan yang hilang parah dengan kemungkinan kecil dapat pulih kembali. Biasanya hal tersebut disebabkan oleh luka tembus atau luka tajam yang langsung mengarah pada area nervus optikus. TON tidak langsung atau Indirrect TON disebabkan karena adanya proses akselerasi/deselerasi terhadap proses trauma tumpul. Hilang penglihatan dapat bervariasi dari ringan hingga kebutaan total. Pada pemeriksaan klinis didapatkan retina dan nervus optikus terlihat normal. Insiden TON setelah trauma pada bagian kranio-fasial dilaporkan 2-5%.

Tempat yang paling umum yang terkena pada kasus TON tidak langsung adalah kanal optik bagian dari nervus optikus, kemudian diikuti oleh nervus optikus intrakranial dan khiasma optikus.

Page 4: terjemahan jurding

Terdapat dua mekanisme cedera, yaitu secara primer dan sekunder. Cedera primer disebabkan karena pergeseran mekanis dari akson nervus optikus dan nekrosis kontusio karena iskemia mendadak dari tempat kerusakan ke mikro sirkulasi. Mekanisme sekunder adalah proses apoptosis dari kedua nervus yang berdekatan baik yang terkena cedera maupun yang tidak.

Ada dua cara menatalaksana TON tidak langsung. Yang pertama adalah pemberian steroid megadosis dan yang kedua adalah bedah dekompresi kanal optik.

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Levin menyimpulkan bahwa baik kortikosteriod maupun bedah kanal optik tidak dapat menjadi pertimbangan dari penatalaksanaan standar pasien dengan traumatic optic neuropathy, dan pernyataan ini menjadi alasan klinis kami memutuskan untuk menatalaksana atau tidak menatalaksana pasien secara individu.

2. PRESENTASI KASUSKami mempresentasikan kasus pasien laki-laki berusia 54 tahun yang mendapat

pukulan pada mata kanannya oleh teman bekerja setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Ia mengeluhkan adanya hilang penglihatan pada mata kanan.

Pasien tidak mengeluhkan penurunan kesadaran, kepala pusing, atau muntah. Pasien terdapat hematom pada kedua kelopak mata bagian atas dan bawah, dan sedikit perdarahan pada sub-konjungtiva. Tes pewarnaan fluorescein negatif, bilik mata depan dan lensa jernih. Tekanan intraokuli normal. Retina dan nervus optikus dalam keadaan normal pada funduskopi (Gambar 1).

(Gambar 1 : Funduskopi normal)Pada pemeriksaan visus didapatkan “counting fingers atau menghitung jari pada

jarak satu meter” pada mata kanan dan 0,5 pada mata kiri menggunakan Snellen-chart tanpa koreksi. Pemeriksaan subjektif “Tutup Botol Mydriacyl atau Red desat” mengindikasikan adanya disfungsi persepsi warna pada mata kanan (Gambar 2). Pemeriksaan RAPD (Relative Afferent Pupillary Defect) didapatkan positif tetapi ringan pada mata kanan. Kami segera melakukan pemeriksaan ocular ultrasound yang hasilnya didapatkan normal (Gambar 3) dan X-Ray orbita yang hasilnya tidak menunjukkan adanya tanda fraktur. Kami memutuskan untuk segera menatalaksana pasien dengan steroid megadosis mengikuti protokol yang disusun oleh Cerovski (Gambar 4).

Page 5: terjemahan jurding

(Gambar 2 : Tutup botol mydriacyl atau Red desat.A. Persepsi pada mata kiri

B. Persepsi pada mata kanan (mata yang menderita TON)

(Gambar 3 : Hasil pemeriksaan ultrasound pada mata kiri)

Page 6: terjemahan jurding

(Gambar 4 : Protokol tatalaksana TON oleh Cerovski)

(Gambar 5 : CT-Scan Orbita dan Mata)

Dosis pertama diberikan methylprednisolone secara intravena 30mg/kg, diikuti 2 jam berikutnya dengan dosis 15mg/kg dan 3 dosis tambahan per 6 jam yaitu 15mg/kg. Selain itu, pasien juga menerima steroid tetes mata 4 kali sehari. Keesokan harinya, visus pasien mulai menunjukkan perbaikan dengan BCVA (Best Corrected Visual Acuity) menjadi 0,3 pada mata kanan. Dan pada hari ketiga, BCVA menjadi 0,5. Pada hari keempat meningkat menjadi 0,7 dengan stenopeic menjadi 1,0. Pada hari kedua dilakukan pemeriksaan VEP (Visual Evoked Potentials) dan hasilnya menunjukkan gelombang P100 dengan amplitudo yang lebih rendah dan perlambatan laten pada mata

Page 7: terjemahan jurding

kanan, tes menunjukkan hasil normal pada mata kiri. CT-Scan orbita dilakukan pada hari kedua dan hasilnya tidak menunjukkan adanya keadaan patologis (Gambar 5). Pasien kemudian datang setelah 7 hari untuk follow-up dan keadaan penglihatan sudah kembali pulih dan normal.

3. DISKUSIEntah bagaimana, namun penatalaksanaan dari TON itu kontroversial. Tidak ada

panduan spesifik tentang bagaimana menatalaksana TON. Dalam waktu 7 hari sejak cedera, satu kelompok pasien dibiarkan tanpa tatalaksana, kelompok kedua ditatalaksana dengan kortikosteroid, dan kelompok ketiga ditatalaksana dengan bedah kanal optik dekompresi. Tidak ada perbedaan spesifik antara ketiga kelompok tersebut. Maka hasil kesimpulan penelitian tersebut adalah baik kortikosteroid maupun bedah tidak dapat menjadi pertimbangan penatalaksanaan pasien dengan TON. Kemudian, setiap dokter spesialis mata harus memutuskan untuk menatalaksana atau tidka menatalaksana pasien secara individu.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Chou, et al. menggunakan 58 orang pasien, 10 pasien tidak ditatalaksana, 23 ditatalaksana dengan kortikosteroid, dan 25 pasien dilakukan bedah kanal optik dekompresi dan diberikan kortikosteroid. Hasil penelitiannya adalah 0% perbaikan visus pada kelompok yang tidak ditatalaksana, 57% perbaikan visus pada kelompok yang ditatalaksana dengan steroid, dan 60% perbaikan visus pada kelompok yang dilakukan baik pembedahan dan pemberian steroid. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kelompok pasien yang dilakukan penatalaksanaan memberikan hasil yang lebih baik dari pada kelompok pasien yang tidak ditatalaksana.

4. KESIMPULANSegera setelah pasien dibawa ke rumah sakit, kami segera menatalaksana pasien

dengan steroid megadosis. Kami memutuskan segera melakukan tindakan pada pasien karena beberapa alasan. Pertama karena pasien datang dalam rentang satu jam pertama paska cedera dan menurut Cerovski, terapi lebih baik dilakukan pada 8 jam pertama. Alasan kedua karena pasien sehat secara individual. Dan alasan ketiga adalah karena pasien merasa ketakutan dan trauma, yang secara psikologis membutuhkan pertolongan, apalagi pada pasien terdapat adanya hilang penglihatan berat.

Karena tidak ada rekomendasi pasti lain daripada menatalaksana pasien secara individual, Anda mengatakan kepada pasien, “Kami tidak dapat melakukan apa-apa dan kami berharap bahwa penglihatan Anda akan membaik.” atau Anda dapat mengatakan, “Kami dapat melakukan sesuatu dan berharap penglihatan Anda akan membaik.”

Kebanyakan orang akan memilih kepada pilihan kedua. Pasien kami juga memilih pilihan kedua dan sangat kooperatif dan puas dengan terapi yang kami berikan selama pasien dirawat di rumah sakit.

TIDAK ADA KONFLIK KEPENTINGAN.

Page 8: terjemahan jurding

REFERENSI1. Al-Qurainy A, Stassen LFA, Dutton GN, et al. The character- istics of midfacial fractures and the association with ocular injury: a prospective study. Brit J Oral Maxillofacial Sur. 1991; 29: 291-301.

2. Crompton MR. Visual lesions in closed head injury. Brain. 1970; 93: 785-792.

3. Walsh FB, Hoyt WF. Clinical Neuro-Ophthalmology, 3rd Ed., Vol.3. Baltimore: Williams & Wilkins, 1969: 2380.

4. Vorwerk CK, Zurakowski D, McDermott LM, et al. Effects of axonal injury on ganglion cell survival and glutamate homeo- stasis. Brain Res Bull. 2004; 62: 485-490.

5. Levin LA, Beck RW, Joseph MP, et al. The treatment of trau- matic optic neuropathy: the International Optic Nerve Trau- ma Study. Ophthalmology. 1999; 106: 1268-1277.

6. Cerovski B. Neurooftalmološke manifestacije kraniocer- vikalne ozljede. U: Šikic J, Cerovski B, ur. Okuloorbitalna ozljeda i neurooftalmološke manifestacije kraniocervikalne ozljede. Medicinska naklada, Zagre, 2004: 23-31, 41-48.

7. Chou PI, Sadun AA, Chen YC, et al. Clinical experiences in the management of traumatic optic neuropathy. Neuro-oph- thalmology. 1996; 16: 325-336