PEMBERIAN LATIHAN
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE NON HEMORAGIK DI
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN LATIHAN ACTIVE ASISSTIVE RANGE OF MOTION
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK DI IGD
PUSKESMAS GAJAHAN
SURAKARTA
DI SUSUN OLEH:
DITA SEPTIANI
P.13 080
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ACTIVE ASISSTIVE RANGE OF MOTION
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
DENGAN
IGD
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN LAT
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN
STROKE NON HEMORAGIK DI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
PEMBERIAN LATIHAN ACTIVE ASISSTIVE RANGE OF MOTION
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN
STROKE NON HEMORAGIK DI IGD
PUSKESMAS GAJAHAN
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
DITA SEPTIANI
P.13 080
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ACTIVE ASISSTIVE RANGE OF MOTION
TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
DENGAN
IGD
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dita Septiani
NIM : P.13 080
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : Aplikasi Tindakan Active Asisstive Range Of
Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada
Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Stroke Non
Hemoragik Di IGD Puskesmas Gajahan Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau
pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah
hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai
dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 11 Mei 2016
Yang Membuat Pernyataan
Dita Septiani
NIM P.13 080
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini di ajukan oleh :
Nama : Dita Septiani
NIM : P.13 080
Program Studi : DIII Keperawatan
Judul : Aplikasi Tindakan Active Asisstive Range Of
Motion Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada
Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Stroke Non
Hemoragik Di IGD Puskesmas Gajahan Surakarta
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah
Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : ............................
Hari/tanggal : ............................
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep (…………………….)
NIK. 201.187.065
Penguji 1 : Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep (……………………)
NIK. 201.185.071
Penguji 2 :Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep (…………………….)
NIK. . 201.187.065
Mengetahui,
Ketua Program Studi DIII Keperawatan
STIKES KusumaHusada Surakarta
Ns. Meri Oktariani, M.Kep
NIK. 200981037
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “APLIKASI TINDAKAN ACTIVE ASISSTIVE RANGE
OF MOTION TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS PADA
ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S DENGAN STROKE NON HEMORAGIK
DI IGD PUSKESMAS GAJAHAN SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Wahyu Rima Agustina, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ibu Meri Oktariani, S.Kep.,Ns., M.Kep, selaku Ketua Program studi DIII
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Alfyana Nadya R, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Sekertaris Program studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba
ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ibu Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing dan
dosen penguji II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan
masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta
menfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen penguji I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
6. Semua dosen Program DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
yang telah memberikan bimbingan dengan sabar serta ilmu yang bermanfaat.
v
7. Kedua orang tua saya, Bapak dan Ibu yang selalu menjadi inspirasi, memberi
semangat dan doa untuk menyelesaikan pendidikan, dan yang selalu ada
ketika yang lain meninggalkan.
8. Kakak(mas Didit), adik(Paundra), dan keluarga dekat yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat, doa serta dukungannya untuk
menyelesaikan pendidikan.
9. S.Parmei Saputro, terimakasih sudah menjadi partner yang selalu memberi
semangat, dukungan, serta ilmu untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
10. Sahabat–sahabat Dhany, Nying, Winda, Marina, Ririn, Ofic terimakasih
untuk semangatnya
11. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta angkatan 2013 Desinta, Fitri, Christina, Desi, Maya, Dita.
12. Teman – teman kost Kusuma III terimakasih untuk semangat dan
dukungannya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 7 Mei 2016
Dita Septiani
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ...................................................................... 4
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6
1. Pengertian Stroke .............................................................. 6
2. Active Assistive Range of Motion ...................................... 17
3. Kekuatan otot .................................................................... 17
B. Kerangka Teori ......................................................................... 19
BAB III METODE APLIKASI
A. Subjek Aplikasi Riset ............................................................... 20
B. Tempat dan Waktu ................................................................... 20
C. Media dan Alat yang Digunakan .............................................. 20
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ....................... 20
E. Alat Ukur .................................................................................. 22
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien ......................................................................... 23
B. Pengkajian ................................................................................ 23
C Perumusan Masalah .................................................................. 28
vii
D Perencanaan Keperawatan ........................................................ 29
E Implementasi ............................................................................ 31
F Evaluasi .................................................................................... 33
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................ 36
B. Perumusan Masalah Keperawatan ............................................ 40
C. Perencanaan Keperawatan ........................................................ 42
D. Implementasi Keperawatan ...................................................... 46
E. Evaluasi .................................................................................... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 52
B. Saran ......................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Prosedurt tindakan active assistive range of motion .................... 21
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ....................................................................... 19
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Usulan Judul
2. Surat Pernyataan
3. Lembar Konsultasi
4. Jurnal
5. Asuhan Keperawatan
6. Lembar Observasi
7. Daftar Riwayat Hidup
8. Surat Pernyataan Persetujuan Orang Tua
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan
(stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke non hemoragik) dengan gejala
dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, atau kematian.Stroke iskemik merupakan suatu
penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak
yang terserang yang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan
kematian otak tersebut. Sedangkan stroke hemoragik merupakan penyakit
gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya
aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis.
Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak,
sehingga terjadi hematom (Junaidi,2011).
Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian
akibat stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar
glukosa darah dalam tubuh.Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Prevalensi stroke
hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun
2
2011 (0,03%). Pada tahun 2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi.
Kasus stroke hemoragik sebanyak1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non
hemoragik (Dinkes Jateng, 2012).
Berdasarkan data yang didapat dari bagian rekam medis RSUD
Dr.Moewardi, jumlah kasus stroke pada semua kelompok usia meningkat dari
tahun 2011-2012 dan menurun pada tahun 2013. Walaupun terjadi penurunan
kasus pada tahun 2013, namun jumlah kasus stroke di RSUD Dr.Moewardi
masih tergolong tinggi dibandingkan dengan rumah sakit yang lainnya. Pada
tahun 2011 terdapat 240 kasus, tahun 2012 terdapat 391 kasus, dan tahun
2013 terdapat 350 kasus untuk stroke hemoragik. Sedangkan untuk stroke non
hemoragik, pada tahun 2011 terdapat 113 kasus, tahun 2012 sebanyak 636
kasus, dan tahun 2013 sebanyak 270 kasus(RSUD Dr. Moewardi, 2014).
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan
(stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke non hemoragik) dengan gejala
dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, atau kematian.Stroke iskemik merupakan suatu
penyakit yang diawali dengan terjadinya serangkaian perubahan dalam otak
yang terserang yang apabila tidak ditangani dengan segera berakhir dengan
kematian otak tersebut. Sedangkan stroke hemoragik merupakan penyakit
gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya
aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis.
3
Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak,
sehingga terjadi hematom (Junaidi, 2011).
Serangan stroke dapat menyebabkan kelemahan dan kelumpuhan pada
salah satu atau bahkan kedua sisi bagian tubuh pasien (Junaidi, 2006).
Kelemahan ini bisa menimbulkan kesulitan saat berjalan dan beraktivitas. Hal
ini mengharuskan pasien immobilisasi. Padahal dengan immobilisasi tersebut,
pasien akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse)
(Kozier, 2009).
Pasien yang mengalami gangguan mobilisasi aktual atau potensial,
maka perawat menyusun intervensi yang langsung mempertahankan
mobilisasi maksimum. Salah satu intervensi keperawatan tersebut adalah
latihan rentang gerak pendampingan atau active assistive range of motion
(Perry& Potter,2005).
Active assistive range of motion merupakan latihan yang dilakukan
dengan cara klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan dan
lebih kuat atau dengan bantuan gaya dari luar, seperti therapis, alat mekanis
atau bagian bagian tubuh pasien yang kuat sebagai tumpuan untuk
menggerakan setiap sendi pada ekstremitas yang tidak mampu melakukan
gerakan aktif (Carpenito , 2009).
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tentang active assistive range of motion terhadap kekuatan
otot pada pasien stroke non hemoragik. Hasil penelitian Ariyanti, ismonah &
Hendrajaya tahun 2013 mengenai efektivitas active assistive range of motion
4
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik di
RSUD Tugurejo Semarang diperoleh p rata-rata pada hari ke-2 sore sebesar
2.17 (< 0,05), selanjutnya pada hari ke-3 sore sebesar 2.78(< 0,05), hari ke-4
pagi sebesar 3.17 (< 0,05), dan hari ke-5 3.64(< 0,05), sehingga dapat
disimpulkan active assistive range of motion efektif terhadap kekuatan otot
ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengaplikasikan tindakan active assistive range of motion terhadap
kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan stroke non
hemoragik.
b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien
dengan stroke non hemoragik.
c. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan
stroke non hemoragik.
d. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada
pasienstroke non hemoragik.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan
stroke non hemoragik .
5
f. Penulis mampu menganalisa hasil active asistive range of motion
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan pengalaman tentang pengaruh active
assistive range of motion terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien
stroke non hemoragik.
2. Bagi Pendidik
Sebagai referensi dan wacana dalam ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang keperawatan medical tentang pengaruh active asistive range
of motion terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik
dimasa yang akan datang dan acuan bagi pengembangan pendidikan
kesehatan.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan wawasan baru terhadap pengembangan pada
keperawatan medical khususnya tentang efektivitas active assistive range
of motion terhadap kekuatan otot pada pasien stroke non hemoragik.
4. Bagi Rumah Sakit
Sebagai peningkatan mutu pelayanan dalam memberikan asuhan
keperawatan secara komprehensif dengan intervensi active asistive range
of motion terhadap peningkatan kekuatan otot pada pasien stroke.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Stroke
Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat
modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang
dihadapi hampir diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke
yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan
mental baik pada usia produktif maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah dalam otak dapat timbul secara mendadak dalam
beberapa detik atau secara cepat dalam beberapa jam (Irfan, 2010). Stroke
merupakan sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya
fungsi saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat dalam detik
atau menit (Ginsberg, 2008).
2. Klasifikasi
Menurut ( Junaidi, 2011), stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Stroke pendarahan (hemoragik)
adalah stroke yang diakibatkan oleh pembuluh darah yang pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan merembes ke
daerah otak dan merusaknya.
7
b. Stroke non hemoragik
Adalah stroke yang diakibatkan oleh penyumbatan di sepanjang jalur
pembuluh darah arteri yang menuju ke otak.
Stroke non hemoragik berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1) Aterotromboltik : penyumbatan pembuluh darah oleh kerak atau
plak dinding arteri.
2) Kardioemboli : sumbatan arteri oleh pecahan plak (emboli)
drai jantung.
3) Lakuner : sumbatan plak pada pembuluh darah yang
berbentuk lubang.
3. Penyebab stroke
Penyebab stroke menurut (Kimberly, 2008) yaitu :
a. Thrombosis serebral
Terjadi obstruksi pembuluh darah di pembuluh ekstra serebral.
b. Emboli serebral
Terjadi pada riwayat penyakit jantung reumatik, endokarditis, aritmia
jantung.
c. Perdarahan serebral
Terjadi pada hipertensi dan aneurisma serebral tanda dan gejala stroke.
Menurut (Nabyl, 2012) tanda dan gejala berdasarkan lokasi yang terkena
stroke dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Bagian system saraf pusat, yaitu kelemahan otot, kaku dan
menurunnya fungsi sensorik.
8
b. Batang otak, yaitu lidah melemah; kemampuan membau, mengecap,
melihat secara parsial atau keseluruhan menjadi menurun; serta
kemampuan reflek, ekspresi wajah, pernafasan dan detak jantung
menjadi terganggu.
c. Cerebral kortek, yaitu tidak bias bicara, kehilangan kemampuan untuk
melakukan gerakan-gerakan, daya ingat menurun, hemiparase dan
kebingungan.
4. Patofisiologi stroke
Peningkatan tekanan darah yang tinggi mengakibatkan ruptur
pembuluh darah serebral atau aneurisme yaitu pengembangan pembuluh
darah otak yang semakin rapuh sehingga pecah.Pembuluh darah yang
pecah mengakibatkan pedarahan pada subarachnoid atau ventrikel otak,
sehingga terjadi hematom serebral yang beakibat pada peningkatan TIK.
Adanya peningkatan TIK mengakibatkan penurunan kesadaran yang
kemudian menimbulkan vasospasme arteri serebral, sehingga terjadi infrak
jaringan karena tidak bias dialiri oleh darah. Akibatanya terjadi
gangguan perfusi jaringan serebral yamg menyebabkan deficit neurologi
(Rendy, 2012).
5. Komplikasi stroke
Menurut (Kimberly, 2008), komlikasi dari stroke antara lain:
a. Tekanan darah tidak stabil akibat kehilanagan kendali vasokomotor.
b. Ketidakseimbanagan cairan dan elektrolit.
c. Malnutrisi.
9
d. Infeksi.
e. Gangguan kemampuan sensorik.
f. Penurunan tingkat kesadaran.
g. Aspirasi.
h. Kerusakan kulit.
i. Emboli paru.
j. Depresi.
6. Pemeriksaan penunjang menurut (Ginsberg, 2008) adalah:
a. Darah lengkap, LED
b. Ureum, elektrolit, glukosa dan lipid
c. Rongten dada dan EKG
d. CT scan kepala
7. Penatalaksanaan stroke
Penatalaksanaan stroke secara umum menurut (Muttaqin, 2012) yaitu:
a. Mempertahankan saluran nafas uyang paten yaitu lakukan pengisapan
lender dan oksigenasi
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi klien.
c. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat
10
8. Menurut (Rendy, 2012) asuhan keperawatan stroke secara umum adalah:
a. Pengkajian
1) Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku, bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no.cm,
alamat.
2) Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi: penurunan
kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan keluhan sakit
kepala hebat bila masih sadar.
3) Riwayat penyakit dahulu
Perlu dikaji adanya riwayat DM, hipertensi, kelainan jantung,
policitemia karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas
pembuluh darah otak menjdi menurun.
4) Riwayat penyakit sekarang
Kronologis peristiwa stroke
Sering setelah melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan
neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan kesadaran sampai
koma.
5) Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat yang sama diderita oleh anggota keluarga yang
lain atau riwayat lain baik bersifat genetis maupun tidak.
11
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem
a) System persepsi dan sensori
Pemeriksaan lima indra
b) System pernafasan
Nilai frekuensi nafas, kualitas , suara dan jalan nafas.
c) System kardiovaskuluer
Nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan fekuensi.
d) System persarafan
Tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu
dan tempat.
e) System gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan,nafsu maka,eliminasi.
f) System integument
Nilai warna dan turgor
g) System reproduksi
h) System perkemihan
Nilai frekuensi BAK dan volume BAK
i) System mukoleketal
3) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b) Pola aktivitas dan latihan
12
Pada klien hipertensi terkadang merasa lemas, pusing,kelemahan
otot dan kesadaran menurun.
a) pola nutrisi dan metabolism
b) pola eliminasi
c) pola tidur dan istirahat
d) pola kognitif dan perceptual
e) persepsi konsep diro
f) pola toleransi dan koping stress
g) pola seksual reproduksi
h) pola hubungan peran
i) pola nilai dan keyakinan
4) Pemeriksaan saraf cranial
a) Saraf olfaktorius : penciuman
b) Saraf optikus : ketajaman penglihatan
c) Saraf okulomotorius : reflek pupil ke atas, ke bawah
d) Saraf troklearis : gerakan ocular menyebabkan
ketidakmampuan melihat ke bawah
dan kesamping
e) Saraf trigeminus : fungsi sensori ,reflek kornea, kulit
wajah dan dahi, reflex rahang
f) Saraf abdusen : gerakan okuler ,kerusakan
menyebabkan ketidakmampuan
kebawah dan kesamping
13
g) Saraf fasialis : fungsi motorik wajah bagian
samping dan atas
h) Saraf akustisus : tes saraf koklear, pendengaran,
kerusakan akan menyebabkan
kurang pendengaran
i) Saraf glosofangerius : fungsi motorik, reflek gangguan
faringeal atau menelan
j) Saraf vagus : bicara
k) Saraf asesori : kekuatan otot trapezius dan
sternokleidomastoid, kerusakan
menyebabkan ketidakmampuan
mengangkat bahu
l) Saraf hipoglosus : fungsi motorik lidah, kerusakan
akan menyebabkan gangguan
menggerakkan lidah
c. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
mukus berlebih
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliaran darah ke arteri
3) Klerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskuloskelektal dan neurovaskuler
14
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik
d. Intervensi keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
mukus berlebih
Kreteria Hasil :
a) Secret dimulut berkurang
b) RR dalam batas normal (16-24x/menit)
c) Suara nafas tidak ada ronkhi
Intervensi :
(1) Monitoring akumulasi secret dan observasi status pernafasan
klien
Rasional : untuk mengetahui keefektifan jalan nafas
(2) Auskultasi suara nafas
Rasional : untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
(3) Ajarkan kepada keluarga pasien untuk member posisi miring
kanan dan dan kiri
Rasional: untuk membantu mengeluarkan sejret dan posisi
kepala lebih tinggi untuk mengurangi tekanan arteri dengan
meningkatka drainage vena dan memperbaiki
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
15
2) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan aliran darah ke arateri
Kriteria Hasil :
a) Tekanan darah dalam batas normal
b) Tidak ada keluhan sakit kepala
c) Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
(1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam
Rasional : untuk mengevaluasi perkembangan penyakitdan
keberhasilan terapi
(2) Pertahankan tirah baring pada posisi semi flower
Rasional : untuk membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri berdasarkan gaya
gravitasi
(3) Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin
Rasional : meningkatkan vasokontriksi
(4) Kolaborasi pemberian obat-obatan hipertensi
Rasional : golongan inhibitor menurunkan tekanan darah
melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer
3) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskoloskelektal dan neurovaskuler
Kriteria Hasil :
a) Kerusakan kulit terhindar
16
b) Klien mencapai keseimbangan saat duduk
c) Klien mampumenggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplegic
Intervensi :
(1) Berikan posisi yang benar
Rasional : untuk mencegah kontraktur, membantu kesejajaran
tubuh yang baik
(2) Ajarkan active assistive ROM
Rasional : untuk mempertahankan mobilitas sendi
(3) Siapkan klien untuk ambulasi
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan saat duduk
dan berdiri
(4) Kolaborasidengan fisioterapi
Rasional : untuk mengembangkan perencanaan dan
meningkatkan mobilitas
4) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan hambatan
mobilitas fisik
Kriteria Hasil :
a) Tidak ada luka
b) Tidak ada warna kemerahan ataupun nanah
c) Tidak ada nekrosis
Intervensi :
17
(1) Observasi keadaan kulit pasien
Rasional : untuk mengkaji keadaan kulit
(2) Berikan posisi alih baring
Rasional : untuk memberikan sirkulasi udara yang cukup
(3) Ajarkan kepada keluarga untuk memberikan lotion untuk
massage punggung pasien
Rasional : untuk melancarkan aliran darah
(4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat
Rasional : untuk memperbaiki sirkulasi darah
2. Active Assistive Range of Motion
a. Pengertian
Assistive range of motion merupakan latihan yang dilakukan
dengan cara klien menggunakan lengan atau tungkai yang berlawanan
dan lebih kuat atau dengan bantuan gaya untuk menggerakan setiap
sendi pada ektremitas yang tidak mampu melakukan gerakan aktif
(Carpenito, 2009).
b. Manfaat active asistive range of motion
Efektivitas active assistive range of motion terhadap kekuatan
otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik pada hari ke-2 score
sebesar 2.17 (< 0,05), selanjutnya pada hari ke-3 score sebesar 2.78(<
0,05), hari ke-4 pagi sebesar 3.17 (< 0,05), dan hari ke-5 3.64(< 0,05),
sehingga dapat disimpulkan active assistive range of motion efektif
terhadap kekuatan otot ekstremitas pada pasien stroke non hemoragik.
18
3. Kekuatan otot
Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan
menghasilkan gaya. Ada banyak hal yang dapat mempengaruhi kekuatan
otot,seperti operasi,cidera,atau penyakit tertentu. Malas berrolahraga
dapat menurunkan kekuatan otot yang dapat membuat anda rentan
mengalami cidera saat beraktifitas (carpenito,2009).
Nilai derajat kekuatan otot :
1) Derajat 0 : kontraksi otot tidak dapat terkontraksi dengan palpasi.
2) Derajat 1 : tidak ada gerakan sendi,tetapi kontraksi otot dapat
dipalpasi.
3) Derajat 2 : dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah.
4) Derjat 3 : mampu bergerak dengan gerak sendi penuh dan melawan
gravitasi tanpa tahanan.
5) Derajat 4 : mampu bergerak dengan gerak sendi penuh, melawan
gravitasi dan melawan tahanan sedang.
6) Derajat 5 : mampu bergerak dengan gerak sendi penuh,melawan
gravitasi dan melawan tahanan maksimal.
19
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Sumber : Nanda, 2013
Faktor medis
1. Migren
2. Hipertees
3. Diabetes
Faktor perilaku
1. Kurang olahraga
2. Merokok
3. Gaya hidup tidak
sehat
stroke Hemiplegi
Kelemahan dan
kelumpuhan
pada sisi bagian
tubuh
Kehilangan
kekuatan otot
Active
assistive range
of motion
Meningkatkan kekuatan
otot
20
BAB III
METODE APLIKASI
A. Subjek Aplikasi Riset
Subyek aplikasi ini aplikasi tindakan active assistive range of motion
pada pasien stroke non hemoragik di puskesmas Gajahan Surakarta.
B. Tempat dan Waktu
1. Waktu
Aplikasi tindakan active assistive range of motion dilakukan selama 14
hari. Waktu pengelolaan 3 hari dari tanggal 4 – 6 januari 2016.
2. Tempat
Aplikasi tindakan dilakukan di puskesmas Gajahan Surakarta.
C. Media dan Alat yang Digunakan
Dalam aplikasi penelitian ini alat yang digunakan dalam pengumpulan data
berupa lembar observasi kekuatan otot.
Media : tindakan dan observasi.
Alat : checklist, lembar observasi.
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Prosedur tindakan yang akan dilakukan pada aplikasi penelitian efektivitas
active assistive range of motion pada pasien stroke non hemoragik.
21
A FASE ORIENTASI
1 Memberi salam/ menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan klien
B FASE KERJA
1 Mencuci tangan
2 Memposisikan klien.
3 Memberi arahan kepada klien untuk melakukan gerakan ROM aktif secara mandiri
a) Bahu
i. fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan
ke posisi di atas kepala
ii. Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh
iii. Hiperekstensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus
iv. Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan
telapak tangan jauh dari kepala
v. Rotasidalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan
lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang
vi. Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari
ke atas dan samping kepala
b) Siku
i. Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke
depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu
ii. Ekstensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan
c) Lenganbawah
i. Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas
ii. Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah
d) Pergelangantangan
i. Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah
ii. Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan,
lengan bawah berada dalam arah yang sama
iii. Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh
mungkin
iv. Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari
v. Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari
e) Jari-jaritangan
i. Fleksi : membuatgenggaman
ii. Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan
iii. Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin
iv. Abduks : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain
v. Adduksi : Merapatkankembalijari-jari
C FASE TERMINASI
1 Melakukanevaluasitindakan
2 Menyampaikanrencanatindaklanjut
3 Berpamitan
4 Mencucitangan
22
E. Alat Ukur
Alat ukur dalam pengaplikasian ini ,yaitu :
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian
otot secara manual ( manual muscle testing, MMT )
1. Normal (5) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan
gravitasi, dan melawan tahanan maksimal.
2. Good (4) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh, melawan
gravitasi, dan melawan tahanan sedang (moderat).
3. Fair (3) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh dan
melawan gravitasi tanpa tahanan.
4. Poo (2) mampu bergerak dengan luas gerak sendi penuh tanpa
melawan gravitasi.
5. Trace (1) tidak ada gerakan sendi, tetapi kontraksi otot dapat di
palpasi
6. Zero (0) kontraksi otot tidak terdeteksi dengan palpasi.
23
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Pasien adalah seorang perempuan berusia 72 tahun yang berinisial Ny.
S, beragama islam, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan ibu rumah tangga,
dengan diagnosa medis stroke non hemoragik, beralamat di Ngarjodipuran
joyosuran pasarkliwon, pasien masuk puskesmas tanggal 6 januari 2016.
Selama dipuskesmas yang bertanggung jawab atas Ny. S adalah Tn. S berusia
80 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan pensiunan alamat
ngarjodipuran joyosuran pasar kliwon, hubungan dengan pasien adalah
suami.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 6 januari 2016 jam 10.10 dengan
metode alloanamnesa, autoanamnesa. Keluhan utama kelemahan pada
ekstremitas kanan pasien. Riwayat penyakit sekarang suami pasien
mengatakan pasien merasakan pusing ,mual, kemudian oleh keluarga dibawa
ke IGD Puskesmas gajahan pada tanggal 6 januari 2016, pasien diperiksa
tanda-tanda vitalnya dan di peroleh hasil tekanan darah 190/100mmHg, nadi
88x/menit, suhu 37 C, pernafasan 22x/menit. Dan keluarga pasien disarankan
oleh dokter untuk dirujuk ke RS .
24
Riwayat penyakit dahulu pasien sebelumnya mempunyai riwayat
hipertensi sejak 5 tahun yang lalu dan pernah di rawat di rumah sakit
sebanyak 2 kali karena penyakit stroke non hemoragik , pasien tidak
mempunyai alergi obat atau makanan.
Riwayat kesehatan keluarga, anggota keluarga tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit hipertensi, asma, DM, dan penyakit menular
lainnya.
Riwayat kesehatan lingkungan, pasien tinggal di lingkungan yang
bersih jauh dari polusi udara dan air di lingkungan rumah pasien bersih dan
ada pembuangan sampahnya. Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan,
pasien mengatakan bahwa kesehatan itu penting dan pasien selalu
membiasakan diri untuk menjaga kesehatannya.
Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan
makan 3 kali sehari dengan jenis nasi, sayur, lauk, buah, susu, air putih.
Setiap kali makan 1 porsi habis dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien
makan 3 kali sehari jenis bubur, lauk, sayur, teh hangat, air putih. Setiap kali
makan ½ porsi habis.
Pola eliminasi, sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1 kali perhari
dengan konsistensi lunak berbentuk, berwarna kuning, berbau khas dan tidak
ada keluhan. Pasien dalam sehari BAK 6-7 kali, sekali BAK mengeluarkan
urine sekitar 150 cc, jadi sehari sekitar 1050 cc. Selama sakit pasien
mengatakan BAB 1 kali dengan konsistensi lunak berbentuk, warna kuning,
25
berbau khas dan tidak ada keluhan. Pasien dalam sehari BAK 3-4 kali perhari
BAK urine sekitar 150 cc jadi 1 hari sekitar 600 cc.
Pola aktivitas dan latihan, sebelum sakit pasien mengatakan makan
dan minum secara mandiri, toileting, berpakaian, mobilitas, berpindah,
ambulasi atau ROM juga mandiri. Selama sakit pasien mengatakan makan,
berpakaian, berpindah, toileting, mobilitas atau ROM dibantu oleh keluarga.
Pola istirahat dan tidur, sebelum sakit pasien mengatakan lama tidur
sehari 6-8 jam sehari, pasien jarang tidur siang. Selama sakit pasien
mengatakan tidak ada masalah dengan tidurnya.
Pola kognitif perceptual, sebelum sakit pasien dapat mengatakan tidak
ada gangguan pada penglihatan, pendengaran, perabaan hanya bicara sedikit
pelo. Selama sakit pasien mengatakan pandangan sedikit kabur, mampu
berkomunikasi walaupun pelo, tidak terjadi pendengaran dan dapat
membedakan bau, pasien memngeluh pusing dan mengalami vertigo.
Pola persepsi konsep diri, pasien adalah seorang perempuan yang
merupakan seorang istri dan seorang ibu bagi anak-anak nya. Pasien adalah
seorang ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap keluarganya,
pasien dihargai oleh anggota keluarganya dan tetangganya, pasien
mengatakan bahwa mensyukuri apa yang ada pada dirinya sekarang dan ingin
lebih berguna untuk keluarga dan lingkungan sekitanya, dan selama sakit
pasien tidak bisa melakukan kegiatan sehari hari seperti biasanya, pasien
selalu mendapat dukungan dari keluarga, pasien mengatakan ingin segera
sembuh dan ingin melanjutkan aktivitasnya kembali seperti biasanya dan
26
pasien juga merasa kurang nyaman dengan kondisinya saat ini karena dapat
menganggu aktivitasnya sehari hari
Pola hubungan peran sebelum sakit dan selama sakit pasien memiliki
hungungan yang harmonis tidak ada masalah dengan keluarganya dan
hubungan dengan lingkungan sekitarnya juga baik dan selama sakit pasien
juga sering dijenguk keluarga dan tetangganya.
Pola seksual dan reproduksi, pasien adalah seorang perempuan, sudah
menikah dan sudah menepous. Pola mekanisme koping, sebelum dan selama
sakit pasien jika ada masalah selalu bercerita dengan keluarganya.
Pola nilai dan keyakinan, pasien beragama islam saat sakit ini pasien
merasa terganggu pada saat beribadah karena kelemahan anggota badannya
sebelah kanan dan pasien yakin akan segera sembuh dengan sholat dan
berdoa.
Hasil pemeriksaan fisik keadaan atau penampilan umum sedang,
kesadaran GCS 12 E4 V4 M4 (apatis). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
sebagai berikut, tekanan darah 190/100mmHg, frekuensi nadi 88x/menit,
irama teratur teraba kua, frekuensi pernafasan 22x/menit irama teratur, suhu
37 C. Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, tidak terdapat benjolan,
rambut putih, beruban, kusam. Hasil pemeriksaan muka dari mata palpebra
tidak edema, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, reflek
terhadap cahaya positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung
bersih, tidak ada pernafasan cuping hidung,tidak ada secret. Mulut bersih,
bibir kering dan pecah-pecah. Gigi bersih, tidak ompong, tidak ada caries
27
gigi. Telinga kanan dan kiri simetris, bersih, tidak ada serumen. Leher tidak
ada pembesaran tiroid.
Pemeriksaan 12 syaraf kranial pada Ny. S yaitu saraf I olfaktorius,
pasien mampu merespon bau-bauan dengan benar. Saraf II optikus, fungsi
penglihatan pasien sedikit kabur, bola mata masih bisa mengikuti gerakan
cahaya. Saraf III okulomotoris, reaksi pupil tidak ada gangguan, reflek
terhadap cahaya positif. Saraf IV trokhealis, oasien masih bisa melihat
kebawah. Saraf V trigeminus, pasien masih dapat mengunyah dengan baik.
Saraf VI abdusen, pasien masih bisa membuka dan menutup mata. Saraf VII
facialis, pasien masih bisa tersenyum, cemberut, mengerutkan dahi. Saraf
VIII akusticus, pendengaran pasien sedikit berkurang. Saraf IX
glosofaringeus, ada reflek muntah. Saraf X vagus, bicara pasien tidak jelas
(pelo). Saraf XI saraf asesorius, pasien masih bisa mengangkat bahu. Saraf
XII saraf hipoglosus, pasien dapat mengeluarkan lidah.
Pemeriksaan dada, untuk paru-paru inspeksi didapatkan hasil ekspansi
dada kanan dan kiri sama,tidak ada jejas, palpasi vocal premitus kanan dan
kiri sama, perkusi sonor seluruh lapang paru, auskultasi tidak ada suara
tambahan. Jantung, inspeksi didapatkan hasil ictus cordis tidak tampak,
palapasi ictus cordis tidak teraba, perkusi jantung pekak, auskultasi bumyi
jantung I-II murni.
Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi bentuk datar dan
tidak ada jejas, auskultasi bising usus 12x/menit, perkusi suara kuadran I
pekak, kuadran II-IV timpani, palpasi tidak ada nyeri tekan.
28
Pemeriksaan genetalia bersih, tidak terpasang kateter. Rektum bersih,
tidak ada pembesaran hemoroid. Pada pemeriksaan ekstremitas atas, kekuatan
otot tangan kanan 2 (dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah). kekuatan otot kiri 3 (mampu bergerak dengan gerak sendi penuh
dan melawan gravitasi tanpa tahanan, tangan kanan terasa berat untuk
digerakan, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile kurang dari 2 detik,
perabaan akral hangat, perubahan bentuk tulang tidak ada. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah, kekuatan otot kaki kanan 2 (dapat menggerakan otot atau
bagian yang lemah sesuai perintah) dan kekuatan otot kiri 3 (mampu
bergerak dengan gerak sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan),
kaki kanan terasa berat untuk digerakan, ROM kanan dan kiri aktif. Capilary
refile kurang dari 2 detik, perabaan akral hangat, tidak ada odema.
C. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subyektif antara lain pasien mengatakan kepala pusing dan mengalami
vertigo, keluarga pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat vertigo. Data
objektif yang diperoleh pasien tampak gelisah, bicara tidak jelas (pelo),
tekanan darah 190/100mmHg, nadi 88x per menit, pernafasan 22x per menit,
suhu 37 C. Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral merupakan prioritas utama, sehingga dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah (00201).
29
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian diperoleh data
subyektif antara lain pasien mengatakan tangan kanan terasa lemas dan berat
untuk digerakan. Data obyektif yang diperoleh adalah kekuatan otot
ekstremitas kanan 2 (dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah sesuai
perintah), kekuatan otot ekstremitas kiri (mampu bergerak dengan luas sendi
penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan) aktivitas dan latihan di bantu
oranglain. Sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromusculer (00085).
D. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 6 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x4 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan fungsi serebral dengan kreteria hasil tekanan darah dalam batas
normal 120/80 mmHg, nadi dalam batas normal 60-100 kali per menit, tidak
terjadi peningkatan tekanan intrakranial (pusing maupun vertigo), fungsi
motorik membaik. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji dan monitor tekanan
darah dengan rasional untuk mengevaluasi penyakit dan keberhasilan terapi,
pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah
kembali normal dengan rasional tirah baring membantu menurunkan
kebutuhan oksigen dan posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri,
30
anjurkan pasien bed rest dengan rasional untuk mencegah peningkatan TIK
(Kayana, 2013), kolaborasi dengan keluarga untuk mempertahankan tirah
baring pasien dengan rasional untuk meningkatkan aliraan darah arteri.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada tanggal 6 januari 2016
penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan asuhan
keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromusculer dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x6 jam masalah keperawatan
hambatan mobibilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil kekuatan tonus
otot meningkat ekstremitas kiri 3 menjadi 4, ekstremitas 2 menjadi 3,
aktivitas dan latihan mampu dilakukan secara mandiri, pasien berpartisipasi
dalam program latihan. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi
kemampuan secara fugsional dan kaji kekuatan otot pasien dengan rasional
mengetahui sejauh mana kerusakan otot pasien dan untuk mengetahui
kekuatan otot pasien, berikan tekhnik active assistive ROM dengan rasional
untuk meningkatkan kekuatan otot pasien, anjurkan keluarga untuk merubah
posisi setiap 2 jam dengan rasional untuk mengurangi tekanan dan mencegah
dekubitus, kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan tekhnik active
assistive ROM dengan rasional untuk melakukan latihan active assistive ROM
secara mandiri.
31
E. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan untuk mengatasi masalah
keperawatan berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan
keperawatan pada tanggal 6 januari 2016 sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan Ny. S dilakukan implementasii jam 13.00 WIB mengkaji
dan memantau tekanan darah pasien, pasien mengatakan kepalanya pusing
TD : 180/100 mmHg, kesadaran apatis GCS12 E4 V4 M4. Jam 13.15 WIB
menganjurkan pasien bed rest pasien mengatakan pasien mau beristirahat dan
pasien tampak lebih tenang. Jam 13.35 WIB memberikan posisi semi fower
dan mempertahankan tirah baring, pasien mengatakan nyaman dengan
posisinya sekarang (semi fowler), pasien tampak rileks dan tenang. Jam 13.30
WIB mengkaji kekuatan otot pasien, pasien mengatakan merasa biasa saja
pada ekstremitasnya, ekstremitas kanan pasien terlihat lemah dengan
kekuatan otot 2,ekstremitas kiri pasien 3, pasien tidak bisa memegang gelas
secara mandiri.
Jam 13.45 WIB berkolaborasi dengan keluarga untuk
mempertahankan tirah baring pasien, keluarga pasien mengatakan bersedia
melakukan tirah baring untuk pasien, keluarga pasien tampak kooperatif. Jam
13.48 WIB memberikan tekhnik active assistive ROM, pasien mengatakan
bersedia diberikan terapi active assistive ROM, kekuatan otot ekstremitas
kanan 2, kekuatan otot ekstremitas kiri 3, aktivitas dan latihan dibantu orang
lain. Jam 14.00 WIB kolaborasi dengan keluarga untuk melakukan latihan
active assistive ROM secara mandiri, keluarga pasien mengatakan bersedia
32
memantau pasien untuk melakukan latihan tekhnik active assistive ROM
secara mandiri, keluarga pasien tampak kooperatif.
Implementasi hari kedua tanggal 7 januari 2016, jam 10.45 WIB
mengkaji dan memantau tekanan darah pasien, pasien mengatakan pusing
sudah berkurang TD 140/90 mmHg, GCS 15. Jam 10.50 WIB memberikan
posisi semi fowler dan mempertahankan tirah baring, pasien mengatakan
nyaman dengan posisinya, pasien tampak rileks. Jam 10.55 WIB
menganjurkan pasien untuk bed rest, pasien mengatakan mau beristirahat,
pasien tampak lebih tenang. Jam 11.05 berkolaborasi dengan keluarga untuk
melakukan ubah posisi setiap 2 jam sekali, keluarga pasien mengatakan
bersedia mengubah posisi setiap 2 jam sekali, keluarga pasien kooperatif. Jam
11.25 WIB memberikan tekhnik active assistive ROM, pasien mengatakan
bersedia mengatakan bersedia melakukan terapi active assistive ROM,
kekuatan otot ekstremitas kanan 2 dan kekuatan otot ektremitas kiri 3. Jam
11.30 WIB menganjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap 2 jam sekali,
keluarga pasien mengatakan bersedia mengubah posisi pasien setiap 2 jam
sekali, keluarga pasien kooperatif. Jam 11.45 WIB berkolaborasi dengan
keluarga untuk melakukan tekhnik active assistive ROM secara mandiri ,
keluarga pasien mengatakan bersedia melakukan tekhnik active assistive
ROM, pasien tampak tenang kooperatif .
Implementasi pada hari ketiga 8 januari 2016 pukul 10.30 WIB yaitu
memantau tekanan darah pasien, pasien mengatakan pusing sudah berkurang
TD 130/80mmHg, suhu 36 C, RR 20x/menit, nadi 86x/menit. Jam 10.45 WIB
33
memberikan posisi semi fowler dan mempertahankan tirah baring, pasien
mengatakan nyaman dengan posisinya, pasien tampak rileks, tenang. Jam
10.50 WIB menganjurkan pasien bed rest, menganjurkan keluarga pasien
untuk mempertahankan tirah baring pasien, keluarga pasien mengatakan
bersedia untuk mempertahankan tirah baring pasien. Jam 11.20 WIB
membeikan tekhnik active assistive ROM, menganjurkan keluarga pasien
untuk merubah posisi setiap 2 jam sekali, keluarga pasien mengatakan
bersedia mengubah posisi pasien setiap 2 jam sekali, keluarga pasien
kooperatif. Jam 111.40 WIB berkolaborasi dengan keluarga pasien untuk
melakukan tekhnik active assistive ROM secara mandiri, keluarga pasien
mengatakan bersedia melakukan tekhnik active assistive ROM dengan pasien
secara mandiri, pasien tampak tenang dan rileks.
F. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada tanggal 6 agustus 2016
jam 15.00 WIB dengan diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
dilakukan evaluasi obyektif TD : 180/100 mmHg, kesadaran composmentis,
maka dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan monitor tekanan
darah, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan drah
normal, anjurkan pasien bed rest, kolaborasi dengan keluarga pasien untuk
mempertahankan tirah baring pasien.
34
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 6 januari 2016, jam
15.10 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnose hambatan
mobilitas fisik didapat data subyektif pasien mengatakan ekstremitas nya
terasa biasa saja, data obyektif kekuatan otot ekstremitas kiri 3 dan kekuatan
otot ekstremitas kanan 2, pasien belum bisa melakukan aktivitas secara
mandiri, maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik belum
teratasi sehingga intevensi dilanjutkan yaitu observasi dan kaji kekuatan otot
pasien, berikan tekhnik active assistive ROM, anjurkan keluarga untuk
merubah posisi setiap2 jam sekali, kolaborasi dengan keluarga untuk
melakukan tekhnik active assistive ROM.
Evaluasi hari kedua tanggal 7 januari 2016 jam 12.00 WIB dengan
diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan evaluasi
keperawatan didapat data subyektif yaitu pasien mengatakan pusing sudah
berkurang, TD 140/90mmHg, GCS 15, keadaan umum pasien baik , makan
dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan pefusi jaringan serebral belum
teratasi sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji dan monitor tekanan darah ,
pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah
normal, anjurkan pasien ned rest, kolaborasi dengan keluarga untuk
mempertahankan tirah baring pasien.
Evaluasi hari kedua tanggal 7 januari 2016 jam 12.15 WIB dilakukan
evaluasi keperawatan dengan diagnose hambatan mobilitas fisik didapat data
subyektif pasien mengatakan eksberikan tekhnik ekstremitasnya tidak terasa
lemas, data obyektif kekuatan otot ekstremitas kanan 2, kekuatan otot
35
ekstrenitas kiri 3, maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik
belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu observasi dan kaji
kekuatan otot pasien, berikan tekhnik active assistive ROM, anjurkan
keluarga untuk merubah posisi setiap 2 jam sekali, kolaborasi dengan
keluarga untuk melakukan tekhnik active assistive ROM .
Evaluasi hari ketiga tanggal 8 januari 2016 jam 12.10 WIB, dengan
diagnose ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dilakukan evaluasi
keperawatan didapat data subyektif yaitu pasien mengatakan pusing sudah
berkurang, TD 130/80mmHg, GCS 15, keadaan umum pasien baik , makan
dapat disimpulkan masalah ketidakefektifan pefusi jaringan serebral teratasi,
pertahankan intervensi.
Evaluasi hari kedua tanggal 8 januari 2016 jam 12.15 WIB dilakukan
evaluasi keperawatan dengan diagnose hambatan mobilitas fisik didapat data
subyektif pasien mengatakan eksberikan tekhnik ekstremitasnya tidak terasa
lemas, data obyektif kekuatan otot ekstremitas kanan 3, kekuatan otot
ekstrenitas kiri 4, maka dapat disimpulkan masalah hambatan mobilitas fisik
teratasi, sehingga intervensi di hentikan,.
36
BAB V
PEMBAHASAN
Bab V dalam karya tulis ini akan dijelaskan mengenai penjelasan yang
akan menguraikan hasil analisa dan perbandingan serta kesenjangan antara teori
dan aolikasi dilapangan. Pembahasan ini berisi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan inforrmasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
perawatan klien, baik fisik, sosial, mental dan lingkungan (Dermawan, 2012).
Hasil dari pengkajian pada Ny.S tanggal 6 januari 2016 melalui
metode alloanamnesa dan autoanamnesa dokter mendiagnosa stroke. Stroke
merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bias terjadi pada siapa
saja dan kapan saja ( Muttaqin, 2008 ). Adapun hasil pengkajian riwayat
penyakit sekarang dari Ny. S mengalami hemiparsis pada ekstremitas kanan
sehingga tangan kanan dan kaki kanan susah digerakkan. Keluhan tersebut
sesuai dengan teori Iskandar (2004) yang mengatakan dimana salah satu
tanda gejala stroke yaitu adanya serangan deficit neurologis/kelumpuhan
fokal (hemiparasis) , baal atau mati rasa sebelah badan berkurang. Pasien
stroke mengalami hemiparase yang berupa gangguan fungsi otak sebagian
37
atau sepenuhnya yang diakibatkan gangguan suplai darah ke otak pada pasien
stroke berkurang.
Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan pada Ny. S makan, minum,
berpakaian, bepindah, mobilitas ditempat tidur dan ambulasi ROM dibantu
oleh keluarga dan perawat. Keadaan tersebut sesuai dengan teori yang ada
bahwa pada pasien stroke terjadi hemiparse dan menurunnya kekuatan otot,
keseimbangan dan koordinasi gerak, sehingga kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari ( Irdawati,2008).
Pada pengkajian pada pola kognitif dan perceptual Ny. S mengalami
dalam berkomunikasi yaitu bicara pasien tidak jelas atau pelo. Keadaan
tersebut sesuai dengan teori dari Rosiana (2009) yaitu disatria atau pelo sering
ditemui atau dialami penderita stroke karena kelemahan spastisitas dan
gangguan koordinasi pada organ bicara atau artikulasi pada saraf cranial,
nervus X vagus..
Pada pemeriksaan fisik Ny. S didapatkan hasil pengkajian yaitu
keadaan umum pasien sedang, kesadaran apatis, GCS 12, E4 M4 V4. Pada
pasien stroke kebanyakan dari mereka mengalami penurunan kesadaran.
Kesadaran apatis adalah keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitar, sikap acuh tak acuh (Nurarif,2013). Glasgow
Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat score
38
dengan rentang angka 1- 6 tergantung responnya. Glasgow Coma Scale
meliputi : pengukuran eye / mata: spontan buka mata 4, membuka mata
dengan perintah 3, membuka mata dengan rangsangan nyeri 2, tidak
membuka mata dengan rangsangan apapun 1. Pengukuran verbal :
berorientasi baik 5, bingung 4, bias membentuk kata tapi tidak membentuk
kalimat 3, bias mengeluarkan suara tapi tidak memiliki arti 2, tidak bersuara
1. Pengukuran motorik : menurut perintah 6, dapat melokalisir rangsangan
nyeri 5, menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4, menjauhi
rangsangan nyeri 3, ekstensi spontan 2, tak ada gerakan 1. Nilai GCS tertinggi
15 yaitu E4 M6 V5 dan terendah 3 E1 M1 V1. Nilai GCS jika dihubungkan
dengan nilai kesadaran kualitatif adalah nilai GCS 14-15 composmenties,
nilai 12-13 apatis, nilai 11-12 somnolent, nilai 8-10 stupor dan skore <5
adalah koma ( Sylviningrum,2014).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor,
termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan,
kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan
berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran
memberi kesan adanya hemiparase serebral atau system aktivitas reticular
mengalami injuri (Putra,2010).
Pada pemeriksaan tekanan darah pada Ny. S didapatkan hasil TD
190/100 mmHg. Menurut Meifi (2009) faktor terpenting stroke adalah
hipertensi, tingginya lemak darah, dan merokok. Menurut Nugroho (2011)
hipertensi merupakan keadaan abnormal dari hemodinamik, dimana menurut
39
WHO tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan sistolik lebih 90
mmHg untuk usia < 60 tahun dan tekanan sistolik > 95 mmHg untuk usia >
60 tahun. Tekanan darah meningkat sebagai kompensasi kurangnya pasokan
darah di tempat terjadinya stroke dan biasanya tekanan darah turun dalam
jangka waktu 48 jam.
Pada pemeriksaan 12 syaraf cranial Ny. S didapatkan hasil gangguan
pada nervus asesorius kekuatan otot pasien untuk mengangkat bahu kanan
berkurang (hemiparase dextra). Pada pasien stroke mengalami hemiparase
yang berupa gangguan suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang
(Iskandar, 2004).
Pada pemeriksaan ekstremitas Ny. S didapatkan hasil kekuatan otot
tangan kanan 2 kekuatan otot kiri 3 tangan kanan terasa berat untuk
digerakan, ROM kanan dan kiri aktif, capilary refile kurang dari 2 detik,
perabaan akral hangat, perubahan bentuk tulang tidak ada. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah, kekuatan otot kaki kanan 2 dan kekuatan otot kiri 3.
Keluhan tersebut sejalan dengan teori yang dimana salah satu tanda gejala
stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal
(hemiparasis) , baal atau mati rasa sebelah badan berkurang. Pasien stroke
mengalami hemiparase yang berupa gangguan fungsi otak sebagian atau
seluruhnya yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke otak pada pasien
stroke berkurang (Iskandar, 2004).
40
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan
potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akuntabilitas dapat mengidenitifikasi dan membeikan intervensi secara
pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah status
kesehatan klien (Dermawan, 2012).
Perumusan diagnose keperawatan pada kasus ini di dasarkan pada
keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien. Dari
pengkajian Ny.S didapatkan data subyektif pasien mengeluhkan pusing dan
vertigo. Data objektif yang diperoleh pasien tampak gelisah, bicara tidak jelas
(pelo), tekanan darah 190/100mmHg, nadi 88x per menit, pernafasan 22x per
menit, suhu 37 C. Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah (00201).
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan
otak yang dapat menganggu kesehatan (Nurarif, 2013). Batasan karakteristik
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yaitu perubahan status mental,
perubahan perilaku, perubahan respon motorik, perubahan reaksi pupil,
kesulitan menelan, kelemahan ekstremitas atau kelumpuhan, ketidak
normalan dalam berbicara (Herdman, 2012). Penentuan etiologi dari diagnose
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
41
aliran darah berdasarkan pengkajian yang didapat yang didapat kesadaran
apatis, GCS 12 E4 V4 M4, tekanan darah 190/100 mmHg, komunikasi pelo.
Perumusan diagnosa kedua yaitu didapat hasil pengkajian Ny. S
diperoleh data subyektif antara lain pasien mengatakan tangan kanan terasa
lemas dan berat untuk digerakan. Data obyektif yang diperoleh adalah
kekuatan otot ekstremitas kanan 2 (dapat menggerakan otot atau bagian yang
lemah sesuai perintah), kekuatan otot ekstremitas kiri (mampu bergerak
dengan luas sendi penuh dan melawan gravitasi tanpa tahanan) aktivitas dan
latihan di bantu oranglain. Keluhan tersebut sejalan dengan teori yang dimana
salah satu tanda dan gejala stroke yaitu adanya serangan defisit neurologis
atau kelumpuhan fokal (hemiparasis) baal atau mati rasa sebelah badan
berkurang. Pada pasien stroke mengalami hemiparase yang berupa gangguan
suplai darah ke otak pada pasien stroke berkurang (Iskandar, 2004).
Karakteristik tersebut sesuai dengan batasan karakteristik untuk
masalah hambatan mobilitas fisik yaitu keterbatasan kemampuan untuk
melakukan ketrampilan motorik kasar, kesulitan membolak-balik posisi
(Herdman,2012). Sehingga dapat ditegakkan diagnosa keperawatan hambatan
mobilitas fisik behubungan dengan gangguan neuromuscular.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakkan fisik
tubuh satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif, 2013).
Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik adalah penurunan waktu
reaksi, kesulitan membolak-balik posisi, keterbatasan untuk melakukan
ketrampilan motorik halus, keterbatasn untuk melakukan motorik kasar,
42
keterbatasan rentang pegerakan (Herdman, 2012). Penentu etiologi dari
diagnose hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular didapatkan dari hasil pengkajian yaitu adanya gangguan
nervus asesorius kekuatan otot pasien ketika mengangkat bahu kanan
berkurang (hemiparase dextra).
Pada pembahasan ini penulis mengambil dua diagnosa yaitu resiko
ketidakefektifan perfusi jaringan seebral dan hambatan mobilitas fisik.
Duadiagnosa tersebut sesuai dengan teori yang ada yaitu menurut Rendy dan
Margareth (2012) diagnosa utama yang terjadi pada pasien stroke adalah
resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, hambatan mobilitas fisik dan
defisit perawatan diri.
Pada kasus ini penulis tidak mengambil diagnosa defisit perawatan
diri dikarenakan pasien tidak mengalami defisit perawatan diri walaupun
aktivitas dan latihannya dibantu oleh keluarga. Karena saat pengkajian
keadaan pasien bersih rapi dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda yang
tedapat pada batasan karakteristik diagnosa defisit perawatan diri.
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah masala
merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yang akan dilakukan,
bagaimana dilakukan , siapa yang melakukan dari semua tindakan
keperawatan. Merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien ditentukan
43
dan merencanakan intervensi keperawatan. Selama perencanaan dibuat
prioritas dengan kolaborasi klien dan keluarga, konsultasi tim kesehatan lain,
modifikasi asuhan keperawatan dan catat informasi yang relevan , tentang
kebutuhan klien dan penatalaksanaan klinik (Dermawan, 2012). Intervensi
yang dibuat oleh penulis di sesuaikan berdasarkan ONEC ( Observation,
Nursing, Education, Colaborasi).
Intervensi pada masalah keperawatan dengan diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x6 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan perfusi jaringan serebral dengan criteria
hasil tingkat kesadaran membaik, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial berupa pusing kepala berat maupun vertigo, TTV dalam batas
normal (TD : sistol 120-140, diastole 80-90mmHg dan Nadi 60-100 kali per
menit).
Penulis menyusun intervensi sesuai dengan kreteria NIC (Nursing
Intervension Clacification) berdasarkan diagnose keperawatan yang pertama
penulis menyusun perencanaan antara lain kaji dan monitor tekanan darah
dengan rasional untuk mengevaluasi penyakit dan keberhasilan terapi.
Mengukur tekanan darah perlu dilakukan pada pasien stroke karena hipertensi
mendorong timbulnya stroke lewat di perberatnya atherosclerosis pada arkus
aorta maupun artei servikoserebral. Hipertensi lama akan menimbulkan
lipohialinosis dan nekrosis firinoid yang memperlemah dinding pembuluh
darah yang kemudian menyebabkan rupture intima dan menimbulkan
44
aneurisma. Hipertensi menyebabkan gangguan kemampuan autoregulasi
pembuluh darah otak sehingga pada tekanan darah yang sama aliran darah ke
otak pada penderita hipertensi sudah berkurang dibandingkan penderita
normotensi. Makin lama hipertensi tidak diobati makin tinggi angka kejadian
untuk stroke (Sitorus, 2006).
Intervensi yang kedua adalah pertahankan tirah baring pada posisi
semi fowler sampai tekanan darah kembali normal hindari fleksi dan rotasi
leher dengan tujuan tirah baring membantu menurunkan kebutuhan
oksigen dan posisi duduk meningkatkan aliran darah kearteri
(Rendy dan Margareth,2012).
Intervensi yang ketiga yaitu anjurkan pasien bed rest dengan rasional
mencegah peningkatan TIK. Karena otak terletak di dalam tengkorak,
peningkatan TIK akan menganggu aliaran darah ke otak dan mengakibatkan
iskemik serebral, pencegahan dan control terhadap peningkatan TIK
serta mempertahankakon tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion
Pressure/CPP)(Kayana, 2013).
Intervensi yang keempat kolaborasi dengan keluarga pasien untuk
mempertahankan tirah baring pasien dengan rasional tirah baring pada posisi
semi fowler sampai tekanan darah kembali normal hindari fleksi dan rotasi
leher dengan tujuan tirah baring membantu menurunkan kebutuhan
oksigen dan posisi duduk meningkatkan aliran darah kearteri
(Rendy dan Margareth,2012).
45
Intervensi pada masalah keperawatan dengan diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular yaitu setelah
dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien dapat
mempertahankan posisi optimal dari fungsi motorik dengan kriteria hasil
kekuatan tonus otot meningkat ekstremitas atas kiri pasien 3 menjadi 4,
ekstremitas kanan pasien dari 2 menjadi 3, aktivitas dan latihan mampu
dilakukan secara mandiri, pasien berpartisipasi dalam program latihan.
Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kemampuan secara
fungsional dan kaji kekuatan otot pasien dengan rasional mengetahui sejauh
mana kerusakan otot pasien dan mengetahui sejauh apa kekuatan otot pasien.
Kelemahan otot menyebabkan ketidakseimbangan dan saat berjalan
karena gangguan kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak
(indawati, 2008).
Intervensi yang kedua yaitu berikan tekhnik active assistive ROM
dengan rasional untuk meningkatkan kekuatan otot pasien. Memberikan
latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
menstimulasi motorik unit sehingga semakin banyak motorik unit yang telibat
maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot, kerugian pasien hemiparase
bila tidak segera ditangani maka akan terjadi kecacatan yang permanen
(Potter & Perry, 2009).
Intervensi yang ketiga yaitu anjurkan keluarga untuk merunah posisi
setiap 2 jam dengan rasional untuk mengurangi tekanan darah dan mencegah
dekubitus. Mencegah dekubitus merupakan tindakan patient safety sehingga
46
pasien harus di mobilisasi dengan cara merubah posisi pasien setiap 2 jam
(Surbargus, 2011).
Intervensi yang keempat berkolaborasi dengan keluarga untuk
melakukan tekhnik active assistive ROM secara mandiri dengan rasional
keluarga tetap beperan dalam memantau perkembangan kekuatan otot pasien.
Range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
pergerakkan sendi secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot. Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan
kekuatan otot karena dapat menstimulasi motorik unit sehingga semakin
banyak motorik unit yang telibat maka akan terjadi peningkatan kekuatan
otot, kerugian pasien hemiparase bila tidak segera ditangani maka akan terjadi
kecacatan yang permanen (Potter & Perry, 2009).
Hasil observasi setelah dilakukan latihan active assistive range of
motion.
No Tanggal Nama klien Jenis
tindakan Hasil
1 6 januari 2016
Ny. S
Active
assistive
ROM
Kekuatan otot
ekstremitas kanan 2
ekstremitas kiri 3
2 7 januari 2016
Ny. S
Active
assistive
ROM
Kekuatan otot
ekstremitas kanan 2
ekstremitas kiri 3
3 8 januari 2016
Ny. S
Active
assistive
ROM
Kekuatan otot
ekstremitas kanan 3
ekstremitas kiri 4
47
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012). Implementasi yang
dilakukan penulis sesuai dengan intervensi yang disusun .
Pada Ny. S penulis melakukan 3 hari pengelolaan terhadap pasien.
Implementasi yang dilakukan selama 3 hari untuk menyelesaikan 2 diagnosa
yang diangkat yaitu mengkaji kekuatan otot pasien , mengkaji dan memonitor
tekanan darah dan mengkaji keadaan umum dan tingkat kesadaran pasien,
memberikan posisi semi fowler dan mempertahankan tirah baring,
menganjurkan keluarga untuk merubah posisi pasien setiap dua jam sekali,
memberikan latihan active assistive ROM, berkolaborasi dengan keluarga
untuk melakukan latihan active assistive ROM secara mandiri.
Pada diagnose hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler penulis menekankan pada pemberian tekhnik active
assistive ROM untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas kanan pasien.
Dari pemberian tekhnik active assistive ROM selama 3 hari dan diberikan 2
kali sehari didapatkan hasil sebagai beikut, hari pertama pemberian active
assistive sebanyak 2 kali sehari pagi dan siang hari kekuatan otot kanan atas
sebelum dilakukan pemberian active assistive ROM adalah 2 setelah
diberikan active assistive ROM kekuatan otot kanan atas Ny. S adalah 2.
48
Pada hari kedua juga diberikan 2 kali sehari sebelum dilakukan active
assistive ROM kekuatan otot ekstremitas kanan Ny. S adalah 2 dan setelah
dilakukan active assistive ROM kekuatan otot ekstremitas kanan Ny. S adalah
2. Pada hari ketiga pemberian active assistive ROM diberikan 2 kali sehari
kekuatan otot ekstremitas 2 dan setelah dilakukan tindakan active assistive
ROM kekuatan otot ekstremitas kanan menjadi 3.
Serangan stroke dapat menimbulk]]an cacat fisik yang permanen.
Cacat fisik dapat mengakibatkan seseorang kurang produktif. Oleh karena itu
pasien stroke memerlukan rehabilitasi untuk menimbulkan cacat fisik agar
dapat menjalani aktivitasnya secara normal. Rehabilitasi harus dimulai sedini
mungkin secara cepat dan tepat sehingga dapat membantu pemulihan fisik
yang lebih cepat dan optimal. Serta menghindari kelemahan otot yang dapat
terjadi apabila tidak dilakukan latihan rentang gerak setelah pasien terkena
stroke (Irfan, 2010).
Hemiparase dan menurunnya kekuatan otot itulah yang menyebabkan
gerakan pasien lambat, penderita stroke mengalami kesulitan berjalan karena
gangguan kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi gerak sehingga
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari hari. Latihan rentang gerak
mempercepat penyembuhan pasien stroke karena akan mempengaruhi sensasi
gerak di otak (Irdawati, 2008).
Salah satu rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke adalah
latihan rentang gerak atau Range of Motion (ROM). active assistive ROM
dilakukan dengan cara klien menggunakan lengan atau tungkai yang
49
berlawanan dan lebih kuat dengan bantuan therapis, alat mekanis atau bagian-
bagian tubuh pasien yang kuat sebagai tumpuan untuk menggerakkan setiap
sendi pada ekstremitas yang tidak mampu gerakan aktif (Carpenito, 2009).
ROM adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan dan kemampuan pergerakan sendi secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot. Dari sudut
terapi, aktivitas ROM diberikan untuk mempertahankan mobilitas persendian
dan jaringan lunak untuk meminimalkan kehilangan kelentukan jaringan dan
pembentukan kontraktur. Gerakan yang didapatkan pada latihan ROM dilihat
sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam
ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh
struktur yang terdapat pada pesendian tersebut akan terpengaruh, yaitu:
otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf
(Potter & Perry, 2009).
Melakukan mobilisasi persendian dengan latihan ROM dapat
mencegah berbagai komplikasi seperti nyeri karena tekanan kontraktur,
tromboplebitis, dekubitus sehingga mobilisasi dini penting dilakukan secara
rutin dan kontinyu. Memberikan latihan ROM secara dini dapat
meningkatkan kekuatan otot karena dapat menstimulas motor unit sehingga
semakin banyak motor unit yang telibat maka akan terjadi peningkatan
kekuatan otot, kerugian pasien hemiparase bila tidak segera ditangani maka
akan terjadi kecacatan yang permanen ( Perry & Potter, 2009).
50
Implementasi rehabilitasi medis menurut Rosiana (2009) sangat
penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri dan
melakukan aktivitas kehidupan sehari hari tanpa menjadi beban keluarganya.
ROM sangat penting apabila otot diam pada sisi tertentu dalam jangka waktu
lama kelenturannya akan hilang otot akan kaku pada posisi tersebut sulit dan
memerlukan tenaga lebih besar untuk kontraksi memendek dan memanjang
begitu pula pada sendi yang akan kering dan kaku.
Implementasi lain yang dilakukan oleh penulis lakukan pada Ny. S
adalah mengkaji kesadaran pasien, mengukur tekanan darah pasien,.
Kesadaran pasien menunjukkan peningkatan yang baik dan tidak terjadi
penurunan kesadran, tekanan darah pasien juga menunjukkan penurunan dari
hari pertama tekanan darah 180/100mmHg, hari kedua 140/90mmHg, hari
ketiga 130/80mmHg. Mengukur tekanan darah dan mengobservasi kesadaran
pelu dilakukan pada pasien stroke karena kesadaran dan tekanan darah
mempengaruhi keberhasilan dari pemberian tekhnik active assistive ROM
dan menunjukkan adanya perbaikan pada kondisi pasien stroke.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah membandingkan efek atau hasil tindakan
keperawatan dengan norma atau kriteia tujuan yang sudah dibuat (Dermawan,
2012). Hasil evaluasi berdasarkan dengan respon dan kebutuhan pasien,
pasien kooperatif melaksanakan prosedur yang sesuai.
51
Hasil evaluasi dari diagnose ketidakefektifan pefusi jaringan
behubungan dengan interupsi aliaran darah yang sudah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 hari sudah menunjukkan perbaikan sesuai kriteria hasil
yang sudah ditentukan dalam intevensi keperawatan diantaranya membaiknya
kesadaran dan keadaan umum pasien dari apatis menjadi composmentis, TD
pasien menurun menjadi 130/80mmHg, pusing atau vertigo pasien bekurang
dan kekuatan otot pasien menunjukkan peningkatan sehingga masalah
masalah keperawatan ketidakefektifan pefusi jaringan serebral sudah teratasi
dan intervensi dipertahankan untuk mengoptimalkan pemulihan jaringan
serebral.
Hasil evaluasi dari diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler yang sudah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 hari didapatkan kekuatan otot pasien mengalami peningkatan,
ekstremitas kanan dari 2 menjadi 3, dan ekstremitas kiri dari 3 menjadi 4.
Dari pemberian latihan tekhnik active assistive ROM selama 3 hari pada
asuhan keperawatan Ny. S didapatkan hasil peningkatan kekuatan otot
ekstremitas kanan dari 2 menjadi 3 dan dapat disimpulkan bahwa pemberian
latihan active assistive ROM ini efektif untuk meningkatkan kekuatan otot
ekstremitas pada pasien stroke yang mengalami hemiparase walaupun
peningkatan ototnya tidak terlalu signifikan. Hasil evaluasi ini sejalan dengan
penilitian yang dilakukan oleh Ariyanti, Ismonah & Hendrajaya (2013)
bahwa 28 responden dari penderita stroke di RSUD Tugurejo Semarang
menunjukkan hasil terdapat peningkatan kekuatan otot ekstremitas diperoleh
52
p rata-rata pada hari ke-2 sore 2,17(<0,05), selanjutnya pada hari berikutnya
hari ke-3 sore sebesar 2,78(< 0,05), hari ke-4 pagi sesbesar 3,17(<0,05), dan
hari ke-5 3,64(<0,05).
53
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, penentuan diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang pemberian active assistive
ROM untuk meningkatkan kekuatan otot ekstremitas pada asuhan
keperawatan Ny. S dengan stroke non hemoragik di puskesmas Gajahan
Surakarta maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Pengkajian yang dapat diambil pada tanggal 6 – 8 januari 2016
pada dari kasus Ny. S adalah pasien mengalami penurunan kekuatan otot
pada ekstremitas kanan ,ekstremitas kanan pasien 2 kiri 3, aktivitas dan
latihan dibantu keluarga, kepala terasa pusing, kesadaran apatis GCS E4
V4 M4, TD 180/100 mmHg, nadi 88x/menit, bicara pasien tidak terlalu
jelas atau pelo. Nervus asesorius kekuatan otot ekstremitas kanan pasien
berkurang (hemiparase dextra).
2. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang ada pada Ny. S dapat ditegakkan
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
interupsi aliran darah dan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuscular.
54
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan interupsi aliran darah adalah kaji dan monitor
tekanan darah, pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai
tekanan darah kembali normal hinderi fleksi dan rotasi, anjurkan pasien
untuk bed rest, kolaborasi dengan keluarga untuk mempertahankan tirah
baring pasien.
Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuscular adalah observasi kemampuan secara fungsional
dan kaji kekuatan otot, anjurkan keluarga untuk merubah posisi setiap 2
jam, berikan tekhnik active assistive ROM , kolaborasi dengan keluarga
fisioterapi pemberian latihan active assistive ROM.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan Ny. S dengan
stroke adalah sesuai dengan intervensi yang sudah dibuat dan lebih
mengoptimalkan penberian latihan active assistive ROM untuk
meningkatkan kekuatan otot pasien. Implementasi yang dilakukan selama
3 hari pengelolaan terhadap pasien yaitu mengkaji kekuatan otot pasien ,
mengkaji dan memonitor tekanan darah dan mengkaji keadaan umum
dan tingkat kesadaran pasien, memberikan posisi semi fowler dan
mempertahankan tirah baring, menganjurkan keluarga untuk merubah
55
posisi pasien setiap dua jam sekali, memberikan latihan active assistive
ROM, berkolaborasi dengan keluarga untuk melakukan latihan active
assistive ROM secara mandiri.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang dapat di hasilkan oleh Ny. S dengan
stroke adalah masalah ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dapat
teratasi dan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik dapat teratasi
sesuai criteria hasil. Evaluasi yang didapat selama 3 hari pengelolaan
yaitu hasil evaluasi berdasarkan respon dan kebutuhan pasien, tindakan
yang dilakukan penulis sudah sesuai dengan prosedur yang ada, pasien
melakukan dengan baik, proses keperawatan dilakukan dengan
sistematis.
6. Pemberian latihan active assistive ROM untuk meningkatkan kekuatan
otot ekstremitas kanan pasien dapat menunjukan hasil yang signifikan
karena dalam waktu 3 hari pemberian latihan kekuatan otot ekstremitas
pasien meningkat dari 2 menjadi 3.
B. SARAN
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
stroke penulis akan membeikan usulan dan masukan yang positif khususnya
di bidang kesehatan antara lain:
56
1. Bagi institusi pendidikan
Agar dapat memotivasi mahasiswa untuk lebih membangun ilmu
pengetahuan melalui aplikasi jurnal yang lebih inovatif melakukan
asuhan keperawatan yang lebih komperhensif.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat.
Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan
ketrampilan yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan
yang lain dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien
stroke, sehingga perawat dan tim kesehatan lain mampu membantu
dalam mengatasi kelemahan otot dan meningkatkan kembali kekuatan
otot pada pasien stroke.
3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun
dengan pasien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan khususnya bagi pasien
stroke dengan hemiparase.
4. Bagi Penulis selanjutnya
Memberikan wawasan tindakan keperawatan yang lebih inovatif
mengenai masalah keperawatan pasien dengan pemberian tekhnik active
assistive ROM pada pasien stroke non hemoragik dalam jangka waktu
yang berbeda.
57
5. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dapat menerapkan tindakan active assistive
ROM sebagai tindakan non farmakologis untuk meningkatkan kekuatan
otot pada pasien stroke non hemoragik dengan hemiparase.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Rekam Medis RSUD Dr.Moewardi. 2014. Data jumlah pasien stroke
tahun 2011 -2013. Surakarta
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis keperawatan: aplikasi klinis. 2009. Jakarta:
EGC
Destya Ariyanti, Ismonah, Hendrajaya.2013. Efektivitas activive assictive range
of motion terhadap kekuatn otot ekstremitas pada pasien stroke non
hemoragik. Jurnal Keperawatan dan Kebidanan . Diperoleh tanggal 03
desember 2012
Irdawati, 2008. Perbedaan Pengaruh Latihan Gerak terhadap Kekuatan otot
pada pasien stroke non hemoragik hemiparase kanan dibandingkan
dengan hemiparasw kiri vol.43 nomor 2. Jawa tengah : Media Medika
Indonesia.
Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Iskandar . J. 2004. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. PT.
Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia : Jakarta.
Junaidi, Iskandar . (2011). Stroke A-z pengenalan
,pencegahan,pengobatan,rehabilitasi stroke ,serta tanya jawab seputar
stroke. Jakarta : PT. Buana Ilmu Populer.
Kayana Ida Bagus Adi dkk. 2013. Tekhnik Pemantauan Tekanan Intrakranial.
Bagian/ SMF Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana :
Denpasar.
Marilynn E, Doengoes, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Nugroho, Taufan.2011. Asuhan Keperawatan Maternitas,Anak,Bedah,Penyakit
Dalam. Nuha Medika : Yogyakarta.
Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan Diagnosa Medis dan
Praktik. Volume 1. Edisi 4. Jakarta : EGC
Penelitian Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2012). Jumlah kasus stroke
hemoragik dan hemoragik di Jawa Tengah
Perry, Anne G. & Potter,Patricia A..(2010). Fundamental keperawatan. Alih
bahasa: diah Nur Fitriyani , Onny Tampubolon & Farah Diba. Edisi 7 .
Buku3. Jakarta: Salemba Medika
Pudiastusti, Dewi Ratna 2011. Penyakit Pemicu Stroke (Dilengkapi Posyandu
Lansia dan Posbindu PTM). Yogyakarta : Medikal Book.
Rendy, clevo dan Margareth.2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Medical Book : Yogyakarta.
Rosiana, W Pradanasi.2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan
Primer. Kedokteran Indonesia : Jakarta.
Ruhyanundin, Faqih. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Malang: Umum Press.
Satyanegara et al. 2010. Ilmu Bedah Syaraf Satyanegara Edisi IV. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
Sitorus, Rico J dkk, 2006. Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian
Stroke Pada Usia Muda Kurang Dari 40 Tahun. Semarang. Diakses
tanggal 13 mei 2015.
Smeltzer, S,C & BARE, B.G . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8 vol 1. Alih bahasa Agung Waluyo dkk.
Jakarta : EGC .
Sofwan, Rudianto. (2010). Stroke dan Rehabilitasi pasca-sroke. Jakarta:PT
Bhuana Ilmu Populer.
WHO, 2012. Cardiovasculer diseases, Available at:
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs31/en/print.html. Diakses 20
februari 2014.
Wijaya, Andra Saferi dan Putra, Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medical
Bedah 2 Keperawatan Dewasa. Medical Book : Yogyakarta