TEORI PERTUMBUHAN PENDUDUK
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk dunia mengalami peningkatan sangat cepat mulai tahun 1960.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di beberapa belahan dunia telah menyebabkan pen-
ingkatan jumlah penduduk dengan cepat. Gejala ini diikuti munculnya fenomena kemiskinan
dan kekurangan pangan yang melanda beberapa tempat di dunia. Hal ini menjadi keprihati-
nan beberapa ahli, sehingga mereka tertarik mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan
tersebut dengan harapan dapat mengatasi masalah ini di kemudian hari.
PERTUMBUHAHAN PENDUDUK MENURUT PARAH AHLI
A. ALIRAN MALTHUSIAN DAN NEO MALTHUSIAN
1. Aliran Malthusian
Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus,. Pada permulaan tahun 1798 lewat
karangannya yang berjudul “Essai on Principle of Populations as it Affect the Future
Improvement of Socienty, with Remarks on the Specculations of Mr.Godwin, M. Condorcet,
and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan
binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi
dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini (Weeks, 1992).
Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara
laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa
manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan
makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak
diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami
kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Untuk
dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus
dibatasi.
Menurut Malthus pembatasan, dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu :
1.Preventive checks => pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran.
Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu: moral restraint dan vice. Moral restraint
(pengekangan diri) yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice pengurangan
kelahiran seperti: diterima.
2.Positive checks => pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila disuatu
wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian
akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya..
Positive checks dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu: Vice (kejahatan) ialah segala jenis
pencabutan nyawa sesama manusia seperti pembunuhan anak-anak (infanticide),
pembunuhan orang-orang cacat, dan orang-orang tua. Misery (kemelaratan) ialah sesegala
keadaan yang menyebabkan kematian.
Tabel 2. Pembatasan Pertumbuhan Penduduk
Preventive Checks
(Lewat Penekanan Kelahiran)
Positive Checks
(Lewat Proses Kematian)
Moral Restraint
(Pengekangan Diri)
Vice (Usaha
Pengurangan
Kelahiran)
Vice (Segala Jenis
Pencabutan Nyawa)
Misery (Keadaan
yang menyebabkan
kematian)
- Segala usaha
mengekang
nafsu seksual
- Penundaan
perkawinan
- pengguguran
kandungan
- Homoseksual
- Promiscuity
- Adultery
- Penggunaan alat-
alat kontrasepsi*
- pembunuhan
anak-anak
- pembunuhan
orang-orang cacat
- pembunuhan
orang-orang tua
- epidemis
- bencana alam
- peperangan
- kelaparan
- kekurangan
pangan
*Thomas Robert Malthus hanya percaya pada Moral Restraint sebagai preventive checks
Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi
yang terus menerus. Pada umumnya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18
pada masa itu dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan
sumber daya alam karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh
akan sehat. Dunia baru (Amerika, Afrika, Australia dan Asia) dengan sumber daya yang
berlimpah, baru saja terbuka untuk para migran dari dunia lama (misalnya Eropa Barat).
Mereka memperkirakan bahwa sumber daya alam di dunia baru tidak akan dapat dihabiskan.
Beberapa kritik terhadap teori Malthus adalah sebagai berikut:
a) Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang
menghubungkan daerah satu dengan yang lain sehingga pengiriman bahan makanan
ke daerah-daerah yang kekurangan pangan mudah dilaksanakan.
b) Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi, terutama
dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula ditingkatkan secara cepat
dengan mempergunakan teknologo baru.
c) Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan-pasangan
yang sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis
Place pada tahun 1822 (Flew, 1976).
d) Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standar hidup
penduduk dinaikkan. Hal ini tidak diperhitungkan oleh Malthus.
2. Aliran Neo-Malthusians
Kelompok Neo-Malthusianism ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa
mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Untuk keluar dari
perangkap Malthus, mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara “preventive
checks” misalnya dengan menggunakan alat-alat kotrasepsi untuk mengurangi jumlah
kelahiran, pengguguran kandungan (abortions). Paul Ehrlich mengatakan :
.....the only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps
even by force (Week, 1992).
Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971,
menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut.
Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan yang sangat
terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang
rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Ehrlich dan istrinya merevisi buku tersebut dengan
judul yang baru “The Population Explotion”, yang isinya bahwa bom penduduk yang
dikhawatirkan tahun 1968, kini sewaktu-waktu akan dapat meletus. Kerusakan dan
pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk sangat
merisaukan mereka. Selanjutnya Ehrlich menulis:
....the poor are dying of hunger, while rich and poor alike are dying from the by-
products of affluence-pollution and ecological disaster (Week, 1992).
Pandangan mereka (Ehrlich dan Hardin) tentang masa depan dunia ini sangat suram,
namun demikian isu kependudukan ini sangat penting bagi seluruh generasi terutama bagi
penduduk di negara maju (developed world).
Pada tahun 1972, Meadow menerbitkan sebuah buku dengan judul “The Limit to
Growth”. Tulisan Meadow memuat hubungan antara variabel lingkungan yaitu penduduk,
produksi pertanian, produksi industri, sumber daya dan polusi (Gambar 1). Dalam gambar
tersebut jelas terbaca bahwa pada waktu persediaan sumber daya alam masih berlimpah,
maka bahan makanan per kapita, hasil industri dan penduduk bertambah dengan cepat.
Pertumbuhan ini akhirnya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan sumber daya
alam yang akhirnya menurut model ini habis pada tahun 2100. Walaupun dibuat asumsi yang
bervariasi dari laju perkembangan kelima variabel diatas, terjadinya malapetaka (kelaparan,
polusi, dan habisnya sumber daya alam) tidak dapat dihindari, hanya waktunya dapat
tertunda. Ada dua kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu membiarkan malapetaka itu
terjadi, atau manusia itu membatasi pertumbuhannya dan mengelola lingkungan alam dengan
baik
Gambar 1. Hubungan Antara Sumberdaya Alam, Penduduk, Makanan perkapita, hasil
industri perkapita dan polusi, dari The Limit to Growth.
Ahli-ahli biologi dan ahli-ahli lingkungan menyambut baik buku The Limit to Growth
ini, karena karena mempunyai kesamaan dengan dunia binatang dan tumbuhan-tumbuhan
dimana pertumbuhannya sangat dibatasi oleh daya tampung alam. Sebaliknya ahli-ahli ilmu
sosial memberi kritikan terhadap karya Meadow karena tidak memasukkan unsur-unsur
sosial-budaya dalam pembuatan modelnya. Meadow mengasumsikan bahwa faktor sosial-
budaya dianggap sama dan konstan.
Dengan memperhatikan kritik-kritik diatas, Mesarovic dan Pestel (1974) merevisi
model Meadow ini. Mereka memperhatikan adanya variasi unsur-unsur lingkungan antara
satu tempat dengan yang lain sehingga masalah lingkungan yang akan menimpa daerah-
daerah datangnya tidak bersamaan.
B. Aliran Marxist
Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Marx dan Engels tidak
sependapat dengan Malthus yang mengatakatan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan
terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan makanan.
Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat disuatu negara bukanlah tekanan
penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja.
Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang
terdapat pada negara-negara kapitalis, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari
pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalislah yang menyebabkan
kemelaratan tersebut, dimana mereka menguasai alat-alat produksi. Untuk mengatasi hal-hal
tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistim kapitalis ke sistim sosialis.
Menurut Marx dalam sistim sosialis alat-alat produksi dikuasai oleh buruh, sehingga
gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh
karena itu masalah kemelaratan akan dihapuskan. Selanjutnya dia berpendapat bahwa
semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang dihasilkan, jadi dengan
demikian tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk: Marx dan Engels
menentang usaha-usaha moral restraint yang disarankan oleh Malthus (Weeks, 1992).
Beberapa kritik yang telah dilontarkan terhadap teori Marx ini diantaranya adalah
sebagai berikut: Marx mengatakan bahwa hukum kependudukan di negara sosialis
merupakan antithesa hukum kependudukan di negara kapitalis. Menurut hukum ini apabila di
negara kapitalis tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama rendah maka di negara
sosialis akan terjadi kebalikannya yaitu tingkat kelahiran dan kematian sama-sama tinggi.
Namun kenyataannya tidaklah demikian, tingkat penduduk di negara Uni Soviet hampir sama
dengan negara maju yang sebagian besar merupakan negara kapitalis. RRC sebagai negara
sosialis tidak dapat mentolerir lagi pertumbuhan penduduk yang tidak dihambat sesuai
dengan ajaran Marxist, karena di beberapa wilayah jumlah makanan sudah sangat terbatas.
Pada tahun 1953 pemerintah RRC mulai membatasi jumlah pertumbuhan penduduknya
dengan menggunakan alat-alat kontrasepsi dan membolehkan pengguguran kandungan
(abortion).
C. Teori Kependudukan Mutakhir
Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 diadakan formulasi kembali
(Reformulations) beberapa teori kependudukan terutama teori Malthus dan Marx yang
merupakan rintisan teori kependudukan mutakhir. Teori-teori ini dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu;
1.Teori Fisiologi dan Sosial Ekonomi
a. John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat
menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju
pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian dia berpendapat
bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya.
Selanjutnya ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin
mempunyai keluarga kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Jadi taraf hidup
(standard of living) merupakan determinan fertilitas. Tidaklah benar bahwa kemiskinan
tidaklah dapat dihindarkan (seperti dikatakan Malthus) atau kemiskinan itu disebabkan
karena sistim kapitalis (seperti pendapat Marx) dengan mengatakan:
........the niggardlines of nature, not the injustice of society, is the cause of the fenalty
attached to overpopulation (Week, 1992).
Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka
keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu:
mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke
wilayah lain.
Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu
sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkkan tingkat golongan yang tidak mampu.
Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional mereka
mempertimbnagkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karier dan usaha
yang ada. Disamping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki
anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan
rendah.
b. Arsene Dumont
Arsene Dumont, seorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup pada akhir abad
ke-19. Pada tahun 1890 ia menulis sebuah artike berjudul Depopulation et Civilization. Ia
melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori kapilaritas sosial (theory fo
sosial capilarity). Kapilaritas sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai
kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya: seorang ayah selalu mengharapkan dan
berusaha agar anaknya memperoleh kedudukan sosial ekonomi yang tinggi melebihi apa
yang dia sendiri telah mencapainya. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi dalam
masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang. Konsep ini
dibuat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.
Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi,
dimana tiap-tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi di
masyarakat. Di negara Perancis pada abad ke-19 misalnya, dimana sistim demokrasi sangat
baik, tiap-tiap orang berlomba-lomba mencapai kedudukan yang tinggi dan sebagai akibatnya
angka kelahiran turun dengan cepat. Di negara sosialis dimana tidak ada kebebasan untuk
mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat, sistem kapilaritas sosial tidak dapat berjalan
dengan baik.
c. Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang ahli sosiologi Perancis yang hidup pada akhir abad
ke-19. Apabila Dumont menekankan perhatiannya pada faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk, maka Durkheim menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari
adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi (Weeks, 1992). Ia mengatakan, pada suatu
wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan
penduduk, akan timbul saingan diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.
Dalam usaha memenangkan persaingan tiap-tiap orang berusaha untuk meningkatkan
pendidikan dan ketrampilan, dan mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas
terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks.
Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri, akan
terlihat bahwa masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat dalam memperoleh
pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal ini disebabkan karena
ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi. Tesis dari
Durkheim ini didasarkan atas teori evolusi daro Darwin dan juga pemikiran dari Ibn Khaldun.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Salder mengemukakan, bahwa daya
reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada disuatu negara atau wilayah.
Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika
kepadatan penduduk rendah, daya reproduksi manusia akan meningkat.
Thomson (1953) meragukan kebenaran dari teori ini setelah melihat keadaan di Jawa,
India dan Cina dimana penduduknya sangat padat, tetapi pertumbuhan penduduknya juga
tinggi. Dalam hal ini Malthus lebih kongkret argumentasinya daripada Sadler. Malthus
mengatakan bahwa penduduk di suatu daerah dapat mempunyai tingkat fertilitas tinggi, tetapi
dalam pertumbuhan alaminya rendah karena tingginya tingkat kematian. Namun demikian,
penduduk tidak dapat mempunyai fertilitas tinggi, apabila tidak mempunyai kesuburan
(fecunditas) yang tinggi, tetapi penduduk dengan tingkat kesuburan tinggi dapat juga
fertilitasnya rendah.
Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya titik tolaknya berbeda.
Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan
tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa daya reproduksi penduduk
berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran
menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Jika suatu jenis makhluk diancam bahaya,
mereka akan mempertahankan diri dengan segala daya yang mereka miliki. Mereka akan
mengimbanginya dengan daya reproduksi yang lebih besar (Iskandar, 1980).
Menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagi
daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru merupakan faktor pengekang
perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah,
seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai
kedudukan yang baik biasanya jumlah keluarganya kecil.
Rupa-rupa teori fisiologi ini banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam
meninjau perkembangan penduduk suatu negara atau wilayah. Teori ini dapat pula
menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat mortalitas penduduk semakin tinggi pula tingkat
produksi manusia.
2.TEKNOLOGI
Pandangan yang suram dan pesimis dari Malthus beserta penganut-penganutnya
ditentang keras oleh kelompok teknologi. Mereka beranggapan manusia dengan ilmu
pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah
kembali (recycling) barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga
mengakhiri masa transisi demografinya.
Ahli futurologi Herman Karn (1976) mengatakan bahwa negara-negara kaya akan
membantu negara-negara miskin, dan akhirnya kekayaan itu akan jatuh kepada orang-orang
miskin. Dalam beberapa dekade tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok diantara
umat manusia di dunia ini.
Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka memperkirakan bahwa dunia
ini dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi Amerika Serikat dewasa
ini. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya alam, karena seluruh bumi ini terdiri dari
mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini di sebut era
Substitusi. Mereka mengkritik bahwa The Limit to Growth bukan memecahkan masalah
tetapi memperbesar permasalahan tersebut.
Kelompok Malthus dan kelompok teknologi mendapat kritik dari kelompok ekonomi, karena
kedua-duanya tidak memperhatikan masalah-masalah organisasi sosial di mana distribusi
pendapatan tidak merata. Orang-orang miskin yang kelaparan, karena tidak meratanya
distribusi pendapatan di negara-negara tersebut. Kejadian seperti di Brasilia, dimana
pendapatan nasional (GNP) tidak dinikmati oleh rakyat banyak adalah salah satu contoh dari
ketimpangan organisasi sosial tersebut.
Top Related