Download - Technopreneur Camp Program

Transcript
Page 1: Technopreneur Camp Program

TCP (TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM) : SOLUSI INOVATIF

UNTUK MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK JALANAN DI INDONESIA

MELALUI METODE SCORING

(STUDI KASUS DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR)

“Bidang Sosial Budaya”

Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013

(KERTAS NASIONAL 2013)

Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

FERINA IRZANI AULIAWATI 125100507111012 / 2012

LUSIANA WATININGSIH 125020300111062 / 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 2: Technopreneur Camp Program

i

TCP (TECHNOPRENEUR CAMP PROGRAM) : SOLUSI INOVATIF

UNTUK MASA DEPAN PENDIDIKAN ANAK JALANAN DI INDONESIA

MELALUI METODE SCORING (STUDI KASUS DI KOTA MALANG, JAWA TIMUR)

“Bidang Sosial Budaya”

Kompetisi Esai dan Karya Tulis Mahasiswa Nasional 2013

(KERTAS NASIONAL 2013) Lembaga Penalaran dan Penulisan Karya Ilmiah

Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

Disusun Oleh:

FERINA IRZANI AULIAWATI 125100507111012 / 2012

LUSIANA WATININGSIH 125020300111062 / 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

Page 3: Technopreneur Camp Program

ii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Karya Tulis : TCP (Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif

untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING.

2. Peserta :

a) Ketua Kelompok : Nama : Ferina Irzani Auliawati

Nim : 125100507111012 Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

b) Anggota Kelompok : Nama : Lusiana Watiningsih

Nim : 125020300111062 Jurusan : Ilmu Bisnis

3. Dosen Pembimbing: Nama : Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP.

NIK : 840201 10 11 0160

Malang, 31 Juli 2013

Dosen Pembimbing

Menyetujui,

Ketua Kelompok

Yusron Sugiarto STP., M.Sc., MP.

NIK. 840201 10 11 0160

Ferina Irzani Auliawati

NIM.125100507111012

Mengetahui,

Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

Dr.Ir.Elok Zubaidah, MP.

NIP. 19590821 199303 2 001

Page 4: Technopreneur Camp Program

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah

membimbing hamba-Nya dalam menyelesaikan Karya Tulis Mahasiswa Nasional

2013 yang berjudul TCP (Technopreneur Camp Program): Solusi Inovatif

untuk Masa Depan Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode

SCORING. Judul karya tulis ini ditinjau dari Prospektif Pendidikan sesuai

dengan tema pada bidang penulisan Sosial Budaya. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan pula pada kedua orang tua penulis yang telah mendidik penulis hingga

sampai masa kuliah. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada

Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Brawijaya atas dukungan yang diberikan dalam penyusunan karya

tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen

Pembimbing yang telah meluangkan waktu Beliau untuk membina penulis dalam

menyusun karya tulis ini. Karya tulis ini bertujuan untuk memenuhi Lomba Karya

Tulis Mahasiswa, Kertas Nasional 2013 dengan tema Pemenuhan Hak-Hak

Konstitusional Warga Negara Menuju Indonesia yang Berkeadilan yang

diselengarakan oleh LP2KI Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Penulis merasa penyusunan karya tulis Mahasiswa Nasional 2013 ini

masih jauh dari sempurna. Namun penulis hanya bisa berharap semoga gagasan

kecil pada karya ini dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam perkembangan

dunia pendidikan.

Malang, 31 Juli 2013

Penulis

Page 5: Technopreneur Camp Program

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v

DAFTAR TABEL............................................................................................... vi

RINGKASAN .................................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 4 1.4 Manfaat Penulisan ..................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6

2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak .............................................................. 6

2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)............................................................... 8 2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anja di Kota Malang............................... 10 2.4 Keterampilan Anak Jalanan di Kota Malang ......................................... 11

2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal di Kota Malang................................. 13

III. METODE PENULISAN............................................................................. 14

IV. PEMBAHASAN .......................................................................................... 16

4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak

Jalanan .................................................................................................... 16 4.2 Pemilihan Anjal di Kota Malang sebagai Objek Penulisan…………… 17

4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP).............................. 18 4.4 Konsep Technopreneur Camp Program .................................................. 28 4.5 Konsep SCORING method..................................................................... 30

V. PENUTUP .................................................................................................... 33

5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 33

5.2 Saran……………………………………………………….…………...33

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... ix

DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................... xi

LAMPIRAN ....................................................................................................... xiii

Page 6: Technopreneur Camp Program

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Anak Jalanan .....................................................................................12

Page 7: Technopreneur Camp Program

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut, berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.………………………………11

Page 8: Technopreneur Camp Program

vii

RINGKASAN

Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan pembangunan dalam sektor ekonomi, akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya dampak negatif, salah satunya yaitu munculnya kesenjangan social ekonomi.

Kesenjangan sosial ekonomi tersebut menghasilkan permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang krusial dan menjadi perhatian dunia

yaitu fenomena anak jalanan. Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin lebih yang menghabiskan waktu yang produktif di jalanan. Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya,

Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait pemberdayaan

anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang,

lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota

Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan.

(Middlemas,2011). Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota Malang belum

banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah

lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan (Siregar,2006). Berdasarkan fakta dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar

anak jalanan memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas. Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa sebuah

program. Gagasan program tersebut yaitu TCP (Technopreneur Camp Program) dengan penerapan metode SCORING. TCP merupakan program pendidikan yang

dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan di bidang technology dan enterpreneur yang mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide

usaha yang dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Sedangkan metode SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) merupakan suatu

metode yang dirancang dalam penerapan pelaksanaan TCP. Luaran yang diharapkan pada metode ini yaitu dapat mendongkrak motivasi, kreatifitas dan

inovasi anak jalanan untuk memulai usaha, mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. dan memiliki keberanian dalam menanggung risiko. Program ini bertujuan untuk mendorong agar anak jalanan mampu menghasilkan invensi

Page 9: Technopreneur Camp Program

viii

dan inovasi produk yang dapat diterima oleh masyarakat yang berakibat

peningkatan kualitas hidup baik secara finansial maupun aspek sosial. Selain itu hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja.

Kata Kunci: Anak Jalanan, Metode SCORING, Pendidikan, Technopreneur

Page 10: Technopreneur Camp Program

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah menghasilkan kemajuan Pembangunan dalaam

sektor ekonomi akan tetapi kemajuan tersebut diimbangi dengan timbulnya

dampak negatif. Salah satu dampak negatif teersebut yaitu munculnya

kesenjangan social ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi juga menghasilkan

permasalahan sosial ekonomi. Salah satu permasalahan sosial ekonomi yang

krusial dan menjadi perhatian dunia yaitu fenomena anak jalanan.

Di Indonesia, saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak, bahkan mungkin

lebih yang menghabiskan waktu produktif di jalanan. Salah satu penyebab

munculnya anak jalanan yaitu karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan

anak sebagai tumpuan penghasilan tambahan bagi keluarga. Anak jalanan

sebagian besar merupakan remaja berusia belasan tahun, tetapi tidak sedikit yang

berusia di bawah 10 tahun. Pada umumnya anak-anak jalanan bekerja di sector

informal. Sector informal tersebut seperti menyemir sepatu, menjual koran,

mencuci kendaraan, menjadi pemulung barang-barang bekas bahkan sebagian lagi

mengemis, mengamen, dan ada yang mencuri, mencopet atau terlibat perdagangan

sex. Pilihan sector informal merupakan suatu jawaban atas rendahnya pendidikan

dan keterampilan yang dimiliki oleh anak-anak jalanan. (Siregar,2006).

Selain itu dampak lain munculnya anak jalanan yaitu sebagai akibat dari

krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1997 dilihat sebagai penyebab

semakin meningkatnya jumlah anak jalanan. Data dari penelitian ini menunjukkan

bahwa sejak tahun 1998 anak yang mulai terjun ke jalanan jumlahnya paling besar

dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dari 100 responden yang 2 diwawancarai

mengaku bahwa sebagian besar mulai terjun ke jalanan di mulai tahun 1998,

jumlahnya mencapai 35 anak (35,0 persen) dan pada tahun berikutnya (1999)

bertambah 34,0 persen sehingga dapat diperkirakan bahwa setelah krisis ekonomi

tahun 1997 jumlah anak jalanan meningkat menjadi 69,0 persen (Karnaji 2001

dan Astuti, 2005).

Page 11: Technopreneur Camp Program

2

Anak jalanan di Indonesia tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta,

Surabaya, Yogyakarta, Medan, dan bahkan di kota Malang. Kota Malang

merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki persoalan terkait

pemberdayaan anak jalanan. Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak.

Kebanyakan anak-anak jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga miskin dan

broken homes. Menurut data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di

Kota Malang, lebih dari 700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir

688 anak pada bulan Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini

dikarenakan Kota Malang sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi.

Tingginya perceraian di Kota Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak

jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak

jalanan. (Middlemas,2011).

Saat ini program pemberdayaan bagi anak jalanan di kota malang belum

banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Padahal menurut

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan

anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya peran pemerintah

lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain itu secara yuridis

terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah untuk terus

berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama, Undang-undang

No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada pasal 6 ayat 1

menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima belas tahun

wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang secara

eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi untuk

menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri meratifikasi

konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

(Siregar,2006).

Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama

dengan hak hak asasi manusia pada umumnya, seperti tercantum dalam UU No.

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden RI No. 36

Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Right of the Child (Konvensi

tentang hak-hak Anak). Anak perlu mendapatkan hak-haknya secara normal

Page 12: Technopreneur Camp Program

3

sebagaimana layaknya, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil righ and freedoms),

lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan (family envionment and alternative

care), kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic health and welfare), pendidikan,

rekreasi dan budaya (education, laisure and culture activites), dan perlindungan

khusus (special protection) (Saputra, 2007). Hak-hak yang seharusnya diterima

oleh seorang anak tersebut belum dapat terpenuhi, sehingga anak memilih untuk

hidup di jalanan.

Menjalani hidup sebagai anak jalanan tentunya bukan merupakan pilihan

yang menyenangkan. Banyak permasalahan yang mengancam anak jalanan yang

berada di berbagai wilayah seperti kekerasan yang dilakukan oleh anak jalanan

lain, komunitas dewasa, Satpol PP bahkan kekerasan seksual, penggunaan pil

narkoba, alkohol, rokok dan hal-hal negatif lainnya. Kondisi-kondisi yang

dialami dijalan sering tidak terkontrol oleh karenanya tidak sedikit anak jalanan

tidak memiliki masa depan yang jelas. Masa depan anak jalanan menjadi masalah

bagi banyak pihak seperti keluarga, masyarakat, dan negara. Berdasarkan fakta

dan fenomena tersebut, perlu adanya solusi yang terbaik agar anak jalanan

memiliki masa depan yang jelas dan tentunya lebih baik. Kegiatan Technopreneur

merupakan solusi yang tepat agar anak jalanan memiliki masa depan yang jelas.

Oleh karena itu, penulis memberikan gagasan berupa TCP (Technopreneur

Camp Program): Solusi Inovatif untuk Masa Depan Pendidikan Anak

Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING .

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah karya tulis ini adalah

sebagai berikut.

1. Apa saja faktor penyebab munculnya anak jalanan di kota malang ?

2. Bagaimana permasalahan dan kondisi keterampilan anak jalanan di Kota

Malang ?

3. Bagaimana mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang melalui

Technopreneur Camp Program dengan menggunakan metode SCORING ?

Page 13: Technopreneur Camp Program

4

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan ini yaitu mewujudkan pendidikan Technopreneur

(teknologi dan entrepreneur) bagi anak jalanan di Indonesia melalui TCP

(Technopreneur Camp Program) : Solusi Inovatif untuk Masa Depan

Pendidikan Anak Jalanan di Indonesia melalui Metode SCORING dengan

strudi kasus Kota Malang, Jawa Timur sehingga diharapkan anak jalanan

memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang tidak tertinggal dengan

adanya teknologi yang semakin canggih dan berkembang. Sehingga diharapkan

anak jalanan dapat mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype

kewirausahaan berkualitas yang dapat ditrima oleh masyarakat.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat teoritis

Penulisan ini dilakukan untuk pengembangan pengetahuan hukum maupun

ilmu pengetahuan khususnya, yaitu hukum tentang perlindungan anak yang di atur

dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 34 Ayat 1 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh Negara.

2. Manfaat Praktis

1) Bagi Anak jalanan

Dengan penulisan ini, penulis mengharapkan dapat memberikan

pemahaman, pengetahuan serta mengaplikasikan entrepreneurship kepada anak

jalanan agar anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas dan mampu

menghadapi tantangan untuk kemajuan masa depan mereka.

2) Bagi Masyarakat

Memberikan sumbangan pemikiran, dukungan dan upaya-upaya dalam

mengembangkan kemandirian pada anak jalanan melalui aplikasi pendidikan

entrepreneur bagi anak jalanan.

Page 14: Technopreneur Camp Program

5

3) Bagi LSM

Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam praktik mengembangkan

kemandirian anak jalanan serta pengaplikasian perundang-undangan yang berlaku

yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu,

penulisan ini dapat dijadikan sebagai masukan untuk melaksanakan program-

program pembinaan dan pemberdayaan anak jalanan melalui pendidikan

entrepreneur.

4) Bagi fakultas hukum

Diharapkan dapat menjadi literatur yang bermanfaat bagi peneliti-peneliti

atau akademisi lainnya yang mempunyai minat dan perhatian yang sama dalam

mengembangkan pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan.

5) Bagi Pemerintah

Diharapkan Pemerintah Komisi Perlindunhan Anak Indonesia (KPAI), dan

Dinas sosial Kota Malang agar lebih memberikan dukungan dalam mewujudkan

pendidikan entrepreneur bagi anak jalanan sehingga diharapkan anak jalanan

memiliki masa depan sebagai entrepreneur muda yang mampu mewujudkan ide

inovasi menjadi produk prototype kewirausahaan berkualitas.

6) Bagi Penulis

Diharapkan penulis dapat pengembangan pikiran serta wawasan dan

pengetahuan untuk masa depan pendidikan anak jalanan di Indonesia dengan

mengembangkan ide-ide kreatif bagi kemajuan anak jalanan. Selain itu penulis

diharapkan dapat mengaplikasikan Technopreneur Camp Program (TCP) dengan

Metode SCORING untuk anak jalanan di Kota Malang, Jawa Timur.

Page 15: Technopreneur Camp Program

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Deskripsi Anak

Anak merupakan asset dari suatu Negara, karena nasib suatu Negara

bergantung pada generasi penerusnya. Dengan kata lain generasi penerus tersebut

yaitu pemuda-pemuda yang asalnya adalah seorang anak-anak. Anak-Anak

sebagai suatu asset Negara tumbuh dan berkembang menjadi pemuda. Oleh

karenannya tidak heran anak-anak disebut sebagi agent of change. Menurut

Convention On The Right Of The Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomer 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa

anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sebaliknya menurut The

Minimum Age Convension Nomer 138 tahun 1973, pengertian anak adalah

seorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Selain itu, menurut UNICEF anak

merupakan penduduk yang berusia antara 0 sampai 18 tahun. Undang-Undang RI

Nomer 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, menyebutkan bahwa anak

adalah mereka belum berusia 21 tahun dan belum menikah (Huraerah, 2006:19).

Kerentanan usia anak sangatlah penting, mengingat kelayakan seorang anak

untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada bermain dan belajar. Rentan usia

anak teletak pada skala 0 sampai 21 tahun, batas usia 21 tahun ditetapkan

berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan

pribadi dan kematangan mental seseorang yang pada umumnya dicapai setelah

seseorang melampaui usia 21 tahun (Handayani, 2009).

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa

fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya

peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Selain

itu secara yuridis terdapat dua landasan hukum yang mengharuskan pemerintah

untuk terus berupaya memberikan pelayanan kepada semua anak. Pertama,

Undang-undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada

pasal 6 ayat 1 menegaskan setiap warga negara yang berusia tujuh sampai lima

belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Kedua, Konvensi Hak Anak yang

Page 16: Technopreneur Camp Program

7

secara eksplisit menganjurkan kepada semua Negara yang meratifikasi konvensi

untuk menjamin kesejahteraan dan masa depan anak. Indonesia sendiri

meratifikasi konvensi dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak (Siregar,2006). Sedangkan Pada pasal 2 Undang-Undang

Nomer 4 Tahun 1997 tentang kesejahteraan anak, disebutkan bahwa :

1. Anak berhak atas kesejahteran, perawatan, asuhan dan Bimbingan

berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluargannya maupun dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warga Negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharan dan perlindungan, baik semasa kandungan

maupun sudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan

wajar (Huraerah, 2006: 21).

Kegagalan selama proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan memberikan

dampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan inelektual, mental, dan

sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan

kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental,

lemah daya-nalar dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti: autism,

„nakal‟, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia „tidak

normal‟ dan perilaku criminal. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi

anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat. Kebutuhan anak

tersebut diantarannya yaitu perhatian dan kasih sayang yang continue,

perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orangtua

(Huraerah, 2006: 27).

Page 17: Technopreneur Camp Program

8

2.2 Pengertian Anjal (Anak Jalanan)

Pada umumnya masyarakat menafsirkan Anjal (anak jalanan) merupakan

anak-anak yang berusia dibawah 15 tahun yang menghabiskan seluruh waktunya

untuk mencari nafkah dijalanan, bermain, tidak bersekolah, tekadang ada pula

yang menambahkan bahwa anak jalanan mengganggu ketertiban umum serta

melakukan tindak kriminal (Martini dan Agustian dalam Oktaria 2008).

Anak jalanan sering dikenal dengan sebutan arek kere, anak gelandangan,

atau terkadang disebut juga secara eufemistik sebagai anak mandiri. Namun

Menurut Shalahuddin (2000, h.13), yang dimaksudkan anak jalanan adalah

individu yang berumur di bawah 18 tahun yang menghabiskan sebagian atau

seluruh waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan guna

mendapatkan uang atau guna mempertahankan hidupnya. Jalanan yang

dimaksudkan tidak hanya menunjuk pada “jalanan” saja, melainkan juga tempat-

tempat lain seperti pasar, pusat pertokoan, taman kota, alun-alun, terminal, dan

stasiun. Sementara itu, Departemen Sosial (dalam Oktaria, 2008) , mendefinisikan

anak jalanan yaitu anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk

mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan dan tempat- tempat umum lainnya.

Mereka biasanya berusia 6-18 tahun, masih sekolah atau sudah putus sekolah,

tinggal dengan orangtua maupun tidak, atau tinggal di jalanan sendiri maupun

dengan teman- temannya, dan mempunyai aktivitas di jalanan, baik terus-menerus

maupun tidak.

Menurut Lokakarya kemiskinan dan anak jalanan yang diselenggarakan

Departemen sosial pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1995, Anak jalanan adalah

anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau

berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Definisi tersebut

dikembangkan oleh Ferry Johanes dalam Seminar tentang Pemberdayaan Anak

Jalanan yang dilaksanakan oleh Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung

pada bulan Oktober 1996, yang mnyebutkan bahwa anak jalanan merupakan anak

yang menghabiskan waktunya di jalanan, baik untuk bekerja maupun tidak, yang

terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus

Page 18: Technopreneur Camp Program

9

hubungannya dengan keluarga, dan anak yang mandiri sejak kecil karena

kehilangan orangtua atau keluarga (Huraerah, 2006: 80). Banyak juga orangtua

yang sudah melaksanankan tanggungjawabnya dalam pemenuhan kesejahteraan

terhadap kesejahteraan anak, Namun apabila orang tua terbukti melalaikan

tanggung jawab yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan anak. Maka pemerintah juga sebagai Orangtua berkewajiban untuk

membiayai kebutuhan anak-anak dalam kehidupan, pemeliharan dan pendidikan

(Darmawan, 2003).

Sedangkan Faktor lain yang mmpengaruhi keputusan anak untuk untuk

hidup dijalanan, Shalahuddin (2004, h. 71) mengemukakan bahwa berbagai hasil

studi atau laporan program pelaksanaan anak jalanan cenderung memandang

kemiskinan (faktor ekonomi) dan keretakkan keluarga (faktor keluarga) sebagai

faktor pendorong yang paling dominan menyebabkan anak turun ke jalan. Kedua

faktor tersebut saling berkait, mengingat kemiskinan dapat memicu keretakkan

dalam keluarga. Farid (dalam Shalahuddin, 2004, h. 73). Selain itu faktor lainnya

yaitu adanya kekerasan yang dilakukan anggota keluarga kepada anak, adanya

dorongan dari keluarga untuk membantu perekonomian keluarga, adanya

keinginan untuk mendapatkan kebebasan dari keluarga, adanya keinginan untuk

memiliki uang sendiri, dan adanya pengaruh dari teman sebaya.

Klasifikasi anak jalanan tersendiri menurut Salehuddin (2004), di bagi

menjadi dua, yaitu anak yang ada di jalanan atau children on the street dan

children of the street. Children on the street adalah anak yang secara total berada

di jalan karena mereka tidak lagi tinggal bersama keluarganya karena putus

hubungannya atau tidak mempunyai keluarga. Sedangakan children of the street

adalah anak yang berada di jalan tetapi masi tinggal dengan orang tuanya, mereka

berada di jalan untuk menambah pendapatan keluarga. Tetapi ada juga yang

mendefinisikan anak yang berada di jalanan sebagai high risk children atau yang

berisiko tinggi dan risk children atau berisiko (Henny, 2007). Sementara itu,

Menurut de Moura (2002), anak – anak jalanan dapat dibedakan menjadi dua

kelompok, yakni anak yang bekerja di jalanan dan anak yang hidup di jalanan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan,

Page 19: Technopreneur Camp Program

10

alasan anak bekerja adalah karena mem-bantu pekerjaan orangtua (71%), dipak-sa

membantu orangtua (6%), menambah biaya sekolah (15%), dan karena ingin hi-

dup bebas, untuk uang jajan, mendapat-kan teman, dan lainnya (33%).

Klasifikasi lainnya Oleh Para praktisi Georgia yang membedakan tiga

kelompok anak jalanan berdasarkan kategori yang mereka terapkan (Wargan &

Dershem, 2009): 1) Children of the street. Menghabiskan malam (tidur) di jalanan

dalam jangka waktu satu bulan atau lebih, 2) Children in the street. Menghabiskan

sebagian waktu untuk tidur di rumah, tetapi menghabiskan sebagian besar waktu

siang harinya di jalanan, dan 3) Children from the families of the street.

Menghabiskan malam (tidur) di jalanan bersama-sama dengan anggota keluarga

mereka jangka waktu satu bulan atau lebih. Menurut Surjana (dalam Handayani,

2009) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mendorong anak untuk turun ke

jalan terbagi dalam tiga tingkatan sebagai berikut: 1) Tingkat mikro (Immediate

cause), yaitu factor anak dan keluarga, 2) Tingkat meso (Underlying cause), yaitu

faktor struktur masyarakat, dan 3) Tingkat makro (Basic cause), yaitu faktor

dengan struktur masyarakat (Idzha, 2013).

Anak jalanan melakukan aktivitas tertentu di jalanan yang bertujuan untuk

mempertahankan hidup. Beberapa aktivitas yang dilakukan anak jalanan antara

lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan

barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal, dan melakukan kegiatan yang

rentan terhadap eksploitasi seksual (Shalahuddin, 2000, h. 20-27).

2.3 Faktor Penyebab Munculnya Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang

Sepertiga penduduk Kota Malang adalah anak. Sebagian besar anak tersebut

merupakan anak jalanan. Anak-anak jalanan tersebut memilih untuk menjalani

kehidupan di jalanan karena beberapa factor. Pada umumnya Faktor-faktor tesebut

dapat berupa kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan, inisiatif untuk

mandiri mencari nafkah sendiri, pengaruh teman atau kerabat, ketidak harmonisan

rumah tangga orang tua, masalah khusus hubungan anak dengan orang tua dan

bahkan factor lainnya. Namun anak jalanan di kota malang kebanyakan berasal

dari keluarga miskin dan broken homes. Hal ini sebagai akibat dari tingginya

Page 20: Technopreneur Camp Program

11

jumlah perceraian di Kota Malang. Hal tersebut sangat berkontribusi kepada

jumlah anak-anak jalanan dan juga menambahkan kerentanan anak-anak miskin

untuk menjadi anak-anak jalanan.

2.4 Permasalahan dan Kondisi Keterampilan Anak Jalanan di Kota

Malang

Kebanyakan Anak-Anak Jalanan di Kota Malang berasal dari keluarga

miskin dan broken homes. Kecenderungan jumlah anak jalanan di kota malang

dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.Hal ini terbukti dari tahun 2004

sebanyak 548 anak dengan rincian per kecamatan, diantaranya Kecamatan

Lowokwaru sebanyak 63 anak, Kecamatan blimbing sebanyak 76 anak,

Kecamatan Sukun sebanyak 90 anak, Kecamatan Kedungkandang sebanyak 107

anak dan Kecamatan Klojen sebanyak 212 anak (Meykeh Simboh, 2004).

Tabel 1. Jumlah anak jalanan terbanyak dan paling kecil berturut-turut,

berdasarkan data Propinsi Tahun 2007.

No Nama Propinsi Jumlah ANJAL

1 Jawa Timur 13.136 anak

2 NTB 12.307 anak

3 NTT 11.889 anak

No Nama Propinsi Jumlah ANJAL

1 Kalimantan Tengah 10 anak

3 Gorontalo 66 anak 66 anak

3 Kepulauan Riau 186 anak

Sumber. Data PMKS 2007, Departemen Sosial RI

Sedangkan berdasarkan hasil observasi awal dari peneliti, tahun 2009 anak

jalanan yang dibina LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA

BACA”Kota Malang berjumlah 71 anak. Dengan rentang usia 7-10 tahun

mencapai 33,8 %, usia 11-13 tahun mencapai 35,21 % dan usia 14-17 tahun

mencapai 30,98 % (Menteri Kesejahteraan Sosial, 2009). Namun peningkatan

jumlah anak jalanan di kota malang juga terbukti pada tahun 2011 yakni Menurut

data Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur, sebuah LSM di Kota Malang, lebih dari

Page 21: Technopreneur Camp Program

12

700 anak jalanan tinggal di Kota Malang data terakhir 688 anak pada bulan

Februari dan jumlah tersebut semakin naik. Hal ini dikarenakan Kota Malang

sebagai kota dengan jumlah perceraian yang tinggi. Tingginya perceraian di Kota

Malang sangat berkontribusi kepada jumlah anak-anak jalanan dan juga

menambahkan kerentanan anak-anak miskin untuk menjadi anak-anak

jalanan(Middlemas,2011).

Kecenderungan peningkatan jumlah anak-anak jalanan dikota malang dari

tahun ke tahun mengalami perkembangan dan penambahan. Tingginya jumlah

anak jalanan tersebut berakibat pada semakin macetnya lalu lintas di kota malang

karenanya kebanyakan para anjal (anak jalanan) menghabiskan waktu mereka di

tempat-tempat umum untuk mendapatkan uang. Para Anjal ini seringkali berada di

kawasan sekitar matos, MOG, lalu lintas, stasiun kereta api malang kota baru,

terminal, Rampal dan di tempat-tempat umum lainnya. Banyak sebagian dari anjal

di kota malang memiliki keterampilan negatif seperti mencuri, menipu, dan

bahkan terlibat perkelahian sehingga berurusan dengan kepolisian setempat.

Namun tidak semuanya anjal di kota malang memiliki keterampilan negatif,

sebagian dari mereka juga memiliki keterampilan seperti mengamen, berjualan

Koran, berjualan minuman atau makanan dan lainnya. Anjal yang memiliki

keterampilan positif bisa dikembangkan melalui arahan dan pendidikan

entrepreneur sedangkan anjal yang memiliki keterampilan negatif juga bisa

Gambar 1. Anak Jalanan

Page 22: Technopreneur Camp Program

13

dirubah menjadi positif melalui penanaman nilai-nilai positif dengan pendidikan

entrepreneur.

2.5 Mekanisme Pemberdayaan Anjal (Anak Jalanan) di Kota Malang

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 Ayat 2 menyatakan bahwa

fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara, artinya seharusnya

peran pemerintah lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan. Saat ini

program pemberdayaan bagi anak jalanan di Kota Malang belum banyak

dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Namun ada beberapa upaya-

upaya pemberdayaan anak jalanan oleh pemerintah dan LSM di Kota Malang.

Upaya pemberdayaan pemerintah kepada anak-anak jalanan digalakkan melalui

berbagai penyelenggaraan program pendidikan luar sekolah, misalnya yaitu Kejar

Paket A, Kejar Paket B, Kejar Usaha, bimbingan belajar dan ujian persamaan,

pendidikan watak dan agama, pelatihan olahraga dan bermain, pelatihan seni dan

kreativitas, kampanye, forum berbagi rasa, dan pelatihan taruna mandiri. Selain

itu upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM Rumah Bina Anak Bangsa

yang terletak di jalan Blitar No. 2 Kota Malang, dimana LSM ini memberdayakan

anak jalanan dengan cara Home Schooling. Upaya pemberdayaan lainnya yaitu

dilakukan oleh LSM Lembaga Pemberdayaan Anak Jalanan “GRIYA BACA”.

Pemberdayakan anak jalanan tidak cukup hanya diberikan stimulan berupa

Home Schooling, pelatihan olahraga dan bermain tetapi harus diberikan

pendidikan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilannya. Salah satu bentuk

kemampuan ketrampilan yang sudah dimili oleh anak jalan, namun harus

dikembangkan yaitu keterampilan berwirausaha. Keterampilan beriwirusaha perlu

dikembangkan kepada anak jalanan dalam bentuk pendidikan informal maupun

formal. Dengan adanya pendidikan berwirausaha atau enterpreneur anak jalan

dapat menggali masa depan menjadi wirausahawan muda untuk Indonesia.

Page 23: Technopreneur Camp Program

14

BAB III

METODE PENULISAN

3.1 Metode Observasi

Metode observasi dilakukan dengan menggumpulkan sumber data. Sumber

data tersebut adalah sebagai berikut.

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

mengenai Analisis Yuridis Sosiologis Model Pemberdayaan Anak Jalanan

di Kota Malang menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1

menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

Negara.

2. Data Sekunder merupakan suatu data hukum yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer. Data ini membantu menganalisa dan memahami

bahan hukum primer yang sesuiai dalam penulisan. Bahan yang digunakan

penulis diantarannya buku, perundang-undangan, jurnal, majalah, internet,

artikel dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan topik permasalahan.

3.2 Metode pendekatan

Dalam penulisan ini metode pendekatan yang digunakan penulis yaitu

pendekatan yuridis sosiologis yang merupakan metode pendekatan yang

berlandaskan pada teori-teori hukum serta peraturan perundang-undangan yang

berlaku, kemudian dikaitkan dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.

3.3 Metode penguraian Ilmiah

Metode penguraian Ilmiah yaitu dengan menguraikan secara cermat

prosedur pengumpulan data, pengolahan data, analisis sintesis, pengambilan

kesimpulan, serta perumusan saran atau rekomendasi. Selain itu. dengan tinjauan

pustaka, observasi, dan dokumentasi. Instrumen penlisan yang digunakan yaitu

field notes, interview guides, dan human instrument.

Page 24: Technopreneur Camp Program

15

3.4 Metode analisis data

Metode analisis data yaitu dengan menganalisis suatu data yang sesuai

dengan topik yang dibahas dan digunakan sebagai referensi tulisan. Data dapat

berupa data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

Page 25: Technopreneur Camp Program

16

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pendidikan sebagai Asset dalam Memberdayakan Potensi Anak

Jalanan

Kekuatan suatu negara tergantung pada pemuda. Ir Soekarno pernah

memaparkan satu statement “berikan aku 1000 orang tua niscaya akan aku cabut

semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan aku guncangkan

dunia”. Hal ini membuktikan bahwa pemuda merupakan asset berharga bangsa

yang mampu mengguncangkan dunia.

Berhasilnya suatu Negara karena adanya peran pemuda sebagai generasi

penerus yang menentukan nasib suatu bangsa dan Negara. Pemuda merupakan

seorang anak yang dilahirkan oleh orang tua mereka. Keberhasilan pemuda

bergantung pada masa anak-anak. Namun diantara anak-anak yang memilih dan

berhasil dibesarkan oleh orang tua, terdapat beberapa anak juga yang memilih

untuk hidup dijalanan yang biasa disebut anjal (anak jalanan). Anak jalanan

merupakan salah satu masalah yang krusial di Indonesia. Munculnya anak jalanan

disebabkan karena tuntutan ekonomi keluarga yang menjadikan anak sebagai

tumpuan penghasilan tambahan keluarga. Padahal menurut Undang-Undang

Dasar 1945 27 Ayat 2 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak

terlantar dipelihara oleh Negara. Dengan demikian seharusnya peran pemerintah

lebih besar dalam memperhatikan kondisi anak jalanan.

Anak jalanan juga merupakan generasi penerus bangsa yang berperan

sebagai agent of change, iron stock dan agent of social control dalam memainkan

peran dan fungsi besar bagi nasib suatu Negara. Oleh karena itu untuk menjadi

pemuda yang berkualitas, anak jalanan harus cerdas dan terampil. Cerdas untuk

dapat mengambil kesimpulan, cerdas untuk peka terhadap lingkungan, dan cerdas

untuk kreatif dan inovatif menemukan solusi sosial, cerdas untuk menemukan cara

menambah kecerdasan dirinya dan orang lain. Kecerdasan tersebut tidak didapat

secara instan tetapi membutuhkan proses dan salah satu prosesnya adalah

menunutut ilmu.

Page 26: Technopreneur Camp Program

17

Anak jalanan akan rajin menuntut ilmu apabila mereka bisa mencintai ilmu.

Salah satu cara untuk membuat anak jalanan cinta terhadap ilmu adalah membuat

sistem pembelajaran yang menyenangkan . Selain cerdas, anak jalanan juga harus

terampil sehingga mampu untuk bersaing atau berkompetisi dengan anak-anak

lainnya. Sifat terampil ini dapat diwujudkan dengan melatih kemandirian pada

anak jalanan melalui aplikasi pendidikan technopreneur. Konsep technopreneur

merupakan konsep pendidikan yang dirancang khusus bagi anjal (anak jalanan)

guna meningkatkan skill mereka dalam bidang technology dan entrepreneur.

Kegiatan entrepreneur akan membentuk anak jalanan mandiri, terutama mandiri

dalam segi finansial dan meningkatkan skill anak jalanan. Selain itu, pendidikan

terkait penggunaan teknologi juga penting dalam mendorong skill anak jalanan di

bidang entrepreneur. Selain itu adanya teknologi yang sudah semakin cangih dan

terus berkembang, diharapkan akan memberikan added-value bagi ketrampilan

anak jalanan.

Dengan adanya pendidikan kombinasi antara technology dan enterpreneur

(technopreneur) maka anak jalanan akan mampu mengembangkan bisnis mereka

berbasis teknologi dan bersaing secara global untuk memperbaiki financial

meraka dan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Dengan adanya

sistem belajar yang menyenangkan dan aplikasi konsep pendidikan entrepreneur

dan teknologi secara nyata yang diterapkan secara simultan harapannya dapat

membentuk anak jalanan menjadi pemuda yang berkualitas, mampu menghadapi

tantangan dan memiliki masa depan yang jelas, tentunya masa depan yang lebih

baik.

4.2 Pemilihan Anak Jalanan di Kota Malang sebagai Objek Penulisan

Kota Malang merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur yang memiliki

persoalan terkait pemberdayaan anak jalanan. Saat ini program pemberdayaan

bagi anak jalanan belum banyak dilakukan baik oleh pemerintah maupun

masyarakat. Ada beberapa pertimbangan penulis menjadikan Anak Jalanan di

Kota Malang sebagai objek penulisan, yakni :

1. Kota Malang yang notabene memiliki banyak kawasan mall, kawasan

apartemen dan kawasan bisnis lainnya yang membuat kebanyakan anak

Page 27: Technopreneur Camp Program

18

jalanan di Kota Malang lebih suka menjalani kehidupan dengan mencari

uang di tempat-tempat tersebut.

2. Pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang tidak ada yang memprakarsai

karena terjadi secara otomatis.

3. Mekanisme pemberdayaan anak jalanan di Kota Malang yang sebelumnya

dilakukan oleh Bidang Sosial dan LPA Griya Baca hanya dilakukan melalui

program bimbingan dan pelatihan. Bimbingan yang diberikan kepada anak

jalanan yaitu: a) bimbingan moral dan mental, b) bimbingan sosial, c)

bimbingan hukum, d) bimbingan agama, dan e) bimbingan kesehatan.

Sedangan pelatihan yang diberikan kepada anak jalanan meliputi: a)

pelatihan otomotif, b) pelatihan mengemudi, c) pelatihan elektronika. Belum

ditemui program yang memberikan pendidikan dalam bidang entrepreneur

dan technology.

4.3 Karakteristik Technopreneur Camp Program (TCP)

4.3.1 Gambaran Umum dan Tujuan Pelaksanaan TCP

Technopreneur merupakan solusi pendidikan yang ditawarkan sebagai

upaya dalam memberdayakan anak jalanan di Indonesia melalui aplikasi konsep

pendidikan entrepreneur dan teknologi. Konsep pendidikan ini dikonsep agar

anak jalanan sebagai generasi bangsa yang notabene adalah tonggak estafet

kepemimpinan bangsa dapat berperan sebagai agent of change dalam membangun

bangsa Indonesia.

Nama program ini adalah TCP yang mempunyai kepanjangan

Technopreneur Camp Program. TCP merupakan program pendidikan yang

dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan technopreneur atau

kombinasi pendidikan technology dan entrepreneur yang mengarahkan peserta

program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian direalisasikan ke dalam

sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan kemudian dikembangkan dengan

memanfaatkan teknologi, misal dalam hal pemasarannya. Aplikasi konsep

pendidikan ini dijalankan dengan mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan

penggunaan teknologi dalam mengembangkan usahanya. Program ini didesain

Page 28: Technopreneur Camp Program

19

untuk memfasilitasi pengembangan invensi dan inovasi bagi anak jalanan dalam

menjalankan ide usaha yang berorientasi pada hasil (impact oriented) terhadap

pemberdayaan anak jalanan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong

agar anak jalanan mampu menghasilkan invensi dan inovasi produk yang dapat

diterima oleh masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat baik secara

finansial maupun aspek sosial bagi anak jalanan untuk meningkatkan kualitas

hidupnya.

TCP merupakan pendidikan bagi anak jalanan dengan mengaplikasikan

konsep technology dan entrepreneur. Dari sini anak jalanan akan dilatih menjadi

pribadi yang terampil dengan mengaplikasikan langsung kemampuan

entrepreneurship mereka dalam bentuk produk usaha yang real. Hasil produk

usaha tersebut diharapkan kedepannya dapat memenuhi kebutuhan hidup anak

jalanan dengan begitu anak jalanan bisa terlepas dari pengaruh negatif kehidupan

di jalanan. Konsep technology dan entrepreneur ini akan dikemas dalam sebuah

pendidikan singkat yang juga berisi pelatihan-pelatihan yang menunjang

kemampuan anak jalanan dalam berwirausaha. Konsep ini dikemas dalam bentuk

program-program edukasi yang bersifat rekreatif karena pada dasarnya anak

jalanan akan tertarik pada suatu hal apabila hal itu menyenangkan,

menguntungkan dan tidak membosankan. Sehingga anak jalanan tidak menjadikan

pembelajaran menjadi sebuah beban karena adanya suasana yang menyenangkan.

Pemilihan camp sebagai tempat media pembelajaran dipilih karena camp

mengindikasikan suatu tempat penampungan sementara yang bersifat informal.

Tidak hanya dalam mengaplikasikan konsep pendidikan technopreneur, camp ini

nantinya juga akan di desain sedemikian menarik dengan demikian anak jalanan

mudah beradaptasi di tempat tersebut. Selain itu camp juga mengindikasikan

sebuah tempat pendidikan yang relatif singkat dengan beban pendidikan yang

tidak terlalu berat. Sehingga dengan pemilihan camp, diharapkan adanya rasa

ketertarikan anak jalanan untuk menjadi peserta dalam TCP ini.

Berdaskan hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan

sebagai pemuda yang cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan

lapangan kerja. Dalam pelaksanaan program tentunya membutuhkan sumber daya

Page 29: Technopreneur Camp Program

20

manusia. Sumber daya manusia yang akan berperan sebagai tentor program

sekaligus pengelola program adalah relawan dari berbagai kalangan, bisa dari

akademisi, pengusaha, entrepreneurship muda dan lain sebagainya.

4.3.2 Pembagian Level TCP

TCP yang menjadi gagasan penulis dibagi menjadi 6 level program, yang

masing-masing level program mempunyai program tersendiri yang dirancang

khusus tetapi tetap berbasis pada education. Dalam mencapai tahapan level atas,

maka peserta harus menjalani level sebelumnya. Tahapan level pemula sebelum

mencapai level atas yaitu sebagai berikut :

1) Basic Level

Basic Level adalah tingkatan program paling dasar yang mempunyai fungsi

untuk memperkenalkan program-program TCP. Dalam level ini terdiri dari

program Persuade and Follow Us, Introducing Step, Pre-Test, Fundamental

Program, dan Find and Grab It. Tujuan utama dari program ini adalah untuk

memperkenalkan program-program yang ada dalam TCP sekaligus mengatasi

minat belajar anak jalanan yang rendah dan menanamkan pola pikir bahwa belajar

itu menyenangkan.

2) Acceleration Level

Acceleration Level adalah tingkatan program dasar setelah Basic Level.

Dalam level ini terdiri dari program Step to be Creator, Step to be Leader, Step to

be Owner dan Step to be Winner. Tujuan utama dari level program kedua ini

adalah melatih dan meningkatkan skill anak jalanan terkait dengan technology dan

enterpreneur.

3) Challenge Level

Challenge Level adalah tingkatan program dasar ketiga setelah menjalani

Basic Level dan Acceleration Level. Dalam level ini terdiri dari 1 program utama

yakni GFW (Go-Fight-Win) Program yang mengilustrasikan kendala-kendala

yang akan mereka akan hadapi selama menjalankan usaha. Tujuan utama dari

level program ketiga TCP ini adalah melatih kemampuan peserta program dalam

menghadapi setiap tantangan yang ada.

Page 30: Technopreneur Camp Program

21

4) Developing Level

Developing Level adalah tingkatan program TCP yang keempat. Dalam

level ini terdiri dari program Make Great Product, Edutechno dan Teaching grant.

Tujuan utama dari level program ini adalah melatih dan meningkatkan skill anak

jalanan terutama terkait penggunaan teknologi dalam mengembangkan usaha.

5) Comprehensive Level

Comprehensive Level adalah tingkatan program TCP yang kelima. Dalam

level ini terdiri dari program Make Business Real, Mentoring Product dan

Pameran KreaCipta. Tujuan utama dari level program kelima ini adalah

merealisasikan ide usaha menjadi sebuah usaha yang nyata dan memperkenalkan

kepada masyarakat sebagai upaya menjaring massa.

6) Advanced Level

Advanced Level adalah tingkatan program terakhir dari TCP. Dalam level

ini terdiri dari program Show Your Act dan Monitoring and Evaluating. Tujuan

utama dari level program terakhir ini adalah memberikan kesempatan peserta

program untuk mandiri dan mengembangkan usahanya sebagai sebuah usaha yang

berkelanjutan.

TCP dilakukan melalui metode SCORING (Start up, creative, opportunity,

risk bearing). Metode ini merupakan metode dalam melatih kemampuan kreatif

dan inovatif secara riil yang tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk

memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru

(creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity),

kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan

kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya. TCP

diharapkan dapat menjadi langkah konkrit dalam upaya memberikan solusi

innovatif untuk masa depan anak jalanan.

4.3.3 Aplikasi Konsep Level TCP (Technopreneur Camp Program)

1. Basic Level tediri dari lima macam program pembelajaran, yaitu

diantaranya sebagai berikut:

Page 31: Technopreneur Camp Program

22

1) Persuade and Follow Us,

Upaya dalam mengajak anak jalanan sebagai calon peserta program yang

dilakukan dengan pemberian informasi terkait pelaksanaan Technopreneur

Program. Dalam upaya ini juga akan diberikan manfaat-manfaat yang dapat

mereka rasakan setelah semua level program ini selesai dilaksanakan, misalnya

semakin meningkatnya kemampuan mereka dalam berwirausaha dan

memasarkan produk melalui teknologi sehingga mereka bisa hidup semakin

mandiri dan bahkan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.

Bagi anak jalanan yang bersedia mengikuti semua level program dari Basic Level

sampai Advanced Level, akan diberikan reward berupa dana hibah untuk

berwirausaha dan fasilitas penunjang lainnya. Setiap level program akan

didampingi dan diawasi oleh tentor Technopreneur , dan pendampingan ini juga

dilakukan sampai usaha yang dijalankan para peserta program sudah berkembang

dan dinilai mampu mandiri untuk dapat berjalan.

2) Introducing Step

Peserta program akan diputarkan video sebagai pengenalan dan sosialisasi

program-program dan fasilitas–fasilitas penunjang yang ada di Technopreneur

Camp Program.

3) Pre-Tes

Memberikan test awal bisa berupa test IQ yang di desain semenarik

mungkin tanpa memberatkan peserta program untuk mengetahui tingkat

intelijensitas mereka, agar para tentor dapat menyesuaikan porsi materi yang akan

diberikan dan untuk mengetahui kemampuan basic yang mereka miliki.

4) Fundamental Program, Find and Grab It

Program awal dalam memperkenalkan konsep Technopreneur serta

pemberian wawasan terkait Technopreneur (Technology and Enterpreneur). Ini

bisa dilakukan melalui pemberian materi secara langsung oleh enterpreuner muda

di Indonesia, studi company visit, video yang menunjang TCP dan lainnya.

5) Find and Grab It

Dalam program ini peserta diarahkan untuk bebas dalam berekspresi.

Menyalurkan hobi, seperti menyanyi, melukis, main alat musik. Serta akan ada

Page 32: Technopreneur Camp Program

23

bimbingan karir d alam menentukan usaha apa yang akan dijalankan di masa

depan dengan menggunakan bakat minat oleh tentor Technopreneur.

2. Acceleration Level tediri dari empat macam pembelajaran, yaitu diantaanya

sebagai berikut:

1) Step to be Creator

Dari usaha yang sudah mulai dipikirkan, peserta program akan diarahkan

untuk menggali ide usaha dan berupaya untuk merealisasikannya. Dalam tahapan

ini, peserta program akan dikelompokan sesuai bakat minat yang sama dengan

tujuan ide usaha akan dapat terspesifikasi dengan jelas.

2) Step to be Leader

Setelah ide usaha didapat, peserta program secara tim akan dibimbing secara

intensif terkait ide usaha yang akan dijalani. Dalam tahapan ini, peserta program

akan dibimbing oleh tentor TCP mulai dari wawasan terkait usaha yang akan

dijalankan, hal-hal apa saja yang dibutuhkan, kendala-kendala apa yang mungkin

akan dialami dsb. Bimbingan secara intensif akan diberikan dengan durasi waktu

program maksimal 2 bulan.

3) Step to be Owner

Upaya mendalami ide usaha dengan observasi lapang secara langsung, misal

jika ide usaha terkait kuliner maka program dijalankan dengan bekerja sama

secara langsung dengan pemilik tempat usaha kuliner yang sesuai. Disini peserta

akan diberikan kesempatan untuk magang sementara agar dapat benar-benar

merasakan bagaimana jika ide usaha yang dipikirkan benar-benar terealisasi.

4) Step to be Winner

Peserta diarahkan untuk memberikan hasil dari magang yang telah

dilakukan selama 1 bulan, untuk kemudian dijadikan bahan evaluasi guna

keberlanjutan ide usaha. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan

inovasi dalam berusaha.

3. Challenge Level hanya terdapat satu prose pembelajaran, yaitu GFW.

GFW merupaka Program (Go-Fight-Win) degan deskripsi pembelajarannya

yaitu Masing-masing tim yang sudah dikelompokan berdasarkan bakat minat yang

Page 33: Technopreneur Camp Program

24

sama, diberikan tantangan-tantangan yang mengilustrasikan kendala-kendala yang

akan mereka akan hadapi selama menjalankan usaha. Misal games persaingan

antar kelompok dalam menghadapi pesaing yang mungkin datang, sehingga

menuntun kemampuan mereka dalam menciptakan inovasi produk yang lebih

baik, kemampuan menggunakan strategy marketing, kemampuan promosi dan

berkomunikasi.

4. Developing Level terdiri dari 3 proses pembelajaran diantaranya sebagai

berikut.

1) Make Great Product

Deskripsi kegiatan berupa pelatihan dalam menyajikan produk pada konsumen,

bisa berupa pelatihan desain produk dan teknik pengemasan produk.

2) Edutechno

Deskripsi kegiatan berupa pendidikan terkait penggunaan teknologi guna ekspansi

usaha, bisa berupa pelatihan pembuatan website bisnis, pelatihan marketing

online, pelatihan pemanfaatan media sosial sebagai upaya promosi usaha.

3) Teaching grant

Deskripsi kegiatan berupa pengimplementasian pengajaran serta fasilitasi akses

kepada peserta terkait dengan pengembangan inovasi produk usaha berbasis

teknologi.

5. Comprehensive Level terdiri dari 3 proses pembelajaran diantaranya sebagai

berikut.

1) Make Business Real

Deskripsi kegiatan berupa Peserta akan diarahkan dan difasilitasi untuk mulai

menjalankan ide usaha, ini berupa pemberian dana hibah untuk memulai usaha.

Pendanaan untuk mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype

kewirausahaan teruji.

2) Mentoring Product

Deskripsi kegiatan berupa pengembangan inovasi usaha berbasis teknologi,

merealisasikan pendidikan terkait pemanfaatan teknologi yang telah didapat.

Page 34: Technopreneur Camp Program

25

3) Pameran

Deskripsi kegiatan berupa pengadaan pameran produk kreasi para peserta program

sebagai upaya pengenalan usaha kepada masyarakat sekaligus upaya menjaring

konsumen. Akan ada tantangan dalam menarik massa sebanyak-banyaknya untuk

mengunjungi masing-masing stan, dan akan ada reward the most favourite stand.

6. Advanced Level tediri dari dua macam pembelajaran, yaitu diantaanya

sebagai berikut:

1) Show Your Act

Deskripsi kegiatan berupa pemberian kesempatan kepada peserta untuk

menjalankan dan menginovasi usaha dengan dana dan fasilitas yang sebelumnya

telah diberikan. Para tentor TCP berperan dalam membimbing peserta sampai

usaha dapat berjalan dengan baik. Pembimbingan dilakukan maksimal selama 6

bulan dengan harapan peserta akan mampu mandiri dengan usaha yang

dijalankan. Dalam tahapan ini peserta juga diarahkan untuk menetapakan

targetan-targetan yang akan dihasilkan selama 6 bulan pertama usaha berjalan.

2) Monitoring and Evaluating

Deskripsi kegiatan berupa pemberian reward. Peserta yang mampu memenuhi

target penjualan yang telah ditetapkan sebelumnya, akan diberikan reward berupa

dana hibah guna pengembangan dan keberlanjutan usaha. Disini peran dari tentor

TCP tidak lagi sebagai pembimbing,namun sebagai pengawas dalam memantau

berkembangnya usaha.

Page 35: Technopreneur Camp Program

26

4.3.4 Contoh Implementasi Program TCP (Technopreneur Camp Program)

Level

Program Nama Program Contoh Implementasi Program Durasi Program

Basic Level

Persuade & Follow Us

Introducing Step

Pre-Test

Fundamental Program

Find and Grab It

Detektive Technopreneur terjun langsung ke jalanan untuk

mensosialisasikan program pada anjal (anak jalanan) sekaligus mengajak

mereka untuk mau mengikuti program. Dimana salah satu kelebihan yang

ditawarkan program ini adalah para anjal masih tetap dapat beraktifitas

seperti biasa karena program dilaksanakan setiap hari dengan durasi waktu

2 jam, mulai dari jam 4 sampai jam 6 sore.

Pemutaran video pengenalan program-program dan fasilitas–fasilitas

penunjang yang ada di Technopreneur Camp Program.

Test Kemampuan Dasar bagi seluruh calaon peserta program untuk

mengetahui kemmapuan basic mereka.

Studi company visit ke perusahaan yang mengimplementasikan kegiatan

entrepreneur sekaligus memanfaatkan penggunaaan kecanggihan teknologi

dalam mengelola usahanya.

Peserta diarahkan untuk memilih bakat – minat pada bidang yang mereka

sukai, kemudian pemberian bimbingan karir dan wawasan terkait hal

tersebut.

1 x

2 minggu

2 minggu

Acceleration

Level

Step to be Creator

Step to be Leader

Step to be Owner

Step to be Winner

Pengelompokan peserta sesuai bakat-minat untuk menentukan ide usaha

Pengembangan ide usaha sekaligus persipan untuk pelaksanaannya

Magang di tempat usaha perkulineran untuk mengetahui kondisi lapang

sebelum benar-benar terjun ke lapang.

Pelaporan hasil magang.

1 minggu

Maks.2 bln

1 bulan

2 minggu

Page 36: Technopreneur Camp Program

27

Challenge

Level GFW Program

(Go-Fight-Win)

Monopoly Games persaingan antar kelompok dalam menghadapi pesaing

yang mungkin datang, sehingga menuntun kemampuan mereka dalam

menciptakan inovasi produk yang lebih baik, kemampuan menggunakan

strategy marketing, kemampuan promosi dan berkomunikasi dsb

2 minggu

Developing

Level

Make Great Product

Edutechno

Teaching grant

Pelatihan desain dan teknik pengemasan produk.

Pelatihan pembuatan website bisnis.

Pemberian wawasan terkait pengembangan inovasi produk usaha berbasis

teknologi

2 minggu

2 minggu

Comprehen-

sive Level

Make Business Real

Mentoring Product

Pameran KreaCipta

Pendanaan awal untuk mewujudkan ide inovasi menjadi produk prototype

kewirausahaan teruji

Mempromosikan via website bisnis

Pameran produk kewirausahaan.

1 bulan

1 minggu

Advanced

Level

Show Your Act

Monitoring and

Evaluating

Pengembangan bisnis usaha, bisa dengan melakukan inovasi usaha.

Pelaksanaan kompetisi business plan terbaik yang berkelanjutan untuk

kemudian diberikan dana hibah guna pengembangan usaha.

6 bulan

Page 37: Technopreneur Camp Program

28

4.4 Konsep SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) Method

Dalam penerapan TCP akan digunakan konsep Start Up-Creative-

Opportunity-Risk Bearing yang disingkat dengan SCORING. Start Up merupakan

metode yang diberikan kepada anak jalanan dengan mendongkrak motivasi

mereka guna melatih kemampuan kreatif dan inovatif secara riil yang tercermin

dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha. Ini bisa dilakukan dengan

memberikan video-video motivasi dan film seputar technopreneur yang dapat

membuat anak jalanan untuk show their act. Creative pada metode ini merupakan

Metode ini bisa dijalankan dengan memberikan hal-hal baru bagi anak jalanan

berupa smart games yang menuntun kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang

baru dan melihat bagaimana respon mereka terhadap hal baru tersebut.

Selanjutnya pengertian Opportunity merupakan metode yang dijalankan

guna meningkatkan kemauan dan kemampuan anak jalanan untuk mencari dan

memanfaatkan setiap peluang yang ada. Metode ini diberikan melalui

pengembangan wawasan Technopreneur bagi anak jalanan melalui fasilitas yang

telah diberikan. Risk Bearing merupakan metode guna meningkatkan kemampuan

dan keberanian anak jalanan dalam menanggung risiko, bisa dijalankan misal

melalui pemberian role play.

Selain itu Detektif Technopreneur selaku pengawas, pembimbing dan

pendamping program juga akan memberikan beberapa permasalahan yang harus

dipecahkan, yang menuntun kemampuan mereka untuk cepat dan tanggap. Ini

dijalankan secara rutin yakni 1 minggu 2 kali. Penerapan metode ini diharapkan

memiliki luaran sebagai berikut ini.

1) Peserta program dengan self-confidence yang tinggi dalam memulai sesuatu

hal.

2) Peserta program dengan kemampuan yang tinggi untuk mengembangkan ide

dan meramu sumber daya.

3) Peserta program dengan wawasan technopreneurship dan sikap mental

inventif/inovatif yang meningkat.

4) Peserta program yang adaptable terhadap kondisi baru.

Page 38: Technopreneur Camp Program

29

5) Peserta program yang cepat tanggap dalam menghadapi setiap kendala yang

dijalani selama berusaha.

Page 39: Technopreneur Camp Program

30

4.4.1 Konsep SCORING (Start Up-Creative-Opportunity-Risk Bearing) Method

Metode Deskripsi Luaran yang Diharapkan

Start Up

Creative

Opportunity

Risk Bearing

Metode yang diberikan kepada anak jalanan dengan mendongkrak motivasi mereka

guna melatih kemampuan kreatif dan inovatif secara riil yang tercermin dalam

kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha. Ini bisa dilakukan dengan

memberikan video-video motivasi dan film seputar technopreneur yang dapat

membuat anak jalanan untuk show their act.

Metode ini bisa dijalankan dengan memberikan hal-hal baru bagi anak jalanan berupa

smart games yang menuntun kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru dan

melihat bagaimana respon mereka terhadap hal baru tersebut.

Metode yang dijalankan guna meningkatkan kemauan dan kemampuan anak jalanan

untuk mencari dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Metode ini diberikan

melalui pengembangan wawasan Technopreneur bagi anak jalanan melalui fasilitas

yang telah diberikan.

Metode guna meningkatkan kemampuan dan keberanian anak jalanan dalam

menanggung risiko, bisa dijalankan misal melalui pemberian role play. Selain itu

Detektif Technopreneur selaku pengawas, pembimbing dan pendamping program juga

akan memberikan beberapa permasalahan yang harus dipecahkan, yang menuntun

kemampuan mereka untuk cepat dan tanggap. Ini dijalankan secara rutin yakni 1

minggu 2 kali.

1. Peserta program dengan self-confidence

yang tinggi dalam memulai sesuatu hal

2. Peserta program dengan kemampuan yang

tinggi untuk mengembangkan ide dan

meramu sumber daya.

3. Peserta program dengan wawasan

technopreneurship dan sikap mental

inventif/inovatif yang meningkat.

4. Peserta program yang adaptable terhadap

kondisi baru.

5. Peserta program yang cepat tanggap dalam

menghadapi setiap kendala yang dijalani

selama berusaha.

Page 40: Technopreneur Camp Program

31

4.4.2 Fasilitas Penunjang Technopreneur Camp Program

Area Nama Program Deskripsi

Basic

Technopreneur

Area

Library of technopreneur

education

Pendopo of Technopreneur

rubric sharing

Exam Hot Challenge

Brain storming mode.

Expression room

Green House Reading

Bale santai

Area yang dapat digunakan untuk lebih dekat dengan Technopreneur Camp Program. Disini

peerta dapat mencari literature berupa buku maupun video terkait technopreneur. Ini dilakukan

sebagai upaya menunjang pemahaman para peserta program terkait pendidikan entrepreneur

berbasis teknologi.

Pendopo buatan di dalam camp yang dapat digunakan untuk para peserta program

menceritakan masalah dan kendala-kendala yang dialami terkait program tehnopreneur yang

dijalani. Disini akan ada mentor yang berusaha membantu memberi saran dalam

mengatasinya.

Ruang untuk menguji kesiapan menghadapi tantangan dalam berwirausaha. Kelebihan dari

ruang ini adalah tantangan berupa audio. Jadi peserta memakai aerophone dalam

mendengarkan tantangan soal yang dilontarkan. Akan ada tentor yang mendampingi dan

membantu dalam menghadapi tantangan.

Inovasi - inovasi permainan yang mengasah otak seperti catur, puzzle, rubik, TTS, serta akan

diberikan info tentang penyeimbangan otak dan melakukan electronic IQ test

Ruang ini memberikan fasilitas dalam berekspresi. Menyalurkan hobi, seperti menyanyi,

melukis, main alat musik. Serta akan ada bimbingan karir dalam menentukan masa depan

dengan menggunakan bakat minat oleh tentor yang ahli

Rumah baca dengan konsep alam terbuka. Peserta akan dibawa kepada suasana yang damai

dengan diiringi instrument–instrument lembut. Fasilitas ini bisa disebut “outdoor in indoor”.

Green house reading adalah tempat yang digunakan untuk membaca dimana fungsinya selain

menambah pengetahuan juga sebagai relaksasi. Musik terbukti dapat membuat hati seseorang

lunak. Dan disini buku yang disediakan tidak hanya buku terkait technopreneur tetapi juga

wawasan secara umum.

Tempat bagi para peserta program TCP untuk beristirahat dan menikmati pudding yang

disiapkan untuk merefresh otak. Tempat ini juga digunakan pengunjung untuk menyampaikan

Page 41: Technopreneur Camp Program

32

kritik, saran dan keluhan dalam pelaksanaan TCP sehingga akan selalu ada renovasi untuk

perbaikan ke depannya.

Technopreneur

Merchandising

Area

Assembling course

Conversation short course

Education movie

Penyediaan fasilitas–fasilitas perakitan seperti spare part atau komponen untuk belajar

merakit motor, robot dan hal–hal lain yang melatih kemampuan otak kanan.

Kursus singkat melatih kemampuan berbicara di depan umum dengan menerapkan sistem 3

bahasa. Terdapat tentor yang akan memberi masukan tentang cara cepat melatih kemampuan

linguistik.

Area yang memutarkan film–film tentang pendidikan

Page 42: Technopreneur Camp Program

33

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kegiatan entrepreneur akan membentuk anak jalanan mandiri, terutama

mandiri dalam segi finansial dan meningkatkan skill anak jalanan. Selain itu,

pendidikan terkait penggunaan teknologi juga penting untuk diberikan karena

teknologi pada zaman modern ini sudah semakin cangih dan terus berkembang.

Oleh karenannya dengan adanya pendidikan kombinasi antara teknologi dan

enterpreneur (Technopreneur) maka anak jalanan akan mampu bersaing dengan

anak-anak lainnya dan memiliki masa depan yang lebih baik. Berdasarkan

pendidikan kombinasi antara teknologi dan enterpreneur (Technopreneur)

tersebut maka penulis menawarkan sebuah program bagi kemajuan masa depan

anak jalanan.

TCP (Technopreneur Camp Program) merupakan program pendidikan yang

dirancang khusus bagi anak jalanan dalam bentuk pendidikan Technopreneur yang

mengarahkan peserta program untuk membuat sebuah ide usaha yang kemudian

direalisasikan ke dalam sebuah usaha nyata. Ide usaha yang dijalankan dengan

mensinergiskan pendidikan entrepreneur dan penggunaan teknologi dalam

mengembangkan usahanya. Program ini didesain untuk memfasilitasi

pengembangan invensi dan inovasi bagi anak jalanan dalam menjalankan ide

usaha yang berorientasi pada hasil (impact oriented) terhadap pemberdayaan anak

jalanan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong agar anak jalanan

mampu menghasilkan invensi dan inovasi produk yang dapat diterima oleh

masyarakat sehingga dapat memberikan manfaat baik secara finansial maupun

aspek sosial bagi anak jalanan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu

hasil pembelajaran tersebut akan muncul peran anak jalanan sebagai pemuda yang

cepat tanggap dan berkompeten dalam menciptakan lapangan kerja.

5.2 Saran

Program Pendidikan TCP dengan kombinasi pendidikan technology dan

enterpreneur merupakan solusi dari permasalahan banyaknya anak jalanan yang

belum terbedayakan dengan baik. Maka dari itu, penulis memiliki saran-saran

Page 43: Technopreneur Camp Program

34

kepada stakeholder agar nantinya ketika gagasan ini diimplementasikan, semua

pihak dapat turut berkontribusi dalam menyukseskan gagasan ini. berikut saran

yang dapat penulis sampaikan :

a) Pemerintah

Pemerintah dapat berkontribusi menjadi sponsor utama dalam membantu

pendanaan pembangunan camp. Dengan adanya donasi dari pemerintah,

diharapkan ketersediaaan modal awal dan keberlangsungan program dapat

berjalan dengan lancar. Legalitas program yang diturunkan secara langsung

oleh pemerintah, juga akan memberikan kemudahan pengembangan

program untuk kedepannya.

b) Investor

Karena pendirian TCP (Technopreneur Camp Program) bukanlah untuk

tujuan finansial, maka dari itu dibutuhkan kerjasama yang baik dengan pihak

swasta dalam bentuk dana dan jasa lainnya seperti computer gratis, web

gratis, jurnal gratis, sumbangan dana pelaksanaan TCP (Technopreneur

Camp Program) dan lain sebagainya.

c) Kalangan Akademisi

Kalangan akademisi termasuk mahasiswa adalah agent of change and agent

of control. Sehingga terus berusaha membantu dengan memberikan

sumbangan–sumbangan pikiran dalam pengembangannya. Selain itu, peran

para akademisi sebagai pengelola, pelaksana sekaligus sebagai detective

Technopreneur diharapkan dapat terealisasi sesuai tujuan awal program ini

dilaksanakan. Harapannya mahasiswa dapat memanfaatkan TCP

(Technopreneur Camp Program) sebagai sarana terbaik dalam membagi

ilmu dan berbagi pengalaman disini.

Page 44: Technopreneur Camp Program

ix

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan Prinst, 2003. Hukum Anak Indonesia, hal. 82-83. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

De Moura, S.L, 2002 “The Social Construction of The Street Children:

Configuration and Implications” British Journal of Social Work vol 32 pp

253-367.

Departemen Sosial, 2004. Pedoman Pelayanan Sosial Anak Terlantar di Luar

Panti. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak.

Handayani, K, 2009 . Identifikasi anak jalanan di kota medan. Skripsi Fakultas

Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatra Utara.

Henny, 2007. Ranperda Gepeng Sapu Anak Jalanan DI Medan, Jurnal Perempuan

55, YJP Bandung, hal. 40.

Huraerah, Abu, 2006. Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa.

Idzha, Gely Nurmurey, 2013. Mekanisme Pertahanan Ego Pada Anak

Jalanan. Jurnal Online Psikologi Vol. 01 No. 01, Thn. 2013 ISSN. 2301-

8259. Diakses 23 Juli 2013 dari http://ejournal.umm.ac.id.

Karnaji, (et.all), 2001. Studi Tentang Penyusunan Model Pembinaan dan

Pemberdayaan Anak Jalanan. Jurnal Penelitian Dinamika Sosial dan Ilmu

Politik volume 2 Nomor 3. Univesitas Airlangga.

Menteri Kesejahteraan Sosial, 2009, Pemberdayaan Anak Jalanan,

http://elmurobbie.wordpress.com/2009/10/23/pemberdayaan-anak-jalanan

Meykeh Simboh, 2006, “Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Magang”,

http://www.jugaguru.com/article/49/tahun/2004 diakses 23 Juli 2013.

Middlemas, Natha. 2011. Pendaftaran Kelahiran dan Pencapaian Hak-Hak Anak:

Studi Kasus Kota Malang. Skripsi Australian Consortium for In-Country

Indonesian Studies (ACICIS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Muhammadiyah Malang.

Oktaria, Yudit.2008. Konsep Diri Anak Jalanan Usia Remaja. Jurnal Psikologi

Volume 1, No. 2,

Sallahuddin, Odi .2000. Anak Jalanan Perempuan. Semarang: Yayasan Setara.

Page 45: Technopreneur Camp Program

x

Saputra, H. (2008, Desember 21). Masalah Anak Jalanan [1]. Available FTP:

http://www.harjasaputra.wordpress.com. 9 April 2007.

Siregar,Hairani. Rani, Zulkifli, Suriadi, agus. (2001). Faktor Dominan Anak

Menjadi Anak Jalanan Di Kota Medan. Jurnal Studi Pembangunan April

2001, Volume 1,Nomer 2. Universitas Sumatera Utara.

Wargan, K., & Dershem, L. (2009). Save the children “don’t call me a street

child”.Georgia: Act Research. Diakses 24 Juli 2013 dari

http://www.unicef.org.html/.

Page 46: Technopreneur Camp Program

xi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua Kelompok

1. Nama lengkap : Ferina Irzani

Auliawati

2. Tempat dan tanggal lahir : Pasuruan, 17

Oktober 1993

3. Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

4. Fakultas : Teknologi Pertanian

5. Perguruan tinggi : Universitas Brawijaya

6. Nomor telepon dan ponsel : 081936849161

7. E-mail : [email protected]

8. Alamat rumah : Dusun. Luwung Rt.01Rw.02 Beji,

Kab Pasuruan

9. Karya ilmiah yang pernah dibuat :

1) Alcera Gel (Allium cepa l. dan Aloe vera GEL) Pemanfaatan Kulit Bawang

Merah dan Daging Lidah Buaya Sebagai Gel Obat Luka Bakar.

2) E-AMDAL Solusi Efektifitas Penerapan Peraturan Daerah No 15 Tahun

2001 Tentang Amdal Kota Malang.

3) ZAM (Zeolit Adsorben Mask) : Potensi Serat Daun Nanas dan Abu

Terbang (Fly Ash) sebagai Bahan Baku Pembuatan Masker

10. Penghargaan yang pernah di raih :

1) Juara III PKM-GT Tingkat Fakultas Teknologi Pertanian 2012

Page 47: Technopreneur Camp Program

xii

Anggota Kelompok

1. Nama lengkap : Lusiana

Watinigsih

2. Tempat dan tanggal lahir : Kediri, 9

Februari

1993

3. Jurusan : Akuntansi

4. Fakultas : Ekonomi dan

Bisnis

5. Perguruan tinggi : Universitas Brawijaya

6. Nomor telepon dan ponsel : 085736179117

7. E-mail : [email protected]

8. Alamat rumah : Jalan Gereja No.82

9. Karya ilmiah yang pernah dibuat :

1) Peran CSR (Corporate Social Responsbility) sebagai Marketing Strategy

Dalam Meningkatkan Brand Equity Perusahaan untuk Mencapai

Sinergisitas Triple Bottom Line

2) Reef Protect Eco-Action” sebagai Upaya Peningkatan Wisata Bahari dan

FAD (Fish Aggregation Device) Melalui Optimalisasi Dana CSR Berbasis

Konsep PRA

3) Sekolah Intuisi Bersama Dwiko sebagai Upaya Pendidikan Anti Korupsi

untuk Anak di Indonesia

10. Penghargaan yang pernah di raih :

1) Harapan II LKTA tingkat Nasional 2013 di Universitas Jambi

2) Juara II LKTI tingkat Nasional 2013 di Universitas Brawijaya

3) Finalis Call of Accountant Paper tingkat Nasional 2013 di Universitas

Andalas

Page 48: Technopreneur Camp Program

xiii

LAMPIRAN

Diagram Konsep Pelaksanana TCP

Anak Jalanan

(dibawah 7 Tahun)

Anak Jalanan

(8-12 Tahun)

Anak Jalanan

(13-18 Tahun)

Bimbingan Kesetaraan

1) Basic Level

2) Acceleration

Level

3) Challenge Level

4) Developing Level

5) Comprehensive

Level

6) Advanced Level

Aplikasi dalam Masyarakat

Pengawasan

Detektif Technopreneur

Pemberian Reward

Ready ANJAL

Pendidikan

Enterpreneur

dan

pengapikasian

Technology Pendidikan TCP

(Metode SCORING)

Pemantauan

Detektif Technopreneur

dilakukan

secara

berskala

tiap bulan

dilakukan

tiap 6 bulan