Download - Tanggungjawab Sosial-dimensi Ham

Transcript
  • TA

    NG

    GU

    NG

    JAWA

    B SO

    SIAL

    PE

    RU

    SAH

    AA

    N B

    ER

    DIM

    EN

    SI HA

    M T

    injauan Teori dan P

    rinsip-prinsip Universal D

    an Implem

    entasinya di Indonesia

    TANGGUNG JAWAB SOSIALPERUSAHAAN BERDIMENSI HAM

    Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip UniversalDan Implementasinya di Indonesia

    JL. Latuharhary No. 4B, Menteng, Jakarta Pusat 10310Telp: 62-21-3925230, Fax: 62-21-3925227, 3912026Website: www.komnasham.go.id

    K O M I S I N A S I O N A L H A K A S A S I M A N U S I A

    Komnas HAM menyambut gembira kian maraknya kepedulian dan komitmen dunia usaha di Indonesia untuk menerapkan parameter-parameter HAM dalam kegiatan bisnis mereka, baik inisiatif-inisiatif dalam menerapkan Accountability 1000 (AA1000), SA 8000 ataupun keterlibatan dalam agenda global, seperti pencapaian Millienium Development Goals ataupun Global Compact Principles.

    Dengan demikian HAM sebagai komitmen universal sesungguhnya tidaklah harus selalu dipertentangkan dengan dunia usaha atau bisnis. Bisnis yang berdimensi HAM menjadi suatu keniscayaan dalam perspektif bisnis berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan berhenti dalam suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong untuk menjadi sebuah gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen dari dunia usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang ini sedang kita cita-citakan, sebagaimana bunyi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM: Semua manusia dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.

    Abdul Hakim Garuda Nusantara

    Ketua Komnas HAM 2002-2007

    KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

    2013

  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    1PB

    TANGGUNG JAWAB SOSIALPERUSAHAAN BERDIMENSI HAM

    Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip UniversalDan Implementasinya di Indonesia

    KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

    2013

  • 32

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

    Tanggungjawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM: Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di IndonesiaJakarta: Komnas HAM, 2013, 110 hal., 15 cm x 21 cm

    Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

    Kutipan Pasal 72 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

    Pasal 72:

    1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan

    pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling

    sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

    tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)

    2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual

    kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

    tahun dan/denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    32

    TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM

    Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Kontributor :

    Abdon Nababan, Abdul Hakim G. Nusantara, Agung Nugroho, A. Sony Keraf, Fransiscus Welirang, Bambang Wirahyoso, Benny K Harman, George Martin Sirait, Hadi Purnomo, Ign. Wahyu Indrio, Mardiasmo, Sujoko Efferin, Tony A. Prasetyantono, Wahyudi Atmoko

    Reka Bentuk: Agung Budi

    Tim Penerbit Cetakan Kedua: 2013

    Penanggungjawab : M. Nurkhoiron, Hafid AbbasKoordinator : Banu AbdillahAnggota : Didong Deni Anugrah, Arief Suryadi, Fauzan Faradli, Mira Harti, Kurniasari Novita Dewi, Hari ReswantoEditor : Rusman WidodoDesain Cover Cetakan Kedua: Galih

    Diterbitkan oleh Komnas HAM

    Hak Cipta (Copyright @ 2006) Komnas HAM

    Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin dari Komnas HAM

    Cetakan pertama 2006Cetakan kedua 2013

    KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIAJl. Latuharhary 4B Jakarta 10310

    Telp. (62 21) 392 5230, Fax. (62 21) 391 2026www.komnasham.go.id

    ISBN: 978-979-26-1445-9

  • 54 54

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

  • DAFTAR ISI

    54 54

    Daftar Isi

    Kata PengantarKetua Komnas HAM 7

    BAB I

    CSR Berdimensi HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum 11

    CSR Berdimensi HAM :Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan HukumHAM dalam Dunia Bisnis 13

    Diskursus Pembangunan dan HAM di Indonesia 19

    Situasi Yang Terus Berubah 29

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berbasis HAM 39

    HAM dalam Dunia Bisnis 43

    Corporate Social Responsibility: Mempertanggungjawabkan Mandat Perusahaan dari Masyarakat dan Lingkungan Hidup 49

    BAB II

    Implementasi HAM Dalam Bisnis 57

    Implementasi HAM Dalam Bisnis : Studi Kasus di Lima Perusahaan 59

    Implementasi HAM Dalam Praktik Bisnis Dari Perspektif Pelaku Usaha 80

  • 76 76

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Implementasi HAM Dalam Praktik Bisnis Pandangan Pemangku Kepentingan- 87

    BAB III

    Masa Depan CSR Berdimensi HAM Berbagai Catatan Rekomendasi 97

    Agenda Yang Diperlukan Untuk Memperkuat Gerakan Ini 99

    Aspek Hukum Perlu Disentuh Secara Aktif oleh Pemerintah 102

    Mempromosikan CSR Berperspektif HAM Melalui Instrumen Fiskal 104

    Lampiran-lampiran 109

  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    76 76

    BKATA PENGANTARKetua Komnas HAMTanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi Hak Asasi ManusiaBERBIcARA mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, tak bisa dilepaskan dari peran strategis dunia usaha sebagai salah satu poros perubahaan. Dunia usaha telah memberikan kontribusi yang besar dalam kemajuan-kemajuan sosial, ekonomi dan budaya. Namun di sisi lain, dalam aras yang sama kita juga dihadapkan berbagai proses marjinalisasi terhadap sebagian masyarakat akibat pembangunan dan industri aliansi, yang menghadirkan dampak-dampak tidak menguntungkan bagi masyarakat, berupa terabaikannya hak-hak masyarakat, hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat, atau pada tingkat yang lebih serius terjadinya berbagai pelanggaran HAM di sektor kegiataan korporasi, seperti: kasus hubungan industrial dan hak-hak pekerja, kerusakan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat, privatisasi sektor publik, dan perlindungan hak-hak ulayat masyarakat adat.

    Melonjaknya kelompok-kelompok masyarakat rentan tersebut menyebabkan masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi terus menjadi momok. Berbagai formulasi dilakukan untuk memerangi kemiskinan namun juga

  • 98 98

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    tidak menyelesaikannya. Kita tak perlu berdebat panjang untuk menentukan kriteria kemiskinan mestilah beranjak dari pendekatan berbasis hak.

    Amartya Sen, seorang ekonom Bank Dunia, yang pantas kita juluki seorang pejuang HAM, menemukan, bahwa persoalan kemiskinan dan kelaparan itu bukan ketidaktersediaan pangan. Persoalan kemiskinan dan kelaparan adalah persoalan keberhakan. Jadi bukan soal kita harus impor beras atau tidak, tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana pembangunan dan kegiatan ekonomi itu diarahkan untuk bisa menjamin hak-hak kodrati manusia, hak untuk mendapatkan pangan, sandang, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak, dan lain-lain yang kesemuanya tertuang dan dijamin dalam Konstitusi Negara UUD 1945.

    Hal ini memanglah membutuhkan kesediaan kita semua untuk berdialog. Langkah-langkah ratifikasi berbagai kovenan HAM, serta bagaimana kita menyikapi secara arif pro kontra revisi UU ketenagakerjaan (13/2003) adalah modal sosial kita untuk melanjutkan proses dialog itu.

    Komnas HAM menyambut gembira kian maraknya kepedulian dan komitmen dunia usaha di Indonesia untuk menerapkan parameter-parameter HAM dalam kegiatan bisnis mereka, baik inisiatif-inisiatif dalam menerapkan Accountability 1000 (AA1000), SA 8000 ataupun keterlibatan dalam agenda global, seperti pencapaian Millienium Development Goals ataupun Global Compact Principles.

    Dengan demikian HAM sebagai komitmen universal sesungguhnya tidaklah harus selalu dipertentangkan dengan dunia usaha atau bisnis. Bisnis yang berdimensi HAM menjadi suatu keniscayaan dalam perspektif bisnis berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan berhenti dalam suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong untuk menjadi sebuah gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen dari dunia usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang

  • KATA PENGANTAR

    98 98

    ini sedang kita cita-citakan, sebagaimana bunyi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM : Semua manusia dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan.

    Komnas HAM menaruh komitmen untuk adanya dialog yang intens di antara stakeholders. Semoga buku ini dapat memperkaya khazanah kita dalam melihat implementasi HAM dalam praktik bisnis di Indonesia dan membantu upaya-upaya yang lebih memadai dalam membangun bisnis yang berperspektif HAM.

    Abdul Hakim Garuda Nusantara

    Ketua Komnas HAM

  • 1110

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    1110

    BAB ICSR BERDIMENSI HAM:

    BERBAGAI LATAR BELAKANG & ALASAN

    TINJAUAN TEORITIS, ETIS DAN HUKUM

  • 1312

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    1312

    DcSR Berdimensi HAM :Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan HukumHAM dalam Dunia BisnisOleh : Abdul Hakim G NusantaraDALAM konteks nasional dan internasional dunia bisnis tidak bisa mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM), karena HAM merupakan dasar fundamental dari hukum nasional dan internasional. Dalam konteks Indonesia, HAM tidak saja tertuang dalam UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999) dan UUD 1945, tetapi juga dalam berbagai kovenan internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, antara lain Konvensi Hak Anak, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial , Konvensi ILO, Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan lain sebagainya. Dalam hubungan internasional mitra-mitra dagang utama Indonesia, seperti AS, Canada, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, merupakan negara-negara yang menjadi negara pihak dalam berbagai kovenan internasional HAM.

    Baik hukum nasional maupun hukum internasional yang menyangkut HAM meletakkan tanggungjawab utama pemenuhan HAM itu pada negara (pemerintah). Itu berarti mewajibkan negara untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik, dalam bentuk UU, PP, PM, dan lain sebagainya yang menjamin pemenuhan HAM. Kebijakan-kebijakan publik ini secara yuridis mengikat para warga termasuk tentunya korporasi. Berbagai

  • 1514

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    perundang-undangan tentang HAM pada dasarnya merupakan public policies yang dikeluarkan oleh negara yang mewajibkan setiap orang atau sekelompok orang termasuk aparat negara atau mereka yang bergabung dalam korporasi untuk menaatinya.

    Berkenaan dengan kewajiban dunia bisnis untuk menaati HAM, The UN Norms on The Responsibilities of TNCs And Other Business Enterprises with Regard to Human Rights menyatakan ada 4 (empet) wilayah HAM yang wajib dihormati oleh dunia bisnis, yaitu sebagai berikut :

    First, Business entities shal ensure equality of opportunity and treatment with a view to eliminating discrimination based on sex, race, religion and other recognized categories of individuals.

    Second, business entities shall not engage in or benefit from war crimes, crimes againts humanity, genocide, torture, force disappearances, forced or compulsory labour and a range of other abuses og the right of the security of the person.

    Third, business shall recognize the right to collective bargaining.

    And Fourth, Obligations with regard to consumer protection and environmental protection.

    Empat wilayah HAM tersebut substansinya sudah termuat dalam berbagai perundang-undangan UU HAM, UU Pengadilan HAM, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Perlindungan Konsumen, dan lain sebagainya. Walaupun produk UU HAM dan UU Pengadilan HAM tidak menyebut secara eksplisit tanggungjawab korporasi dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM. Namun ketentuan yang termuat dalam produk UU itu secara tidak langsung mengikat korporasi. Bukanlah Korporasi itu hakikatnya penjelmaan idea dan kepentingan orang-orang yang mendirikannya. Bukankah policy dan tindakan korporasi itu hasil keputusan orang-orang yang mengkehendakinya? Karena itu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi tidak bisa dilepaskan dari orang-orang yang mengendalikan dan korporasi itu sendiri. Ini tentunya hanya dapat dinilai kasus per kasus.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    1514

    Agar dunia usaha dapat menjawab masalah-masalah HAM secara memadai, kini mulai dikembangkan konsep Corporate Accountability (CA) yang substansinya adalah kewajiban-kewajiban korporasi untuk menghormati dan melindungi HAM, yang bila diabaikan dapat membawa konsekuensi merugikan korporasi yang bersangkutan. Konsekuensi itu bisa bersifat ekonomi, sosial dan atau legal.

    Konsep CA dalam perspektif HAM yang termuat dalam Global Compact 2000 PBB menyatakan :

    Perusahaan-perusahaan yang mempunyai komitmen HAM akan (would) memastikan :

    Di Tempat Kerja :

    i. safe and healthy working conditions;ii. Freedom of association;iii. Non-discrimination in personal practices;iv. No forced or child labour; Rights to basic health, education and housing

    (bila operasi korporasidi daerah yang tidak tersedia housing).

    Di luar Tempat Kerja :

    i. prevert the forcible displacement of individuals, groups or communities; ii. Protect the economic livelihood of local communities; andiii. Contribute to the public debate. Companies have the right and the

    responsibility to express views on mattersYang mempengaruhi operasi mereka, para pegawai mereka, para customer dan communities di mana mereka menjadi bagiannya.

    UN Global Compact mengintrodusir konsep Complicity (keterlibatan) korporasi dalam pelanggaran HAM, sebagai berikut :

  • 1716

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    1. Direct Complicity (Keterlibatan langsung) terjadi bila sebuah perusahaan secara sadar (Knowingly) membantu suatu negara dalam pelanggaran HAM. Contoh : kasus di mana suatu perusahaan membantu relokasi paksa rakyat dalam keadaan berhubungan dengan kegiatan perusahaan;

    2. Beneficial Complicity, sebuah perusahaan mengambil manfaat langsung dari pelanggaran HAM dilakukan orang lain. Contoh, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan, seperti penindasan terhadap protes damai terhadap kegiatan perusahaan atau penggunaan langkah respresif dalam menjaga fasilitas perusahaan;

    3. Silent complicity yaitu, kegagalan perusahaan untuk menghentikan atau bahkan tidak berbuat apa-apa ketika ada UU atau hukum yang mendiskriminasi terhadap suatu kelompok dalam masyarakat. Secara umum perusahaan diam bahkan membiarkan adanya pelanggaran HAM yang bersifat sistematis.

    Di Indonesia pengaturan hukum yang lebih tegas berkenaan dengan CA masih dalam perkembangan. UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999) dalam Ketentuan Umum menyebutkan pelanggaran HAM dapat terjadi karena : a. Perbuatan orang; ataupun b. Kelompok orang, termasuk aparat negara. Dalam kelompok orang ini mestinya termasuk pula korporasi.

    UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat Pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang berbuat merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup (Pasal 41 s/d pasal 46). Sebagaimana kita ketahui perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup itu biasanya menimbulkan pula pelanggaran HAM.

    Di masa Orde Baru sampai hari ini, bila kita berbicara tentang HAM dalam dunia bisnis, kita menyaksikan potret-potret yang penuh dengan kontradiksi. Pada satu sisi kita menyaksikan dunia bisnis membuka lapangan kerja bagi puluhan, ratusan, ribuan, dan bahkan puluhan ribu orang. Yang berarti sebuah kebijakan dan tindakan untuk memenuhi hak atas pekerjaan. Dunia bisnis melalui program CSR-nya juga memberikan bea siswa, membangun

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    1716

    fasilitas kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya. Namun pada sisi yang lain kita menyaksikan berbagai praktik bisnis yang melanggar HAM, seperti, pemaksaan dan penggunaan aparat koersif untuk memaksa penduduk dalam rangka memperoleh sumber daya alam, diskriminasi, sampai bentuk pengupahan dan praktik ketenagakerjaan yang melanggar konvensi ILO.

    Potret dunia bisnis yang kontrakdiktif tersebut di atas, antara lain disebabkan :

    a. Kebijakan CSR lebih merupakan kebijakan yang diputuskan secara unilateral oleh manajemen perusahaan, dan bukan merupakan hasil dialog dari semua stakeholders perusahaan itu. Kelaupun ada dialog itu didominasi pemangku kepentingan yang dominan;

    b. Kebijakan dan tindakan CSR belum sepenuhnya didasarkan pada parameter HAM;

    c. Dinamika persaingan pasar di tingkat internasional dan nasional tidak diimbangi dengan good governance, mengkondisikan negara (pemerintah) untuk menjalankan kebijakan ekonomi yang tidak berorientasi pada HAM;

    d. Lemah dan rapuhnya kedaulatan hukum (rules of law);

    e. Negara dan dunia bisnis masih terbelenggu oleh sistem KKN;

    f. Tidak adanya supervisi dan mekanisme enforcement CSR yang berperspektif HAM, baik pada tatanan nasional dan internasional.

    Di tengah ketiadaan konsep dan policy CSR berperspektif HAM, UN Global Compact memawajibkan perusahaan untuk mempromosikan HAM pada ranah di mana perusahaan tersebut mempunyai pengaruh, seperti pemerintah, komunitas lokal, pemasok dan sebagainya. Namun demikian efektifitas Global Compact masih dipertanyakan. Tiadanya peran UN sebagai regulator dan supervisi berarti menyerahkan efektifitasnya pada enforcement dan efektifitasnya pada pemerintah nasional yang acap

  • 1918

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    mengalah pada tekanan pasar internasional dan kekuatan global lainnya. Di tengtah situasi yang rumit selalu ada upaya dari berbagai pihak untuk membangun CSR berperspektif HAM, misalnya UN Global Compact, Ratifikasi dan Sosialisasi Kovenan Internasional HAM seperti, ICCPR, ICESCR, dan lain sebagainya.

    Komnas HAM sebagai institusi HAM nasional dapat berperan serta dalam mendorong perkembangan dan pelaksanaan CSR yang berperspektif HAM, melalui program pendidikan dan penyuluhan. Oleh karena perumusan, pengembangan dan pelaksanaan CSR yang berperspektif HAM itu memerlukan partisipasi dan dialog semua stakeholders suatu korporasi, Komnas HAM bersama NGO dan kalangan profesional, dan lain-lain dapat mendorong bagi terwujudnya dialog yang genuine yang diperlukan bagi lahirnya CSR berperspektif HAM itu. Ini tentunya mensyaratkan pengetahuan, skill dan profesionalitas semua pihak, dan lebih dari itu trust dan confidence.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    1918

    KDiskursusPembangunan dan HAM di IndonesiaOleh Ign. Wahyu IndriyoKATA pengembangan (development) sejak diintroduksi oleh Presiden AS Harry S. Trauman pada 20 Januari 1949, selalu memiliki dua wajah. Wajah pertama, berbicara tentang masa depan yang cerah dari negara-negara yang masuk kategori developed (negara maju) dan wajah berikutnya adalah gambaran buram dari negara-negara yang dikategorikan terbelakng, bekas jajahan (undeveloped atau underdeveloped country).

    Untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakangan di negara-negara yang baru merdeka dan mengalami kehancuran akibat perang, konsep pembangunan memunculkan berbagai macam model pembangunan, dengan karakteristiknya ialah: menekankan akumulasi kapital, yang sifatnya trickle down effect (menetas ke bawah), serta adanya trade off, artinya setiap sasaran ekonomi yang satu cenderung mengabaikan sasaran ekonomi lainnya. Jadi, jangan bicara pemerataan ketika prioritas sasarannya adalah pertumbuhan. Demikian sebaliknya.

    Doktrin umum yang berlaku, bahwa pembangunan ekonomi hanya dapat berhasil jika didukung oleh instrumen-instrumen ekonomi makro yang baik. Oleh karena itu pengendalian inflasi, anggaran belanja pemerintah serta nilai tukar valuta asing, melalui instrumen moneter dan fiskal selalu

  • 2120

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    menjadi isu penting. Sasaran berikutnya dari langkah-langkah itu ialah laju pertumbuhan ekonomi dan GNP per kapita yang tinggi, pemenuhan kebutuhan pokok serta perluasan kesempatan kerja. Itulah indikator-indikator penting pembangunan.

    Hal ini menyebabkan kurang diperhatikannya aspek-aspek lain dalam proses pembangunan, antara lain masalah hak (rights) dalam proses pembangunan itu. Bahkan muncul kesan, bahwa hak asasi manusia itu bertolak belakang dengan pembangunan ekonomi. Satu-satunya deteminan penting bagi pembangunan adalah investasi dan akumulasi modal.

    Proses pembangunan dan industrialisasi di Indonesia yang diawali rezim Orde Baru (Pelita I, 1969), menekankan strategi industrialisasi yang dihela oleh upah murah (cheap labor) dan sumberdaya alam (resource based industry) dalam rangka menarik investasi. Strategi ini memang secara bertahap telah meningkatkan perekonomian Indonesia melalui indikasi peningkatan angka GNP yang menembus angka USD 1.000 per kapita dan memasukkan Indonesia pada peringkat negara berpenghasilan menengah (1995). Para ekonom menjuluki Indonesia telah mengalami fase transformasi struktural ekonomi, di mana terjadi pergeseran peran dari sektor agraris digantikan oleh sektor industri.

    Namun proses tersebut telah menyebabkan munculnya kelompok yang rentan (vulnerable groups) terhadap pembangunan, antara lain posisi kaum buruh dan masyarakat adat (indigenous people) akibat kebijakan pembangunan yang cenderung tidak berpihak dan meminggirkan posisi mereka.

    Strategi unskilled labor dan cheap labor, menyebabkan maraknya pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Politik perburuhan yang dibangun pemerintah melalui Hubungan Industrial Pancasila (1974) hanya menghadirkan harmoni semu, dan justru kian memberi peluang terjadinya eksploitasi dan kesewenang-wenangan penguasa terhadap kaum buruh. Kasus dahsyat yang bisa disebut di sini adalah tragedi Marsinah, seorang buruh PT Catur Putera Surya, Sidoarjo, Jawa Timur (Mei 1993) yang menyisakan kegelapan penyingkapannya hingga kini. Setelah Marsinah masih banyak lagi yang

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    2120

    lain. Ketika mereka bersuara meminta upah yang layak, mempertanyakan uang lembur, atau meminta hak cuti, mereka ditangkap, dianiaya, beberapa harus kehilangan nyawa dan banyak yang akhirnya kehilangan pekerjaan. Selama lebih 30 tahun pemerintahan otoritarian Orde Baru, buruh dirampas hak-haknya. Namun berbagai macam bentuk represi harus dihadapi buruh ketika hendak memperjuangkan hak-haknya itu.

    Berhembusnya gerakan reformasi (1998) memaksa pemerintah untuk memperbaiki kondisi perburuhan. Pada 5 Juni 1998 pemerintahan Habibie meratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak untuk Berorganisasi. Kemudian pemerintahan Abdurahman Wahid mengeluarkan perundang-undangan baru yang memberikan kebebasan buruh berserikat melalui UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh. Hal ini menjadi iklim yang kondusif untuk lahirnya berbagai serikat buruh. Sistem pengupahan pun mengalami perbaikan, yang semua didasarkan Kebutuhan Fisik Minimum kemudian diganti dengan pendekatan Kebutuhan Hidup Minimum yang cakupannya lebih luas. Dengan demikian terjadi peningkatan kesejahteraan bagi buruh yang cukup signifikan. Meski masih menyisakan persoalan, putusan Mahkamah Konstitusi atas hak uji UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan yang membatalkan beberapa Pasal UU tersebut, patut diakui memberikan angin segar dalam hukum perburuhan.

    Sektor perburuhan masih terus mengalami pasang surut. Perjuangan terhadap hak-hak buruh dihadapkan pada tegangan menyempitnya lapangan kerja akibat terjadinya fase sunset industry pada sebagian besar industri manufaktur di Indonesia. Industri-industri tersebut telah merelokasi pabrik mereka dari Indonesia akibat iklim investasi yang tidak kondusif lagi. Gelombang PHK pun meningkat tajam di sektor garmen / tekstil, pabrik sepatu, industri elektronik, serta tak ketinggalan juga di sektor industri perkayuan yang merupakan andalan, menyusul kenaikan harga BBM akhir September 2005 lalu.

    Ironisnya, sektor perburuhan masih dianggap momok bagi investasi. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menarik investasi dengan menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel (labor market flexibility)

  • 2322

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    yang membuka peluang terjadinya praktik outsourcing (buruh kontrak)1. Akibat dimungkinkannya sistem buruh kontrak ialah hilangnya keamaan kerja dan masa depan buruh (job insecurity)2. Di sisi lain aksi-aksi protes dan mogok buruh sering digiring menjadi kasus kriminalisasi, perbuatan tidak menyenangkan.

    Persoalan lain muncul di industri ekstraktif. Sejak awal 1970-an sektor kehutanan dan pertambangan telah menjadi sektor primadona sumber penerimaan devisa terbesar. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pengekspor kayu tropis terbesar di dunia (mencapai 79% pangsa pasar dunia). Maraknya eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan

    1 Berbagai rujukan dapat menjelaskan hal ini, antara lain : Laporan Lokakarya : Kebijakan Pasar Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial untuk Memperluas Kesempatan Kerja, BAPPENAS, Parthership Electronic Growth, Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta 2004, serta Dr. Ir. Bambang Widianto, MA, (Deputi Bidang Industri dan Ketenagakerjaan Bappenas), Fleksibilitas Kebijakan Pasar Kerja untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Pusat Kajian Asia Timur, Lembaga Penelitian Atma Jaya, Jakarta 2004.

    2 Penelitian yang dilakukan Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) di Jawa Timur dan Jabodetabek (2004) menemukan :nKecenderungan meninglatnya jumlah buruh kontrak daripada buruh tetap (dari

    survey terhadap 34.432 buruh, 32% berstatus buruh tetap, 48% buruh kontrak, dan 20% pekerja lepas)

    nKecenderungan buruh kontrak menerima upah dan jaminan sosial lebih kecil dibandingkan buruh tetap.

    nKecenderungan buruh kontrak tidak mendapatkan fasilitas dan hak-hak normatif dibandingkan dengan buruh tetap.

    ISU ISU MUTAKHIR SEKTOR PERBURUHAN INDONESIA :

    nHak normatif : Upah minimum. nPosisi tawar menawar buruh yang lemah menghadapi PHK. nLabor market flexibility buruh kontrak. nUU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU

    PPHI) nTrafficking (perdagangan manusia) dan masalah buruh migran. nDiskriminasi terhadap pekerja perempuan. nKriminalisasi kasus perburuhan : Perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 335 KUHAP. nRevisi UU Ketenagakerjaan (No. 13 Tahun 2003).

    Sumber : Elect & Control Permasalahan Buruh di Empat Kota (Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Surabaya, PPKM Atma Jaya, 2005 dan berbagai sumber lain.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    2322

    industri ekstraktif telah memunculkan permasalahan-permasalahan, berupa kerusakan lingkungan hidup dan terpinggirkannya masyarakat adat yang secara turun temurun hidup dari hasil alam dan konservasi kekayaan alam. Kerusakan lingkungan telah berakibat hilangnya mata pencaharian mereka. Proses deforestasi yang sangat dahsyat selama 30 tahun diperkirakan telah menyebabkan hilangnya 75% hutan asli Indonesia, atau kira-kira 2 juta ha. (seluas negara swiss) per tahun3. Hal ini tentu berdampak signifikan terhadap peri kehidupan masyarakat di sekitar hutan maupun terhadap kondisi lingkungan hidup secara global. Kasus pabrik pulp PT Inti Indorayon di Sumatera Utara yang membuang limbah klorin (pemutih kertas) menyebabkan pencemaran air sungai yang merupakan sumber penghidupan masyarakat setempat.

    Di sisi lain hak konsesi yang dimiliki perusahaan berbenturan dengan hak ulayat dan memunculkan konflik penguasaan lahan. Pendekatan keamanan digunakan untuk meredam gejolak sosial di kawasan industri pertambangan dan kehutanan yang kerap berujung dengan diberlakukannya DOM (Daerah Operasi Militer). Contoh cukup mutahir ialah pemberlakuan DOM di Papua untuk melindungi kegiatan PT Freeport (1978-1998). Laporan-laporan menyebutkan terjadinya berbagai pelanggaran HAM selama operasi militer tersebut4. Meski DOM telah dicabut, praktik-praktik represif dan pelanggaran HAM masih terus terjadi di Tanah Papua. Kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay (2001) hingga kerusuhan Abepura menyusul pengusiran oleh aparat terhadap masyarakat asli yang melakukan penambangan tradisonal di kawasan PT Freeport (Maret 2006).

    Kebanyakan proyek-proyek industri ekstraktif itu dibiayai oleh Bank Dunia. Akibat menghebatnya kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM di

    3 Laporan FAO/GOI Forestry Project.4 Sumber-sumber yang dapat dirujuk antara lain : Laporan Komnas HAM; Industri Ekstraktif Bukan Jawaban bagi Penghidupan yang

    Bermartabat dan Berkelanjutan: Pernyataan Ornop Indonesia : WALHI, JATAM dan Seksi Asia Pasifik ACF

    bagi Review Industri Ekstraktif Bank Dunia (EIR), di Nusa Dua, Bali, 2003; Position Paper Jaringan Advokasi Tambang (JATAM),

  • 2524

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    industri ekstraktif itu, para stakholder Bank Dunia kemudian merumuskan pedoman yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan industri ekstraktif. Salah satunya ialah : Prinsip Persetujuan Dini (free, prior and informed concern) : Prinsip ini dirumuskan oleh stakeholders Bank Dunia akibat menghebatnya dampak negatif dari proyek pembangunan. Prinsip persetujuan dini mengacu pada Konvensi ILO No. 169 tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat (indigenous people) dari dampak-dampak negatif pembangunan atau suatu proyek5

    Prinsip Persetujuan Dini (free, Prior and Informed concern) :

    Jika ada rencana kegiatan (contoh pertambangan, bendungan, jalan, dan penetapan kawasan konservasi) yang akan dilakukan oleh pihak tertentu di sebuah wilayah, maka harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar wilayah yang akan terkena dampak. Jika masyarakat menyetujui, maka pihak pelaksana kegiatan harus melibatkan masyarakat dalam semua tahapan kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi). Sedangkan jika masyarakat menolak, maka kegiatan tersebut harus dihentikan.

    Kalangan NGO dan pejuang lingkungan hidup meminta diadopsinya pula prinsip-prinsip Deklarasi Rio de Janiero 1992, seperti Prinsip Kehati-hatian (precautionary principle), Prinsip pencemar membayar (Polluters Pay Principle) dan Prinsip pendekatan yang holistik (Holistic Principle) merupakan prinsip keterpaduan siklus-hidup dalam mengambil keputusan yang terkait dengan lingkungan6.

    5 Legal Commentary on the Concept of free, Prior and Informed Consent, UNPO, 2004 dan Shannon Lawrence, Retreat from The Safeguard Policies Recent Trends Undermining Social and Environment Accountability at the World Bank, January 2005.

    6 Rio Declaration on Environment and Development, The United Nations Conference on Environment and Development, 1992.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    2524

    Prinsip ke-15 Deklarasi Rio -

    Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle) :

    Dalam upaya melindungi lingkungan, pendekatan kehati-hatian dini harus diterapkan secara luas oleh negara sesuai dengan kemampuannya. Bila ditemukan ancaman yang serius atau kerusakan yang tidak bisa dihindari (dipulihkan), maka ketiadaan kepastian data ilmiah yang memadai tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan.

    Dalam era ekonomi global keberadaan perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional (MNCs/TNCs) tak dapat dipungkiri telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat maupun keputusan-keputusan politik di tingkat nasional dan global.

    Transnational corporations (TNCs) have increase in size, reach and power largely as a result of the processes of deregulation and privatization associated with economic globalization (Scholte 2000). Approximately 60,000 TNCs and 500,000 foreign affiliates invest more than USS600 abroad annually, and control two thirds of international trade making them central organizers of the emerging global economy (Hansen 2002)

    Negara dan Pasar Sama-sama Gagal :

    Kian membesarnya peran sektor korporasi tidak memberikan jaminan terciptanya pasar yang efisien serta mencapai keseimbangan dinamis seperti yang dibayangkan para ekonom klasik. Kadang pasar juga menghadapi kegagalan (market failure), akibat terjadinya malpraktik bisnis seperti kasus penggelapan pajak, penyalahgunaan posisi dominan dan persaingan tidak sehat, dampak eksternalitas kegiatan usaha yang merugikan masyarakat, pencemaran, dan lain-lain yang menyebabkan pasar menjadi tidak efisien.

  • 2726

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Karena kagagalan pasar, pemerintah melakukan campur tangan. Tetapi di lain pihak terjadi juga kegagalan pemerintah (goverment failure). Dalam banyak hal pemerintah kian tidak mampu memenuhi kebutuhan publik, sementara kebijakan pemerintah kehilangan keefektifannya akibat salah sasaran ataupun praktik korupsi, serta adanya free raiders (para penunggang bebas) yang diuntungkan dengan sektor publik pemerintahan.

    Atretnya peran negara dalam sektor-sektor publik, mengakibatkan menghebatnya proses privatisasi, yakni masuknya korporasi di sektor publik (common goods & public goods) dan hal ini dilakukan tak lepas dari dukungan kebijakan negara untuk membuka pintu lebar bagi kegiatan investasi, seperti kasus Perpres No. 36 Tahun 2005 serta UU Sumber Daya Air (Privatisasi air) yang mengundang kontroversi.

    Sifat ekspansif dari akumulasi modal yang mendominasi proses pembangunan telah banyak menimbulkan distorsi-distorsi yang mengakibatkan lahirnya berbagai pendekatan baru dalam proses pembangunan, seperti people centered development, people driven development, serta rights based development.

    Instrumen-instrument HAM :

    Problem-problem di atas semakin menuntut perlunya suatu acuan dan komitmen bersama di antara tiga poros yang saling mempengaruhi, yakni: negara (pemerintah), dunia usaha (korporasi) dan masyarakat. Deklarasi Universal HAM 1949 (DUHAM) beserta kovenan-kovenan turunannya merupakan acuan paling memadai dan telah banyak diadopsi. Indonesia telah memasukkan DUHAM dalam hukum nasional melalu UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pemberlakuan UU ini membawa konsekuensi terhadap tugas dan tanggung jawab pemerintah untuk: menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan hak asasi manusia dalam berbagai bidang: hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain (Pasal 71 dan 72 UU No.39/1999). Pada akhir September 2005, DPR telah menyetujui

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    2726

    ratifikasi dua kovenan penting yang merupakan turunan DUHAM 1948, yakni Kovenan Internasional Hak Ekosob (Ekonomi, Sosial dan Kebudayaan) dan Kovenan Internasional Hak Sipol (Sipil dan Politik) untuk menjadi UU.

    Di sektor dunia usaha sendiri telah diintroduksi berbagai standar seperti AA 1000, SA 8000, global Compact Principles, selain prinsip-prinsip yang telah dibahas di atas, di mana banyak mengadopsi aspek-aspek HAM di dalamnya. Namun demikian sifat dari instrumen-instrumen ini bukan merupakan alat yang memaksa dunia usaha untuk melaksanakannya dan masih bersifat himbauan moral (moral Persuasion) ataupun inisiatif secara sukarela oleh perusahaan yang diimplentasikan dalam tanggungjawab menunjukkan, perusahaan mulai melakukan pembenahan dan mengimplementasikan standar tersebut ketika ada desakan dan tekanan dari stakeholder (masyarakat, pekerja, dan lain-lain).

    Memadukan Aksi-aksi untuk Mempromosikan HAM :

    Berbagai instrumen telah banyak dilahirkan untuk menciptakan wajah pembangunan dan praktik korporasi yang lebih manusiawi dan selaras dengan nilai-nilai universal (HAM), bahwa sesungguhnya pembangunan ekonomi dan kegiatan dunia usaha bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan prinsip-prinsip universal HAM. Untuk sampai pada pemahaman dan komitmen tersebut, diperlukan inisiatif-inisiatif untuk memadukan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam memajukkan HAM. Komnas HAM sebagai lembaga yang didukung keberadaannya untuk mempromosikan HAM memilik peran yang strategis sesuai dengan tugas dan kewenangan Komnas HAM (Pasal 89 96 UU No. 39/1999).

  • 2928

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Rujukan :

    1. Andrinof A. Chaniago, Gagalnya Pembangunan Kajian Ekonomi Politik terhadap Akar Krisis Indonesia, LP3ES, 2001.

    2. Arief Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, Gramedia 2000.

    3. CDHR, The Right to Development A Primer, SAGE Publication, New Delhi, 2004.

    4. David C. Korten, Kehidupan Setelah Kapitalisme (terjemahan : The Post Corporate World), Yayasan Obor Indonesia, 2002.

    5. Dicky Hardianto (editor), Otonomi & Lingkungan Hidup Prospek Pengelolahan Lingkungan Hidup di Jawa, papua, Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara dan Maluku Pada Era Otonomi Daerah, KONPHALINDO, 2001.

    6. Herb Thompson, Prof. & James Duggie, Non-Sustainable Develpment : The Economics of Logging for Plywood in Indonesia, The Australiasian Journal of Regional Studies, Volume 2, No. 2, 1996.

    7. Sritua Arief, IMF/Bank Dunia & Indonesia, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2001.

    8. Vandhana Shiva, Water Wars Privatisasi, Profit dan Polusi, InsistPress & Walhi, 2002.

    9. -------- Industri Ekstraktif Bukan Jawaban bagi Penghidupan yang Bermartabat dan Berkelanjutan : Pernyataan Ornop Indonesia : WALHI, JATAM dan AMAN serta Ornop Australia : MPI, FOE Australia, dan Seksi Asia Pasifik ACF bagi Review Industri Ekstraktif Bank Dunia (EIR), di Nusa Dua, Bali, 2003.

    10.The East Asian Miracle : Economic Growth and Public Policy A World Bank Policy Research Report, World Bank 1993.

    11. ------, World Bank paper : Bureaucrats in Business What Works, What Doesnt, and Why, World Bank, 1997.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    2928

    TSituasi yang Terus BerubahOleh : Agung Nugroho & Wahyudi AtmokoPendahuluan :TANGGUNG JAWAB perusahaan menurut Milton Friedman adalah membuat laba. Masalah sosial adalah urusan negara, karena perusahaan sudah membayar pajak (Milton Friedman, Capitalism and freedom, 1962 : 133).

    Perkembangan bisnis modern ditandai dengan bangkitnya kesadaran di kalangan dunia usaha, bahwa tugas dan peran perusahaan bukanlah semata-mata menciptakan laba (profit) saja, tetapi bagaimana keberadaan perusahaan itu dapat memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat sehingga masyarakat mencapai kondisi kehidupan yang lebih baik (social benefit). Orientasi perusahaan tidak hanya untuk kepentingan para pemegang saham (share holders), tetapi juga untuk kepentingan para pemegang andil (stakeholders), antara lain masyarakat konsumen, para buruh, kelompok masyarakat setempat yang terkena langsung aktivitas perusahaan, media massa dan pemerintah yang mesti diperhatikan oleh para pengelola perusahaan.

    Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada kemampuannya untuk melayani kepentingan-kepentingan para stakeholder tersebut. Strategi

  • 3130

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    perusahaan adalah membangun bisnis yang berkelanjutan (sustainable business). Perusahaan menjadi sistem yang terbuka terhadap dunia luar (outward looking).

    Di sisi lain, kegiatan dunia usaha yang terus merambah secara luas menjadikannya kekuatan tersendiri dalam tiga poros besar yang saling mempengaruhi, yakni negara masyarakat korporasi. Kekuatan sektor korporasi sebagai sebuah entitas memainkan peranan yang cukup penting. Namun di sisi lain kerap pula menimbulkan dampak-dampak yang tidak menguntungkan bagi masyarakat, berupa terabaikannya hak-hak masyarakat, hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat, atau pada tingkat yang lebih serius terjadinya berbagai pelanggaran HAM di sektor korporasi seperti : kasus hubungan industrial dan hak-hak pekerja, kerusakan lingkungan dan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, privatisasi sektor publik, dan perlindungan hak-hak ulayat masyarakat adat.

    Menghadapi hal ini berbagai pemikiran muncul yang menawarkan berbagai alternatif pemecahan : Alternatif pertama, meminta negara untuk membuat peraturan yang harus ditaati dunia usaha dalam rangka melindungi dan mempromosikan hak-hak asasi manusia. Alternatif kedua, berbagai prakarsa yang dilakukan oleh badan-badan internasional (seperti Bank Dunia, dan lain-lain) untuk menerapkan beberapa prinsip dalam rangka menghindari dampak negatif dari praktik korupsi, terutama yang berkaitan dengan eksplorasi sumber daya alam. Seperti misalnya mengadopsi Prinsip kehati-hatian Dini (precautionary principle) dan Prinsip Persetujuan Dini (prior informed concern) bagi proyek-proyek yang dibiayai Bank Dunia.

    Alternatif lainnya, karena dalam kenyataannya cukup sulit meminta perusahaan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan HAM, tawarannya adalah meminta perusahaan secara sukarela memberlakukan suatu standar dalam kegiatan usahanya yang melindungi HAM.

    Pemberlakuan aturan main dalam mengontrol dan mengendalikan korporasi, dirasakan masih lemah. Sementara pelaksanaan CSR (corporate

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    3130

    social accountability) di Indonesia saat ini masih terkesan sebagai suatu program perusahaan yang tidak berkaitan langsung atau dalam rangka penegakan prinsip universal HAM ataupun nilai-nilai hukum yang mengikat operasi perusahaan sehingga ia harus tunduk. CSR cenderung lebih nampak sebagai program kedermawanan perusahaan (philanthropy) ataupun bentuk kepedulian sosial perusahaan dalam rangka membangun citra perusahaan tersebut.

    Terjadinya globalisasi yang mengakibatkan meningkatnya ekspansi usaha dari perusahaan-perusahaan multinasional/transnasional (MNC/TNC) ke berbagai belahan dunia menuntut perlunya perangkat hukum yang memadai untuk menghindari kemungkinan dampak negatif ataupun potensi terjadinya pelanggaran HAM dari aktivitas usaha mereka. Lahirnya social accountability serta Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Kultural (EKOSOK) maupun kovenan internasional lain yang telah diratifikasi Indonesia sesungguhnya adalah angin segar untuk mempromosikan hak-hak asasi manusia dalam dunia usaha.

    Mengingat berbagai pelanggaran hak asasi manusia banyak menyeret sektor korporasi dan dapat menjadi citra negatif korporasi di masyarakat, agaknya mulai penting dipikirkan aturan main ataupun produk hukum yang lebih jelas dan memungkinkan perusahaan sebagai pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dalam menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Hal ini agaknya penting agar perusahaan tidak menjadi bulan-bulanan dan agar ada suatu acuan yang jelas. Namun hal ini kembali kepada komitmen dan kesungguhan pemerintah untuk menindaklanjuti berbagai ratifikasi tersebut sejalan dengan tugas dan tanggung jawab pemerintahan untuk menghormati (respect), melindungi (protect) dan memenuhi (fulfill) pelaksanaan HAM.

    Komitmen tersebut perlu pula didorong oleh kalangan dunia usaha maupun masyarakat karena diharapkan ada jaminan akan iklim usaha yang lebih sehat dan kepastian dalam regulasi yang dapat menjadi rujukan semua pihak dalam menilai pelaksanaan HAM, baik di sektor korporasi maupun agenda pembangunan secara luas.

  • 3332

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Konsep cSR dan Landasan Teoritiknya :

    Di Indonesia konsep mengenai CSR masih dapat dikatakan baru. Hal ini juga dikarenakan konsep CSR secara tertulis baru ada pada awal tahun 1930-an. Pada saat ini konsep ini menjadi tema besar untuk beberapa perusahaan besar di Indonesia. Hal ini terlihat dari makin banyaknya perusahaan yang berusaha atau mencoba mengerti mengenai konsep CSR itu sendiri.

    Banyak perusahaan setelah kerusuhan tahun 1998 mencari konsep-konsep bisnis yang dapat membuat mereka tetap hidup dalam perubahan besar pada waktu itu, baik secara politik, hukum, sosial maupun ekonomi-bisnis. Beberapa perusahaan besar dilanda demo besar-besaran oleh masyarakat ataupun oleh karyawan sendiri.

    Pada saat itulah banyak perusahaan berusaha melihat kembali prinsip-prinsip bisnis yang mereka jalankan atas terjadinya perubahan-perubahan di Indonesia. Kalangan bisnis mulai sedikit demi sedikit menyadari pentingnya arti sosial dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan semata. Hal ini terlihat dari perusahaan yang berusaha merubah citra mereka dengan CSR ataupun dengan gimik-gimik pemasaran dan promosi. Namun sayang, saat ini konsep CSR masih banyak disalah artikan hanya sebagai aktifitas filantrofis atau donasi. Banyak perusahaan menganggap bahwa kalau sudah banyak memberikan sumbangan kepada masyarakat maka dianggap sudah melakukan CSR.

    Mengacu dari beberapa literatur yang ada, definisi CSR sangat beragam dan belum ada konsensus umum mengenai definisi CSR. Namun demikian, CSR pada umumnya adalah proses pembuatan keputusan yang dihubungkan kepada nilai-nilai etika, mematuhi peraturan yang ada, dan menghormati orang, komunitas dan lingkungan.

    Sangat menarik sekali jika ada suatu kajian mengenai definisi CSR yang sesuai dengan budaya Indonesia, sehingga dapat menjadi panduan bagi masyarakat bisnis di Indonesia.

    Menurut Caroll (Evolution of a Definitional Construct, 1999) konsep mengenai CSR telah ada dan lama dalam sejarah, namun demikian tulisan mengenai

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    3332

    CSR baru ada sekitar pada tahun 1930an. Konsep modern mengenai CSR baru ditulis tahun 1953 oleh Howard R. Bowen dengan publikasinya Social Responsibility of the Businessmen.

    Pada awalnya konsep ini hanya dikenal dengan social responsibility saja. Kata corporate atau korporasi masih belum digunakan, dikarenakan pada saat itu sektor korporasi belum mempunyai pengaruh sosial dan politik sebesar sekarang ini. Menurut Bowen, social responsibility dapat diartikan sebagai berikut: It refers to the obligations of bussinessmen to pursue those policies, to make decision, or to follow those lines of action which are desirable in terms, of the objectives and values of our society

    Kemudian pada pertengahan tahun 60-an, Keith Davis dan Robert Blomstrom pada bukunya yang berjudul Business and its Environment (1966) mendefinisikan social responsibility itu: it refers to a persons obligation to consider the effects of his decision and actions on the whole social system. Businenesses apply social responsibility when they consider the needs and interest of others who may be affaected by business actions. In doing so, they look beyond their firmss narrow economic and technical interest.

    Selanjutnya, pada tahun 1971 untuk menjawab hasil sebuah survey yang dilakukan oleh Opinion Reseacrh Corporation pada 1970, CED (Committee for Economics Development) mencoba mendefinisikan social responsibility ke dalam 3 lingkaran:

    a. Lingkaran Dalam, jelas menyatakan tanggung jawab dasar dari perusahaan adalah untuk membuat keputusan-keputusan yang efisien untuk fungsi-fungsi ekonomi produk, pekerjaan dan pertumbuhan.

    b. Lingkaran Tengah menyatakan bahwa perusahaan dalam menentukan keputusan-keputusan bisnisnya harus dengan sensitif mempertimbangkan perubahan-perubahan nilai sosial dan prioritas masyarakat. Contohnya adalah mengenai perlindungan lingkungan hidup, kesehatan dan keselamatan kerja.

  • 3534

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    c. Lingkaran Luar, tanggung jawab perusahan juga meliputi aktivitas-aktivitas untuk memperbaiki lingkungan sosial, seperti pengentasan kemiskinan dan lain-lain.

    Sedangkan Caroll pada tahun 1979 dalam artikelnya A Theree Dimensional Conceptual Model of Corporate Social Performance, mengatakan bahwa perusahaan mempunyai 4 tanggung jawab utama dalam menjalankan bisnisnya: yakni 1) tanggung jawab ekonomi, 2) tanggung jawab hukum, 3) tanggung jawab etika dan 4) tanggung jawab discreationary (philanthropy).

    Sementara itu beberapa NGO juga berusaha mencari arti CSR, salah satunya adalah dari Philippine Business for Social Progress. Lembaga ini mengartikan CSR sebagai ....a business principles which propose that long-term interest of business is best served when its profitability and growth are accomplished alongside the development of the communities, the protection and sustainability of the environment, and the improvement of the peoples quality of life.

    World Economic Forum pada pertemuannya di Davos 1997 mendefinisikan CSR sebagai .....contribution a company makes to society through its core business activities, its social investment and philanthropy program, and its engagement in public policy. The manner in which a company manager its economic, social and environmental relationships, as well as those with different stakeholders, in particular shareholders, employees, customers, business partners, goverment and communities determine its impacts.

    Danette Wineberg and Philip H. Rudolph (2004) memberi defenisi CSR sebagai: The contribution taht a company makes in society through its core business activities, its social investment and philanthropy programs, and its engagement in public policy,

    Masih menurut Wineberg, CSR itu lebih berdasarkan nilai-nilai (values-based) dan fokusnya keluar (external) perusahaan. Karena itu CSR juga ditujukan pada jajaran stakeholder yang lebih luas. Misalnya, stakeholder internal, seperti: pegawai, pemegang saham; stakeholder eksternal: komuniti, customer, LSM; dan stakeholder lainnya seperti: supplier, kelompok SRI

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    3534

    (social responsible investors) dan licensing partners. Dengan demikian dalam SC, perhatian manajemen tidak saja harus ditunjukan pada standar dasar ekonomi, tetapi juga pada dampak kegiatan perusahaan itu terhadap lingkungan hidup, komuniti, sekitarnya dan masyarakat pada umumnya.

    Sejak 2000, Sekjen PBB Kofi A. Annan secara aktif menyerukan Global Compact Principle, di mana perusahaan dapat berpartisipasi dan bermitra dengan PBB untuk mengatasi akibat-akibat dari globalisasi. Tujuan akhir dari inisatif adalah untuk membuat ekonomi dunia yang berkelanjutan. Ada tiga prinsip yang mendasari dari inisiatif ini: hak asasi manusia, standar kerja dan lingkungan hidup. Inisiatif ini diusulkan untuk supaya dunia usaha mempunyai kerangka dan acuan dalam menjalankan CSR yang secara universal diterima oleh komunitas bisnis internasional.

    Konsep social responsibility terus berkembang dan beberapa konsep baru terus dikembangkan. Beberapa istilah atau penamaan lain dari hasil pengembangan social responsibility adalah seperti: corporate social responsiveneness, corporate social performance, public policy, business ethics, stakeholder management, dan yang terakhir adalah corporate citizenship dan corporate sustainability.

    Trinidad and Tobacco Bureau Standard (TTBS) mendefinisikan CSR sebagai: komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara luas.

    The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR: adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.

    CSR pada umumnya dapat dipahami sebagai bagaimana perusahaan dapat menyeimbangkan antara kebutuhan-kebutuhan atau sasaran-sasaran

  • 3736

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    ekonomi, lingkungan dan sosial di mana pada saat yang bersamaan juga dapat memenuhi keinginan dari para shareholder dan juga stakeholder. Dalam kata lainnya adalah bagaimana perusahaan dapat berinteraksi dengan pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, pemerintah, LSM dan para stakeholder lainnya (sebagai contoh: hak asasi manusia, perlindungan konsumen, hubungan dengan pemasok).

    Pada kesimpulannya CSR menurut Elisabeth Garriga dan Domence Mele dalam artikelnya Corporate Social Responsibility Theory: Mapping the Theory, CSR itu mempunyai fokus pada empat aspek utama: 1) mencapai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan, 2) menggunakan kekuatan bisnis secara bertanggung jawab, 3) mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial dan 4) berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang beretika.

    Hal menarik untuk disimak lebih lanjut dari fenomena CSR adalah mengapa CSR seolah menjadi mercu suar baru dalam bisnis korporat. Dalam beberapa hal, ada banyak yang menyebabkan suatu perusahaan berubah dan mencoba menerapkan praktik-praktik CSR. Salah satu motivasi kunci adalah risiko reputasi dari perusahaan. Hal ini terlihat misalnya pada kasus sebuah perusahaan tambang yang mencoba mengubah citra perusahaan dengan pembentukan Program Kepedulian Masyarakat. Dengan program ini perusahaan berusaha menjadi suatu perusahaan yang bertanggung jawab pada masyarakat tempat dia beroperasi. Selain itu, motivasi lain yang mendorong perusahaan berubah adalah risiko litigasi ke pengadilan. Hal ini banyak terlihat dari perusahaan-perusahaan asing yang dituntut ke pengadilan karena praktik-praktik lingkungan hidup, penggunaan anak di bawah umur, masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

    Aspek hak asasi manusia juga sangat diperhatikan dalam praktik-praktik CSR dikarenakan perilaku buruk dari suatu perusahaan dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan dari investor atau shareholder dan juga dapat menurunkan semangat para karyawan. Hal ini yang akan membuat produktifitas perusahaan menurun, yang pada akhirnya akan berdampak pada menurunnya keuntungan perusahaan.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    3736

    Sebuah penelitian yang dilakukan oleh business for Social Responsibility di Amerika pada 2002 mengatakan bahwa 90% responden menyatakan bahwa mereka ingin perusahaan tidak hanya terfokus pada keuntungan saja. Bahkan 20% dari responden menyatakan bahwa mereka tidak membeli atau memakai produk dari perusahaan yang secara sosial tidak bertanggung jawab.

    Pada 2002 Ernst & Young melakukan penelitian terhadap perusahaan dunia mengenai alasan mengapa perusahaan mengimplementasikan CSR dalam praktik-praktik bisnisnya, yang dirumuskan dalam 10 alasan utama:

    1. Hal yang benar untuk dilakukan.

    2. Reputasi atau citra.

    3. Meningkatkan kinerja bisnis.

    4. Membangun kepercayaan dari stakeholder.

    5. Tekanan dari stakeholder.

    6. Keunggulan kompetesi (competetive advantage).

    7. Tekanan dari investor.

    8. Hubungan masyarakat.

    9. Meningkatkan hubungan dengan investor.

    10. Tekanan dari peer.

    Berbagai macam perubahan itu memunculkan tranformasi dalam filosofi perusahaan. Mereka yang ingin mempertahankan keberadaannya mengubah misinya dari economic company, yang orientasinya memaksimalkan produksi dan profit, menjadi river company yang mampu beradaptasi sesuai perubahan jaman. Dari perusahaan yang inward looking

  • 3938

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    (merasa dapat mendikte pasar dan konsumen) menjadi outward looking (mengutamakan kepentingan stakeholders).

    Maka, dunia bisnis dituntut untuk masuk dalam ideologi inti (core ideology) entitasnya, seperti yang dikemukakan Paul Hawken, seorang pengusaha yang berhasil, being business is not about making money, it is a way to become who you are

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    3938

    DTanggung Jawab Sosial Perusahaan Berbasis HAMOleh : A. Sony KerafDALAM arti sempit, CSR adalah kepedulian perusahaan terhadap kepentingan masyarakat. Jadi, ada semacam komitmen moral perusahaan dalam memajukan kesejahteraan masyarakat, dalam arti tertentu sesungguhnya murni demi kemajuan masyarakat, walaupun secara diam-diam perusahaan pun punya niatan bahwa pada akhirnya hal itu menguntungkan perusahaan dan memberikan citra positif bagi perusahaan tersebut.

    Pada dasarnya perusahaan melaksanakan CSR bukan hanya untuk kepentingan masyarakat, tapi untuk kepentingan stakeholder secara luas. Siapa itu stakeholder ? Dapat kita kategorikan :

    Stakeholder Primer : Pemilik perusahaan, pemegang saham, kreditor, karyawan, konsumen, pemasok, penyalur dan rekanaan.

    Stakeholder Sekunder : pemerintah, masyarakat, pemerintah asing dan media massa.

    Adakah tanggung jawab sosial perusahaan ? Milton Friedman menolak dengan tegas CSR. Menurutnya, tugas perusahaan adalah mencari untung.

  • 4140

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Perusahaan adalah institusi bisnis, bukan sosial. Masalah sosial adalah tanggung jawab pemerintah. Tetapi dalam perkembangannya akhirnya banyak perusahaan menerima konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Karena alasan-alasan :

    1) Bisnis adalah bagian dari masyarakat

    2) Perusahaan adalah institusi bisnis dan juga institusi sosial.

    3) Selain ada resiko, bisnis mendapat untung dari masyarakat.

    Lalu belakangan muncul gagasan bukan hanya CSR namun wacana good Corporate Citizenship, dalam pengertian menjadi warga negara yang baik, yang berperilaku baik terhadap sesama warga negara. Perusahaan juga bisa berperan seperti warga negara yang baik dan bisa berperan aktif dalam membangun kehidupan bernegara yang baik. Ini semua adalah rasionalisasi untuk menerima konsep CSR. Di sinilah letak relevansi HAM dengan CSR.

    Kalau begitu bagaimana realisasi CSR maupun Good Corporate Citizenship? Terkait dengan stakeholder ada rumusan positif, dalam pengertian perusahaan terlibat dalam aktifitas tertentu yang memang dimaksudkan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Ini adalah tuntutan maksimal. Sedangkan rumusan negatif, tanggung jawab perusahaan atau tuntutan minimal dari CSR, yaitu perusahaan minimal tidak boleh melupakan pemangku kepentingannya. Perusahaan yang melanggar adalah perusahaan yang tidak bertanggung jawab. Aktifitas sosial dari dua jenis kegiatan itu ada bermacam-macam, namun salah satunya perusahaan sebagai good citizenship harus mematuhi peraturan apapun di negara itu, menjaga ketertiban sosial. Kalau begitu ia tidak boleh melanggar hak dari para pemangku kepentingan. Itu sedikit menambah diskusi soal CSR.

    Lalu kita akan membahas apa itu HAM? Hak Asasi Manusia adalah hal yang melekat pada diri manusia dengan hak pokok yaitu hak hidup dan hak kebebasan. Lalu berkembanglah hak-hak terkait sampai kemudian belakangan hak ekosob.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    4140

    Bagaimana HAM diimplementasikan dalam lingkup perusahaan? Dalam pemenuhan hak pekerja, sebagai salah satu stakeholder, pekerja harus dipenuhi haknya. Hak atas kesempatan yang sama misalnya, hak berserikat, hak untuk membela diri, misalnya jika pekerja dituduh bersalah, dia harus diberikan kesempatan membela diri.

    Pemenuhan hak konsumen: hak atas kesehatan misalnya. Ada sebuah kasus susu formula. Anak punya hak untuk mendapatkan ASI. Tetapi Nestle secara gencar mempromosikan susu formula, lalu Nestle pun dipermasalahkan. Selain itu, ada hak untuk mendapatkan harga yang wajar, konsumen berhak mengetahui apakah suatu produk itu merupakan produk transgenik atau bukan, dan seterusnya.

    Contoh lain soal tanggung jawab sosial perusahaan adalah perusahaan punya tanggung jawab memajukan kondisi sosial ekonomi di lingkungan/negara di mana perusahaan berada, misalnya ketika Sony hengkang dari Indonesia, pertanyaannya, apakah ia punya tanggung jawab sosial? Ketika ekonomi bagus mereka datang, begitu ekonomi jelek mereka hengkang, ini perlu dipertanyakan tanggung jawabnya.

    Beberapa kasus dalam beberapa tahun terakhir menyadarkan perusahaan bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial. Kasus yang menarik adalah kasus Nike yang digugat oleh banyak LSM internasional karena ia memproduksi di negara berkembang dengan harga yang sangat murah dan menjual dengan harga yang sangat tinggi. Hak-hak pekerja tidak dipenuhi di sini.

    Ada sebuah pertanyaan yang muncul dalam wacana CSR ini, apakah sebuah perusahaan multinasional harus keluar dari negara yang melanggar HAM? Bagaimana dengan perusahaan yang menyewa tentara yang pada akhirnya melanggar HAM? Saya punya dugaan kalau dia kapitalis akan menjawab, yang penting kami diuntungkan.

    Lalu soal peran pemerintah, serius tidak pemerintah? Jangan-jangan ia sendiri melanggar HAM. Kalau ia serius ia harus punya tempat yang serius untuk menjamin HAM. Sering ada kongkalikong antara pengusaha dan

  • 4342

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    penguasa. Pemerintah harus memberi contoh dengan tidak melanggar HAM, termasuk tidak mau dibayar untuk melanggar HAM. Goodwill Agreement yang dilakukan antara pemerintah dengan PT Newmont di Teluk Buyat adalah bentuk halus dari penyuapan karena hak masyarakat adat tidak terpenuhi. Bagaimana ia bisa mendorong perusahaan untuk memenuhi HAM kalau ia sendiri melanggar HAM?

    Tantangan pemerintah untuk membuktikan bahwa serius dalam penegakan HAM :

    1) Pemerintah harus menunjukkan, bahwa pemerintah serius menjamin HAM setiap warga masyarakatnya.

    2) Pemerintah melaksanakan secara serius, konsisten dan konsekuen, konstitusi dan segala peraturan perundangan lainnya yang menyangkut HAM.

    3) Secara khusus memaksa perusahaan memenuhi hak dan kepentingan stakeholder, konsekuensinya pemerintah tidak mau dibayar untuk modus-modus pelanggaran HAM.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    4342

    JHAM dalam Dunia BisnisOleh : Tony A. PrasetyantonoJIKA sebelumnya banyak didiskusikan masalah sustainable development, saya mempunyai spekulasi, bahwa sebagian besar pengusaha kita ini modelnya hit and run yaitu tidak berpikir jangka panjang. Contohnya kasus illegal logging.

    Ada tiga isu pokok penerapan HAM dalam dunia bisnis di Indonesia :

    1. Kebijakan Pengupahan

    2. Kebijakan Non-Pengupahan (Fasilitas, Pengobatan, Hak Cuti, dan lain-lain)

    3. Corporate Social Responsibility

    Masalah pengupahan adalah problem paling mendasar dunia bisnis terkait dengan Hak Asasi Manusia. Ketika kita bicara soal hak normatif buruh, banyak sekali perusahaan yang belum mampu memberikan upah yang memadai, bahkan untuk memenuhi UMP (Upah Minimum Provinsi). Temuan riset saya mengenai kemiskinan di Balikpapan, ternyata upah para penjaga toko itu di bawah Rp 600.000, dan orang yang upahnya di bawah angka itu masih banyak. Ada dilema pengupahan, yakni :

    1. UMP (Upah Minimum Provinsi) Vs Produktivitas Karyawan

    2. Relatively unlimited suplly of labour

  • 4544

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    3. Adakah insentif lain? Atau sebaliknya, pos pengeluaran apa yang membebani pengusaha, sehingga tidak bisa memenuhi UMP? Birokrasi? Rent-seeking behavior? Bribery? Transaction costs?

    Soal pengupahan jika dikaitkan dengan produktivitas buruh memang membuat kita masih sulit bersaing. Untuk mencapai UMP banyak perusahaan meminta karyawannya meningkatkan produktivitasnya. Celakanya, upah kita sudah di bawah UMP dan produktivitasnya pun tidak seimbang. Masalah pengupahan itu sangat kompleks. Karena banyak hal yang mempengaruhi. Misalkan Cina mengapa dia bisa mengupah rendah? Mungkin banyak alasannya. Bisa jadi dikarenakan banyaknya jumlah tenaga kerja, jumlah produksi, dan lain-lain. Kenapa upah bisa demikian murah? Selain faktor supply of labour ada faktor lainnya adalah kursnya yang sengaja dibuat murah. Belum lagi soal kemampuan pemerintah mengendalikan inflasi. Masalah birokrasi pun sampai saat ini masih belum baik. Pemerintah bisa menciptakan birokrasi yang lebih efisien yang dapat menurunkan ongkos. Sehingga pengusaha mempunyai ruang gerak untuk menaikkan upah.

    Isu lain berkaitan laju pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Daya serap tenaga kerja kecenderungannya makin menurun dari tahun ke tahun, sementara angkatan kerja terus membengkak. Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi kita dalam semester I 2006 adalah 4,97%. artinya, jika 1% pertumbuhan ekonomi menyerap sekitar 60.000 tenaga kerja, itu celaka, karena sebelum 2005, daya serap 1% pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 250-300.000 tenaga kerja. Jika pertumbuhan ekonomi tahun 2005 adalah 5,6%, artinya ada sekitar 1,5 juta lapangan kerja baru. Tetapi angkatan kerja baru masuk sekitar 2,1 juta orang. Berarti ada sekitar 600.000 orang menganggur. Belum lagi pengangguran sebelumnya. Sehingga akumulasinya adalah 11 juta orang pengangguran.

    Memang kita masih jauh dari Jepang yang sudah mempunyai UU Ketenagakerjaan yang bagus sekali. Orang Jepang mempunyai hak kerja sebanyak 35 jam 1 minggu. Artinya dengan 1 hari 7 jam orang itu pasti produktif. Dengan adanya UU seperti itu pun masih ada lapangan pekerjaan yang tidak bisa dipasok oleh orang Jepang sendiri, seperti para pekerja-pekerja kasar, dan mereka bukan asli orang Jepang tetapi dari negara lain.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    4544

    Jika melihat supply dan demand tenaga kerja memang terjadi kesenjangan yang cukup jauh dan ini membuat daya tawar pekerja kita sangat mudah. Di lain pihak pengusaha mempunyai daya tawar yang tinggi. Maka, solusinya adalah menggenjot pertumbuhan ekonomi.

    EMPLOyMENT PROBLEM (in million population)

    Year Work ForceNew

    employment emplotedNew job creation

    Open unemployment

    1996 88.19 3.96 83.90 3.79 4.29

    1999 94.85 2.11 88.82 1.14 6.03

    2000 95.65 0.94 89.84 1.00 5.81

    2001 98.81 3.16 90.81 0.97 8.00

    2002 100.78 1.97 91.65 0.84 9.13

    2003 102.88 2.10 92.75 1.10 10.13

    2004 104.98 2.10 94.15 1.40 10.83

    EconomIc growth Vs. nEw job crEatIons

    Year New Job Creation (million)

    Open Unenmployment

    (million)

    Open Unenmployment

    (%)

    1996 3.79 4.29 4.86

    1999 1.14 6.03 6.36

    2000 1.00 5.81 6.07

  • 4746

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    2001 0.97 8.00 8.10

    2002 0.84 9.13 9.06

    2003 1.10 10.13 9.85

    2004 1.40 10.83 10.32

    Isu lain implementasi HAM dalam bisnis terkait dengan kebijakan non-upah, di mana faktanya banyak sekali terjadi pelanggaran HAM, seperti fasilitas, pengobatan, hak cuti, dan lain-lain. Kemudian yang terakhir adalah mengenai Corporate Social Responsibility. Tiga aspek ini bagi saya menjadi isu-isu penerapan HAM dalam konteks dunia bisnis di Indonesia.

    Sekarang CSR sedang menjadi tren dan perusahaan-perusahaan didorong untuk peduli kepada lingkungan, masyarakat, untuk sustainable development.

    Ruang lingkup Corporate Social Responsibility meliputi :

    Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen berkelanjutan yang dibangun oleh perusahaan untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional, sekaligus meningkatkan kualitas hidup komunitas lokal dan masyarakat keseluruhan.

    Hal ini merupakan perwujudan goodwill perusahaan sebagai bentuk apresiasi kepada masyarakat.

    Mendorong kesejahteraan dan perbaikan lingkungan.

    Mendorong pelaksanaan bisnis yang bersih dan bertanggung jawab.

    Memberikan kontribusi positif bagi masyarakat luas pada umumnya dan lingkungan sekitar di mana bisnis dilaksanakan pada khususnya.

    Membangun simpati masyarakat kepada perusahaan yang dapat menunjang terbentuknya citra positif perusahaan di mata publik.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    4746

    Meningkatkan nilai perusahaan melalui pembentukan reputasi yang baik.

    Meningkatkan pemahaman publik terhadap perusahaan melalui informasi yang disalurkan dalam kegiatan sosial.

    Kesimpulan :

    Bagi perusahaan-perusahaan terkemuka dan perusahaan terbuka (MNC, BUMN, maupun swasta), isu HAM dan CSR secara umum tidaklah merisaukan, karena memang itu bagian dari aktivitas mereka.

    Namun bagi perusahaan non-Tbk, isu HAM dan CSR belum menjadi prioritas. Jadi mereka mau mengadakan dan tidak mengadakan tidak ada persoalan, karena mereka tidak ada tekanan dari stakeholders dan shareholders.

    Bahkan bagi banyak perusahaan, isu HAM yang paling mendasar, yakni skema pengupahan, masih belum memenuhi standar minimum (UMP).

    Secara tipikal dapat dideteksi, perusahaan-perusahaan yang masih mengabaikan skema minimal pengupahan, bisanya berargumentasi klasik, bahwa perusahaan masih menghadapi struktur biaya yang inefisien, di antaranya karena menghadapi unnecessary transaction costs, alias biaya siluman yang tidak perlu

    Banyak perusahaan seringkali merasa berada di atas angin, karena tingginya angkatan kerja baru yang masuk pasar tenaga kerja, yang tidak mampu diserap oleh pertumbuhan ekonomi. Ketidakseimbangan ini menyebabkan kuatnya posisi tawar perusahaan dalam menentukan skema pengupahan.

  • 4948

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Rekomendasi :

    Dari sisi pemerintah, upaya memangkas inefisiensi (high cost economy) terutama yang terkait dengan transaction cost (keberadaan birokrasi yang berlebihan yang menciptakan peluang terjadinya bribery) merupakan insentif yang bisa memberi ruang gerak kepada pengusaha untuk meningkatkan kepeduliannya kepada karyawan sendiri (sebagai top issue HAM dalam perusahaan), serta mendorong pelaksanaan CSR.

    Pemerintah bisa menawarkan insentif pajak yang menarik bagi perusahaan yang peduli HAM dan CSR.

    Pemerintah bekerjasama dengan media massa dan LSM harus terus mengkampanyekan perlunya kepedulian terhadap HAM dan CSR di kalangan pengusaha, melalui berbagai liputan dan penghargaan.

    Dari sisi perusahaan, peningkatan anggaran yang terkait isu HAM dan CSR bisa diinternalisasikan ke dalam pos advertasi, serta bisa pula dikompensasikan dengan insentif pajak oleh pemerintah.

    Berkenaan terjadinya market failure dan goverment failure, artinya harus ada tanggung jawab bersama. Posisi pemerintah sebaiknya lebih banyak sebagai fasilitator dan regulator.

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    4948

    Kcorporate Social Responsibility

    Mempertanggungjawabkan Mandat Perusahaan dari Masyarakat dan Lingkungan Hidup

    Oleh : Sujoko Effiesien, PhD

    Pendahuluan

    KETERKAITAN bisnis dan lingkungan eksternalnya menjadi salah satu pusat perhatian utama kalangan akademisi, praktisi, dan regulator, semenjak beberapa dasawarsa terakhir. Perkembangan ini dipicu oleh dinamika sosial globalisasi, menurunnya peran pemerintah dan semakin vitalnya peranan sektor swasta dalam pembangunan ekonomi, dan meningkatnya kesadaran dan tuntutan masyarakat tentang hak asasi manusia, keadilan, kesejahteraan sosial, lingkungan hidup dan pemberdayaan. Hal-hal di atas berdampak pada munculnya berbagai diskursus tentang bagaimana seharusnya bisnis dikelola dan sejauh mana tanggungjawab yang diemban.

    Salah satu wacana yang sering disebut adalah Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Pengertian CSR sendiri memiliki beragam makna dan interprestasi sehingga kerap muncul perdebatan yang tidak berdasarkan landasan berpikir yang sama (coelho et al, 2003, Post 2003, Driver 2006, Lawrence et al, 2005).

  • 5150

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    shareholder theory :

    Ada beberapa kontroversi landasan berpikir tentang pentingnya CSR. Paradigma klasik bersumber dari shareholder theory. Teori ini mengatakan bahwa manajemen mendapatkan mandat dari pemilik/pemegang saham sehingga tujuan perusahaan adalah untuk memaksimalkan keuntungan bagi pemilik tersebut (Freidman 1962, Coelho et al,2003). Implikasinya, segala tindakan manajemen dapat dijustifikasi hanya jika dapat menghasilkan keuntungan bagi pemilik. Manager yang beretika adalah mereka yang mampu memilih alternatif tindakan bisnis yang paling ekonomis, tidak melanggar hukum dan transparan. Tindakan perusahaan yang terkait dengan community development dianggap perlu manakala hal tersebut dianggap vital bagi kelangsungan hidup perusahan dalam jangka panjang (misalkan kepentingan membangun citra positif, meningkatan daya saing/kesejahteraan masyarakat, memperluas pasar, atau menghindari boikot produk perusahaan).

    Dengan demikian, kepentingan pemilik menjadi pusat dari segala pertimbangan sebelum mengambil sebuah putusan. Kepentingan masyarakat luas hanya dapat dipenuhi jika sejalan dengan kepentingan pemilik.

    stakeholder theory :

    Sebaliknya, Stakeholder theory mengatakan, bahwa manajemen perusahaan harus menyeimbangkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda dari mereka yang hidupnya dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan (disebut stakeholder) sehingga kepentingan pemilik bukan satu-satunya pertimbangan (Lawrence et al, 2005; Post 2003). Lawrence et al (2004,46) mendefinisikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap segala tindakan yang mempengaruhi orang lain, masyarakat dan lingkungannya. Manajemen dianggap perlu untuk mengidentifikasi siapa saja yang dianggap sebagai stakeholder utama dan apa kepentingan masing-masing dalam rangka mengambil putusan /tindakan bisnis yang tepat/beretika. Community development dianggap sebagai perwujudan dari penyeimbang berbagai kepentingan yang berbeda-beda tersbut

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    5150

    (enlightened self-interest). Teori ini sudah memasukkan hal-hal yang lebih luas dari sekadar hukum formal yang berlaku, misalnya hak asasi manusia, keadilan, pelestarian lingkungan dan sebagainya.

    Pendukung dari teori yang pertama (shareholder theory) mengkritik, bahwa adalah tidak mudah untuk menentukan siapa saja stakeholder yang harus diperhatikan sehingga ini justru membuka peluang bagi manajemen untuk melakukan penipuan dan korupsi yang merugikan pemiik dengan mengatasnamakan kepentingan masyarakat (Coelho et.2003). Bagi mereka, shareholder theory lebih memberikan pegangan pasti dan jelas tentang kepada siapa manajemen bertanggung jawab. Dengan demikian ukuran etika juga lebih mudah ditetapkan dan diacu. Sebaliknya, pendukung stakeholder theory mengatakan bahwa shareholder theory terlalu menyederhanakan masalah dengan menganggap produk hukum formal selalu mampu menutupi lubang-lubang etika yang muncul (Post2003).

    Ketidaksempurnaan pasar dan hukum memerlukan pertimbangan yang jauh lebih luas, sehingga alasan kepastian ukuran etika dianggap tidak relevan. Di samping itu, kesulitan untuk mengidentifikasi siapa stakeholder utama dapat dipecahkan dengan membuat batasan bahwa stakeholder adalah mereka memiliki peran jelas, kuat maupun lemah dan memiliki klaim yang berlegitimasi untuk menyatakan bahwa kepentingan turut dilayani oleh bisnis tersebut (Kaler 2002). Pada umumnya ada enam pihak yang dianggap sebagai stakeholder utama, yakni:

    1) Karyawan

    2) Manajemen

    3) Pemilik/pemegang saham

    4) Supplier

    5) Konsumen

    6) Masyarakat lokal

  • 5352

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    Paradigma Alternatif :

    Selain dua teori di atas, ada beberapa paradigma alternatif yang muncul belakangan dalam memandang hubungan antara bisnis dan lingkungannya terkait CSR.

    Pandangan yang selaras juga dikembangkan Stomer (2003). Menurutnya, bisnis menerima mandat dari masyarakat luas, termasuk di dalamnya para pekerja (karyawan), konsumen, pemegang saham, dan masyarakat sekitar untuk menciptakan kesejahteraan sehingga perusahaan harus mempertanggungjawabkan mandat itu. Di era globalisasi ini peran dunia usaha dianggap telah mereduksi peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi, sehingga kesejahteraan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama, bukan pemerintah semata.

    Konsekuensi berkembangnya paham kapitalisme selama ratusan tahun telah menjadi sebuah kenyataan, yaitu makin besarnya peran pemilik modal dalam segala aspek kehidupan. Logikanya adalah semakin besar kemampuan yang dimiliki, semakin besar pula tanggung jawab yang diminta. Namun bentuk pertanggungjawaban tersebut tetap dalam koridor keberlanjutan.

    Keberlanjutan peningkatan kesejahteraan masyarakat inilah (dan bukannya kepentingan pemegang saham belaka) yang menjadi sumber legitimasi bagi pertimbangan ekonomis, legal dan etis dalam mengambil putusan bisnis.

    cSR dan Sistem Manajemen

    Hubungan antara sistem manajemen dan CSR dapat digambarkan melalui tiga prinsip yang saling terkait satu dengan yang lainnya :

    1) doing things right the first time (melakukan dengan benar sejak awal),2) doing the right things (melakukan hal yang benar), dan3) continous improvement-innovation (perbaikan terus menerus dan

    inovasi) (Zwetsoloot 2003).

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    5352

    Sistem manajemen memiliki penekanan terhadap prinsip yang pertama sebagaimana banyak dibahas dalam literatur manajemen. Prinsip ini menjadi dasar bagaimana manajemen harus melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya akan membawa dampak positif/negatif bagi masyarakat karena hal tersebut di luar konteks prinsip pertama. CSR, sebaliknya lebih menekankan pada prinsip yang kedua, yaitu : doing the right things. Artinya, fokus CSR adalah mengkaji apakah hal yang mau dilakukan dapat dibenarkan dari segi kepentingan masyarakat luas. CSR diharapkan dapat menjadi filter awal untuk mengidentifikasi alternatif tindakan yang dapat dijustifikasi secara legal dan etis. Prinsip ketiga, continous inprovement and innovation, menjadi landasan kedua prinsip sebelumnya, yaitu agar manajemen senantiasa berusaha memperbaiki kinerjanya secara terus menerus melalui proses belajar tanpa henti.

    Berbagai standarisasi sistem manajemen yang ada, seperti ISO 140001 (untuk pengolalaan lingkungan hidup), OHSAS 18001 (akuntabilitas sosial khususnya untuk perusahaan multinasional yang beroperasi di negara berkembang), adalah dasar berpikir pelaksanaan prinsip pertama : doing things right the first time. Standarisasi tersebut berujung pada sertifikasi yang dapat digunakan untuk menjadi sumber legitimasi pelaksanaan CSR. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah standarisasi tersebut berujung pada sertifikasi yang dapat digunakan untuk menjadi sumber legitimasi pelaksanaan CSR. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apakah standarisasi tersebut sungguh-sungguh mencerminkan aspek manusiawi dari bisnis, yaitu pengakuan, harga diri, arti seorang manusia dan hak asasi manusia ? Sistem manajemen dapat terjebak ke aspek prosedural semata yang belum tentu menyentuh aspek manusiawi secara mendalam atau bahkan lebih celaka lagi adalah menggunakan sertifikasi tersebut sebagai legitimasi belaka.

    Integrasi CSR dan sistem manajemen dapat dilakukan dengan mengkombinasikan ketiga prinsip di atas secara sitematis dan konsisten. Manajemen, pertama-tama, perlu menentukan tujuan perusahaan, sasaran dan tindakan apa yang dianggap benar dalam arti dapat

  • 5554

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    dipertanggungjawabkan kepada masyarakat pemberi mandat. Ini berarti prinsip kedua (doing the right things) yang digunakan sebagai titik awal. Setelahnya barulah prinsip pertama (doing things right the time) digunakan dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut dari alternatif yang dipilih sebelumnya. Sistem manajemen melalui siklus di atas hanyalah untuk memastikan bahwa prioritas tindakan etis yang dipilh dapat dijalankan secara efektif dan efisien. Dari akumulasi pengetahuan dan pengalaman selama beroperasi, manajemen perusahaan, dengan tetap memelihara komunikasi yang efektif dengan para stakeholders, kemudian senantiasa melakukan perbaikan dan inovasi secara terus menerus agar apa yang dilakukan hari ini lebih baik dari kemarin dan besok lebih baik dari hari ini.

    Standarisasi sistem sebagaimana disebut dalam berbagai contoh di atas, paling banyak hanya dapat dianggap sebagai salah satu dari sekian alternatif yang tersedia yang masih perlu diuji relevansinya dan validitasnya melalui komunikasi dengan stakeholder, bahkan dalam kasus justru perlu dihindari karena sesungguhnya standarisasi itu sendiri telah berangkat dari asumsi bahwa ada kebenaran tunggal yang bersifat universal tentang apa yang baik bagi setiap orang di muka bumi. Mengingat standar adalah sesuatu yang telah ditetapkan sebelumnya, maka standarisasi tersebut justru dapat mendorong manajemen perusahaan untuk mengabaikan/menutupi komunikasi yang tulus dengan komunitas karena menganggap komunikasi tersebut hanyalah buang-buang waktu dan bahwa sertifikat sistem manajemen peduli manusia dan lingkungan yang diperoleh dapat dijadikan senjata sumber legitimasi jika timbul masalah di kemudian hari. Alih-alih mendorong CSR yang sesungguhnya, standarisasi dan sertifikasi berpotensi menjadi sumber legitimasi yang menempatkan prosedur di atas substansi. Dialog antar stakeholder adalah lebih berguna daripada sertifikasi.

    Agenda Masa Depan :

    Agenda ke depan yang bisa ditawarkan adalah reedukasi masyarakat, membentuk forum diskusi stakeholder, pembakuan dan penyempurnaan

  • BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum

    5554

    standar secara berkala untuk pelaksanaan CSR berbasis HAM dan pembentukan dewan penegak etika tingkat regional, perlu usaha kolektif dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan jaminan perlindungan atau rehabilitasi bagi masyarakat yang secara sah terbukti dirugikan karena malapraktik korporasi, merancang perlindungan bagi korporasi dari segala bentuk pemerasan atas nama CSR dan skema insentif bagi korporasi yang melaksanakan CSR secara sungguh-sungguh. Faktanya peranan pemerintah di negara mana pun sangat turun. Kapitalisme global adalah keniscayaan bukan lagi opsi di mana pemerintah bisa melindungi rakyatnya. Indonesia tidak punya lagi pengusaha yang memproduksi barang-barang produk sehari-hari. Ini juga kesalahan masyarakat Indonesia sendiri yang tidak mencintai produk dalam negeri. Peranan pemerintah hanya sebagai fasilitator untuk menuntut harga dirinya kembali. Globalisasi bisa diminimalisir dengan kode etik. Karena hukum tidak mungkin mengatur semuanya karena terlalu mahal. Maka kode etik bisa merupakan alternatif untuk CSR terutama untuk area abu-abu. Perangkat hukum diperlukan untuk mengatur pelaksanaannya. Bagaimana proses pengambilan keputusan dan evaluasi ini juga perlu diatur dalam hukum. Mungkin nanti bukan lagi rapat umum pemegang saham tetapi rapat umum stakeholder. Ini sudah merupakan urgensi bukan untuk memusuhi modal asing tapi untuk membumikan, untuk meningkatkan harkat martabat pada nilai-nilai lokal sebagai modal sosial. Untuk pembentukan forum mungkin Komnas HAM bisa menjadi membuka jalan tapi selanjutnya bisa dilakukan sendiri.

    Sampai konsep itu terbentuk dan menjadi badan mandiri itu lebih baik. Forum stakeholder itu sebaiknya individual bukan kolektif untuk menghindari kepentingan-kepentingan yang lebih besar. Forum ini bisa untuk merancang CSR

    CSR adalah ajakan hati nurani yang berasal dari dialog dan kebersamaan.

  • 5756

  • Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

    5756

    BAB IIIMPLEMENTASI HAM

    DALAM BISNIS

  • 5958 5958

    Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal dan Implementasinya di Indonesia

  • BAB II IMPLEMENTASI HAM Dalam Bisnis

    5958 5958

    DImplementasi HAM Dalam BisnisSTUDI KASUS DI LIMA PERUSAHAANOleh : Tim Peneliti Komnas HAM7PendahuluanDEWASA ini Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sudah menjadi wacana yang kian popular dalam dunia bisnis. Sebagai salah satu acuan penting dalam CSR adalah Social Accountability (SA 8000). Acuan ini merujuk pada kaidah universal hak asasi manusia, seperti Konvensi ILO, Konvensi Hak Anak, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948. Karena berlaku secara universal, prinsip-prinsip HAM denga