TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN
PENGANGKUTAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) DI SEI
GALUH RIAU ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA V
DENGAN CV. SIPAKKO JAYA
STUDI PADA CV. SIPAKKO JAYA
JURNAL
OLEH:
MARIA BR NAPITUPULU
NIM : 150200298
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2019
i
ABSTRAK
Maria BR Napitupulu1
Edy Ikhsan2
Zulfi Chairi3
Hubungan antara manusia dalam hal pemenuhan kebutuhan harus diatur dan
disepakati oleh kedua belah pihak dan dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dimana
pengaturannya terdapat dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian
dianggap sah apabila telah memenuhi empat syarat sahnya suatu perjanjian.
Pengangkutan merupakan salah satu kebutuhan yang memegang peranan penting
dalam kehidupan manusia dan dalam pelaksanaannya diatur dalam perjanjian
pengangkutan yang harus sesuai dengan pengaturan hukum pengangkutan yang
berlaku. Perjanjian pengangkutan pada umumnya mengandung asas campuran dan
dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari kendala yang muncul. Hal ini dapat berujung
pada terjadinya sengketa antara para pihak yang membutuhkan adanya tanggung jawab
para pihak dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis empiris dimana sumber
data yang digunakan adalah bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Penelitian dan pembahasan mendalam mengenai Perjanjian Pengangkutan Tandan
Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya
menunjukkan bahwa perjanjian pengangkutan tersebut telah sesuai dengan peraturan
yang berlaku serta menganut asas campuran dalam pelaksanaannya. Namun dalam hal
tanggung jawab para pihak dalam penyelesaian sengketa tidak tercantum secara jelas di
dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Kerja (Kontrak).
Kata Kunci : Perjanjian, Pengangkutan, Asas Campuran
1 Mahasiswa Depertemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara 2 Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara 3 Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
ii
ABSTRAK
Maria BR Napitupulu4
Edy Ikhsan5
Zulfi Chairi6
Human relationship in term of meeting needs must be arranged and agreed by both side and formed into a regulation. Where the regulation can be found in book III of Code of Civil Law. The regulation is considered valid if it meets the four conditions. Transport is one of many needs which holds the important role in human’s life and the implementation is regulated by transport regulation that must be corresponding to valid transport code law. Transport regulation generally contains mixed principle and in the implementation, there would always be an obstacle. This can lead to a dispute between sides that need responsibilities of the sides in settling the dispute. The research method used in this research is empirical jurisdiction where the data sources are primary law material and secondary law material. Deep research and discussion about Tandan Buah Segar (TBS) Transport Regulation between PT. Perkebunan Nusantara V with CV. Sipakko Jaya shows that it is already in accordance with the valid regulation, also adhere mixed principle in the implementation. However, the responsibility of the parties in settling the dispute is not clearly stated in the contract. Keywords: Regulation, Transport, Mixed Principle
4 Student of Civil Law Department of Faculty of Law of Universitas Sumatera
Utara 5 Supervisor I, Economic Law Department of Faculty of Law of Universitas
Sumatera Utara 6 Supervisor II, Economic Law Department of Faculty of Law of Universitas
Sumatera Utara
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia dikategorikan sebagai makhluk sosial yang berarti dalam
menjalani kehidupannya manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu
membutuhkan orang lain dalam segala hal. Hal ini dikarenakan sifat alamiah
dari manusia sendiri yang selalu ingin hidup bersama dan bermasyarakat. Di
tengah kehidupan bermasyarakat, hubungan antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain bisa disebabkan karena banyak hal antara lain
proses pemenuhan kebutuhan dan kesamaan kepentingan. Hubungan
tersebut harus diatur dan disepakati oleh kedua belah pihak sedemikian rupa
agar tidak terdapat perbenturan kepentingan yang nantinya akan
menyebabkan kerugian pada salah satu ataupun kedua belah pihak.
Pengaturan mengenai hubungan ini lazim dikenal dengan sebutan perjanjian
atau perikatan.
Dalam hal pemenuhan kebutuhan, satu permasalahan klasik yang akan
terus menjadi pertanyaan dalam sepanjang kehidupan manusia yakni
bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan untuk bertahan
hidup. Kebutuhan sendiri merupakan suatu hal yang secara naluriah muncul
dalam diri manusia sebagai bentuk dari keinginan akan suatu hal baik itu
benda maupun jasa yang memberi kepuasan tersendiri bagi manusia baik itu
kepuasan jasmani maupun rohani. Kebutuhan hidup manusia sifatnya tidak
terbatas dan seiring berjalannya waktu semakin kompleks mengikuti
perkembangan zaman. Meskipun kebutuhan pokok manusia berupa sadang,
pangan, papan masih menempati urutan teratas dalam kebutuhan hidup
manusia, tidak menutup kemungkinan bahwa kebutuhan lainnya seperti
pendidikan, kesehatan bahkan transportasi atau pengangkutan juga
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.
Menurut Soekardono, pengangkutan adalah perpindahan tempat
mengenai benda-benda atau orang-orang, karena perpindahan itu mutlak
diperlukan untuk mencapai dan meningkatkan manfaat serta efisiensi. Selain
itu, pengangkutan juga dapat diartikan sebagai pemindahan barang dan
2
manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.7 Sedangkan fungsi pengangkutan
adalah memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai, atau dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa fungsi pengangkutan adalah sebagai jembatan
penghubung waktu dan ruang yang memisahkan antar para pembeli dan para
penjual.8
Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif,
perlu diketahui aspek-aspek yang terkandung dalam konsep pengangkutan
yakni pengangkutan sebagai usaha (business), pengangkutan sebagai
perjanjian (agreement), dan pengangkutan sebagai proses penerapan
(applying process). Ketiga aspek tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir
dengan pencapaian tujuan pengangkutan.9 Untuk melakukan pengangkutan
barang dari satu tempat ke tempat tujuan dilakukan melalui suatu perjanjian.
Keterkaitan antara perjanjian dan pengangkutan dapat dilihat dari definisi
pengangkutan yang diungkapkan oleh HMN Purwosutjipto yang menyatakan
bahwa pengangkutan sebagai suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut
dan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan
tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar
ongkos angkut. Pada dasarnya, perjanjian pengangkutan merupakan
perjanjian biasa, yang tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam Buku III
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan, selama tidak ada
pengaturan khusus tentang perjanjian pengangkutan dalam peraturan
perundang-undangan di bidang angkutan.
Perjanjian dan perikatan memiliki keterkaitan dimana perjanjian
merupakan salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain dari Undang-
Undang yang dapat menimbulkan perikatan. Hal ini terkandung dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang walaupun tidak memberikan rumusan,
definisi, maupun arti istilah "perikatan" namun pada Pasal 1233 menyatakan
bahwa "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
7 Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan,
2005, hlm. 3. 8 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Universitas
Trisakti, Jakarta, 2009, hlm. 2-3. 9 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2013, hlm. 1.
3
Undang-Undang." Secara etimologis, perikatan didefinisikan sebagai suatu
hubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana pihak yang berhak
menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi
tuntutan itu.10 Berbeda dengan definisi yang diberikan ilmu pengetahuan,
perikatan diartikan sebagai suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara 2 orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.11
Tanggung jawab sendiri diartikan sebagai sikap dan perilaku untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya),
Negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, tanggung jawab diartikan sebagai keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya) atau fungsi menerima
pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.12 Dalam
perjanjian pengangkutan, dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di
bidang pengangkutan yang masing-masing berkaitan dengan tanggung jawab
pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Prinsip-
prinsip ini terdiri atas Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Kesalahan,
Prinsip Praduga Bahwa Pengangkut Selalu Bertanggung Jawab, Prinsip
Praduga Bahwa Pengangkut Selalu Tidak Bertanggung Jawab, Prinsip
Tanggung Jawab Mutlak, dan Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab.
CV. Sipakko Jaya merupakan perusahaan pengangkutan yang
berada di Pekanbaru, Riau. Sejak didirikan tanggal 01 Oktober 2005, CV ini
berorientasi usaha dalam bidang pengadaan barang dan jasa, konstruksi, dan
pengangkutan khususnya pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) sebagai
rekanan di PT. Perkebunan Nusantara V. Tandan Buah Segar (TBS) sendiri
diartikan sebagai suatu bagian dari produksi kelapa sawit yang merupakan
produk awal yang kelak akan diolah menjadi minyak kasar CPO (Crude Palm
Oil) dan inti sawit (karnel) sebagai produk utama disamping produk lainnya.
Dimana CV. Sipakko Jaya disini mengangkut Tandan Buah Segar (TBS) yang
10 Lukman Santoso. Hukum Perikatan, Setara Press, Malang, 2016, hlm. 5. 11 Purwahid Patrik. Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung,
1994, hlm. 2. 12 https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses tanggal 13 November 2018
pukul 14.00.
4
telah dipanen oleh PT. Perkebunan Nusantara V menuju pabrik untuk diolah
lebih lanjut. Kegiatan pengangkutan yang dilakukan CV. Sipakko Jaya ini
terhadap PT. Perkebunan Nusantara V pasti dilandasi oleh perjanjian yang
telah disepakati masing-masing pihak. Perjanjian pengangkutan itu sendiri
tentu mengatur banyak hal seperti hubungan hukum antara kedua belah
pihak, prosedur pelaksanaan pengangkutan, penyelesaian sengketa antara
kedua belah pihak dan banyak hal lainnya yang berujung pada tanggung
jawab CV. Sipakko Jaya sebagai pihak pengangkut dan tanggung jawab PT.
Perkebunan Nusantara V sebagai pihak pengirim.
Keberadaan perjanjian pengangkutan ini jelas memegang peranan
penting dalam tercapainya tujuan dari masing-masing pihak. Hal ini
dikarenakan dalam proses pelaksanaan pengangkutan sering kali terdapat
kendala-kendala yang tidak diharapkan baik itu berasal dari pihak
pengangkut, pihak pengirim maupun pihak ketiga. Kendala-kendala inilah
yang dapat memicu timbulnya sengketa antara para pihak. Sehingga hak dan
kewajiban serta tanggung jawab masing-masing pihak perlu diuraikan secara
jelas agar kendala yang muncul dapat diselesaikan baik dan tidak merugikan
pihak manapun. Oleh sebab itu diperlukan adanya perjanjian pengangkutan
dalam proses pelaksanaan pengangkutan sebagai kepastian dan pedoman
bagi para pihak. Namun perjanjian pengangkutan tersebut harus sesuai
dengan peraturan yang berlaku dan sesuai dengan asas dalam perjanjian
pengangkutan itu sendiri.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan
sebelumnya, jurnal ilmiah ini membahas mengenai "Tanggung Jawab Para
Pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) di Sei
Galuh Riau antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya
(Studi pada CV. Sipakko Jaya)."
5
II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
Perikatan sendiri diatur dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang terbagi atas bagian umum dan bagian khusus. Dimana bagian
umum dari buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri terdiri dari
empat (IV) bab dan bagian khusus terdiri dari lima belas (XV) bab. Pada bab II
diatur mengenai ketentuan umum persetujuan sedangkan pada bab V s/d
XVIII ditambah bab VII A diatur mengenai ketentuan khusus. Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata sendiri mengatur mengenai
verbintenissenrecht dan istilah lainnya yaitu overeenkomst. Istilah verbintenis
dan overeenkomst dalam kepustakaan hukum Indonesia diterjemahkan
sebagai berikut:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio
menggunakan istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk
overeenkomst;
b. Utrecht, dalam bukunya Pengantar dalam Hukum Indonesia memakai
istilah perutangan untuk verbintesis dan perjanjian untuk overeenkomst;
c. Achmad Ichsan, dalam bukunya Hukum Perdata, menerjemahkan
verbintenis dengan perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.13
Walaupun buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur
banyak hal mengenai perikatan, namun rumusan ataupun definisi konkrit
mengenai perikatan tidak diatur di dalamnya. Maka sebab itu pemahaman
mengenai perikatan senantiasa didasarkan oleh doktrin (ilmu pengetahuan).
Dalam ilmu hukum perdata, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang
berkaitan dengan harta kekayaan yang dilakukan oleh dua orang atau ebih
atau sebagai para pihak yang melakukan ikatan hukum, yang satu berhak
atas sesuau dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.14 Sedangkan menurut
Hofman, perikatan adalah suatu hubungan antara sejumlah terbatas subjek-
13 Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, Mandar Maju, 2014,
hlm 2-3. 14 Ibid.
6
subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang dari
padanya (debitur/para kreditur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut
cara-cara tertentu terhadap pihak lain yang behak atas sikap yang demikian
itu.15 Tidak jauh berbeda dengan definisi perikatan menurut Sudikmo
Mertukusumo yang mendefinisikan perikatan sebagai hubungan hukum antara
dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi. Wan
Sadjaruddin Baros berpendapat bahwa perikatan itu ialah hubungan hukum
antara dua orang (pihak) atau lebih dalam harta kekayaan yang menimbulkan
hak di satu pihak dan kewajiban di pihak lain.16
Setiap perikatan yang dibuat melalui perjanjian menimbulkan dua akibat
hukum, yaitu kewajiban (obligations) yang ditanggung oleh suatu pihak dan
hak atau manfaat yang diperoleh oleh pihak lain, yaitu hak untuk menuntut
dilaksanakannya sesuatu yang disanggupi dalam perjanjian tersebut.
Terdapat subjek dalam perikatan yang utama yakni para pihak yang
melakukan perjanjian, yaitu pihak kreditor dan debitor. Kedua pihak ini saling
mengikatkan diri (zich verbiden).
Berdasarkan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua
sumber perikatan yaitu pertama perikatan yang lahir dari persetujuan atau
perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari Undang-Undang. Dengan demikian
maka hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Perjanjian adalah sumber yang terpenting
melahirkan perikatan.
Perjanjian menurut Subekti selanjutnya diartikan sebagai suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa inilah
timbul hubungan antara dua orang itu yang disebut perikatan. Dengan
perkataan lain, perjanjian itu menerbitkan perikatan antara dua orang yang
membuatnya. M. Yahya Harahap memberikan pengertian perjanjian atau
verbintennis mengandung suatu pengertian suatu hubungan hukum kekayaan
atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan
hukum pada satu pihak untuk memperoleh potensi dan sekaligus mewajibkan
pihak lain untuk menaikkan prestasi.17 Tidak jauh berbeda dengan pengertian
15 Hofman, Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2003, hlm. 2. 16 W.S. Baros, Sendi Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 2003, hlm. 2. 17 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung, 2002, hlm. 6.
7
perjanjian menurut Wirjono Prodjodikoro yang menyatakan bahwa arti
perjanjian adalah sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda
antara dua pihak dalam mana satu pihak berjanji untuk melakukan satu hal
sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji tersebut.18
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menerangkan secara
sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang
adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Sementara itu, apabila dua
orang salling berjanji, ini berarti masing-masing pihak menjanjikan untuk
memberikan ataupun melakukan sesuatu kepada pihak lainnya yang juga
memiliki arti bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang
telah dijanjikan oleh pihak lainnya. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak
dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.19
Suatu perjanjian memiliki unsur yang dapat dikelompokkan menjadi dua,
yaitu unsur essensialia dan bukan unsur essensialia. Terhadap yang
disebutkan belakangan ini terdiri atas unsur naturalia dan accidentalia.
a. Unsur Essensialia
Eksistensi dari suatu perjanjian ditentukan secara mutlak oleh unsur
essensialia, karena tanpa unsur ini suatu janji tidak akan ada. Contohnya
tentang "sebab yang halal", merupakan essensialia akan adanya perjanjian.
Dalam jual beli, harga dan barang, yang disepakati oleh penjual dan pembeli
merupakan unsur essensialia. Dalam perjanjian riil, syarat penyerahan objek
perjanjian merupakan unsur essensialia. Begitu pula dalam bentuk tertentu
merupakan unsur essensialia dalam perjanjian formal.
b. Unsur Naturalia
Unsur ini dalam perjanjian diatur dalam Undang-Undang, tetapi para
pihak boleh menyingkirkan atau menggantinya. Dalam hal ini ketentuan
Undang-Undang bersifat mengatur dan menambah (regelend atau
aanvullendrecht).
18 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981,
hlm. 9. 19 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancanangan Kontrak, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2010, hlm. 2.
8
c. Unsur Accidentalia
Unsur ini sama halnya dengan unsur naturalia dalam perjanjian yang
sifatnya penambahan dari para pihak. Undang-Undang (hukum) sendiri tidak
mengatur tentang hal itu. Contohnya dalam perjanjian jual beli, benda-benda
pelengkap tertentu bisa ditiadakan.20
Perjanjian sendiri memiliki beberapa asas-asas dalam pelaksanaannya
antara lain:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini bersifat universal yang dilatarbelakangi oleh paham
individualisme. Hal ini berarti kebebasan berkontrak memberikan jaminan
kebebasan kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang
berkaitan dengan perjanjian, di antaranya:
1) Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak;
2) bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;
3) bebas menentukan isi atau kalusul perjanjian;
4) bebas menentukan bentuk perjanjian; dan
5) kebebasan-kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan. 21
b. Asas Konsesualisme
Asas ini menentukan perjanjian dan dikenal dengan baik dalam sistem
hukum Civil Law maupun Common Law. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, asas ini disebutkan pada Pasal 1320 yang mengandung arti
"kemauan atau will" para pihak untuk saling berpartisipasi mengikatkan diri.
Asas konsesualisme berarti kesepakatan (consensus) yaitu pada dasarnya
kontrak atau perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kata sepakat. Kata sepakat disini adalah mengenai hal-hal pokok dari apa
yang menjadi objek perjanjian. Apabila perjanjian dibuat dalam bentuk tertulis
20 I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 43-44. 21 Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 14.
9
maka bukti tercapainya kata sepakat atau konsensus adalah saat
ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang bersangkutan.22
c. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum disebut juga sebagai asas pacta sunt servanda
dimana asas ini mengandung arti bahwa ketika setiap orang yang sepakat
dan bersedia membuat perjanjian hal ini juga berarti ia terikat untuk memenuhi
perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut mengandung kesepakatan yang
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Asas
Kepastian Hukum diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
d. Asas Itikad Baik
Ketentuan mengenai asas ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1338 ayat (3) yang menyatakan bahwa perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Keadaan batin para pihak untuk
melaksanakan perjanjian menurut asas ini harus secara jujur, terbuka dan
saling percaya.
e. Asas Kepribadian
Asas kepribadian menerangkan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat perjanjian hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
Pada pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat ketentuan
yang mengatur asas ini dimana bunyinya, "Pada umumnya seseorang tidak
dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri."
Suatu perjanjian terkait dalam hal kebatalan atau nulitasnya dianggap
batal apabila tidak memenuhi salah satu atau lebih dari satu persyaratan yang
terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Batalnya
perjanjian sendiri bisa digolongkan menjadi 3 antara lain:
a. Perjanjian yang Dapat dibatalkan
b. Perjanjian yang Batal Demi Hukum
c. Perjanjian Batal secara Relatif dan Mutlaak
22 I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., hlm. 46.
10
Lain halnya dengan wanprestasi atau yang lebih dikenal dengan
pelanggaran terhadap perjanjian. Apabila terjadi wanprestasi, maka akan
menerima sanksi hukum yang biasanya berupa ganti rugi. Pada situasi normal
suatu perjanjian, prestasi dan kontra prestasi akan saling bertukar, namun
pada kondisi tertentu pertukaran prestasi tidak berjalan sebagaimana
mestinya sehingga muncul peristiwa yang disebut sebagai wanprestasi.23
Macam-macam wanprestasi antara lain:
a. Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
b. prestasi yang dilakukan tidak sempurna;
c. terlambat memenuhi prestasi;
d. melakukan apa yang di dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.24
Dalam pelaksanaannya, perjanjian dapat dihapuskan dimana hal ini diatur
dalam Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan
beberapa alasan hapusnya perikatan antara lain:
a. karena pembayaran;
b. karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan;
c. karena pembaharuan utang;
d. karena perjumpaan utang atau kompensasi;
e. karena percampuran utang;
f. karena pembebasan utang;
g. karena musnahnya barang yang terutang;
h. karena kebatalan atau pembatalan;
i. karena berlakunya suatu syarat sah pembatalan, yang diatur dalam
ketentuan mengenai perikatan dengan syarat batal; dan
23 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam
Kontrak Komersial, Prenadamedia Group, Jakarta, hlm. 260. 24 Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 74.
11
j. karena lewat waktu yang diatur dalam Buku IV Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
B. TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN
Istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawaan barang-barang
atau orang-orang (penumpang) dimana kata "pengangkutan" sendiri berasal
dari kata "angkut" yang berarti "mengangkut dan membawa".25 Pengangkutan
menurut Abdul Kadir Muhammad diartikan sebagai proses kegiatan memuat
barang atau penumpang ke dalam alat pengangkutan, membawa barang
atau penumpang dari tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan
barang atau penumpang dari alat pengangkut ke tempat yang ditentukan.
Rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari satu
tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat
penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan merupakan
pemahaman dari pengangkutan itu sendiri. Terkait dengan pemahaman
tersebut, berikut kegiatan yang meliputi rangkaian peristiwa pemindahan
tersebut:
a. Memuat penumpang atau barang ke dalam alat pengangkut;
b. membawa penumpang atau barang ke tempat tujuan; dan
c. menurunkan penumpang atau membongkar barang di tempat tujuan.
Pengangkutan yang meliputi tiga kegiatan ini merupakan satu kesatuan
proses yang disebut pengangkutan dalam arti luas. Namun jika ditelaah
dalam artian sempit pengangkutan hanya meliputi kegiatan membawa
penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tempat
pemberangkatan ke tempat tujuan. Untuk menentukan pengangkutan itu
dalam arti luas atau arti sempit, dapat dilihat dari perjanjian pengangkutan
yang dibuat oleh para pihak dan kebiasaan di tengah masyarakat.
C. TINJAUAN UMUM TENTANG TANGGUNG JAWAB DAN SENGKETA
25 Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 1.
12
Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keharusan bagi
seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan kepadanya.26
Sedangkan menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas
konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan
dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.27 Menurut
Wahyu Sasongko, tanggung jawab hukum adalah kewajiban menanggung
suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku dan di sini ada norma
atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Sejalan
dengan Ridwan Halim yang mendefiniskan tanggung jawab hukum sebagai
sesuatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu
merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum, tanggung
jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau
berperilaku menurut cara tertentu tidak menyimpang dari peraturan yang
telah ada.
Sedangkan sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan
antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi terhadap
suatu objek permasalahan. Dengan kata lain, sengketa dapat bersifat publik
maupun bersifat keperdataan dan dapat terjadi baik di dalam lingkup lokal,
nasional maupun internasional. Konflik atau sengketa juga bisa diartikan
sebagai situasi dan kondisi dimana orang-orang saling mengalami
perselisihan yang bersifat faktual maupun perselisihan-perselisihan yang ada
pada persepsi mereka saja.28 Dalam konteks hukum khususnya hukum
kontrak, yang dimaksud dengan sengketa adalah perselisihan yang terjadi
antara para pihak karena adanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang
telah dituangkan dalam sautu kontrak, baik sebagian maupun keseluruhan.
Dengan kata lain telah terjadi wanprestasi oleh pihak-pihak atau salah satu
pihak.29
26 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 38. 27 Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,
2010, hlm. 9. 28 Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat,
Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 1. 29 Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di
Pengadilan, Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2012, hlm. 12.
13
Perjanjian pengangkutan sendiri diartikan sebagai suatu perjanjian
dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau
barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi
akan membayar ongkosnya.30 Sedangkan menurut Zainal Asikin, perjanjian
pengangkutan adalah suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk
melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut berjanji untuk
melaksanakannya, sedang orang lain telah pula berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal yang berupa memberikan sesuatu yang berupa pemberian
imbalan atau upah.31 Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum
menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian
pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang sebagai
bentuk persetujuan bahwa pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu
tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau
pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.
Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti
luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan/membongkar,
kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain. Sifat perjanjian pengangkutan
disini adalah timbal balik yang berarti kedua belah pihak masing-masing
memiliki kewajiban sendiri.
Dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut dianggap sudah mengakui
menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ke tempat
yang telah ditunjuk dan menyerahkan kepada orang yang telah dialamatkan.
Adapun pengaturan lebih lanjut mengenai pengangkut diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dimana disebutkan bahwa angkutan adalah perpindahan orang dan/atau
barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di
Ruang Lalu Lintas Jalan. Kendaraan sendiri diartikan sebagai suatu sarana
angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak
Bermotor. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan
oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas
rel. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengangkutan jalan diselenggarakan oleh
perusahaan pengangkutan umum yang menyediakan jasa pengangkutan
30 R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 69.
14
penumpang dan/atau barang dengan kendaraan umum di jalan. Maka
pengangkut pada pengangkutan jalan adalah perusahaan pengangkutan
umum yang mendapat izin operasi dari pemerintah menggunakan kendaraan
umum dengan memungut bayaran.
Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya merupakan perjanjian
pengangkutan yang dimana lokasi pelaksanaannya dari Afdeling I, II, dan III
Kebun Sei Galuh ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Sei Galuh PT. Perkebunan
Nusantara V. Adapun yang menjadi objek dalam perjanjian pengangkutan ini
berupa Tandan Buah Segar sebanyak 12.121.000 Kg. Waktu pelaksanaan
dari perjanjian pengangkutan ini adalah terhitung sejak 1 Juli 2018 sampai
dengan 31 Desember 2018. Nilai dari perjanjian pengangkutan ini adalah
sebesar Rp708.593.660,-
Selanjutnya perjanjian pengangkutan ini berisikan 18 Pasal yang telah
disetujui dan disepakati masing-masing pihak. Pasal 1 membahas mengenai
Ketentuan Umum dan Definisi, Pasal 2 membahas mengenai Objek dan
Lokasi Pekerjaan, Pasal 3 membahas mengenai Spesifikasi Pekerjaan, Pasal
4 membahas mengenai Harga, Pasal 5 membahas mengenai Hak dan
Kewajiban Para Pihak, Pasal 6 membahas mengenai Syarat-Syarat
Pembayaran, Pasal 7 membahas mengenai Jangka Waktu Pekerjaan, Pasal
8 membahas mengenai Sanksi, Pasal 9 membahas mengenai Keikutsertaan
Tenaga Kerja Lokal Disekitar Objek Pekerjaan, Pasal 10 membahas
mengenai Keadaan Kahar (Force Majeure), Pasal 11 membahas mengenai
Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond), Pasal 12 membahas mengenai
Pengawasan Pelaksanaan Pekerjaan, Pasal 13 membahas mengenai
Tenaga Kerja Pihak Kedua, Pasal 14 membahas mengenai Kebijakan Mutu,
K3 dan Lingkungan Hidup, Pasal 15 membahas mengenai Addendum Surat
Perjanjian, Pasal 16 membahas mengenai Pembatalan Pekerjaan, PAsal 17
membahas mengenai Penyelesaian Perselisihan dan Pasal 18 membahas
mengenai Penandatangan Surat Perjanjian. Masing-masing pasal tersebut
menjelaskan secara rinci objek kajiannya masing-masing demi mencegah
terdapat perbedaan pemahaman antara kedua belah pihak.
Dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya empat syarat sah
15
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata telah terpenuhi. "Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya"
diartikan sebagai pernyataan mengenai kemauan bebas dari masing-masing
pihak. Syarat kedua adalah "kecakapan untuk membuat perjanjian." Pada
syarat ini yang menjadi bahasan utama adalah subjek dalam perjanjian
pengangkutan tersebut. Baik itu pihak yang memiliki kewajiban maupun pihak
yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban tersebut harus cakap
menurut hukum untuk bertindak sendiri. "Suatu hal tertentu" menjadi syarat
ketiga dalam sahnya perjanjian.
Dalam syarat ketiga ini dijelaskan bahwa objek dalam prjanjian
pengangkutan haruslah jelas. Objek dalam perjanjian pengangkutan disini
adalah hal yang diwajibkan kepada pihak berwajib (debitur) dan hal yang
terhadap pihak berhak (kreditur) mempunyai hak. Dimana yang menjadi
objek dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya tertulis dalam Surat
Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) halaman 3 Pasal 2 yang
membahas mengenai Objek dan Lokasi Pekerjaan. Menurut syarat keempat,
suatu perjanjian pengangkutan dianggap sah apabila disebabkan oleh suatu
sebab yang halal. Dalam hal ini, perjanjian pengangkutan harus dikehendaki
Undang-Undang dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan atau
ketertiban umum. Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara
PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya merupakan
perjanjian dalam pekerjaan pengangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana disebutkan
dalam halaman 1 poin 1 Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak).
Bentuk dari Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara
PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya sendiri termasuk
kedalam perjanjian tertulis dan digolongkan ke dalam perjanjian tidak
bernama karena perjanjian ini belum dikenal dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata dan dalam hal ini PT. Perkebunan Nusantara V dan CV.
Sipakko Jaya menentukan sendiri ketentuan yang ditetapkan dalam
perjanjian pengangkutan tersebut. Selanjutnya Perjanjian Pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS) ini berlaku sebagai undang-undang bagi masing-
pasing pihak di dalamnya.
16
Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya termasuk ke dalam jenis
pengangkutan darat. PT. Perkebunan Nusantara V mempunyai hak untuk
membatalkan atau memutuskan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah
Segar (TBS) secara sepihak apabila ternyata CV. Sipakko Jaya telah
menyerahkan atau memborongkan pekerjaan tersebut baik seluruhnya
maupun sebagian kepada pihak lain. Pembatalan juga dapat terjadi apabila
CV. Sipakko Jaya tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat
yang terdapat dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak).
Hasil pekerjaan CV. Sipakko Jaya yang tidak sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan, Progress Report oleh CV. Sipakko Jaya yang tidak sesuai dengan
schedule dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak),
pelaksanaan pekerjaan pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)
menggunakan barang-barang ilegal, dan hasil inspeksi menunjukkan terdapat
pekerjaan yang merugikan PT. Perkebunan Nusantara V menjadi beberapa
hal lainnya yang dapat menyebabkan batalnya Perjanjian Pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS).
Dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya, asas campuran yang
berarti perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari ketiga perjanjian
yakni pemberian kuasa, penyimpanan barang dan perjanjian kerja jelas
terkandung di dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak).
Dimana hal ini dilihat dari Pasal 2 Perjanjian Pengangkutan. Dalam Pasal 2
disebutkan mengenai Objek dan Lokasi Pekerjaan yang terkandung kalimat
"Perjanjian Pengangkutan TBS dari Afdeling I, II dan III Kebun Sei Galuh
sebanyak 12.121.000 Kg TBS ke PKS Sei Galuh PT. Perkebunan Nusantara
V." Dari kalimat tersebut tersirat bahwa CV. Sipakko Jaya sebagai pihak
pengangkut mendapat kuasa dari PT. Perkebunan Nusantara V untuk
melakukan pekerjaan pengangkutan. Tersirat pula bahwa ada perjanjian
penitipan barang dari PT. Perkebunan Nusantara V yakni berupa Tandan
Buah Segar (TBS) ke CV. Sipakko Jaya untuk diangkut. Selanjutnya
perjanjian kerja antara kedua belah pihak ini adalah dilaksanakannya jasa
pengangkutan oleh CV. Sipakko Jaya kepada PT. Perkebunan Nusantara V
dari Afdeling I, II, dan III ke PKS. Sei Galuh.
17
Dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya, hak dan kewajiban para
pihak tercantum dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak)
Pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban Para Pihak. Adapun yang menjadi
Hak dan kewajiban dari PT. Perkebunan Nusantara V adalah sebagai berikut:
1. PT. Perkebunan Nusantara V berhak menerima hasil pekerjaan CV.
Sipakko Jaya sesuai dengan yang dipersyaratkan di perjanjian;
2. PT. Perkebunan Nusantara V berhak mengawasi dan memberikan
masukan/saran kepada CV. Sipakko Jaya selama pelaksanaan pekerjaan
berlangsung;
3. PT. Perkebunan Nusantara V berhak memberikan teguran/sanksi/denda
kepada CV. Sipakko Jaya apabila CV. Sipakko Jaya tidak melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan di perjanjian;
4. PT. Perkebunan Nusantara V berhak menerima ganti rugi atas kelalaian
pekerjaan CV. Sipakko Jaya;
5. PT. Perkebunan Nusantara V wajib melaksanakan pembayaran atas hasil
pekerjaan CV. Sipakko Jaya.32
Hak dan kewajiban dari CV. Sipakko Jaya dirumuskan sebagai berikut:
1. CV. Sipakko Jaya berhak menerima pembayaran dari PT. Perkebunan
Nusantara V atas hasil pekerjaan sesuai dengan yang dipersyaratkan di
perjanjian;
2. CV. Sipakko Jaya wajib menerima masukan/saran dari PT. Perkebunan
Nusantara V selama pekerjaan berlangsung;
3. CV. Sipakko Jaya wajib mentaati peraturan-peraturan perburuhan
mengenai pengawasan dan keselamatan kerja, kesehatan kerja dan fasilitas
kesehatan sehubungan dengan pekerjaan yang sedang dilaksanakan serta
menjaga keamanan dan ketertiban, terjadinya pemakaian obat-obat
terlarang, perjudian dan minuman keras di sekitar lokasi pekerjaan;
32 Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Pengangkutan Tandan Buah
Segar (TBS) Pasal 5 tentang Hak & Kewajiban Para Pihak.
18
4. CV. Sipakko Jaya bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan dan
keselamatan hasil kerja selama masa pekerjaan berlangsung;
5. CV. Sipakko Jaya wajib membayar ganti rugi/denda yang diderita oleh PT.
Perkebunan Nusantara V, apabila kerugian PT. Perkebunan Nusantara V
tersebut terjadi akibat kelalaian atau kesalahan CV. Sipakko Jaya selama
melaksanakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya.33
Di dalam perjanjian pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya ditemukan kendala
dalam pelaksanaannya. Kendala tersebut bisa berasal dari dalam dan luar,
baik itu dari PT. Perkebunan Nusantara V sendiri, CV. Sipakko Jaya atau
bahkan penduduk sekitar lokasi pelaksanaan perjanjian pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS). Berbagai kendala tersebut juga dapat terjadi
pada beberapa faktor dalam perjanjian seperti objek perjanjian pengangkutan
yakni Tandan Buah Segar (TBS), perjanjian itu sendiri atau bahkan sarana
dan prasarana yang mendukung pelaksanaan perjanjian pengangkutan.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS), kendala yang sering kali ditemui adalah terkait
dengan objek perjanjian pengangkutan yakni Tandan Buah Segar (TBS) itu
sendiri. Tandan Buah Segar (TBS) yang merupakan bahan baku utama
dalam penngolahan kelapa sawit menjadi minyak mentah CPO dan inti sawit
(kernel) harus sesegera mungkin diangkut dari lapangan menuju Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) dalam kurun waktu kurang dari 1 hari (1x24 jam). Hal ini
dikarenakan apabila terjadi keterlambatan maka mutu dan kualitas dari
Tandan Buah Segar (TBS) dapat menurun yang berdampak pada kerugian
yang diderita PT. Perkebunan Nusantara V berupa penurunan harga dari
produksi lebih lanjut Tandan Buah Segar (TBS) itu sendiri.34
Kendala berupa kelalaian atau ketidaksesuaian jadwal dari pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS) ini sering ditemukan dalam pelaksanaan
perjanjian pengangkutan. Ketidaksesuaian jadwal dapat berakibat pada
33 Ibid. 34 Wawancara langsung dengan Paidi sebagai Humas dan Asisten Umum Kebun
Sei Galuh PT. Perkebunan Nusantara V pada tanggal 23 Desember 2018.
19
Tandan Buah Segar (TBS) menginap di lapangan taau di perjalanan. Kendala
ini biasanya berasal dari CV. Sipakko Jaya dan disebabkan oleh berbagai hal
antara lain rusaknya mobil yang menjadi alat angkutan, ketidakdisiplinan
supir angkutan, jalan yang rusak dan gangguan dari penduduk setempat.
Kendala lainnya yang dihadapi terkait dengan Tandan Buah Segar (TBS)
adalah hilangnya Tandan Buah Segar (TBS) diakibatkan oleh ulah penduduk
sekitar. Kendala lainnya terkait dengan objek perjanjian pengangkutan yakni
Tandan Buah Segar (TBS) adalah tertinggalnya brondolan di TPH. Brondolan
yang sudah terkumpul di TPH pada hari itu juga harus diangkut
keseluruhannya. Namun sering kali terdapat brondolan yang teringgal yang
juga dianggap sebagai kendala dalam pelaksanaan proses pengangkutan.
Terkait dengan sarana dan prasarana yang mendukung dalam
pelaksanaan pengangkutan, kendala yang dihadapi dapat berupa rusaknya
mobil angkutan. Mobil yang digunakan dalam proses pengangkutan berupa
truck yang terdiri atas milik pihak pengangkut yakni CV. Sipakko Jaya dan
milik penduduk sekitar sesuai dengan kesepakatan di dalam perjanjian
pengangkutan. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) sendiri dilakukan
dalam jangka waktu yang lama yakni selama 6 (enam) bulan. Dimana jumlah
Tandan Buah Segar (TBS) yang diangkut pun tidak sedikit dengan total
kurang lebih sebanyak 12.000 ton. Hal ini tentunya mempengaruhi kinerja
dari mobil angkutan yang digunakan. Perlu adanya perbaikan dan perawatan
secara berkala terhadap mobil angkutan baik dari pihak CV. Sipakko Jaya
maupun penduduk sekitar sebagai penyedia angkutan. Hal ini sering kali
disepelekan dan dilupakan sehingga kerusakana terhadap mobil angkutan
tidak dapat dihindarkan. Kerusakan mobil angkutan sendiri berdampak pada
keterlambatan proses pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) menuju
tempat tujuan pengangkutan.
Jalan raya sebagai prasarana juga ternyata dapat menyebabkan
timbulnya kendala dalam proses pengangkutan. Jalan raya di perkebunan
yang sering dilalui oleh mobil-mobil angkutan juga dapat mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut juga dapat disebabkan oleh tekanan dari
mobil angkutan yang bermuatan berat, cuaca seperti hujan dan panas yang
tak menentu juga pembangunan yang tidak maksimal. Kerusakan jalan jelas
sangat menghambat proses pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS).
20
Kendala lain yang ditemui dalam proses pengangkutan Tandan Buah
Segar (TBS) dapat bersumber dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang terkait
dengan perjanjian pengangkutan ini sendiri. Sumber permasalahan internal
Sumber Daya Manusia (SDM) dapat berasal dari supir dari mobil angkutan.
Supir sering kali ditemukan tidak disiplin terkait waktu dan jadwal
pengangkutan, tidak jujur dalam pengangkutan dan perhitungan, juga dalam
hal pengawasan proses pengangkutan Tandan buah Segar (TBS).
CV. Sipakko Jaya juga mengaku menemui berbagai kendala dalam
pelaksanaan pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS). Kendala yang
ditemui oleh CV. Sipakko Jaya sama halnya dengan kendala yang
disampaikan oleh perwakilan PT. Perkebunan Nusantara V. Kendala tersebut
antara lain ketidaksesuaian waktu, Tandan Buah Segar (TBS) mengalami
penurunan mutu, hilangnya Tandan Buah Segar (TBS), kerusakan pada
sarana dan prasarana pengangkutan hingga permasalahan terkait Sumber
Daya Manusia.
Kendala lain yang ditemukan terkadang berasal dari perjanjian
pengangkutan itu sendiri. Perjanjian pengangkutan yang dibuat antara PT.
Perkebunan Nusantara V dan CV. Sipakko Jaya terkadang membutuhkan
waktu yang lama baik dalam proses pembuatan hingga pengesahannya.
Terdapat perselisihan dan ketidaksesuaian maksud dan tujuan antara kedua
belah pihak dalam proses perumusan perjanjian. Namun, ditemukan juga
kendala dalam proses pembayaran upah dari jasa pengangkutan Tandan
Buah Segar (TBS). Walau sudah diatur dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan
Pekerjaan (Kontrak) mengenai pembayaran, namun kadang terdapat
ketidaksesuaian waktu pembayaran upah dari pengangkutan yang dilakukan.
Pembayaran yang terlambat dari PT. Perkebunan Nusantara V dapat
berakibat pada terganggunya setiap rencana pekerjaan dari CV. Sipakko
Jaya.35
Dalam pelaksanaan proses pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) ada
juga kendala yang disebut sebagai keadaan kahar atau force majeure.
Kendala ini berupa hal-hal di luar dugaan atau di luar kemampuan masing-
masing pihak yang tentunya menyebabkan kerugian baik itu terhadap PT.
Perkebunan Nusantara V maupun CV. Sipakko Jaya. Hal-hal yang
35 Ibid.
21
dikategorikan sebagai keadaan kahar atau force majeure antara lain banjir,
hujan terus-menerus, huru-hara, gempa bumi, atau bencana alam lainnya,
dan peraturan moneter pemerintah. Keadaan ini tentunya berdampak besar
terhadap pelaksanaan pengangkutan baik itu terhadap objek perjanjian yakni
Tandan Buah Segar (TBS) maupun faktor lain yang terkait di dalamnya
seperti sarana dan prasarana serta Sumber Daya Manusia (SDM) terkait.
Tanggung Jawab para pihak dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan
Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko
Jaya tidak tercantum secara jelas dan detail dalam Surat Perjanjian
Pelaksanaan Kerja (Kontrak). Meskipun terdapat pasal-pasal yang
menggambarkan mengenai tanggung jawab itu sendiri dan masing-masing
pihak dapat mengetahui tanggung jawabnya berdasarkan pasal-pasal
tersebut. Tanggung jawab dalam Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah
Segar (TBS) antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya
menganut prinsip tanggung jawab atas dasar kesalahan. Dalam pelaksanaan
pekerjaan pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT. Perkebunan
Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya tidak pernah terjadi permasalahan
serius yang berujung pada sengketa antara kedua belah pihak. Hal ini
dikarenakan CV. Sipakko Jaya selaku pihak pengangkut selalu mematuhi
setiap pasal yang terdapat di dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan
(Kontrak). Dimana setiap hak dan kewajiban yang dimiliki oleh CV. Sipakko
Jaya dilaksanakan sebagaimana mestinya.36 Begitu juga PT. Perkebunan
Nusantara V selaku pihak pengirim yang melaksanakan hak dan
kewajibannya tepat waktu dan tidak melenceng dari Surat Perjanjian
Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak).
Adapun ketika terdapat kendala dan perselisihan selama pelaksanaan
pekerjaan pengangkutan, kedua belah pihak sepakat untuk
menyelesaikannya melalui jalur non litigasi terlebih dahulu yakni secara
negosiasi dengan musyawarah untuk mendapatkan penyelesaian yang tidak
merugikan pihak manapun dan tetap menjaga hubungan baik keduanya.37
36 Wawancara langsung dengan Viktor James Napitupulu sebagai Direktur CV.
Sipakko Jaya pada tanggal 20 Desember 2018. 37 Wawancara langsung dengan Paidi sebagai Humas dan Asisten Umum Kebun
Sei Galuh PT. Perkebunan Nusantara V pada tanggal 23 Desember 2018.
22
Namun apabila musyawarah yang dilaksanakan tidak menghasilkan
penyelesaian yang layak dan memuaskan, kedua belah pihak sepakat untuk
menyerahkan perselisihan tersebut ke Pengadilan dengan tempat kedudukan
huhkm yang sah dan tidak berubah di Kantor Panitera Pengadilan Negeri
setempat yakni Pengadilan Negeri Bangkinang.38
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya merupakan
38 Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Pengangkutan Tandan Buah
Segar (TBS) Pasal 17 tentang Penyelesaian Perselisihan.
23
perjanjian yang termasuk ke dalam perjanjian tertulis dan berlaku sebagai
undang-undang bagi masing-masing pihak di dalamnya. Dalam hal
substansi, Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS) antara
PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya sudah memenuhi
syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dalam pelaksanaannya
memenuhi asas-asas yang terkandung dalam perjanjian.
2. Dalam pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)
antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV. Sipakko Jaya berlaku
asas campuran dimana asas campuran dalam pengangkutan sendiri
terdiri atas pemberian kuasa, penyimpanan barang dan melakukan
pekerjaan dari penumpang atau pemilik barang kepada pengangkut.
Berlakunya asas campuran ini dapat dilihat dari pasal-pasal yang
terkandung dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak)
dimana CV. Sipakko Jaya sebagai pihak pengangkut mendapat kuasa
dari PT. Perkebunan Nusantara V untuk melakukan pekerjaan
pengangkutan, adanya penitipan barang dari PT. Perkebunan Nusantara
V kepada CV. Sipakko Jaya berupa Tandan Buah Segar (TBS) dan
terdapat perjanjian kerja antara PT. Perkebunan Nusantara V dengan CV.
Sipakko Jaya yakni dilaksanakannya jasa pengangkutan oleh CV.
Sipakko Jaya.
3. Tanggung jawab PT. Perkebunan Nusantara V dan CV. Sipakko Jaya
dalam menghadapi kendala saat pelaksanaan perjanjian pengangkutan
Tandan Buah Segar (TBS) menganut prinsip tanggung jawab atas dasar
kesalahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8 Surat Perjanjian
Pelaksanaan Kerja (Kontrak). Dimana dalam hal penyelesaian
perselisihan atau sengketa, kedua belah pihak memilih jalur non litigasi
yakni secara negosiasi dengan musyawarah atau perdamaian terlebih
dahulu. Namun apabila tidak ditemukan penyelesaian yang layak dan
memuaskan, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut ke Pengadilan yakni melalui Pengadilan Negeri
Bangkinang.
B. Saran
24
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan diatas, yang menjadi saran penulis
adalah sebagai berikut:
1. Agar para pihak dalam membuat perjanjian pengangkutan
memperhatikan hukum dan peraturan yang berlaku agar perjanjian
pengangkutan tersebut memiliki kesesuaian dengan peraturan yang ada
dan dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar.
2. Sebaiknya ketiga jenis perjanjian yang terkandung dalam perjanjian
pengangkutan sebagaimana menganut asas campuran dilaksanakan
secara seimbang satu sama lain agar pelaksanaan perjanjian
pengangkutan berjalan dengan lancar dan menguntungkan para pihak
yang terkait.
3. Ada baiknya dalam penyelesaian kendala atau sengketa dilakukan secara
musyawarah dahulu sehingga hubungan kerja sama antara kedua belah
pihak kedepannya dapat terbina dengan baik. Apabila tidak ditemukan
titik temu dalam penyelesaian kendala, baru dilanjutkan dengan
penyelesaian melalui pengadilan.
DAFTAR PUSTAKA
25
I. BUKU
Adonara, Firman Floranta. 2014. Aspek-Aspek Hukum Perikatan. Bandung :
Mandar Maju
Agustina, Rosa. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta : Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Ali, H. Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika
Amriani, Nurnaningsih. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa
Perdata di Pengadilan. Jakarta : PT. Grafindo Persada
Baros, W.S. 2003. Sendi Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta
E., Algra N.1983. Kamus Istilah Hukum Fokema Andrea Belanda-Indonesia.
Jakarta : Bina Cipta
Hamzah, Andi. 2005. Kamus Hukum. Jakarta : Ghalia Indonesia
Harahap, M. Yahya. 2002. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung : PT. Alumni
Harahap, M. Yahya. 2009. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan.
Jakarta : Sinar Grafika
Hartono, Sri Rejeki. 1980. Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat.
Semarang : UNDIP
Hernoko, Agus Yudha. 2010. Hukum Perjanjian. Jakarta : Kencana
Hofman, 2003. Pokok Hukum Perikatan. Bandung : Bina Cipta
Kamaluddin, Rustian. 1986. Ekonomi Transportasi. Jakarta : Ghalia Indonesia
Martono. 2007. Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional. Bandung
: Raja Grafindo Persada
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta : Kencana
Prenada Media Grup
Miru, Ahmad. 2010. Hukum Kontrak Perancangan Kontrak. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Mulyadi, Yad. 1999. Antropologi. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
Muhammad, Abdul Kadir. 2013. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti
Muhammad, Abdul Kadir. 1991. Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara.
Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Muhammad, Abdul Kadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia Edisi Revisi.
Bandung : Citra Aditya Bakti
26
Notoatmojo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Nugroho, Adi Susanti. 2009. Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Jakarta : Telaga Ilmu Indonesia
Nurbaiti, Siti. 2009. Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api).
Jakarta : Universitas Trisakti
Prodjodikoro, Wirjono. 1981. Azaz-Azas Hukum Perjanjian. Bandung : Sumur
Purba, Hasim. 2005. Hukum Pengangkutan di Laut. Medan : Pustaka Bangsa
Press
Patrik, Purwahid. 1994. Dasar-Dasar Hukum Perikatan. Bandung : Mandar
Maju
Raharjo, Handri. 2009. Hukum Perjanjian di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka
Yustisia
Rahmadi, Takdir. 2011. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan
Mufakat. Jakarta : Rajawali Pers
S., Salim H. 2003. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak.
Jakarta : Sinar Grafika
Santoso, Lukman. 2016. Hukum Perikatan. Malang : Setara Press
Setiawan, I Ketut Oka. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta : Sinar Grafika
Soejono dan H. Abdurrahman. 2003. Metode Penelitian Hukum. Jakarta :
Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2013. Penelitian Hukum Normatif ;
Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : Rajawali Press
Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Sunggono, bambang. 2012. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali
Press
Syahrum dan Salim. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung :
Citapustaka Media
Syamuddin, Mohd. Syaufii. 2005. Perjanjian-Perjanjian dalam Hubungan
Industrial. Jakarta : Sarana Bhakti Persada
Tjakranegara, Soegijatna. 1995. Hukum Pengangkutan Barang dan
Penumpang. Jakarta : Rineka Cipta
Uli, Sinta. 2006. Pengangkutan. Medan : USU Press
Widjaja, Gunawan dan Kartini Mujadi. 2003. Hapusnya Perikatan. Jakarta :
PT. Raja Grafindo
27
Wijayanti, Asri. 2011. Strategi Penulisan Hukum. Bandung : Lubuk Agung
II. INSTRUMEN HUKUM
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) antara PT.
Perkebunan Nusantara V dan CV. Sipakko Jaya No.
76/5.DSGH/SPER/NP/265/VI/2018.
III. INTERNET
https://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses pada tanggal 13
November 2018 pukul 14.00.
https://www.ptpn5.com diakses pada tanggal 2 Desember 2018 pukul
10.00.
Top Related