BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan anak secara
optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat dirawat di
rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan,
seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas
dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak
akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi
melalui kesenangannya melakukan permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada
prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat anak
sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Dinamika secara psikologis menggambarkan bahwa selama anak bermain dengan
sesuatu yang menggunakan alat mewarnai seperti crayon atau pensil warna akan
membantu anak untuk menggunakan tangannya secara aktif sehingga merangsang
motorik halusnya. Oleh karena sangat pentingnya kegiatan bermain terhadap tumbuh
kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan akibat hospitalisai, maka akan
dilaksanakan terapi bermain pada anak usia toddler dengan cara mewarnai gambar.
Bermain adalah kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh
kepuasan. Aktivitas bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi anak,
meskipun hal tersebut tidak meghasilkan komoditas tertentu.
Bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak secara optimal.
Anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan lainnya
sehingga hal tersebut memberikan kebebasan bermain untuk anak sehingga orang tua
dapat mengetahui suasana hati si anak. Oleh karena itu dalam memilih alat bermain
hendaknya disesuaikan dengan jenis kelamin dan usia anak. Sehingga dapat
merangsang perkembangan anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat
di rumah sakit, aktifitas bermain ini tetap perlu dilaksanakan disesuaikan dengan
kondisi anak.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Meminimalkan dampak hospitalisasi pada anak
b. Merangsang perkembangan motorik, sensorik, intelektual, sosial, kreatifitas,
kesadaran diri, moral, dan bermain dengan terapi.
2. Tujuan Khusus
a. Anak dapat mengenali warna
b. Mengembangkan imajinasi pada anak
c. Meningkatkan kemampuan dan kreatifitas.
d. Meningkatkan keterampilan anak.
e. Mengidentifikasi anak terhadap keterampilan tertentu.
f. Memberikan kesenangan dan kepuasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. KONSEP BERMAIN
A. Pengertian Bermain
Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan
fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik
untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi),
belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dilakukannya,
dan mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, et al 2008).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A, 2005).
Jadi kesimpulannya bermain adalah cara untuk memperoleh kesenangan agar anak
dapat kreatif dan mengekspresikan pikiran, tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Bermain merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang
berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi
malas bekerja dan bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli
psikolog mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan jiwa anak.
B. Fungsi Bermain
Fungsi bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
perkembangan intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran diri, moral dan bermain
sebagai terapi.
Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan
rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas anak dapat
mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan
rangsangan taktil,audio dan visual melalui rangsangan ini perkembangan sensorik
dan motorik akan meningkat. Hal tersebut dapat dicontohkan sejak lahir anak yang
telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari
kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu
yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan
atau dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran di kemudian hari anak
lebih cepat berkembang di bandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.
1. Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat
terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan
komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti
dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu
belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang
digunakan dalam permainan,sehingga fungsi bermain pada model demikian
akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
2. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana pada
usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan
merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usia toddler anak sudah
mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses sosialisasi
satu dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti bermain-main berpura-
pura menjadi seorang guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi
seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai
menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang
3. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak
mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu
memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak
akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar
pasang mobil-mobilan.
4. Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk ekplorasi
tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang merupakan bagian
dari individu yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku,
membandingkan dengan perilaku orang lain.
5. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga
adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
6. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini
dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di
rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada
beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan tidak
boleh dilanggar.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas Bermain
Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi terapi bermain
pada anak, antara lain:
1. Tahap perkembangan
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan. Tentunya permainan anak usia bayi tidak
lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.
Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah alat
stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan
permainan anak. Dalam melakukan aktivitas bermain tidak membedakan jenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh
anak laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas, dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat yang
meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak
mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan
tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini dilatarbelakangi
oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan (Supartini, 2004).
3. Status kesehatan anak
Status kesehatan anak juga mempengaruhi aktivitas bermain, karena untuk
melakukan aktivitas bermain diperlukan energi (Wong, et al, 2008).
Walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang
sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja
pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau
anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus
jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip
bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004).
4. Lingkungan yang tidak mendukung
Selain iu, lingkungan tempat bermain juga mempunyai pengaruh besar dalam
mencapai perkembangan anak yang optimal. Lingkungan yang penuh kasih
sayang dan fasilitas yang cukup dalam membentuk rangsangan, membuat
dampak yang besar dalam meningkatkan taraf kecerdasan anak. Stimulasi
lingkungan yang baik akan menyebabkan penambahan ketebalan korteks otak,
jumlah sinaps dan penambahan pembuluh kapiler di otak (Hardjadinata, 2009).
5. Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai dengan anak
Alat dan jenis permainan juga perlu diperhatikan dalam aktivitas bermain
anak. Alat yang dipilih harus sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak.
Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum
membelinya, apakah mainan tersebut aman dan sesuai dengan usia anak. Alat
permaian yang harus didorong, ditarik dan dimanipulasi akan mengajarkan
anak untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak
(Supartini, 2004).
D. Klasifikasi Bermain
Menurut Wong, et al (2008), bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan
karakteristik sosial.
1. Berdasarkan Isi Permainan
Berdasarkan isi permainan, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan sebagai
berikut:
a. Bermain afektif sosial (social affective play)
Merupakan permainan yang menunjukan adanya hubungan interpersonal
yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya atau dengan orang lain.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan
memberi tangan untuk digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa
(Wong, et al, 2008).
b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play)
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang
pada anak yang diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa,
bau, dan tekstur. Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat
permainan (air, pasir, makanan).
Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik
bermain sehingga sukar dihentikan.
c. Permainan keterampilan (skill play)
Dapat meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan
halus, seperti memegang, memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi
kegiatan permainan tersebut berkali-kali (Wong, et al, 2008).
d. Permainan (games)
Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern.
Misalnya, ular tangga, congklak, puzle, dan lain-lain (Supartini, 2004).
e. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour)
Dimana anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada
di sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan (Supartini,
2004).
f. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play)
Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui
permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa,
misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya atau kakaknya. Apabila anak bermain
dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang orang
yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap
peran orang tertentu (Wong, et al, 2008).
2. Berdasarkan Karakteristik Sosial
Berdasarkan karakteristik sosial, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan
sebagai berikut, Supartini (2004)
a. Onlooker play
Onlooker play merupakan permainan dimana anak hanya mengamati
temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi
dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitary play
Anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
E. Prinsip-Prinsip Dalam Aktifitas Bermain
1. Perlu energi ekstra
2. Waktu yang cukup
3. Alat permainan
4. Ruang untuk bermain
5. Pengetahuan cara bermain
6. Teman bermain
F. Bentuk-bentuk Permainan
1. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
a. Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap,
menggenggam.
b. Melatih kerjasama mata dan tangan.
c. Melatih kerjasama mata dan telinga.
d. Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
e. Melatih mengenal sumber asal suara.
f. Melatih kepekaan perabaan.
g. Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
a. Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
b. Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
c. Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
d. Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
e. Alat permainan berupa selimut dan boneka.
2. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
a. Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
b. Memperkenalkan sumber suara.
c. Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
d. Melatih imajinasinya.
e. Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk
kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
a. Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
b. Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
c. Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang
tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), balok-
balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas untuk dicoret-
coret, krayon/pensil berwarna.
3. Usia 25 – 36 bulan
Tujuannya adalah ;
a. Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
b. Mengembangkan keterampilan berbahasa.
c. Melatih motorik halus dan kasar.
d. Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan
membedakan warna).
e. Melatih kerjasama mata dan tangan.
f. Melatih daya imajinansi.
g. Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
4. Alat permainan yang dianjurkan :
a. Alat-alat untuk menggambar.
b. Lilin yang dapat dibentuk
c. Pasel (puzzel) sederhana.
d. Manik-manik ukuran besar.
e. Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
f. Bola.
5. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah :
a. Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
b. Mengembangkan kemampuan berbahasa.
c. Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
d. Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura
(sandiwara).
e. Membedakan benda dengan permukaan.
f. Menumbuhkan sportivitas.
g. Mengembangkan kepercayaan diri.
h. Mengembangkan kreativitas.
i. Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
j. Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.
k. Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar
rumahnya.
l. Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
m. Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.
Alat permainan yang dianjurkan :
a. Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak,
alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
b. Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
II. Terapi Bermain pada Anak yang Dirawat di Rumah Sakit
A. Pengertian
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling efektif untuk mengatasi stres anak. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis
dalam kehidupan anak, dan sering disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu
bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat
koping dalam menghadapi stres (Wong, et al, 2008).
B. Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stres,
baik bagi anak maupun orang tua. Untuk itu anak memerlukan media yang dapat
mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas
kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan.
Wong, et al (2008) menyebutkan, bermain sangat penting bagi mental, emosional,
dan kesejahteraan sosial anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka,
kebutuhan bermain tidak berhenti pada saat anak-anak sakit atau di rumah sakit.
Sebaliknya, bermain di rumah sakit memberikan manfaat utama yaitu
meminimalkan munculnya masalah perkembangan anak.
Beberapa manfaat bermain di rumah sakit adalah memberikan pengalihan dan
menyebabkan relaksasi. Hampir semua bentuk bermain dapat digunakan untuk
pengalihan dan relaksasi, tetapi aktivitas tersebut harus dipilih berdasarkan usia,
minat, dan keterbatasan anak. Anak-anak tidak memerlukan petunjuk khusus,
tetapi bahan mentah untuk digunakan, dan persetujuan serta pengawasan. Anak
kecil menyukai berbagai mainan yang kecil dan berwarna-warni yang dapat
mereka mainkan di tempat tidur dan menjadi bagian dari ruang bermain di rumah
sakit (Wong, et al, 2008).
Hospitalisasi dapat memberikan kesempatan khusus pada anak untuk penerimaan
sosial. Terkadang anak yang kesepian, asosial, dan jahat menemukan lingkungan
yang simpatik di rumah sakit. Anak-anak yang mengalami deformitas fisik atau
“berbeda” dari teman seusianya dapat menemukan kelompok sebaya yang bisa
menerimanya (Wong, et al, 2008).
C. Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap
harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan
pada anak di rumah sakit.
1. Pertama, permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang
dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.
2. Kedua, permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan
sederhana. Pilih jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan
alat permainan yang ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini,
2004).
3. Ketiga, permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecil perlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya,
seperti boneka yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke
tempat tidur di malam hari (Wong, et al, 2008).
4. Keempat, melibatkan orang tua. Satu hal yang harus diingat bahwa orang tua
mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya stimulasi tumbuh-
kembang pada anak walaupun sedang dirawat si rumah sakit termasuk dalam
aktivitas bermain anak. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga
apabila permainan diiniasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif
dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai menevaluasi hasil
permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya (Wong,et al,
2008).
D. Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak
Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi sakit ringan,
dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang
minimal. Pengamatan dekat dan tanda vital serta status dalam keadaan normal dan
kondisi sakit sedang, dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan
dan pengobatan yang sedang, pengamatan dekat dan status psikologis dalam
keadaan normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan
aktivitas bermain karena anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang
belum normal, anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan yang ketat
(Whaley & Wong, 2004).
1. Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai
seperti balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau
sendok, kotak musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi.
Sedangkan saat anak sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa kotak
musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi (Wong, et al,
2008).Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan
bermusik, alat rumah tangga, telephonemainan, buku gambar, kertas, crayon,
dan manik-manik besar dapat diberikan
2. pada anak usia toodler saat mengalami sakit yang ringan. Sedangkan pada
saat anak sakit dalam tingkat yang sedang, mainan yang diberikan dapat
berupa mainan bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku
bergambar, dan manik-manik besar (Wong, et al, 2008).
3. Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan yang
dapat diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku gambar, teka-
teki, menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-lipat, crayon, alat
mainan bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak pra sekolah
mengalami sakit sedang, mainan yang diberikan dapat berupa boneka-
bonekaan, mobil-mobilan, buku bergambar, dan alat mainan musik (Wong, et
al, 2008).
4. Pada usia sekolah, anak sudah mulai melakukan imaginasi. Maka alat mainan
yang dapat diberikan berupa permainan teka-teki, buku bacaan, alat untuk
menggambar, alat musik seperti harmonika. Sedangkan pada saat remaja, anak
mulai mencurahkan kreativitas yang dimilikinya, maka alat mainan yang
diberikan dapat berupa permainan catur, alat untuk mengggambar seperti cat
air, kanvas, kertas, majalah anak-anak atau remaja, dan buku cerita
(Hardjadinata, 2009).
D. Memilih Alat Mainan
Orang tua dari anak-anak yang dihospitalisasi sering menanyakan pada perawat
tentang jenis-jenis mainan yang boleh dibawa untuk anak mereka. Meyakinkan
orang tua bahwa ingin memberikan mainan yang baru untuk anak mereka
merupakan sifat alami adalah tindakan yang bijaksana, tetapi akan lebih baik bila
menunggu sementara untuk membawakan mainan tersebut, terutama jika anak
tersebut masih kecil. Anak-anak kecil perlu rasa nyaman dan keyakinan terhadap
benda-benda yang dikenalnya (Wong, et al, 2008).
Whaley & Wong (2004) menyebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
memilih mainan bagi anak yang dirawat di rumah sakit adalah, pilihlah alat mainan
yang aman (alat mainan ini aman untuk anak yang satu belum tentu untuk anak
yang lain).Hindari alat mainan yang tajam, mengeluarkan suara keras dan yang
terlalu kecil, terutama anak umur di bawah 3 tahun. Ajarkan anak cara
menggunakan alat yang bisa membuat injuryseperti gunting, pisau dan jarum.
Sediakan tempat untuk menyimpan alat mainan anak-anakdan pilihlah alat mainan
yang membuat anak tidak jatuh.
6. Faktor-Fakto yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di RS
Menurut Green LW (2010), terdapat tiga kategori faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap pelaksanaan terapi di rumah sakit yaitu :
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah hal-hal yang menjadi rasional atau motivasi
berperliaku yang menjadi pengetahuan, kepercayaan, nilai, sikap dan
keyakinan.
Pengetahuan (Cognitif)
Terlaksananya aktifitas bermain yang dilakukan oleh perawat di ruangan
dalam meminimalkan dampak hospitalisasi dimulai dari domain kognitif
ini, dalam arti perawat tersebut tahu atau mengetahui tentang arti, fungsi,
klasifikasi, tipe, karakteristik bermain pada anak, faktor-faktor yang
mempengaruhi bermain, prinsip dan fungsi bermain di rumah sakit dan
alat mainan yang diperbolehkan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
perawat tentang aktifitas bermain pada anak maka akan semakin optimal
pula perawat dalam melaksanakan tindakan yang di berikannya tersebut
(Whaley & Wong, 2004).
a. Sikap (Attitude)
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.sikap seseorang
terhadap suatu obyek adalah perasaan yang mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tak mendukung atau memihak (unfavorable)
pada objek tersebut. Sedangkan menurut Secord dan Backman (dalam
Azwar, 2000) mendefenisikan sikap adalah suatu keteraturan tertentu
dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya. Sikap
dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul
apabila individu di hadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
adanya reaksi individual. Dari defenisi yang ada dapat di simpulkan
bahwa manifestasi sikap tidak langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Azwar, 2000).
Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap perawat
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang di anggap
penting, media massa, institusi serta faktor emosi dalam diri individu.
Suatu sikap yang positif belum terwujud dalam suatu tindakan (Whaley &
Wong, 2004).
2. Faktor Pendukung
Faktor pendukung adalah sesuatu yang memfasilitasi seseorang atau kelompok
untuk mencapai tujuan yang diinginkan seperti kondisi lingkungan,ada atau
tidaknya sarana atau fasilitas kesehatan dan kemampuan sumber-sumber
masyarakat serta program-program yang mendukung untuk terbentuknya suatu
tindakan (Supartini, 2004).Untuk terwujudnya sikap perawat agar menjadi
tindakan di perlukan faktor pendukung di rumah sakit, seperti tersedianya
sarana atau fasilitas antara lain, ruangan bermain yang diatur sedemikian rupa,
sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan aktifitas bermain pada anak, alat-
alat bermain yang sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Adanya protap yaitu prosedur kegiatan yang telah di tetapkan sebagai acuan
perawat dalam melaksanakan kegiatan bermain. Dan perlunya kebijakan yaitu
ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan aktifitas
bermain (Wong et al, 2008).
3. Faktor Pendorong
Faktor pendorong adalah akibat dari tindakan yang dilakukan seseorang atau
kelompok untuk memerima umpan balik yang positif atau negatif yang
meliputi supportsosial, pengaruh teman, nasehat dan umpan balik oleh
pemberi pelayanan kesehatan atau pembuat keputusan, adanya keuntungan
sosial seperti penghargaan, keuntungan fisik seperti kenyamanan, hadiah yang
nyata, mengagumi seseorang yang mendemonstrasikan tindakannya.
Perubahan tingkah laku bisa didorong juga oleh pemberian insentif dan
hukuman. Sumber pendorong tergantung pada objek, tipe program dan tempat.
Di rumah sakit faktor pendorong bisa berasal dari perawat, dokter dan
keluarga (Green LW, 2010). Perawat memerlukan faktor pendorong untuk
melaksanakan tindakannya tersebut yang berasal dari sikap atasannya, apakah
atasannya memberikan dorongan terhadap tindakan yang telah di lakukannya,
misalnya memberikan reward, insentif atau nilai angka kredit; pengaruh
teman, adanya dorongan atau ajakan dari perawat lain akan memberikan
dorongan kepada perawat untuk melakukan terapi bermain secara bersama-
sama atau bergantian. Kondisi klien, dengan adanya klian dengan berbagai
kelemahan dan tingkat stressnya karena lingkungan yang asing akan
mendorong perawat untuk memberikan aktifitas yang bisa menghibur, yaitu
dengan memberikan aktifitas bermain pada anak yang sesuai dengan keadaan
atau kondisi anak tersebut (Supartini, 2004).
III. Pelaksanaan Terapi Bermain
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)TERAPI AKTIVITAS BERMAIN PADA ANAK
DI RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
A. Pendahuluan
Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan pengalaman
traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya perpisahan dengan
orang tua, kehilangan control, dan akibat dari tindakan invasif yang menimbulkan rasa
nyeri. Akibatnya akan menimbulkan berbagai aksi seperti menolak makan, menangis,
teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang
diberikan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan pengaruh hospitalisasi
pada anak yaitu dengan melakukan kegiatan bermain. Bermain merupakan suatu
tindakan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.
Bermain merupakan aktivitas yang dapat menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dan merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional
dan sosial sehingga bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain anak-anak akan belajar berkomunikasi, menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang baru, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan dapat mengenal waktu, jarak
serta suara.
Untuk itu dengan melakukan permainan maka ketegangan dan stress yang dialami akan
terlepas karena dengan melakukan permainan rasa sakit akan dapat dialihkan (distraksi)
pada permainannya dan terjadi proses relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan.
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan merupakan
suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak bermain tidak sekedar
mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan,
cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk
kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.
Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya dan
juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya dan
pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan
kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga anak
yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan kesempatan
yang cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang
lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa
kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan terapi bermain pada anak 3-5 tahun selama 60 menit, anak
diharapkan bisa mengekspresikan perasaaannya dan menurunkan kecemasannya,
merasa tenang selama perawatan dirumah sakit dan tidak takut lagi terhadap
perawat sehingga anak bisa merasa nyaman selama dirawat dirumah sakit, serta
dapat melanjutkan tumbuh kembang anak yang normal atau sehat.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan terapi bermain satu (1) kali diharapkan anak mampu :
1) Bisa merasa tenang selama dirawat.
2) Anak bisa merasa senang dan tidak takut lagi dengan dokter dan perawat
3) Mau melaksanakan anjuran dokter dan perawat
4) Gerakan motorik halus pada anak lebih terarah
5) Kognitifnya berkembang dengan mengetahui cara mencuci tangan dengan
teknik yang benar, dan melatih menwarnai serta mengenal warna-warna dan
jenis buah-buahan.
6) Dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan teman sebaya yang dirawat
diruang yang sama
7) Ketakutan dan kejenuhan selama dirawat di rumah sakit menjadi berkurang.
8) Mengembangkan nilai dan moral anak dengan berdoa sebelum dan sesudah
kegiatan
9) Mengembangkan bahasa, anak mengenal kata-kata baru.
C. Manfaat Terapi Bermain
1. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar
2. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
3. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
4. Memberi peralihan dan relaksasi.
5. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.
6. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan.
7. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif
terhadap orang lain.
8. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
D. Rencana Kegiatan Terapi
1. Jenis Program Bermain
a. Menonton video cara mencuci tangan dengan 6 langkah
b. Mendemonstrasikan cara mencuci tangan dengan 6 langkah
c. Mewarnai gambar
2. Karakteristik Bermain
a. Melatih motorik kasar
b. Melatih motorik halus
c. Melatih kedisiplinan terhadap perawatan diri
3. Karaketristik Peserta
a. Usia 6-12 tahun
b. Jumlah peserta + 4 anak
c. Keadaan umum mulai membaik
d. Klien dapat duduk
e. Peserta kooperatif
4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Jum’at, 9 Oktober 2015
Waktu : 11.00 WIB sampai selesai
Tempat : Ruang Perawatan Anak IKA 2 RSPAD Gatot Soebroto
5. Metode
Menonton video, demonstrasi, dan praktik mewarnai gambar
6. Alat-alat yang digunakan (Media)
a. Demonstrasi Cara Cuci Tangan
Laptop
Handrub
Tissue
b. Mewarnai
Kertas mewarnai
Crayon
7. Orientasi dan Uraian Tugas
a. Struktur organisasi
1) Leader : Devi Tias M, S.Kep
2) Co. Leader : Arlina Afriani, S.Kep
3) Fasilitator : Fitri Siti Nurazizah, S.Kep
Dyah Fajarina Putri, S.Kep
4) Observer : Idah Royani, S.Kep
b. Uraian Tugas
1) Leader
Menjelaskan tujuan bermain
Mengarahkan proses kegiatan pada anggota kelompok
Menjelaskan aturan bermain pada anak
Mengevaluasi perasaan setelah pelaksanaan
2) Co.Leader
Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
3) Fasilitator
Menyiapkan alat-alat permainan
Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang
dijelaskan
Mempertahankan kehadiran anak
Mencegah gangguan/hambatan terhadap anak baik luar maupun
dalam
4) Observer
Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal.
Mencatat seluruh proses yang dikaji dan semua perubahan prilaku,
Mencatat dan mengamati peserta aktif dari program bermain
E. Strategi Pelaksanaan
No Terapis Waktu Subjek Terapi1 Persiapan (Pra interaksi)
a. Menyiapkan ruanganb. Menyiapkan alat-alat
5 menit Ruangan, alat-alat, anak sudah siap
c. Menyiapkan anak2 Pembukaan (Orientasi)
a. Mengucapkan salamb. Memperkenalkan diric. Anak yang akan bermain saling
berkenaland. Menjelaskan kepada anak maksud dan
tujuan terapi bermain
5 menit Anak menjawab salam, anak saling berkenalan, anak memperhatikan terapis
3 Kegiatan (Kerja)a. Menjelaskan kepada anak tujuan,
manfaat bermain selama perawatan, dan cara permainan yang akan dilakukan
b. Mengajak anak untuk mengikuti kegiatan bermain
Demonstrasi Cuci Tangana. Ditampilkan video animasi tentang
cuci tangan dengan 6 langkah, kapan saja harus cuci tangan dan dampak jika tidak cuci tangan.
b. Mengajak anak untuk mempraktikkan gerakan mencuci tangan bersama.
c. Memotivasi anak untuk melakukan cuci tangan mengaplikasikan cuci tangan selama di Rumah Sakit maupun setelah pulang ke rumah.
Melatih motorik halus (Mewarnai)a. Memberikan buku gambar dan crayonb. Mengajak anak mewarnai gambar
yang telah diberikan
20 menit Anak memperhatikan penjelasan terapis, anak melakukan kegiatan yang diberikan oleh terapis, anak memberikan respon yang baik
4 Penutup (Terminasi)a. Memberikan reward pada anak atas
kemamuan mengikuti kegiatan bermain sampai selesai, serta memberikan reward pada anak turut aktif dalam lomba cuci tangan.
b. Mengucapkan terimakasihc. Mengucapkan salam
5 menit Anak tampak senang, menjawab salam
F. Evaluasi Yang Diharapkan
1. Evaluasi Struktur
a. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan ditempat tertutup dan memungkinkan
klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan
b. Posisi tempat di lantai menggunakan alas
c. Adik-adik sepakat untuk mengikuti kegiatan
d. Alat yang digunakan dalam kondisi baik
e. Leader, Co-leader, Fasilitator, observer berperan sebagaimana mestinya
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat mengkoordinasi seluruh kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Leader mampu memimpin acara.
c. Co-leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
d. Fasilitator mampu memotivasi adik-adik dalam kegiatan.
e. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung jawab
dalam antisipasi masalah.
f. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada kelompok
yang berfungsi sebagai evaluator kelompok
g. Peserta mengikuti kegiatan yang dilakukan dari awal hingga akhir
3. Evaluasi Hasil
a. Diharapkan anak dan mampu menjelaskan , mempraktikkan apa yang sudah
diajarkan.
b. Menyampaikan perasaan setelah melakukan kegiatan
c. Anak menyatakan rasa senangnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, karena bagi anak bermain
sama saja bekerja bagi orang dewasa. Bermain pada anak mempunyai fungsi yaitu
untuk perkembangan sensorik, motorik, intelektual, sosial, kreatifitas, kesadaran diri,
moral sekaligus terapi anak saat sakit.
Tujuan bermain adalah melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal,
mengekspresikan dan mengalihkan keinginan fantasi. Dan idenya mengembangkan
kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah dan membantu anak untuk
beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan di rawat di Rumah Sakit.
B. Saran
Terapi bermain dapat menjadi obat bagi anak-anak yang sakit. Jadi sebaiknya di
RSPAD Gatot Soebroto juga disediakan fasilitas bermain bagi anak-anak yang di rawat
di rumah sakit. Mensosialisasikan terapi bermain pada orang tua sehingga orang tua
dapat menerapkan terapi bermain di rumah dan di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul A hidayat, 2005. Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: salemba medika
Supartini Yupi, 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2009. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol 1. Jakarta : EGC
Top Related