1. MATERI AN METODE
1.1. Metode
1
Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya
Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.
Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es batu untuk menjaga suhu tetap rendah.
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.
Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan 5% (kelompok A3, A4, dan A5)
2
Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan A5).
Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.
Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer
3
Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan menggunakan alat penekan (presser)
Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari Hardness, water holding capacity, serta perlakuan sensoris yang
diberikan pada surimi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Hasil WHC dan sensoris pada surimi
Kelompok Perlakuan Hardness
(gf)
WHC (mg
H2O)
Sensoris
Kekenyalan Aroma
A1 Sukrosa 2,5% +
Garam 2,5% +
Polifosfat 0,1%
- 337468,36 +++ +++
A2 Sukrosa 2,5% +
Garam 2,5% +
Polifosfat 0,1%
361,64 207510,55 ++ ++
A3 Sukrosa 2,5% +
Garam 2,5% +
Polifosfat 0,3%
271,72 246118,14 ++ ++
A4 Sukrosa 5% +
Garam 2,5% +
Polifosfat 0,3%
105,85 237573,84 ++ ++
A5 Sukrosa 5% +
Garam 2,5% +
Polifosfat 0,5%
143,79 20928,27 ++ ++
Keterangan :
Kekenyalan : Aroma :
+ = tidak kenyal + = tidak amis
++ = kenyal ++ = amis
+++ =sangat kenyal +++ = sangat amis
5
6
Pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa surimi dengan perlakuan berbeda-beda pada masing-masing
kelompok menghasilkan nilai WHC dan uji sensoris yang berbeda pula. dapat dilihat bahwa nilai
WHC paling besar terdapat pada kelompok A1 yaitu sebesar 337468 dengan perlakuan
penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,1%. Nilai WHC paling kecil
didapatkan oleh kelompok A5 sebesar 20,928,27 dengan perlakuan penambahan sukrosa 5%,
garam 2,5%, dan polifosfat, 0,5%. Selanjutnya untuk hardness pada kelompok A1 tidak
didapatkan hasil pada sistem operasi hal ini berbeda pada semua kelompok ang menunjukkan
hasil tertera yaitu nilai hardness terbesar adalah pada kelompok A2 sebesar 361,64 gf dengan
perlakuan penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3%.Sedangkan pada
perbandingan kekenyalan dan aroma pada semua kelompok didapatkan hasil yang sama yaitu
kenyal dan amis, hal ini berbeda dengan kelompok A1 yang menunjukkan hasil sensoris sangat
kenyal dan aroma sangat amis.
7
3. PEMBAHASAN
Surimi merupakan konsentrat dari daging ikan yang berisi protein miofibril, dimana daging pada
ikan itu sendiri terdiri dari konsentrat protein serta memiliki daya guna dalam pengembangan
produk ikan. Protein miofibril merupakan bagian terbesar dari tubuh ikan serta merupakan jenis
protein yang mampu larut didalam garam (Irianto dan Giyatmi , 2009). Ikan merupakan bahan
panga yang memiliki kandungan protein hewani yang sangat tinggi, mudahuntuk didapatkan,
serta harga yang terjangkau oleh sebab itu hingga saat iniproduk kan masih sering diminati dan
dikonsumsi oleh, akan tetapi ada hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan produk ikan
dikarenakan ikan memiliki sifat perishable atau mudah mengalami kerusakan (Moeljanto,1994),
oleh sebab itu diperlukan adanya pengolahan dan penanganan yang tepat pada produk ikan
supaya menjadi lebihtahan lama. Salah satu pengolahan ikan yang dapat dilakukan adalah
dengan membuatnya menjadi produk setengah jadi atau produk antara seperti surimi. Pembuatan
surimi ini akan memperpanjang umur simpan tanpa mengurangi kandungan gizi dari daging
ikan, sehingga pembuatan surimi dapat meningkatkan nilai ekonomi dari ikan. Ikan merupakan
sumber bahan pangan bermutu tinggi karena ikan banyak mengandung protein yang sangat
dibutuhkan oleh manusia, namun ikan mudah busuk atau rusak, sehingga untuk memperpanjang
umur simpan ikan, diperlukan adanya pengolahan produk ikan supaya menjadi tahan lama. Salah
satu pengolahan ikan yang dapat dilakukan adalah dengan mengolah ikan menjadi produk
setengah jadi atau perantara yang disebut surimi. Pembuatan surimi akan memberikan manfaat
seperti memperpanjang umur simpan tanpa mengurangi kandungan gizi dari daging ikan,
sehingga pembuatan surimi dapat meningkatkan nilai ekonomi dari ikan (Liptan,2000).
Pada praktikum kali ini digunakan bahan berupa ikan patin, ikan patin merupakan jenis ikan tuna
kecil yang berukuran panjang dan memiliki ciri-ciri seperti berkulit icin, tidak bersisik, berwarna
abu-abu, dan daging berwarna merah tua (Collette & Nauen,1983). Menurut Irianto & Giyatmi
(2009) menjelaskan bahwa surimi adalah produk hasil olahan setengah jadi dari daging ikan
dengan protein myofibril sebagai penyusunnya serta memiliki manfaat dan keuntungan yang
tinggi dalam pengembangan produk olahan ikan. Protein miofibril yang merupakan bagian
terbesar dari ikan inilah yang memiliki kegunaan utama dalam mengembangkan olahan ikan,
protein miofibril merupakan protein larut dalam larutan garam dan terdiri dari miosin, aktin,
8
tropomiosin serta aktomiosin yang merupakan gabungan dari aktin dan miosin. Protein miofibril
sangat mempengaruhi tekstur produk perikanan , plastisitas, daya ikat air daging, sehingga
protein miofibril dapat berfungsi untuk konstraksi otot (Suzuki, 1981). Proses ekstraksi protein
miofibril dilakukan dengan menggunakan garam netral yang berkekuatan ion sedang (>0,5M).
Penampakan dari protein miofibril ikan hampir memiliki kemiripan dengan otot hewan mamalia,
perbedaannya adalah pada protein miofibril lebih mudah kehilangan aktivitas ATP-ase dan laju
agregasi lebih cepat. Secara teknis semua jenis ikan dapat dijadikan surimi, akan tetapi ikan yang
tidak berbau lumpur, berdaging putih, dan tidak terlalu amis, serta mempunyai kemampuan
membentuk gel yang bagus akan menghasilkan surimi yang lebih baik untuk diolah menjadi
produk surimi (Peranginangin, et al., 1999).
Beberapa sifat khusus yang dimiliki oleh surimi meliputi memiliki kemampuan membentuk gel
dan tekstur yang kuat, memiliki waktu stabilitasnya di dalam penyimpanan beku yang stabil,
serta pengaruh penambahan gula sebagai cryoprotectant. Setelah menjadi surimi yang
merupakan produk antara maka surimi ini dapat diolah menjadi berbagai macam produk
makanan dan dapat pula digunakan sebagai campuran olahan sosis ikan, bakso, kamaboko
(daging ikan kukus), satsunage, chikuwa, burger ikan, hanpen, tempura, imitasi daging kepiting,
serta berbagai produk olahan lainnya. Berdasarkan kandungan garam yang terkandung
didalamnya Produk surimi dapat dibagi dua yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en
surimi (surimi dengan garam), serta ada pula yang disebut dengan na-ma surimi (surimi mentah
yang tidak mengalami proses pembekuan) (Suzuki,1981) selanjutnya dilakukan penyimpanan
surimi yang dilakukan pada keadaan beku dengan adanya penambahan bahan anti denaturasi atau
cryoprotectant, akan tetapi disimpan dalam suhu rendah tidak menjamin kualitas surimi dalam
kondisi yang baik (Peranginangin, et al., 1999). Hal ini didukung oleh teori Nopianti, et al.
(2011) yang mengungkapkan bahwa selama penyimpanan beku, masalah yang sering timbul
adalah menurunnya kekuatan gel. Hal ini dapat terjadi karena protein miofibril pada surimi
mentah cepat rusak selama proses penyimpanan beku. Selama proses penyimpanan beku juga
akan terbentuk kristal es, sehingga protein miofibril akan mengalami hidrasi, penurunan pH,
perubahan konsentrasi garam, hingga terdenaturasi.
Pada proses pembuatan surimi tahap- tahap yang dilakukan adalah dengan mencuci ikan dengan
air mengalir hingga bersih, menurut Amalia (2002) dilakukannya pencucian ikan bertujuan untuk
9
menghilangkan komponen larut air, lemak dan darah, serta dapat meningkatkan kekuatan gel dan
memperbaiki penampakan. Kemudian ditimbang beratnya selanjutnya dilakukan pemisahan
bagian yang bukan daging, seperti kepala, isi perut, insang, sisik, sirip, tulang, ekor, dan
kulitbagian ini dibuang, sehingga didapatkan fillet daging ikan. Pembuangan bagian bukan
daging yang dilakukan ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Peranginangin, et al.
(1999) bahwa kepala, isi perut ikan, dan sisik dari ikan yang akan dibuat surimi harus
dihilangkan dan dicuci bersih. Selanjutnya pernyataan ini diperkuat dengan teori dari Fortina
(1996) yang menjelaskan bahwa tahap ini dilakukan karena bagian yang tidak diperlukan pada
pembuatan surimi, seperti kepala dan isi perut mengandung banyak minyak dan lemak yang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis pada produk surimi. Selanjutnya dilakukan
pembuangan bagian isi karena bagian isi dari ikan dapat menurunkan kemampuan pembentukan
gel dari produk surimi karena pada isi perut mengandung enzim protease (Miyake, et al., 1985),
tahap berikutnya adalah dilakukan penggilingan dengan blender yang bertujuan untuk
memperluas permukaan daging ikan, sehingga penyerapan bahan-bahan lain lebih mudah dan
optimal (Arpah, 1993), pada saat diblender ditambahkan es batu dengan tujuan untuk menjaga
kesegaran daging ikan serta mencegah terjadinya denturasi protein (Irianto,1990). Ikan
merupakan bahan pangan yang rentan terhadap mikroba pembusuk sehingga dengan
penambahan es batu maka suhu akan menjadi sangat rendah serta dapat meminimalkan
tumbuhnya mikroorganisme pembusuk karena suhu rendah dapat menginaktivasi enzim-enzim
yang mempercepat kerusakan ikan. (Zaitzev, et al, 1969).
Tahap berikutnya dicuci dengan air es sebanyak 3 kali, menurut Matsumoto & Noguchi (1992)
menjelaskan bahwa proses pencucian merupakan tahapan yang penting dalam pembuatan surimi
karena frekuensi dari pencucian dapat mempengaruhi kekuatan gel dari produk dan dapat
mencegah protein miofibril terdenaturasi selama penyimpanan beku. Pernyataan ini juga
didukung oleh teori dari Nopianti, et al., (2011) yang mengatakan bahwa kualitas produk
dipengaruhi oleh proses ini karena dapat menghilangkan lemak, darah, pigmen, dan komponen
penyebab bau, selain itu pencucian juga dapat membuat peningkatan kemampuan dari
konsentrasi protein miofibril dan memperbaiki kemampuan pembentukan gel.
10
Tahap selanjutnya disaring dengan kain saring bersih bahwa dengan penyaringan maka partikel
padat dengan partikel cair akan terpisahyang meliputi daging ikan,dan berbagai kotoran yang
berbentuk padatan, sedangkan partikel cair adalah air yang digunakan dalam tahap pencucian.
Setelah disaring, kemudian dilakukan penambahan sukrosa pada masing-masing pada kelompok
yaitu A1 dan A2, ditambahkan sebanyak 2,5%, A3,A4 dan A5 ditambahkan sukrosa sebesar 5% ,
selanjutnya ditambahkan pula garam sebesar 2,5% pada seluruh kelompok, lalu ditambahkan
polifosfat sebanyak 0,1% pada kelompok A1, pada kelompok A2 dan A3 ditambahkan sebanyak
0,3%; sedangkan pada kelompok A4dan A5ditambahkan sebesar 0,5% dari berat daging ikan.
Tujuan dari penambahan garam adalah melarutkan protein miofibril. Apabila protein ini larut
akan mengakibatkan miosin mudah berikatan dengan aktin, yang nantinya akan membentuk
aktomiosin yang berperan dalam pembentukan gel.Selain itu, dapat menurunkan viskositas
surimi karena melarutkan stuktur protein miofibrilnya.Ada dua jenis surimi, pertama adalah mu-
en yaitu tanpa adanya penambahan garam dan kedua adalah ka-en dengan penambahan garam
(Suzuki, 1981).Menurut Suzuki (1981) menyatakan bahwa penambahan sukrosa berperan
sebagai bahan anti denaturasi protein surimi (cryoprotectant), sedangkan tujuan penambahan
garam adalah untuk melarutkan protein miofibril. Tujuan dilakukannya pelarutan protein
miofibril adalah supaya miosin mudah berikatan dengan aktin membentuk aktomiosin yang
berperan dalam pembentukan gel. Oleh karena dilakukan penambahan garam, maka jenis surimi
yang dibuat pada praktikum ini adalah jenis surimi ka-en. Penambahan garam sebanyak 2,5%
juga sesuai dengan teori Tan, et al. (1988) dan Shimizu & Toyohara (1992) yang menyatakan
bahwa Cryoprotectant dalam bentuk sukrosa sangat penting dalam hal menstabilkan produk
surimi dan melindungi produk surimi dari denaturasi selama proses pembekuan dan
penyimpanan beku karena cryoprotectant dapat meningkatkan tegangan permukaan air maupun
pengikatan energi, serta menjaga pengambilan molekul air dari protein sehingga dapat
menstabilkan protein pada surimi, dan konsentrasi garam yang paling umum digunakan untuk
membuat produk surimi adalah 2-3%. Sedangkan penambahan polifosfat atau dalam bentuk
sodium tripolifosfat (STTP) ini ditujukan untuk memperbaiki sifat surimi terutama sifat
elastisitas dan kelembutannya. Suzuki (1981) menambahkan bahwa polifosfat juga bermanfaat
untuk memperbaiki daya ikat air (WHC) serta memberikan sifat lembut pada produk surimi.
Selain itu tujuan penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi adalah untuk meningkatkan
efek cryoprotectant, karena polifosfat dapat memberi efek buffer pada pH daging ikan dan
11
sebagai agen pengkelat atau pengikat ion logam (Shaviklo, et al., 2010),. Perbedaan konsentrasi
sukrosa dan polifosfat pada masing-masing kelompok dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
tepat yang menghasilkan surimi paling baik dan hubungan antara konsentrasi bahan tambahan
dengan karakteristik surimi.
Tahap berikutnya adalah dimasukkan dalam suatu wadah, lalu di freezer selama 1 malam
Menurut Winarno (1993) penyimpanan surimi dalam freezer bertujuan agar kualitas surimi tetap
optimal karena pada suhu rendah, aktivitas mikroba akan terhambat akibat tidak aktifnya enzim-
enzim dalam mikroba. Hal ini didukung oleh pernyataan dari Murniyati (2005) yang
menambahkan bahwa pembekuan sangat berperan penting dalam proses pembuatan surimi
karena dengan pembenkuan maka dapat mempertahankan kualitas atau mutu surimi saat
penyimpanan. Sedangkan tujuan dari pengemasan adalah dengan plastik adalah untuk
menghindari kontak dengan udara mengingat bahwa lemak dalam ikan apabila kontak dengan
udara akan mengakibatkan oksidasi. Setelah itu,sebelum digunakan surimi harus dithawing
terlebih dahulu hal ini didukung oleh pernyataan dari Lee (1984), yang menytakan bahwa
sebelum diolah lebih lanjut, maka surimi harus di thawing terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan
praktikum yang dilakukan, dimana pada sebelum dilakukan pengujian, surimi di thawing terlebih
dahulu selama kurang lebih 1 jam. Setelah tidak adanya kristal es dalam surimi,selanjutnya
dilakukan pengukuran Hardness, WHC dan pengujian sensoris surimi (tingkat kekenyalan dan
aroma) dilakukan terlebih dahulu oleh 1 orang panelis dan kemudian surimi ditekan dengan alat
press untuk selanjutnya digambar di atas kertas millimeter block, sehingga dapat dihitung Water
Holding Capacity.
Pada hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai WHC pada masing- masing kelompok
denganperlakuan yang berbeda yaitu A1 ditambahkan sebanyak Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,1% didapatkan hasi WHC sebesar 337468,35%, keompok A2 dengan perlakuan
Sukrosa 2,5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% didapatkan nilai WHC sebesar 207510,55% ,
keompok A3 dengan perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,3% didapatkan hasil
sebesar 246118,14, kelompok A4 dengan perlakuan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat 0,5%
didapatkan nilai 237573,84, dan A5 dengan penambahan Sukrosa 5% + garam 2,5% + polifosfat
12
0,5% didapatkan niai sebesar 20928,27. Hal ini Nilai WHC menunjukkan besarnya kemampuan
yang dimiliki oleh sukrosa untuk mengikat air pada produk surimi. Tidak hanya sukrosa saja
yang mempengaruhi daya ikat air, garam juga berkontribusi besar dalam menentukan nilai WHC
yang didapat, sedangkan konsentrasi polifosfat juga akan berpengaruh pada nilai WHC surimi,
hal ini disebabkan karena penambahan polifosfat pada daging giling lumat akan
mempertahankan pH dan saat pH berada pada kondisi yang stabil maka akan diikuti dengan
peningkatan WHC. Sedangkan pada semua kelompok tidak menunjukkan hal yang sedemikian
rupa, dimana tidak menunjukkan peningkatan WHC karena peningkatan jumlah sukrosa, garam,
dan polifosfat, ketidaksesuaian hasil pengamatan dengan teori disebabkan karena waktu
pemberian pressing ataupemerasan air pada surimi saat pencucian karena pada masing-masing
kelompok dilakukan oleh orang yang berbeda sehingga kekutan dalam memeras juga berbeda,
dan kemungkinan masih tertinggal air daam jumlah yang banyak pada produk surimi,
kemungkinan ain yang terjadi adalah karena terjadi ketidaktepatan konsentrasi dalam
penambahan garam, sukrosa maupun polifosfat.
Pada pengujian berikutnya adalah uji hardness menggunakan teksture analyzer, terlihat niali
yang beragam pada asing-masing kelompok, nilai terbesar ditinjukkan pada kelompok A2 yaitu
sebesar 361,64 dan nilai terkecil pada kelompok A4 yaitu sebesar 105,85, keberagaman ini dapat
terjadi karena penambahan air atau sisa air yang berlebihan pada produk surimi sehingga dapat
menyebabkan adonan surimi menjadi lengket, hal ini bisa terjadi pada saat pemerasan maupun
pada saat thawing yang tidak sempurna, hal ini juga terjadi pada kelompok A1 dimana tidak
menunjukkan hasil berupa angka pada uji hardnes hal ini juga dapat terjadi karena hal yang
sama.
Pada analisa uji sensoris semua kelompok menunjukkan nilai yang sama pada pengujian
kekenyaan yaitu kenyal, hal berbeda terihat pada kelompok 1 yang menunjukkan sangat kenyal,
selanjutnya pada pengujian aroma pada semua kelompok menunjukka aroma amis kecuali
keompok 1 yang menunjukkan aroma sangat amis.Penambahan polifosfat (STPPpada dasarnya
dapat mempengaruhi nilai kekenyalan dari surimi yang dihasilkan.Tingkat kekenyalan yang
dihasilkan menunjukkan kekatuan gel dari surimi tersebut. Semakin tinggi konsentrasi polifosfat
yang ditambahkan maka kekuatan gel yang dihasilkan akan semakin tinggi/kenyal. Akan tetapi
justru A1 mendapatkan hasil yang sangat kenyal padahal konsentrasi ang digunakan paling
13
sedikit dibandingkan yang lainnya yang penggunaannya dengan konsentrasi yang lebih banyak,
hal ini juga tidak sesuai dengan teori dari Lanier (1992) yang menyatakan bahwa nilai WHC
tinggi sangat berpengaruh pada parameter kekenyalan yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai
WHC (kemampuan untuk mengikat air), maka selama proses thawing tidak akan kehilangan
banyak air yang mengakibatkan hasil kekenyalannya tetap tinggi, menurut Chen, et al. (1997)
menjelaskan bahwa kekuatan gel dan kekenyalan yang menurun pada praktikum kemungkinan
disebabkan karena oksidasi yang mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk diantaranya
ikatan sulfida dan menyebabkan denaturasi protein. Selain itu, ketidaksesuaian hasil dengan teori
dan pada masing-masing kelompok yang menggunakan polifosfat dalam jumlah yang sama dapat
terjadi dikarenakan penimbangan polifosfat yang tidak akurat, sehingga mempengaruhi tingkat
kekenyalan surimi selain itu Merrit et al, (1982)menambahkan bahwa metode sensori memiliki
kelemahan dan kelebihan.Kelebihannya adalah mudah dan dapat diaplikasikan pada seluruh
produk, tidak membutuhkan fasilitas laboratorium, dan cepat.Namun kelemahannya adalah tidak
adanya standarisasi serta hasil yang didapatkan subyektif.Hal ini mengakibatkan sulit dalam
menentukan produk surimi yang disuaki berdasarkan perlakuan yang diberikan (Merrit et al,
1982).
Pada uji sensoris berikutnya adalah pengujian aroma berdasarkan hasil yang diperoeh Seluruh
kelompok menghasilkan aroma yang amis hingga sangat amis. Hal ini kurang sesuai dengan
pernyataan Irianto dan Giyatmi (2009) bahwa aroma amis/tidak diinginkan yang disebabkan oleh
senyawa trimetilamin (merupajan salah satu senyawa utama pembentuk flavor/aroma pada ikan)
dapat dihilangkan melalui proses pencucian. Jika bahan baku yang digunakan tidak terlalu amis
maka produk surimi yang dihasilkan juga tidak terlalu amis (Peranginangin,et al, 1999). Bau
amis pada surimi dapat timbul karena adanya reaksi oksidasi pada ikan yang menyebabkan asam
lemak berubah menjadi off-flavor dan dapat dihilangkan pada saat tahap pencucian
(Peranginangin, et al., 1999). Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa semakin tinggi
konsentrasi penambahan sukrosa dan polifosfat, maka surimi yang dihasilkan semakin tidak
berbau amis. Bau amis yang timbul sebenarnya tidak dipengaruhi oleh semakin tingginya
konsentrasi sukrosa dan polifosfat, namun bau amis yang terjadi pada surimi kelompok A1
hingga A4 dikontribusi oleh senyawa trimetilamin yang masih terkandung dalam surimi,
14
walaupun telah dilakukan proses pencucian. Hal ini menunjukkan bahwa proses pencucian
surimi pada tahap awal produk tidak berjalan optimal sehingga masih terdeteksi bau amis.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “ Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical
Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi” menjelaskan bahwa surimi
dengan bahan dasar daging bebek memiliki kualitas yang lebih baik jika dibandingkan dengan
surimi dengan bahan dasar ikan yaitu pada penggunaan kolagen daging bebek menghasilkan
kehilangan produk yang lebih sedikit dibandingkan bahan ikan, selain itu surimi dengan bahan
dasar kolagen bebek memiliki kekuatan gel yang lebih kuat dibandingkan pada bahan ikan, hal
ini ditunjukkan dengan niai hardness yang lebih tinggi. Kandungan lemak pada daging bebek
yang rendah akan semakin meningkatkan kekuatan gel dan WHC. Pada rotein daging bebek kaya
akan protein myofibrillar yang dapat menyebabkan terjadinya pembentukan gel dan emulsi,
dimana hal ini penting dalam stabilisiasi produk-produk olahan daging ikan..
Pada jurnal kedua yang berjudul “effect of different dryoprotectants on Functional Properties of
Threadfin bream Surimi Powder” menjelaskan bahwa pada pembuatan surimi dalam bentuk
powder akan ditambahkan 5 jenis krioprotrektan yang berbeda yaitu sucrose, sorbitol,
polydextrosa, palatinose, dan trehalose, dimana pembuata bubuk powder akan menggunakan
spray dryer dengan suhu sangat tinggi, sedangkan protein sangat mudah terdenaturasi dengan
adanya suhu yang terlalu tinggi. Bubuk surimi memiliki tingkat pembentukan foaming yang
sangat baik, emulsifier, serta memiliki tingkat kelarutan yang tinggi.sorbitol merupakan
Dryoprotectant yang paling baik, selanjutnya adalah palatines, sedangkan sucrose adalah
Dryoprotectant yang sering digunakan dn cukup baik sebagai antidenaturasi, selanjutnya untuk
sorbitol dan polydextrosa tidak memiliki fungsi dalam melindungi bubuk surimi. Sehigga dapat
disimpulkan pada jurnal ini adalah surimi ikan ini disimpan dalam keadaan beku maka
karakteristik kadar air, pH, WHC, warna, kekuatan gel, kelembaban, dan tekstur dianalisis.
Umumnya, efektivitas dari cryoprotectant dalam mendenaturasi protein menurun selama
penyimpanan, namun jika dibandingkan antara surimi yang menggunakan jenis cryoprotectant
yang berbeda, surimi dengan polydextrose sebagai cryoprotectant menghasilkan surimi dengan
kualitas yang paling baik.
15
Pada jurnal ketiga yang berjudul “Surimi likeMaterial from poultry meat and its potential as a
surimi replacer” menjelaskan bahwa surimi dapat dibuat dari bahan dasar selain ikan dan daging
berwarna merah seperta dengan daging putih (unggas), bahan hewni ini sebenarnya lebih
menguntungkan karena pada daging unggas memiliki sedikit kandungan lemak dan sedikit
kandungan lemak jenuh dibandingkan pada daging merah . surimi dengan bahan dasar daging
unggas juga memiliki dampak kesehatan yang lebih esar dibandingkan bahan dasar lainnya,
karena pada produk akhir surimi dafing unggas menghasilkan rasa yang lebih manis sehingga
dapat menurunkan penggunaan krioprotektan hingga 6% (3% sukrosa dan 3 % sorbitol).
Keuntungan lainnya dari penggunaan surimi berbahan unggas adalah % yeald yang dihasilkaan
lebih besar yaitu hingga mencapai 70,5%, dan kandungan protein pada produk akhir surimi tetap
tinggi.
Pada jurnal keempat yang berjudul “Recovery and characterization of proteins precipitated from
surimi wash-water” menjelaskan bhwa dengan pencucian menggunakan metode ultrafiltrasi,
dimana metode ini akan lebih efektif apabila ada pretreatment seprti dengan pemanasan cepat
pada suhu 600C serta dikombinasikan dengan pH 6. Pada membrane filtrasi ultrafiltrasi saat
sudah brlangsung lama akan terbentuk cake pada membrane oleh sebab itu perlu dilakukan
kombinasi dengan ohmic heat-treatments yang dilakukan pada suhu 700C.pada produk akhir
yang dihasilkan degan metode ultrafiltrasi ini juga terbukti tetap mempertahankan jumlah
proteindan berat molekul 23.2 and 71.6 kDa.
Pada jurnal kelima yang berjudul “Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel
Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella)” menjelaskan bahwa pada protein yang
memiliki ikatan gel pada protein myofibril saat dilakukan pemanasan pada suhu 50-700C akan
mengakibatkan protein myofibril mengalami degredasi proteolitik akibat enzim protease.
Selanjutnya dengan perlakuan pencucian akan terjadi kehilangan protein (protein leaching) dan
apabila hal ini terjadi maka kekuatan gel atau elastisitas akan mengalami penurunan. Kombinasi
dengan beberapa konsentrat whey protein dapat mengatasinya seperti chicken plasma protein,
beef plasma protein, dan egg white dapat menghambat kerja enzim protease pada prode surimi.
Pada biji legumes ditemukan dapat meproduksi protein isolator yang dapat digunakan sebagai
bahan additive yang dapat dimanfaatkan untuk pembentukan struktur gel, hal ini dikarenakan
didalam biji legumes terdapat trypsin inhibitors yang dapat menghambat kerja enzim protease.
4. KESIMPULAN
Surimi merupakan produk olahan ikan setengah jadi atau sebagai produk antara yang
terdiri dari konsentrat protein miofibril dan memiliki daya guna tinggi.
Kualitas produk surimi dipengaruhi oleh jenis ikan; umur; kematangan gonad; tingkat
kesegaran ikan; pH; kadar air; volume, konsentrasi, dan jenis penambahan anti denaturan
(cryoprotectant); serta frekuensi pencucian.
Penggilingan daging dengan es batu bertujuan untuk memperluas luas permukaan daging
ikan dan supaya tidak terjadi kerusakan oleh mikroorganisme patogen.
Sifat fungsional yang penting bagi produk surimi adalah sifat pembentukan gel dan daya
ikat air yang tinggi.
bahan anti denaturasi protein yang digunakan adalah sukrosa.
Penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi bertujuan untuk memberikan efek
buffer pada pH daging ikan dan sebagai agen pengkelat.
Semakin tinggi konsentrasi sukrosa, garam, dan polifosfat yang ditambahkan, maka nilai
WHC akan semakin meningkat an diikuti dengan peningkatan hardness.
Semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, maka tingkat kekenyalan akan
semakin meningkat
Semarang, 22 September 2015 Asisten Dosen :- Yusdhika Bayu S
Ichlasia Ainul Fitri
(13.70.0196)
16
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)
Luas atas = 13
a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)
Luas bawah = 13
a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)
Luas Area Basah = LA - LB
mg H2O = luas areabasah−8,0
0,0948
Kelompok A1
a = 60 mm h1 atas = 185 mm h1 bawah = 35 mm
ho = 99 mm h2 atas = 200 mm h2 bawah = 16 mm
hn = 120 mm h3 atas = 182 mm h3 bawah = 24 mm
Luas atas = 13
x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)
= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)
= 41.740 mm2
Luas bawah = 13
x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)
= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)
= 9.740 mm2
Luas Area Basah = 41.740 – 9,740
= 32.000 mm2
mg H2O = 32.000−8,0
0,0948 = 337.468,35 mg
Kelompok A2
a = 40 mm h1 atas = 172 mm h1 bawah = 19 mm
ho = 79 mm h2 atas = 176 mm h2 bawah = 8 mm
17
18
hn = 107 mm h3 atas = 148 mm h3 bawah = 16 mm
Luas atas = 13
x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)
= 403
(79 + 688 + 352 + 592 + 107)
= 24.240 mm2
Luas bawah = 13
x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)
= 403
(79 + 76 + 16 + 64 +107)
= 4.560 mm2
Luas Area Basah = 24.240 – 4.560
= 19.680 mm2
mg H2O = 19.680−8,0
0,0948 = 207.510,55 mg
Kelompok A3
a = 45 mm h1 atas = 173 mm h1 bawah = 24 mm ho = 87 mm h2 atas = 192 mm h2 bawah = 10 mmhn = 60 mm h3 atas = 172 mm h3 bawah = 23 mm
Luas atas = 13
x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)
= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)
= 28.665 mm2
Luas bawah = 13
x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)
= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)
= 5.325 mm2
Luas Area Basah = 28.665 – 5.325
19
= 23.340 mm2
mg H2O = 23.340−8,0
0,0948 = 246.118,14 mg
Kelompok A4
a = 45 mm h1 atas = 161 mm h1 bawah = 14 mm
ho = 75 mm h2 atas = 178 mm h2 bawah = 7 mm
hn = 90 mm h3 atas = 153 mm h3 bawah = 10 mm
Luas atas = 13
x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)
= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)
= 26.655 mm2
Luas bawah = 13
x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)
= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)
= 4.125 mm2
Luas Area Basah = 26.655 – 4.125
= 22.530 mm2
mg H2O = 22.530−8,0
0,0948 = 237.573,84 mg
Kelompok A5
a = 40 mm h1 atas = 154 mm h1 bawah = 33 mm
ho = 75 mm h2 atas = 196 mm h2 bawah = 3 mm
hn = 99 mm h3 atas = 169 mm h3 bawah = 13 mm
Luas atas = 13
x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)
= 403
(75 + 616 + 392 + 676 + 99)
= 24.773,33 mm2
Top Related