SUKUKKonsep keuangan berbasis syariah islam (Islamic Finance) yang real syariah dewasa ini
telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh
negara-negara Islam di kawasan Timur Tengah saja melainkan juga oleh berbagai
negara di kawasan Asia, Eropa dan Amerika. Hal tersebut ditandai dengan didirikannya
berbagai lembaga keuangan syariah dan diterbitkannya berbagai instrumen keuangan
berbasis syariah. Selain itu, juga telah dibentuk lembaga internasional untuk
merumuskan infrastruktur sistem keuangan Islam dan standar instrumen keuangan
Islam, serta didirikannya lembaga rating Islam. Beberapa prinsip pokok dalam transaksi
keuangan sesuai syariah antara lain berupa penekanan pada perjanjian yang adil,
anjuran atas sistem bagi hasil atau profit sharing, serta larangan terhadap riba,
gharar, dan maysir.
Salah satu bentuk instrumen keuangan syariah yang telah banyak diterbitkan baik oleh
korporasi maupun negara adalah sukuk. Di beberapa negara, sukuk telah menjadi
instrumen pembiayaan anggaran negara yang penting. Pada saat ini, beberapa negara
telah menjadi regular issuer dari sukuk, misalnya Malaysia, Bahrain, Brunei Darussalam,
Uni Emirat Arab, Qatar, Pakistan, dan State sof Saxony Anhalt – Jerman.
Penerbitan sovereign sukuk biasanya ditujukan untuk keperluanpembiayaan negara
secara umum (general funding) atau untuk pembiayaan proyek-proyek tertentu,
misalnya pembangunan bendungan, unit pembngkit listrik, pelabuhan, bandar udara,
rumah sakit, dan jalan tol. Selain itu, sukuk juga dapat digunakan untuk keperluan
pembiayaan cash-mismacth, yaitu dengan menggunakan sukuk dengan jangka waktu
pendek (Islamic Tresury Bills) dan juga dapat digunakan sebagai instrumen pasar uang.
Total emisi sukuk internasional berkembang pesat dari semula pada tahun 2002 hanya
sekitar USD 1 miliar, menjadi USD 17 miliar pada bulan April 2007. jumlah dan jenis
instrumen sukuk juga terus berkembang, dari semula hanya dikenal sukuk al ijarah
berkembang menjadi 14 jenis sukuk sebagaimana ditetapkan oleh The Accounting and
Auditing Organization of Islamic Financial Institutions (AAOIFI). adapun investor sukuk,
tidak lagi hanya terbatas pada investor islami, karena pada saat ini sebagain besar
investor sukuk justru merupakan investor konvensional.
Dalam negeri sendiri, pasar keuangan syriah, termasuk pasar sukuk juga tumbuh
secara cepat, meskipun proporsinya dibandingkan konvensional masih relatif kecil.
untuk keperluan pengembangan basis sumber pembiayaan anggaran negara dan dalam
rangka pengembangan pasar keuangan syariah dalam negeri, pemerintah telah
menyusun RUU tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). UU SBSN tersebut akan
menjadi legal basis bagi penerbitan dan pengelolaan sukuk negara atau SBSN.
Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki
arti mirip dengan sertifikat atau note. dalam pemahaman praktisnya, sukuk
merupakan bukti (claim) kepemilikan.
Definisi sukuk / sertifikat ialah sertifikat bernilai sama dengan bagian atau seluruhnya
dari kepemilikan harta berwujud untuk mendapatkan hasil dan jasa didalam
kepemilikan aset dan proyek tertentu atau aktivitas investasi khusus, sertifikat ini
berlaku setelah menerima niali sukuk, saat jatuh tempo dengan menerima dana
sepenuhnya sesuai dengan tujuan sukuk tersebut.
Menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI), sukuk adalah “certificate of equal value representing undivided
shares ownership of tangible asset, usufruct and services (in the ownership
of) the assets of particular projects or special investment activity”. Jadi sukuk
adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang dipresentasikan setelah menutup
pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. sama
halnya dengan bagian dan kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa atau
modal dari suatu proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas investasi tertentu.
Sukuk pada prinsipnya mirip dengan obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok
antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction) berupa sejumlah
tertentu aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk, dan adanya akad atau perjanjian
antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip bagi syariah. selain itu,
sukuk juga harus distruktur secara syariah agar instrumen keuangan ini aman dan
terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 31/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu
surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah. sukuk mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Keputusan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
No. KEP-130/BL/2006 tahun 2006 Peraturan No. IX .A. 13, sukuk ádalah efek syariah
berupa sertufikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau tidak terbagi atas kepemilikan aset berwujud
tertentu nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi
tertentu, dan kepemilikan atas aset proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu.
Undang-Undang Sukuk
Pada Mei 2008 lalu, Pemerintah telah mengundangkan Undang-undang No. 19/2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign
sukuk).
Karakteristik Sukuk
· Merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat (benefical title).
· Pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad yang
digunakan.
· Terbebas dari riba, gharar, dan maysir.
· Penerbitannya melalui special purpose vechicle (SPV)
· Memerlukan underlying asset.
· Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip syariah.
Jenis-Jenis Sukuk
Sukuk, berdasarkan strukturnya terdapat berbagai jenis, yang dikenal secara
international dan telah mendapatkan endorsement dari The Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) adalah :
Sukuk Ijarah : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah,
dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menyewakan hak manfaat
atas suatu aset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode yang disepakati,
tanpa diikuti perpindahan kepemilikan aset itu sendiri.
Sukuk Mudharabah: Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (rab-al-maal/shahibul maal) dan
pihak lain menydiakan tenaga dan keahlian (mudharib), keuntungan dari kerjasama
tersebut akan dibagi berdasarkan proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati
sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak penyedia
modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur moral hazard (niat tidak baik dari
mudharib).
Sukuk Musyarakah : Sukuk yang diterbitkan berdasarka perjanjian atau akad
musyarakah, dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk
membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai
kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
Sukuk Istishna : Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad istishna,
dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek
atau barang. Adapun harga, waktu penyerahan dan spesifikasi proyek/barang
ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Perbandingan Sukuk dan Obligasi
Deskripsi Sukuk
Obligasi
Penerbit Pemerintah, korporasi
Pemerintah, korporasi
Sifat instrument Sertifikat kepemilikan/penyertaan Instumen
pengakuan utang
Penghasilan Imbalan, bagi hasil, margin
Bunga/kupon, capital gain
Jangka waktu Pendek – Menengah
Menengah – Panjang
Underlying asset Perlu
Tidak perlu
Pihak yang terkait Obligor, SPV, investor, Trustee
Obligor/issuer, investor
Price Market price
Market price
Investor Islam, konvensional
Konvensional
Pembayaran pokok Bullet atau amortisasi Bullet atau
amortisasi
Penggunaan Harus sesuai syariah Bebas
Negara-negara yang telah menerbitkan sukuk :
· Eropa (Jerman, Inggris dan Kanada).
· Timur Tengah (Dubai, Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan dan Qatar).
· Asia (Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Cina, India dan Indonesia)
Selain negara-negara yang telah disebutkan, ada pula kota-kota yang telah melirik dan
mengembangkan instrumen keuangan yang berbasis ekonomi syariah ini, di antaranya
adalah Hongkong. Pemerintah Hongkong melalui Hongkong Monetary Authority (Bank
Sentral Hongkong) telah membentuk kelompok kerja yang bertugas menerbitkan
peraturan yang diperlukan terkait dengan sistem ekonomi syariah, sistem pajak, dan
regulasi lainnya agar sistem syariah bisa berjalan seperti sistem ekonomi konvensional.
Usaha ini pun terus bergulir dengan diluncurkannya Hangseng Islamic China Index Fund
oleh Badan Pengawas Pasar Modal Hongkong.
Kelebihan berinvestasi dalam sukuk negara, khususnya untuk struktur ijarah
· Memberikan penghasilan berupa imbalan atau nisbah bagi hasil yang kompetitif
dibandingkan dengan instrumen keuangan lain.
· Pembayaran imbalan dan nilai nominal sampai dengan sukuk jatuh tempo dijamin oleh
pemerintah.
· Dapat diperjual-belikan di pasar sekunder.
· Memungkinkan diperolehnya tambahan penghasilan berupa margin (capital gain)
· Aman dan terbebas dari riba (usury), gharar (uncertainty), dan maysir (gambling).
· Berinvestasi sambil mengikuti dan melaksanakan syariah.
Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan Sukuk
· Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan nilai
nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan jatuh tempo. dalam hal sovereign
sukuk, obligornya adalah pemerintah.
· Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan khusus untuk
penerbitan sukuk dengan fungsi:
1. sebagai penerbit sukuk,
2. menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan aset,
3. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
· Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan nilai
nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
Penggunaan Underlying Asset
Penerbitan sukuk memerlukan sejumlah tertentu aset yang akan menjadi objek
perjanjian (underlying asset). aset yang menjadi objek perjanjian harus memiliki nilai
ekonomis, dapat berupa aset berwujud atau tidak berwujud, termasuk proyek yang
akan atau sedang dibangun. fungsi underlying asset tersebut adalah:
· Menghindari riba
· Sebagai prasyarat untuk dapat diperdagangkannya sukuk di pasar sekunder.
· Untuk menentukan jenis struktur sukuk.
Dalam sukuk Ijarah Muntahiya Bittamlik atau Ijarah Sale And Lease Back, penjualan aset
tidak disertai penyertaan fisik aset tetapi yang dialihkan adalah hak manfaat (benefit
title) sedangkan kepemilikan aset (legal title) tetap pada obligor. pada akhir periode
sukuk, SPV wajib menjual kembali aset tersebut kepada obligor.
Pengertian Sukuk Ritel
Surat Berharga Syariah Negara Ritel (Sukuk Ritel) merupakan surat berharga negara
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset surat Berharga Syariah Negara, yang dijual kepada individu (ritel) atau
perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual, dengan volume minimum
yang ditentukan
Tujuan Penerbitan Sukuk Ritel
Penerbitan sukuk ritel ini memiliki tujuan yang smaa dengan obligasi yang diterbitkan
Pemerintah lainnya (SUN, ORI, SBSN) yaitu untuk membiayai anggaran negara,
divesifikasi sumber pembiayaan, memperluas basis investor, mengelola pembiayaan
negara dan menjamin tertib administrasi pengelolaan Barang Milik Negara.
Manfaat Memiliki Sukuk Ritel
· Investasi yang aman (pemerintah sebagai penjamin).
· Memberikan return yang relatif tinggi (12% gross => 9.6% nett) dibandingkan produk
konservatif lain seperti reksadana pasar uang atau deposito.
· Mendapatkan pembayaran imbalan yang dilakukan secara berkala (perbulan).
· Berpotensi memperoleh Capital Gain, ketika harga sedang naik di pasar sekunder.
Persamaan dan Perbedaan Sukuk Ritel dan ORI
Persamaan Perbedaan
· sukuk ritel dan ORI merupakan surat berharga negara yang diperuntukkan bagi
investor ritel.
· sukuk ritel dan ORI merupakan bukti investasi masyarakat kepada pemerintah. Baik
sukuk ritel maupun ORI pembayaran bunga/imbalan dan pelunasan/pembelian kembali
dijamin oleh pemerintah. · ORI adalah pinjaman modal dari masyarakat kepada
pemerintah, sedangkan sukuk ritel adalah bentuk penyertaan modal masyarakat atas
bagian dari aset sukuk ritel yang dijadikan obyek transaksi.
· ORI memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa bunga. sedangkan
sukuk ritel memberikan penghasilan (return) kepada investor berupa imbalan sewa,
sesuai dengan akad yang digunakan.
Resiko Memiliki Sukuk Ritel
· Resiko Gagal Bayar (Defailt Risk), adalah resiko dimana investor tidak dapat
memperoleh pembayaran dana yang dijanjikan oleh penerbit pada saat produk
investasi jatuh tempo. berhubung yang menerbitkan pemerintah, resiko ini sangatlah
kecil (diasumsikan risk free).
· Resiko Pasar (Market Risk), adalah potensi kerugian bagi nvestor (capital loss) karena
menjual sukuk ritel sebelum jatuh tempo (pada saat nilainya turun).
· Resiko Likuiditas (Liquidity Risk), adalah kesulitan dalam pencairan, resiko ini bisa
disebabkan karena kecenderungan produk syariah di-hold (tidak diperjual belikan
hingga jatuh tempo), tetapi untuk sukuk ritel para agen penjual telah menjamin untuk
membeli kembali barang yang dijual oleh investor. resiko yang bisa terjadi adalah
investor terpaksa menjual kepada agen penjual dengan harga di bawah harga pasar.
apabila pembelian dalam jumlah tidak besar, bunganya yang relatif kecil dan ditransfer
ke bank bisa menjadi tidak signifikan dan bisa terpakai.
Prospek Sukuk di Indonesia
Pasar keuangan di Indonesia baru saja mencatat sejarah baru. Meski terlambat, Pada
Mei 2008 lalu, Pemerintah telah mengundangkan Undang-undang No. 19/2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau UU Sukuk Negara (sovereign sukuk). kita
patut memberikan apresiasi tinggi atas upaya pemerintah dan DPR yang berhasil
menghasilkan UU Sukuk Negara ini. Dikatakan terlambat, karena perkembangan sukuk
di Indonesia, sesungguhnya sudah dimulai oleh swasta, meskipun pangsanya masih
kecil.
Pada tahun ini, pemerintah berencana menerbitkan sukuk hingga Rp18 triliun. Bila
dibandingkan dengan obligasi negara konvensional, rencana penerbitan sukuk ini
memang masih kecil. Namun, dimulainya penerbitan sukuk ini oleh pemerintah ini akan
dapat menjadi trigger bagi penerbitan sukuk lainnya. Dengan diberlakukannya UU
Sukuk Negara dan adanya rencana penerbitan sukuk oleh pemerintah, itu berarti sukuk
kini menjadi instrumen pembiayaan yang diakui sehingga dapat meningkatkan
kepercayaan investor terhadap sukuk kita, baik sukuk negara maupun sukuk korporasi.
Fakta menunjukkan perkembangan sukuk memang dimulai dengan adanya soverign
sukuk. Berdasarkan data dari Standard & Poor’s (S&P), bila pada tahun 2003, sovereign
sukuk masih mendominasi pasar sukuk global yaitu sebesar 42% dan sukuk yang
diterbitkan oleh lembaga keuangan sebesar 58%, maka sejak saat itu komposisinya
mengalami pergeseran. Pada tahun 2007, kini justru sukuk korporasi yang mendominasi
pasar sukuk global, yaitu sekitar 71%, lembaga keuangan 26%, dan pemerintah tinggal
3%.
Perkembangan Sukuk
Sukuk kini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam sistem keuangan global.
Pada tahun 2007, nilai sukuk yang diperdagangkan di pasar global telah meningkat
lebih dari dua kali dibandingkan tahun 2006, dan mencapai US$62 miliar dibandingkan
tahun 2006 sebesar US$27 miliar. Dari tahun 2001 hingga tahun 2006, Sukuk
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 123%. Berdasarkan proyeksi S&P, dalam
lima tahun ke depan, pasar sukuk dapat menembus level US$100 miliar, tergantung
pada kondisi stabilitas pasar kredit. Sementara itu, Moody’s memperkirakan bahwa
pasar sukuk akan meningkat sebesar 35% per tahun. Pada tahun 2010, pasar sukuk
global diperkirakan dapat menembus hingga US$200 miliar, terutama ditopang oleh
negara-negara di kawasan Teluk, Inggris, Jepang, dan Thailand.
Pengembangan sukuk sangat didukung regulator dan pemerintah di kawasan Teluk dan
Asia. Kini, semakin banyak negara yang telah menerbitkan sukuk sebagai instrumen
pembiayaan. Pada tahun 2007, telah ada 10 negara yang menerbitkan sukuk, padahal
pada tahun 2001 baru ada 2 negara. Uni Emirat Arab (UEA) dan Malaysia masih
mempertahankan sebagai negara penerbit sukuk terbesar di dunia. Pada tahun 2007,
lebih dari US$25 miliar sukuk (atau sekitar 75% dari seluruh sukuk yang diterbitkan di
seluruh dunia pada tahun itu) adalah sukuk yang diterbitkan oleh UEA dan Malaysia.
Sementara itu, Malaysia sendiri menguasai sekitar 66% dari seluruh penerbitan sukuk di
dunia.
S&P memperkirakan Malaysia dan UEA akan tetap memegang posisinya sebagai
penguasa pasar, karena ditopang oleh regulator dan status UEA sebagai pintu masuk
(gateway) para investor global. Selain dukungan yang kuat dari pemerintah setempat,
perkembangan pesat tersebut juga tidak terlepas dari kinerja sukuk itu sendiri.
Berdasarkan data dari Dowjones terlihat bahwa di seluruh dunia indeks surat berharga
yang berbasis syariah (saham dan sukuk), kinerjanya lebih baik dibandingkan indeks
konvensional. Hal yang sama juga terjadi di Malaysia, sebagai negara terbesar dalam
hal pangsa pasar penerbitan sukuk di dunia.
Potensi Bagi Indonesia
Sebagaimana disebut di atas, perkembangan sukuk di Indonesia sesungguhnya bermula
karena adanya inisiatif dari swasta. Dukungan yang kurang dari pemerintah dan
regulator terhadap perkembangan sukuk ini, menyebabkan posisi Indonesia dalam
pasar keuangan syariah global tidak mendapatkan tempat yang semestinya. Hingga
saat ini, baru terdapat sekitar 20 sukuk yang diakui sebagai emiten syariah oleh
Bapepam.
Dengan diberlakukannya UU Sukuk Negara, diperkirakan perkembangan pasar sukuk di
Indonesia bakal lebih semarak dibandingkan sebelumnya. Terlebih lagi, minat investor
terhadap sukuk ini sangat besar, sebagaimana ditunjukan dari perkembangan sukuk
global saat ini. Tahun ini pemerintah memang memfokuskan diri untuk pengembangan
pasar sukuk domestik. Jika penerbitan perdana ini sukses, diperkirakan akan semakin
menarik investor asing, khususnya dari Timur Tengah, untuk masuk ke pasar keuangan
syariah di Indonesia.
Namun demikian, pasar sukuk di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.
Pertama, pasar keuangan syariah di Indonesia tidak terlalu likuid. Penyebabnya, pangsa
pasarnya yang relatif kecil, yaitu kurang dari 5% dari seluruh sistem keuangan di
Indonesia. Kecilnya pangsa pasar keuangan syariah ini diperkirakan akan menyebabkan
pertumbuhan pasar sukuk domestik akan tetap terbatas. Oleh karenanya, bila langkah
perdana pemerintah menerbitkan sukuk domestik berhasil, selanjutnya perlu dibuka
pasar sukuk global sebagai benchmark bagi penerbitan sukuk global lainnya, baik
sovereign sukuk maupun corporate sukuk.
Selain itu, regulasi yang masih dirasakan menghambat perkembangan pasar sukuk
domestik juga perlu dibenahi, sebagaimana yang terdapat dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 5/12 tahun 2004. Dalam PBI tersebut, bank yang memiliki sukuk
agar memegangnya hingga jatuh tempo. Meski aturan ini penting untuk menjaga aspek
kesyariahan bank syariah, namun PBI ini perlu direvisi agar tidak menghambat likuiditas
pasar sukuk.
Kedua, belum adanya kepastian masalah perpajakan terkait dengan transaksi yang
melibatkan investor sukuk. Permasalahan perpajakan ini tidak hanya terkait dengan
sukuk, namun menyangkut transaksi keuangan syariah secara keseluruhan. Isu yang
paling mengemuka adalah adanya double taxation dalam transaksi keuangan syariah.
Ketiga, kebanyakan produk keuangan syariah bersifat “debt-based” atau “debt-likely”.
Padahal, idealnya keuangan syariah adalah “profit-loss sharing”. Ini terlihat dari
komposisi tingkat kupon sukuk yang dibayarkan masih mendasarkan pada tingkat suku
bunga tertentu. Sehingga, tidak mengherankan jika AAOIFI memberikan penilaian
bahwa sekitar 85% sukuk belum sesuai dengan syariah. Oleh karena itu, bagi Indonesia
perlu pengembangan inovasi dan struktur sukuk yang lebih beragam.
Referensi 2
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu isu terhangat pasar keuangan syariah adalah kesesuaian syariah
dari sukuk. Muhammad Taqi Usmani, seorang ahli fikih dan pakar keuangan syariah
kenamaan yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Syariah AAOIFI, sebuah
lembaga internasional terkemuka yang membuat berbagai aturan standar keuangan
syariah dunia, mengatakan 85 persen penerbitan sukuk dunia tidak sesuai dengan
syariah.
itu menyatakan bahwa sukuk-sukuk (Obligasi Syari’ah) tersebut pada
umumnya memiliki kemiripan praktik dengan obligasi konvensional berbasis bunga
sehingga jika tidak segera diperbaiki mekanismenya dikhawatirkan akan
menciptakan sejumlah masalah di masa datang. Ia pun mempermasalahkan struktur
sukuk yang lebih mendekati struktur debt-based daripada equity-based. Sebuah
pernyataan yang perlu mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kepentingan
industri keuangan syariah mengingat latar belakang kepakaran beliau tidak
diragukan lagi.
Harus kita akui, bahwa sukuk atau obligasi syariah ini adalah salah satu bentuk
terobosan baru dalam dunia keuangan Islam, meskipun istilah tersebut adalah
istilah yang memiliki akar sejarah yang panjang.Inilah salah satu bentuk produk
yang paling inovatif dalam pengembangan sistem keuangan syariah kontemporer.
Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional.Semenjak ada
konvergensi pendapat bunga adalah riba, maka instrument-instrumen yang punya
komponen bunga (interest-bearing instrument) ini keluarkan dari daftar investasi
halal.Kerna itu, dimunculkan alternative yang dinamakan obligasi syariah.
Pada awalnya, penggunaan istilah “obligasi syariah” sendiri dianggap
kontradiktif.Obligasi sudah menjadi kata yang tak mungkin lepas dari bunga
sehingga tidak dimungkinkan untuk disyariahkan.
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya
yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan
(hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena
biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan
dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun
2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam
peraturanm di Bapepam LK.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan
penyertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika
menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad
hutang piutang melainkan penyertaan.
BAB II
PEMBAHASAN
I. Sukuk (Oligasi Syari’ah)
A. Pengertian sukuk
Sukuk berasal dari kata “صكوك” bentuk jamak dari kata “صك”dalam bahasa
Arab yang berarti cek atau sertifikat, atau alat tukar yang sah selain uang. Kata
“sukuk” pertama kali diperkenalkan kembali dan diajukan sebagai salah satu alat
keuangan Islam pada rapat ulama fikih sedunia yang diselenggarakan oleh Islamic
Development Bank (IDB) pada tahun 2002. Secara singkat AAOIFI mendefinisikan
sukuk sebagai sertifikat berniliai sama yang merupakan bukti kepemilikan yang tidak
dibagikan atas suatu asset, hak manfaat dan jasa-jasa atau kepemilikan atas proyek
atau kegiatan investasi tertentu.
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan perbedaan
pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai
pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying transaction)
berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan sukuk dan adanya
akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur secara syariah agara instrument
keuangan ini aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan
penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika
menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad
hutang piutang melainkan penyertaan.
B. Dalil sukuk atau Obligasi syari’ah
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah)
penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-
dalilnya:
1. Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1:
د2 و4 ب2ا4لع6ق6 ا و4 ا?و4ف6 ا ن6و4 ء?ام? FلFذ2ي4ن? اا ?يHه? 4ا ي?اHai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu[1]
2. Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34:
I ال ئ6و4 م?س4 ك?ان? د? 4لع?ه4 ا Fا2ن د2 ب2ا4لع?ه4 ا و4 ا?و4ف6 و?4 ......“dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya”.
3. Hadis Nabi SAW:
: بين جائز الصaل_ح م ص الله رسول قال المزاني عوف بن عمرو عنإال شروطهvم عل}ى وال_مسلمون حراما aحل{ أ }و أ حالال م aحر صل_حا اال ال_مسلمين
( ) الترمذى امام رواه حراما aأحل أو حالال م aحر شرطا“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.”
4. Kaidah Fikih:
حرم ما اال منه يحظر فال العفو العادات فى الله األصلC. Pendapat Ulama’
Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk
(Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan prinsip
syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah, tersebut berupa
bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah sebelumnya
yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai makna loan
(hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif maknanya karena
biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah interest, sedangkan
dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang diharamkan. Untuk itu sejak tahun
2007 istilah bond ditukar dengan istilah Sukuk sebagaimana disebutkan dalam
peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa penjualan
sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah jelas keberadaan
fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan. Maka dari sinilah
pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini bermula. (Abu Fahmi
D. Pendapat sendiri
Sukuk (Obligasi syariah) merupakan alternative bagi umat islam untuk
berinvestasi secara aman dan halal. Kita tidak sedang berandai-andai bahwa kita
hidup di zaman dahulu dimana kehidupan dunia belum terhubungkan dengan cepat
dan terbuka lebar. Kita harus faham bagaimana kaum kapitalis menguasai dunia
melalui penguasaan perusahaan-perusahaan yang memenuhi keperluan hidup
orang banyak, khususnya Muslim. Apakah Muslim tidak boleh menjadi pemilik
perusahaan-perusahaan tersebut? Atau apakah perusahaan-perusahaan milik
Muslim tidak boleh masuk bursa disebabkan instrument yang mengandung riba?
Muslim berhak dan wajib menguasai perekonomian dunia, dan Islam melalui
kekayaan khazanah pemikiran ulamanya telah menciptakan sukuk sebagai
instrument pengganti tersebut yang bebas dari unsur riba, judi, dan gharar.
E. Hukum sukuk (obligasi konvensional)
sukuk dalam mekanisme dan persyaratan tertentu yang menghindarkan diri
dari kedua unsur yang disebutkan dalam riwayat di atas adalah boleh dan halal.
Referensi 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang Masalah
Dimasa dewasa ini banyak dari kalangan masyarakat yang menjalankan
kegiatan inventasi. Dalam kegiatan investasi tersebut pada umumnya
dikoordinasikan oleh suatu lembaga, yaitu bursa efek, yang mana dalam
kegiatannya selalu diawasi oleh BAPEPAM. Dalam kegiatan investasi tersebut,
sebagaimana yang kita ketahui bersama pada pasar modal terdapat beberapa
instrument investasi yang sering digunakan sebagai alternatifi kegiatan
investasi ini, yaitu Saham dan Obligasi.
Secara global, bagi orang-orang yang tak mementingkan unsur halal dan
haram (Konvensional) tidaklah ada masalah dalam menjalankan kegiatan
investasi ini. Namun, bagi kita kaum muslim tentu menjalankan suatu usaha
ataupun kegiatan bisnis harus mempertimbangkan halal dan haramnya, sesuai
dengan yang telah diatur dalam hukum Syara’ diantaranya dalam kegiatan
tersebut harus terhindar dari unsur Riba, Judi, Gharar, dan Haram.
Oleh karena itu dalam terdapat beberapa produk Syariah dalam
kegiatan investasi ini, seperti Saham Syariah dan Obligasi Syariah atau sering
disebut dengan Sukuk. Adanya produk tersebut pada dasarnya untuk membantu
para kaum muslim yang ingin ikut serta dalam kegiatan investasi agar tidak
terjerumus kedalam praktik-praktik yang diharamkan oleh hukum Syara’.
B. Rumusan Masalah
Dari sedikit pemaparan rumusan masalah diatas, kami rasa perlu
memberikan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah sederhana
ini, agar pembahasannya tidak menjadi terlalu luas dan lebih menjurus.
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai Obligasi
Syariah atau yang dikenal dengan itilah Sukuk. Hal tersebut mencakup
beberapa poin penting, diantaranya :
1. Apa yang dimaksud dengan sukuk,
2. Bagaimana karateristiknya,
3. Dan siapa saja yang terlibat dalam penerbitan sukuk.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak)
yang memiliki arti mirip dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman
praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim) kepemilikan. Sementara itu, menurut
fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten
kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar
pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee,
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut
organisasi tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai yang
direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti terima nilai sertifikat,
dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan
kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu
proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu.[1]
Pada prinsipnya sukuk mirip seperti obligasi konvensional dengan
perbedaan pokok antara lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil
sebagai pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah tertentu asset yang menjadi dasar penerbitan
sukuk dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak yang disusun
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk juga harus distruktur
secara syariah agara instrument keuangan ini aman dan terbebas dari riba,
gharar dan maysir.
Sukuk bukan merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan
penertaan dana (investasi) yang didasarkan pada prinsip bagi hasil jika
menggunakan akad mudharabah dan musyarakah. Transaksinya bukan akad
hutang piutang melainkan penyertaan.
B. Dasar Hukum Sukuk (Obligasi Syariah)
a. Al-Qur’an
Adapun dalil yang berkenaan dengan kebolehan Sukuk (obligasi syariah)
penyusun sarikan dari Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Berikut dalil-
dalilnya:
1. Firman Allah SWT, QS. Al-Ma’idah [5]:1: vلع�ق�و_د_ vا ب }و_ف�و_ا ا �و_ا ء}ام}ن _ن} �ذvي �ل �ه}اا }ي _ا }ا ي
Hai orang – orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu
2. Firman Allah SWT, QS. Al-Isra’ [17]: 34: � �و_ال ئ م}س_ }ان} ك _لع}ه_د} ا vن� ا vلع}ه_د_ vا ب }و_ف�و_ا و}ا
“......dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan
jawabnya.”3. Firman Q.S. al-Baqarah [2]: 275 :
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh �9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ ”Ï%©!$#
çmäܬ6y‚tFtƒ ß`»sÜø‹¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒöNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s%
$yJ¯RÎ) ßìø‹t7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh �9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìø‹t7ø9$# tP§�ymur
(#4qt/Ìh �9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y`×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§‘ 4‘ygtFR$$sù ¼ã&s#sù
$tB y#n=y™ ÿ¼çnã �øBr&ur ’n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù
Ü=»ysô¹r&Í‘$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz
“orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil
riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.”
b. Hadits
Hadis Nabi SAW yang digunakan sebagai dalil dasar sukuk ini ialah hadits
yang diriwayatkan oleh ‘Amar bin ‘Auf,
اال : ال_مسلمين بين جائز الصaل_ح م ص الله رسول قال المزاني عوف بن عمرو عنأو حالال م aحر شرطا إال شروطهvم عل}ى وال_مسلمون حراما aحل{ أ }و أ حالال م aحر صل_حا
حراما aأحل ) الترمذى) امام رواه“Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram.”
c. Qaidah Fikih:
Terdapat tiga kaidah yang digunakan, yaitu :
1. Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”;
2. “Kesulitan dapat menarik kemudahan”;
3. حرم ما اال منه يحظر فال العفو العادات فى الله األصل
“Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat/ kebiasaan sama dengan sesuatu yang
berlaku berdasarkan syara (selama tidak bertentangan dengan syariah).”
d. Pendapat Ulama’
Dengan mempertimbangkan beberapa dalil diatas, akhirnya dikeluarkanlah
Fatwa dewan syari`ah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Sukuk
(Obligasi syari`ah) adalah surat berharga berjangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikelurkan emitten kepada pemegang obligasi syariah,
tersebut berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.”
Karakteristik dan istilah sukuk merupakan pengganti dari istilah
sebelumnya yang memggunakan istilah bond, dimana istilah bond mempunyai
makna loan (hutang), dengan menambahkan Islamic maka kontradiktif
maknanya karena biasanya yang mendasari mekanisme hutang (loan) adalah
interest, sedangkan dalan Islam interest tersebut termasuk riba yang
diharamkan. Untuk itu sejak tahun 2007 istilah bond ditukar dengan istilah
Sukuk sebagaimana disebutkan dalam peraturanm di Bapepam LK.
Abu Hanifa dan muridnya Abu Yusuf memberikan pandangan bahwa
penjualan sesuatu/properti yang belum diterima oleh si penjual namun sudah
jelas keberadaan fisiknya (dapat dicek keberadaannya) adalah diperbolehkan.
Maka dari sinilah pondasi instrument bernama sukuk di abad modern ini
bermula.[2]
C. Karakteristik dan Macam Sukuk (Obligasi Syariah)
a. Karakteristik Sukuk
Terdapat beberapa karakteristik mengenai sukuk, karakteristik tersebut
adalah (Depkeu:2010),
1. merupakan bukti kepemilikan suatu aset berwujud atau hak manfaat,
2. pendapatan berupa imbalan (kupon), marjin, dan bagi hasil, sesuai jenis aqad
yang digunakan,
3. terbebas dari unsur riba, gharar, dan maisir;
4. penerbitannya melalui Special Purpose Vehicle (SPV),
5. memerlukan underlying asset;
6. dan, penggunaan proceds (hasil jual) harus sesuai prinsip syariah.
b. Macam-macam Sukuk (Obligasi Syariah)
1. Sukuk Ijarah
Adalah suatu sertifikat yang memuat nama pemilik nya (investor) dan
melambangkan kepemilikan terhadap aset yang bertujuan untuk disewakan,
atau kepemilikikan manfaat dan kepemilikan jasa sesuai jumlah efek yang dibeli
denagn harapan mendapatkan keuntungan dari hasil sewa yang berhasil
direalisasikan berdasar transaksi ijarah.
Ketentuan akad ijarah sebagai berikut:
Objeknya dapat berupa barang (harta fisik yang bergerak, tak bergerah,
harta perdagangan) maupun berupa jasa
Manfaat dari objek dan nilai manfaat tersebut diketahui dan disepakati
oleh kedua belah piahak.
Ruang lingkup dan jangka waktu pemakaiannya harus dinyatakan secara
spesifik.
Penyewa harus membagi hasil manfaat yang diperolehnya dalam bentuk
imbalan atau sewa/upah
Pemakaian manfaat harus menjaga objek agar manfaat yang diberikan
oleh objek tetap terjaga
Pembeli sewa haruslah pemilik mutlak.
Secara teknis, obligasi ijarah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Investor dapat bertindak sebagai penyewa , sedangkan emiten dapat bertindak
sebagai wakil investor.
Setelah investor memperoleh hak sewa, maka investor menyewakan kembali
objek sewa tersebut kepada emiten.
2. Obligasi syariah musyarakah
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
musyarakah di mana dua pihak atau lebih bekerja sama menggabungkan modal
untuk pembangunan proyek baru, mengembangkan proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada atau membiayai kgiatan usaha.
3. Obligasi syariah istishna’
Adalah obligasi syariah yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
istishna’ di mana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan
suatu proyek/barang.[3]
4. Obligasi Syariah mudarabah
yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad mudarabah yang
merupakan satu bentuk kerjasama, yang satu pihak menyediakan modal (rabb
al-mal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudarib), keuntungan
dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah
disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh
pihak penyedia modal.
c. Pihak-pihak yang Terlibat dalam Penerbitan Sukuk
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk adalah
(Depkeu:2010),
1. Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran imbalan dan
nilai nominal sukuk sampai dengan sukuk jatuh tempo.
2. Special Purpose Vehicle (SPV), adalah badan hukum yang didirikan khusus
untuk penerbitan sukuk dengan fungsi: a. sebagai penerbit sukuk; b.
menjadi counterpart (rekan/teman imbangan) dalam transaksi pengalihan aset;
c. bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili kepentingan investor.
3. Investor, adalah pemegang sukuk yang memiliki hak atas imbalan, margin, dan
nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.[4]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sedikit pemaparan pebahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya Sukuk (Obligasi Syariah) berasal dari bahasa Arab
yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan sertifikat
atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan. Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-
MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah.
Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo.
Sukuk sendiri ialah salah satu produk proyek investasi syariah, yang
menunjang keperluan kaum muslim untuk ikut serta dalam kegiatan investasi
yang sesuai dengan aturan syara’ nan bebas dari hal-hal yang diharamkan,
seperti Riba, Judi, dan Gharar. Untuk menghindari hal-hal tersebut digunakanlah
akad-akad (perjanjian) yang jelas dalam praktiknya, sehingga terdapat empat
macam sukuk ini, yaitu Sukuk Ijarah, Mudharabah, Istisna dan Musyarakah.
Top Related