1
Sturuktur Komunitas Moluska Bentik Pada Padang Lamun
Di KKL Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau
Isabela
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Tengku Said Raza’i
Dosen Budidaya Perikanan,FIKP.UMRAH
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat struktur komunitas moluska dan
hubungan bivalvia dan gastropoda yang ada dikawasan konservasi laut daerah (KKLD), desa
Malang Rapat.
Berdasarkan survei diketahui bahwa kawasan konservasi laut daerah dijadikan
lokasi wisata diberbagai daerah baik daerah lokal dan luar daerah. Dikawasan konservasi laut
daerah banyak dijumapai bermacam ekosistem salah satunya ekosistem padang lamun, dipadang
lamun hidup berbagai biota perairan dan salah satunya moluska bentik itu sendiri. Dikarenakan itu
banyak masyarakat lokal menyusuri kawasan konservasi laut daerah untuk mencari hewan bentos
seperti moluska yang bisa dimanfaatkan. Penelitian ini menggunakan metode survey dimana
peneliti memperoleh data melalui data primer dan sekunder. Dari hasil analisis yang dilakukan,
diketahui hasil dari uji korelasi tersebut menyebutkan bahwa hubungan yang terjadi didaaeraj
kawasan konservasi laut daerah antara bivalvia dan gastropoda tidak memiliki hubungan yang
signifikan, yang dimaksud kedua variabel tidak searah dengan nilai korelasi r= -0,10 hal ini
menyimpulkan hubungan antara kedua variabel linier negative kuat/erat. Dan dari hasil pengamtan
speises yang memiliki jumlah kelimpahan tertinggi adalah anadara antiquate 15,4 % dari kelas
bivalvia. Untuk itu diharapkan adanya penelitian didaerah kawasan laut daerah dengan berbeda
ekosistem antara lain hunting mangrove dan terumbu karang dan masyarakat setempat lebih
memperhatikan daerah pesisir dengan pengelolaan baik bagi masyrakat maupun masyarakat
setempat dan saling bekerja sama
Kata kunci: Struktur Komunitas, Moluska, Bentik, Bivalvia dan Gastropoda
2
benthic community structure of molluscs on seagrassin the village
of Malang Rapat KKLD districts bintan
district of Riau Island province
Isabela
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Tengku Said Raza’i
Dosen Budidaya Perikanan,FIKP.UMRAH
ABSTRACT
The purpose of this study was to look at the structure of the community of mollusks and bivalves
and gastropods relationships that exist region marine conservation area ( KKLD ) village of
Malang Rapat.
Based on the survey note that the area used as a marine conservation area tourist sites in various
regions both local area and outside the region Area of marine conservation areas are often found
various ecosystems one seagrass ecosystems, seagrass meadow live various aquatic biota and one
benthic molluscus itself . Due to the many local communities along the regional marine
conservation areas to look for benthic animals such as mollusks that can be utilized . This study
used a survey method in which researchers obtained data through primary and secondary data.
From the analysis conducted , note the result of the correlation test was mentioned that the
relations in area regional marine conservation areas between bivalves and gastropods does not
have a significant relationship , Which is the second variable is not in line with the value of
correlation r = -0.10 conclude this relationship between the two variables strong negative linear /
close . And from the survey speises which has the highest number is the abundance of Anadara
antiquate 15.4 % of the class bivalves . For it is expected the research areas with different local sea
area ecosystems include mangrove forests and coral reefs and the local community to pay more
attention to the management of coastal areas both for the community and the local community and
cooperate with each other.
Keywords : community structure. Molluscs Benthic, gastropods, bivalves
3
Struktur Komunitas Moluska Benti Pada Padang Lamun Di KKLD
Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau
Isabela
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan,FIKP.UMRAH
Tengku Said Raza’i
Dosen Budidaya Perikanan,FIKP.UMRAH
I. PENDAHULUAN
Ekosistem padang lamun merupkan
habitat dan sumber makanan bagi
organisme laut salah satunya adalah
biota moluska bentik. Salah satu
kelompok fauna yang umum dijumpai di
padang lamun adalah moluska, baik yang
hidup sebagai epifauna (merayap di
permukaan) maupun infauna
(membenamkan diri di dalam sedimen).
Dalam rantai makanan, moluska
epifauna merupakan komponen yang
memanfaatkan biomassa epifit di daun
lamun. Sedangkan moluska infauna
menjadi komponen yang memanfaatkan
serasah di permukaan sedimen
(Tomascik et al, 1997) dalam ( Kusnadi
et al, 2008) . Moluska merupakan biota
laut sebagai komponen penting
penyusun ekosistem parairan (Arbi.
2009) sehingga mempunyai potensi
ekonomis dan ekologis penting pada
komunitas bentik
Moluska bentik khususnya
dari kelas Gastropoda dan Bivalvia,
merupakan kelompok yang paling
berhasil menempati berbagai macam
habitat dan ekosistem seperti, lamun,
karang, mangrove dan substrat
pasir/lumpur yang bersifat terbuka
(Canpenberg et al, 2006). Moluska
bentik memiliki kemampuan
beradaptasi yang cukup tinggi pada
berbagai habitat, dapat mengakumulasi
logam berat tanpa mengalami kematian
dan berperan sebagai indikator
4
lingkungan (Canpenberg et al, 2006).
kehidupan Mollusca bentik secara
umum dipengaruhi oleh kualitas
perairannya, antara lain jenis substrat
tempat hidup, kekeruhan, pH, suhu,
salinitas, kandungan oksigen terlarut
dan polutan (Nybakken, 1992) dalam (
Hidayat et al, 2004).
Dengan adanya kawasan
konservasi laut daerah (KKLD)
sehingga kawasan tersebut dilestarikan
supaya wistawan bisa menikmati
keindahan kawasan konservasi laut
daerah dan masyarakat lokal/nelayan
bisa menjaga ekosistem yang telah
dikonservasi dengan penangkapan yang
ramah lingkungan karena konsevasi
Merupakan zona perlindungan yang di
dalamnya terdapat satu atau lebih zona
inti (Mardhijono,2008). Zona ini
dapat dimanfaatkan secara sangat
terbatas, yang didasarkan atas
pengaturan yang ketat. Keberadaan
Kawasan Konservasi Laut Daerah
(KKLD) sebagai salah satu objek
wisata bintan yang berada di desa
Malang Rapat tentang memiliki
peranan yang penting jika ketersedian
kelestarian sumberdaya alam terjaga
yang salah satunya adalah keberadan
moluska bentik.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui struktur
komunitas moluska bentik di KKLD
desa Malang Rapat
2. 2.Untuk mengetahui hubungan
bivalvia dan gastropoda diKKLD
desa Mlang Rapat.
Manfaat pnelitian
1. Memberikan pengetahuan baru
kepada peneliti selanjutnya mengenai
hubungan bivalvia terhadap
gastropoda di KKLD Desa Malang
Rapat
2. Memberikan informasi kepada
masyarakat sekitar dan pemerintah
sebagai acuan dalam pengelolaan
ekosistem padang lamun dan
moluska bentik serta perairan di
KKLD desa Malang Rapat
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur dan komunitas padang
lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air
berbunga (Anthophyta) yang hidup dan
tumbuh terbenam di lingkungan laut,
5
berpembuluh,berimpang(rhizoma),bera
kar, dan berkembang biak secara
generatif maupun vegetatif.
Rimpangnya merupakan batang
yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam
dan menjalar dalam substrat pasir,
lumpur dan pecahan karang (Azkab
2006) dalam (Dobo, 2009).
Rohman (2012) dalam (M. Kasim,
2013) meneyatakan struktur komunitas
adalah suatu deskripsi tentang
masyarakat tumbuhan yang dapat
memberi gambaran mengenai kondisi
lingkungan dan distribusi nutrient di
habitatnya. menurut Soegianto (1994)
dalam,(M. Kasim, 2013) struktur suatu
komunitas tidak hanya dipengaruhi oleh
hubungan antar spesies, tetapi juga oleh
jumlah relative organism dari sepsies-
spesies itu. Ada beberapa metode yang
telah dikembangkan untuk memepelajari
struktur komunitas dengan menggunakan
kurva hubungan spesies-abundance
(spesies kelimpahan), kurva spesies area
dan menghitung indeks keanekaragaman
jenis.
B. Moluska bentik
Moluska bentik berdasarkan habitatnya
termasuk dalam kelompok infauna.
Infauna adalah makroozoobentos
hidupnya terpendam didalam subsrat
perairan dengan cara menggali lubang,
sebagian hewan tersebut hidup sesil dan
tinggal disuatu tempat. Kelompok
infauna sering mendominasi komunitas
subsrat yang lunak dan melimpah
didaerah subtidal misalnya bivalvia dan
gastropoda. (Nyabaken. 1992 dan Sari,
2012 dalam Suci. W, 2013). Infauna
hidup diantara partikel sedimen.
Berdasarkan ukurannya fauna benthos
dibagi menjadi makrofauna (> 0,5 mm)
(Amrullah T, 2010).
c. Kelimpahan , keseragaman, dan dominasi
moluska.
Kelimpahan organisme di dalam perairan
dapat dinyatakan sebagai jumlah individu per
satuan volume atau umumnya dinyatakan
sebagai individu per liter. Sedangkan
kelimpahannya dapat diketahui melalui
analisis densitas, dimana densitas 11 tersebut
dapat diartikan sebagai jumlah individu per
satuan area (Anggoro, 1984) dalam
(Wijayanti.H, 2007) Kelimpahan relatif adalah
prosentase dari jumlah individu dari suatu
species terhadap jumlah total individu dalam
suatu daerah tertentu (Odum, 1971) dalam
(Wijayanti.H, 2007).
Keseragaman hewan benthos dalam suatu
perairan dapat diketahui dari indeks
keseragamannya. Semakin kecil nilai suatu
indeks keseragaman (H’) semakin kecil pula
kesergaman jenis dalam komunitas, artinya
penyebaran jumlah individu tidak sama ada
kecenderungan dominasi oleh jenis tertentu
suatu komunkitas yang masing-masing
jenisnya mempunyai jumlah individu yang
cukup besar dan menunjukan bahwa
ekosistem tersebut mempunyai satuan
(Odum, 1993) dalam (Suci.W, 2013).
Selanjutnya untuk dominasi dapat diketahui
dngan menghitung indeks dominasinya (C),
bahwa nilai indeks dominasi terkait satu sama
lain, dimana apabila organism
6
beranekaragaman berarti organism tersebut
seragam dan ada yang dominan.
D. Pola Sebaran
Menurut Odum (1993) dalam musthofa
(2008), pola penyebaran secara acak relatif
jarang terjadi secara alami dan biasanya
terjadi hanya bila kondisi lingkungan sangat
seragam dan tidak ada tekanan terhadap
populasi. Penyebaran secara seragam mungkin
terjadi apabila kompetisi atau persaingan antar
individu-individu sangat kuat sehingga terjadi
pembagian wilayah yang sangat merata antar
setiap individu. membentuk kelompok dalam
berbagai ukuran.
Pola distribusi organisme perairan
dipengaruhi oleh kedalaman, kecepatan arus,
sedimen, dan faktor lainnya (Kennish, 1990
dalam musthofa 2008) . Michael (1994) dalam
musthofa (2008) menyatakan bahwa selain
sifat fisika-kimia perairan, sebaran organisme
perairan juga dipengaruhi oleh daur
pembiakan, tingkah laku spesies dalam
populasi, dan persaingan antara spesies, Ada
tiga pola dasar untuk penyebaran yaitu pola
penyebaran acak, seragam, dan berkelompok
E. Parameter Fisika-Kimia Perairan
a. Suhu
Suhu merupakan salah satu parameter
untuk mempelajari transportasi dan
penyebaran polutan yang masuk kelingkungan
laut. Biasanya suhu air laut berkisar antara -2
sampi 30oC. Energi matahari dapat diseerap
sampai kedalaman sekitar 100 m dari
permukaan laut. Pada laut dalam, sirkulasi
dasar dan permukaan laut sangat terbatas
sehingga terbentuk gradient suhu dimana air
hangat dipermukaan menutupi air yang lebih
dingin yang tidak mendapatkan energy
matahari. Perubahan suhu juga terjadi akibat
adanya hembusan angin pada pada permukaan
laut yang menyebabkan timbulnya gerakan
turbulensi pada kedalaman tertentu. Pada
kedalaman ini, air menjadi lebih dingin pada
perubahan kedalaman yang relative kecil
(Mukhtasor, 2007).
b. Salinitas
Salinitas adalah total konentrasi ion-ion
terlarut yang terdapat diperairan. Salinitas
dinyatakan dalam satuan promil (‰). Nilai
salinitas perairan tawar biasanya kurang dari
0,5 (‰), perairan payau antara 0,5-30(‰) dan
perairan laut 30-40(‰). Pada perairan pesisir,
nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh
masukan air dari sungai (Effendi,3003) dalam
(Saputra, 2014). Sebaran salinitas dilaut
dipengaruhi beberapa factor sepertim pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan
lairan sungai (Nontji,1993) dalam (Saputra,
2014). Spesies padang lamun yang
mempunyai toleransi yang berbeda-beda,
namun sebagian besar memiliki kisaran yang
lebar yaitu 10-40.
a. Oksigen terlarut
Dilaut, oksigen terlarut (dissolved
oxygen/DO) berasal dari dua sumber yakni dri
atmosfer dan dari hasil proses fotosintesis
fitoplankton dan berjenis tanaman laut.
Keberadaan oksigen terlarut ini sangat
memungkinkan untuk langsung dimanfaatkan
bagi banyak organisme untuk kehidupan
antara lain pada proses respirasi dimana
oksigen diperlukan untuk pembakaran
(metebolisme) bahan organic sehingga
7
terbentuk energy diikuti dengan pembentukan
CO2 dan H2O. (Wibisono, 2010).
b. derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap organism
perairan sehingga dipergunakan sebagai
petunjuk untuk menyatakan baik buruknya
suatu perairan masih tergantung pada factor-
faktor lain. Nyabaken (1992) dalam
(Sihite,2012), Sedangkan Effendi (2000)
dalam (Sihite, 2012), menyatatakan sebagian
besar biota akuatik sensitive terhadap
perubahan pH dan mentukai nilai pH sekitar
7-8,5.
c. Subsrat
Subsrat merupakan tempat tinggal
tumbuhan dan hewan yang hidup di dasar
perairan atau permukaan benda yang ada di
kolom perairan. Oleh karena itu subsrat
mempunyai peranan penting bagi kehidupan.
Factor-faktor utama yang menentukan
penyebaran , kepadatan, dan komposisi jenis
bentik adalah subsrat dasar perairan, yaitu
lumpur ,pasir tanah, liat berpasir, kerikil dan
batu. Tipe subsrat suatu perairan akan
mempengaruhi penyebaran, kepadatan , dan
komposisi benthos (Honata, 2010 dan Utami,
2012) dalam Akbar, 2014)
F. Konservasi
pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
Daerah diperlukan dalam setiap kegiatan yang
akan dilaksanakan, baik dalam menentukan
dan mengidentifikasi potensi perikanan
maupun permasalahan yang berkaitan dengan
pengelolaan KKLD yang merupakan
kebutuhan masyarakat, sehingga dalam
pelaksanaannya masyarakat akan merasa
memiliki dan bertanggung jawab dan mampu
menjadi inspirator, inisiator dan dinamisator
dalam menjaga kelestarian sumber daya secara
berkelanjutan dalam KKLD (Mardjono,
2008).
Zona konservasi didefinisikan sebagai
wilayah yang memiliki biodiversitas yang
tinggi, dan biasanya memiliki jenis-jenis
endemik, langka maupun yang terancam
punah. Wilayah tersebut terdiri dari habitat
yang belum terjamah atau masih asli yang luas
yang memiliki posisi yang penting baik dalam
skala lokal, regional, nasional atau bahkan
dunia (DKP, 2004) dalam (Amrullah T, 2010).
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada
bulan Mei hingga Juni 2015 yang berlokasi di
KKLD Desa Malang Rapat, Kabupaten Bintan
Provinsi Kepulauan Riau. Pengambilan
sampel moluska contoh data primer. Analisis
moluska dilakukan menggunakan buku dan
data parameter perairan di lakukan di
Laboratoriun Fakultas Ilmu Kelautan Dan
Perikanan. Kegiatan penelitian terdiri atas:
survei pendahuluan, pengambilan data primer
dan sekunder yang dilanjutkan dengan
pengolahan dan analisis data.
8
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan saat
penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
berikut :
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan
dalam penelitian
No Alat
Penelitian
Keterangan
1 Saltmeter Salinitas
2 Multitester Do,pH,Suhu
3 Kamera Untuk mendokumentasi
kegiatan
4 GPS Untuk mengetahui
posisi transek
5 Pengaris Untuk Mengukur
subsarat
6
7
Tali rapia
Kuadran
Untuk membuat garis
Pengukuran moluska
8 Kantong
plastik
Untuk menyimpan
sampel moluska
9 Buku
indentifikasi
Untuk
mengindentifikasi
moluska
No Bahan
Penelitian
Keterangan
10 moluska Objek penelitian
11 Aquades Untuk membersihkan
alat
13
14
Sampel uji
kualitas
Literature
mendukung
penelitian
Untuk mengkaji kualitas
air
Sebagai pedoman
penelitian
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
pengumpulan data yaitu metode survey,
dimana pengamatan dilakukan secara
langsung kelapangan. Data yang di ambil ada
2 yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil pengamatan
langsung (Observasi) sedangkan data
sekunder diperoleh dari instansi-instansi
terkait berkaitan dengan kondisi umum
daerah penelitian dan literatur yang
mendukung. Di dalam penelitian survei ini
pendekatan penelitian yang digunakan adalah
pendekatan kuantitatif, yakni menganalisis
data kuantitatif yang diperoleh untuk
menghitung kelimpahan, keanekaragaman,
kesergaman dan dominasi moluska bentik .
Sedangkan data kuantitatif tersebut diperoleh
dengan dua cara yakni hasil observasi atau
pengamatan langsung dilapangan
menggunakan alat dan bahan untuk mengukur
parameter perairan serta serta pengamatan
yang dilakukan di laboraturium.
D. Analisis Data
Semua hasil perhitungan molusca
yang diperoleh dari hasil pengamatan dan
indentifikasi tersebut kemudian dianalisis
secara statistik . Data nilai kelimpahan,
indeks keanekaragaman, indeks
keseragaman dan indeks dominasi
organism molusca bentik yang diperoleh
selama penelitian terlebih dahulu
ditabulasikan kedalam table untuk dicari
nilai masing-maisng.
Kelimpahan individu
Keimpahan individu mollusca bentik
dihitung dengan menggunakan rumus
Shannon-wanner (Odom, 1993 dalam
(Suci.W, 2013).
Y=
Dimana:
Y =jumlah organisme mollusca
bentik (ind/m2)
a = jumlah mollusca bentik (ind)
b = Luas alat pengambilan sampel
(cm2)
9
Indeks keanekaragaman
Shannon-wiener (H’)
Indeks keragaman suatu biota air
dapat ditentukan dengan
menggunakan teori informasi
Shannon wiener (H’). tujuan utama
teori ini adalah untuk mengukur
tingkat keteraturan dan tidak
keteraturan dalam suatu sistem .
Adapun indeks tersebut adalah
sebagai berikut (Koesoebiono, 1987
dalam Fachrul, 2007).
H=∑
Dimana:
Pi= jumlah individu masing-masing
jenis (i=1,2,2,…)
S= jumlah jenis
H =penduga keseragaman jenis
Komponen lingkunagan baik yang
hidup (biotic) maupun yang mati
(abiotik) akan mempengaruhi
kelimpahan dan keanekaragaman
biota air yang ada pada suatu
perairan .
Kategori penilaian tingkat
keanekaragaman jenis berdasarkan
indeks Shannon-wiener dalam
Soegianto (1994) dalam Suci.W,
2013).
H’≤1 =Keaekaragam
sangat rendah
1≤H’ ≤ 1,59 =Keanekaragaman
sangat rendah
1,6 ≤ H’ ≤2 =Keanekaragaman
rendah
H’>2 =Keanekaragaman
rendah
Indeks keseragaman atau
equitabilitas (E)
Bila nilai indeks keseragaman tinggi ,
menendakan kandungan taxon (jenis)
tidak mengalami perbedaan . Nilai
indeks keseragaman berkisar antara
0-1 indeks keseragaman ini dihitung
berdasarkan.
Dimana:
E = indeks diversitas
Shannon weiner
Hmax = Keanekaragaman spesies
maksimum
Hmax = log2 (3,3219 log S)
S =banyaknya spesies
Krebs( 1985) dalam (Suci.W, 2013)
menyatakan bahwa kategori penilaian
tingkat keseragaman berdasarkan
indeks Keseragaman
(E=Equitabilitas) adalaah sebagai
berikut:
0<E ≤0,5 = Komunitas tertekan
0,5<E ≤≤0,75=komunitas lokal
0,75<E ≤1 =Komunitas stabil
Indeks dominasi ( c)
Untuk menghitung indeks dominasi
digunakan rumus simpson
(Setyobudiandi, 2009) dalam
(Alfiansyah.A, 2014).
C= ∑ (
Dimana:
C = indeks dominasi jenis
Ni =jumlah individu ke-i
N = jumlah total individu
Dengan kteria :
10
Apabila nilai c mendekati 0 (nol) =
tidak ada jenis yang mendominasi
Apabila nilai c mendekati 1 (nol) =
Ada jenis yang mendominasi
Pola Sebaran (Id)
Pola sebaran jenis suatu organisme
pada habitat dapat diketahui dengan
menggunakan metode pola sebaran
morisita (Soegianto, 1994 dalam
Rasid, 2012). Rumus untuk
menghitung Indeks Persebaran
Morisita yaitu:
∑
Dimana:
Id = indeks disperse morisita
n = jumlah unit pengambilan
contoh (plot)
x = jumlah individu
biota pada tiap plot
N = jumlah total individu biota
Hasil indkes morisita yang diperoleh
dikelompokkan sebagai berikut:
Id<1 = pola sebaran individu
jenis bersifat seragam
Id=1 = pola sebaran individu
bersifat acak
Id>1 = pola sebaran individu
jenis bersifat mengelompok
Hubungan kelimpahan
bivalvia terhadap kelimpahan
Untuk mengetahui hubungan antara
kelimpahan bivalvia terhadap
gastropoda dengan menggunakan uji
korelasi dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
r ∑ ∑ ∑
[ ∑ ∑ ]
[ ∑ ∑
Keterangan :
Jika r = 0 atau mendekati 1
maka hubungan antara kedua
variabel lemah Jika r = (-1) maka
hubungan sangat kuat dan bersifat
tidak searahJika r = (+1) maka
hubungan sangat kuat bersifat searah.
III. HASIL DAN PEMBAHASAAN
A. Hasil Pemgamatan Struktur
Komunitas Moluska Bentik
1. Hasil pengamatan bivalvia dan
gastropoda
Dari hasil penelitian yang
dilakukan di KKLD desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan didapatkan jumlah jenis dari
bivalvia dan gastropoda yang cukup
bervariasi dapat diliahat pada tabel
berikut:
Tabel 3: hasil pengamatan bivalvia
dan gastropoda
N
o
molus
ka
Je
ni
s
kelim
pahan
H
’
E C Pola
sebaran
1 Bivalvia
11 392.6 3.40
1.00
0.98
Berkelompok
2 Gastr
opoda
9 147.5 2.
92
0.
16
0.
91
Berkel
ompok
Sumber:data primer 2015
B. Komposisi Moluska Bentik
Dari hasil penelitian yang dilakikan pada
kawasan konservasi laut daerah (KKLD) di
desa Malang Rapat diperoleh dengan jumlah
11
moluska dari kelas bivalvia ditemukan 11
jenis yang banyak ditemukan spesies anadara
antiquate dengan jumlah 590 sedangkan dari
kelas grastopoda yang ditemukan 9 jenis yaitu
spesies terebralaria palustris dengan jumlah
410 Jenis T. pollustris mempunyai ketahanan
yang besar terhadap kegaraman yang rendah
bahkan dapat dijumpai pada tambak payau.
Jenis tersebut pada umumnya sangat tahan
perairan yang tercemar, khususnya bahan
organik. Jenis ini juga tahan terhadap panas
disebabkan tempat hidupnya umumnya di
daerah yang masih terkena pasang surut dan
daerah mangrove dan padang lamun
( Dharma, 1998; Roberts dkk, 1982) dalam
(Hidayat.W.J, dkk, 2004) dan sering terdedah
udara terbuka yang panas saat surut. Sebagian
besar moluska bentik bernilai komoditas yang
penting baik sumber ekonomi maupun
ekologis. Di desa Malang Rapat moluska
merupaka bahan konsumsi lokal masyrakat
dan dijadikan bahan hiasan yang terbuat dari
cangkang moluska dari filum moluksa
terdapat beberapa jenis yang bernilai
ekonomis di desa Malang Rapat yaitu anadara
antiqute dan strombus.
Indeks keanekaragaman (H’) rata-rata di
Perairan KKLD desa Malang Rapat yaitu 3.40
Secara umum indeks keanekaragaman
bivalvia yang berada di Perairan KKLD desa
Malang Rapat cukup tinggi dan indek
keanekaragaman gastropoda di perairan
KKLD desa Malang Rapat yaitu 2.92 nilai
indek keanekaragaman yang sedang Clarc
(1974) dalam Kharisma. D (2012) mengatakan
keanekaragaman mengekspresikan variasi
spesies yang ada dalam suatu ekosistem,
ketika suatu ekosistem memiliki indeks
keanekaragaman yang tinggi maka ekosistem
tersebut cenderung seimbang. Sebaliknya, jika
suatu ekosistem memiliki indeks
kenekaragaman yang rendah maka
mengindikasikan ekosistem tersebut dalam
keadaan tertekan atau terdegradasi”.
Tingginya nilai keanekaragaman tersebut
karena kondisi habitat didesa Malang Rapat
ini terdiri dari beberapa substrat seperti pasir
dan hamparan karang dan luasnya keberadaan
padang lamun yang di jaga/dikonservasi.
Padang lamun merupakan habitat yang bagus
bagi biota-biota di sekelilingnya sebagai
tempat berlindung dan makan. Bahkan untuk
beberapa jenis biota, padang lamun
merupakan tempat memiijah (Kikuchi, 1980)
dan (Ruswahyuni, 2008).
Indeks keseragaman moluska (E) rata-
rata di Perairan KKLD desa Malang Rapat
dari kelas bivalvia 0.98 dan kelas gastropoda
0.91 masih dalam kondisi seimbang. Indeks
keseragaman yang sedang di stasiun tersebut
mencerminkan bahwa dominasi jenis atau
spesies tertentu kecil. Indeks keseragaman ini
menggambarkan keseimbangan ekologis pada
suatu komunitas, dimana semakin tinggi nilai
keseragaman maka kualitas lingkungan
semakin baik dan cocok dengan kehidupan
bivalvia (Kharisma.D 2012)
Indeks dominansi moluska (C) rata-rata
di Perairan KKLD desa Malang Rapat dari
kelas bivalvia 1.00 indek dominasi tinggi dan
memberi gambaran dari kelas bivalvia ada
spsies yang mendominasi dan gastropoda 0.16
nilai indeks yang cukup rendah hal ini kelas
gastropoda tidak ada spesies yang
mendomonasi.
Indeks distribusi/pola sebaran pada
setiap jenis moluska bersifat menggelompk.
Menurut Suwondo et al Journal Of Marine
Research. Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012,
Halaman 222 (2004) dalam Kharisma.D
(2012) mengelompoknya jenis molusca
diduga karena sifatnya yang hidup
bergerombol, seragam, dan menempel pada
satu tempat sepanjang waktu. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Effendie (1978) dalam
Kharisma.D (2012) yang menyatakan bahwa
pola distribusi merupakan hasil dari seluruh
jawaban tingkah laku individu-individu di
dalam populasi terhadap kondisi lingkungan
disekitamya. Distribusi dari hewan bentik juga
berhubungan dengan proses musiman dari
pertumbuhan populasi. Sebagian besar dari
hewan bentik penyebarannya dimulai pada
stadium larva yang berupa plankton, sehingga
penyebarannya sangat dipengaruhi oleh
adanya arus pada perairan tersebut (Azouksky
et al, 2000) dalam (Kharisma. D, 2012)
Michael (1994) dalam Dermawan (2008)
mengatakan distribusi jenis random bila ID =
1 distribusi jenis berkelompok, bila ID > 1
distribusi jenis beraturan sedangkan ID < 1.
Indek distribusi yang berkelompok disebabkan
hewan memilih hidup pada habitat yang
paling sesuai didasar perairan, baik sesuai
dengan factor fisik-kimia perairan dan
12
tersedianya makanan. Suin (1989) dalam
Dermawan (2008) menyatakan bahwa factor
fisik dan kimia yang hamper merata pada
suatu habitat dan tersedianya unsur makanan
bagi hewan yang hidup didalamnya sangat
menentukan bahwa hewan tersebut hidup
berkelompok.
Jenis moluska yang banyak dijumpai
didesa Malang Rapat yaitu bivalvia karena
habitat didominasi subsrat pasir yang dapat
mendukung kehidupan bivalvia. Bivalvia
berlimpah di lingkungan yang berpasir karena
anggota ini mampu menggali liang didalam
pasir dan hidup diantara butiran pasir.
gastropoda Hal ini dikarenakan bivalvia
bergerak lebih lambat dari pada gastropoda
sedangkan gastropoda memiliki sifat bergerak
yang lebih aktif (Gunarto, 2004) dalam
(Hatroni dan Andi. A, 2012). Pada umumnya
pada ekosistem mangrove pemakan detritus
dalam hal ini adalah gastropoda, Sedangkan
bivalvia merupakan pemakan plankton yang
melayang di perairan dan pemakan alga yang
ada di perairan sehingga berdasarkan kondisi
KKLD desa Malang Rapat komunitas yang
dominan adalah bivalvia. Nyabaken (1992)
dalam (Dibyowati.l, 2009) menyatakan bahwa
tipe subsrat berpasir akan memudahkan
moluska untuk mendapatkan suplai nutrisi dan
air untuk kelangsungan hidupnya. Fuller
(1979) dalam Ruswahyuni (2008) melaporkan
bahwa mayoritas makrozoobentos lebih suka
hidup pada sedimen lumpur hingga pasir.
Jenis-jenis moluska yang didapatkan
dalam ini merupakan jenis-jenis yang umum
ditemukan dengan cukup mudah di ekosistem
padang lamun daerah tropis. Hasil yang
didapatkan tersebut belum dapat
menggambarkan kekayaan jenis moluska di
perairan KKLD desa Malang Rapat secara
keseluruhan. Kemungkinan jumlahnya jauh
lebih besar dari pada jumlah yang didapat,
karena belum mencakup ekosistem hutan
mangrove dan terumbu karang.
Secara fisik perairan pesisir KKLD desa
Malang Rapat dalam keadaan yang cukup baik
mengggingat adanya kawasan ekosistem
padang lamun yang dijaga dan dikonservasi
sehingga kondisi ini sangat baik menjadi
factor penting sebagai pendukung kehidupan
berbagai jenis organisme. Walaupun banyak
terdapat pemukiman dan tempat wisata di
kawasan konservasi laut daerah (KKLD)
tetapi dengan adanya peraturan pemerintah
kawasan konservasi laut daerah (KKLD)
masih bias dijaga dan diatasi.
C. Hubungan kelimpahan bivalvia
terhadap kelimpahan gastropoda
Berdasarkan hasil pengamatan dari
penelitian struktur komunitas moluska bentik
pada padang lamun di KKLD desa Malang
Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan Kepulauan Riau untuk mengetahui
hubungan kelimpahan bivalvia terhadap
kelimpahan gastropoda yang dilakukan
dengan uji korelasi. Berikut hasil uji korelasi
pada tabel 4.
Kelimpahan bivalvia kelimpahan gastropoda
Korelasi pearson 0.0964/ 0.10
Sumber: data primer 2015
1. Uji korelasi
Berdasarkan analisis data untuk melihat
pengaruh lamun terhadap bivalvia dengan
menggunakan rumus regresi linier sederhana
diketahui bahwa nilai F = 3,174 dan nilai
signifikan 0,076. Jika dilihat ketentuan nilai
alpha 0.05 maka ᵅ dan ᵝ tidak termasuk dalam
model regresi karena tidak bisa mempridiksi
nilai hibungan kelimpahan bivalvia terhadap
gastropoda. Hasil perhitungan pada uji
korelasi pada tabel 11 diketahui nilai korelasi
sebesar 0.10 pada tingkat kepercayaan 95 %.
Dari hasil pengamatan pada tabel 11 dapat
diambil kesimpulan bahwa nilai uji korelasi di
KKLD masuk dalam Apabila Nilai Koefisien
Korelasi mendekati (r-1) maka hal ini
menunjukan pasangan data Variabel X dan
Variabel Y memiliki Korelasi Linear Negatif
yang kuat/erat.
a. Parameter Perairain
Hasil pengukuran parameter fisika dan
Kimia perairan di Desa Malang Rapat
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Provnsi Kepulauan Riau.
Tabel 5: Hasil pengukuran parameter
fisika dan kimia perairan di Desa Malang
Rapat pada minggu 1-4
No Paramete Nilai Standar
13
r peraian baku mutu
1 Suhu 29.1 28-30 ºC
2 Salinitas 31.2
9
33-34 o/oo
3 pH 6.9/7 7-8.5
4 Do 6.5 >5
Sumber: data primer 2015
Dimana suhu memiliki nilai rata-rata yaitu
29.1, salinitas memiliki nilai rata-rata 31.3, pH
memiliki nilai rata-rata 7 dan Oksigen Terlarut
memiliki nilai rata-rata 6.6.
1. Suhu
Kisaran suhu perairan di Desa malang
Rapat berdasarkan hasil pengukuran yaitu
29.1 °C, kisaran suhu yang terdapat pada
pengamatan merupakan kisaran yang mampu
mendukung kehidupan moluska bentik . Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ihlas (2001)
dalam syamsurisal (2011)mengatakan bahwa
suhu yang ditolerir oleh makrozoobentos
dalam hidup dan kehidupannya berkisar antara
25°C - 53°C. Nilai kisaran ini mampu
mendukung hidup yang layak dalam
ekosistem dimana mereka hidup.
Kenaikan suhu dapat meningkatkan laju
metabolisme air, akibat meningkatnya laju
metabolisme akan meningkatkan komsumsi
oksigen dalam air menjadi berkurang. Suhu
juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, pertukaran panas antara air dengan
udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan
juga oleh faktor penutupan oleh vegetasi dari
pepohonanyang tumbuh ditepi (Barus, 2002)
dalam syamsurisal (2011).
Menurut Sukarno (1981) dalam
(Wijayanti. H, 2007) bahwa suhu dapat
membatasi sebaran hewan makrobenthos
secara geografik dan suhu yang baik untuk
pertumbuhan hewan benthos berkisar antara
25 – 31 °C. Suhu optimal beberapa jenis
Mollusca adalah 20 °C dan apabila melampaui
batas tersebut akan mengakibatkan
berkurangnya aktivitas kehidupannya (Clark,
1986) dalam (Wijayanti. H, 2007).
2. Salinitas
Kisaran salinitas perairan di Desa Malang
Rapat berdasarkan hasil pengukuran yaitu
31.3 ‰, Kisaran salinitas diDesa Malang
Rapat merupakan kisaran yang mampu
mendukung kehidupan moluska bentik. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ihlas (2001)
dalam syamsurisal (2011) mengatakan bahwa
salinitas yang ditolerir oleh makrozoobentos
dalam hidup dan kehidupannya berkisar antara
30 – 35 ppt. Nilai kisaran ini mampu
mendukung hidup yang layak dalam
ekosistem dimana mereka hidup.
Berdasarkan baku mutu kepmen LH
(2004) tentang baku mutu perairan untuk biota
perairan , kisaran salinitas yang mendukung
biota perairan berkisar antara 33-34 ppt.
Menurut Pennak (1978) dalam (Wijayanti. H,
2007) salinitas optimum bagi gastropoda
berkisar 26 – 32 ‰ dan salinitas optimum
untuk bivalvia berkisar 2 – 36 ‰. Hal ini
menunjukkan bahwa kisaran salinitas yang
didapat dari penelitian ini masih dalam kisaran
nilai toleransi hewan makrobenthos.
3. pH
Kisaran pH perairan di Desa Malang Rapat
berdasarkan hasil pengukuran yaitu 7,.
Kisaran pH diDesa Malang Rapat merupakan
kisaran yang mampu mendukung kehidupan
moluska bentik.
Menurut Pennak (1978) dalam
(Wijayanti. H, 2007) bahwa pH mendukung
kehidupan Mollusca berkisar antara 5,7 – 8,4,
sedangkan Marrison dan Hart dan Fuller
(1974) dalam (Wijayanti. H, 2007) bivalvia
hidup batas kisaran pH 5,8 – 8,3. Nilai pH < 5
dan > 9 menciptakan kondisi yang tidak
menguntungkan bagi kebanyakan organisme
makrobenthos (Hynes, 1978) dalam
(Wijayanti. H, 2007).
4. Oksigen Terlarut
Kisaran Oksigen Terlarut perairan di Desa
Malang Rapat berdasarkan hasil pengukuran
yaitu 6.5, kondisi Oksigen Terlarut ini masih
sesuai baku mutu menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No 51 tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Laut. Menurut
Trihadiningrum dan Sudaryati (1996) dalam
(Wijayanti.H, 2007) bahwa perairan yang
memiliki kadar oksigen rendah hanya dapat
dihuni oleh benthos dari kelas Oligochaeta
14
yang tahan terhadap kadar oksigen rendah.
Hal ini menjadikan oksigen sebagai faktor
pembatas dalam perairan.
Oksigen adalah gas yang amat penting
bagi hewan, perubahan kandungan oksigen
terlarut di lingkungan sangat berpengaruh
terhadap hewan air, salah satunya adalah
organisme makrozoobenthos. Kebutuhan
oksigen bervariasi tergantung oleh jenis stadia
dan aktivitasnya. Kandungan oksigen terlarut
mempengaruhi jumlah dan jenis
makrozoobentos diperairan. Semakin tinggi
kadar oksigen maka jumlah bentos semakin
besar (syamsurisal, 2011).
Parameter perairan dari minggu I-IV
dilihat dari diagram divawah ini:
5. Subsrat
Tipe subsrat pada hasil penelitian ini
secara umum berpasir (0,125-0,25) hingga
hingga pasir kasar (1,2 mm). Hal ini di
dukung oleh topografi pantai pada penelitian
di KKLD desa Malang Rapat yang landai dan
memiliki karakteristik pantai yang mempunyai
hamparan pasir yang luas. Sesuai dengan
pernyataan Nybakken (1992) dalam (Irawan.
I, 2008) bahwa tipe subsrat berpasir
memudahkan moluska untuk mendapatkan
suplai air dan nutrisi yang diperlukan untuk
kelangsung hidupnya. Dibandingkan dengan
tipe subsrat berlumpur., tipe subsrat berpasir
lebih memudahkan moluska untuk menyaring
makanan. Tipe subsrat berpasir dan
berlempung sesuai untuk kehidupan moluska
terutama bivalvia.
Subsrat merupakan komponen
penting yang menentukan kehidupan,
keanekaragaman, dan komposisi jenis
moluska yang hidup didalamnya (Irawan. I,
2008) .
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dari hasil
penelitian yang telak dilakukan di KKLD desa
Mlang Rapat Kecamatan Gunung Kijang
kabupaten kepulauan Riau dapat diambil
kesimpulan dari judul Struktur Komunitas
Moluska bentik Pada Padang Lamun Di
KKLD sebagai berikut:
1. Struktur komunitas moluska bentik
diKKLD desa Malang Rapat Kecamatan
Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau untuk kelas bivalvia memiliki
nilai yang tinggi dilihat dari kelinpahan,
keanekaragaman, keseragaman dan dominasi
dan untuk kelas gastropoda memiliki jumlah
yang rendah dilihat dari kelimpahan,
keanekaragaman, keseragaman dan dominasi.
Struktur moluska bentik diKKLD bersifat
kelompok
2. Hubungan kelimpahan bivalvia
terhadap kelimpahan gastropoda tidak
memiliki hubungan yang kuat.
B Saran
Saran untuk peneliti selanjutnya
meluaskan penelitian di KKLD desa Malang
Rapat. Berdasarkan penelitian diketahui jenis
moluska yang mempunyai nilai ekologi dan
ekonomis serta masyarakat setempat
memanfaatkan hewan bentik sebagai pangan,
dan sebagian dari jenis moluska bentik
cangkang digunakan untuk dijadikan bahan
hiasan. Untuk itu diharapkan peneliti
selanjutnya melihat kondisi ekosistem
mangrove , terumbu karang dan kandungan
logam pada moluska yang ada di KKLD desa
malang Rapat. Harapan bagi masyarakat
setempat bisa mengetahui bahwa pentingnya
menjaga kondisi pesisir dan perairan, dan
pemerintah dan instansi terkait bisa
mengetahui dan mengambil kebijakan tentang
pengelolaan wilayah pesisir dan perairan lebih
baik, dengan adanya bukti dari para peneliti
untuk bisa menghindari hal yang tidak
diinginkan masyarakat desa Malang Rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim A, dan Hartoni. 2012, Komposisi
dan Kelimpahan Moluska (Gastropoda
dan Bivalvia) di Ekosistem Mangrove
Muara Sungai Musi Kabupaten
dosuh
usalinitas
ph
Series1 6.5 29.1 31.29 6.9
0.010.020.030.040.0
Axi
s Ti
tle
15
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
Maspari Journal, 2013, 5 (1), 6-15.
Universitas Sriwijaya, Inderalaya,
Indonesia
Alfiansyah, A. 2014 Struktur komunitas
bivalvia pada kawasan padang lamun
Di perairan teluk dalam. Skripsi. Universitas
Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Arbi, U.Y. 2009. Muoluska dipesisir barat
perairan selat lembeh kota bintung
Sulawesi utara UPT loka konservasi
biota laut bitunhg, pusat penelitian
oceannografi-LIPI
Akbar, A. 2013. struktur komunitas
pelecypoda dikawasan konservasi laut
daerah Malang Rapat Kabupaten
bintan. Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Amrullah, T. 2010. Analisis produktivitas
primer fitoplankton dan struktur
komunitas fauna makrobenthos
Berdasarkan kerapatan mangroveDi
kawasan konservasi mangrove dan
bekantan Kota tarakan, kalimantan
timur.Tesis . Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro.
Ayunda, R. 2011. Struktur Komunitas
Gastropoda pada Ekosistem Mangrove
di gugus pulau pari Kepulauan Seribu.
SKRIPSI FMIPA Universitas
Indonesia, Depok
Cappenberg, H.W.A., A.Aziz dan I.
Aswandy. 2006. Komunitas moluska
di perairan teluk gilamanuk, Bali Barat.
Oceanologo dan limnology diindonesia
40:53-64
Dermawan, H. 2010. Studi Komunitas
Gastropoda Di Situ Agathis . SKRIPSI
FMIPA Universitas Indonesia, Depok
Dibyowati,L. 2009. Keanekaragaman
Moluska(Bivalvia Dan
Gastropoda)Disepanjang Pantai Carita,
Pandeglang,Banten. Institute Pertania
Bogor
Dobo, J. 2009. Tipologi komunitas lamun
kaitannya dengan polpulasi bulu babi
dipulau hatta kepulauan banda Maluku.
Tesis Sekolah pascasarjana insitut
pertanian bogor
Fachrul, F.M, 2007. Metode Sampling
Bioekologi. Bumi Aksara: Jakarta
Hartoni dan Andi Agussalim. 2012.
Komposisi Dan Kelimpahan Moluska
(Gastropoda Dan Bivalvia) Di
Ekosistem Mangrove Muara Sungai
Musi Kabupaten Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan. Maspari Journal,
2013, 5 (1), 6-15. Universitas
Sriwijaya, Inderalaya, Indonesia.
Hidayat, J.W. , Baskoro, k., Sopyani, R.
2004. Struktur Komunitas Mollusca
Bentik Berbasis Kekeruhan Di Perairan
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
BIOMA, ISSN: 1410-8801 Vol. 6, No.
2, Hal. 53-56
Insafitri,2010.Keanekaragaman, keseragaman,
dan dominansi bivalvia di
Area buangan lumpur lapindo muara sungai
porong. Jurnal KELAUTAN, Volume
3, No.1 Dosen Jurusan Ilmu Kelautan
Universitas Trunojoyo
Irawan. I. 2008. Struktur komunitas moluska
(gastropoda dan bivalvia) serta
distribusi dipulau burung dan pulau
tikus, gugusan pulau pari kepulauan
seribu. Institute Pertanian Bogor.
Kharisma, D., S. Chrisna. A., T.N, Ria.
Azizah. 2012. Kajian Ekologis
Bivalvia di Perairan Semarang bagian
Timur pada Bulan Maret-April.
Universitas Dipenogoro Kampus
Tembalang, Semarang. 216-225
Kasim, M. 2013. struktur komunitas padang
lamun pada kedalaman yang berbeda
diperairain desa berakit kabupanten
bintan. Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Kusnadi, A. Trindiza, T. Hernawan, U. E.
2008, Inventarisasi Jenis dan Potensi
Moluska Padang Lamun di Kepulauan
Kei Kecil, Maluku Tenggara
Wijayanti.H. 2007. Kajian Kualitas Perairan
Di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan
16
Makrobenthos. Tesis Universitas
Diponegoro Semarang
Mardjono. 2008. Persepsi Dan Partisipasi
Nelayan Terhadap Pengelolaan
Kawasan Konservasi Laut Kota Batam.
Tesis Manajemen Sumberdaya Pantai
Universitas Diponegoro Semarang
Musthofa, mahyudin Hadi. 2008. distribusi
kerang simping, plaguna
placenta( linnae us,1758) mullusca :
pelecypoda :placunidae) diperairan
Kronjo kabupaten tenggerang Banten,
skripsi, Depertemen manjemen
sumberdaya perairan fakultas
perikanan dan ilmu kelautan institut
pertanian Bogor, Bogor.
Mukhtasor. pencemaran pesisir dan lautan.
Pradnya Paramita: Jakarta 2007
Nurdin. 2002. Metode ekologi. Perpustakaan
nasional.universitas andalas. padang
Nurita, E. 2014. pola sebaran dan struktur
komunitas pelecypoda di perairan
ekosistem padang lamun desa
pengudang kecamatan teluk sebong
kabupaten bintan kepuauan riau.
Skripsi. Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
Nurhayati. 2008. Studi Perbandingan Metode
Sampling Antara Simple Random
Dengan Stratified Random.
Universitas Nasional. Vol.3 No.1 Mei
Rasid, Abd. 2013. Sebaran dan densitas
populasi kerang bulu (Anadara
antiquata) diperairan pesisir kampong
Kawal pantai kelurahan kawal
Kabupaten Bintan, Skripsi, Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ruswahyuni. 2008. Struktur komunitas
makrozoobentos yang berasosiasi
dengan lamun pada pantai berpasir di
jepara. Jurnal Saintek Perikanan Vol. 3
No. 2 2008 : 33 – 36. Universitas
Diponegoro.
Romimohtarto, K. dan Juwana, S. 2009.
Biologi Laut. Djambatan: Jakarta
Saputra, I. 2013 keanekaragaman dan
distribusi pelecypoda diperairan desa
berakit kabupaten bintan. Skripsi
Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Sugita, A. 2012. afinitas antas spesies dan
klasifikasi komunitas pelecypoda
kawasan konservasi desa malang rapat.
Skripsi Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang.
Suci, W. 2013 struktur komunitas moluska
bentik berbasis TDS dan TSS dipesisir
perairan sungai kawal kabupaten
bintan. Skripsi. Universitas Maritim
Raja Ali Haji, Tanjungpinang
Sihite, R. 2012. analisis biomassa
gastropoda diekosistem padang lamun
perairan desa teluk bakau provinsi
kepulauan riau. Skripsi Universitas
Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang.
Sitorus, D. BR. 2008. keanekargaman dan
distribusi bivalvia serta kaitannya
dengan factor fisika – kimia perairan
pantai labu kabupaten deli serdang.
Tesis sekolah pascasarjana universitas
Sumatra utara medan.
Syamsurisal. 2011. Studi beberapa indeks
komunitas makrozoobenthos di hutan
mangrove kelurahan coppo kabupaten
barru. Skripsi Universitas hasanuddin
Makassar
Suwignyo, et al. 2005. avertebrata air jilid 1
jakarta,penerbit swidaya
Wibisono, M.S. pengantar ilmu keluatan edisi
2. Universitas Indonesia (UI-Press),
Jakarta: 2010
Top Related