STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN
KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN
UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN
LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)
SKRIPSI
TRY JULYANA PUTRI
140802083
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN
KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN
UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN
LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)
SKRIPSI
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI SYARAT
MENCAPAI GELAR SARJANA SAINS
TRY JULYANA PUTRI
140802083
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERNYATAAN
STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN
KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN
UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN
LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2018
Try Julyana Putri
140802083
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Studi Perbandingan Penggunaan Kain Kasa
Dan Kertas Saring Setelah Dilapisi Kitosan
Untuk Uji Antibakteri Dan Penyerapan Logam
Nikel (Ni) Dan Krom (Cr)
Kategori : Skripsi
Nama : Try Julyana Putri
Nomor Induk Mahasiswa : 140802083
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, Juli 2018
Ketua Program Studi Pembimbing,
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc
NIP. 197404051999032001 NIP. 195308171983031002
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iii
STUDI PERBANDINGAN PENGGUNAAN KAIN KASA DAN
KERTAS SARING SETELAH DILAPISI KITOSAN
UNTUK UJI ANTIBAKTERI DAN PENYERAPAN
LOGAM NIKEL (Ni) DAN KROM (Cr)
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh pelapisan kitosan pada kain kasa
dan kertas saring menggunakan kitosan komersil terhadap aktivitas antibakteri,
analisa SEM, dan penyerapan logam Ni dan Cr. Proses pelapisan kitosan pada kain
kasa dan kertas saring dilakukan dengan metode perendaman dengan teknik
pengeringan pada temperatur 600C. Uji aktivitas antibakteri kain kasa dan kertas
saring terhadap bakteri Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus
dilakukan dengan metode sumur. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh
pelapisan kitosan terhadap zona hambat antibakterinya. Dari kedua bakteri yaitu
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus diperoleh nilai yang optimum pada
kertas saring yang terlapis kitosan. Dari hasil foto SEM terlihat adanya pengaruh
pelapisan kitosan terhadap kain kasa dan kertas saring. Pada proses adsorpsi
diperoleh persentase penyerapan logam Ni 47,99%; 55,89% dan Cr 39,53%; 72,86%
pada konsentrasi optimum 3 ppm.
Kata kunci : antibakteri, kitosan, logam Cr, logam Ni, proses pelapisan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
iv
COMPARATIVE STUDY OF THE USE OF GAUZE AND FILTER PAPER
AFTER COATED WITH CHITOSAN FOR ANTIBACTERIAL
AND ABSORPTION TESTS NICKEL (Ni)
AND CHROME (Cr) METALS
ABSTRAC
A research has been conducted to determine the effect of chitosan coating on
gauze and filter paper using commercial chitosan against antibacterial activity, SEM
analysis, and absorption of Ni and Cr somethod with drying technique at
temperature 600C. Test of antibacterial activity of gauze and filter paper against
Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria was done by well method. The
results showed the effect of chitosan coating on the antibacterial inhibition zone. Of
both bacteria Escherichia coli and Staphylococcus aureus obtained the optimum
value on filtered paper chitosan. From the results of SEM images seen the influence
of coating of chitosan against gauze and filter paper. In the adsorption process
obtained percentage decrease of metal absorption of Ni 47,99%; 55,89% dan Cr
39,53%; 72,86% at optimum concentration of 3 ppm.
Keywords: Antibacterial, chitosan, Cr metal, Ni metal, coating process.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
v
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang tak terhingga kepada
kedua orang tua tercinta Bapak Muhammad Iskandar dan Ibu Sri Hidayati, dan kedua
kakak penulis Briptu Eka Afrillina Iskandar, SH dan Arie Dwi Putra, Amd yang
dengan tulus mendoakan, menyayangi, menyemangati, dan memberikan dukungan
baik moril maupun materil terhadap penulis.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof.Dr. Harry Agusnar, M.Sc
selaku dosen Pembimbing yang telah memberi topik skripsi dan memotivasi penulis,
terima kasih juga kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny,
M.Si selaku ketua dan sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. Terima kasih juga
kepada Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
selama masa perkuliahan. Terima kasih teruntuk Nimrod Irwan Tinambunan,
S.Tr.Pel, yang selalu sabar, menyemangati, menyayangi, memberikan motivasi dan
dukungan moril kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Untuk Anisah,
khairunnisa, isma, yanita, dian dan teman-teman Kimia stambuk 2014 serta sahabat-
sahabat terbaik penulis terima kasih atas motivasi, semangat arahan, bantuan dan
telah menjadi keluarga penulis selama ini.
Semoga Allah melindungi dan mengabulkan doa kita dan membalas kebaikan
kalian kepada penulis, Aamiin Ya Rabbal’ Alamin.
Medan, Juli 2018
Try Julyana Putri
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Pembatasan Masalah 3
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Metodologi Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan 6
2.1.1 Sumber dan Mutu Kitosan 7
2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan 8
2.1.3 Kegunaan Kitosan 9
2.2 Antibakteri 11
2.3 Logam 12
2.3.1 Nikel 12
2.3.2 Krom 12
2.4 Adsorpsi 13
2.5 Karakterisasi 13
2.5.1 Uji Antibakteri 14
2.5.2 Transmision Electron Microscopy (SEM) 14
2.5.3 Spektrofotometri Serapan Atom 15
2.5.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom 16
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat 18
3.2 Alat dan Bahan 18
3.2.1 Alat 18
3.2.2 Bahan 19
3.3 Prosedur Penelitian 19
3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 19
3.3.1.1 Pembuatan Larutan Asam Asetat 1% 19
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
vii
3.3.1.2 Pembuatan Larutan Kitosan 2% 19
3.3.2 Pelapisan Kitosan 19
3.3.2.1 Pelapisan Kitosan Pada Kain Kasa 19
3.3.2.2 Pelapisan Kitosan Pada Kertas Saring 19
3.3.3 Pembuatan Larutan Media 20
3.3.3.1 Sterilisasi Alat 20
3.3.3.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar 20
3.3.3.3 Pembuatan Media Nutrient Agar 20
3.3.3.4 Pembuatan Media Agar Miring Dan Stok Kultur
Bakteri 20
3.3.3.5 Penyiapan Inokulum Bakteri 20
3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri 21
3.3.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Kain Kasa 21
3.3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Kertas Saring 21
3.3.5 Analisa Permukaan Dengan SEM 21
3.3.6 Penentuan Kadar Logam Nikel (Ni) dengan 22
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
3.3.6.1 Pembuatan Larutan Standar 22
Nikel (Ni) 100 ppm
3.3.6.2 Pembuatan Larutan Standar
Nikel (Ni) 10 ppm 22
3.3.6.3 Pembuatan Larutan Seri Standar
Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm
3.3.6.4 Pembuatan Kurva Standar Nikel (Ni) 22
3.3.7 Penentuan Kadar Logam Krom (Cr) 22
dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
3.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar
Krom (Cr) 100 ppm 22
3.3.7.2 Pembuatan Larutan Standar
Krom (Cr) 10 ppm 22
3.3.7.3 Pembuatan Larutan Seri Standar
Krom (Cr) 1 ; 3 ; dan 5 ppm 23
3.3.7.4 Pembuatan Kurva Standar Krom (Cr) 23
3.4 Bagan Penelitian 24
3.4.1 Pembuatan Larutan Kitosan 2% 24
3.4.2 Perendaman Kitosan 25
3.4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Pada
Pelapisan Kitosan 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 27
4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri 27
4.1.2 Hasil Analisa SEM 29
4.1.3 Logam Nikel (Ni) 30
4.1.4 Pengolahan Data Logam Nikel (Ni) 32
4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan 32
Metode Least Square
4.1.4.2 Penentuan Koefisien Korelasi 32
4.1.5 Logam Krom (Cr) 33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
viii
4.1.6 Pengolahan Data Logam Krom (Cr) 34
4.1.6.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan 35
Metode Least Square
4.1.6.2 Penentuan Koefisien Korelasi 35
4.1.7 Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam pada 35
Kain Kasa dan Kertas Saring Sebelum dan
Sesudah Penyerapan (Penentuan Persen Adsorpsi)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri 38
4.2.2 Analisa SEM 39
4.2.3 Penentuan Konsentrasi Optimum dengan Menggunakan 39
Kain Kasa dan Kertas Saring yang Terlapis Kitosan
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 41
5.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
4.1 Data Uji Aktivitas Antibakteri 28
4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 31
Shimadzu AA- 7000 Pada Pengukuran Konsentrasi
Logam Nikel (Ni)
4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni) 31
4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan 32
Konsentrasi Logam Nikel (Ni) Berdasarkan Pengukuran
Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)
4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) 34
Shimadzu AA- 7000 Pada Pengukuran Konsentrasi
Logam Krom (Cr)
4.6 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 34
4.7 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan 35
Konsentrasi Logam Krom (Cr) Berdasarkan Pengukuran
Absorbansi Larutan Seri Standar Krom (Cr)
4.8 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 37
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 1 ppm
4.9 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 37
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 3 ppm
4.10 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kain Kasa 38
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 5 ppm
4.11 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 38
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 1 ppm
4.12 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 38
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 3 ppm
4.13 Data Penurunan Konsentrasi Logam Pada Kertas Saring 39
Sebelum Dan Sesudah Penyerapan 5 ppm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Struktur Kitosan 6
2.2 Komponen Penting Yang Membentuk Spektrofotometer 16
Serapan Atom
4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Pada Kertas Saring Dan Kain Kasa
Dengan Bakteri E.coli 28
4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Pada Kertas Saring Dan Kain Kasa
Dengan Bakteri S.aureus 29
4.3 Hasil Foto SEM Dari Kain Kasa 29
4.4 Hasil Foto SEM Dari Kertas Saring 30
4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni) 32
4.6 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr) 35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1. Foto Kitosan Komersial 48
2. Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu 48
Tipe AA-7000
3. Botol Sampel 49
4. Oven 49
5. Hot Plate 50
6. Larutan Standar Ni dan Larutan Standar Cr 50
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
xii
DAFTAR SINGKATAN
CH3COOH = Asam Asetat
Cr = Krom
MHA = Mueller Hinton Agar
NA = Nutrient Agar
Ni = Nikel
SEM = Scanning Electron Microscope
SSA = Spektrofotometer Serapan Atom
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kitosan merupakan salah satu alternatif bahan makanan antibakteri yang
bersifat ramah lingkungan karena dapat terdegradasi secara alami (biodegradable),
tingkat toksisitasnya rendah, dan proses produksinya tidak memerlukan biaya yang
besar. Kitosan diperoleh dari deasetilasi kitin yang terdiri dari glukosamin (2-amino-
2-deoksi-D-glukosa, 75-85%) dan N-asetilglukosamin (2-asetamido-2-deoksi-D-
glukosa, 15-25%) yang bersifat polikationik dan membawa muatan positif pada
rentang pH dibawah 6,5. Sifat kationik ini yang menyebabkan kitosan dapat bereaksi
dengan material negatif, diantaranya membrane sel luar mikroba (Sandford.1990).
Kitosan sangat potensial sebagai antibakteri karena senyawa ini polimer
alami hasil senyawa turunan kitin sehingga diharapkan aman bagi manusia. Hingga
saat ini aktivitas antibakteri oligomer kitosan dalam berbagai bidang dengan model
inovasinya masih menjadi hal baru untuk diteliti. Sifat patogen pada beberapa bakteri
dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Keuntungan lain penggunaan kitosan
sebagai bahan antibakteri adalah jumlah kitosan yang sangat melimpah di alam, yang
dapat diperoleh dari limbah cangkang kepiting (crustacea) yang banyak dihasilkan
dari sektor industri pangan di Indonesia. Selain itu, pemanfaatan limbah cangkang
kepiting tersebut dapat membantu mengatasi masalah pengelolaan limbah yang dapat
mengakibatkan pencemaran lingkungan.
Limbah cair industri pelapisan kitosan logam umumnya mengandung logam
berat. Logam berat ialah unsur logam dengan berat molekul yang tinggi. Dalam
kadar rendah logam berat pada umumnya sudah beracun bagi tumbuhan dan hewan,
termasuk manusia. Logam berat yang sering mencemari habitat adalah Hg, Cr, Cd,
As, dan Pb (Notohadiprawiro, 1993). Logam berat jika sudah terserap kedalam tubuh
maka tidak dapat dihancurkan tetapi akan tetap tinggal didalamnya hingga nantinya
dibuang melalui proses ekskresi (Putra dan Putra, 2000).
Banyak metode yang digunakan untuk menghilangkan ion-ion logam berat
seperti pengendapan secara kimia, pertukaran ion, adsorpsi, filtrasi membran,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
teknologi elektro kimia, dan sebagainya. Adsorpsi adalah salah satu metode
perlakuan fisikokimia yang terbukti efektif dalam menghilangkan logam berat dari
larutan berair. Menurut Bailey (1978), adsorben dapat diartikan sebagai bahan yang
terdapat melimpah di alam dan bernilai rendah yang membutuhkan sedikit
pemrosesan yang merupakan hasil samping atau buangan. Metode adsorpsi
umunmya berdasarkan pada interaksi ion-ion logam berat dengan gugus fungsi yang
terdapat pada permukaan adsorben melalui interaksi dan pembentukan kompleks
yang biasanya terjadi pada permukaan padat yang memiliki banyak gugus fungsi
seperti –OH, -NH, -SH, dan –COOH (Stumm, 1996).
Permatasari (2012) telah melakukan penelitian mengenai kajian aktivitas
antibakteri pada kain tercelup komposit kitosan-silika dimana semakin banyak
pencelupan bahan antibakteri yang dilapiskan pada kain katun maka semakin besar
pula persentase aktivitas antibakteri yang dihasilkan.
Waty (2012) telah melakukan penelitian mengenai modifikasi kitosan pada
aplikasi plester luka berbasis kitosan (chitoplast) sebagai transdermal patch
antibakteri menghasilkan kitosan yang diuji memiliki daya hambat yang tergolong
kuat, yakni sebesar 13 mm terhadap bakteri S.aureus, P.aeruginosa, dan E.coli pada
Chitoplast dengan konsentrasi 1,5%.
Kitosan dapat digunakan sebagai penyerap logam Cu, Pb, Ni, Hg, Cd, Cr
(Gao dan Filho, 2000). Menurut Sirait (2002) penggunaan kitosan kulit udang dapat
menurunkan kadar Cr dan Ni dari limbah cair industri pelapisan logam dengan
menggunakan jartest sebesar 82%. Manurung (2005) telah meneliti kitosan manic
dengan metode Morita untuk digunakan sebagai adsorben dalam menurunkan ion
logam Ni sebesar 99,73% dengan menggunakan kolom kromatografi.
Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul studi perbandingan penggunaan kain kasa dan kertas saring setelah
dilapisi kitosan untuk uji aktivitas antibakteri serta untuk menyerap logam Nikel (Ni)
dan Krom (Cr).
1.2 Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, adapun beberapa hal
yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3
1. Bagaimana perbandingan antibakteri kitosan pada kain kasa dan kertas
saring
2. Bagaimana karakteristik kitosan sebagai bahan pelapis pada kain kasa dan
kertas saring untuk analisa permukaan dengan menggunakan SEM
3. Bagaimana proses pengadsorpsian logam Ni dan Cr pada kain kasa dan
kertas saring yang telah dilapisi kitosan
1.3 Pembatasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kitosan yang digunakan merupakan kitosan laboratorium penelitian FMIPA
USU
2. Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium
3. Uji aktivitas antibakteri dengan menggunakan metode sumur
4. Bakteri-bakteri yang diuji dibatasi dengan 2 jenis bakteri yaitu bakteri E.coli
dan S.aureus
5. Penelitian dilakukan hanya dengan melapiskan larutan kitosan pada kain kasa
dan kertas saring
6. Logam-logam yang diteliti dibatasi pada penentuan logam Nikel (Ni) dan
Krom (Cr)
7. Proses uji dan penentuan konsentrasi dilakukan dengan metode
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perbandingan antibakteri kitosan pada kain kasa dan kertas
saring
2. Untuk mengetahui karakteristik kitosan sebagai bahan pelapis pada kain kasa
dan kertas saring untuk analisa permukaan menggunakan SEM
3. Untuk mengetahui proses pengadsorpsian logam Ni dan Cr pada kain kasa
dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
informasi ilmiah bahwa kitosan memiliki sifat antibakteri yang ramah lingkungan.
Selain itu juga sebagai informasi bagi pelaksanaan penelitian yang berkaitan dengan
pemanfaatan kitosan dalam penyerapan logam-logam berat.
1.6 Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium
2. Pembuatan larutan kitosan dilakukan dengan cara melarutkan 2 gram kitosan
dengan asam asam asetat 1%, distrirrer hingga homogen.
3. Kain kasa dan kertas saring dilapisi kitosan dengan cara perendaman, dioven
selama 30 menit.
4. Uji aktivitas Antibakteri dilakukan dengan menggunakan metode sumur
5. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan Logam Ni sebelum dan sesudah
penyerapan dilakukan dengan metode SSA dengan λspesifik = 232,0 nm
6. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan Logam Cr sebelum dan sesudah
penyerapan dilakukan dengan metode SSA dengan λspesifik = 357,9 nm
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel terikat meliputi :
a) Metode penyerapan dengan menggunakan alat kolom berdasarkan
perendaman variasi konsentrasi
b) Uji aktivitas antibakteri dengan metode sumur
2. Variabel tetap meliputi :
a) Waktu perendaman kain kasa dan kertas saring dalam larutan kitosan
adalah 2 menit
b) Waktu yang digunakan pada proses penyerapan adalah 10 menit
c) Suhu pengeringan 600C
3. Variabel bebas meliputi :
a) Konsentrasi pada proses penyerapan 1, 3 dan 5 ppm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-deoksi-β(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus
molekul (C6H11NO4)n yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga dijumpai
secara alamiah di beberapa organisme. Struktur polimer kitosan dapat dilihat pada
gambar 2.1 dibawah ini :
Gambar 2.1 Struktur kimia kitosan
Sumber: (Teng 2012)
Kitosan sebagian besar diperoleh dari bahan baku cangkang krustasea,
kapang, cumi-cumi dan lain-lain, melalui proses demineralisasi menggunakan HCl
1:7 (v/v), dilanjutkan dengan proses deprotonasi menggunakan NaOH 1:10 (v/b), dan
deasetilasi menggunakan NaOH 50%. Masing-masing proses memiliki tujuan yang
berbeda. Proses demineralisasi bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral
dalam cangkang, deprotonasi bertujuan untuk menghilangkan protein yang terdapat
pada cangkang, sedangkan proses deasetilasi bertujuan untuk menghilangkan gugus
asetil. Proses ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas fungsi dari kitosan (Angka
dan Suhartono. 2000).
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun
enzimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH dan dapat
menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93%
(Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6
molekul yang beragam dan deasetilasi juga sangat acak (Martinou et al.,
1995), sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi
juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan
banyak reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997).
Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya
deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai
kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam
agar dapat memperluas bidang aplikasinya. (Tokuyasu et al., 1997).
2.1.1 Sumber Dan Mutu Kitosan
Kitosan merupakan polimer karbohidrat alami yang dapat ditemukan dalam
kerangka dari kristasea, seperti kepiting, udang dan lobster, serta dalam eksoskeleton
zooplankton laut, termasuk karang dan jellyfish. Selain terdapat pada hewan laut kitin
juga ditemukan pada serangga, seperti kupu-kupu dan kepik yang juga memiliki
kandungan kitin di sayap mereka, serta terdapat di dinding sel ragi dan jamur
(Shahidi dan Abuzaytoun, 2005).
Mutu kitosan dapat ditentukan berdasarkan parameter fisika dan kimia,
parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (meshsize) dan viskositas,
sedangkan parameter kimia yaitu nilai proksimat dan derajat deasetilasi (DD).
Semakin baik mutu kitosan semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin
banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun standar spesifikasi mutu kitosan dapat
dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Spesifikasi mutu kitosan
Spesifikasi Kitosan (Farmasi)
Penampakan Serpihan/Bubuk Putih/Kekuningan
Kadar air (% berat kering) ≤ 10 %
Kadar abu (% berat kering) ≤ 2 %
Kadar N (% berat kering) > 5 %
Derajat Deasetilasi ≥ 70 %
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7
Produksi kitosan dapat dilakukan secara kimia dan enzimatis. Produksi
kitosan secara termokimia menggunakan alkali kuat seperti NaOH pada suhu tinggi,
namun proses ini menghasilkan mutu kitosan yang beragam dan menghasilkan
limbah dan produk samping yang berpotensi toksikan bagi lingkungan. Produksi
kitosan secara enzimatis, yakni deasetilasi enzimatis dengan kitin deasetilasi (CDA)
dalam bentuk larutan kitosan akan berlangsung lebih mudah, reaksinya lebih
homogen disetiap bagian larutan. Menurut hasil penelitian Kolodziesjska et al.
(2000), deasetilasi enzimatis terhadap kitin/kitosan dalam bentuk larutan dapat
mencapai derajat deasetilasi 88-99%. Proses pembuatan kitosan secara enzimatis
lebih mudah dikendalikan, spesifik dan meminimalkan produk samping
(Tsigosetal.2000). Produk samping yang dapat diminimalkan untuk menjadi produk
zerowaste diantaranya adalah protein dan beberapa produk turunan lainnya.
2.1.2 Sifat-Sifat Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan
rotasi spesifik [α]D11
– 3 hingga 10ο (pada konsentrasi asetat 2%). Kitosan
kebanyakan larut dalam asam organik pada kisaran pH 4,00 namun tidak larut dalam
pH lebih besar dari 6,5 juga tidak larut larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton.
Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut dalam konsentrasi
0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada berbagai konsentrasi 10%. Kitosan larut dalam
pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, H3PO4 0,5% dan CH3COOH 1%, tetapi
tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4.
Kitosan memiliki sifat unik yang dapat digunakan dalam berbagai cara serta
memiliki kegunaan yang beragam, antara lain sebagai bahan perekat, aditif untuk
kertas dan tekstil, penjernih air minum, serta untuk mempercepat penyembuhan luka,
dan memperbaiki sifat pengikatan warna. Kitosan merupakan pengkhelat yang kuat
untuk ion logam transisi.
Menurut Robert, (1992), kitosan mudah mengalami degradasi secara biologis,
tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta mudah membentuk
membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolimer alam yang reaktif yang
dapat melakukan perubahan – perubahan kimia. Karena ini banyak turunan kitosan
dapat dibuat dengan mudah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8
2.1.3 Kegunaan Kitosan
Kitosan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang biokimia, obat-obatan,
farmakologi, pertanian, pangan dan gizi, mikrobiologi, penanganan air limbah serta
keperluan industri seperti industri kertas dan tekstil sebagai zat aditif, industri
pembungkus makanan berupa film khusus, industri cat sebagai koagulan,
pensuspensi, dan flokulasi, serta industri makanan sebagai aditif dan penghasil
protein tunggal (Suptijah,dkk.1992).
Dibidang industri, kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit
pengolahan limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme,
mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tanin, PCB (Poliklorinasi Bifenil),
mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas gel dan pertukaran ion,
penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membrane mudah
terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang
pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur
ransum pakan ternak, antimikroba dan antijamur juga diterapkan dibidang
kedokteran. Dalam penggunaannya kitosan tidak beracun dan mampu menurunkan
kadar kolesterol dalam darah. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan
Candida albicans dan Staphylococcus aureus. Selain itu, biopolymer tersebut juga
berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, penambahan dalam obat
pembuluh darah, kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif
kosmetik, membrane dialisis, bahan sampo, dan kondisioner rambut, penstabil
liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah diserap,
serta mempertinggi daya kekebalan, dan antiinfeksi (Sugita,2009).
2.1.3.1 Kitosan Sebagai Zat Antibakteri
Kitosan dapat digunakan sebagai antibakteri dengan mekanisme kitosan dapat
berikatan dengan protein membran sel, diantaranya glutamate yang merupakan
komponen membrane sel. Menurut Simpson (1997), hal ini dapat ditunjukkan pada
Staphylococus aureus dan Enterobacteri aeruginosa. Selain berikatan dengan protein
membran, terutama phosphatidil colin (PC) sehingga menyebabkan permeabilitas
inner membran (IM) menjadi meningkat dan dengan meningkatnya permeabilitas IM
memberi jalan yang mudah untuk keluarnya cairan sel, khususnya pada Eschericia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9
coli setelah 60 menit komponen enzim β-galaktosidase dapat terlepas. Hal ini
menunjukkan bahwa cairan sel dapat keluar dari sitoplasma dengan membawa
komponen metabolit lain dan menyebabkan terjadi lisis. Adanya peningkatan lisis ini
menyebabkan terhentinya pembelahan sel (regenerasi) dan menyebabkan bakteri
mati.
Tsai dan Su (1999) juga melaporkan bahwa kitosan dapat menghambat
pertumbuhan E.coli. Adanya penghambatan ini disebabkan oleh adanya
keelektromagnetifan permukaan sel E.coli. Aktivitas antibakrti oligomer kitosan
beragam tergantung jenis bakteri uji. Bakteri gram positif Lactobacillus
monocytogenes, bacillus cereus, dan S.aureus lebih dihambat oleh kitosan
dibandingkan oligomernya, sedangkan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas
aeruginosa, Salmonella typhimurium dan E.coli lebih dihambat oleh bentuk
oligomernya dengan DP1-8 menggunakan selulase.
Hasil penelitian Tsai dan Su (1999) menunjukkan adanya peningkatan
aktivitas antibakteri pada suhu yang tinggi (25C dan 37C) dan pH yang lebih asam.
Hal ini disebabkan karena pada suhu tinggi terjadi perubahan struktur permukaan sel
yaitu penurunan jumlah permukaan sisi yang terikat (keelektronegtifan) terhadap
kitosan. Sementara itu peningkatan aktivitas antibakteri pada pH asam disebabkan
karena grup amin pada posisi C2 (posisi glukosamin) akan diprotonasi, kondisi ini
akan menghasilkan interaksi yang disukai dengan residu negatif pada permukaan sel.
Adanya ion Na+ pada kitosan dapat menurunkan aktivitas antibakteri, hal ini
disebabkan karena terjadinya komplek antara ion dengan kitosan sehingga
menurunkan peningkatan kitosan terhadap permukaan sel. Kitosan mengikat secara
kuat berbagai logam kation, seperti Cu2+
, yang mana ini melibatkan kelompok –OH
dan NH2 pada residu glukosamin sebagai ligan grup NH2 merupakan sisi yang kritis
untuk pengikatan kitosan dengan sel, maka komplek kitosan dengan Na menyebabkan
komplek tersebut tidak dapat berikatan dengan permukaan sel. Keberadan ion divalent
seperti Ba2+
, Ca2+
, dan Mg2+
juga menurunkan aktivitas anti bakteri. Mekanisme yang
terjadi hampir sama dengan keberadaan ion Na+ (Tsai dan Su, 1999).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
2.1.3.2 Kitosan Sebagai Pengadsorpsi Logam
Kitosan mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi logam dan membentuk
seperti pengolahan limbah dari industri koagulasi karet dan untuk memisahkan
protein dari limbah dan padatan dimanfaatkan sebagai sumber protein dalam
makanan lemak (Robert, 1992).
2.2 Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan
serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistiyo, 1971). Antimikroba meliputi
golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara, 1995).
Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,
yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel
mikroba, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam
nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikroba (Sulistiyo, 1971).
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang lurus dan
pendek dan bergerak dengan flagel peritik atau tidak dapat bergerak. Ukuran sel
umumnya berdiameter 0,5 μm dan panjang 1-3 μm (Salle, 1961).
E. coli merupakan flora normal yang terdapat dalam usus (Jawetz et al.,
2005). E. coli adalah penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan
merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama wanita muda. Selain itu, dapat
menyebabkan infeksi saluran empedu, hati, cystitis, meningitis dan penyakit infeksi
lainnya (Jawetz et al., 1980).
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang berbentuk bola
dengan diameter 1 μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur. Pada
media cair terlihat tunggal, berpasangan dan membentuk rantai. S. aureus biasanya
membentuk koloni abu-abu hingga kuning emas. Bakteri ini tumbuh dengan cepat
pada temperatur 370C. sebagian besar galur S. aureus mempunyai koagulase atau
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11
factor penggumpalan dinding sel dan ikatan koagulase secara non enzimatik pada
fibrinogen (Jawetz et al., 2005). S. aureus bersifat invasif, penyebab hemolisis,
membentuk enterotoksin yang bias menyebabkan keracunan makanan
(Syahrurachman dkk., 1994).
2.3 Logam
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terpisahkan dari benda-benda
yang berasal dari logam. Pesatnya pembangunan dan penggunaan berbagai bahan
baku logam bias berdampak negatif, yaitu munculnya kasus pencemaran yang
melebihi batas sehingga mengakibatkan kerugian dan meresahkan masyarakat yang
tinggal disekitar daerah pengindustrian maupun masyarakat pengguna produk
industry tersebut. Hal ini terjadi karena sangat besarnya resiko terpapar logam berat
maupun logam transisi yang bersifat toksik dalam dosis atau konsentrasi tertentu
(Widowati, 2008).
2.3.1 Logam Nikel (Ni)
Nikel merupakan salah satu logam berat yang sering dipergunakan didalam
proses industri. Biasanya logam nikel digunakan untuk proses pelapisan logam.
Limbah industri elektroplating yang tidak diolah dapat mencemari lingkungan.
Keracunan dapat terjadi lewat pernafasan atau terserap lewat kulit dan yang diserang
adalah syaraf. Akumulasi Ni dalam tubuh dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan
kerusakan hati dan ginjal dan anemia atau gangguan kecerdasan pada keturunan
(Darwono, 1995).
2.3.2 Logam Krom (Cr)
Logam krom merupakan logam berat yang berbahaya dan beracun dengan
konsentrasi yang tinggi akan membahayakan lingkungan. Sumber utama limbah krom
adalah industri pelapisan logam, penyamakan kulit dan industri kimia (Darwono,
1995).
Krom valensi tiga dalam jumlah tertentu merupakan unsur yang esensial bagi
manusia dan hewan untuk mempertahankan proses metabolisme glukosa. Pemasukan
krom secara oral dalam jumlah berlebih dapat menimbulkan kerusakan hati dan ginjal
(Darwono, 1995).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
12
2.4 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain.
Zat yang terserap disebut fase terserap sedangkan zat yang menyerap disebut
adsorben. Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat dan gas, zat
cair dan zat cair, atau gas dengan zat cair.
Proses adsorpsi meliputi tiga tahap mekanisme, yaitu :
a. Pergerakan molekul adsorbat menuju permukaan adsorben
b. Penyebaran molekul-molekul adsorbat kedalam rongga-rongga
adsorben
c. Penarikan molekul-molekul adsorbat oleh permukaan aktif membentuk
ikatan, yang berlangsung sangat cepat (Metcalf, 1979).
2.5 Karakterisasi
2.5.1 Uji Antibakteri
Antibakteri adalah zat yang membunuh atau menekan pertumbuhan atau
reproduksi bakteri. Suatu zat antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas
selektif, artinya bahwa suatu obat berbahaya terhadap parasit tetapi tidak
membahayakan tuan rumah (hopses). Zat antibakteri dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan
antibakteri yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid) (Talaro, 2008). Berdasarkan
daya menghambat atau membunuhnya, antibakteri dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu berspektrum sempit (narrow spectrum) dan berspektrum luas (broad spectrum).
Antibakteri yang berspektrum sempit yaitu antibakteri yang hanya dapat bekerja
terhadap bakteri tertentu saja, misalnya hanya terhadap bakteri gram positif saja atau
gram negatif saja. Antibakteri yang berspektrum luas dapat bekerja baik pada bakteri
gram negatif maupun bakteri gram positif (Talaro, 2008).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak (Hermawan
dkk., 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
13
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran
dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar
padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan
dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan
diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada
tidaknya daerah hambatan disekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).
2.5.2 Transmision Electron Microscopy (SEM)
Konsep awal yang melibatkan teori pemindahan mikroskop elektron pertama
kali diperkenalkan di Jerman (1935) oleh M. Knoll. Konsep standar dari SEM
moderen dibangun oleh Von Ardenne pada tahun 1938 yang menambahkan
kumparan scan untuk mikroskop elektron transmisi. Desain SEM telah diubah cukup
dengan Zworyskin et al pada tahun 1942 saat bekerja untuk RCA laboratorium di
Amerika Serikat. Desain itu lagi kembali di rancang oleh CW Oatley pada tahun
1948 seorang profesor di Universitas Camberidge. Sejak itu ada banyak kontribusi
penting lainnya yang telah sangat ditingkatkan dan dioptimalkan kerja dari scanning
mikroskop elektron modern. Cara kerja SEM yaitu dengan memindai sinar halus
fokus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan komposisi molekul sampel.
Energi dari elektron berinteraksi ke sampel secara langsung sebanding dengan jenis
interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkain energi elektron yang
terukur dapat dianalisis oleh microprocessor canggih yang menciptakan pseudo
gambar tiga dimensi atau spektrum elemen unik dari sampel yang dianalisis
(Aravind, 2016).
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan. Dari
gambar permukaan yang diperoleh merupakan fotografi dengan segala tonjolan,
lekukan, dan lubang pada permukaan. Gambar fotografi diperoleh dari penangkapan
elektron sekunder yang dipancarkan oleh specimen. Selanjutnya gambar di monitor
dapat di potret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke
dalam suatu disket (Negulesce, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
2.5.3 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika
menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan
prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Austalia bernama Alan
Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak tergantung pada cara-cara
spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa cara ini yang sulit
dan memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan spektroskopi serapan atom
atau atomic absorption spectroscopy (AAS) (Harris, 1982).
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) adalah suatu alat yang digunakan
pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid yang
pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu
oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog, 2000).
Aspek kuantitatif metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer :
A = ε .b . c atau A = a .b . c Keterangan : A = Absorbansi
ε = Absorptivitas molar
a = Absorptivitas
b = Tebal nyala (nm)
c = Konsentrasi (mg/l)
Absorpsivitas molar (ε) dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan
nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal
media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan demikian absorbansi suatu spesies akan
merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi
suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan
konsentrasi larutan standar (Azis, 2007).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
2.5.4 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom
1 2 3 4 5 6
Bahan bakar sampel oksigen
Gambar 2.2 Komponen yang Membentuk Spektrofotometer Serapan Atom
Keterangan :
1. Sumber sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini
terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda
sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan
logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia ( neon atau argon) dengan
tekanan rendah (Rohman, 2007).
2. Tempat sampel
Sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral. Ada
berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi
uap atom-atom yaitu dengan nyala (flame) dan dengan tanpa nyala (flameless)
(Rohman, 2007).
3. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk memisahkan garis-garis spektrum lainnya
yang mungkin mengganggu sebelum pengukuran. Sistem monokromator terdiri dari
celah masuk (entrance slit), pemilih panjang gelombang berupa prisma atau kisi-kisi
difraksi. Dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk
memisahkan radiasi resonansi dan kontinu yang disebut dengan chopper (Rohman,
2007).
4. Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya melalui tempat
pengatoman. Detektor pada spektrofotometer serapan atom berfungsi mengubah
intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik (Mulja, 1995).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
16
5. Rekorder
Rekorder berfungsi untuk menerima dan merekam sinyal yang disampaikan
oleh detektor dan menyampaikannya ke sistem read out.
6. Sistem Pencatat (Sistem Read-Out)
Read-out merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai
sistem pencatat hasil. Pencatatan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah
terkalibrasi untuk pembacaan suatu transmisi atau absorbsi. Hasil pembacaan dapat
berupa angka atau berupa kurva dari suatu rekorder yang menggambarkan absorbansi
atau intensitas emisi (Rohman, 2007).
Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks yang
mempengaruhi proses pengatoman. Baik jauhnya disosiasi menjadi atom-atom pada
suatu temperatur tertentu maupun laju proses bergantung sekali pada komposisi
keseluruhan dari sampel. Telah kita catat sebelumnya bahwa efek matriks seringkali
merupakan masalah dalam kimia analisis, dan seringkali efek-efek ini menentukan
pentingnya dalam spektroskopi karena komposisi kasar yang umum dari sampel
dapat mengeluarkan efek yang besar terhadap jauhnya dan laju disosiasi yang
menghasilkan uap atom yang diinginkan (Underwood, 2002).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2018. Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu
pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dan Uji antibakteri dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara. Analisis Spektrofotometer Serapan Atom dilakukan di
Laboratorium Penguji Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) Medan.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Botol Aquadest
2. Bola Karet DNG
3. Corong Kaca Pyrex
4. Gelas Beaker Pyrex 100 mL
5. Gelas Ukur Pyrex 100 mL
6. Gelas Ukur Pyrex 10 mL
7. Hot Plate Cimarec
8. Kertas Saring Whattman No. 41
9. Labu Takar Pyrex
10. Kolom
11. Kertas Label
12. Spektrometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-7000
13. Pipet Tetes
14. Botol Sampel
15. Bunsen
16. Erlenmeyer
17. Cawan Petri
18. Neraca Analitik Mettler
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
18
3.2.2 Bahan
1. Aquadest (l)
2. CH3COOH glasial p.a ( E.Merck )
3. Larutan standar Ni 1000 mg/L p.a ( E.Merck )
4. Larutan standar Cr 1000 mg/L p.a ( E.Merck )
5. Media MHA (Mueller Hinton Agar)
6. Biakan Bakteri E.coli dan S.aureus
7. Cutton Swab
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi
3.3.1.1 Larutan Asam Asetat 1%
Sebanyak 10 mL asam asetat glasial dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.
Kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda, lalu dihomogenkan.
3.3.1.2 Larutan Kitosan 2%
Sebanyak 2 gram kitosan dilarutkan dengan 100 mL larutan asam asetat 1% lalu
distirrer selama 24 jam sehingga diperoleh larutan kitosan yang kental.
3.3.2 Pelapisan Kitosan
3.3.2.1 Pelapisan Kitosan Pada Kain Kasa Dengan Cara Perendaman
Kain Kasa ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian larutan
kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu dikeringkan
dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.
3.3.2.2 Pelapisan Kitosan Pada Kertas Saring Dengan Cara Perendaman
Kertas Saring ditempelkan pada plat gelas dengan ukuran 10x10 cm, kemudian
larutan kitosan dituangkan pada plat gelas tersebut, angkat dan tiriskan, lalu
dikeringkan dalam oven pada temperatur 600C sampai kering.
3.3.3 Pembuatan Larutan Media
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
19
3.3.3.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci sampai bersih dan dikeringkan, lalu ditutup rapat
dengan kertas perkamen. Kemudian dimasukkan kedalam autoklaf dan ditutup rapat.
Disterilisasi selama 15 menit pada suhu 1210C.
3.3.3.2 Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Sebanyak 11,4 gram serbuk Mueller Hinton Agar dimasukkan kedalam Erlenmeyer,
lalu dilarutkan dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan
mendidih. Lalu disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
3.3.3.3 Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 9,8 gram Nutrient Agar dimasukkan dalam Erlenmeyer, lalu dilarutkan
dengan 350 mL akuades dan dipanaskan hingga semua larut dan mendidih. Lalu
disterilkan di autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
3.3.3.4 Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri
Kedalam tabung reaksi yang steril dimasukkan 3 mL media Nutrient Agar steril,
didiamkan pada temperatur kamar sampai memadat pada posisi miring membentuk
sudut 30-450. Biakan bakteri E.coli dari strain utama diambil dengan jarum ose steril
lalu diinokulasikan pada permukaan media Nutrient Agar miring dengan cara
menggores, kemudian diinkubasi pada suhu 350C selama 18-24 jam. Hal yang sama
juga dilakukan pada biakan bakteri S.aureus.
3.3.3.5 Penyiapan Inokulum Bakteri
Sebanyak 10 mL akuades dimasukkan kedalam tabung reaksi, disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit. Diambil koloni bakteri E.coli dari stok
kultur bakteri dengan jarum ose bengkok lalu dimasukkan kedalam akuades steril,
kemudian dihomogenkan dengan vortex, lalu diukur nilai absorbansi blanko berupa
akuades steril dengan panjang gelombang 600 nm. Diukur nilai absorbansi suspensi
bakteri dengan panjang gelombang 600 nm. Hal yang sama dilakukan untuk koloni
bakteri S.aureus.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20
3.3.4 Uji Aktivitas Antibakteri
3.3.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Kain Kasa Yang Dilapisi Kitosan
Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45-
500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu
dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah
memadat. Digunting kain kasa yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran
berdiameter 6 mm, dimasukkan kain kasa yang dilapisi kitosan yang berukuran 6
mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.
Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.
3.3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Kertas Saring Yang Dilapisi Kitosan
Dimasukkan media Mueller Hinton Agar kedalam cawan petri steril dengan suhu 45-
500C, kemudian dibiarkan sampai media memadat. Diambil Cotton Bud steril, lalu
dicelupkan inokulum bakteri, setelah itu digoreskan ke media MHA yang telah
memadat. Digunting kertas saring yang dilapisi kitosan membentuk lingkaran
berdiameter 6 mm, dimasukkan kertas saring yang dilapisi kitosan yang berukuran 6
mm. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 350C selama 18-24 jam.
Selanjutnya diukur zona bening disekitar kertas cakram dengan jangka sorong.
3.3.5 Analisa Permukaan Dengan SEM
Proses pengamatan mikroskopik menggunakan SEM diawali dengan merekatkan
sampel dengan Stab yang terbuat dari logam specimen older. Kemudian setelah
sampel dibersihkan dengan alat peniup, sampel dilapisi dengan emas dan palladium
dengan mesin dionspater yang bertekanan 1492x10-2
atm. Sampel selanjutnya
dimasukkan ke dalam ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran
elektron bertenaga 10 Kvolt sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan
elektron terpental yang dapat dideteksi dengan detektor scientor yang kemudian
diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT
(Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari
objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang baik
dan jelas (Negulescu, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
21
3.3.6. Penentuan Kadar Logam Nikel (Ni) dengan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA)
3.3.6.1 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 100 ppm
Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan
dihomogenkan.
3.3.6.2 Pembuatan Larutan Standar Nikel (Ni) 10 ppm
Sebanyak 10 mL larutan standar Nikel (Ni) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar
100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan
dihomogenkan.
3.3.6.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ; dan 5 ppm
Larutan standar Nikel (Ni) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian
masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan
aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.
3.3.6.4 Pembuatan Kurva Standar Nikel (Ni)
Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 248,3 nm. Perlakuan dilakukan
sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Nikel (Ni) 1 ; 3 ;
dan 5 ppm.
3.3.7 Penentuan Kadar Logam Krom (Cr) dengan Spektrofotometri Serapan
Atom (SSA)
3.3.7.1 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 100 ppm
Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 1000 ppm dimasukkan kedalam labu
takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan
dihomogenkan.
3.3.7.2 Pembuatan Larutan Standar Krom (Cr) 10 ppm
Sebanyak 10 mL larutan standar Krom (Cr) 100 ppm dimasukkan kedalam labu takar
100 mL kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas dan
dihomogenkan.
3.3.7.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Krom (Cr) 1 ; 3 ; dan 5 ppm
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
22
Larutan standar Krom (Cr) 10 ppm berturut-turut dipipet 5, 15, dan 25 mL, kemudian
masing-masing dimasukkan kedalam labu takar 50 mL, lalu diencerkan dengan
aquadest sampai garis batas dan dihomogenkan.
3.3.7.4 Pembuatan Kurva Standar Krom (Cr)
Larutan blanko (0,0) mg/L diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer serapan atom (SSA) pada λspesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan
sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Krom (Cr) 1 ; 3
; dan 5 ppm.
3.3.8 Penentuan Konsentrasi Optimum Pada Kain Kasa Dan Kertas Saring
Yang Dilapisi Kitosan
Kain kasa dan kertas saring yang telah dilapisi kitosan dimasukkan ke dalam kolom
yang telah berisi larutan standar, didiamkan selama 10 menit dengan berdasarkan
variasi konsentrasi yaitu 1, 3, dan 5 ppm kemudian dibuka tutup kolom dan
ditampung dengan botol vial. Selanjutnya diuji absorbansinya dengan menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Larutan Kitosan 2%
dilarutkan dengan 100 mL asam asetat 1%
distirrer selama 24 jam hingga homogen
3.4.2 Perendaman Kitosan
direndam kain kasa selama 2 menit
diangkat
dipanaskan sampai kering pada temperatur 600C
dikarakterisasi
Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada kertas saring
2 gram Kitosan
Kitosan 2%
Kitosan 2%
Hasil
Uji Antibakteri Uji SEM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24
3.4.3 Penentuan Konsentrasi Optimum
Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem
Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3,
dan 5 ppm
Dimasukkan kain kasa tanpa kitosan kedalam
kolom
Didiamkan selama 10 menit
Dibuka bagian tutup bawah kolom
Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3,
dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial
Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan
menggunakan SSA
Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring tanpa kitosan dan pada
Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.
Kain Kasa Tanpa Kitosan
Hasil Rendaman
Hasil
Rendaman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
25
3.4.4 Penentuan Konsentrasi Optimum pada pelapisan Kitosan
Dirangkai alat kolom dengan statif dan klem
Dimasukkan 50 ml larutan standar variasi 1, 3,
dan 5 ppm
Dimasukkan kain kasa terlapis kitosan kedalam
kolom
Didiamkan selama 10 menit
Dibuka bagian tutup bawah kolom
Ditampung berdasarkan variasi konsentrasi 1, 3,
dan 5 ppm dengan menggunakan botol vial
Diukur absorbansinya pada λ = 232,0 nm dengan
menggunakan SSA
Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada kertas saring terlapis kitosan dan pada
Logam Cr dengan λ = 357,9 nm.
Kain Kasa Terlapis Kitosan
Hasil Rendaman
Hasil
Rendaman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Uji Aktivitas Antibakteri
Kitosan merupakan polikationik alami yang unik yang memiliki gugus amina
kuartener atau ammonium kuartener. Gugus amina kuartener ini merupakan gugus
aktif yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Aktivitas
antibakteri dapat melalui cara membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Kemudian besar interaksi sifat antibakteri kitosan dengan bakteri
melalui interaksi antara polikationik ammonium kuartener kitosan dengan muatan
ion negatif sel bakteri. Prashanth et al. (2007), bahan anti bakteri khususnya dengan
gugus ammonium kuartener berinteraksi dengan dinding sel yang mengandung
protein, lipopolisakarida atau peptidoglikan, serta asam teikoat yang mengandung
alkohol dan fosfat.
Pada penelitian ini, pelapisan kitosan diharapkan mampu memberikan sifat
antibakteri pada kertas saring dan kain kasa. Metode yang digunakan dalam
pengujian sifat antibakteri pada kertas saring dan kain kasa yang dilapisi kitosan
adalah metode sumur. Pengujian antibakteri dilakukan terhadap 2 jenis bakteri yaitu
bakteri Escherichia Coli (E.coli) dan bakteri Staphylococcus Aureus (S.aureus),
dengan menghitung indeks zona antimikrobial menggunakan persamaan 1 yang
hasilnya disajikan pada tabel 4.1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
Indeks Zona Antimikrobial
(1)
Keterangan (-) : Tidak terdapat zona bening
Dari data pada tabel 4.1 terlihat bahwa kain kasa dan kertas saring yang terlapis
kitosan memiliki diameter zona bening yang lebih tinggi dan lebih bagus terhadap
bakteri E.coli.
Sedangkan terhadap bakteri S.aureus hanya kertas saring terlapis kitosan saja yang
memiliki zona bening.
Gambar 4.1 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring
terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.
Perlakuan
Diameter
Zona Bening
(mm)
Indeks Zona
Antimikrobial
Eschericia coli
Kain kasa terlapis
kitosan 11 0,29
Kertas saring terlapis
kitosan 10 0,42
Kain kasa tanpa
kitosan 10,75 0,19
Kertas saring tanpa
kitosan 7,24 0,06
Staphylococcus
aureus
Kain kasa terlapis
kitosan ─ ─
Kertas saring terlapis
kitosan 8,5 0,17
Kain kasa tanpa
kitosan ─ ─
Kertas saring tanpa
kitosan ─ ─
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
28
Hasil uji antibakteri pada Bakteri Escherichia Coli terdapat zona bening pada semua
sampel baik yang terlapis kitosan maupun tanpa kitosan.
Gambar 4.2 Uji Aktivitas Antibakteri pada kain kasa terlapis kitosan, kertas saring
terlapis kitosan, kain kasa tanpa kitosan dan kertas saring tanpa kitosan.
Hasil uji antibakteri pada Bakteri Staphylococcus aureus yang terdapat zona bening
hanya pada kertas saring yang terlapis kitosan saja.
4.1.2 Hasil Analisa SEM
Pengujian SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi bentuk dan
permukaan sampel. Pengujian SEM dilakukan dengan menggunakan alat Scanning
Electron Microscope.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
29
a. Kain kasa tanpa kitosan b. Kain kasa yang dilapisi kitosan
Gambar 4.3 Hasil Foto SEM dari Kain Kasa
Pada gambar 4.3b terlihat bahwa kain kasa yang telah dilapisi dengan larutan
kitosan, kitosan melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kain kasa, hal
ini diperjelas dengan hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan
adanya lapisan kitosan pada serat maupun rongga kain kasa.
c. Kertas saring tanpa kitosan d. Kertas saring yang dilapisi kitosan
Gambar 4.4 Hasil Foto SEM dari Kertas Saring
Pada gambar 4.4d terlihat bahwa kertas saring telah dilapisi kitosan, kitosan
melapisi baik serat maupun rongga diantara serat pada kertas saring. Berdasarkan
hasil uji SEM pada perbesaran 300X yang memperlihatkan adanya lapisan kitosan
pada serat maupun rongga kasa. Dalam hal ini hasil uji SEM menunjukkan bahwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
30
permukaan kertas saring baik serat maupun rongga diantara serat telah dilapisi
kitosan dengan kontur yang relatif rata hampir tidak terlihat adanya butiran kitosan.
4.1.3 Logam Nikel (Ni)
Pada pembuatan kurva larutan standar logam Nikel (Ni) dilakukan dengan
menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran
1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer
Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
pada pengukuran konsentrasi logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.2 dan untuk
data absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) dapat dilihat pada tabel 4.3
sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada gambar
4.5.
Tabel 4.2 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-
7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Nikel (Ni)
No Parameter Logam Ni
1
2
3
4
5
6
Panjang Gelombang (nm)
Tipe Nyala
Keceptan Aliran Gas Pembakar (L/min)
Kecepatan Aliran Udara (L/min)
Burner Angle (degree)
Ketinggian Tungku (mm)
232,0
Udara-C2H2
2,2
15
0
9,0
Tabel 4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)
No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā)
1
2
3
4
5
6
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0000
0,0234
0,0441
0,0672
0,0857
0,1044
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Nikel (Ni)
4.1.4 Pengolahan Data Logam Nikel (Ni)
4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square
Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Nikel (Ni) pada tabel 4.3
diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.
Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square
dengan data pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi
Logam Nikel (Ni) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri
Standar Logam Nikel (Ni)
No Xi Yi (Xi- ) (Yi-Ῡ) (Xi-X)(Yi-Ῡ) (Xi-X)2
(Yi-Ῡ)2
1
2
3
4
5
6
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0000
0,0234
0,0441
0,0672
0,0857
0,1044
-0,5
-0,3
-0,1
0,1
0,3
0,5
-0,054100
-0,030700
-0,010000
0,013100
0,031600
0,050300
0,027050
0,009210
0,001000
0,001310
0,009480
0,025150
0,250000
0,090000
0,010000
0,010000
0,090000
0,250000
0,002926
0,000942
0,000100
0,000171
0,000998
0,002530
y = 0,1046x + 0,0018 R² = 0,9981
0
0,02
0,04
0,06
0,08
0,1
0,12
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Ab
sorb
an
si L
ogam
Ni
(A)
Konsentrasi Logam Ni (mg/L)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
32
Σ 3,0 0,3248 0,0 0,000200 0,073200 0,700000 0,007667
∑
∑
Penurunan persamaan garis regresi :
Y = aX + b
Dimana a = Slope
b = Intersept
∑
∑
∑ ∑
Maka persamaan garis regresi adalah :
4.1.4.2 Penentuan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
∑
√∑
√
4.1.5 Logam Krom (Cr)
Pembuatan kurva larutan standar logam Krom (Cr) dilakukan dengan
menyiapkan larutan seri standar dengan berbagai konsentrasi yaitu pada pengukuran
1; 3; dan 5 ppm, kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Untuk kondisi alat Spektrofotometer
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi logam Krom (Cr) dapat dilihat
pada tabel 4.5 dan untuk data absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) dapat
dilihat pada tabel 4.6 sehingga diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar logam
Krom (Cr) pada gambar 4.6.
Tabel 4.5 Kondisi Alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA-
7000 pada Pengukuran Konsentrasi Logam Krom (Cr)
No Parameter Logam Cr
1
2
3
4
5
6
Panjang Gelombang (nm)
Tipe Nyala
Keceptan Aliran Gas Pembakar (L/min)
Kecepatan Aliran Udara (L/min)
Burner Angle (degree)
Ketinggian Tungku (mm)
357,9
Udara-C2H2
2,2
15,0
0
9,0
Tabel 4.6 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr)
No Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (Ā)
1
2
3
4
5
6
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
0,0000
0,0118
0,0208
0,0298
0,0400
0,0474
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34
Gambar 4.6. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Logam Krom (Cr)
4.1.6 Pengolahan Data Logam Krom (Cr)
4.1.6.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square
Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Krom (Cr) pada tabel 4.6
diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva berupa garis linear.
Persamaan garis regresi untuk kurva ini dapat diturunkan dengan metode least square
dengan data pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Penentuan Konsentrasi
Logam Krom (Cr) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri
Standar Krom (Cr)
No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Ῡ) (Xi-X)(Yi-Ῡ) (Xi-X)2
(Yi-Ῡ)2
1
2
3
4
5
6
Σ
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
3,0
0,0000
0,0118
0,0208
0,0298
0,0400
0,0474
0,1498
-0,5
-0,3
-0,1
0,1
0,3
0,5
0,0
-0,024900
-0,013100
-0,004100
0,004900
0,015100
0,022500
0,000400
0,012450
0,003930
0,000410
0,000490
0,004530
0,011250
0,033060
0,250000
0,090000
0,010000
0,010000
0,090000
0,250000
0,700000
0,000620
0,000171
0,000016
0,000024
0,000228
0,000506
0,001565
y = 0,0472x + 0,0014 R² = 0,9966
0
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,06
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Ab
sorb
an
si L
ogam
Cr
(A)
Konsentrasi Logam Cr (mg/L)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
35
∑
∑
Penurunan persamaan garis regresi :
Y = aX + b
Dimana a = Slope
b = Intersept
∑
∑
∑ ∑
Maka persamaan garis regresi adalah :
4.1.6.2 Penentuan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut
:
∑
√∑
√
4.1.7 Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam pada Kasa Kasa dan
Kertas Saring Sebelum dan Sesudah Penyerapan dengan menggunakan SSA
(Penentuan Persen Adsorpsi)
Persentase penurunan konsentrasi logam pada kain kasa dan kertas saring sebelum
dan setelah di adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
36
Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.12 dan 4.13 maka penentuan
% adsorpsi untuk waktu kontak optimum dengan kitosan adalah :
Berdasarkan perhitungan diatas dapat diperoleh persentase penurunan sebagai
berikut :
Tabel 4.8 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan
konsentrasi 1 ppm
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 2,1947 1,8371 0,3576 16,29%
Cr 1,6341 1,3752 0,2589 15,84%
Tabel 4.9 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan
konsentrasi 3 ppm
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 2,1367 1,1112 1,0255 47,99%
Cr 1,4438 0,8730 0,5708 39,53%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
37
Tabel 4.10 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kain Kasa dengan
konsentrasi 5 ppm
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 2,2232 1,9246 0,2986 13,43%
Cr 1,5102 1,1186 0,3916 25,93%
Tabel 4.11 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring
dengan konsentrasi 1 ppm
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 1,0778 0,6004 0,4774 44,29%
Cr 1,0566 0,4126 0,6440 60,95%
Tabel 4.12 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring
dengan konsentrasi 3 ppm
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 0,9314 0,4108 0,5206 55,89%
Cr 0,8442 0,2291 0,6151 72,86%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
38
Tabel 4.13 Data penurunan persentase konsentrasi logam pada Kertas Saring dengan
konsentrasi 5 ppm
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dapat digunakan sebagai informasi mengenai teknik
untuk mengukur berapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat
memberikan efek bagi mikroorganisme. Untuk metode pengujian antibakteri suatu
zat metode yang sering digunakan diantaranya metode difusi atau sumuran.
Adanya zona hambat yang terbentuk menandakan kitosan memiliki
kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Kontrol negatif yang digunakan
adalah asam asetat sebagai pelarut kitosan. Asam asetat memberikan daya hambat
terhadap bakteri, sehingga luas zona penghambatan ini digunakan sebagai faktor
pengurang untuk zona penghambatan oleh larutan kitosan.
Kitosan memberikan efek penghambatan yang lebih tinggi pada Escherichia
coli (bakteri gram negatif) dibandingkan pada Staphylococcus aureus dan Bacillus
subtilis (bakteri gram positif). Hal ini didukung oleh penelitian Nurainy (2008) dan
Chung et al. (2004). Perbedaan struktur dinding sel pada bakteri gram negatif dan
gram positif menyebabkan perbedaan respon bakteri terhadap kitosan. Penghambatan
yang lebih besar pada bakteri gram negatif disebabkan oleh dinding sel bakteri gram
negatif yang lebih tipis yang terdiri dari peptidoglikan 10% dan kandungan lipid
tinggi (11-22%). Sedangkan bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tebal
yang terdiri peptidoglikan lebih dari 50% dan kandungan lipid rendah.
Logam
Konsentrasi (mg/L) Konsentrasi
yang terserap
(mg/L)
Persentase (%)
Penurunan
Konsentrasi
Sebelum
Penyerapan
Setelah
Penyerapan
Ni 0,9418 0,6809 0,2609 27,70%
Cr 0,8730 0,4108 0,4622 52,94%
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
39
4.2.2 Analisa SEM
Analisa dengan Scanning Electron Microscope (SEM) ini dapat dilakukan
untuk melihat apakah ada perbedaan struktrur permukaan kain kasa dan kertas saring
yang sebelum dan setelah dilapisi larutan kitosan. Hasil dari SEM memperlihatkan
bahwa kitosan mampu melapisi dengan baik serat maupun rongga diantara serat pada
kain kasa dan kertas saring.
Baik dengan cara perendaman maupun cara elektrospinning, kain kasa telah
berhasil dilapisi kitosan. Kitosan yang terkandung dalam kain tersebut mempunyai
sifat haemostatik, antimikroba dan biokompatibel, hal ini memberi potensi bagi
penggunaan kain yang telah dilapisi kitosan tersebut untuk digunakan dalam
pengelolaan luka khususnya sebagai penutup luka yang interaktif ataupun bioaktif.
4.2.3 Penentuan Konsentrasi Optimum Dengan Menggunakan Kain Kasa Dan
Kertas Saring Yang Terlapis Kitosan
Penentuan kadar logam Nikel (Ni) dan Krom (Cr) dalam larutan standar
sebelum dan sesudah penambahan kain kasa dan kertas saring yang terlapis kitosan
dengan menggunakan konsentrasi optimum dilakukan dengan mengukur nilai
absorbansi dan konsentrasi menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom.
Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion nikel
(Ni2+
) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kain kasa memiliki
konsentrasi 2,1947; 2,1367; dan 2,2232 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada
kain kasa konsentrasi berkurang menjadi 1,8371; 1,1112; dan 1,9246 mg/L dengan
variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan
konsentrasi ion nikel (Ni2+
) masing-masing 16,29%; 47,99%; dan 13,43%.
Persentase (%) penurunan konsentrasi ion krom (Cr3+
) pada larutan standar
sebelum penambahan kitosan pada kain kasa memiliki konsentrasi 1,6341; 1,4438;
dan 1,5102 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kain kasa konsentrasi
berkurang menjadi 1,3752; 0,8730; dan 1,1186 mg/L dengan variasi konsentrasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
40
larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan konsentrasi ion
krom (Cr3+
) masing-masing 15,84%; 39,53%; dan 25,93%.
Dari hasil penelitian bahwa persentase (%) penurunan konsentrasi ion nikel
(Ni2+
) pada larutan standar sebelum penambahan kitosan pada kertas saring memiliki
konsentrasi 1,0778; 0,9314; dan 0,9418 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada
kertas saring konsentrasi berkurang menjadi 0,6004; 0,4108 dan 0,6809 mg/L dengan
variasi konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan
konsentrasi ion nikel (Ni2+
) masing-masing 44,29%; 55,89%; dan 27,70%.
Persentase (%) penurunan konsentrasi ion krom (Cr3+
) pada larutan standar
sebelum penambahan kitosan pada kertas saring memiliki konsentrasi 1,0566;
0,8442; dan 0,8730 mg/L dan setelah penambahan kitosan pada kertas saring
konsentrasi berkurang menjadi 0,4126; 0,2291; dan 0,4108 mg/L dengan variasi
konsentrasi larutan 1, 3, dan 5 ppm. Dengan kata lain, persentase penurunan
konsentrasi ion krom (Cr3+
) masing-masing 60,95%; 72,86%; dan 52,94%.
Dari kedua logam yang dianalisa setelah dilakukan perendaman dengan
kitosan pada kain kasa dan kertas saring didapatkan bahwa konsentrasi optimum
adalah 3 ppm. Pada konsentrasi 1 ppm dengan volume dan waktu yang sama
konsentrasi dan % penyerapan masih rendah, ini disebabkan pada konsentrasi
polimer yang rendah proses adsorbsi terjadi, tetapi pembentukan jembatan antar
partikel tidak sempurna. Karena bagian polimer yang berada dalam larutan tidak
cukup untuk mengikat partikel lain. Pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 5 ppm
diperoleh konsentrasi dan % penyerapan makin rendah, ini disebabkan pada
konsentrasi tersebut kitosan sebagai polielektrolit kationik menjadi jenuh. Akibatnya
akan merusak jembatan antar partikel sekaligus menyebabkan tidak semua partikel
terendapkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan :
1. Pada aktivitas antibakteri diperoleh hasil yang lebih optimum pada kertas
saring yang terlapis kitosan. Dikarenakan pada kertas saring dapat
menghambat kedua bakteri yaitu Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus dibandingkan dengan kain kasa yang terlapis kitosan hanya dapat
menghambat bakteri Escherichia coli.
2. Dari analisa SEM dapat dilihat morfologi permukaan pada kertas saring
lebih baik dibandingkan permukaan pada kain kasa. Dikarenakan porositas
pada kertas saring lebih rapat dan lebih rata.
3. Konsentrasi optimum pada kain kasa dan kertas saringyang te rlapis
kitosan terhadap logam Nikel (Ni) dan Krom (Cr) adalah 3 ppm dengan
persentase penurunan konsentrasi berturut-turut adalah 47,99% ; 39,53%
dan 55,89% ; 72,86%.
5.2 Saran
Sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan proses perendaman pada
penyerapan logam dengan memvariasikan waktu kontak agar lebih mudah
mengetahui kinerja penyerapan yang terjadi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
27
DAFTAR PUSTAKA
Angka SL, Suhartono MT, 2000. Pemanfaatan Limbah Hasil Laut : Bioteknologi
Hasil Laut. Bogor : Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB.
Aravind, G., Bhowmik, D., Duraivel, S., & Harish, G. 2013. Traditional and
Medicinal Uses of Carica.
Alimul, Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba.
Bailey, R. A., H. M. Clark, C. P. Feris, S. Krause and R. L. Strong, 1978, Chemistry
of the Enviromental, Academic Press, New York,pp
Chang, K. L., Tsai, G., Lee, J., Fu, W. R. 1997. Heterogeneous N-deacetylation of
Chitin in Alkaline Solution. Carbohydrate Research 303 : 327-332
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta.
Ganiswara, 1995, Farmakologi Dan Terapi Edisi IV, UI, Jakarta.
Harris, J. W., 1982. Law and Legal Sciense : An Inquiry into the Concept Legal Rule
And Legal System. Clarendon Press Oxford.
Hermawan, A., 2007, Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan Metode
Difusi Disk. Artikel Ilmiah, Fakultas Airlangga Surabaya.
Jawetz, E., Melnick, J. L. and Adelberg E. A., 1980. Review of Microbiology 4 th
Edition, Lange Medical Publication, Newyork.
Jawetz, E., Melnick, J.L. and Adelberg E.,A 2005, Microbiology Kedokteran,
terjemahan dari Medical Microbiology oleh Mudihardi, Kintaman, Warsito,
Mertaniasih, Harsono, dan Alimsardjono, Salemba medika, Surabaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43
Kolodziejska, L., Wojjtasz-Pajak A, Ogonowska G, Sikorski ZE. 2000.
Deacetylation of chitin in-two stage chemical and enzimates process. Bul.Sea
Fisheries Inst. Vol II (150):15-24.
Kusmayati & Agustini, N.W. R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga ( Porphyridium sruentum ). Biodeversity. 8,1 : 48-53.
Manurung, H. 2005. Penggunaan Kitosan Manik Sebagai Adsorben untuk
Menurunkan Kadar Logam Ni. Skripsi USU.
Martinou, A., Kafetzopoulos, D., Bouriotis, V. 1995. Chitin Deacetylation by
Enzymatic Means : Monitoring of Deacetylation Processes. Carbohydrate
Research 273 : 235-242
Metcalf., Eddy., 1979. Waste Water Engineering. Treatment Disposal Reuse. Second
Edition. New Delhi. McGraw-Hill Publishing Conpany LTD.
Mulja, M. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.
Notohadiprawiro, T. 1993. Logam Berat dalam Pertanian. (http://www.chem-is-
try.org). Diakses tanggal 6 Januari 2018.
Pillai CKS, Paul Will, Sharma Chandra P. 2009. Chitin and Chitosan Polymers
Chemistry, Solubility, and Fiber Formation. [ Progress in Polymer Science ]
Vol.34 : 641 : 678.
Prashant, K. V. H. and Tharanathan, R. N. (2007). Chitin/Chitosan : Modifictions
and Their Unlimited Applications Potential-An Overview. Trens in Food
Science & Technology, 18 : 117-131.
Putra, E. S dan Putra, A. J. 2000. Kategori Kimia Logam. (www.chem-is-
try.org/?sect=artikel & ext=95
Robert, G. A. F. 1992. Chitin Chemistry. London, The Mac Millan Press.
Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisi, Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
44
Salle, A. J., 1961, Fundamental Principle of Bacteriologi 5 th Edition, MC Graw Hill
Book Company Inc., Newyork.
Sandford, P.A., 1990. High Purity Chitosan and Alginate : Preparation, Analysis and
Applications, Proceding of a conference on Frontiers in Carbohydrate
Research, Purdue University, Indiana USA.
Shahidi F, Abuzayton R. 2005. Chitin, Chitosan, and co – products : chemistry,
production, application, and health effects. Adv, food Nutr. Res. 49 : 93 – 135.
Simpson BK, 1997. Utilization of Chitosan f or Preservation of Raw Shrimp. Journal
of food biotechnology 2 : 25 – 44.
Sirait, R. I. 2002. Pemanfaatan Kitosan Dari Kulit Udang dan Cangkang Belangkas
Untuk Menurunkan Kadar Ni dan Cr Limbah Industri Pelapis Logam. Tesis S-
2 USU.
Skoog, D. A., Donald M. West, F. James Holler, Stanley R. Crouch, 2000.
Fundamentals of Analytical Chemistry. Hardcover : 992 pages, Publisher :
Brooks Cole.
Stumm, W. and Morgan J. 1996. Aquatic Chemistry. Third Edition. John Willey and
Sons, Inc. Canada.
Sugita, P. 2009. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. Bogor : IPB Press.
Sulistiyo. 1971. Farmakologi dan Terapi. EKG. Yogyakarta.
Suptijah, P., Jacoeb, A.M. dan Deviyanti, N. 2012. Karakterisasi dan Bioavailabilitas
Nanokalsium Cangkang Udang Vannamei ( Litopenaeus Vannamei ). Jurnal
Akuatika. III : 63-73.
Syahrurachman, dkk., 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara,
Jakarta.
Talaro, K. P., 2008. Foundation in Microbiology : Basic Principles, Sixth Edition,
Mc Graw Hill, New York.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
45
Tokuyasu, K., Ono, H., Kameyama, M. O., Hayashi, K., Moil, Y. 1997.
Deacetylation of Chitin Oligosaccharides of dp 2-4 by Chitin Deacetylation
from Colletotrichum lindemuthianum. Carbohydrate Research 303 : 353-358.
Tsai, G. J, Su, W.H. 1999. Antibacterial Activity of Shrimp Chitosan Against
Escherichia Coli. Journal Food Prot. 62 (3) : 239 – 243.
Tsigos, I., Martinou, A., Kafetzopoulus, D., Bouriotis, V. 2000. Chitin Deacetylases
: New, Versatile Tools in Biotechnology. TIBTECH 18:305-312.
Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan
Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
46
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
47
Lampiran 1. Kitosan Komersil
Lampiran 2. Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu Tipe AA-7000
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
48
Lampiran 3. Botol Sampel
Lampiran 4. Oven
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
49
Lampiran 5. Hot Plate
Lampiran 6. Larutan Standar Ni dan Larutan Standar Cr
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Top Related