STRATEGI DINAS KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN
PREVALENSI STUNTING PADA ANAK BALITA
DI KABUPATEN SIMEULUE
SKRIPSI
Diajukan Oleh :
FATRIS RUDMINI
NIM. 160802114
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
2021 M / 1442
iv
ABSTRAK
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-
29 bulan), diakibatkan karena kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000 hari
pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting dapat
disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekurangan asupan gizi ibu selama kehamilan,
pola asuh yang buruk, perekonomian keluarga, dan terjadinya penyakit infeksi pada
anak. Kabupaten Simeulue merupakan salah satu kabupaten yang tinggi angka stunting.
Rinkesdas, persentase anak balita stunting di Kabupaten Simeulue pada tahun 2015
sebanyak 35,7%, kemudian tahun 2016 menurun 28,6% dan kembali naik pada tahun
2017 menjadi 35,7% sampai sekarang. Oleh karena itu dibuatnya Surat Keputusan
Bupati Simeulue Nomor 050/492 Tahun 2020 tentang Penetapan Lokus Intervensi
Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Simeulue, bahwa Kabupaten Simeulue
ditetapkan sebagai salah satu lokus stunting nasional dari 360 Kabupaten/Kota di
Indonesia dan salah satu dari 10 kabupaten/ Kota di Provinsi Aceh. Atas dasar
Keputusan ini, penelitian ini menjadi sangat penting dilakukan untuk melihat Strategi
Dinas Kesehatan dalam penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue. Tujuan penelitian ini mendeskrisikan bagaimana strategi Dinas
Kesehatan dalam penanggulangan prevaliensi stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue dan bagaimana upaya Dinas Kesehatan dalam membangun kerjasama dengan
para pihak penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik
pengumpulan data berupa wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukan bahwa strategi Dinas Kesehatan dalam penanggulangan prevalensi stunting
pada anak balita di Kabupaten Simeulue masih terbatas pada penyelenggaraan edukasi
dan kegiatan pelatihan SDM (Sumber Daya Manusia) pada tenaga kerja kesehatan di
tingkat kabupaten, kader posyandu dan puskesmas. Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue juga membentuk suatu kerja sama, yang dinamakan kerjasama lintas sektor
yang saling berkoordinasi dengan beberapa dinas lainnya yang dinamakan dengan
SEKBER (Sekretariat Bersama), yang melibatkan Bappeda, Dinas Pembangunan
Umum, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan dan beberapa Dinas
terkait lainnya dalam menanggulangi stunting di Kabupaten Simeulue. Adapun kendala
yang menjadi sebab tidak dapat terselenggarakannya seluruh strategi Dinkes dalam
penanggulangan stunting yaitu terbatasnya sumber pendanaan. dan juga pada pendataan
bayi dan balita dari tenaga gizi yang masih minim. Kondisi tersebut disebabkan oleh
kurangnya fasilitas posyandu seperti alat ukur dan alat timbang badan (dacing) yang
belum tersedia sepenuhnya pada setiap posyandu.
Kata Kunci: Strategi Dinas Kesehatan, Prevalensi Stunting, Kabupaten Simeulue.
v
KATA PENGANTAR
الرحيم الرحمن الله بسم
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dengan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah
SAW beserta keluarga, para sahabat, para alim ulama, dan umat serta pengikut-Nya.
Adapun judul skripsi ini, yaitu “Strategi Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan
Prevalensi Stunting Pada Anak Balita di Kabupaten Simeulue”. Penyusunan skripsi ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat guna dalam rangka untuk memperoleh
gelar sarjana (S1) Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Pemerintahan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Pada kesempatan ini, teristimewa penulis persembahkan skripsi ini kepada
Ibunda tercinta Hasmila Wati dan Ayahanda tersayang Samaruddin (Alm) yang telah
merawat, mendidik, dan membesarkan penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang,
serta selalu memberikan doa, semangat, nasihat, serta dorongan yang luar biasa
sehingga penulis dapat meyelesaikan pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Semoga
ketulusan dan kasih sayang keduanya mendapat balasan yang setimpal di sisi Allah
SWT. Dan juga terimakasih banyak kepada adik-adikku, Rian Sanjuda, Aldan Fitrah,
Fadilah Sakban, Hikmah Rufandi, serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan
semangat dan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih kepada Harto
Darsim yang telah membantu penulis dan memberikan semangat sehingga dapat
vi
terselesaikannya skripsi ini dengan baik. Terimakasih banyak yang tak terhingga untuk
semua doa dan dukungannya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan,
dorongan, motivasi semangat, serta bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Warul Walidin, Ak. MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Ar-
Raniry.
2. Dr. Ernita Dewi, S.Ag, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Pemerintahan UIN Ar-Raniry.
3. Eka Januar, M.Soc., Sc, selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara.
4. Dr. Mahmuddin, M.Si selaku Penasehat Akademik yang telah membantu dalam
rencana studi selama perkuliahan.
5. Dr. Husna Amin, M.Hum, selaku Pembimbing pertama, dan Mirza Fanzikri,
S.Sos.I., M.Si selaku Pembimbing kedua, yang telah membimbing,
mengarahkan, mengorbankan waktu tenaga dan pikiran, serta selalu memberi
masukan dan memotivasi penulis sehingga dapat terselesainya skripsi ini dengan
baik. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan dan pahala yang
setimpal, Amin.
6. Seluruh dosen dan staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Pemerintahan, UIN Ar-Raniry yang telah memberikan ilmu
pengetahuan dan bimbingan selama perkuliahan.
vii
7. Instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, yang telah menerima dan
membantu penulis untuk melakukan penelitian serta memberikan data yang
diperlukan guna menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada teman-teman jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2016, dan
sahabat-sahabat seperjuangan saya Rahmiati, Herilia, Ramadhani, Riski, yang
telah membantu, memotivasi, dan menyemangati penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata
kesempurnaan hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dari berbagai pihak.
Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca serta bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Banda Aceh, 1 Desember 2020
Penulis,
FATRIS RUDMINI
NIM. 160802114
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH .................................................... i
PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................................. ii
PENGESAHAN SIDANG .......................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................ v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xiiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.5 Penjelasan Istilah ............................................................................... 7
1.6 Metode Penelitian .............................................................................. 8
1.6.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 8
1.6.2 Fokus Penelitian ....................................................................... 9
1.6.3 Lokasi Penelitian ...................................................................... 11
1.6.4 Sumber Data ............................................................................. 11
1.6.5 Informan Penelitian .................................................................. 13
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 14
1.6.7 Teknik Analisis Data ................................................................ 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI ................................. 19
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 19
2.2 Strategi ............................................................................................. 22
2.2.1 Pengertian Strategi ............................................................... 22
2.2.2 Tipe-tipe Strategi .................................................................. 26
2.2.3 Tahapan-tahapan Strategi ..................................................... 27
2.3 Organisasi ......................................................................................... 28
2.3.1 Pengertian Organisasi ........................................................... 27
2.3.2 Bentuk-bentuk Organisasi .................................................... 29
2.3.3 Organisasi Pemerintah Daerah ............................................. 31
2.3.4 Kewenangan Pemerintah Daerah ......................................... 32
2.4 Prevalensi Stunting ........................................................................... 34
2.4.1 Pengertian Prevalensi Stunting ............................................. 34
2.4.2 Tanda-tanda Anak Stunting .................................................. 36
2.4.3 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Stunting ......................... 36
2.4.4 Dampak Stunting .................................................................. 38
ix
2.4.5 Upaya Pencegahan Stunting ................................................. 39
2.5 Teori Anak Balita ............................................................................. 43
2.5.1 Pengertian Anak Balita ......................................................... 43
2.5.2 Pertumbuhan Anak Balita .................................................... 44
2.6 Pengertian Kerjasama ....................................................................... 44
2.6.1 Pengertian Kerjasama Lintas Sektor .................................... 44
2.6.2 Pentingnya Kerjasama Lintas Sektor ................................... 45
2.6.3 Indikator Kerjasama ............................................................. 46
2.7 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2019 Tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak
Balita Akibat Penyakit ..................................................................... 47
2.8 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Stunting Terintegrasi Di Aceh .......... 48
2.9 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Stunting Terintegrasi Di Desa .......... 49
2.10 Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang
Penetapan Desa Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan
Dan Penurunan Stunting Terintegrasi Di Kabupaten Simeulue ....... 50
2.11 Kerangka Berpikir ............................................................................ 51
BAB III GAMBARAN UMUM PENELITIAN ................................................... 48
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Simeulue ........................................... 48
3.1.1 Sejarah Kabupaten Simeulue .................................................. 48
3.1.2 Letak Geografis....................................................................... 50
3.1.3 Kependudukan ........................................................................ 52
3.2 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue .................................. 53
3.2.1 Visi dan Misi Dinas Kesehatan ............................................... 53
3.2.2 Tujuan dan Sasaran Dinas Kesehatan ..................................... 53
3.2.3 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan ....... 54
BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN ...................................................... 66
4.1 Strategi Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan Stunting ............ 66
4.1.1 Perumusan Strategi (Formulasi Kebijakan) ............................ 66
4.1.2 Pelaksanaan Strategi (Implementasi Kebijakan) .................... 81
4.2 Kerjasama Dengan Pihak Penanggulangan Stunting ....................... 87
4.2.1 Kontribusi ............................................................................... 87
4.2.2 Koordinasi ............................................................................... 91
4.2.3 Pertanggungjawaban ............................................................... 92
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 94
5.1 Kesimpulan....................................................................................... 94
5.2 Saran ................................................................................................. 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 100
DAFTAR LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Fokus Penelitian ......................................................................................... 9
Tabel 1.2 Informan Penelitian .................................................................................... 13
Tabel 3.1 Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Simeulue Tahun 2019 ... 51
Tabel 3.2 Jumlah Desa, Rumah Tangga, dan Penduduk Menurut Kecamatan
di Kabupaten Simeulue .............................................................................. 52
Tabel 4.1 Rencana Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
Tahun 2017-2020 ........................................................................................ 71
Tabel 4.2 Status Gizi Anak Balita Berdasarkan TB/U Menurut Kecamatan dan
Puskesmas Kabupaten Simeulue Tahun2019 ............................................. 77
Tabel 4.3 Data Stunting Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2019............. 78
Tabel 4.4 Desigh Strategi Dinas Kesehatan Simeulue Dalam
Penanggulangan Stunting Pada Anak Balita ............................................... 82
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 48
Bagan 3.1 Struktur Organisasi ................................................................................... 66
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Penetapan Desa Lokus Intervensi Stunting Terintegrasi
di Kabupaten Simeulue ......................................................................... 70
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Surat Keputusan Pembimbing
Lampiran II : Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran III : Surat Rekomendasi Izin Penelitian Dari KESBANGPOL
Lampiran IV : Surat Balasan Selesai Penelitian
Lampiran V : Foto Dokumentasi Penelitian
Lampiran VI : Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pencapaian kesehatan dalam SDGs
(Sustainable Development Goals) adalah status gizi anak balita. Masa anak balita
merupakan kelompok yang rentan mengalami kurang gizi, salah satunya adalah
stunting. Stunting (anak kerdil) adalah salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita,
dimana balita mengalami kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis yang
dipengaruhi oleh pola asuh ibu yang tidak baik sejak dalam kandungan terutama pada
1.000 hari pertama kelahiran hingga anak usia 2 tahun sehingga anak terlalu pendek
untuk usianya. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya dengan
indikator TB/U z score <- 2 SD dari median standar WHO ANTHRO 2005.1 Balita
stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadi lebih rentan
terhadap penyakit, dan pada masa depan dapat beresiko menurunnya tingkat
produktivitas. Pada akhirnya, secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi dan meningkatkan kemiskinan.2
Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa kekurangan gizi kronis yang
terjadi pada balita stunting disebabkan oleh praktik pengasuhan yang tidak baik,
terbatasnya layanan kesehatan, kurangnya akses makanan bergizi, dan kurangnya akses
air bersih. Dan menurut Kementerian PPN/Bappenas, penyebab stunting
diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab
1 Nasikhah R. “Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di Kecamatan
Semarang Timur” Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012: Vol.1 : 56-64 2 Rita Ramayulis dkk, Stop Stunting Dengan Konseling, (Jakarta Timur: Penebar Swadaya Grup,
2018), hal. 2
2
langsung berkaitan dengan gizi dan status kesehatan, sedangkan penyebab tidak
langsung berkaitan dengan faktor-faktor lain di luar kesehatan seperti ketahanan
pangan, lingkungan sosial, lingkungan kesehatan, dan lingkungan pemukiman. 3
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 3 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa “Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh
pemerintah dan/atau masyarakat”. Undang-Undang tersebut mengatur penyelenggaraan
upaya perbaikan gizi masyarakat meliputi: arah, tujuan, dan strategi perbaikan gizi
masyarakat. Tujuan perbaikan gizi adalah meningkatkan mutu gizi perorangan dan
masyarakat. Terdapat empat strategi perbaikan gizi masyarakat, yaitu: 1) Perbaikan pola
konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; 2) Perbaikan perilaku sadar gizi,
aktivitas fisik, dan kesehatan; 3) Peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan 4) Peningkatan sistem kewaspadaan
pangan dan gizi.4
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat
jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentasi balita pendek di Indonesia
sangat tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus di tanggulangi. Global
Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk dalam 17 Negara,
3 Nf Probohastuti, “Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif Penurunan Stunting di
Kabupaten Blora”. Jurnal Media Gizi Indonesia Vol.10, No.1 Maret 2015 4 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3
diantara 117 Negara, yang mempunyai tiga masalah gizi yaitu stunting, wasting dan
overweight pada balita (PSG, 2015).5
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, data prevalensi anak balita
stunting di Indonesia masuk ke dalam Negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di
South-East Asian Region setelah Timor Leste (50,5%) dan India (38,4%) yaitu sebesar
36,4% (Pusat Data dan Informasi Kemenkes, 2018).6 Angka prevalensi stunting di
Indonesia masih di atas 20%, artinya belum mencapai target WHO yang di bawah 20%,
artinya Indonesia masih dalam kondisi bermasalah kesehatan termasuk di Provinsi Aceh
(Kemenkes, 2018).7 Di Indonesia salah satu Provinsi yang tinggi angka prevalensi
stunting adalah Provinsi Aceh.
Provinsi Aceh, Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018
menyebutkan angka stunting di Aceh menduduki peringkat ke-31 dari 34 Provinsi di
Indonesia, atau menempati peringkat ketiga tertinggi dengan persentase sebesar 37,3%
di bawah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Barat. Riset tersebut menunjukkan
angka stunting masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Aceh.8 Di Provinsi
Aceh, salah satu Kabupaten yang tinggi angka stunting adalah Kabupaten Simeulue.
Di Kabupaten Simeulue, angka prevalensi stunting menempati peringkat ke 2
(dua) tertinggi dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh dan ditetapkan pada zona
kuning bersamaan dengan Kabupaten Singkil, Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh
5 Dewi Meliasari, “Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di
Paud Al Fitrah Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai”. Jurnal Panmed. Vol. 14 No. 1
Agustus 2019 6 Mohammad Teja, “Stunting Balita Indonesia dan Penanggulangannya” Jurnal Info Singkat.
Vol. 11, No. 22 November 2019 7 Ibid., hal. 64 8Serambinews.com, Aceh Peringkat Tiga Stunting, diakses tanggal 03 Agustus 2020, pukul:
20:15, melalui https://aceh.tribunnews.com/2019/03/04/aceh-peringkat-tiga-Stunting
4
Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Barat Daya, Gayo Lues,
Aceh Tamiang, Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Pidie Jaya. Persentase anak balita
stunting di Kabupaten Simeulue pada tahun 2015 sebanyak 35,7%. Kemudian tahun
2016 menurun ke angka 28,6%, dan kembali naik pada tahun 2017 menjadi 35,7%
sampai sekarang.9
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492 Tahun 2020
tentang Penetapan Lokus Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten
Simeulue, bahwa Kabupaten Simeulue ditetapkan sebagai salah satu lokus stunting
nasional dari 360 kabupaten / kota di Indonesia dan salah satu dari 10 kabupaten/ kota
di Provinsi Aceh.10 Oleh karena itu masalah stunting di wilayah Kabupaten Simeulue
merupakan tanggungjawab bersama dan instansi daerah terkait dalam hal ini salah
satunya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
lebih jauh bagaimana strategi yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
dalam upaya penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue dengan mengambil judul penelitian: “Strategi Dinas Kesehatan Dalam
Penanggulangan Prevalensi Stunting Pada Anak Balita di Kabupaten Simeulue”.
9Serambinews.com, Simeulue Urutan 2 Stunting di Aceh Bupati Erli Hasyim Minta Laporan
Upaya Penurunan Dari Dinkes, Diakses Tanggal 05 Agustus 2020, Pukul: 20:25, Melalui
Https://Aceh.Tribunnews.Com/2019/11/12/Simeulue-Urutan-12-Stunting-Di-Aceh-Bupati-Erli-Hasyim-
Minta-Laporan-Upaya-Penurunan-Dari-Dinkes 10Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492 Tahun 2020 Tentang Penetapan Desa
Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi Kabupaten Simeulue
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis uraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi Dinas Kesehatan dalam penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue?
2. Bagaimana upaya Dinas Kesehatan dalam membangun kerjasama dengan
para pihak penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan bagaimana strategi Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue.
2. Menguraikan informasi bagaimana upaya Dinas Kesehatan dalam
membangun kerja sama dengan para pihak penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Masyarakat, menjadi dasar pengetahuan dan referensi khususnya
keluarga dan ibu hamil mengenai bagaimana memberikan asupan makanan
6
yang baik agar menghindari terjadinya stunting pada anak balita khususnya
di Kabupaten Simeulue.
2. Bagi Instansi Dinas Kesehatan, Diharapkan menjadi pedoman pemerintah
untuk mengkaji lebih dalam masalah penanggulangan stunting, selain itu
juga bisa dijadikan bahan refensi bagi Dinas Kesehatan dalam
menanggulangi prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
3. Bagi Institusi Pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan suatu referensi
dan telaah akademis dalam penyajian masalah penanggulangan prevalensi
stunting dan panduan untuk peneliti lain khususnya kalangan Universitas
Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai
penanggulangan masalah stunting.
4. Bagi Penulis, Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai permasalahan yang sedang diteliti, serta dapat
mengaplikasikan teori-teori yang telah penulis dapatkan di bangku
perkuliahan yaitu pada jurusan Ilmu Administrasi Negara.
1.5. Penjelasan Istilah
Penjelasan istilah sangat penting untuk diuraikan agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam menafsirkan permasalahan dan dapat mempermudah pembaca
memahami judul. Adapun istilahnya sebagai berikut:
1. Strategi
Strategi adalah segala upaya atau rencana cermat yang dibuat untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
7
2. Penanggulangan
Penanggulangan adalah cara Dinas Kesehatan dalam menanggulangi
prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
3. Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah keseluruhan kasus penyakit dalam lingkup
populasi tertentu dan dalam satuan waktu tertentu di suatu wilayah.
4. Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita di bawah usia lima
tahun yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya.
5. Anak Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia dibawah lima tahun
dimana usia ini merupakan usia paling penting dalam tumbuh kembang anak
secara fisik.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.
Menurut Sukandaramudi, penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu cara analisis data
penelitian yang dilakukan dengan cara menyusun secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta dari suatu peristiwa atau gejala-gejala tertentu. Mendeskripsikan
secara sistematis berarti menyusun dengan menggunakan aturan-aturan tertentu.
8
Pelaksanaan deskriptif tidak terbatas pada penyusunan atau pengumpulan data saja
tetapi juga meliputi tentang Analisa dan interpretasi dari data itu.11
Menurut Nasir, penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu metode dalam
penelitian status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif kualitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki. Ciri-ciri deskriptif kualitatif ini bukan hanya menggambarkan
mengenai situasi atau kejadian, tetapi juga menerangkan hubungan, menguji, hipotesa-
hipotesa, membuat prediksi serta mendapatkan arti dan implikasi dari suatu masalah
yang ingin dipecahkan.12
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka penulis berpendapat bahwa jenis
penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang berusaha menggambarkan
fenomena yang terjadi secara nyata, realistis, dan aktual tentang strategi Dinas
Kesehatan dalam penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue. Karena penelitian ini untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta di lapangan, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomenena yang diselidiki. Penelitian ini berusaha memberikan
gambaran tentang strategi penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue.
11 Ni Wayan Arsini dan Ni Komang Sutriyani, Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter Hindu
Pada Anak Usia Dini, (Denpasar: Yayasan Gandhi Puri, 2020) hal. 39 12 Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif: Quantitatif Research Approach, (Yogyakarta:
CV. Budi Utama, 2018) hal.1
9
1.6.2. Fokus Penelitian
Adapun pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada strategi penanggulangan
prevalensi stunting dan kerjasama para pihak lintas sektor penanggulangan stunting di
Kabupaten Simeulue.
Tabel 1.1
Fokus Penelitian
No Dimensi Indikator Sumber
1 Strategi penanggulangan
prevalensi stunting
a. Formulasi kebijakan
(Proses dalam perumusan
strategi)
1) Kejelasan visi dan misi
2) Adanya penjabaran
tujuan dan sasaran
3) Penjabaran strategi
untuk mencapai hasil
b. Implementasi dan Evaluasi
kebijakan (pelaksanaan
dan bentuk evaluasi
strategi)
1) Terlaksananya seluruh
strategi yang
direncanakan
2) Adanya sosialisasi
David F. R,
Strategic
Management,
Concept And
Case. NJ: Pearson
Prentice Hall
10
3) Adanya output serta
outcame yang jelas.
4) Kejelasan mekanisme
evaluasi yang
dilakukan.
2 Kerja sama antar para
pihak penanggulangan
stunting
a. Koordinasi
b. Tanggungjawab
c. Kontribusi
Muhammad
Amsal Sahban,
Kalaborasi
Pembangunan
Ekonomi di
Negara
Berkembang,
Makassar: Sah
Media, 2018
Sumber: Hasil OlahanPenulis
1.6.3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Simeulue, khususnya di Dinas
Kesehatan Kabupaten Simeulue yang beralamat di Jalan Teuku Raja Mahmud, Desa Air
Dingin, Kecamatan Simeulue Timur. Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan SK Bupati
Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang Penetapan Desa Lokasi Fokus Intervensi
Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Simeulue, bahwa
instansi inilah yang mempunyai tugas pokok dalam melaksanakan urusan rumah tangga
daerah di bidang kesehatan di lingkungan Kabupaten Simeulue termasuk di dalamnya
tentang penanggulangan prevalensi stunting.
11
1.6.4. Sumber Data
Sumber data adalah suatu subjek atau objek penelitian dimana darinya akan
diperoleh data. Data yang diambil dari penelitian ini merupakan data yang relavan yang
sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang diteliti.
Menurut Suharsimi Arikunto, menjelaskan bahwa secara garis besar sumber data
penelitian dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder.13
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari objek penelitian,
karena mereka dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan wawancara mendalam (deep interview) kepada informan
dibantu dengan pedoman wawancara dalam alur, dan direkam dengan menggunakan
tape recorder serta kuesioner yang telah disusun oleh peneliti. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk menggali lebih dalam informasi yang terdapat pada
informan, dimana pihak yang diwawancara diminta data, informasi, fakta, pendapat,
dan tanggapan terhadap masalah yang sedang diteliti. Oleh karena itu, peneliti perlu
mencatat, mendengarkan secara teliti, dan merekam apa yang ditemukan dari
informan. Dalam penelitian ini, informan yang bersangkutan adalah:
a. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Dinkes)
b. Kepala Seksi Kesga dan Gizi (Dinkes)
c. Penjab Pelaporan Stunting (Dinkes)
d. Staf Gizi (Dinkes)
13 Johni Dimyati, Metedologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya Pada Pendidikan Anak
Usia Dini (Paud), (Jakarta: Kencana, 2013), hal. 39
12
e. Kasubid Kesejahtraan Sosial (Bappeda)
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pengambilan data dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, referensi buku-buku, referensi jurnal,
refernsi skripsi, dokumentasi berupa transkip wawancara, artikel-artikel maupun
teori-teori yang ada kaitannya dengan variabel penelitian, dan referensi dari
penelitian yang berhubungan dengan strategi penanggulangan penurunan prevalensi
stunting.
1.6.5. Informan Penelitian
Dalam setiap penelitian, diperlukan adanya informan atau narasumber yang
terkait dengan penelitian dengan cara mewawancarainya. Informan adalah orang yang
menjadi sumber data dalam penelitian, gunanya untuk memperoleh informasi yang
diperlukan dalam penelitian.14 Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive
sampling atau pemilihan secara sengaja dengan beberapa pertimbangan bahwa
merekalah yang paling mengetahui informasi penelitian. Informan yang dimaksud
adalah informan yang terlibat langsung atau informan yang dianggap mempunyai
kemampuan dan mengerti permasalahan terkait strategi Dinkes dalam penanggulangan
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.15 Informan tersebut yaitu antara lain
sebagai berikut :
14 Nur Sayidah, Metodologi Penelitian Disertai Dengan Contoh Penerapannya Dalam
Penelitian, (Jawa Timur: Zifatawa Jawara, 2018), hal.143 15 Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Apporach),
(Yogyakarta: Deepublish, 2018), hal. 18
13
Tabel 1.2
Informan Penelitian
No Informan Jumlah Alasan
1 Kabid Kesmas (Dinkes Kab. Simeulue) 1 Orang Sebagai Kepala Bidang
Kesehatan Masyarakat
2 Kasi Kesga dan Gizi (Dinkes Kab.
Simeulue)
1 Orang Sebagai Kepala Seksi
Kesga dan Gizi
3 Penjab Laporan Gizi (Dinkes Kab.
Simeulue)
1 Orang Sebagai
Penanggungjawab Atas
Pelaporan Stunting
4 Staf Gizi (Dinkes Kab. Simeulue) 1 Orang Sebagai Pelaksanaan
Penanggulangan Stunting
5 Kasubid Kesejahtraan Sosial (Bappeda
Kab. Simeulue)
1 Orang Sebagai Koordinator
Penyusunan Rencana
Kerja Pemerintah Kab.
Simeulue
Jumlah 5 Orang
Sumber: Hasil Olahan Penulis
1.6.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan ialah sebagai
berikut:
14
1. Wawancara (Interview)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wawancara adalah tanya jawab dengan
seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan atau pendapatnya mengenai satu
hal. Atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa wawancara adalah tanya jawab
antara pewawancara dengan yang diwawancarai untuk meminta keterangan atau
pendapat tentang suatu hal.16
Oleh karena itu, berdasarkan pengertian di atas, wawancara menurut penulis
adalah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara
tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Penelitian ini
dilakukan dengan cara berkomunikasi langsung antara pewawancara dengan informan
dengan tujuan untuk mendapatkan fakta, keterangan, pendapat, penjelasan, dan bukti
dari suatu masalah atau suatu peristiwa.
Menurut Nasution, wawancara pada dasarnya dilakukan dengan dua bentuk
yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur. Teknik wawancara
berstruktur dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan sesuai
dengan permasalahan yang akan diteliti, sementara wawancara tak berstruktur timbul
apabila jawaban berkembang diluar pertanyaan-pertanyaan terstruktur namun tidak
lepas dari permasalahan penelitian.17
Adapun wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
terstruktur, yaitu dengan menyediakan kuesioner dengan berbagai macam pertanyaan-
pertanyaan yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya yang kemudian akan ditanyakan
kepada informan penelitian yang sudah ditentukan.
16 Atep Adya Barata, Dasar-dasar Pelayanan Prima, (Jakarta: PT. Alex Media Komputindo,
2003), hal.117 17 Ibid., hal.23
15
2. Studi Dokumentasi (Documentation Study)
Menurut Iqbal, dokumentasi adalah sebuah cara pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data dari dokumen dan literatur yang terdapat di perpustakaan. Studi
dokumentasi (documentation study) adalah suatu teknik dalam mengambil data yang
sudah didokumentasikan. Menurut Kaelan, dokumentasi memberikan kontribusi
epistemic bagi peneliti dalam upaya menemukan realitas objek yang berkaitan dengan
tujuan peneliti.18
Adapun studi dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengumpulkan data dengan cara menelusuri sejumlah data-data yang berkenaan dengan
objek penelitian. Dokumen tersebut dapat berupa Renstra Dinkes, RPJM Kab.
Simeulue, SK Bupati Simeulue, Peraturan Bupati Simeulue, data jumlah stunting anak,
dan dokumen lain yang terkait strategi Dinkes dalam penanggulangan stunting pada
anak balita di Kabupaten Simeulue.
1.6.7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan untuk mengurai suatu masalah menjadi
bagian-bagian (decomposition). Analisis data didefinisikan sebagai usaha mengolah
data menjadi informasi, sehingga karakteristik atau ciri-ciri dari data tersebut mudah
untuk dimengerti dan berguna dalam rangka untuk memberikan jawaban yang berkaitan
dengan kajian penelitian. Dengan demikian teknik analisis data dapat diterjemahkan
sebagai cara melakukan analisis terhadap data, dengan maksud mengolah data tersebut
menjadi suatu informasi, sehingga karakteristik atau ciri-ciri datanya dapat dengan
18 Ni Wayan Arsini dan Ni Komang Sutriyanti, Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter Hindu
Pada Anak Usia Dini, (Denpasar: Yayasan Gandhi Puri, 2020) hal.38
16
mudah untuk dimengerti serta bermanfaat untuk menjawab masalah-masalah yang
berkaitan dengan penelitian.19
Adapun teknik analisis data yang peneliti gunakan ada beberapa tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. seperti telah dikemukakan, makin lama peneliti ke
lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, komples dan rumit. Untuk itu perlu
segara dilakukan analisis data melalui reduksi data. Reduksi data menurut Emzir adalah
suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan
menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat digambarkan dan
diverifikasikan. Menurut Sugiyono, reduksi data merupakan proses berpikir sensitif
yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.20
Mereduksi data berarti merangkum memilih hal-hal yang pokok memfokuskan pada hal
yang perlu dan penting, mencari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan
mencarinya, bila diperlukan. 21
Adapun reduksi data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara
merangkum data pada hasil wawancara, kemudian mengelompokkan hasil wawancara,
membuang data yang tidak diperlukan, dan memfokuskan hasil wawancara pada hal-hal
19Tarjo, Metode Penelitian Sistem 3x Baca, ( Yogyakarta: Deepublish, 2019), hal.103 20 Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi, (Makassar: Sekolah Tinggi
Theologia Jaffaray, 2018), hal.56 21 Ibid., hal.56
17
penting saja. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
2. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data.
Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam membuat hasil penelitian yang
telah dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.22
Dalam penelitian ini, data disajikan dengan cara dikelompokkan sesuai dengan
aspek-aspek yang telah ditentukan dalam penelitian. Tahapan ini menyajikan kumpulan
data dan informasi yang sudah dikategorikan sehingga memudahkan peneliti untuk
mengambil kesimpulan pada akhir penelitiannya.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verfivation)
Langkah selanjutnya dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Menurut Miles dan Huberman, kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
ditemukan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.23
Penarikan kesimpulan atau verifikasi yaitu membuat kesimpulan dari data yang
diperoleh sejak awal penelitian. Menurut Sutopo, agar hasil benar-benar bisa
22Yessi Harnani dan Zulmeliza Rasyid, Statistik Dasar Kesehatan, (Yogyakarta: Deepublish,
2019), hal.14 23 Hengki Wijaya, Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi, (Makassar: Sekolah Tinggi
Theologia Jaffray, 2018), hal.59
18
dipertanggungjawabkan, verifikasi perlu dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan
yaitu dengan cara menelusuri kembali kebenaran laporan selama penelitian berlangsung.
Dari hal tersebut maka ditarik kesimpulan, makna-makna yang muncul dari data harus
diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya yakni yang merupakan
validitasnya. Jika tidak demikian, yang kita miliki adalah cita-cita yang menarik
mengenai sesuatu yang terjadi dan yang tidak jelas kebenarannya dan kegunaannya.24
24 Rifai, Kualitatif Teori Praktek dan Riset Penelitian Kualitatif Teologi, (Surakarta: Yoyo
Topten Exacta, 2019), hal.78
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini dibuat untuk mempermudah peneliti dalam mendapatkan
informasi mengenai topik yang akan peneliti teliti. Sebagai pertimbangan dalam
penelitian ini akan dicantumkan hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang
pernah peneliti baca diantaranya:
Rini Archda Saputri, dalam Jurnal Dinamika Pemerintahan, Vol.2, No. 2
Agustus 2019 hal. 152-168, dengan judul “Upaya Pemerintah Daerah Dalam
Penanggulangan Stunting Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis upaya pemerintah daerah dalam
penanggulangan stunting. Hasil penelitian menujukkan bahwa, selain program-
program yang berasal dari pemerintah pusat, Dinas Kesehatan Bangka dan Bangka
Barat telah memiliki program-program inovasi sendiri dalam upaya percepatan
penurunan/penanggulangan stunting di daerahnya. Namun demikian, masih
dibutuhkan waktu/proses untuk program-program tersebut dapat terlihat secara
nyata pelaksanaannya dan terlihat signifikansi hasilnya. Untuk saat ini, program-
program penanggulangan stunting yang telah dilakukan diantaranya adalah;
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada balita dan Ibu hamil, Pemberian
Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri dan Ibu hamil, peningkatan cakupan
20
imunisasi dasar lengkap pada bayi dan balita, pemberian vitamin A pada balita,
dan pemberian zinc pada kasus diare terutama pada Ibu hamil dan balita.25
Berdasarkan penjelasan di atas, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
peneliti ambil yaitu penelitian ini lokusnya pada Provinsi, sedangkan penelitian peneliti
lokusnya di Kabupaten (Dinas Kesehatan). Dan fokus penelitian peneliti lebih kepada
bagaimana strategi Dinas Kesehatan (Dinkes) dalam penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita. Sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada program-
program yang dijalankan oleh Pemerintah Daerah (Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung) dalam upaya penanggulangan stunting di daerahnya. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang peneliti ambil adalah sama-sama meneliti bagaimana
penanggulangan stunting.
Sri Hajijah Purba, dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Implementasi
Kebijakan Penurunan Stunting Di Desa Secanggang Dinas Kesehatan Langkat”.
Informan pada penelitian ini adalah pemegang program penurunan stunting di Dinas
Kesehatan Dinas Kesehatan Langkat, pemegang program di Puskesmas Secanggang,
dan pemegang program di Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan
Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKB dan PPA) Dinas Kesehatan Langkat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penurunan stunting di Desa
Secanggang sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan kebijakan Bupati
Langkat Nomor 10 Tahun 2018 tentang penurunan stunting, tetapi masih ada program
25 Saputri, R.A,”Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung”. Jurnal Dinamika Pemerintahan. Vol.4 No.3, 2019
21
dari kebijakan tersebut yang belum terlaksana secara optimal, seperti pemberian ASI
Eksklusif dan pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD).26
Berdasarkan uraian di atas, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
peneliti ambil yaitu terdapat di lokus dan fokus penelitian. Lokus penelitian ini yaitu di
Desa, sedangkan lokus penelitian peneliti yaitu di Kabupaten (Dinas Kesehatan). Dan
fokus penelitian ini lebih mengarah kepada implementasi kebijakan penurunan stunting
di Desa sedangkan penelitian peneliti lebih mengarah kepada strategi Dinas Kesehatan
(Dinkes) dalam penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang peneliti ambil yaitu sama-sama
meneliti tentang bagaimana penanggulangan stunting.
Priyono, dalam Jurnal Good Governance, Vol. 16, No. 2 September 2020
dengan judul penelitian “Strategi Percepatan Penurunan Stunting Perdesaan (Studi
Kasus Pendampingan Aksi Cegah Stunting di Desa Banyumundu, Kabupaten
Pandeglang)”. Penelitian ini bertujuan menganalisis perancangan strategi percepatan
penurunan stunting perdesaan, lokasi penelitian di Desa Banyumundu, Kecamatan
Kaduhejo, Kabupaten Pandeglang. Lokasi penelitian tersebut merupakan tempat uji
coba aksi cegah stunting yang dilaksanakan pada Agustus 2018 sampai dengan Februari
2019 yang menghasilkan contoh baik (best practices) percepatan penurunan stunting
perdesaan. Metoda penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan
teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) dan SWOT dalam penentuan alternatif
program intervensi dan strategi yang efektif untuk percepatan penurunan stunting. Hasil
penelitian menunjukkan program intervensi dengan sasaran utama peningkatan pola
26 Sri Hajijah Purba, Skripsi: “Analisis Implementasi Kebijakan Penurunan Srunting Di Desa
Secangang Kabupaten Langkat” (Medan: UIN Sumatera Utara, 2019)
22
asuh anak balita / bawah dua tahun (baduta) melalui program intervensi peningkatan
status gizi sebagai upaya pencegahan stunting periode 1.000 HPK perlu diprioritaskan
untuk percepatan (akselerator) penurunan stunting perdesaan. Hasil evaluasi faktor
strategik internal dan eksternal analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi yang paling
efektif untuk percepatan penurunan stunting adalah kombinasi strategi agresif. Dalam
jangka pendek perlu dioptimalksan intervensi gizi spesifik dan sensitif, sedangkan
strategi jangka panjang perlu diintensifkan peluang dukungan kolaborasi antar sektor
dan multistakehoders guna menjamin keberlanjutan dan pencapaian sasaran akselerasi
penurunan stunting. Selain itu perlu penerapan strategi Public Private Partnership
dalam upaya penegakan tatakelola (governance) diperlukan komitmen penjabaran
operasional agar menjamin program pencegahan stunting balita perdesaan pada 1.000
HPK.
Berdasarkan penjelasan di atas, perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
peneliti ambil yaitu lokus penelitian ini lebih ke upaya penanggulangan stunting tingkat
Desa, sedangkan lokus penelitian yang peneliti ambil yaitu lebih kepada
penanggulangan stunting di tingkat Kabupaten (Dinas Kesehatan). Fokus penelitian ini
lebih mengarah pada strategi percepatan penurunan stunting perdesaan, sedangkan
penelitian yang peneliti ambil lebih mengarah pada strategi kebijakan Dinas Kesehatan
dalam penanggulangan prevalensi stunting di Kabupaten. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang peneliti ambil yaitu sama-sama meneliti tentang
penanggulangan stunting.
23
2.2. Strategi
2.2.1. Pengertian Strategi
Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani, strategos (stratos= militer dan ag=
memimpin) yang berarti generaiship atau sesuatu yang dikerjakan oleh para jendral
perang dalam membuat rencana untuk memenangkan perang. Definisi tersebut juga
dikemukakan oleh seorang ahli bernama Clausewitz.. Menurut Clausewitz, strategi
merupakan suatu seni menggunakan pertempuran untuk memenangkan suatu perang.
Secara umum, strategi merupakan rencana jangka panjang untuk mencapai tujuan.
Strategi sendiri terdiri dari aktivitas-aktivitas penting yang diperlukan untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu maka tidak mengherangkan apabila strategi sering digunakan
dalan kancah peperangan.27
Menurut Stephanie K. Marrus, seperti yang dikutip Sukristono, strategi adalah
sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada
tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana
agar tujuan tersebut dapat dicapai. Selain definisi-definisi yang sifatnya umum, ada juga
yang lebih khusus, misalnya dua orang pakar strategi, Hamel dan Prahalad, yang
mengangkat kompetensi inti sebagai hal yang penting. Mereka berdua mendefinisikan
strategi yang terjemahannya seperti berikut ini :
“Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat)
dan terus-menerus, serta berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan
oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai
dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya
kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan
kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.”28
27 Eddy Yunus, Manajemen Strategis, (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2016), hal.11 28 Husein Umar, Strategic Manajemen In Action, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001),
hal.31
24
Menurut pendapat A. Halim, strategi adalah suatu cara organisasi atau lembaga
untuk mencapai tujuannya yang sesuai dengan peluang-peluang dan ancaman-ancaman
lingkungan eksternal yang dihadapi serta sumber daya dan kemampuan internal.
Pendapat A. Halim ini, menitikberatkan pada peluang dan ancaman yang bias terjadi
dari faktor eksternal. Untuk menghadapinya perlu dipersiapkan faktor internal seperti
kemampuan (skill) dan sumber daya yang ada (resources).29
Strategi merupakan rencana para pemimpin organisasi untuk mencapai hasil
yang konsisten dengan tujuan organisasi. Strategi dapat dipandang dari tiga aspek:
peumusan strategi, pelaksanaan yang bertujuan merealisasikan strategi menjadi
tindakan, dan pengendalian strategi yang dilakukan untuk merubah strategi agar tujuan
yang ditetapkan dapat tercapai. Strategi merupakan gambaran besar mengenai cara
sebuah lembaga atau perorangan dapat mencapai tujuan. Strategi merupakan kombinasi
antara pengambilan keputusan secara alamiah dan proses pemikiran rasional.30
Goldworthy dan Asley mengusulkan tujuh aturan dasar dalam merumuskan
suatu strategi, yaitu sebagai berikut:31
a. Strategi harus menjelaskan dan menginterprestasikan masa depan, tidak
hanya masa sekarang.
b. Arahan strategi harus bisa menentukan rencana dan bukan sebaliknya.
c. Strategi harus berfokus pada keunggulan kompetitif, tidak semata-mata
pada pertimbangan keuangan.
29 Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sangketa Bisnis, (Yogyakarta: Medpress Digital,
2014), hal. 24 30 Eddy Yunus, Manajemen Strategis, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2016), hal.19 31Lusi Widhiyanti Yanuaria, Skripsi: “Strategi Pt. Kereta Api Indonesia (KAI) Dalam
Meningkatkan Pelayanan Transportasi Kerata Api Studi Kasus di Kantor Daerah Operasi VII Madiun
Periode 2009-2011” (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2012)
25
d. Strategi harus diaplikasikan dari atas ke bawah, bukan dari bawah ke atas.
e. Strategi harus mempunyai orientasi eksternal.
f. Fleksibilititas adalah sangat esensial.
g. Strategi harus berpusat pada jangka panjang.
Untuk menjamin agar supaya strategi dapat berhasil, meyakinkan dan dapat
dilaksanakan dengan baik, dalam hal ini Hatten dan Hatten memberikan beberapa
pentunjuknya yaitu sebagai berikut:32
a. Strategi harus konsisten dengan lingkungan, strategi dibuat mengikuti arus
perkembangan masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk
bergerak maju.
b. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi, tergantung pada ruang
lingkup kegiatannya. Apabila ada banyak strategi yang dIbuat, maka strategi
yang satu harus konsisten dengan strategi yang lain. Jangan bertentangan
atau bertolak belakang, semua strategi senantiasa diserasikan satu dengan
yang lain.
c. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua
sumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain. Persaingan
yang tidak sehat antara berbagai unit kerja dalam suatu organisasi seringkali
mengklaim sumber dayanya, membiarkanya terpisah dan dari unit kerja
lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru
merugikan posisi organisasi.
32 Ibid., hal.13-14
26
d. Strategi hendaknaya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan
kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya.
Selain itu hendaknya juga memanfaatkan kelemahan pesaing dan membuat
langkah-langkah yang tepat untuk menempati posisi kompetetif yang lebih
kuat.
e. Sumber daya adalah sesuatu yang kritis. Hendaknya dibuat sesuatu yang
memang layak dapat dilaksanakan.
f. Strategi hendaknya memperhatikan resiko yang tidak terlalu besar. Memang
suatu strategi mengandung resiko, tetapi haruslah berhati-hati sehingga tidak
menjerumuskan organisasi ke lubang yang lebih besar. Oleh karena itu
strategi hendaknya selalu dapat di kontrol.
g. Strategi hendaknya disusun di atas landasan keberhasilan yang telah di capai.
h. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya dukungan
dari pihak-pihak yang terkait dari para eksekutif dari semua pimpinan unit
organisasi.
2.2.2 Tipe-tipe Strategi
Kotten mencoba menjelaskan mengenai tipe-tipe strategi. Tipe strategi yang ia
kemukakan berikut ini sering pula dianggap sebagai suatu hierarki. Tipe-tipe strategi
yang dimaksud adalah sebagai berikut:33
1. Strategi Organisasi (Corporate Strategy)
33 Desti Suryaning Ayu, Skripsi: “Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Dalam
Penanggulangan Gizi Buruk”, (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011), hal.10
27
Strategi ini berkaitan dengan perumusan visi, misi, tujuan, nilai-nilai, dan
inisiatif-inisiatif strategi yang baru. Pembatasan-pembatasan diperlukan,
yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa.
2. Strategi Program (Program Strategy)
Strategi ini lebih memberikan perhatian kepada implikasi-implikasi
strategi dari program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila program
tertentu diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran organisasi.
3. Strategi Pendukung Sumber Daya (Resource Support Strategy)
Strategi ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber daya
esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi.
Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan
sebagainya.
4. Strategi Kelembagaan (Institutional Strategy)
Fokus dari strategi ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi
untuk melaksanakan inisiatif-inisiatif strategi.
2.2.3 Tahapan-tahapan Strategi
Menurut Fried R David, tahapan strategi terdiri dari tiga tahap yaitu sebagai
berikut:34
1. Formulasi Strategi
Formulasi strategi adalah mengembangkan visi misi, mengidentifikasi peluang
dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal,
34 Eddy Yunus, Manajemen Strategis, (Yogyakarta: Cv. Andi Offset, 2016), hal.27
28
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternative strategi, dan memilih
strategi tertentu yang akan dilaksanakan.
2. Implementasi strategi
Implementasi strategi adalah tahap mengembangkan budaya yang mendukung
strategi, mencipkatan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem
informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi. Oleh
karena itu, suksesnya implementasi terletak dari kemampuan menager dalam
memotivasi karyawan.
3. Evaluasi Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap final dalam strategi. Evaluasi strategi adalah alat
untuk mendapatkan informasi kapan strategi tidak dapat berjalan. Semua strategi
dapat dimodifikasi di masa dating karena faktor internal dan eksternal secara
konstan berubah. Tiga aktifitas dasar evaluasi strategi adalah meninjau ulang faktor
eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat ini, mengukur kinerja, dan
mengambil tindakan korektif.
2.3 Organisasi
2.3.1 Pengertian Organisasi
Kata organisasi berasal dari Bahasa Yunani organon dan istilah latin organum
yang berarti alat, bagian, anggota, dan badan. Organ atau tubuh terdiri atas berbagai
unsur yang tugas dan fungsinya berbeda-beda, tetapi saling menunjang berhubungan,
dan diarahkan pada tujuan yang sama. Dalam Bahasa Inggris , kata organization yang
bermakna organisasi, penyusunan, perkumpulan, perhimpunan, alat, perserikatan, hal
29
yang mengatur. Secara etimologi, kata tersebut berasal dari bahasa Yunani ‘organen’
yang berarti sebagian atau susunan. Sedangkan dalam bahasa inggris kata to organize
bermakna menyusun atau mengatur bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain,
yang tiap-tiap bagian mempunyai fungsi tersendiri sesuai kapasitasnya.35
Menurut Horton B. Paul dan Chester L. Hunt dalam bukunya “Sociology”
berpendapat bahwa organisasi adalah suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih. Dan Stephen P. Robbbins mengatakan bahwa organisasi
adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah
Batasan, yang relative dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar, yang relative terus
menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Selanjutnya
menurut Robbins, organisasi adalah bentuk lembaga yang dominan dalam masyarakat,
organisasi meresap ke dalam semua aspek kehidupan masyarakat secara menyeluruh
baik kegiatan ekonomi maupun kehidupan pribadi. Menurut Stoner mengemukakan
dalam bukunya “Understanding Pratice And Analysis” mengatakan bahwa organisasi
adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui orang-orang di bawah pengarahan
atasan dalam mengejar tujuan bersama. Dari pengertian tersebut organisasi diartikan
sebagai pola human relation dimana orang-orang berada dalam kekuasaan atasan (top
manager) yang diperintah untuk mengejar tujuan secara bersama-sama. Kondisi ini
memperlihatkan kepada kita bahwa ada level tertentu yang posisinya berjentang dengan
kata lain ada yang memerintah dan ada yang diperintah.36
35 Tukiman Taruna, Analisis Organisasi dan Pola-pola Pendidikan, (Semarang: Universitas
Katolik Soegijapranata, 2017), hal.12-13 36 Haruni Ode, Pengembangan Organisasi Berbasis Spiritual, (Surabaya: CV. Jakad Publishing,
2019), hal. 9
30
2.3.2 Bentuk-bentuk Organisasi
Organisasi terbagi dalam 2 bentuk, yaitu organisasi formal dan organisasi
informal, yaitu :37
1) Organisasi Formal
Organisasi formal adalah setiap kelompok yang sengaja dibentuk untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan telah ditentukan sebelumnya (Drs. Andreas
Soeroso, 2008: 98). Ciri-ciri organisasi yang sifatnya formal adalah sebagai
berikut:
a. Seluruh anggota organisasi diikat oleh suatu persyaratan formal sebagai
bukti keanggotaannya. Misalnya Pengawai Negeri Sipil (PNS) sebagai
anggota organisasi formal diikat oleh persyaratan formal yang harus
dipenuhi. Sebagai contoh setiap PNS wajib memiliki kartu pegawai
(Karpeg).
b. Kedudukuan, jabatan dan pangkat yang terdapat dalam organisasi dIbuat
secara hierarki dan piramida yang menunjukan tugas, kedudukan, dan
tanggungjawab.
c. Hak dan kewajiban melekat sepenuhnya pada anggaran organisasi sesuai
dengan wewenang dan tanggungjawabnya. Sebagai mana kita ketahui
bahwa hak adalah segala sesuatu yang harus diterima, sedang kewajiban
adalah sesuatu yang harus dikerjakan.
37Ibid., hal.16
31
d. Pelaksanaan kegiatan diatur menurut jabatanya masing-masing, akan
tetapi setiap fungsi jabatan dengan tugasnya saling berhubungan dan
melakukan kerja sama.
e. Seluruh kegiatan direncanakan secara musyawarah mufakat mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan.
f. Hubungan kerja sama yang dilakukan menurut tingkatan jabatan
structural yang jelas dan berimplikasi secara langsung perbedaan
penggajian dan tunjangan masing-masing organisasi.
g. Adanya anggaran dasar dan rumah tangga yang merupakan sistem
kinerja organisasi.
2) Organisasi Informal
Organisasi informal bersifat melekat pada organisasi informal, artinya secara
substansial tidak ada perbedaan. Hal yang cukup membedakan hanya status
organisasi dalam cakupan wewenang pemerintah dan ijin operasioanal
organisasi. Misalnya lembaga instansi pemerintahan bersifat formal. Sedangkan
lembaga perusahaan swasta merupakan lembaga informal.
2.3.3 Organisasi Pemerintah Daerah
Menurut Ramendei, organisasi pemerintah daerah adalah lembaga yang
menjalankan roda pemerintah yang sumber legitimasinya berasal dari masyarakat. Oleh
karena itu kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada penyelenggara
pemerintah harus diimbangi dengan kinerja yang baik sehingga pelayanan dapat
ditingkatkan secara efektif dan menyentuh pada masyarakat. Hal ini semakin diperkuat
32
dengan adanya pemberlakuan sistem desentralisasi pada tata pemerintahan dalam era
otonomi daerah.38
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menetapkan
bahwa pemerintah daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom. Menurut Bastian, otonomi daerah merupakan
pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan
pengengolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan
potensi daerah tersebut.39
2.3.4 Kewenangan Pemerintah Daerah
Menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pada Bab VI tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 18 Ayat 1, dinyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Dinas
Kesehatan dan ota. Pemerintahan Daerah Provinsi, Dinas Kesehatan, dan Kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh Undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan
Pusat.40
38 Fifien Dhesta Listiyana, Skripsi: “Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kedisiplinan, Budaya
Organisasi, Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Pengengolaan Keuangan Daerah
(Studi Pada Dinas Pendapatan, Pengengolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Wonogiri)” (Jawa
Tengah: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015) 39 Hendy Septiyanto, Skripsi: “ Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Akutansi
Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengengolaan Keuangan Daerah Terhadap Penilaian Kinerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus Pemrintah Daerah Kota Surakarta)” (Jawa Tengah:
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016) 40 Irfan Setiawan, Handbook Pemerintahan Daerah, (Yogyakarta: Wahana Resolusi, 2018),
hal.1
33
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan bahwa Pemerintah Daerah
(Provinsi dan Dinas Kesehatan/Kota) mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat (politik luar Negeri, keuangan, yuridisial, hukum, agama, dan urusan
lain), ini artinya Pemerintahan Daerah mempunyai kewenangan menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang sangat luas dan utuh. Luas artinya Pemerintahan Daerah
dipersilakan menyelenggarakan semua urusan sesuai dengan potensi yang dimilikinya
tanpa campur tangan langsung dari Pemerintah Pusat. Utuh artinya daerah diberi
kepercayaan penuh untuk mengatur dan mengurus semua urusan yang menjadi
kewenangannya tersebut mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya.41
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah
sehingga memberi peluang kepada daerah agar leluasa mengatur dan melaksanakan
kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat
dan potensi setiap daerah. Kewenangan ini pada dasarnya merupakan upaya untuk
membatasi kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom,
karena pemerintah dan provinsi hanya diperkenankan menyelenggarakan kegiatan
ekonomi sebatas yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah ini. Kewenangan
pemerintah daerah dilaksanakan secara luas, utuh, dan bulat yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi semua pada aspek
pemerintahan.42
41 Hanif Nurcholis, Perencanaan Partisipasif Pemerintah Daerah, (Jakarta: Grasindo, 2009),
hal.3 42 Deddy Supriady Bratakusumah dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal.10
34
2.5 Prevalensi Stunting
2.5.1 Pengertian Prevalensi Stunting
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Stunting didefinisikan
sebagai indikator status gizi tinggi badan menurut umur (TB/ U) sama dengan atau
kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) di bawah rata-rata dari standar. Menurut
Sulistyawati, stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek
sehingga melampui defisit -2 SD di bawah median yang panjang atau tinggi badan. 43
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11 bulan) dan anak
balita (12-29 bulan), diakibatkan karena kekurangan gizi kronis terutama dalam 1.000
hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi
stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.44
Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek adalah status gizi
yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunting (pendek) dan saverely
stunting (sangat pendek). Hafid, menjelaskan bahwa kategori status gizi berdasarkan
indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U)
anak umur 0-60 bulan bayi menjadi sangat pendek, pendek normal tinggi. sangat
pendek jika Z-score <-3 SD, pendek jika Z-score -3 SD sampai sampai dengan 2 SD,
normal jika Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD dan tinggi jika Z-score >2 SD.45
Apriluana dan Fikawati juga menjelaskan bahwa, seorang anak yang mengalami
43Agus Byna, Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi Kejadian Stunting,
(Jawa Tengah: CV. Pena Persada, 2020), hal.6 44 Persatuan Gizi Indonesia, Stop Stunting Dengan Konseling Gizi, (Jakarta Timur: Penebar+
(Penebar Swadaya Grup), 2018), hal.9 45 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016.
35
stunting (kekerdilan) sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan normal, namun
sebenarnya mereka lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal untuk anak
seusianya.46
Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran. Disebabkan karena gizi ibu
selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk, kualitas makan juga buruk dan
intensitas frekuensi menderita penyakit sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan,
seorang anak dikatakan stunting jika tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z-score,
berdasarkan referensi Internasional WHO-NCHS. Menurut WHO (World Health
Organization), Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam
jangka waktu lama dan dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis,
penurunan pertumbuhan fisik dan pencapaian dibidang pendidikan rendah.47
Menurut Pusdatin Kementerian Republik Indonesia, stunting merupakan
fenomena kesehatan yang penting untuk diperhatikan dan diwaspadai oleh berbagai
elemen masyarakat. Karena apabila seorang anak mengalami kondisi stunting, ia akan
mengalami berbagai dampak buruk bagi perkembangan kehidupannya, diantaranya
adalah tidak optimalnya perkembangan otak dan kecerdasan anak, munculnya gangguan
pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh, menurunnya kemampuan
kognitif dan prestasi belajar anak di sekolah, menurunnya daya imun sehingga anak
menjadi mudah sakit, serta meningkatnya resiko terkena penyakit diabetes, obesitas,
penyakit jantung, kanker, dan stroke.48
2.5.2 Tanda-tanda Anak Stunting
46 Ibid., hal.6 47Ibid., hal.7 48 Dian Jayantari Putri K Hedo, Father Involvement di Indonesia, (Surabaya: Airlangga
University Press, 2020), hal.27
36
Stunting adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan telatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai
tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunting merupakan kekurangan
gizi kronisatai kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator
jangka panjang. Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang gagal untuk
mencapai potensi genetik sebagai akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor resiko meningkatnya angka
kematian, kemampuan kognitif dan perkembangan motik yang rendah serta fungsi
tubuh yang tidak seimbang.49
2.5.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Stunting
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya stunting, antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor Genetik
Menurut Kim dan Subramanian, penelitian di Asia Selatan mengatakan bahwa
perawakan ibu pendek berhubungan signifikan terhadap resiko anak stunting. Faktor
genetik orang tua merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting
pada anak balita. Menurut Aridiyah, salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat
kondisi patologis dan memiliki gen dalam kromosom yang membawa sifat pendek dapat
49 Wahida Yuliana dan Bawon Nul Hakim, Darurat Stunting Dengan Melibatkan Keluarga,
(Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia, 2019) hal.2
37
mengakibatkan anak balita akan mewarisi gen tersebut dan akan tumbuh menjadi
pendek atau stunting.50
2. Faktor Ekonomi
Menurut Aridiyah, sebagaian besar anak balita yang mengalami ganggun
pertumbuhan memiliki status keluarga ekonomi yang rendah. Pendapatan keluarga
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan anak balita menjadi stunting. Bila dilihat
bahwa akar masalah dari dampak pertumbuhan bayi dan berbagai masalah gizi lainnya
salah satunya disebabkan oleh berasal dari krisis ekonomi. Menurut Anugraheni, status
ekonomi yang rendah berdampak pada ketidakmampuan untuk mendapatkan pangan
yang cukup dan berkualitas karena rendahnya kemampuan daya beli. Kondisi ekonomi
seperti ini membuat balita stunting sulit mendapatkan asupan zat gizi yang baik
sehingga mereka tidak dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan (catch up) dengan
baik.51
3. Praktek Pengasuhan Yang Kurang Baik
Termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum
pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang
ada menunjukan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu
(ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan
Pendamping Air Susu (MP-ASI). MP-ASI mulai diberikan ketika balita berusia diatas 6
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi yang tidak
50 Robeta Lintang Dwiwardani, Skripsi: “Analisis Faktor Pola Pemberian Makan Pada Balita
Stunting Berdasarkan Teori Transcultural Nursing” (Surabaya: Universitas Airlangga, 2017), hal. 24 51 Ibid.,hal.26
38
lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan
sistem imunologisanak terhadap makanan maupun minuman.52
4. Terbatasnya Layanan Kesehatan
Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di
2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan
imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat
besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang
berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan
PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).53
2.5.4 Dampak Stunting
Stuting merupakan masalah yang kerap kali diabaikan karena dianggap tidak
akan mempengaruhi masa depan anak. Sebagian besar masyarakat tidak
mempermasalahkan lambatnya pertumbuhan tinggi badan anaknya saat balita. Sebagian
besar beranggapan, selagi anak masih sehat dan lincah, stunting bukanlah masalah yang
perlu diatasi.54 Padahal, hampir 70% pembentukan sel otak anak terjadi sejak janin
masih dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun. Jika otak mengalami hambatan
pertumbuhan, jumlah sel otak, serabut otak, dan penghubungan sel otak berkurang. Hal
ini mengakibatkan penurunan intelegentsi (IQ), sehingga prestasi belajar anak rendah
dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Karena itu menurut Soedjatmiko, anak yang
menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga
52 Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, Buku Ringkasan Stunting, (Jakarta: Tim
Nasioanal Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017) hal.7 53 Ibid.,hal.7 54 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015
39
pada kecerdasan, produktivitas, dan prestasinya kelak ketika dewasa. Menurut Trihono
Stunting merupakan indikator keberhasilan kesejahtraan, pendidikan, dan pendapatan
masyarakat. Dampaknya sangat luas, mulai dari dimensi ekonomi, kecerdasan
seseorang, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. 55
Gangguan gizi yang terjadi pada masa kehamilan dan masa anak-anak akan
memberikan dampak dalam jangka pendek antara lain adalah terganggunya:
1. Perkembangan otak.
2. Program metabolik glikosa, lemak, hormon, reseptor, dan gen.
3. Perumbuhan dan masa otot, serta komposisi tubuh.
Dampak jangka panjang antara lain antara lain terganggunya tumbuh kembanga
anak secara fisik, mental, dan intelektual yang sifatnya permanen, rendahnya imunitas
dan produktifitas kerja, beresiko menderita penyakit kronis diabetes mellitus, jangtung
kroner, hipertensi, kangker, dan stroke.56
2.5.5 Upaya Pencegahan Stunting
Menurut Hardiansyah dan Supariasah, pencegahan balita stunting dapat diputus
mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan
kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus mendapatkan makanan
yang cukup gizi, mendapat suplementasi zat gizi (tablet fe) dan terpantau kesehatannya,.
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberi ASI ekslusif pada bayi usia 0-6
bulan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. S elain pemenuhan zat gizi, pemberian
ASI juga dapat mengurangi terjadinya penyakit infeksi. Menurut Kementerian
55 Agus Byna, Monograf Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi Kejadian
Stunting, (Jawa Tengah: CV. Pena Persada, 2020), hal.10 56 Demsa Simbolon, Pencegahan Stunting Melalui Intervensi Gizi Speseifik Pada Ibu Menyusui
Anak Usia 0-24 Bulan, (Media Sahabat Cendikia, 2019) hal. 260
40
Kesehatan, saat bayi berusia 6-12 bulan maka sebaiknya diberikan MPASI (makanan
pendamping ASI) karena ASI saja tidak akan memenuhi kebutuhan zat gizi bayi. Ketika
anak menginjak 1 tahun, sebaiknya diberikan makanan beragam yang terdiri dari
sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah.57
Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi spesifik yang ditujukan
dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Intervensi gizi spesifik untuk mengatasi
permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui 0-6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan,
anak usia 0-6 bulan, dan anak usia 7-23 bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi ketika
mereka memahami masalahnya dan mengetahui cara mengatasinya sesuai dengan
kondisi masing-masing. Pemberian konseling gizi pada individu dan keluarga dapat
membantu untuk mengenali masalah kesehatan terkain gizi, memahami penyebab
terjadinya masalah gizi, dan membantu individu serta keluarga memecahkan
masalahnya sehingga terjadi perubahan perilaku untuk dapat menerapkan perubahan
perilaku makan yang telah disepakati bersama.58
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang
pedoman penyelenggaraan program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, upaya
yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting diantaranya sebagai berikut:59
1. Ibu Hamil dan Bersalin
a) Intervensi pada 1.000 hari pertama kelahiran;
b) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
57 Agus Byna, Monograf Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi Kejadian
Stunting, (Jawa Tengah: CV. Pena Persada, 2020), hal.11 58 Rita Ramayulis dkk, Stop Stunting Dengan Konseling Gizi, (Jakarta Timur: Penebar Plus+
Penebar Swadaya Grup, 2018) hal.10 59Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan, 2018, Topik Utama Situasi Balita Pendek (Stunting)
di Indonesia Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
41
c) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
d) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM);
e) Deteksi dini penyekit (menular dan tidak menular)
f) Pemberantasan kecacingan
g) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam buku KIA;
h) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
ekslusif; dan
i) Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
a) Pemantauan pertumbuhan balita;
b) Menyenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
balita;
c) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
d) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Usia Anak Sekolah
1) Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
2) Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
3) Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGRAS); dan
4) Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba.
4. Remaja
a) Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
pola gizi seimbang, tidak merokok dan mengonsumsi narkoba; dan
42
b) Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
a) Penyuluhan dan pelayanan Keluarga Berencana (KB);
b) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
c) Meningkatkan penyuluhan anak PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.
Untuk mencegah terjadinya stunting pada anak balita, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia menyatakan bahwa diperlukan penerapan hidup bersih dan sehat
keluarga. Dengan cara biasakan mencuci tangan sebelum mengolah makanan, sebelum
makan dan sebelum memberikan makanan pada balita agar makanan yang diberikan
tidak terkontaminasi dengan bakteri dan kuman ditangan. Sedangkan penerapan
perilaku hidup bersih dan sehat pada balita dapat dilakukan mulai dari membiasakan
sarapan pagi, balita diberi imunisasi lengkap, serta berat badan dan tinggi badan diukur
secara rutin untuk memantau pertumbuhan balita.60
2.6 Teori Anak Balita
2.6.1 Pengertian Anak Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas 1 tahun atau lebih
populer dengan pengertian dengan anak di bawah lima tahun. Masa balita merupakan
usia penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. Pada usia tersebut, pertumbuhan
anak sangatlah pesat sehingga memerlukan asupan gizi yang sesuai dengan
60 Agus Byna, Monograf Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi Kejadian
Stunting, (Jawa Tengah: CV. Pena Persada, 2020), hal.11
43
kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi tersebut sangatlah berpengaruh dengan kondisi
kesehatannya secara berkesinambungan pada masa mendatang.61
Menurut Wirandani, balita didefinisikan sebagai anak dengan usia dibawah lima
tahun dimana pertumbuhan tubuh dan otak sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan
fungsinya. Masa balita sering disebut sebgai golden ege karena pada masa ini
pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional, dan intelegensia yang
berjalan sangat cepat dan merupakan dasar perkembangan berikutnya. Menurut Dewi,
Pudjiastuti, dan Fajar, usia balita adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan meningkat secara bertahap dari tubuh, organ, dan
jaringan. Penampilan perkembangan (skill) diakibatkan oleh kematangan sistem saraf
pusat khususnya otak yang disebut dengan perkembangan. Balita akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada masa ini. Menurut Supariasa, Bakri,
dan Fajar, jenis-jenis pertumbuhan antara lain pertumbuhan linier dan pertumbuhan
masa jaringan. Pertumbuhan linier berhubungan dengan ukuran panjang, seperti panjang
atau tinggi badan, lingkar dada dan lingkar kepala. Ukuran yang rendah menunjukan
keadaan gizi yang kurang yang diakibatkan oleh konsumsi energi dan protein kurang
pada masa lampau. Sedangkan pertumbuhan masa jaringan berhubungan dengan ukuran
masa tubuh, yaitu berat badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak bawah kulit.62
2.6.2 Pertumbuhan Anak Balita
61 Hindah Muaris, Sarapan Sehat Untuk Anak Balita, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2016), hal.4 62 Vima Utya Cahyani, Skripsi: “Analisis Faktor Pemberian Intervensi Gizi Spesifik Pada Anak
Usia 6-24 Bulan Dengan Kejadian Stunting Berbasis Transcultular Nursing” (Surabaya: Universitas
Airlangga, 2019), hal. 10-11
44
Menurut Tanuwidjaya dalam Narendra, anak memiliki ciri khas yang selalu
tumbuh dan berkembang sejak saat konsepsi sampai masa remaja akhir. Pertumbuhan
adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interseluler, yang berarti juga
bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau secara keseluruhan.
Pertumbuhan bersifat kualitatif, dengan demikian pertumbuhan dapat diukur dengan
menggunakan satuan panjang atau satuan berat. Ciri-ciri pertumbuhan diukur dari
tingkat perubahan ukuran, perubahan proporsi, menghilangnya ciri-ciri lama, dan
timbulnya ciri-ciri baru.63
2.7 Kerjasama Lintas Sektor
2.7.1 Pengertian Kerjasama Lintas Sektor
Kerjasama lintas sektor (kemitraan) adalah satu kerjasama antara satu atau lebih
lembaga publik yang secara langsung terlibat dalam proses pengambilan keputusan
kolektif yang bersifat formal. Jonathan, mendefinisikan kerjasama lintas sektor sebagai
proses interaksi antara beberapa orang yang berkesinambungan. Kerjasama merupakan
proses kompleks yang membutuhkan sharing pengetahuan yang merupakan yang
direncanakan yang disengaja dan menjadi tanggungjawab.64 Dari pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa kerjasama lintas sektor adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh satu atau lebih lembaga publik secara bersama-sama untuk menyelesaikan suatu
tugas secara bersama-sama.
2.7.2 Pentingnya Kerja Sama Lintas Sektor
63 Paramita Anisa, Skripsi: “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada
Anak Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012” (Depok: UI, 2012), hal.13 64 Ketut Suarayasa, Strategi Menurunkan Angka Kematian Ibu (Aki) di Indonesia, (Yogyakarta:
Deepublish Publisher, 2020), hal. 24
45
Di sektor kesehatan, banyak muncul kemitraan publik dan swasta (public-
private parthnership) yang memiliki sasaran dan tujuan bersama serta memiliki
komitmen untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tujuan utama
membangun kemitraan adalah untuk memperoleh dukungan sumber daya (man, money,
material) bagi terwujutnya sarana dan prasarana guna memfalitasi perilaku hidup sehat
masyarakat. WHO (Word Health Organization) menekankan bahwa membangun
kerjasama lintas sektor yang efektif merupakan komponen penting dalam
menyukseskan pembangunan di bidang kesehatan. Rinehart menggambarkan
kesuksesan kerjasama sebagai sebuah roda dimana inti dari lingkaran tersebut adalah
kepercayaan (trust).65
Dalam mengembangkan kemitraan, prinsip umum yang harus dipahami bersama
antara sektor kesehatan dengan mitra antara lain:
a. Persamaan (Equality), dimana masing-masing institusi atau lembaga harus
menempatkan diri setara atau sama dengan yang lain.
b. Keterbukaan (Transparency), masing-masing pihak harus terbuka terhadap
orang lain, terutama dalam hal sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan
bersama.
c. Saling menguntungkan (Mutual benefit), masing-masing pihak harus
diuntungkan dengan adanya kegiatan atau hasil kegiatan bersama tersebut.
2.7.3 Indikator Kerjasama
West, menetapkan indikator kerjasama sebagai berikut:66
65 Ibid., hal. 26 66 Muhammad Amsal Sahban, Kalaborasi Pembangunan Ekonomi di Negara Berkembang,
(Makassar: Sah Media, 2018), hal.114
46
1. Tanggungjawab secara bersama-sama menyelesaikan pekerjaan, yaitu
dengan pemberian tanggungjawab dapat tercipta kerjasama yang baik.
2. Saling berkontribusi, yaitu dengan saling berkontribusi baik tenaga maupun
pikiran akan terciptanya kerjasama.
3. Koordinasi, yaitu kegiatan menertibkan, mengatur atau menciptakan seluruh
hal berjalan dengan lancar secara bersama-sama.
2.8 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019
Tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019
Tentang Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit antara lain sebagai
berikut:67
a. Bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang secara optimal;
b. Bahwa anak dengan kekurangan asupan gizi dan/atau penyakit dapat
menimbulkan masalah gizi yang menghambat pertumbuhan dan
perkembangan sehingga diperlukan upaya penanggulangan masalah gizi;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit;
2.9 Peraturan Gurbernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pencegahan
dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh
67 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019 Tentang
Penanggulangan Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit
47
Peraturan Gurbernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan
Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh antara lain sebagai berikut:68
a. Bahwa Penanganan stunting salah satu indikator keberhasilan pembangunan
kesehatan nasional dan menjadi target pembangunan berkelanjutan pada era
pembangunan milinium (Suistanable Development Goals) sebagai bagian
dari investasi sumber daya manusia sejak dini;
b. Bahwa prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya di Aceh masih tinggi
dan berada di atas rata-rata prevalensi stunting nasional;
c. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 242 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 Tentang Pemerintah Aceh dalam hal ini diperlukan untuk pelaksanaan
Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kesehatan dan Rencana
Pembangunan Aceh Tahun 2017-2022 Gurbernur Aceh dapat menetapkan
Peraturan Gurbernur yang mengatur mengenai Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Aceh;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gurbernur yang mengatur
mengenai pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh.
2.10 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pencegahan
dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Desa
Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan
Penanganan Stunting Terintegrasi di Desa antara lain sebagai berikut:69
68 Peraturan Gurbernur Aceh Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Aceh
48
a. Bahwa penanganan stunting merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan nasional dan menjadi target pembangunan
berkelanjutan pada era pembangunan milinium (Suistanable Development
Goals) sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia sejak dini;
b. Bahwa prevalensi stunting dan masalah gizi lainnya di Kabupaten Simeulue
masih tinggi da berada di atas rata-rata prevalensi stunting provinsi dan
nasional;
c. Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 242 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 Tentang Pemerintah Aceh dalam hal ini diperlukan untuk pelaksanaan
Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Kesehatan, Bupati Simeulue
dapat mengatur pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi di
Kabupaten Simeulue;
d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pencegahan
dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Desa.
2.11 Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang Penetapan
Desa Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting
Terintegrasi di Kabupaten Simeulue
69 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Desa
49
Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang Penetapan
Desa Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi di
Kabupaten Simeulue antara lain sebagai berikut:70
a. Bahwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan
(PPN) Kepala Bappenas RI Nomor: Kep.42/M.PPN/HK/04/2020 tentang
Penetapan Perluasan Kabupaten/ Kota Lokasi Fokus Intervensi Penurunan
Stunting Terintegrasi Tahun 2021, Kabupaten Simeulue ditetapkan sebagai
salah satu Lokus Stunting Nasional dari 10 kabupaten/ kota di Provinsi
Aceh;
b. Bahwa agar paket kebijakan dan program/ kegiatan yang direncanakan
untuk intervensi pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi Aceh, Pemerintah Kabupaten Simeulue,
dan Pemerintahan desa dalam Kabupaten Simeulue dapat lebih optimal,
efektif, dan efesien, perlu menetapkan Desa Lokasi Fokus Intervensi
Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi Kabupaten Simeulue;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, perlu ditetapkan dalam suatu keputusan.
2.12 Kerangka Berpikir
Dalam Rumusan Masalah pertama, untuk menggambarkan strategi Dinas
Kesehatan Dinas Kesehatan Simeulue dalam penanggulangan prevalensi stunting pada
anak balita, maka penelitian ini mengacu pada teori Fried R David, tentang tahapan-
70 Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang Penetapan Desa Lokasi
Fokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Simeulue
50
tahapan strategi yang terdiri dari tiga tahapan yaitu Formulasi, Implementasi, dan
Evaluasi. Namun dalam hal ini penulis hanya mengambil dua indikator saja yaitu
Formulasi dan Implementasi, sedangkan Evaluasi tidak diambil dikarenakan evaluasi
penanggulangan stunting sudah termasuk tugas Bappeda. Dan juga pada rumusan
masalah kedua, penulis menggunakan teori West dalam mengukur kerjasama dengan
para pihak penanggulangan stunting, yaitu Tanggungjawab, Kontribusi, dan Koordinasi.
Bagan 2.1
Kerangka Berpikir
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 29 Tahun 2019 Tentang Penanggulangan
Masalah Gizi Bagi Anak Akibat Penyakit
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 14
Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan
Penangganan Stunting Terintergrasi di
Aceh
51
Sumber: Hasil Olahan Penulis
Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019
Tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting
Terintegrasi di Desa dan Surat Keterangan Bupati
Simeulue Nomor 050/492/2020 Tentang Penetapan
Lokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting
Terintegrasi Kabupaten Simeulue
Indikator Kerjasama:
- Kontribusi
- Koordinasi
-Tanggungjawab
--
Indikator Strategi:
- Formulasi Strategi
- Implementasi/Pelaksanaan
--
Penanggulangan Prevalensi
Stunting Pada Anak Balita
52
BAB III
GAMBARAN UMUM PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Simeulue
3.1.1 Sejarah Kabupaten Simeulue
Kabupaten Simeulue merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang
resmi dibentuk pada Tahun 1999 melalui Undang-Undang Nomor 48 Tahun 1999
tentang pembentukan Bireun dan Kabupaten Simeulue. Sebelumnya, secara
administratif Kabupaten Simeulue bagian dari wilayah Aceh Barat. Ibu Kota Kabupaten
Simeulue adalah Sinabang. Peningkatan status Simeulue menjadi Kabupaten Simeulue
telah dirintis sejak lama dan lahir dari keinginan masyarakat Simeulue sendiri yaitu
melalui prakarsa sejumlah tokoh dan segenap komponen masyarakat. Tonggak sejarah
perjuangan dimulai sejak Kongres Rakyat Simeulue yang sedianya dilaksanakan pada
tahun 1956, namun terkendala saat itu dan baru dilaksanakan pada tahun 1957.
Kemudian tahun 1963 kembali diadakan musyawarah Luan Balu dan dilanjutkan
musyawarah rakyat Simeulue dan tahun 1980, dimana hasil semua pertemuan tersebut
hanya ada satu kata dan satu tekad bahwa Simeulue harus berubah status menjadi
Otonom. Seiring dengan perjalanan waktu, perjuangan tetap diteruskan oleh tokoh-
tokoh masyarakat Simeulue, sehingga atas perjuangan yang begitu gigih dan tak kenal
lelah tersebut, Simeulue mendapat dukungan dari berbagai pihak yaitu dari DPRD
Tingkat I Aceh dan DPRD Tingkat II Aceh Barat.71
Perkembangan selanjutnya, setelah Drs. H. Muhammad Amin dilantik menjadi
Pembantu Bupati Simeulue, upaya ini terus digulirkan dengan sungguh-sungguh dan
71Simeuluekab.go.id, Diakses Tanggal 06 Agustus 2020, Pukul: 20:21, Melalui
Http://Simeuluekab.Go.Id/Index.Php/Page/2/Tentang-Simeulue
53
terbukti pada tahun 1995 Gubernur Aceh menurunkan tim pemutakhiran data ke
Simeulue yang diikuti dengan kedatangan Dirjen Bangda ke Simeulue pada tanggal 12
Desember 1995. Sebagai akhir dari perjalanan ini, yaitu dengan datangnya Dirjen
PUOD, DPODS, dan Komisi II DPR-RI pada tanggal 30 Maret 1996 dan mengadakan
rapat umum di depan pendopo Pembantu Bupati Simeulue. Dimana pada saat itu, J.
Sondakh selaku Ketua Komisi II DRP-RI mengatakan rapat hari ini seakan-akan siding
DPR-RI di luar gedung karena lengkap dihadiri oleh empat fraksi yaitu: Fraksi Golkar,
PPP, PDI, dan Fraksi Utusan Daerah dan beliau berjanji dalam waktu tidak begitu lama
Simeulue akan ditingkatkan statusnya. Presiden Republik Indonesia Bapak H.
Mohammad Soeharto pada tanggal 13 Agustus 1996 menandatangani PP 53 tahun 1996
tentang peningkatan status wilayah Pembantu Bupati Simeulue menjadi Administratif
Simeulue. Selanjutnya pada tanggal 27 September 1996 bertempat di DPRD Provinsi
Daerah Istimewa Aceh, Administratif Simeulue diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri
Bapak Yogie S. Manet sekaligus melantik DRS H. Muhammad Amin sebagai Bupati
Administratif Simeulue. Kemudian pada tanggal 12 Oktober 1999 Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Interim Faisal Tanjung meresmikan lahirnya Kabupaten
Simeulue dan tanggal inilah yang dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Simeulue yang
setiap tahunnya diperingati.72
Sejak awal berdiri, Kabupaten Simeulue memiliki 5 (lima) Kecamatan. Lalu
pada tahun 2002 terjadi pemekaran pada beberapa kecamatan sehingga jumlahnya
berkembang menjadi 8 (delapan) kecamatan. Dan selanjutnya pada tahun 2012
berkembang lagi menjadi 10 (sepuluh) kecamatan yaitu; Kecamatan Simeulue Timur,
72 Ibid., hal.1
54
Kecamatan Simeulue Barat, Kecamatan Simeulue Tengah, Kecamatan Simeulue Cut,
Kecamatan Teupah Barat, Kecamatan Teupah Selatan, Kecamatan Teupah Tengah,
Kecamatan Teluk Dalam, Kecamatan Salang, dan Kecamatan Alafan. Dua Kecamatan
baru yaitu Kecamatan Teupah Tengah sebagai pecahan dari Simeulue Timur dan
Kecamatan Simeulue Cut sebagai pecahan dari Kecamatan Simeulue Tengah.73
3.1.2 Letak Geografis
Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1: 50.000 wilayah daratan
Kabupaten Simeulue secara geografis terletak di sebelah Barat daya Provinsi Aceh,
berjarak 105 Mil laut dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, atau 85 Mil laut dari
Tapak Tuan, Kabuapaten Aceh Selatan. Kabupaten Simeulue memiliki luas wilayah
yaitu 1.838,09 km2, dan terletak pada koordinat 20 15’ – 20 55’ Lintang Utara dan 950
40’ – 960 30’ Bujur Timur. Kabupaten Simeulue berbatasan langsung dengan Samudera
Indonesia di sebelah Barat, Utara, Timur, dan Selatan dengan ketinggian 0-600 m di
atas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya terletak di ketinggian 0-300 m di atas
permukaan laut dan sisanya merupakan daerah berbukit-bukit dengan kemiringan di
bawah 180 yang terletak di tengah pulau.74 Lebih jelas batas-batas wilayah tersebut
meliputi :75
1) Sebelah Utara : Berbatasan dengan Samudera Hindia;
2) Sebelah Timur : Berbatasan dengan Samudera Hindia;
3) Sebelah barat : Berbatasan dengan Samudera Hindia; dan
73 Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue, Kabupaten Simeulue dalam angka 2020, hal. 13 74Pusat Data, Statistik, dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan Kabupaten Simeulue,
2018, hal.2 75 Profil Kabupaten Simeulue, 2019, hal.2
55
4) Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Samudera Hindia.
Tabel 3.1
Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Simeulue Tahun2019
No Kecamatan (Subdistrict) Kabupaten
(Capital of Subdistrict)
Luas Total Area
(km2/sq.km)
1 Simeulue Timur Sinabang 175,97
2 Simeulue Tengah Kampung Aie 112,48
3 Simeulue Barat Sibigo 446,07
4 Simeulue Cut Kuta Padang 35,4
5 Teupah Selatan Labuhan Bajau 222,24
6 Teupah Tengah Lasikin 83,69
7 Teupah Barat Salur 146,73
8 Teluk Dalam Salare-e 224,68
9 Salang Nasreuhe 198,96
10 Alafan Langi 191,87
Simeulue 1838,09
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue Dalam Angka 2020
Kabupaten Simeulue merupakan gugusan kepulauan yang terdiri dari 147 pulau
besar dan kecil. Luas keseluruhan Kabupaten Simeulue adalah 1.838,09 Km2 atau
183.809 Ha. Pulau yang terbesar adalah Pulau Simeulue. Selain Pulau Simeulue
terdapat pulau-pulau lainnya yaitu Pulau Siumat, Pulau Panjang, Pulau Batu Berlayar,
Pulau Teupah, Pulau Mincau, Pulau Simeulue Cut, Pulau Pinang, Pulau Dara, Pulau
56
Langeni, Pulau Ling-gam, Pulau Leukon, Pulau Silaut Besar dan Silaut Kecil (terluar),
Pulau Tepi, Pulau Ina, Pulau Alafulu, Pulau Penyu, Pulau Tinggi, Pulau Kecil, Pulau
Khalak-khalak, Pulau Asu, Pulau Babi, Pulau Lasia, dan Pulau kecil lainnya. Kepulauan
ini dikelilingi oleh Samudera Indonesia dan berbatasan langsung dengan perairan
InterNasional.76
Berdasarkan letak geografis di atas, maka prevalensi stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue dapat dipengaruhi oleh kondisi geografis. Dikarenakan Kabupaten
Simeulue terletak di pulau/pelosok yang terpincil, oleh sebab itu dapat menghambat
penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
3.1.3 Kependudukan
Jumlah penduduk Kabupaten Simeulue 92.977 jiwa, 23.966 KK yang tersebar
dalam 10 kecamatan yang di dalamnya mencakup 29 Mukim dan 138 Desa, 409 Dusun.
Tabel 3.2
Jumlah Desa, Rumah Tangga, dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten
Simeulue Tahun 2019
No Kecamatan/ Sub Regency Desa/ Village Kartu Keluarga/
Households
Penduduk/
Population
1 Simeulue Timur 17 6.987 27.185
2 Simeulue Tengah 16 1.994 7.360
3 Simeulue Barat 14 2.831 11.717
4 Simeulue Cut 8 913 3.378
76 Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue, Kabupaten Simeulue Dalam Angka 2018, hal.4
57
5 Teupah Selatan 19 2.489 9.232
6 Teupah Tengah 12 1.866 6.622
7 Teupah Barat 18 2.187 8.172
8 Teluk Dalam 10 1.385 5.592
9 Salang 16 2.184 8.835
10 Alafan 8 1.130 4.884
Jumlah/Total 138 23.966 92.977
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue Dalam Angka 2020
Berdasarkan jumlah penduduk di atas, maka penanggulangan prevalensi stunting
di Kabupaten Simeulue akan lebih mudah ditangani. Dikarenakan tingkat populasi
penduduk di Kabupaten Simeulue masih belum terlalu padat, maka akan lebih
mempermudah Dinas Kesehatan dalam penanggulangan prevalensi stunting pada anak
balita di Kabupaten Simeulue.
3.2 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
3.2.1 Visi dan Misi Dinas Kesehatan
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue mempunyai Visi dan Misi sebagai berikut:77
a. Visi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue:
“ Masyarakat sehat yang mandiri dan berkualitas menuju Simeulue yang
sejahtera”
b. Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue:
1. Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas;
77 Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue 2017-2022, hal.23
58
2. Menggerakkan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
3.2.2 Tujuan dan Sasaran Dinas Kesehatan
Tujuan, sasaran, dan strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue tertuang
dalam RPJMK (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten) Kabupaten
Simeulue sesuai dengan Kewenangan Dinas Kesehatan, yaitu sebagai berikut:78
a. Tujuan
1. Memantapkan dan memperluas akses dan daya dukung sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan;
2. Menyelenggarakan dan meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan
kesehatan Ibu dan anak;
3. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan gizi yang berkualitas, adil, dan
merata bagi masyarakat;
4. Meningkatkan upaya perlindungan masyarakat dari penyakit menular yang
diikuti dengan penyehatan lingkungan.
5. Meningkatkan ketersediaan obat, dan mutu makanan serta diversifikasi obat
kimia ke herbal;
6. Meningkatkan kualitas tatakelola pemerintahan yang bersih, efektif, dan
amanah secara berkelanjutan.
b. Sasaran
1. Meningkatnya pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
2. Meningkatnya status kesehatan ibu dan anak;
3. Meningkatnya status gizi masyarakat;
78 Ibid, hal. 26
59
4. Terbentuknya perilaku pola hidup sehat dan unit reaksi cepat pada setiap
Kecamatan yang responsif;
5. Meningkatnya diversifikasi obat kimia ke herbal;
6. Tercapainya birokrasi yang bersih dan terlaksananya road map reformasi
birokrasi.
3.2.3 Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi Dinas Keseahatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue mempunyai tugas pokok membantu
Bupati dalam melaksanakan urusan Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi di
bidang kesehatan dan Tugas Pembantuan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut,
Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue mempunyai fungsi sebagai berikut:79
1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan;
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang
kesehatan;
3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan; dan
4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas
fungsinya.
Adapun tugas pokok, fungsi, dan susunan organisasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Simeulue diataur dalam Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2016 sebagai
berikut:
a. Kepala Dinas
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue melakukan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang kesehatan sesuai dengan peraturan
79 Ibid, hal.6
60
perundang-undangan. Dalam menjalankan tugas pokoknya, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Simeulue mempunyai fungsi:80
1. Pelaksanaan urusan ketatausahaan Dinas;
2. Pembinaan, pengendalian, dan pengkoordinasikan penyiapan kebijakan
Daerah di Bidang Kesehatan;
3. Pembinaan penyusunan program kerja tahunan, jangka menengah dan jangka
panjang;
4. Pembinaan dan pengendalian penyiapan kebijakan teknis di Bidang
Kesehatan Masyarakat;
5. Pembinaan dan pengendalian di Bidang Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit;
6. Pembinaan dan pengendalian di Bidang Pelayanan Kesehatan;
7. Pembinaan dan pengendalian di Bidang Sumber Daya Kesehatan;
8. Pelaksanaan koordinasi, pemantauan dengan Instansi dan/atau lembaga
terkait lainnya di Bidang Kesehatan;
9. Pembinaan UPTD; dan
10. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Bupati
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
b. Bagian Sekretariat
Sekretaris adalah unsur pembantu Kepala Dinas di bidang pelayanan
administrasi, informasi, Keuangan, Aset, Hukum, Kepegawaian dan Umum. Sekretaris
80 Ibid, hal.6
61
mempunyai tugas melakukan pengengolaan urusan pengkoordinasi pelaksanaan tugas
dan pemberian dukungan administrasi Informasi, Program, Keuangan, Hukum, Aset,
Kepegawaian dan Umum di lingkungan Dinas Kesehatan, fungsi Sekretaris:81
1. Pelaksanaan urusan informasi, program kegiatan dan humas;
2. Pembinaan teknis urusan rumah tangga, keuangan, barang, investaris, asset,
peralatan, pemeliharaan, dan perpustakaan;
3. Pembinaan teknis kepegawaian, organisasi, hukum, dan hubungan
masyarakat;
4. Pembinaan teknis pengengolaan administrasi keuangan;
5. Pembinaan teknis administrasi kepegawaian pada masing-masing bidang;
dan
6. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Di Bagian Sekretariat terdapat tiga Sub Bagian, yaitu:
1) Kepala Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas
melakukan urusan penyiapan dan koordinasi penyusunan rumusan program,
Evaluasi dan Pelaporan serta penatalaksanaan hubungan masyarakat.
2) Kepala Sub Bagian Keuangan dan Pengengolaan Aset mempunyai tugas
melakukan urusan penyiapan dan koordinasi penyelenggaraan urusan
keuangan dan pengengolaan aset; dan
81 Ibid, hal.7
62
3) Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan
urusan penyiapan dan koordinasi penatalaksanaan kepegawaian dan
dukungan administrasi umum.
c. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat adalah unsur pelaksana teknis di bidang
pembinaan pelayanan kesehatan serta melakukan penyiapan perumusan kebijakan
operasional, monitoring, evaluasi, pelaporan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan
keluarga, gizi, promosi, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan
kerja dan olah raga. Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai fungsi:82
1. Pembinaan dan pengkoordinasi teknis pelayanan kesehatan keluarga dan
gizi;
2. Pembinaan dan pengendalian teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat;
3. Pembinaan dan pengkoordinasi pelaksanaan kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja dan olah raga;
4. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi atau lembaga terkait lainnya di
bidang kesehatan masyarakat; dan
5. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh kepala dinas
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
82 Ibid, hal.8
63
Di Bidang Kesehatan Masyarakat, terdapat tiga Seksi yaitu:
1) Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional, monitoring, evaluasi,
dan pelaporan di bidang pelaksanaan kesehatan keluarga dan gizi;
2) Kepala Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional, monitoring,
evaluasi, dan pelaporan di bidang pelaksanaan promosi dan pemberdayaan
masyarakat; dan
3) Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Kesehatan Kerja dan Olah Raga
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
operasional, monitoring, evaluasi, dan pelaporan di bidang pelaksanaan
kesehatan lingkungan kesehatan kerja dan olah raga.
d. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit adalah unsur pelaksana
teknis di bidang surveilans,imunisasi, pencegahan, pengendalian penyakit menular/tidak
menular, dan kesehatan jiwa. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan kebijakan operasional, monitoring,
evaluasi, pelaporan untuk pelaksanaan surveilans dan imunisasi, pencegahan dan
pengendalaian penyakit menular pengendalaian penyakit tidak menular dan kesehatan
jiwa. Kepala Bidang Kesehatan mempunyai fungsi:83
1. Pembinaan dan pengkoordinasi teknis surveilans dan imunisasi;
83Ibid, hal.8-9
64
2. Pembinaan dan pengendalian pencegahan dan pengendalian penyakit
menular;
3. Pembinaan dan pengkoordinasi pelaksanaan dan pengendalian penyakit tidak
menular.
4. Pembinaan dan pengkoordinasi pelaksanaan kesehatan jiwa;
5. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya di
bidang kesehatan masyarakat;
6. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, terdapat tiga Seksi yaitu:
1) Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi mempunyai tugas melakukan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervise, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
surveilans dan imunisasi;
2) Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular mempunyai
tugas melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
operasional, bimbingan teknis dan supervisi serta pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit menular; dan
3) Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
operasional, monitoring, evaluasi dan pelaporan di Bidang Pengendalian
Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa.
65
e. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan
Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan adalah unsur pelaksana teknis di bidang
kebijakan operasional di bidang pelayanan kesehatan primer dan pelayanan kesehatan
rujukan termasuk peningkatan mut, serta pelayanan kesehatan tradisional. Kepala
Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan
kebijakan operasional, monitoring, evaluasi, pelaporan untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan primer, pelayanan rujukan dan pelayanan kesehatan tradisional. Kepala
Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai fungsi: 84
1. Pembinaan dan pengkoordinasi teknis pelayanan kesehatan primer;
2. Pembinaan pelaksanaan pelayanan rujukan;
3. Pembinaan dan pengkoordinasi pelaksanaan pelayanan kesehatan
tradisional;
4. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya di
bidang kesehatan masyarakat; dan
5. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Di bidang Pelayanan Kesehatan, terdapat tiga Seksi yaitu:
1) Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan Tradisional
mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan operasional, bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan,
84 Ibid, hal. 9-10
66
evaluasi dan pelaporan di bidang Pelayanan Kesehatan Primer dan
Kesehatan Tradisional;
2) Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan mempunyai tugas melakukan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan
teknis, dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
Pelayanan Kesehatan Rujukan; dan
3) Kepala Seksi Mutu dan Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan
mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan
operasional, monitoring, evaluasi, dan pelaporan di bidang Mutu dan
Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
f. Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas melakukan
penyiapan perumusan kebijakan operasional, monitoring, evaluasi, pelaporan untuk
pelaksanaan kefarmasian, alat kesehatan, PKRT dan peningkatan sumber daya manusia.
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai fungsi;85
1. Pembinaan dan pengkoordinasi teknis kefarmasian
2. Pembinaan pelaksanaan teknis alat kesehatan;
3. Pembinaan dan pengkoordinasi pelaksanaan PKRT;
4. Pembinaan pelaksanaan teknis Sumber Daya Manusia Kesehatan;
5. Pelaksanaan koordinasi dengan instansi dan lembaga terkait lainnya di
bidang kesehatan masyarakat; dan
85 Ibid, hal.10-11
67
6. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala
Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Di Bidang Sumber Daya Kesehatan, terdapat tiga Seksi yaitu:
1) Kepala Seksi Kefarmasian, mempunyai tugas melakukan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional, bimbingan teknis dan
supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang Kefarmasian;
2) Kepala Seksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga,
mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan operasional, bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan,
evaluasi dan pelaporan di bidang Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga; dan
3) Kepala Seksi Sumber Daya Manusia Kesehatan, mempunyai tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan operasional, bimbingan
teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang
Sumber Daya Manusia Kesehatan.
g. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional pada Dinas Kesehatan mempunyai tugas
melaksanakan sebahagian tugas Dinas Kesehatan sesuai dengan Keahlian dan
kebutuhan.86
1. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang
diatur dan ditetapkan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
86 Ibid, hal.11
68
2. Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Bupati
san bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.
3. Jumlah Tenaga Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.
4. Jenis dan jenjang jabatan funsional sebagimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.
5. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan Peraturan
Perundang-Undangan.
69
Bagan 3.1
Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue
Sumber: Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2017-2022
KEPALA
DINAS KESEHATAN
SEKRETARIS
DINAS KESEHATAN
Subbagian Program
Evaluasi dan Pelaporan
Subbagian Umum
dan Kepegawaian
Subbagian Keuangan dan
Pengengolaan Aset
Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
DINAS KESEHATAN
Bidang
Kesehatan Masyarakat
Seksi Kesehatan
Keluarga dan gizi
Seksi Promosi dan
Pemberdayaan
Masyarakat
Seksi Kesehatan Lingkungan,
Kesehatan Kerja dan Olah
Raga
Seksi
Surveilans dan Imunisasi
Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Menular
Seksi Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Tidak
Menular dan Kesehatan Jiwa
Bidang
Pelayanan Kesehatan
Bidang
Kesehatan Masyarakat
Bidang
Kesehatan Masyarakat
Seksi Pelayanan
Kesehatan Primer dan
Kesehatan Tradisional
Seksi
Pelayanan Kesehatan
Rujukan
Seksi Mutu dan
Akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
Kelompok jabatan
Fungsional UPT Dinas
Bidang
Sumber Daya Kesehatan
Seksi Kefarmasian
Seksi Alat Kesehatan dan
PKRT
Seksi
Sumber Daya Manusia
Kesehatan
70
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Strategi Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan Prevalensi Stunting pada
Anak Balita di Kabupaten Simeulue
Kemampuan Dinas Kesehatan (Dinkes) dalam penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue dapat dilihat dari pembentukan
strategi yang direncanakan dan dilaksanakan oleh Dinkes. Dalam Pasal 3 Peraturan
Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting
Terintegrasi di Desa, disebutkan tujuan dikeluarkan Perbup tersebut untuk
meningkatkan komitmen pemerintah dan stakeholder mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga pemantauan untuk mewujudkan “Simeulue Bebas Stunting Tahun
2022”.87 Selanjutnya dalam mengukur sejauh mana strategi Dinkes dalam
penanggulangan prevalensi stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue, peneliti
menggunakan 2 indikator, yaitu perumusan strategi (formulasi kebijakan) dan
pelaksanaan strategi (implementasi kebijakan).
4.1.1 Perumusan Strategi Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan Prevalensi
Stunting Pada Balita di Kabupaten Simeulue Berdasarkan Formulasi
Kebijakan
Perumusan strategi Dinas Kesehatan dalam penanggulangan stunting dapat
dilihat dari formulasi kebijakan yaitu, proses terbentuknya kebijakan penanggulangan
stunting di Kabupaten Simeulue. Melalui proses formulasi, penentuan solusi terhadap
87 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Desa
71
masalah yang diyakini menjadi prioritas utama di Kabupaten Simeulue
didiskusikan dan pada akhirnya akan ditetapkan sebuah kebijakan untuk
penyelesaiannya. Kemudian, setelah kebijakan tersebut terbentuk, maka akan lahirnya
berbagai macam strategi yang dianggap mampu untuk memperbaiki masalah yang
terjadi, seperti halnya dalam penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, pembentukan Peraturan Bupati
Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting
Terintegrasi di Desa didasarkan pada terpilihnya Kabupaten Simeulue sebagai lokus
stunting nasional yang ditetapkan oleh Kementrian Pusat. Alasan lainnya juga adalah
tingginya angka stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue. Sehingga harapan
terbesar Kementrian Pusat, penggunakan dana alokasi khusus dapat difokuskan dalam
menyelesaikan permasalahan stunting di Kabupaten Simeulue. Kemudian setelah
ditetapkannya Kabupaten Simeulue sebagai lokus stunting nasional, maka diperlukan
sasaran lokasi yang menjadi lokus penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue
untuk setiap desanya.
Maka berdasarkan kondisi di atas, pihak Bappeda mengadakan rapat dengan
seluruh SKPK terkait dalam penentuan lokasi fokus stunting di Kabupaten Simeulue.
Bapak Andri Ifani, Kasubid Kesejahtraan Sosial (Bappeda) menjelaskan:
“Prosesnya itu, bappeda duduk dengan SKPK terkait, kemudian sama sama kita
melakukan identifikasi melalui kegiatan setiap SKPK, dimana mereka akan
melaksanakan kegiatan mereka yang berfokus pada stunting, lalu juga di lihat
dari jumlah kasus stunting di setiap desa. Setelah dikumpulkan semua kita
hitung persentase yang kasus tinggi. Minimal jumlah stunting di desa itu 50 %
keatas, contoh Desa A ada 100 balita kasus stuntingnya dari 100 ada 60 orang
72
kenak stunting. Diputuskanlah desa itu jadi salah satu lokus stunting melalui
rapat bersama terkait penentuan desa lokus stunting”.88
Berdasarkan penjelasan dari Andri Ifani, Kasubid Kesejahtraan Sosial (Bappeda)
mengenai proses pembentukan SK Bupati Nomor 050/492/2020 tentang penetapan desa
lokasi fokus intervensi pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi di Kabupaten
Simeulue, secara formulasi kebijakan Surat Keterangan Bupati tersebut lahir atas
penentapan Kabupaten Simeulue menjadi lokasi fokus stunting nasional. Sehingga
diperlukan penetapan lokasi kegiatan penanggulangan stunting yang lebih berfokus
pada setiap desa di Kabupaten Simeulue. Adapun desa yang menjadi fokus stunting
dalam Surat Keputusan Bupati Simeulue 050/492/2020 tentang penetapan desa lokasi
fokus intervensi pencegahan dan penurunan stunting terintegrasi di Kabupaten Simeulue
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
88 Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial (Bappeda).
Selasa, 15 September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Bappeda
73
Gambar 4.1
Penetapan Desa Lokus Intervensi Stunting Terintegrasi di Kabupaten Simeulue
74
Adapun rincian visi, misi, tujuan, sasaran, serta strategi Dinkes Kabupaten
Simeulue yang tertuang dalam RPMJK Kabupaten Simeulue dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4.1
Rencana Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2017-2022
Visi: Masyarakat sehat yang mandiri dan berkualitas menuju Simeulue yang
sejahtera
Misi : Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan menggerakkan
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
Tujuan Sasaran Strategi Dinkes
Memantapkan dan
memperluas akses
dan daya dukung
sarana dan
prasarana
pelayanan
kesehatan.
Meningkatkan
pemerataan
akses dan
mutu
pelayanan
kesehatan
a. Meningkatkan dan penyediaan fasilitas
pendukung kesehatan di puskesmas, pustu
yang berkualitas dan merata guna
meningkatkan akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar.
b. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan
tenaga medis di puskesmas serta
percepatan distribusi tenaga medis dan
tenaga kesehatan yang terintegrasi
c. Meningkatkan mutu tenga kesehatan
melalui peningkatan kompetensi,
pendidikan dan pelatihan.
Menyelenggarakan
dan meningkatkan
kualitas dan
cangkupan
pelayanan
kesehatan ibu dan
anak
Meningkatkan
status
kesehatan ibu
dan anak
a. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan
Ibu dan anak, meliputi kunjungan Ibu
hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih.
b. Meningkatkan peran upaya kesehatan
berbasis masyarakat termasuk posyandu
dan pelayanan terintegrasi lainnya dalam
pendidikan kesehatan dan pelayanan ibu,
anak dan remaja.
75
Meningkatkan
cakupan pelayanan
kesehatan gizi yang
berkualitas, adil dan
merata bagi
masyarakat
Meningkatkan
status gizi
masyarakat
a. Meningkatkan promosi dan sosialisasi
perilaku masyarakat tentang kesehatan,
gizi, sanitasi, hygiene, dan pengasuhan.
b. Meningkatkan masyarakat dalam perbaikan
gizi utama untuk ibu hamil, wanita usia
subur, anak dan balita.
c. Menguatkan keterlibatan lintas sektor
dalam rangka intervensisensitif dan
spesifik yang didukung oleh pemeintah
pusar dan pemerintah Aceh dalam
pelaksanaan rencana aksi pangan dan gizi
di Kabupaten Simeulue.
Meningkatkan
ketersediaan obat,
dan mutu makanan
serta diversifikasi
obat kimia ke
herbal
Meningkatkan
diversifikasi
obat kimia ke
herbal
a. Meningkatkan ketersediaan dan
keterjangkauan obat herbal.
Sumber: Rencana Strategi (Renstra) Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue 2017-2022
Kejelasan visi dan misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang ditetapkan cukup
perlu diperhatikan dalam mengukur proses formulasi sebuah kebijakan. Jika pada tahap
formulasi tidak dilaksanakan dengan mengedepankan dan menyesuaikan dengan
berbagai pandangan dan kondisi masyarakat, maka dikhawatirkan hasil kebijakan yang
dikeluarkan pun tidak mampu menjawab permasalahan yang ada. Adapun visi Dinas
Kesehatan cukuplah jelas “Masyarakat sehat yang mandiri dan berkualitas menuju
Simeulue yang sejahtera”.89 Visi tersebut cukup mencerminkan keseriusan dan
kepedulian Dinkes dalam mewujudkan Masyarakat Simeulue yang sehat dan mandiri.
Kemudian dari visi tersebut dikembangkanlah misi dengan harapan dapat mencapai
hasil yang diinginkan. Adapun target Bupati Simeulue adalah terwujudnya “Simeulue
bebas stunting Tahun 2022”.90
89 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulu Tahun 2018 90 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Desa
76
Kemudian untuk mencapai target waktu di atas, diperlukan strategi-strategi yang
tepat, yang dapat memecahkan masalah stunting di Kabupaten Simeulue. Perumusan
strategi didasarkan pada proses formulasi kebijakan yang tepat yang
mempertimbangkan berbagi kondisi dan memiliki dampak serta target yang jelas.
Berdasarkan hasil penelitian, perumusan strategi yang dilakukan Dinas Kesehatan
dalam penanggulangan prevalensi stunting dilakukan dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Kesehatan dan Instruksi Gubernur, Peraturan Bupati Nomor 13
Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Desa, juga
termasuk Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 tentang Penetapan
Desa Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi di
Kabupaten Simeulue.
“Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Simeulue Nomor 050/492/2020 tentang
Penetapan Lokus Intervensi Pencegahan dan Penurunan Stunting di Kabupaten
Simeulue, dimana saat ini kita ada sebanyak fokus pada 10 kecamatan yang
memiliki angka stunting yang cukup tinggi dan ini menjadi lokus penanganan
stunting kita”.91 Pungkas Amiruddin, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat.
Formulasi kebijakan dalam penyusunan strategi penanggulangan stunting oleh
Pemerintahan Simeulue cukup menentukan kualitas strategi yang ditentukan. Menurut
hasil penelitian, pemililihan solusi terhadap penyelesaian stunting di Dinas Kesehatan
Simeulue didasarkan atas data yang diperoleh dan menyesuaikan dengan kehidupan
masyarakat Simeulue. Pola kehidupan masyarakat yang masih tinggal di lingkungan
kumuh, kurang air bersih, dan kebiasaan Buang Air Besar (BAB) sembarangan, menjadi
solusi terbaik dalam penangulangan stunting. Proses penentuan awal terhadap
perumusan strategi penanggulangan prevalensi stunting dilakukan sejak tahun 2015,
91 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
77
seperti halnya yang juga disampaikan oleh Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat:
“Sejak tahun 2015 sesuai dengan penelitian emulator tingkat nasional,
berdasarkan hasil penelitian tersebut, bahwa bayi dan balita di Kabupaten
Simeulue banyak persentasi masalah stunting sebanyak 37, 5%. Maka sesuai hal
tersebut maka Kabupaten Simeulue ditetapkan sebagai salah satu lokus stunting
di Provinsi Aceh. Selanjutnya sejak tahun 2018 program pendampingan dari
UNICEF salah satunya di Kabupaten Simeulue bidang Malnutrisi. Dengan
adanya stunting tersebut timbul lah ada program pendampingan dari UNICEF
yang tugasnya mendampingi dan membekali tentang kelancaran masalah
stunting”.92
Kemudian Nurhadini selaku Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
menambahkan:
“Setelah dilakukan pendataan ulang terkait jumlah stunting pada setiap
Kecamatan di Kabupaten Simeulue, angka stunting di Simeulue hanya mencapai
21 %, namun kami tetap berusaha melakukan penurunan stunting di
Simeulue”.93
Meskipun dalam pendataan awalnya ditemukannya keraguaan data yang tidak
sesuai dengan hasil verifikasi dari pihak Dinas Kesehatan Simeulue, namun Dinas
Kesehatan tetap berusaha menurunkan angka stunting di Kabupaten Simeulue. Dari
kedua pernyataan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan ditambah dengan
pernyataan Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi, yang perlu digaris bawahi dari
pernyataan tersebut adalah strategi penanggulangan stunting pada anak balita saat ini
hanya difokuskan pada desa. Adapun desa yang menjadi prioritas saat ini ada pada 10
kecamatan yang memiliki angka stunting yang cukup tinggi di Kabupaten Simeulue. 10
kecamatan tersebut menjadi lokus penanganan prevalensi stunting pada anak balita di
92 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 93 Hasil Wawancara Dengan Nurhadini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi. Rabu,16
September 2020. Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
78
Kabupaten Simeulue. Kemudian dalam proses penanganannya di dampingi oleh
UNICEF.
Andri Ifani, selaku Kepala Sub Bidang Kesejahteraan Sosial Bappeda juga
menyampaikan:
“Sekarang kita juga sedang mengupayakan penyusunan Perbup tentang
penanganan stunting juga, tapi di tingkat Dinas Kesehatan. Jadi yang sudah
dikeluarkan dan dijalankan saat ini hanya perbup penanggulangan stunting
terintegrasi di desa”.94
Berdasarkan pernyataan Bappeda di atas dapat dipahami, bahwa strategi
penanganan stunting saat ini hanya ditujukan pada desa. Sedangkan aturan/regulasi
terhadap penanganan stunting di tingkat Dinas Kesehatan belum disusun. Kondisi
tersebut menimbulkan tanda tanya besar, hierarki kebijakan yang dikeluarkan menyalahi
hierarki kebijakan pada umumnya, seharusnya Bappeda menyusun terlebih dahulu
Perbup tentang penanggulangan stunting pada tingkat Kabupaten, kemudian
mengeluarkan Perbup untuk tingkat desa, agar Perbup pada tingkat desa yang
dikeluarkan juga searah dan sejalan dengan Perbup tingkat Dinas Kesehatan.
Kemudian Nuhadini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi juga
menyampaikan :
“Sebelum kita melakukan tindakan, kita harus tahu terlebih dahulu, kenapa
anak ini bisa stunting, stunting itu bisa disebabkan oleh lingkungan si ibu hamil,
misalnya ibu hamil kehidupannya tidak berkecukupan, ekonominya rendah, dia
gak sanggup membeli makanan yang bernutrisi, kita bekerja sama nanti dengan
dinas pertanian untuk masalah pangan, kemudian kita lihat juga lingkungannya,
anak stunting bisa disebabkan oleh ibu hamil yang sering diare, lingkungan
yang tidak bersih, dan lainnya. setelah kita telusuri masalahnya baru kita
rumuskan strategi kita, kemudian dalam perencanaanya juga harus mengaitkan
94Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda.
79
beberapa dinas, kita tidak bisa menuntaskan stunting dengan mengandalkan
Dinas Kesehatan saja”.95
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa perumusan strategi pencegahan
dan penanganan stunting di Kabupaten Simeulue dilakukan dengan menelusuri terlebih
dahulu penyebab terjadinya stunting pada anak balita. Setelah ditelusuri, akan dicarikan
pemecahan masalahnya dengan tujuan menurunkan angka stunting di Dinas Kesehatan
Simeulue.
Menurut hasil penelitian, pengambilan data stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue dilakukan setiap bulan di posyandu oleh tenaga gizi masing-
masing puskesmas. Hal tersebut disampaikan oleh Penanggung Jawab Gizi :
“Pengambilan data anak stunting itu dilakukan setiap bulan di posyandu oleh
tenaga gizi puskesmas, dia ada ketentuannya, misalnya itu ada normalnya,
contohnya umur 24 bulan itu berarti dua tahun normal tinggi badannya 87,1,
kalau dibawah di bawah 87,1 jadi 84,1 itu dikatakan dia rendah, pendek, itu
dilihat dari fisik. Data yang didapatkan oleh tenaga gizi kemudian direkap dan
dilaporkan ke kami”.96 Pungkas Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi.
Dari pernyataan Penanggung Jawab Gizi di atas dapat dicermati bahwa
pengambilan data stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue dilakukan sebulan
sekali oleh tenaga gizi puskesmas saat dilakukannya kegiatan posyandu. Anak balita
yang divonis atau diprediksikan mengalami stunting dilihat dari kesehatan fisiknya.
Tinggi badan dan berat badan balita menjadi ketentuan paling umum, ukuran tinggi
badan normal bayi yang berumur 24 bulan adalah 87,1. Jika ditemukan balita yang
95 Hasil Wawancara Dengan Nurhadini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi. Rabu,16
September 2020. Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 96 Hasil Wawancara Dengan Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi. Rabu, 16 September 2020.
Pukul 12.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
80
tinggi badannya di bawah 84,1 maka balita tersebut akan didata sebagai salah satu balita
yang menderita stunting.
Kemudian Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda Kabupaten
Simeulue juga menambahkan:
“Jadi tim puskesmas itu dia wajib lapor, istilahnya ranting ini, jadi Desa mana
yang banyak bayi stuntingnya itu, desa tersebut yang akan difokuskan terlebih
dahulu”,97kata Andri Ifani, selaku Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial
Bappeda.
Pencatatan dan pelaporan jumlah bayi stunting di setiap desa cukup menentukan
ketepatan program penanggulangan stunting. Dinas Kesehatan melalui Bappeda dapat
mengidentifikasi jumlah dan ranting stunting pada setiap desa di Kabupaten Simeulue.
Sehingga lokus pencegahan dan penanganan stunting pun dapat diputuskan dan tepat
sasaran.
Tabel 4.2
Status Gizi Anak Balita Berdasarkan TB/U Menurut Kecamatan dan Pukesmas
Kabupaten Simeulue Tahun 2019
No Kecamatan Pukesmas Jumlah Balita 0-
59 Yang Diukur
Tinggi Badan
Balita Pendek
(TB/U)
Jumlah %
1 2 3 4 5 6
1 Teupah Selatan Teupah Selatan 392 76 19,4
2 Teupah Tengah Teupah Tengah 352 66 18,8
3 Simeulue Timur Simeulue Timur 453 234 51,7
4 Simeulue Timur Kuala Makmur 353 15 4,2
5 Teupah Barat Teupah Barat 407 195 47,9
6 Simeulue Simeulue Tengah 407 95 23,3
97 Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda.
81
Tengah
7 Simeulue Cut Simeulue Cut 53 40 75,5
8 Teluk Dalam Teluk Dalam 206 35 17,0
9 Teluk Dalam Luan Balu 192 41 21,4
10 Salang Salang 434 36 8,3
11 Simeulue Barat Simeulue Barat 342 43 12,6
12 Simeulue Barat Sanggiran 290 74 25,5
13 Alafan Alafan 120 59 49,2
14 Alafan Lamerem 189 79 41,8
Jumlah Dinas Kesehatan/Kota 4.190 1.088 26,0
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, tanggal 09 September 2020
Tabel 4.3
Data Stunting Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue Tahun 2019
No Kecamatan Puskesmas Balita Stunting
1 Teupah Selatan Teupah Selatan 88
2 Teupah Tengah Teupah Tengah 121
3 Simeulue Timur Simeulue Timur 189
4 Simeulue Timur Kuala Makmur 51
5 Teupah Barat Teupah Barat 141
6 Simeulue Tengah Simeulue Tengah 124
7 Simeulue Cut Simeulue Cut 49
8 Teluk Dalam Teluk Dalam 59
9 Teluk Dalam Luan Balu 67
10 Salang Salang 151
11 Simeulue Barat Simeulue Barat 157
12 Alafan Alafan 99
13 Alafan Lamerem 47
14 Simeulue Barat Sanggiran 69
82
Jumlah 1412
Sumber: Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan Simeulue, Tanggal 11 September 2020
Peningkatan mutu gizi bagi ibu hamil, ibu menyusui, serta balita merupakan
salah satu cara mencegah stunting pada anak balita. Menurut hasil penelitian penyebab
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue banyak terjadi karena kurangnya gizi
balita saat dalam kandungan, dan asupan gizi ibu menyusui yang rendah. Mardita Lilis,
selaku Penanggung Jawab Gizi menyampaikan:
“Sasaran kami untuk pencegahan stunting pada anak itu di awal dari usia
kandungan 0 (nol), dengan kata lain mulai dari ibu hamil, pas dikatakan positif
hamil, dari situ harus jaga makanan bagi ibu hamil, emosinya, kemudian
setelah melahirkan kita perhatikan juga saat dia menyusui, kemudian setelah
fisik gizi anak dari setelah dilahirkan sampai usia 2 tahun”.98
Kemudian untuk meningkatkan mutu gizi masyarakat di Kabupaten Simeulue,
Dinkes melakukan 2 upaya, seperti halnya yang disampaikan oleh Amiruddin, Kepala
Bidang Kesehatan Masyarakat:
“Dalam rangka penanggulangan stunting ini, kita melakukannya dengan
beberapa cara, apa itu yang pertama dengan melakukan penanggulangan yang
bersifat intervensi spesifik. Intervensi spesifik ini kita dengan melibatkan dengan
seluruh lintas sektor dan lintas program juga bekerjasama dengan sekolah-
sekolah, bekerjasama dengan desa-desa, termasuk departemen agama, dan lain
sebagainya. Dimana kita menggiring kesehatan anak sejak dari usia Seribu
Hari Pertama Kelahiran (HPK), dimana program penanganan stunting diawali
dari remaja putri dengan pemberian Tablet FE sehingga kondisi mereka setelah
menikah dalam keadaan sehat dan tidak Anemia”.99
Hal yang sama juga disampaikan oleh Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi :
98 Hasil Wawancara Dengan Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi. Rabu, 16 September 2020.
Pukul 12.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 99 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
83
“Penanganan stunting itu harus dilakukan sejak remaja, khususnya yang perlu
diperhatikan adalah remaja putri, jadi cara itu dengan memberikan tablet (FE),
di sekolah kan sering dibagikan”.100
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dipahami bahwa salah satu
strategi yang dilakukan dalam penanganan stunting pada balita di Kabupaten Simeulue
yaitu dengan penambahan mutu gizi secara langsung, dengan sasaran awal remaja putri.
Strategi yang dilakukan adalah dengan pemberian tablet (FE) kepada remaja putri di
tingkat sekolah.
Kemudian Staf Gizi juga menambahkan:
“Penyuluhan stunting dimulai sejak remaja putri, kemudian kita intervensi agar
diberikan tablet (FE) sehingga mereka dipastikan tidak menikah dalam kondisi
anemia, salah satu cara memutuskan rantainya itu, harapan kita mereka
menikah dalam kondisi sehat”.101Pungkas Riswanto, Staf Gizi.
Tujuan pemberian tablet (FE) disampaikan oleh staf gizi, sebagai zat besi yang
menjaga kekebalan tubuh remaja putri, supaya menikah dalam keadaan tidak anemia,
namun dalam keadaan sehat. Selanjutnya Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat juga
menyampaikan:
“Kemudian kita juga ada kegiatan lagi yaitu Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS). Kemudian daripada itu anak stunting ini bukan hanya pertumbuhan
saja yang kita pedulikan tapi perkembangan otaknya juga harus kita perhatikan
dengan cara melakukan pelatihan pengasuhan anak (parenting), untuk melihat
bagaimana perkembangan anak ini perkembang sedemikian rupa”.102Kata
Amiruddin.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dipahami bahwa
penanggulangan stunting pada balita tidak hanya dicegah mulai dari masa kandungan,
100 Hasil Wawancara Dengan Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi. Rabu, 16 September 2020.
Pukul 12.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 101 Hasil Wawancara Dengan Riswanto, Staf Gizi. Rabu, 16 September 2020. Pukul 10.00 WIB
di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 102 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
84
tetapi Dinas Kesehatan juga melakukan upaya pelatihan pengasuhan anak untuk melihat
tumbuh kembang anak balita yang mengalami stunting. Upaya yang dilakukan Dinkes
di atas menunjukkan kesiapan dan keseriusan dinkes dalam penanggulangan stunting
Kabupaten Simeulue.
Tidak hanya itu, Dinkes juga mengadakan konseling bagi ibu-ibu hamil.
Konseling dianggap mampu mengatasi keluh kesah dan meredakan emosi ibu hamil
agar tidak stress. Hal tersebut disampaikan oleh Nurhadini, Kepala Seksi Kesehatan
Keluarga dan Gizi:
“Kalau di Dinas Kesehatan mungkin hanya bisa melaksanakan konseling, iya
konseling saja kepada masyarakat terkait penanganan stunting, untuk strategi
yang lebih langsung berdampak atau dirasakan langsung oleh masyarakat itu
tanggung jawab kecamatan dan desa masing-masing”.103
Kemudian, dalam peningkatan mutu gizi individu masyarakat juga dilakukan
melalui penanganan gizi tidak langsung (sensitive).
“Di samping itu ada juga penanganan gizi sensitive, itu bekerja sama dengan
beberapa instansi terkait Dinas Pertanian, Dinas PU, kemudian Dinas
Perikanan dan lain sebagainya. Salah satu programnya nya adalah sanitasi
total berbasis masyarakat, dimana seluruh masyarakat harus membuang BAB di
jamban, tidak boleh sembarangan, kemudian bekerja dengan Dinas Pertanian
untuk pengadaan pangan untuk kualitas mutu asupan ibu hamil dan ibu
menyusui dan banyak kegiatan lain juga”.104Pungkas Riswanto, Staf Gizi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami, salah satu upaya dalam
meningkatkan mutu gizi masyarakat secara tidak langsung dengan melakukan
kerjasama dengan beberapa instansi pemerintah lainnya seperti Dinas Pertanian dalam
pengadaan pangan ibu hamil dan ibu menyusui, kemudian mewujudkan terlaksananya
program sanitasi total yang berbasis masyarakat.
103 Hasil Wawancara Dengan Nurhadini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi. Rabu,16
September 2020. Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 104 Hasil Wawancara Dengan Riswanto, Staf Gizi. Rabu, 16 September 2020. Pukul 10.00 WIB
di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
85
3.1.2 Pelaksanaan Strategi Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan Prevalensi
Stunting Pada Anak Balita di Kabupaten Simeulue Berdasarkan
Implementasi Kebijakan
Setiap strategi yang telah direncanakan, harus dapat dilaksanakan sepenuhnya,
agar tujuan yang diharapkan dapat dicapai. Implementasi kebijakan penanggulangan
stunting di Kabupaten Simeulue, menunjukkan tingkat keseriusan Dinkes dalam
penanggulangan stunting pada anak balita. Terdapat beberapa implementasi strategi
yang dianggap dapat menurunkan angka stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue. Strategi tersebut dapat dilihat dari rencana strategi Dinas Kesehatan Simeulue
2017-2022.
Tabel 4.4
Design Strategi Dinas Kesehatan Simeulue Dalam Penanggulangan Stunting Pada Anak
Balita di Kabupaten Simeulue
Tujuan Strategi Dinkes Keterangan (Hasil Penelitian)
Memantapkan dan
memperluas akses
dan daya dukung
sarana dan
prasarana
pelayanan
kesehatan.
Meningkatkan dan
penyediaan fasilitas
pendukung kesehatan di
puskesmas, pustu yang
berkualitas dan merata guna
meningkatkan akses dan
mutu pelayanan kesehatan
dasar.
Belum dapat dilaksanakan,
dikarenakan keterbatasan dana.
Sedangkan untuk alokasi dana
dari Dinkes hanya cukup
digunakan untuk pertemuan dan
peningkatan SDM.
Meningkatkan pemenuhan
kebutuhan tenaga medis di
puskesmas serta percepatan
distribusi tenaga medis dan
tenaga kesehatan yang
terintegrasi
Tenaga kesehatan masih kurang
memadai. Sehingga dalam
mewujudkan percepatan
distribusi tenaga kesehatan
belum sepenuhnya dapat
dilakukan.
Meningkatkan mutu tenga
kesehatan melalui
peningkatan kompetensi,
pendidikan dan pelatihan.
Sudah terlaksanakan, dapat
dilihat dari penyelenggaraan
pelatihan bekerjasama dengan
pihak UNICEF dalam
mengedukasi tenaga kesehatan
86
terpilih terkait kecakapan dalam
penanggulangan stunting.
Menyelenggarakan
dan meningkatkan
kualitas dan
cangkupan
pelayanan
kesehatan ibu dan
anak
Meningkatkan akses dan
mutu pelayanan ibu dan
anak, meliputi kunjungan
ibu hamil, pertolongan
persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih.
Belum terlaksanakan, menurut
hasil penelitian, Dinkes tidak
melakukan kunjungan, hanya
menerima perkembangan
kondisi jumlah anak stunting
setiap bulannya.
Meningkatkan peran upaya
kesehatan berbasis
masyarakat termasuk
posyandu dan pelayanan
terintegrasi lainnya dalam
pendidikan kesehatan dan
pelayanan ibu, anak dan
remaja.
Sudah terlaksanakan, dapat
dilihat dari setiap tenaga
kesehatan pada setiap puskesmas
diwajibkan untuk
mengkonfimasikan
perkembangan terhadap
penanganan dan pencegahan
stunting di setiap desa dan
kecamatan.
Meningkatkan
cakupan pelayanan
kesehatan gizi yang
berkualitas, adil
dan merata bagi
masyarakat
Meningkatkan promosi dan
sosialisasi perilaku
masyarakat tentang
kesehatan, gizi, sanitasi,
hygiene, dan pengasuhan.
Dinkes tidak melakukan
penyuluhan dan sosialisasi
kepada masyarakat maupun
posyandu, namun yang
melaksanakannya adalah
puskesmas dan pustu.
Meningkatkan masyarakat
dalam perbaikan gizi utama
untuk ibu hamil, wanita usia
subur, anak dan balita.
Pada tahun 2019 sudah
dilakukan dengan menyediakan
makanan tambahan bagi ibu
hamil dalam menghindari
kekurangan protein, namun
untuk tahun 2020 ditiadakan,
dengan alasan pengalihan data
PMT.
Menguatkan keterlibatan
lintas sektor dalam rangka
intervensi sensitif dan
spesifik yang didukung oleh
Pemerintah Pusat dan
pemerintah Aceh dalam
pelaksanaan rencana aksi
pangan dan gizi di
Kabupaten Simeulue.
Untuk mendukung penurunan
angka stunting di Kabupaten
Simeulue, maka seluruh lintas
sektor bekerja sama, misalnya
dalam pengadaan pangan
melibatkan Dinas Pertanian,
dalam hal pengadaan air bersih
melibatkan Dinas PUPR, dan
lain sebagainya.
87
Meningkatkan
ketersediaan obat,
dan mutu makanan
serta diversifikasi
obat kimia ke
herbal.
Meningkatkan ketersediaan
dan keterjangkauan obat
herbal.
Belum dapat dilaksanakan oleh
Dinas Kesehatan Dinas
Kabupaten Simeulue.
Sumber: Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue 2017-2022
Menurut hasil penelitian, strategi penanggulangan prevalensi stunting pada
balita di Kabupaten Simeulue oleh Dinkes masih terbatas pada penyelenggaraan
pelatihan tenaga kesehatan di tingkat Dinas Kesehatan, puskesmas, dan kader. Kondisi
tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat:
“Implementasi penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue saat ini,
Alhamdulillah masih berjalan dengan baik, implementasinya masih pada tahap
pelatihan dan persiapan SDM (Sumber Daya Manusia) tenaga kesehatan saja
belum ke tingkat masyarakat”.105Kata Amiruddin.
Riswanto, selaku Staf Gizi juga menambahkan:
“Bekerja sama dengan UNICEF untuk melatih 2 trainer PMBA di setiap
puskesmas, ada 28 orang yang ditangani, 2 orang trainer ini melatih satu orang
kader pada setiap pos dan seluruh bidan pustu di wilayah kerja puskesmas
masing-masing, hal ini dilakukan dalam rangka mensukseskan ASI eksklusif,
pemberian makan bayi dan anak sampai usia 2 tahun”.106
Berdasarkan pernyataan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat dan Staf Gizi
Dinas Kesehatan Simeulue dapat dicermati bahwa strategi yang dilakukan Dinkes saat
ini masih berfokus pada peningkatan kualitas SDM tenaga kesehatan Kabupaten
Simeulue. Tujuan utamanya adalah agar tenaga kesehatan lebih sigap dan siap dalam
menyelesaikan permasalahan stunting di Kabupaten Simeulue. Peningkatan kualitas
SDM tersebut dilakukan melalui pelatihan kepada setiap tenaga kesehatan. Dinkes
Simeulue bekerja sama dengan UNICEF dalam mengedukasi 2 trainer yang dianggap
105 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 106 Hasil Wawancara Dengan Riswanto, Staf Gizi. Rabu, 16 September 2020. Pukul 10.00 WIB
di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
88
mampu memberikan pelatihan kepada kader dan seluruh bidan pustu yang ada pada
setiap wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Simeulue. Pelatihan tersebut dilakukan
untuk menyukseskan program ASI Eksklusif, dan MP-ASI.
Kemudian Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat juga
menambahkan
“Pelaksanaannya secara teknik di lapangan adalah puskesmas melalui tenaga
yang sudah dilatih dalam hal ini adalah petugas gizi Puskesmas bekerjasama
dengan desa masing-masing”.107
Dari pernyataan di atas dapat dipahami, strategi penanggulangan stunting pada
balita yang dilakukan Dinkes hanya masih sebatas pelatihan tenaga kesehatan untuk
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih tangkap dalam membantu
penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue. Kemudian bagi tenaga gizi
puskesmas yang sudah mengikuti pelatihan wajib bekerjasama dengan desa masing-
masing dalam memberikan pendidikan, pelatihan, sharing wawasan kepada masyarakat
desa terkait penanggulangan stunting.
Selanjutnya menurut hasil penelitian, upaya pencegahan dan penanganan
stunting melalui pemberian tablet (FE), dan imunisasi ibu hamil dan anak balita,
pemberian obat cacing, serta kegiatan lainnya yang terhubung langsung dengan
masyarakat dilakukan oleh tenaga kesehatan, puskesmas, dan masing-masing desa. Jadi,
Dinas Kesehatan hanya memfasilitasi tenaga kesehatan melalui edukasi penanggulangan
stunting yang didampingi oleh UNICEF.
Di samping itu, dalam pelaksanaan strategi penanggulangan stunting pada balita
di Kabupaten Simeulue masih jauh dari harapan, dikarenakan tidak tersedianya
107Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
89
anggaran yang cukup untuk melaksanakan seluruh strategi yang direncanakan oleh
Dinas Kesehatan. Amriuddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menyampaikan:
“Pendanaan pelaksanaan penanggulangan stunting sendiri berasal dari
Anggaran Dana Desa (ADD), kalau dari Dinas Kesehatan sendiri tidak ada
dana pelaksanaan stunting langsung, hanya ada dana stunting untuk persiapan
misalnya pada pertemuan-pertemuan”.108
Kondisi yang disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat di atas
sejalan dengan yang tercantum dalam Pasal 21 Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13
Tahun 2019, bahwa pendanaan stunting terintegrasi bersumber dari APBK, APBDes
dan sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat. Dana yang disalurkan dari APBK itu
sendiri untuk Dinkes Kabupaten Simeulue hanya terbatas pada pendanaan terhadap
persiapan penanggulangan stunting saja. Sedangkan pendanaan secara khusus dialihkan
pada Anggaran Dana Desa (ADD).
Kondisi di atas menjadi salah satu sebab tidak dapat dilaksanakannya
keseluruhan strategi penanggulangan stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue.
Sebenarnya anggaran merupakan mesin penggerak bagi Dinkes dalam
mengimplementasikan kebijakan pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten
Simeulue. Ketidaktersediaan anggaran menjadi penghambat bagi Dinkes dalam
melaksanakan seluruh kegiatan penanggulangan stunting pada balita di Kabupaten
Simeulue.
Selanjutnya kendala lainnya yang dirasakan dalam pelaksanaan strategi
penanggulangan stunting yaitu pada pendataan bayi dan balita dari tenaga gizi yang
masih minim. Kondisi tersebut disebabkan oleh kurangnya fasilitas posyandu seperti
108 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
90
alat ukur dan alat timbang badan (dacing) yang belum tersedia sepenuhnya pada setiap
posyandu.
Disamping itu, evaluasi terhadap strategi yang dilakukan pun hanya sebatas
melakukan pengecekan. Menurut hasil penelitian, pihak Dinas akan melakukan
pengecekan setiap bulannya terkait peningkatan pelayanan kesehatan yang diberikan
puskesmas maupun posyandu di setiap desa-desa yang menjadi fokus stunting. Tidak
hanya itu setiap bulannya juga dilakukan pengecekan data, melakukan perhitungan
terhadap jumlah stunting di setiap desa. Hal tersebut dilakukan untuk meninjau sejauh
mana peningkatan terhadap penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue, semakin
menurun atau sebaliknya. Jika pada tahap evaluasi ini ditemukan kenaikan jumlah balita
stunting, maka Dinas Kesehatan dan seluruh dinas terkait lainnya akan mengubah
strategi, dengan mencari solusi terbaik dalam penanggulangan stunting.
Dari keseluruhan penjabaran di atas dapat disimpulkan, perumusan strategi
penanggulangan stunting pada anak balita oleh Dinkes Kabupaten Simeulue sudah
cukup baik dan terukur yang dapat dilihat dari kejelasan visi, misi, tujuan, sasaran dan
kegiatan-kegiatan penanggulangan stunting yang terdapat dalam Peraturan Bupati
Nomor 13 Tahun 2019. Dengan kata lain, Dinkes mempunyai strategi yang matang dan
serius serta komitmen dalam menurunkan angka stunting di Kabupaten Simeulue.
Sedangkan untuk pelaksanaan strategi yang telah direncanakan oleh Dinkes,
masih terbatas pada penyelenggaraan edukasi dan pelatihan pada tenaga kerja kesehatan
di tingkat Dinas Kesehatan, kader dan puskesmas. Edukasi tersebut dilakukan dengan
bekerja sama dengan UNICEF. Setiap trainer yang telah dilatih wajib membekali tenaga
kesehatan lainnya dan menerapkan pengetahuan dan wawasan yang didapat pada saat
91
pelatihan di setiap wilayah puskesmasnya masih-masing. Terdapat kendala yang
menjadi sebab tidak dapat terselenggarakannya seluruh strategi Dinkes dalam
penanggulangan stunting yaitu, terbatasnya sumber pendanaan. Sumber pendanaan
stunting di Kabupaten Simeulue saat ini, masih berpatokan pada APBK saja. Sedangkan
di tingkat desa berpatokan pada ADD.
Kemudian tahap evaluasi yang dilakukan hanya sebatas pengecekan yang
dilakukan setiap bulannya oleh Dinas Kesehatan ke setiap desa-desa yang menjadi
fokus stunting. Jika pada tahap evaluasi tersebut didapati kenaikan jumlah balita
stunting, maka Dinas Kesehatan dan seluruh dinas terkait lainnya akan mengubah
strategi, dengan mencari solusi terbaik dalam penanggulangan stunting.
4.2 Kerja Sama Antara Dinas Kesehatan dengan Pihak Penanggulangan
Prevalensi Stunting Pada Anak Balita di Kabupaten Simeulue
Hubungan kerja sama yang solid antara Dinkes dengan pihak penanggulangan
prevalensi stunting pada anak balita Kabupaten Simeulue, cukup menentukan
keberhasilan pencegahan dan penanganan stunting di Kabupaten Simeulue. Maka untuk
melihat sejauh mana kerja sama yang telah dibangun, dapat menggunakan indikator
Kontribusi, Koordinasi, dan Tanggung jawab.
4.2.1 Kontribusi
Penanggulangan stunting pada anak balita di Kabuapaten Simeulue tidak dapat
tercapai jika hanya mengandalkan Dinkes saja, namun membutuhkan dinas-dinas
lainnya, seperti Bappeda, Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pembangunan
Umum (PU), Dinas Pendidikan, dan Dinas-dinas terkait lainnya. Bahkan UNICEF ikut
92
andil dalam mendampingi tenaga kesehatan dalam menurunkan angka stunting di
Kabupaten Simeulue.
“Untuk menangani stunting di Kabupaten Simeulue ini, tidak hanya Dinas
Kesehatan, dia ada tupoksinya masing-masing itu, seluruh dinas harus
bergabung, sama sama kita tangani stunting ini”.109 kata Andri Ifani, Kepala
Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Bappeda terlibat langsung dalam penanggulangan stunting di Kabupaten
Simeulue, Bappeda bertanggung jawab dalam mendiskusikan perencanaan strategi
kebijakan serta anggaran stunting di Dinas Kesehatan Simeulue.
“Dalam merencanakan kebijakan penanggulangan stunting ini kita perlu
mengetahui terlebih dahulu data bayi yang stunting di setiap desa, kemudian
desa dengan kategori ranting tertinggi stunting akan diprioritaskan.
Penanganan stunting wajib pada setiap desa, namun yang diperioritaskan
adalah 53 desa, kalau gak salah 50-an gitu. Kemudian kita juga sudah
menyusun RAD (Rencana Aksi Daerah) untuk pencegahan dan penanganan
stunting, sedang diupayakan siap tahun ini”.110 pungkas Andri Ifani, Kepala Sub
Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Pernyataan Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda di atas
menunjukkan bahwa Bappeda memiliki andil cukup besar di tingkat Dinas Kesehatan
untuk menyusun dan menerapkan rancangan anggaran untuk melancarkan strategi
penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue. Hal tersebut dilakukan tidak lain
untuk mewujudkan Kabupaten Simeulue bebas stunting 2022.
“Ibu hamil dan ibu menyusui sangat memerlukan gizi yang baik, dengan kata
lain asupan makanan yang bergizi, bersih. Jika kita telusuri ada masyarakat
yang memiliki ekonomi rendah, maka Dinas Pertanian bertanggung jawab
109 Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda. 110 Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda.
93
dalam menyediakan pangan untuk ibu hamil ini. ini termasuk salah satu
pencegahan stunting juga”.111 pungkas Amiruddin.
Pernyataan Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menunjukkan kontribusi
Dinas Pertanian dalam penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue dalam
pengadaan pangan bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita. Tujuan utama adalah
meningkatkan mutu gizi, asupan yang sehat bagi ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya stunting pada anak balita.
Selanjutnya Andri, Bappeda menyampaikan:
“Dia mencegah stunting mulai dari remaja, lingkungan harus bersih juga, jadi
kebiasaan buruk buang sampah sembarangan, BAB sembarangan harus
dicegah, maka dari itu dinas PU dalam hal ini juga bertanggung jawab dia
dalam pembangunan jamban”.112
Pernyataan Bappeda di atas menunjukkan adanya kontribusi Dinas PU dalam
penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue. Salah satu kontribusi Dinas PU
adalah dalam pembangunan jamban di beberapa wilayah desa terpencil. Pembangunan
jamban dilakukan untuk mengurangi masyarakat BAB sembarangan, serta membentuk
masyarakat yang bersih dan sehat.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat juga menambahkan:
“Hidup harus sehat, bersih, khususnya dalam hal air itu harus bersih, jadi
stunting itu bukan hanya kita jadikan sasaran ibu hamil, anak balita tapi
lingkungan juga perlu kita perhatikan. Untuk pengadaan air bersih, misalnya
nanti ada dinas PU”.113pungkas Amiruddin.
Kontribusi Dinas PU juga disampaikan oleh Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat, dimana Dinas PU bertanggung jawab dalam pembuatan saluran air bersih.
111 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 112 Hasil Wawancara Dengan Andri Ifani, Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial Bappeda.
Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda. 113 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
94
Air bersih menjadi salah satu kebutuhan terpenting bagi masyarakat dalam mencegah
stunting pada balita.
4.2.2 Koordinasi
Dalam menyukseskan penanggulangan stunting pada anak balita di Kabupaten
Simeulue, pihak Dinkes bekerja sama dengan lintas sektor, salah satunya adalah
UNICEF dalam pembekalan dan pelatihan tenaga kerja kesehatan dengan tujuan
meningkatkan kualitas SDM (tenaga kesehatan) yang lebih sigap dalam penanganan dan
pencegahan stunting. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat menyampaikan:
“Ya pertama, kalau di tingkat Dinas Kesehatan bekerjasama dengan sebuah
lembaga yang fokus di penanganan stunting ini yaitu UNICEF, kemudian Dinas
Kesehatan Juga saat ini sudah membentuk yang namanya SEKBER (Sekretariat
Bersama) penanganan stunting yang anggotanya itu terdiri dari seluruh lintas
sektor terkait bukan hanya Dinas Kesehatan tetapi juga dengan Bappeda, Dinas
Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pembangunan Umum, Dinas Pendidikan,
dan lain sebagainya. Itu dibentuk dalam Sekretariat Bersama dalam rangka
untuk penanganan stunting ini”.114kata Amiruddin
Dinkes Kabupaten Simeulue membentuk Sekber seperti yang dijelaskan Kepala
Bidang Kesehatan Masyarakat di atas dalam rangka menurunkan angka stunting di
Kabupaten Simeulue. Hal yang sama juga disampaikan oleh Nurhadini, selaku Kepala
Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi tentang kerja sama lintas sektor dalam
menanggulangi masalah stunting pada anak balita:
“Kita koordinasinya pertama ke lintas sektor, yang dilibatkan ada BAPPEDA
(Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), ada Dinas Pekerjaan Umum
(PU), ada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, ada Dinas Pemberdayaan
Perempuan, Dinas Kebersihan Lingkungan, dan Pemerintah Daerah
(PEMDA)”.115
114Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue. 115 Hasil Wawancara Dengan Nurhadini, Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi. Rabu,16
September 2020. Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
95
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa dalam menuntaskan
stunting di Kabupaten Simeulue, pemerintah Kabupaten Simeulue dan seluruh
stakeholder membangun koordinasi yang bersifat lintas sektor yang melibatkan
Bappeda untuk penyusunan kebijakan dan anggaran stunting Kabupaten Simeulue,
Dinas PU untuk pembuatan sarana dan prasarana pencegahan stunting pada masyarakat,
dinas kebersihan dan dinas-dinas terkait lainnya.
4.2.3 Pertanggungjawaban
Tanggungjawab Dinas Kesehatan Simeulue dalam penanggulangan stunting
hanya terbatas pada edukasi dan pelatihan tenaga kerja kesehatan Kabupaten Simeulue.
“Pada tingkat Dinas Kesehatan saat ini kita hanya bisa melakukan pelatihan
kepada tenaga kerja kesehatan di tingkat Dinas Kesehatan dengan bekerjasama
dengan UNICEF”.116Pungkas Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan
Masyarakat.
Dari pernyataan di atas dapat dicermati bahwa tanggung jawab Dinkes dalam
penanggulangan stunting di tingkat Kabupaten hanya memfasilitasi tenaga kesehatan
dengan pelatihan dan edukasi penanganan dan pencegahan stunting yang didampingi
oleh UNICEF.
Kemudian untuk mekanisme pencatatan dan pelaporannya menurut Pasal 20
Peraturan Bupati Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting
Terintegrasi di Desa bahwa setiap tenaga kerja/kader kesehatan di tingkat desa wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan.
Pencatatan tersebut dapat dilakukan tanpa atau dengan aplikasi.
Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi juga menyampaikan:
116 Hasil Wawancara Dengan Amiruddin, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa, 15
September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
96
“Setiap bulan wajib dilaporkan ke dinas, biar kita data dan tahun
perkembangannya, yang melaporkan itu tenaga gizi di Puskesmas Desa”.117
Berdasarkan pernyataan penanggung jawab gizi di atas dapat dipahami bahwa
pencatatan dilakukan saat diadakannya posyandu, kemudian setiap bulannya akan
dilaporkan kepada Dinkes. Kemudian Dinkes akan menyampaikan perkembangan
jumlah anak stunting tersebut kepada pemerintah Dinas Kesehatan melalui Bappeda
117 Hasil Wawancara Dengan Mardita Lilis, Penanggung Jawab Gizi. Rabu, 16 September 2020.
Pukul 12.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
97
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perumusan strategi (formulasi kebijakan) penanggulangan stunting pada
anak balita oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue sudah cukup baik dan
terukur dapat dilihat dari kejelasan visi, misi, tujuan, sasaran dan kegiatan-
kegiatan penanggulangan stunting yang terdapat dalam Peraturan Bupati
Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting
Terintegrasi di Desa dan Surat Keterangan Bupati Nomor 050/492/2020
tentang Penetapan Desa Lokasi Fokus Intervensi Pencegahan Dan
Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten Simeulue. Sedangkan
Pelaksanaan strategi (implementasi kebijakan) yang telah direncanakan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, masih terbatas pada penyelenggaraan
edukasi dan pelatihan pada tenaga kerja kesehatan di tingkat Dinas
Kesehatan, Kader Posyandu dan Puskesmas. Edukasi tersebut dilakukan
dengan bekerja sama dengan UNICEF. Kendala yang menjadi sebab tidak
dapat terselenggarakannya seluruh strategi Dinkes dalam penanggulangan
stunting yaitu, terbatasnya sumber pendanaan. Jika didapati kenaikan jumlah
balita stunting, maka Dinas Kesehatan dan seluruh dinas terkait lainnya akan
mengubah strategi, dengan mencari solusi terbaik dalam penanggulangan
stunting.
98
2. Bentuk Kontribusi antara pihak penanggulangan stunting di Kabupaten
Simeulue sesuai dengan tupoksi masing-masing dinas terkait, seperti Dinas
Pertanian berkontribusi dalam pengadaan pangan, Bappeda bertanggung
jawab dalam mendiskusikan perencanaan strategi kebijakan serta anggaran
stunting, Dinas PU berkontribusi dalam pembangunan jamban dan air
bersih, dan lain sebagainya. Selanjutnya pada Koordinasi, Dinas Kesehatan
membangun kerja sama dan saling berkoordinasi dengan beberapa dinas
terkait. Kerjasama tersebut disebut dinamakan kerja sama lintas sektor.
dalam menyukseskan kerja sama tersebut, dibentuknya SEKBER
(Sekretariat Bersama) yang di dalamnya melibatkan Bappeda, Dinas PU,
Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pendidikan dan beberapa dinas
terkait lainnya dalam menanggulangi stunting di Kabupaten Simeulue. Dan
Pertanggungjawaban, Tanggungjawab Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan stunting di Kabupaten Simeulue hanya terbatas pada
penyelenggaraan pelatihan dan edukasi tenaga kerja kesehatan yang di
dampingi oleh UNICEF.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis ingin memberikan beberapa
saran, yaitu sebagai berikut:
1. Dalam upaya strategi penanggulangan stunting pada anak balita di
Kabupaten Simeulue, harapan terbesar adalah Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue agar dapat memperluas jangkauan strateginya. Sebaiknya tidak
99
hanya berfokus pada edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan pada tingkat
Dinas Kesehatan saja. Dan juga penganggaran terhadap penanggulan
stunting agar dapat lebih ditingkatkan lagi oleh pemerintah Dinas Kesehatan
Simeulue, agar penanggulan stunting lebih maksimal dilakukan.
2. Dalam membangun kerjasama dengan para pihak penanggulangan prevalensi
stunting pada anak balita di Kabupaten Simeulue, selain melibatkan
kerjasama dengan lintas sektor, sebaiknya juga melibatkan beberapa aparatur
pemerintahan gampong, agar strateginya dapat langsung diterima oleh
masyarakat, melalui edukasi aparatur gampong. Aparatur gampong nantinya
dapat mengedukasi masyarakatnya untuk menjaga pola hidup sehat dan
menjaga kebersihan lingkungan.
100
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Arsini, Ni Wayan. Ni Komang Sutriyani. 2020. Internalisasi Nilai Pendidikan Karakter
Hindu Pada Anak Usia Dini. Denpasar: Yayasan Gandhi Puri.
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT. Alex Media
Komputindo.
Bratakusumah, Deddy Supriady. Dadang Solihin. 2001. Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Byna, Agus. 2020. Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi Kejadian
Stunting. Jawa Tengah: CV. Pena Persada.
Byna, Agus. 2020. Monograf Analisis Komparatif Machine Learning Untuk Klasifikasi
Kejadian Stunting. Jawa Tengah: CV. Pena Persada.
Hanif Nurcholis, Hanif. 2009. Perencanaan Partisipasif Pemerintah Daerah. Jakarta:
Grasindo.
Hedo, Dian Jayantari Putri K. 2020. Father Involvement di Indonesia. Surabaya:
Airlangga University Press.
Harnani, Yessi. Zulmeliza Rasyid. 2019. Statistik Dasar Kesehatan. Yogyakarta:
Deepublish.
Jamilah, Fitrotin. 2014. Strategi Penyelesaian Sangketa Bisnis. Yogyakarta: Medpress
Digital.
Johni Dimyati, Johni. 2013. Metedologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya Pada
Pendidikan Anak Usia Dini (Paud). Jakarta: Kencana.
Muaris, Hindah. 2019. Sarapan Sehat Untuk Anak Balita. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Nur Sayidah, Nur. 2018. Metodologi Penelitian Disertai Dengan Contoh Penerapannya
Dalam Penelitian. Jawa Timur: Zifatawa Jawara.
Ode, Haruni. 2019. Pengembangan Organisasi Berbasis Spiritual. Surabaya: CV. Jakad
Publishing.
Persatuan Gizi Indonesia. 2018. Stop Stunting Dengan Konseling Gizi. Jakarta Timur:
Penebar Plus.
101
Ramayulis, Rita. dkk. 2018. Stop Stunting Dengan Konseling. Jakarta Timur: Penebar
Swadaya Grup.
Rukajat, Ajat. 2018. Pendekatan Penelitian Kualitatif: Quantitatif Research Approach.
Yogyakarta: CV. Budi Utama.
Rifai. 2019. Kualitatif Teori Praktek dan Riset Penelitian Kualitatif Teologi. Surakarta:
Yoyo Topten Exacta.
Rahayu, Minto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Perjuangan Menghidupi Jati Diri
Bangsa. Jakarta: Grasindo.
Setiawan, Irfan. 2018. Handbook Pemerintahan Daerah. Yogyakarta: Wahana Resolusi
.
Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia. 2017. Buku Ringkasan Stunting.
Jakarta: Tim Nasioanal Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.
Simbolon, Demsa. 2019. Pencegahan Stunting Melalui Intervensi Gizi Speseifik Pada
Ibu Menyusui Anak Usia 0-24 Bulan. Media Sahabat Cendikia.
Tarjo. 2019. Metode Penelitian Sistem 3x Baca. Yogyakarta: Deepublish.
Taruna, Tukiman. 2017. Analisis Organisasi dan Pola-pola Pendidikan. Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata.
Umar, Husein. 2001. Strategic Manajemen In Action. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Wijaya, Hengki. 2018. Analisis Data Kualitatif Ilmu Pendidikan Teologi. Makassar:
Sekolah Tinggi Theologia Jaffaray.
Yunus, Eddy. 2016. Manajemen Strategi. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Yuliana, Wahida. Bawon Nul Hakim. 2019. Darurat Stunting Dengan Melibatkan
Keluarga. Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia.
Jurnal :
Dewi Meliasari. 2019. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Di Paud Al Fitrah Kecamatan Sei Rampahkabupaten Serdang
Bedagai. Jurnal Panmed. Vol. 14 No. 1.
Nasikhah R. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-36 Bulan Di
Kecamatan Semarang Timur. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 1 No. 2.
102
Nf Probohastuti. 2015. Implementasi Kebijakan Intervensi Gizi Sensitif Penurunan
Stunting di Kabupaten Blora. Jurnal Media Gizi Indonesia Vol.10 No.1.
Saputri, R.A. 2019. Upaya Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Stunting di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Dinamika Pemerintahan. Vol. 4
No. 3.
Skripsi :
Ahmad Syafi’i Lubis. 2018. Strategi Komunikasi Dinas Kesehatan Kulon Progo Dalam
Menurunkan Kasus Stunting di Desa Karangsari Melalui Program Desa Lokus
Stunting 2018, Skripsi, Yogyakarta: Muhammadiyah Yogyakarta.
Desti Suryaning Ayu, 2011, Strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten Dalam
Penanggulangan Gizi Buruk, Skripsi, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Erly Dwi Gustikowendha. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Kerjasama dan Hasil Belajar Pada Siswa Kelas
IV SDN 4 Calanggang, Skripsi, Bandung: Universitas Pasudan.
Fifien Dhesta Listiyana, 2015, Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Kedisiplinan, Budaya
Organisasi, Motivasi dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja
Pengengolaan Keuangan Daerah (Studi Pada Dinas Pendapatan,
Pengengolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Wonogiri), Skripsi, Jawa
Tengah: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hendy Septiyanto. 2016. Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Akutansi
Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengengolaan Keuangan Daerah
Terhadap Penilaian Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Kasus
Pemrintah Daerah Kota Surakarta), Skripsi, Jawa Tengah: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Lusi Widhiyanti Yanuaria. 2012. Strategi Pt. Kereta Api Indonesia (KAI) Dalam
Meningkatkan Pelayanan Transportasi Kerata Api Studi Kasus di Kantor
Daerah Operasi VII Madiun Periode 2009-2011, Skripsi, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Lusi Widhiyanti Yanuaria. 2012. Strategi Pt. Kereta Api Indonesia (KAI) Dalam
Meningkatkan Pelayanan Transportasi Kerata Api Studi Kasus di Kantor
Daerah Operasi VII Madiun Periode 2009-2011, Skripsi, Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
103
Ni Wayan Aliningsih S. 2015. Prevalensi Dan Faktor Risiko Stunting Pada Balita 2-5
Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Petang Ii, Kecamatan Petang, Kabupaten
Badung, Skripsi, Universitas Udayana: Bali.
Nola Sanda Rekysika. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Kerjasama Melalui
Kegiatan Kerja Kelompok di Kelompok A TK Negeri Trukan Siwates Kaligintung
Temon Kulon Progo, Skripsi, Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Paramita Anisa. 2012. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stunting
Pada Anak Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan Kalibaru Depok Tahun 2012,
Skripsi, Depok: UI.
Robeta Lintang Dwiwardani. 2017. Analisis Faktor Pola Pemberian Makan Pada Balita
Stunting Berdasarkan Teori Transcultural Nursing, Skripsi, Surabaya: Universitas
Airlangga.
Sri Hajijah Purba. 2019. Analisis Implementasi Kebijakan Penurunan Srunting Di Desa
Secangang Kabupaten Langkat, skripsi, Medan: UIN Sumatera Utara.
Vima Utya Cahyani. 2019. Analisis Faktor Pemberian Intervensi Gizi Spesifik Pada
Anak Usia 6-24 Bulan Dengan Kejadian Stunting Berbasis Transcultular Nursing,
Skrispi, Surabaya: Universitas Airlangga.
Artikel/Website :
Serambinews.com, “Aceh Peringkat Tiga Stunting”, diakses melalui
https://aceh.tribunnews.com/2019/03/04/aceh-peringkat-tiga-stunting, diakses
tanggal 03 Agustus 2020, pukul: 20:15.
Serambinews.com, “Simeulue Urutan 2 Stunting di Aceh Bupati Erli Hasyim Minta
Laporan Upaya Penurunan Daeri Dinkes“ diakses melalui
https://aceh.tribunnews.com/2019/11/12/simeulue-urutan-12-stunting-di-aceh-
bupati-erli-hasyim-minta-laporan-upaya-penurunan-dari-dinkes, tanggal 05
Agustus 2020, pukul 20:25.
Simeuluekab.go.id, “Pemerintah Kabupaten Simeulue” diakses melalui
http://simeuluekab.go.id/index.php/page/2/tentang-simeulue, tanggal 06 Agustus
2020, pukul 20:21.
Peraturan Perundang-Undangan :
Peraturan Bupati Simeulue Nomor 13 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan
Stunting Terintegrasi di Desa.
104
Surat Keputusan Bupati Simeulue Tentang Penetapan Desa Lokasi Fokus Intervensi
Pencegahan dan Penurunan Stunting Terintegrasi Kabupaten Simeulue.
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
Wawancara Dengan Informan :
Wawancara dengan Amiruddin, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat. Selasa,
15 September 2020. Pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Simeulue.
Wawancara dengan Nurhadini, selaku Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi.
Rabu,16 September 2020. Pukul 11.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten Simeulue.
Wawancara dengan Andri Ifani, selaku Kepala Sub Bidang Kesejahtraan Sosial
Bappeda. Kamis, 17 September 2020. Pukul 14.00 WIB di Kantor Bappeda.
Wawancara dengan Lilis, selaku Penanggung Jawab Gizi. Rabu, 16 September 2020.
Pukul 12.00 WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
Wawancara dengan Riswanto, selaku Staf Gizi. Rabu, 16 September 2020. Pukul 10.00
WIB di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue.
Lain-lain :
Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue, Kabupaten Simeulue dalam angka 2020
Badan Pusat Statistik Kabupaten Simeulue, Kabupaten Simeulue Dalam Angka 2018
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016.
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, 2018.
Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, 2017-2022.
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting), Periode 2018-2024.
Buletin Jendela dan Informasi Kesehatan, 2018, Topik Utama Situasi Balita
Pendek (stunting) di Indonesia Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI.
FOTO DOKUMENTASI PENELITIAN
Top Related