1
I. PENDAHULUAN
Rumahtangga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang menjadi salah satu
tolok ukur pembangunan, jadi kesejahteraan rumahtangga berarti juga kesejahteraan
masyarakat. Pemenuhan kebutuhan merupakan masalah ekonomi yang sangat penting bagi
setiap orang, karena menyangkut pada kesejahteraan rumahtangganya. Strategi bertahan
hidup (livelihood strategy) perlu diterapkan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Karet merupakan salah satu komoditi utama Indonesia, untuk ekspor maupun
kebutuhan dalam Negeri. Tanaman karet banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia seperti
di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan dan pulau lainnya baik diusahakan oleh perkebunan
Negara, Swasta maupun Rakyat. Tlompakan merupakan salah satu desa yang berpotensi
besar untuk tanaman industri karet yang menopang perekonomian masyarakat sekitar. Namun
potensi yang tersedia tidak sepenuhnya dimiliki oleh penduduk desa, sebab warga desa hanya
bertindak sebagai penggarap atau buruh. Pendapatan sebagai buruh relatif rendah dan
cenderung tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Dibukanya akses penggarapan warga pada lahan perkebunan karet didasarkan pada
PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) yang berlaku bagi setiap BUMN. Program ini
dimaksudkan agar perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan berkontribusi pada
kesejahteraan masyarakat setempat. PKBL perkebunan karet dilaksanakan dengan
mengangkat warga setempat dalam perekrutan karyawan, penyadap, dan mandor. Selain itu
memberi beasiswa bagi anak pegawai yang berprestasi dari tingkat SD hingga Perguruan
Tinggi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat desa ikut mengawasi keamanan kebun karet.
Berdasarkan hasil kajian di lapangan, ada beberapa temuan pokok tentang kehidupan
buruh penyadap karet di Desa Tlompakan yang perlu mendapat perhatian. Pertama, buruh
penyadap karet merupakan pekerjaan yang diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Kedua, buruh penyadap karet cenderung berpendidikan rendah. Ketiga, Upah yang diperoleh
habis dan kurang mencukupi kebutuhan rumahtangga. Keempat, masih ada budaya lokal
yang kurang mendukung, yaitu menikahkan anak perempuan diusia dini untuk meringankan
beban keluarga. Kelima, peran anggota keluarga adalah sumber penghasilan terpenting.
Keenam, ibarat “gali lubang tutup lubang” kehidupan mereka tidak lepas dari hutang.
2
Perekonomian yang semakin maju menuntut manusia untuk hidup lebih baik dari
sebelumnya. Meskipun menyadari perlu adanya perubahan atas keadaan sekarang, seringkali
buruh penyadap karet mengalami kesulitan untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan yang
ada. Potensi perubahan menggunakan sumber daya modal, sangat minimal karena tidak ada
surplus yang disisihkan. Oleh sebab itu mereka harus memutar otak, mencari alternatif lain
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Atas dasar tersebut peneliti
tertarik mengangkat topik permasalahan, “Bagaimana strategi buruh penyadap karet
mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi?”.
Agar informasi yang diperoleh sesuai tujuan, maka penelitian ini dibatasi pada
karakteristik dan kondisi ekonomi wilayah Desa Tlompakan Kecamatan Tuntang yang
terletak di Kabupaten Semarang. Informan yang dipilih yaitu: (1) rumahtangga yang bekerja
sebagai buruh penyadap karet. (2) buruh penyadap karet berstatus buruh tetap. (3)
rumahtangga sedapur yang terdiri dari suami, istri, anak, dan kerabat yang ditanggung.
Penelitian sebelumnya mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh Wahyudi (2007)
menunjukan, bahwa keluarga miskin di wilayah perkotaan cenderung menghadapi masalah
yang lebih berat dan kompleks. Sumberdaya alam di perkotaan umumnya tidak dapat
digunakan secara bebas, sistem kekerabatan lebih lemah, kondisi lingkungan lebih berat dan
berbahaya. Strategi bertahan hidup ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi
kesehatan fisik, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, serta dukungan
sosial dan materi. Sedangkan Kurniawan (2013), masyarakat desa memiliki strategi untuk
keberlangsungan hidupnya dengan menerapkan empat fungsi utama yang dikembangkan oleh
Parsons, yakni “AGIL” yang terdiri: Adaptation, dengan mengikuti kegiatan sosial ekonomi
dan bekerja sampingan. Goal Attainment, masyarakat berperilaku baik dan menjalin relasi
dengan pemerintah setempat. Integration, menjalin relasi sosial ekonomi dengan berinteraksi
dan bekerja sama dengan orang lain baik keluarga, masyarakat serta rekan kerja. Latency,
masyarakat memiliki peraturan dan mematuhi norma sosial yang ada dan bekerja sama
dengan tokoh masyarakat sekitar tempat tinggal. Sementara hasil penelitian Lempao (2014),
rumahtangga petani karet mengelola strategi nafkah dengan memanfaatkan sumberdaya yang
tersedia di desa untuk tetap bertahan hidup dalam kondisi kemiskinan atau dalam kondisi
normal untuk memperoleh pendapatan. Selain itu memanfaatkan modal sosial dengan
membangun hubungan baik dengan penduduk untuk meminimalkan resiko yang terjadi di
desa serta membantu mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi rumahtangga.
3
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tlompakan kecamatan Tuntang. Lokasi dipilih
karena di desa tersebut terdapat masyarakat yang tetap bertahan sebagai buruh penyadap
karet, walaupun pendapatan yang diterima cenderung tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penelitian ini terdiri dari 10 informan yang didasari oleh perbedaan aktivitas nafkah
rumahtangga. Sepuluh rumahtangga informan sudah dianggap cukup mewakili rumahtangga
buruh penyadap karet lainnya karena tipe dan aktivitas rumahtangga memiliki kesamaan.
Jenis data penelitian ini adalah data primer berupa cerita langsung dari para informan
penelitian, perilaku buruh penyadap karet dalam melakukan aktivitasnya, serta strategi untuk
mengatasi masalah ekonomi yang hadapi. Sedangkan metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif, karena pengumpulan data (jenis informasi) bersifat kualitatif.
Penelitian kualitatif peka terhadap informasi yang bersifat deskriptif dan berusaha
mempertahankan keutuhan objek yang diteliti. Sehingga dapat mendeskripsikan peristiwa
real di lapangan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara.
Hasil penelitian ini memberikan gambaran mengenai karakteristik rumahtangga buruh
penyadap karet yang lebih realistis, yang menjelaskan bagaimana buruh penyadap karet
merespon dan mengatasi permasalahan ekonomi yang dihadapi, hasil yang diperoleh, alasan
pengelolaan sumberdaya, pemanfaatan hubungan sosial, serta kondisi rumahtangga mereka.
Buruh penyadap karet memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering
mereka gunakan untuk mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi, yaitu bekerja serabutan,
beternak, pemanfaatan tenaga kerja keluarga. Sedangkan strategi sosial terlihat ketika mereka
mengatasi masalah ekonomi dengan meminjam uang kepada tetangga, Lembaga PKK dan
Arisan, hutang ke warung, bahkan ada juga yang hutang pada rentenir. Pilihan strategi nafkah
yang mereka kembangkan tersebut sangat menunjang kehidupan rumahtangga mereka.
II. HASIL TEMUAN LAPANGAN
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Desa Tlompakan merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Luas wilayah desa terdiri dari pemukiman (75,611 Ha),
4
pertanian (66.714 Ha), hutan (44.123 Ha) dan lain-lain (27,234 Ha)1. Komposisi penduduk
Desa Tlompakan bisa dikatakan heterogen karena terdiri dari berbagai etnis agama, tingkat
pendidikan, serta jenis mata pencaharian. Berdasarkan sensus tahun 2013, jumlah penduduk
desa sebanyak 2.776 jiwa (laki-laki 1.383 jiwa dan perempuan 1.393 jiwa) yang terdiri dari
732 kepala keluarga. Sebagian besar penduduk adalah warga asli Desa Tlompakan, yang
bermata pencaharian sebagai petani. Sedangkan jumlah orang yang bekerja sebagai buruh
penyadap karet tetap) berjumlah 23 orang dan 32 orang sebagai penyadap harian. Hal tersebut
berkaitan erat dengan tingkat pendidikan penduduk dan fasilitas pendidikan yang tersedia di
desa maupun kecamatan masih rendah. Berdasarkan data yang tercatat di kantor Desa
Tlompakan, jumlah penduduk yang tamat SMP sebanyak 891 orang, SD 881 orang, SMA
529 orang, dan Perguruan Tinggi 16 orang.
Desa Tlompakan terdiri dari lima dusun yaitu Kebondowo, Sombron, Krajan
Tlompakan, Semen dan Muludan, serta terbagi dalam 6 RW, masing-masing terdapat ketua
RW dan ketua RT yang bertugas mengurus kepentingan administratif dan sosial warganya.
Pak Sayuti sebagai ketua RW 01 Dusun Kebondowo, beliau selalu mengkoordinasikan
kegiatan desa kepada warganya untuk kepentingan gotong royong, rukun kematian, kerja
bakti membersihkan lingkungan, membuat saluran air bersih dan sebagainya. Mereka juga
sering berkumpul pada acara peringatan kalendar ritual keagamaan, nasional dan merti desa
(pesta desa). Masyarakat Desa Tlompakan mudah diajak gotong royong asalkan diberitahu
dan diberi contoh terlebih dahulu oleh ketua RT atau RW setempat. Terkhusus masyarakat
buruh penyadap karet, yang mana mereka mempunyai waktu luang cukup leluasa setelah
bekerja. Biasanya kegiatan ini dilakukan sebagian kecil warga yang berada di rumah, sebab
sebagian besar sedang bekerja. Hal ini tidak menjadi masalah bagi warga yang ikut bergotong
royong, karena mereka memahami kesibukan masing-masing. Warga yang tidak hadir karena
sedang bekerja atau alasan lain biasanya memberi bantuan berupa uang, makanan atau
minuman sebagai pengganti tenaga. Bahkan ada tenaga pengganti orang yang bersangkutan.
Buruh penyadap karet Desa Tlompakan selalu menjaga hubungan yang baik dengan
para tetangganya. Seperti yang dilakukan oleh keluarga Pak Yono ketika mesin sanyo
sumurnya rusak, hampir setiap hari anggota keluarganya menumpang mandi di rumah Bu
Nunik tetangganya. Dengan senang hati, keluarga Bu Nunik memberi tumpangan. Tidak lain
1Sumber : Data Kependudukan Desa Tlompakan 2013-2014
5
halnya denga Pak Sari warga baru desa setempat, ketika ia baru pindah dan membangun
rumah di desa tersebut, ia mengantarkan nasi kuning kepada para tetangganya untuk
membangun silahturahmi. Jika ada tetangga yang melewati rumahtangga lain, tidak jarang
ada suara sapaan dari dalam rumah untuk mengajak singgah. Ajakan untuk singgah dari tuan
rumah walau itu basa-basi tetap merupakan bentuk keakraban sesama warga. Hubungan
sosial tersebut membuat mereka akrab mengenal satu sama lain, bahkan mereka memahami
benar siapa saudara, rupa, asal usul, sampai pekerjaan yang digeluti. Begitu pula dengan Bu
Jiah setiap kali anaknya pulang bekerja, ia selalu membawa cumi-cumi. Buah tangan tersebut
tidak mereka habiskan sendiri, tetapi juga dibagikan kepada tetangga terdekatnya.
Jarak antar desa sudah diperkeras dengan aspal, namun fasilitas angkutan antar desa
belum memadai. Di desa tersebut terdapat 2 buah sekolah dasar dan 1 buah taman kanak-
kanak yang letaknya dekat dengan kantor kelurahan. Biasanya anak-anak buruh penyadap
karet berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki dengan waktu tempuh 10-20 menit. Untuk
pendidikan tingkat SMP dan SMA jaraknya jauh dari Desa Tlompakan. Sedangkan angkutan
desa hanya ada satu, yang tersedia pada jam berangkat dan pulang sekolah. Diluar jam
tersebut angkutan tidak ada sama sekali. Di Desa Tlompakan tidak terdapat pasar, untuk
mendapatkan makanan dan sayuran mereka beli di warung atau penjual keliling.
MATA PENCAHARIAN BURUH PENYADAP KARET
Buruh penyadap karet merupakan pekerjaan warisan turun-temurun, jadi mereka
meneruskan pekerjaan dari orang tuanya. Seperti Pak Nasri yang sudah 31 tahun bekerja
sebagai buruh penyadap karet. Dulu orang tuanya juga bekerja sebagai buruh penyadap
karet. Karena desakan ekonomi orang tua, Pak Nasri putus sekolah di bangku kelas empat
SD. Sejak saat itu ia membantu mengasuh kedua adiknya yang masih berumur 1 dan 5 tahun,
sementara orang tuanya bekerja. Diusianya ke-16 tahun, ia bekerja sebagai buruh penyadap
karet sesuai saran orang tuanya. Bahkan kini anaknya juga bekerja di perkebunan karet.
Begitu pula dengan Pak Ginarno, dulu orang tuanya juga buruh penyadap karet kini beliau
dan ke empat saudaranya juga bekerja sebagai buruh penyadap karet. Tidak lain halnya
dengan keluarga Pak Parno dan Pak Paino, anak mereka tidak melanjutkan ke SMP dan lebih
memilih untuk bekerja sebagai buruh penyadap karet.
Walaupun pendidikan merupakan hal yang sangat penting, tetapi buruh penyadap
karet tidak mengenyam pendidikan sebagaimana mestinya. Besar upah yang diterima,
6
membuat mereka tidak terlalu berani menyekolahkan anak ke tataran lebih lanjut. Padahal
pendidikan adalah kunci sukses untuk bisa makan, minum, memiliki sandang dan papan. Hal
terpenting adalah niat dan kemauan untuk berubah. Berubah dari kebodohan menjadi pandai
dan miskin menuju kaya yang semuanya itu bisa diraih melalui pendidikan. Tidak hanya
orang tua buruh penyadap karet yang berpendidikan rendah. Bahkan anak-anak merekapun
tidak mengenyam pendidikan sebagaimana mestinya. Seperti anak Pak Parno, Pak Paimun,
Pak Gino dan Pak Suwidi yang putus sekolah di bangku SMP. Begitu pula dengan anak Pak
Parno, bahkan kini anaknya ikut bekerja sebagai buruh penyadap karet. Tidak lain halnya
dengan anak Pak Paino, kedua anaknya bahkan hanya mengenyam bangku sekolah di SD.
Menurutnya tidak hanya anak-anak dari keluarga mereka yang putus sekolah. Banyak anak
dari buruh penyadap karet lainnya yang juga tidak mengenyam bangku pendidikan. Mereka
lebih nyaman jika anak bekerja membantu orang tua mencari pendapatan. Karena pendidikan
tentunya memerlukan biaya tambahan yang sulit mereka peroleh.
Pekerjaan sebagai buruh penyadap karet hanya memerlukan waktu kerja 7-9 jam
sehari. Jadi setelah bekerja mereka dapat melakukan kegiatan sampingan seperti bercocok
tanam, beternak atau lainnya. Setiap penyadap karet mempunyai 3 hanca (daerah sadapan)
yang terbagi menjadi hanca A, B, dan C. Jadi setiap pohon karet disadap secara bergiliran
tiga hari sekali. Setiap kebun (afdeling) diawasi oleh mandor yang setiap saat memantau
keadaan kebun dan memberi teguran pada penyadap karet yang melakukan kesalahan.
Sesuai aturan kerja, buruh penyadap karet mulai aktivitasnya menjelang pukul 02.00
karena waktu itulah paling baik dilakukan penyadapan. Buruh yang rumahnya jauh dari
hanca biasanya berangkat lebih pagi, karena mereka mempunyai tanggungan 350-400 pohon
karet per hanca. Seperti halnya Pak Paino, dengan berjalan kaki butuh waktu 15 menit untuk
sampai ke hanca. Begitu pula Mas Parjan yang merupakan buruh penyadap baru, ia belum
mahir melakukan penyadapan sehingga berangkat lebih pagi dari buruh sadap lainnya karena
takut pekerjaannya tidak selesai tepat waktu. Pukul 09.00 mereka berangkat ketempat
penyadapan lagi untuk mengambil hasil tetesan getah karet (latex). Saat proses pengambilan
latex inilah biasanya mereka dibantu oleh istri atau anggota keluarga yang tidak bekerja.
Hasil latex tersebut disetor ke gudang dengan cara dipikul, namun ada juga yang mengangkut
menggunakan sepeda motor. Biasanya mereka adalah buruh penyadap baru atau muda yang
tidak kuat memikul latex. Hasil latex yang diperoleh tidak pasti sekitar 30-60kg per hanca.
Hal tersebut dipengaruhi proses penyadapan yang salah atau juga oleh cuaca. Saat kemarau
7
latex sedikit menetes, sedangkan saat musim penghujan latex menetes banyak. Tetapi jika
latex bercampur dengan air maka tidak bisa disetor ke gudang.
Sistem pemberian upah buruh penyadap karet dilakukan satu bulan dua kali yaitu gaji
diberikan setiap tanggal 4 dan uang muka (UM) yang diterima setiap tanggal 17 sebagai ganti
biaya penerangan listrik atau baterai. Buruh yang masuk kerja hari minggu dianggap lembur
dan hasil latexnya dihitung per kilogram. Selain itu ada bonus premi produksi (jika ada
kelebihan target produksi per bulan) dan premi kualitas berdasarkan hasil sadapan.
Tabel 1. Upah Buruh Penyadap Karet per Bulan
Upah Jumlah (Rp)
Gaji (Tanggal 4) 40.000 per hari
Uang Muka (Tanggal 17) Max 200.000
Lembur Hari Minggu (Sistem Borong) 5.000 per kg latex kering
Bonus Premi Produksi 5.000 per kg latex kering
Bonus Premi Kualitas ± 1.000 per hari
Sumber : Diolah dari data primer
PENGELUARAN RUMAHTANGGA BURUH PENYADAP KARET
Pengeluaran rumahtangga merupakan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua
anggota rumahtangga, yang terdiri dari pengeluaran pangan dan non pangan. Dalam kondisi
seimbang, total pendapatan seharusnya merupakan total dari pengeluaran dan tabungan2.
Dengan kata lain jika total pengeluaran kurang dari total pendapatan, maka sisanya bisa
ditabung sebagai cadangan kebutuhan bersifat mendesak.
Pola konsumsi rumahtangga merupakan salah satu indikator kesejahteraan
rumahtangga. Semakin tinggi tingkat penghasilan rumahtangga, maka semakin kecil proporsi
pengeluaran untuk makan terhadap seluruh pengeluaran rumahtangga. Dengan kata lain
rumahtangga semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan lebih kecil
dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan (Data Statistik Indonesia, 2014).
Pengeluaran pangan rumahtangga buruh penyadap karet lebih besar dari pengeluaran
non pangan rumahtangga yaitu 56,1% pangan dan 43,9% non pangan, ini berarti tingkat
kesejahteraan rumahtangga buruh penyadap karet masih rendah. Dalam keadaan seperti ini
rumahtangga lebih mempriotiskan tercukupinya kebutuhan dasar dahulu yakni kebutuhan
2Http://staff.unila.ac.id/sigit/files/2012/06/teori-konsumsi.pdf
8
pangan yang berguna untuk mengatasi rasa lapar, dan jika kebutuhan pangan sudah terpenuhi
baru memenuhi kebutuhan non pangan. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya berlaku di
lokasi penelitian. Pada keluarga Pak Ginarno, Pak Yono dan Pak Diyono proporsi
pengeluaran pangan lebih rendah dari non pangan, hal ini terkait adanya pengeluaran untuk
kredit. Pada kondisi tersebut berlaku Hukum Engel, bahwa proporsi dari total pengeluaran
yang dialokasikan untuk pengeluaran pangan akan berkurang seiring meningkatnya
pendapatan. Yang menarik dari keluarga ini adalah adanya pergeseran peran dalam
rumahtangga. Peran istri di sektor domestik seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan
lainnya dilakukan oleh suami ketika istri bekerja diluar rumah. Widodo (2012) Pergeseran
peran perempuan sering disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi rumahtangga. Kontribusi
perempuan dalam rumahtangga diperoleh melalui kegiatan produktif yang mereka lakukan.
9
Tabel 2
Persentase Pengeluaran Rumahtangga Buruh Penyadap Karet
Desa Tlompakan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, 2014
Jenis Pengeluaran Bp.
Paimun
Bp.
Ginarno
Bp.
Paino
Bp.
Yono
Bp.
Podho
Bp.
Han
Bp.
Parno
Bp.
Suwidi
Bp.
Diyono
Bp.
Nasri Rata-Rata
Pengeluaran Pangan 53,5 42,4 75,1 49,1 57,2 68,7 77,3 56,1 37,1 44,2 56,1
Beras 12,8 18,8 17,7 14 10,9 6,5 18,9 23,2 17,9 10,3 15,6
Lauk Pauk 47,9 35,2 37,9 43,8 37,7 30,5 28,4 49,2 44,7 38,7 39,5
Bumbu Dapur 7,3 9,0 8,5 7,9 10,2 5,7 5,5 9,9 8,5 8,1 8,1
Gula/Kopi/Teh/Susu 6,2 11,7 7,4 8,4 10,6 5,4 10,2 4,9 2,2 4,9 7,4
Rokok/Tembakau 18,4 13,5 14,2 11,2 26,7 46,8 29,8 10,5 25,7 7,3 21,8
Mie Instan 7,5 11,7 14,2 14,6 3,9 5,1 7,1 2,3 1,1 6,4 7,5
Pengeluaran Non Pangan 46,5 57,6 24,9 50,9 42,8 31,3 22,7 43,9 62,9 55,8 43,9
Listrik 8,6 3,5 9,5 4,7 7,0 8,9 14,5 2,9 2,2 4,5 6,7
Gas 2,1 2,0 6,5 1,6 2,4 5,1 - - 0,7 1,7 2,8
Air Bersih 2,5 0,9 3,8 1,9 3,5 3 6,4 1,2 0,4 1 2,5
Kebersihan Diri 5,6 1,6 6,9 2,5 4,9 5,4 7,6 3,7 1,5 5,5 4,3
Biaya Anak Sekolah 1,2 0,6 1,9 0,9 1,4 1,5 - - 0,4 49,6 1,9
Uang Jajan Anak 55,2 22,5 28,6 22,6 54,6 44,6 - 69,8 19,7 24,8 39,2
Cicilan Kredit - 43,8 - 51,7 - - - - 65,8 - 63,5
Pulsa 8,6 8,6 11,4 2,8 7 4,5 19,3 8,1 3,5 7,4 8,1
Hajatan Dan Sumbangan Sosial 7,6 4,6 11,4 4,7 9,4 11,5 18,4 6,1 2,6 5,6 8,2
Pemeliharaan Kendaraan Dan Bensin 8,6 12,1 20 6,6 9,8 15,6 33,8 8,1 3,1 10,4 12,7
Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : Diolah dari data primer
10
Gambar 1
Pengeluaran Rumahtangga Buruh Penyadap Karet
Desa Tlompakan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, 2014
Sumber : Diolah dari data primer
Beras
16%
Lauk Pauk
40% Bumbu dapur
8%
Gula/kopi/teh
/susu
7%
Rokok/temba
kau
22%
Mie instan
7%
Persentase Rata-rata Pengeluaran Pangan Per
Bulan
Listrik
4%
Gas
2%
Air bersih
2% Kebersihan diri
3% Biaya anak
sekolah
1%
Uang jajan anak
26%
Cicilan kredit
42%
Pulsa
5%
Hajatan dan
sumbangan
sosial
6%
Pemeliharaan
kendaraan dan
bensin
9%
Persentase rata-rata pengeluaran non pangan per bulan
11
Tabel 3
Pengeluaran Pangan Rumahtangga Buruh Penyadap Karet Per Kapita
Desa Tlompakan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, 2014
(dalam persen per bulan)
Jenis Pengeluaran Bp.
Paimun
Bp.
Ginarno
Bp.
Paino
Bp.
Yono
Bp.
Podho
Bp.
Han
Bp.
Parno
Bp.
Suwidi
Bp.
Diyono
Bp.
Nasri Rata-Rata
Pengeluaran Pangan 13,39 8,47 12,51 9,82 19,08 22,90 25,76 11,22 7,41 11,05 14,16
Beras 1,71 1,59 2,22 1,38 2,08 1,49 4,88 2,61 1,32 1,50 2,08
Lauk Pauk 6,41 2,99 4,75 4,30 7,19 6,99 7,32 5,52 3,31 5,64 5,44
Bumbu Dapur 0,98 0,76 1,06 0,78 1,95 1,32 1,41 1,11 0,63 1,19 1,12
Gula/Kopi/Teh/Susu 0,83 1 0,93 0,83 2,02 1,23 2,63 0,55 0,16 0,71 1,09
Rokok/Tembakau 2,46 1,14 1,78 1,10 5,09 10,71 7,68 1,18 1,90 1,06 3,41
Mie Instan 1 1 1,78 1,43 0,75 1,16 1,83 0,26 0,08 0,94 1,02
Total 939.400 1.276.900 1.581.400 1.026.900 955.300 1.474.800 1.055.900 1.097.400 1.343.100 881.800 1.163.290
Sumber : Diolah dari data primer
12
Pengeluaran Pangan
Proporsi pengeluaran pangan merupakan persentase banyaknya pengeluaran pangan
dibanding besarnya pengeluaran total. Rumahtangga dengan pendapatan kecil seperti buruh
penyadap karet lebih memusatkan pengeluarannya untuk memenuhi kebutuhan pangan secara
kuantitas, sedangkan aspek pendidikan kurang dipertimbangkan. Tabel 3 pada golongan
pangan, proporsi pengeluaran untuk lauk pauk lebih besar dari beras. Hal tersebut
dikarenakan harga beras yang cenderung lebih murah karena mendapat subsidi dari
pemerintah. Sedangkan pengeluaran lauk pauk besar karena saat ini terdapat berbagai macam
jenis lauk pauk yang disediakan oleh penjual. Selain beras, mereka juga mengkonsumsi
makanan jadi berupa mie instan. Mie menjadi alternatif pemenuhan kebutuhan selain nasi
karena dianggap lebih praktis dan mudah diperoleh di warung terdekat.
Semua kepala rumahtangga informan adalah perokok aktif. Pengeluaran rokok besar
karena harga rokok mahal. Jenis rokok yang sering dikonsumsi adalah kretek dan tembakau,
karena harganya dianggap lebih murah dari jenis rokok filter. Rata-rata informan habis satu
bungkus rokok per hari. Namun Pak Han dalam sehari habis dua bungkus rokok, hal ini
ditunjukan pada persentase pengeluaran rokoknya yang paling besar dari informan lain.
Minyak goreng biasa digunakan untuk menggoreng lauk dan menumis bumbu (garam,
merica, terasi, vetsin, penyedap rasa, kecap, bawang merah, bawang putih, cabai dan
lainnya). Bawang merah dan bawang putih adalah pengeluaran terbanyak setelah minyak
goreng, karena kedua jenis ini diperlukan disetiap masakan dan dalam jumlah lebih banyak
dari jenis bumbu lainnya. Selain itu harga bawang merah dan bawang putih cukup mahal.
Minuman merupakan pengeluaran yang dikonsumsi rutin setiap hari. Pagi sebelum
berangkat bekerja dan sore hari sebagai penghangat badan serta teman ngobrol. Dari jenis
tersebut, gula adalah pengeluaran terbanyak yang sering digunakan sebagai pelengkap teh,
kopi danbumbu dalam masakan. Rumahtangga yang mengkonsumsi susu hanya yang
mempunyai anak balita yaitu keluarga Pak Yono dan Pak Paino.
13
Tabel 4
Pengeluaran Non Pangan Rumahtangga Buruh Penyadap Karet Per Kapita
Desa Tlompakan Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, 2014
(dalam persen per bulan)
Jenis Pengeluaran Bp.
Paimun
Bp.
Ginarno
Bp.
Paino
Bp.
Yono
Bp.
Podho
Bp.
Han
Bp.
Parno
Bp.
Suwidi
Bp.
Diyono
Bp.
Nasri
Rata-
Rata
Pengeluaran Non Pangan 11,61 11,53 4,15 10,18 14,26 10,43 7,57 8,78 12,59 13,95 10,51
Listrik 1 0,40 0,40 0,48 1 0,93 1,10 0,26 0,28 0,56 0,64
Gas 0,24 0,23 0,27 0,16 0,34 0,53 - - 0,09 0,21 0,21
Air Bersih 0,28 0,10 0,16 0,19 0,50 0,31 0,49 0,10 0,05 0,13 0,23
Kebersihan Diri 0,66 0,19 0,28 0,26 0,70 0,56 0,57 0,33 0,19 0,69 0,44
Biaya Anak Sekolah 0,14 0,07 0,08 0,10 0,20 0,16 - - 0,06 6,26 0,71
Uang Jajan Anak 6,41 2,59 1,19 2,30 7,79 4,66 - 6,13 2,48 3,13 3,67
Cicilan Kredit - 5,04 - 5,26 - - - - 8,28 - 1,86
Pulsa 1 1 0,47 0,29 1 0,47 1,46 0,72 0,44 0,94 0,78
Hajatan dan Sumbangan
Sosial 0,88 0,53 0,47 0,48 1,34 1,20 1,39 0,53 0,33 0,71 0,79
Pemeliharaan Kendaraan
Dan Bensin 1 1,39 0,83 0,67 1,40 1,63 2,56 0,72 0,39 1,32 1,19
Total 815.000 1.737.000 525.000 1.064.000 714.000 672.000 310.500 859.000 2.280.000 1.114.000 1.009.050
Sumber : Diolah dari data primer
14
Pengeluaran Non Pangan
Khusus untuk pemenuhan kebutuhan makan keluarga buruh penyadap sudah dapat
dikategorikan cukup, namun untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan anak masih sangat
terbatas. Pendidikan masih dianggap sebagai kebutuhan istimewa yang tidak harus dipenuhi
saat ini, terlebih jika anak ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Dari 10
informan, hanya keluarga Pak Nasri yang menyekolahkan anaknya sampai ke Perguruan
Tinggi, hal tersebut didukung dengan persentase pengeluaran biaya sekolah anak yang tinggi
yaitu 6,26%. Menurutnya dengan menyekolahkan anak diharapkan masa depan anak akan
menjadi lebih baik dari orang tua walaupun dengan keterbatasan biaya yang mereka miliki.
Sedangkan pada keluarga Pak Parno tidak ada biaya sekolah anak, karena anaknya putus
sekolah di tingkat SMP, begitu pula pada keluarga Pak Suwidi.
Jumlah anak sekolah dianggap tidak membebani orang tua karena biaya sekolah di
tingkat SD dan SLTP gratis, kecuali biaya pendidikan pada tingkat SMA dan Perguruan
Tinggi. Sedangkan jumlah anak dalam keluarga sangat membebani pengeluaran, seperti pada
keluarga Pak Paimun, Pak Podho dan Pak Suwidi. Pemberian uang jajan anak dilakukan rutin
setiap hari, bahkan mereka memberi dua kali sehari baik untuk jajan di sekolah maupun
dirumah. Walaupun libur sekolah, uang jajanpun tetap diberikan.
Pengeluaran kredit sepeda motor dilakukan beberapa rumahtangga yaitu Pak Diyono,
Pak Ginarno dan Pak Yono. Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase pengeluaran kredit
justru lebih besar dari persentase total pengeluaran pangan. Hal ini kredit dianggap sangat
membebani pengeluaran rumahtangga. Besar pengeluaran kredit memaksa mereka untuk
mengurangi konsumsi makan, karena kredit merupakan pengeluaran yang bersifat wajib. Jika
lalai membayar makamereka harus menanggung bunga pinjaman yang tinggi, yang akan
semakin membebani pengeluaran. Kepemilikan kendaraan bermotor menjadi hal lumrah pada
rumahtangga, yang sering digunakan untuk mengangkut latex, rumput dan sebagainya.
Sumber penerangan rumahtangga diperoleh dari berlangganan PLN. Sumber
penerangan listrik keluarga Pak Suwidi paling rendah yaitu 0,26%, karena listrik keluarganya
masih menyalur ke tetangga. Jadi setiap bulan Pak Suwidi memberi sumbangan ke tetangga
sebagai ganti rugi penggunaan listrik. Sedangkan penggunaan kayu bakar sering mereka
gunakan untuk memasak, walaupun sudah ada konversi minyak tanah ke LPG. Kayu bakar
15
bisa menghemat pengeluaran, selain itu masakannya dianggap lebih nikmat. Seperti keluarga
Pak Suwidi dan Pak Parno yang sama sekali tidak menggunakan LPG untuk memasak.
Biaya sosial meliputi sumbangan kumpulan RT/RW, acara pernikahan, khitanan,
kematian, perayaan agama, perayaan adat dan lainnya. Mereka beranggapan bahwa
sumbangan yang mereka berikan adalah tabungan yang suatu saat akan kembali ketika
mereka punya acara yang sama. Besar pengeluaran untuk keperluan sosial bagi setiap
rumahtangga tidak sama, tergantung kemampuan masing-masing individu. Untuk biaya
kesehatan, mereka memperoleh jaminan kesehatan dari perusahaan perkebunan.
Pengeluaran lain yang tidak masuk dalam pengeluaran adalah pengeluaran untuk
sandang (pengeluaran untuk pakaian, alas kaki, tutup kepala), barang tahan lama (fasilitas
rumahtangga, alat dapur, alat hiburan), pajak dan asuransi, serta pengeluaran untuk pesta atau
upacara desa. Rumahtangga penyadap karet tidak membeli pengeluaran tersebut dalam kurun
waktu satu bulan melainkan dalam waktu satu tahun itupun jika mereka memiliki uang.
DEFISIT ANGGARAN RUMAHTANGGA
Umur rata-rata informan adalah 40-50 tahun. Umur tersebut masih dikelompokkan
dalam masa produktif, yang berarti buruh penyadap karet masih bisa mengerjakan
pekerjaannya dengan maksimal. Besar pendapatan yang diterima informan tidak sama
tergantung pada kerajinan mereka masuk bekerja, lembur dan jumlah latex yang diperoleh.
Tabel 5 pendapatan Pak Yono paling sedikit dari informan yang lainnya karena Pak Yono
sering bolos bekerja karena bangun kesiangan. Sedangkan Pak Han tergolong pekerja yang
rajin masuk kerja dan sering lembur.
Tabel 5
Selisih Pendapatan Dan Pengeluaran Rumahtangga Buruh Penyadap Karet
(dalam ribu rumpiah per bulan)
Keterangan Bp.
Paimun
Bp.
Ginarno
Bp.
Paino
Bp.
Yono
Bp.
Podho
Bp.
Han
Bp.
Parno
Bp.
Suwidi
Bp.
Diyono
Bp.
Nasri
Pendapatan 1.400 1.350 1.300 1.000 1.400 1.550 1.100 1.200 1.300 1.450
Pengeluaran 1.754 3.013 2.106 2.090 1.669 2.146 1.366 1.956 3.623 2.172
Jumlah -354 -1.663 -806 -1.090 -269 -596 -266 -756 -2.323 -722
Sumber : Diolah dari data primer
terkadang bermain judi
16
Tabel 5 menunjukkan bahwa total pengeluaran rumahtangga lebih besar dari total
pendapatan, sehingga usaha pembentukan modal dalam bentuk tabungan belum bisa
dilaksanakan. Tidak terpenuhinya anggaran rumahtangga sering terjadi karena adanya
keinginan mengkonsumsi barang dan jasa untuk kebutuhan pokok yang tidak dapat ditunda,
kewajiban membayar kredit, kebiasaan menghabiskan uang, tingkat pendidikan, dan jumlah
anggota keluarga yang cukup banyak (3-6orang). Semakin banyak anggota keluarga, maka
kebutuhan pangannya lebih banyak. Menurut Sadiyah (2012), jumlah anggota rumahtangga
mempengaruhi kemiskinan. Alasannya jumlah tanggungan keluarga yang banyak, dapat
disebabkan oleh banyak anak, ada anggota keluarga yang tidak produktif (usia lanjut atau
alasan lain) dan kesulitan memperoleh pekerjaan bagi anggota keluarga usia produktif.
STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA BURUH PENYADAP KARET
Salah satu pendekatan untuk memahami kehidupan ekonomi rumahtangga di
pedesaan adalah menggunakan strategi mata pencaharian (livelihood strategies). Pendekatan
ini tidak hanya berbicara mengenai pendapatan dan pekerjaan tetapi lebih memahami tentang
upaya yang dilakukan masyarakat dalam mencapai penghidupan yang memadai, bagaimana
masyarakat mengelola aset-aset kehidupan yang tersedia, mensikapi perubahan yang terjadi
dan menentukan prioritas untuk mempertahankan atau memperbaiki hidup (Lempao, 2014).
Kebutuhan jangka pendek manusia adalah pangan, dan kebutuhan jangka panjangnya
adalah kesejahteraan. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan jangka pendek meyebabkan
mereka masuk kedalam jurang kemiskinan, dalam hal ini ekonomi rumahtangga mereka
berada pada kondisi berbahaya karena pemenuhan kebutuhan akan semakin kritis bila tidak
dicari alternatif atau solusi dalam mengatasi masalahnya (Agbanlahor, 2011). Pada penelitian
ini masing-masing buruh penyadap karet memiliki strategi untuk menutup kekurangan serta
mempertahankan roda perekonomiannya.
Mengurangi Biaya Konsumsi Dengan Memanfaatkan Sumberdaya Alam
Buruh penyadap karet cenderung mempunyai semangat tinggi dalam
mempertahankan hidup. Dengan tingkat kehidupan yang layak, mereka lebih memperhatikan
pendapatan dan pengeluaran. Dari pengeluaran mereka menghemat biaya konsumsi yang
dianggap tidak terlalu penting, seperti menghemat biaya LPG dengan memanfaatkan kayu di
perkebunan sebagai bahan bakar memasak. Jenis kayu yang dicari adalah ranting pohon karet
yang mengering, atau jenis pohon karet yang sudah mati. Selain kayu, mereka juga mencari
17
cangkok3 dan biji karet. Cangkok juga digunakan sebagai bahan bakar memasak, sedangkan
biji karet dijual ke tengkulak seharga Rp 2.500,00 per kilogram. Kegiatan tersebut mereka
lakukan pada sore hari ketika persediaan kayu bakar mulai menipis. Dalam sehari mereka
bisa mengumpulkan tiga ikat kayu bakar dan satu karung cangkok bercampur biji karet.
Pengelolaan Lahan Dengan Menanam Beragam Tanaman
Rata-rata buruh penyadap karetmemiliki lahan sempit di pekarangan atau belakang
rumah. Dengan keterbatasan yang ada, mereka bisa mengoptimalkan fungsi lahannya dengan
menanam jenis buah-buahan. Buah mangga dan rambutan cenderung menonjol, hampir setiap
rumah memiliki tanaman buah tersebut. Jika hasil buahnya lebat, biasanya mereka jual
dengan sistem tebas4 kepada pedagang buah. Namun jika hasilnya sedikit biasanya mereka
konsumsi sendiri dan dibagikan kepada saudara atau tetangga terdekat. Selain buah-buahan,
tanaman sayuran seperti sawi, kacang panjang, terong dan tanaman berumur singkat lainnya
menjadi pilihan karena perawatannya tidak rumit, cepat menghasilkan, serta menghemat
pengeluaran sayuran. Penanaman singkong juga sering dilakukan karena tanaman tersebut
mempunyai banyak kegunaan, dari daun sampai singkong yang bisa dijual dan dikonsumsi,
bahkan mereka sering menggunakannya untuk kombor5 sapi. Namun tidak semua jenis
tanaman mereka tanam. Ada beberapa jenis tanaman yang tidak sengaja tumbuh dengan
sendirinya, seperti cabai, tomat, pepaya dan yang lainnya. Tanaman tersebut tumbuh ketika
mereka membeli cabai atau tomat berlebihan dan tidak habis dikonsumsi yang akhirnya
membusuk. Cabai dan tomat yang busuk dan terbuang tersebut dengan sendirinya tumbuh
menjadi pohon yang menghasilkan. Pemanfaatan lahan tersebut tidak dianggap sebagai
kegiatan ekonomi untuk mencari keuntungan, tetapi sekedar mencukupi kebutuhan.
Pak Nasri memiliki ladang seluas sekitar 20 meter persegi. Dulunya tanah tersebut
dimanfaatkan untuk tanaman padi, yang hasilnya mereka konsumsi sendiri. Sehingga dapat
menguragi biaya pengeluaran untuk membeli beras, namun sudah 10 tahun ini lahan yang
tadinya ditanami padi sekarang menjadi kebun karet. Menurutnya kelak pohon karet lebih
menghasilkan dibandingkan padi, karena pohon karetbisa dipanen setiap hari walau butuh
waktu lama untuk menunggu pohonnya tumbuh besar yaitu sekitar 5-10 tahun. Sedangkan
padi butuh waktu beberapa bulan untuk memanen, itupun resikonya lebih besar, bisa saja
3Cangkok adalah tempurung biji karet
4Sistem Tebas adalah menjual hasil pertanian yang masih berada di kebun. Dengan harga sesuai kesepakatan
antara kedua belah pihak. Baik pembeli atau penjual sama-sama tidak tahu ukuran barang dagangan. 5Kombor adalah proses penggemukan ternak sapi menggunakan singkong dan garam yang diolah
18
gagal panen karena cuaca yang buruk atau diserang hama. Tidak hanya perkebunan saja yang
mereka manfaatkan, bahkan pekarangan merekapun memiliki nilai ekonomi. Beberapa buruh
penyadap karet sengaja memanfaatkan pekarangan mereka untuk ditanami sayuran.
Tabel 6. Pendapatan Dari Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Jenis
Lahan Pelaku Luas Hasil Utama
Hasil
Perolehan
Harga
(Rp)
Waktu
Perolehan
Kontribusi
terhadap
rumahtangga
Kebunan
karet
Semua
Informan
Kayu Bakar 3 ikat 5.000/ikat 1 hari Bahanbakar
memasak
sebagai ganti
LPG
Cangkok Dikonsumsi sendiri
6 bulan Biji Karet
10kg /
minggu 2.500/kg
Kebun milik
sendiri
Pak Nasri 4m x 6m
Kelapa 10 biji 3.000/biji 1 tahun Konsumsi
pangan
(bumbu
masak dan
sayuran) dan
non pangan
(bahan dasar
pembuatan
bangunan)
Sengon 5 pohon 1,5 juta
/pohon 10 tahun
Talas Dikonsumsi sendiri 1 tahun
Jahe 15 kg 8.000/kg 1 tahun
200m2 Karet 6 kg 6.000/kg
6 Setiap hari
Pak Yono 150m2
Singkong tebas 80.000 1 tahun
Kelapa 15 biji 3.000/biji 1 bulan
Talas Dikonsumsi sendiri 1 tahun
Pekarangan
Pak Yono 4m x 5m Rambutan Dikonsumsi sendiri
1 tahun Konsumsi
pangan
(menghemat
pengeluaran
untuk
sayuran) dan
sebagai
strategi sosial
untuk
menjalin
hubungan
baik dengan
tetangga.
Mangga tebas 75.000
Pak Nasri 6m x 8m
Rambutan Dikonsumsi sendiri
Cabai rawit 3 kg 20.000/kg 6 bulan
Terong 6kg 4.000/kg 5 bulan
Sawi 20 Ikat 2.500/ikat 2 bulan
Tomat 3 kg 7.000/kg 6 bulan
Pak
Podho 3m x 5m Rambutan
Dikonsumsi sendiri 1 tahun
Pak
Diyono 5m x 4m
Cabai rawit 1 kg 20.000/kg 6 bulan
Talas
Dikonsumsi sendiri
Rambutan
Pak
Ginarno 3m x 5m Rambutan
Pak
Paimun 2m x 6m Rambutan
Sumber : Diolah dari data primer
Perkiraan harga dan jumlah uang dapat berubah karena produk ditentukan oleh
kualitas dan kuantitas hasil serta perubahan harga pasar.
Memelihara Ternak
Peternakan berperanan penting sebagai sumber pendapatan tambahan, yang umumnya
mereka peroleh dari warisan orang tua. Jenis ternak tersebut adalah sapi, kambing dan ayam.
Bagi yang tidak memiliki ternak, biasanya mereka merawat ternak milik orang lain
6 Dijual ke tengkulak
19
(nggadoh) untuk proses penggemukan. Dengan sistem bagi hasil sebesar 60% untuk
penggadoh dan 40% untuk pemilik ternak. Dalam hal ini penggadoh memperoleh bagian
lebih besar dari pemilik ternak karena 20% dari hasil, sebagai biaya pengganti penggemukan
untuk membeli dedak7, singkong dan garam grosok. Dalam kerja sama ini dibutuhkan rasa
saling percaya antara pemilik ternak dan penggadoh. Pembelian sapi biasanya dilakukan pada
bulan apit8 karena pada saat itu harga sapi relatif murah, dan menjualnya menjelang bulan
Idul Qurbanatau Maulud Nabi, pada saat itu harga sapi mahal karena banyak masyarakat
yang membutuhkan hewan untuk kurban. Ketikasapi sakit (biasanya sapi mengalami
sariawan pada musim kemarau panjang) pemilik ternak mendatangkan mantri hewan untuk
memeriksa dengan biaya pengobatan sebesar Rp50.000,00.
Sedangkan untuk beternak kambing dianggap tidak serumit beternak sapi. Menurut
Pak Diyono, hasil yang diperoleh dari beternak kambing lebih cepat dari sapi. Waktu
pembesaran kambing yaitu sekitar 9-10 bulan. Biasanya ia menjual kambing ketika
membutuhkan uang secara mendesak yang cukup besar. Awalnya ia membeli dua pasang
kambing, kemudian kambing tersebut beranak 2 ekor dan lama-lama menjadi banyak.
Kambing yang sudah besar ia jual dan menyisihkan kambing yang masih kecil untuk
diternak, dan begitu seterusnya.
Sementara kontribusi ternak ayam sebagai sumber pendapatan keluarga tidak begitu
besar. Banyak perternak ayam yang rugi karena ayam sering menjadi mangsa kucing dan
anjing. Penjualan ayam sering dilakukan terutama untuk mengatasi kebutuhan uang tunai
yang bersifat mendesak. Selain bisa diambil telurnya, bila ada keperluan seperti menyambut
kedatangan kerabat atau menjelang perayaan hari besar keagamaan, ayam bisa disembelih
untuk dikonsumsi dagingnya. Untuk makanannya, ayam sering diberi sisa makanan sehingga
tidak perlu pengeluaran tambahan guna membeli makan ternak.
Tabel 7. Perkiraan Pendapatan Dari Memelihara Ternak
(dalam ribu rupiah per bulan)
Jenis
Ternak
Pelaku
(Bp.)
Jumlah
(ekor)
Harga Beli
(Rp)
Perawatan
(Rp)
Harga Jual
(Rp)
Keuntungan Hasil Fungsi
Nafkah
Sapi
Podho 2 12.000/ekor 750/ekor 16.000/ekor 325/ekor 1
tahun
Pengeluaran
sosial
(Biaya Han 2 9.800/ekor 1.200/ekor 18.000/ekor 700/ekor
Naseri 2 8.000/ekor 500/ekor 14.500/ekor 600/ekor
7Dedak adalah limbah dari proses penggilingan padi yang tidak menjadi butiran-butiran beras
8 Bulan apit adalah sebutan dalam kalender jawa, yaitu dua bulan setelah bulan Idul Fitri
20
Diyono 5 Nggadoh9 15.000/ekor
60% dari
penjualan
menikahkan
anak)
Kambing Diyono
1 700/ekor
betina -
1.100/ekor
betina
400/ekor
9
bulan
Biaya
pendidikan
anak
sekolah 2
1.500/ekor
jantan
2.500/ekor
jantan
1.000/ekor
Ayam
Yono 3 5-10/ekor
Listrik 10
watt selama
2 bulan
100-200/ekor bangkok betina
6
bulan
Konsumsi
pangan
(menyambut
kedatangan
saudara dan
pesta desa)
200-350/ekor bangkok jantan
Podho 5
Warisan
orang tua -
65/ekor ayam betina jawa
80/ekor ayam jantan jawa
Paino 4
Han 5
Naseri 6
Sumber : Diolah dari data primer
Buruh Bangunan
Desakan ekonomi mendorong buruh mencari penghasilan tambahan dengan menjadi
buruh bangunan. Pekerjaan sampingan tersebut tidak pasti, karena menjadi buruh bangunan
tergantung pada permintaan tetangga yang membutuhkan tenaganya. Mereka tidak mematok
berapa besar upah yang harus dibayar, umumnya mereka terima setiap satu minggu sekali
sebesar Rp30.000-60.000/hari. Dengan bekerja menjadi buruh bangunan, mereka mendapat
dua keuntungan sekaligus. Selain memperoleh pendapatan tambahan, mereka juga dapat
menghemat pengeluaran makan. Sebab buruh bangunan mendapat tunjangan makan dua kali
sehari yaitu siang dan sore hari dari pemilik kerja. Biasanya buruh penyadap karet
mengerjakan pekerjaan sampingan tersebut setelah pulang dari menyadap karet.
Pola Nafkah Ganda
Pola nafkah ganda dilakukan dengan menerapkan keanekaragaman pola nafkah
dengan mencari pekerjaan lain selain menjadi buruh penyadap karet untuk menambah
pendapatan, atau dengan melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja. Kondisi ekonomi
saat ini tidak memungkinkan jika rumahtangga hanya mengandalkan pendapatan dari suami.
Ketika suami mengalami sakit, meninggal atau dicerai, mau tidak mau istri harus
menanggung kebutuhannya sendiri, jika tidak maka akan semakin memperburuk kondisi
ekonomi keluarga, sehingga perlu strategi untuk menyeimbangkannya dengan mengikut
sertakan anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi. Melibatkan anggota keluarga menjadi
salah satu strategi ekonomi yang sering dilakukan. Anggota berjenis kelamin laki-laki yang
sudah dewasa, cenderung terlibat dalam kegiatan perkebunan. Sedangkan anggota berjenis
9Nggadoh adalah memelihara ternak milik orang lain
21
kelamin perempuan keterlibatannya terbatas pada rumah. Istri yang sebelumnya hanya
mengurus sektor domestik, mulai ikut berpartisipasi di pasar kerja dengan magsut untuk
mencukupi pendapatan demi kelangsungan hidup keluarga. Haryanto (2008) pada keluarga
miskin seluruh sumber daya manusia dikerahkan untuk memperoleh penghasilan, sebagai
upaya pemenuhan pokok sehari-hari. Oleh sebab itu anggota keluarga yang menganggur
merupakan sesuatu yang mahal, atau menjadi beban tanggungan rumahtangga. Karena
anggota keluarga yang lain bekerja bahkan mereka tidak sempat menganggur hanya untuk
mempertahankan kehidupan rumahtangganya.
Perempuan lebih responsif dalam mengatasi persoalan pangan keluarga dan upaya
peningkatan pendapatan. Keterlibatannya di luar rumah disebabkan karena perempuan
memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap keluarga. Bekerja sebagai buruh pabrik
merupakan pilihan yang sering ditempuh bagi beberapa istri buruh penyadap karet, dengan
harapan merubah hidup mereka menjadi lebih baik. Mereka tertarik bekerja sebagai buruh
pabrik karena tingkat upah yang diterima jauh lebih besar dibandingkan bekerja di desanya.
Sehingga tidak menutup kemungkinan jika pendapatan istri justru lebih besar dari suami.
Puspitawati (2008), perempuan mempunyai kontribusi lebih besar dari laki-laki. Terbukti
dalam mensiasati persoalan pemenuhan kebutuhan, strategi yang dilakukan, serta curahan
waktu bekerja. Umumnya perempuan bekerja sebagai penambah penghasilan keluarga, bisa
jadi pendapatannya justru lebih besar dari laki-laki. Sehingga pendapatan perempuan menjadi
sumber penghasilan utama keluarga. Walaupun begitu perempuan tidak mengklaim bahwa ia
berperan sebagai penyangga utama ekonomi keluarga. Tetapi perempuan menunjukkan,
bahwa ia bekerja hanya sebagai pencari nafkah tambahan.
Tabel 8. Pendapatan Dari Pola Nafkah Ganda (dalam rupiah)
Pelaku Pekerjaan Upah
(Rp)
Kontribusi Pada
Rumahtangga
Anak Pak Parno dan
Anak Pak Paino
Buruh Penyadap
Karet 1.200.000 200.000
Istri Pak Diyono Buruh Toko
1.000.000 500.000
Istri Pak Ginarno 1.300.000 700.000
Anak Pak Suwidi dan
Anak Pak Ginarno Buruh Pabrik
1.200.000 200.000
Istri Pak Suwidi 1.600.000 900.000
Anak Pak Nasri 2.300.000 400.000
Sumber : Diolah dari data primer
22
STRATEGI SOSIAL
Strategi sosial yaitu strategi yang berupa jaringan sosial dan lembaga dimana
seseorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya. Strategi
sosial dapat berupa kelembagaan tradisional yang memberi jaminan rasa aman bagi
rumahtangga dan menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptakan rasa saling
percaya, membawa informasi, dan menetapkan norma serta sanksi sosial (Gunawan, 2012).
Strategi sosial buruh penyadap karet nampak ketika ada warga yang sakit, meninggal,
atau bahkan saat rumahtangga melangsungkan acara hajatan perkawinan dan khitanan. Untuk
menyiapkan hidangan pesta maupun bingkisan untuk dibawa pulang undangan, bersih-bersih,
dan sebagainya dilakukan secara gotong royong. Hajatan butuh biaya yang sangat banyak,
untuk dekor, menyajikan berbagai hidangan serta bingkisan untuk dibawa pulang masing-
masing undangan. Walaupun harus mengeluarkan biaya yang besar, hal ini tidak menjadi
masalah bagi mereka. Karena semua biaya yang dikeluarkan, akan kembali dari hasil uang
sumbangan para undangan. Awalnya mereka berhutang dulu untuk biaya hajatan, setelah
selesai acara uang hasil sumbangan itulah yang digunakan untuk membayar hutang. Mereka
mempunyai tradisi bahwa setiap undangan wajib menyumbang uang atau barang. Para
undangan juga tidak merasa keberatan, karena menurut mereka sumbangan yang diberikan
adalah tabungan yang suatu saat akan kembali ketika mereka punya acara yang sama. Besar
sumbangan yang diberikan cukup bervariasi sesuai kemampuan para undangan.
Simpan Pinjam Lembaga PKK dan Arisan
Strategi nafkah yang selama ini dilakukan oleh buruh penyadap karet sangat kental
sekali dengan pemanfaatan modal sosial, seperti memanfaatkan ikatan sosial masyarakat,
kerabat, tetangga maupun komunitas seperti lembaga PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Keluarga). PKK tumbuh dan digerakkan oleh kaum perempuan dalam membangun,
membina, dan membentuk keluarga guna mewujudkan kesejahteraan keluarga sebagai unit
kelompok terkecil dalam masyarakat. Untuk mendapatkannya seseorang harus berhubungan
dengan orang lain, dimana diantaranya saling mendapatkan manfaat. Kunci utamanya adalah
rasa saling percaya yang tinggi antar anggota maupun pengurus. Sebab jika sekali saja
terdapat kesalahan atau ingkar janji, maka rasa kepercayaan tersebut cepat luntur. Pelaku
tidak lagi memperoleh kepercayaan untuk memperoleh hutang kembali, bahkan dikucilkan
dan dijadikan pergunjingan warga. Setiap anggota PKK diwajibkan untuk menabung. Besar
23
jumlah tabungan masing-masing anggota berbeda sesuai dengan kemampuan mereka. Besar
bunga tabungan 26% per tahun. Sedangkan untuk bunga pinjaman sebesar 5% per bulan.
Begitu pula dengan arisan yang ditangani oleh pengurus yang ditunjuk oleh peserta
berdasarkan kepercayaan. Pengurus bertugas untuk mencatat dan mengumpulkan uang arisan.
Penarikan arisan biasanya berdasarkan kebutuhan peserta arisan, jika ada yang benar-benar
membutuhkan maka akan didahului. Dalam arisan ini peserta yang telah mendapatkan
penarikan harus tetap membayar sumbangan per bulan. Besar iurannya sebesar Rp 5.000,- per
bulan. Saat ini jumlah peserta arisan sebanyak 12 orang.
Hutang Kepada Pemilik Warung, Saudara, Rentenir dan Dealer
Berhutang merupakan salah satu penggunaan modal sosial. Rasa saling mempercayai
antar warga cukup tinggi sehingga proses hutang piutang dapat berlangsung dengan baik.
Buruh penyadap karet juga menjalin hubungan baik dengan pemilik warung. Mereka paham
bahwa kekuasaan di warung mutlak dipegang oleh pemiliknya, namun hubungan tersebut
tetap terjalin berdasarkan hubungan yang dibangun atas dasar prinsip saling menguntungkan.
Bu Wur adalah pemilik warung. Ia memperbolehkan pembeli untuk berhutang kewarung
walaupun dengan mencicil hutang setiap bulan. Biasanya pelanggan yang belum mencicil
hutangnya belum boleh berhutang lagi. Paling tidak mereka harus membayar setengahnya
baru boleh berhutang lagi.Saatmenjelang lebaran, sering kali Bu Wur memberi bingkisan
kepada para pelanggannya sebagai ucapan terimakasih telah menjadi pelanggan setianya.
Ikatan tersebut sangat berarti untuk perbaikan kesejahteraan, karena memberi jaminan rasa
aman bagi rumahtangga buruh penyadap karet. Sebab pemilik warung membutuhkan pembeli
yang setia, sementara pembeli butuh kebutuhan rumahtangga yang tersedia di warung.
Akhirnya hubungan yang terjadi menciptakan kepercayaan diantara keduanya, sehingga
memungkinkan pembeli untuk mendapatkan kebutuhan meski sedang tidak punya uang.
Hubungan kekerabatan antar saudara dan tetangga rumahtangga buruh sangat erat.
Hal tersebut membuat mereka mudah untuk melakukan hutang piutang ke saudara maupun
tetangga, dengan dasar rasa saling percaya. Ketika rumahtangga Pak Yono mengalami
kesulitan untuk membayar hutang PKK, ia terpaksa hutang ke saudaranya. Hutang ke saudara
sebagai salah satu pilihan yang sering mereka lakukan sebab tidak berbunga, selain itu waktu
pengembaliannya sesuai kesepakatan ketika pemilik hutang mempunyai uang. Begitu pula
ikatan sosial antara rentenir dan pemilik hutang, hubungan tersebut bisa berjalan atas dasar
24
kepercayaan. Ketika Pak Yono hutang pada rentenir yang tak lain adalah teman dari
saudaranya, ia tidak perlu memberi jaminan untuk hutangnya bahkan ia diberi potongan
angsuran sebanyak dua kali. Untuk kredit sepeda motornya juga dipermudah tanpa memberi
jaminan sertifikat, karena surveyor dari dealer sepeda motor adalah temannya sendiri.
Gambar 2 memberi makna bahwa strategi livelihood yang diterapkan saling berkaitan
dan terlihat sebagai aliran pendapatan berupa uang atau sumberdaya yang dapat digunakan
oleh seseorang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Persoalan livelihood tidak
sama dimasing-masing desa sehingga strategi pembangunan perlu mempertimbangkannya.
Pada penelitian ini, rumahtangga buruh penyadap karet tidak terlepas dari perangkap hutang.
Untuk membayar hutang pada satu tempat, ia harus hutang ke tempat lain.
Gambar 2. Aliran Hutang Sebagai Sumber Pendapatan Strategi Nafkah
Sumber: diolah dari data primer
Tabel 9. Pendapatan Dari Strategi Sosial (dalam rupiah)
Sumber Informan Hutang
(Rp)
Pembayaran Fungsi
PKK
Istri Pak Yono 650.000
Diangsur setiap
bulan
Pemenuhan kebutuhan untuk
uang saku anak dan sumbangan
sosial.
Istri Pak Naseri 200.000
Istri Pak Parno 720.000
Istri Pak Paino 650.000
Warung
Pak Yono 840.000
Dicicil tiap bulan
Konsumsi pangan (bumbu
dapur, minyak goreng) dan non
pangan (kebersihan diri)
Pak Ginarno 45.000
Pak Parno 85.000
Rentenir Pak Yono 1.500.000 150.000/bulan Bayar hutang ke dealer
Dealer Pak Yono 11.000.000 570.000/bulan Kredit sepeda motor
Saudara Pak Yono 2.000.000 Segera setelah
memiliki uang
Bayar hutang PKK dan
keperluan untuk lebaran Pak Parno 1.500.000
Sumber : Diolah dari data primer
Hutang Saudara
Hutang PKK Hutang Rentenir
Hutang Dealer Hutang Warung
25
Simpan Pinjam Lembaga Formal Bank
Rumahtangga buruh yang melakukan hutang pada lembaga Bank hanya yang
memiliki surat tanah atas namanya sendiri dan berhutang dalam jumlah yang banyak. Sebab
beberapa dari rumahtangga informan masih menumpang pada rumah orangtuanya. Seperti
rumahtangga Bapak Ginarno, ia hutang di Bank sebesar Rp 27.360.000,- dengan besar
angsuran Rp 760.000,- per bulan untuk memperbaiki rumahnya. Bunga pinjaman di Bank
dianggap lebih ringan dibanding bunga pinjaman rentenir.
III. KESIMPULAN
Masalah ekonomi yang dialami buruh penyadap karet adalah masalah pendapatan
yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Strategi yang dilakukan Buruh
penyadap karet dalam menghadapi masalah ekonomi adalah dengan melibatkan anggota
keluarga untuk bekerja, pemanfaatan sumber daya alam di sekitar, optimalisasi lahan,
beternak, dan menggunakan talenta mereka untuk bekerja serabutan. Selain itu mereka juga
memanfaatkan jaringan sosial melalui lembaga simpan pinjam PKK, Arisan, hutang ke
pemilik warung terdekat, saudara, bahkan ada yang hutang ke rentenir dan sebagainya.
strategi nafkah yang mereka terapkan sangat tidak hanya dipandang sebatas menjalankan
tugas melainkan bekerja untuk memperoleh tambahan untuk memenuhi kebutuhan.
Kondisi ekonomi yang dialami buruh penyadap karet menjadikan masa depan baik
keluarga maupun anak mereka berakibat pada keterbelakanagan dan ketidak mampuan untuk
merubah nasib keluarga. Karena umumnya buruh penyadap karet adalah pekerjaan turun
temurun dari orang tua ke anak-anaknya. Anak-anak merekapun sama seperti orang tuanya
yang tidak mengenyam pendidikan sebagaimana mestinya. Kondisi tersebut menyebabkan
anak-anak mereka bekerja pada usia dini, memiliki pendidikan yang terabaikan dan menjadi
seorang dewasa yang terjebak pada pekerjaan yang terlatih dengan penghasilan yang kurang
memadai untuk kebutuhan dasar hidupnya. Anak-anak ini akhirnya melahirkan kembali anak-
anak yang kemungkinan besar kembali menjadi pekerja buruh penyadap karet yang tidak
punya kesempatan luas untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Agbanlahor, MU, OF Ashaolu, Dkk, 2011, Vulnerability To Rising Food Price And
Coping Strategies Of Farm Families In Shouthern Nigeria: The Non-Food
Compensation Ratio Approach, Unversity Of Agriculture, Abeokuta, Nigeria.
26
Data Statistik Indonesia, 2014. http://www.datastatistik-indonesia.com/portal
Ghofur, Abdul, 2009, Manusia Grobak: Kajian Mengenai Taktik-Taktik Pemulung
Jatinegara Di Tengah Kemiskinan Kota, Lembaga Penelitian Smeru Research
Institute.
Gunawan, 2012, Pemberdayaan Keluarga Miskin Disekitar Industri Pertambangan: Di
Desa Manduin, Kecamatan Muara Harus, Kabupaten Tabalong, Universitas
Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang. Sosiokonsepsia Vol. 32 17, No. 01 2012.
Gunawan, 2012, Strategi Bertahan Hidup Pemulung (Studi: Di Tempat Pembuangan
Akhir Sampah Ganet Tanjung Pinang), Universitas Maritim Raja Ali Haji,
Tanjungpinang.
Haryanto, Sugeng, 2008, Peran Aktif Wanita Dalam Peningkatan Pendapatan
Rumahtangga Miskin, Universitas Medeka Malang, Malang.
Kurniawan, Yeni, 2013, Pola Kehidupan Sosial Ekonomi Dan Strategi Bertahan
Masyarakat Sekitar Industri, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Lempao, Novi Maryam, 2014, Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Di Desa Lembobaru
Kabupaten Morowali, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Puspitawati, Herien, Dkk, 2012, Kontribusi Ekonomi Dan Peran Ganda Perempuan
Serta Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Subjektif, Institut Pertanian Bogor.
Sadiyah, Yufi Halimah, 2012, Analisis Kemiskinan Rumah Tangga Melalui Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya Di Kecamatan Tugu Kota Semarang, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Wahyudi, Hendra dan Sismudjito, 2007, Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi Keluarga
Miskin Pasca Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Widodo, Slamet, 2012, Peran Perempuan Dalam Sistem Nafkah Rumah Tangga
Nelayan, Universitas Trunojoyo, Madura.
Yudaningrum W, Agnes, 2011, Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran Dan Konsumsi
Pangan Dengan Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Di Kabupaten Kulon
Progo, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Http://staff.unila.ac.id/sigit/files/2012/06/teori-konsumsi.pdf
27
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Tri Utami
NIM : 222010011
Alamat : Kebondowo, RT.02/RW.01, Kec.Tuntang, Kab. Semarang.
Judul Kertas Kerja : Strategi Buruh Penyadap Karet Desa Tlompakan Mengatasi
Masalah Ekonomi
Tempat/Tanggal Lahir : Salatiga, 20 Juli 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Agama : Khatolik
Telephon : 0856 4040 3211
e-mail : [email protected]
Latar Belakang Pendidikan
1. 1996 – 1998 : TK PGRI Tlompakan, Tuntang
2. 1998 – 2004 : SDN 03 Tlompakan, Tuntang
3. 2004 – 2007 : SMPN 1 Pabelan
4. 2007– 2010 : SMK KRISTEN, Salatiga
Pengalaman Organisasi
1. Bidang Humas Kelompok Studi Pembangunan, Periode 2011 – 2013.
2. Koordinator Informasi dan Komunikasi (Infokom) Ikatan Mahasiswa Ekonomi
Pembangunan Indonesia (IMEPI) wilayah Jawa Tengah dan DIY, Periode 2012-2014.
3. Bendahara Karang Taruna Remaja Kebondowo, Periode 2012-2014.
Top Related