Download - Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

Transcript
  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    1/147

     

    STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN STRATEGIPENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN

    THE STATUS OF LAIKANG BAY WATERS AND ITS

     MANAGEMENT STRATEGY AT SOUTH SULAWESI

    FATMA

    P0303211002

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    2/147

     

    STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN UPAYA

    PENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN

    Tesis

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

    Program Studi

    Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Disusun dan Diajukan oleh

    FATMA

    Kepada

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS HASANUDDIN

    MAKASSAR

    2014

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    3/147

     

    TESIS

    STATUS PERAIRAN TELUK LAIKANG DAN UPAYAPENGELOLAANNYA DI SULAWESI SELATAN

    Disusun dan diajukan oleh

    FATMA

    Nomor Pokok P0303211002

    Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis

    Pada tanggal 29 Januari 2014

    dan telah dinyatakan memenuhi syarat

    Menyetujui,

    Komisi Penasehat

    Prof. Dr. Ir.Sharifuddin Bin Andy Omar, M.ScKetua

    Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA Anggota

    Ketua Program StudiPengelolaan Lingkungan Hidup,

    Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc

    Direktur Program PascasarjanaUniversitas Hasanuddin,

    Prof. Dr. Ir. Mursalim

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    4/147

     

    PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

    Yang bertanda tangan dibawah ini

    Nama : Fatma

    Nomor mahasiswa : P0303211002

    Program studi : Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

    benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

    pengambil alihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila ditemukan

    dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau

    keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima

    sanksi atas perbuatan tersebut.

    Makassar, Februari 2014

    Yang menyatakan

    Fatma

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    5/147

     

    PRAKATA

    Doa dan puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang

    Maha Kuasa atas berkat-Nya dengan selesainya tesis ini.

    Gagasan yang melatar belakangi tesis ini timbul yaitu dari

    minimnya kajian mengenai Status Perairan Teluk Laikang dan Strategi

    Pengelolaannya di Sulawesi Selatan, dimana wilayah perairan Teluk

    Laikang memiliki sumberdaya yang cukup luas untuk dikembangkan.

    Seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas manusia dapat memberikan

    hal negatif terhadap kualitas perairan itu sendiri. Oleh karena itu, penulis

    bermaksud untuk menyumbangkan beberapa konsep penelitian tentang

    kondisi perairan Teluk Laikang pada saat ini serta bagaimana arah

    pengelolaannya itu sendiri.

    Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka

    penyusunan tesis ini, namun dengan tekad yang sungguh-sungguh, doa

    motivasi serta bantuan dari berbagai pihak, maka tesis ini selesai pada

    waktunya.

    Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan terima

    kasih kepada:

    1. Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc. sebagai Ketua

    Komisi Penasihat dan Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA sebagai

     Anggota Komisi Penasihat atas bantuan dan bimbingannya sejak

    awal penelitian sampai penyusunan tesis ini.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    6/147

     

    2. Prof. Dr. Ir. H. M. Natsir Nessa M.Si, Dr. Ir. M. Farid Samawi, M.Si.,

    Dr. Eng. Amiruddin S.Si sebagai Anggota Komisi Penguji atas

    saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan tesis ini.

    3. Prof. Dr. Ir. Chair Rani M.Si atas bantuannya dalam pengolahan

    data penelitian.

    4. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Anwar Pidani, BE. dan Ibunda

    Hj. Baeha, serta bapak mertua Dr. H. Andi Abu Ayyub Saleh SH,

    MH dan ibu mertua dr. Hj. Nursiah B. Ayyub atas limpahan kasih

    sayang, do’a, Suami tercinta H. Fachrie Rezka Ayyub S. Kel dan

    anakda Fadhil Aufarezka Ayyub perhatian dan dukungan baik

    secara spiritual maupun materil. Saudara-saudaraku Evrianti ST.

    MT, Indri S.Pi, Bobby Indrawan SE, Moh. Faiz Abadi Ayyub SH.

    MH, Irma Ponglabba SE, M.Si atas dukungan, bantuan dan

    perhatiannya.

    5. Pimpinan dan para staf PPLH (Pusat Pendidikan Lingkungan

    Hidup) Puntondo di Kabupaten Takalar serta pimpinan dan para

    staf PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di Kabupaten

    Jeneponto, yang telah memberikan kesempatan dan membantu

    penulis untuk melakukan penelitian di perairan kabupaten Takalar

    dan Jeneponto.

    6. Teman-teman PLH 2011: Andi Arman, Hendra Leikatopessy,

    iswandi Al Junaid, Andi Arham, Arfan, Jufri, Iswandi, Petrus, Tomi,

     Abi, Andi cahyadi, Azry, Hasan, Indah, Sitti Zamrud intani, Siti

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    7/147

     

     Adibatul zaini, Zulfiah, Nurahmi, Waode nurmila dan Sri  atas

    kebersamaanya selama menimba ilmu di Pasca Sarjana UNHAS

    dan teman-temanku yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu,

    terima kasih atas bantuannya.

    Makassar, Februari 2014

    Fatma

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    8/147

     

     ABSTRAK

    Fatma. Status Perairan Teluk Laikang dan Strategi Pengelolaannya DiSulawesi Selatan  (dibimbing oleh Sharifuddin Bin Andy Omar danBudimawan).

    Salah satu wilayah pesisir yang cukup strategis di KabupatenTakalar dan Kabupaten Jeneponto adalah wilayah Teluk Laikang dimanawilayah pesisir ini memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensialuntuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya rumput laut,penangkapan ikan, transplantasi karang, wisata pantai (snorkling ) dankonservasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Melihat kondisipencemaran berdasarkan kondisi fisik dan kimia serta indeks ekologi

    komunitas makrozoobentos di Teluk Laikang, 2) Mengetahui hubunganantara makrozoobentos dan karakteristik lingkungan di Teluk Laikang, 3)Menyusun strategi pengelolaan pencemaran lingkungan di Perairan TelukLaikang.

    Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Takalar dan KabupatenJeneponto Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel dilakukan pada bulanMei 2013 sampai bulan Juli 2013. Metode penelitian untuk kualitasperairan Teluk Laikang menggunakan parameter fisika, kimia dan biologi. Analisis data untuk kualitas perairan menggunakan Indeks Pencemaran,Indeks Ekologi, penilaian tingkat pencemaran menggunakan metode ABC( Abundance-Biomass Comparison) yaitu model kurva K-Dominance,hubungan parameter fisik kimia perairan dan struktur komunitasmakrozoobentos menggunakan analisis canonical corespondenceanalysis (CCA).

    Hasil penelitian status perairan Teluk Laikang berdasarkan IndeksPencemaran menunjukkan kisaran nilai 1,6480 –2,8044. Hal inimenunjukkan status lingkungan perairan Teluk Laikang pada semuastasiun berada dalam kondisi tercemar ringan. Kisaran indekskeanekaragaman antara 1,89 –3,14. Kisaran indeks keseragaman antara1,06 –1,47. Kisaran indeks dominansi antara 0,08 –0,43. Berdasarkanmetode ABC perairan Teluk Laikang tidak mengalami gangguan/tidak

    tercemar. Berdasarkan analisis CCA terdapat lima kelompok titikpengamatan. Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan antara lainadalah dengan mengurangi beban pencemar secara biologi denganmembuat taman rawa dan memanfaatkan tanaman rawa untukmenurunkan kandungan limbah cair domestik, memisahkan sampah padatorganik dan non organik untuk dapat di daur ulang kembali, penangananceceran batubara disesuaikan dengan standar operasional perusahaan.

    Kata Kunci: Teluk Laikang, canonical corespondence analysis  (CCA),

    Parameter, Pengelolaan.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    9/147

     

     ABSTRACT

    FATMA. The Status of   laikang Bay Waters and Its Management Strategyat South Sulawesi (Supervised by Sharifuddin Bin Andy Omar danBudimawan)

    One of the strategic coastal areas in Takalar and Jeneponto isLaikang Bay region and the coastal region has a fairly extensiveresources and potential to be developed as an area of seaweed farming,fishing, coral transplantation, shore excursions (snorkeling) andconservation. This study aims of the research were (1) Scrutinize pollutionlevel based on the chemical and physical conditions as well as theecological index of the macrozoobenthos communities at Laikang Baywaters, (2) Knowing the relationship between macrozoobenthos andenvironmental at Laikang Bay waters, 3) to design strategy of environmentpollution management at the waters of Laikang Bay.

    This research was conducted at Takalar and Jeneponto Regencyof South Sulawesi. The research samples were collected during the periodbetween May to July 2013. Interviews and questionnaires were used todesign manangement strategies. The research methods for water qualityog Laikang Bay employ physics, chemical and biology parameters. Dataanalysis for waters employs Index rating and ecological index and levelof pollution assessment employed ABC (Abundance-Biomass

    Comparison) method ,i.e K-Dominance curva model, the corellationbetween chemical physical parameters of waters and themacrozoobenthos community structure employed canonicalcorespondence analysis (CCA) was used to analize the parametriccorrelation of the water physics and chemistry with macrozoobenthoscommunity.

    The results of the research indicated that the status of Laikang Baywaters based on pollution index is 1,6480 –2,8044. Which means that theenvironment status was lightly polluted. The rate of variability index isbetween 1,89 –3,14. The rate of uniformity index is between 1,06 –1,47,the rate of domination index is between 0,08 –0,43. Based on ABC

    analysis revealed, that Laikang Bay waters was not polluted. The resultof CCA revealed five observation groups. Management strategies whichcould be done were among others reducing the biological pollutant load bycreating a bog garden using the bog plants in order to reduce the domesticliquid wastes, separating the organic solid wastes from the non organicbefore they were recycled, and handling the split coal as prescribed in thecompany’s operational standards.

    Keywords: Laikang Bay, canonical corespondence analysis (CCA),

     parameters, management .

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    10/147

     

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ii

    DAFTAR GAMBAR iii

    DAFTAR LAMPIRAN vii

    I. PENDAHULUAN 1

     A. Latar Belakang 1B. Masalah Penelitian 3C. Tujuan Penelitian 4D. Kegunaan Penelitian 4E. Ruang Lingkup/ Batasan Penelitian 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA 6

     A. Ekosistem Pesisir 6B. Kriteria Baku Mutu Air 7C. Pencemaran Air 8D. Sumber Pencemaran 9E. Strategi Pengelolaan Lingkungan Perairan 11F. Makrozoobentos 12G. Peranan Makrozoobentos 14H. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis Perairan 17I. Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi 19

     Keberadaan MakrozoobentosJ. Indeks Ekologi 32

    K. Indeks Pencemaran  36 L. Kerangka Pikir Penelitian 37

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    11/147

     

    III. METODE PENELITIAN 40

     A. Waktu dan Tempat 40B. Alat dan Bahan 39C. Prosedur Penelitian 41D. Analisis Data 49E. Bagan Alir Penelitian 53

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 54

     A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia 54B. Indeks Pencemaran 74

    C. Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobentos 76D. Indeks Ekologi 79E. Penilaian Tingkat Pencemaran 87F. Hubungan Kondisi Fisik Kimia Terhadap Struktur

    Komunitas Makrozoobentos 89G. Strategi pengelolaan perairan Teluk Laikang 94

    V. KESIMPULAN DAN SARAN 99

    DAFTAR PUSTAKA 101

    LAMPIRAN 106

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    12/147

     

    DAFTAR TABEL

    Nomor   Halaman 

    1. Skala Wenworth untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen 21

    2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkunganperairan 23

    3. Standar baku Total Organic Carbon (TOC) untuk biota perairan 24

    4. Kriteria pencemaran berdasarkan kandungan oksigen terlarut 29

    5. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH 30

    6. Evaluasi terhadap Indeks Pencemaran (Pij) 37 

    7. Posisi stasiun penelitian di Teluk Laikang berdasarkan GPS

    (Global Positioning System) 41

    8. Indeks Pencemaran pada setiap stasiun penelitian 74

    9. Sebaran jenis makrozoobentos pada setiap stasiun 79

    10. Ringkasan interpretasi canonical corespondences analysis  91

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    13/147

     

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor   Halaman 

    11. Makrozoobentos yang hidup di atas dan dibawah substrat dasarperairan 12

    12. Kurva ABC atau K  –Dominance Curves  35

    13. Kerangka pikir penelitian 39

    14. Peta lokasi penelitian 42

    15. Bagan alir penelitian 53

    16. Nilai rata-rata kecepatan arus di setiap stasiun penelitian 55

    17. Nilai rata-rata suhu di setiap stasiun penelitian 56

    18. Nilai rata-rata substrat/sedimen di setiap stasiun penelitian 58

    19. Nilai rata-rata padatan tersuspensi total/total suspended solid  (TSS)

    di setiap stasiun penelitian 60

    20. Nilai rata-rata kecerahan di setiap stasiun penelitian 62

    21. Nilai rata-rata Karbon Organik Total /Total Organic Carbon (TOC) ditiap stasiun penelitian 63

    22. Nilai rata-rata Kebutuhan Oksigen BioKimiawi/Biochemical OxygenDemand (BOD) di tiap stasiun penelitian 65

    23. Nilai rata-rata kebutuhan oksigen kimiawi/chemical oxygen demand  

    (COD) di setiap stasiun penelitian 67

    24. Nilai rata-rata kebutuhan oksigen terlarut /disolved oksigen (DO) disetiap stasiun penelitian 68

    25. Nilai rata-rata derajat keasaman (pH) di setiap stasiun penelitian 70

    26. Nilai rata-rata salinitas di setiap stasiun penelitian 72

    27. Nilai rata-rata potensial redoks sedimen (eH) di setiap stasiunpenelitian 73

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    14/147

     

    28. Komposisi jenis makrozoobentos pada stasiun pengamatan 77

    29. Nilai indeks rata –rata kepadatan makrozoobentos 82

    30. Nilai rata –rata indeks keanekaragaman (H’) pada setiap stasiun 83

    31. Nilai rata –rata indeks keseraragaman (J’) pada setiap stasiun  85

    32. Nilai rata –rata indeks Dominansi (D’) pada setiap stasiun  87

    33. Grafik metode ABC setiap stasiun 88

    34. Hasil canonical corepondences analysis. Distribusi spasial temporal

    makrozoobentos dan peubah lingkungan pada sumbu 1 dan sumbu4 89

    35. Hasil canonical corespondences analysis. Distribusi spasialtemporal makrozoobentos dan peubah lingkungan pada sumbu 2dan sumbu 3 90

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    15/147

     

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor   Halaman 

    36. Parameter lingkungan pada stasiun pengamatan 107

    37. Perhitungan indeks pencemaran pada setiap stasiun penelitian diTeluk Laikang 108

    38. Klasifikasi jenis makrozoobentos yang ditemukan selama penelitiandi Teluk Laikang 110

    39. Perhitungan komposisi jenis makrozoobentos 111

    40. Indeks ekologi makrozoobentos 112

    41. Input analisis multivarian Canonical Correspondence Analysis (CCA) 115

    42. Hasil SPSS dengan menggunakan one way anova terhadapkepadatan makrozoobentos dan faktor fisika kimia perairan 118

    43. Kepadatan dan biomassa makrozoobentos 124

    44. Kuisioner masyarakat di Teluk Laikang 126 

    45. Kep-MENLH No. 115 tahun 2003 tentang pedoman penentuanstatus mutu air 130

    46. Kep-MENLH No.51 tahun 2004 tentang bakumutu air laut 136

    47. Lampiran peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 tentangpengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air 142

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    16/147

     

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Salah satu wilayah pesisir yang cukup strategis di Kabupaten

    Takalar dan Kabupaten Jeneponto adalah wilayah Teluk Laikang. Wilayah

    pesisir ini memiliki sumberdaya yang cukup luas dan potensial untuk

    dikembangkan sebagai kawasan budidaya rumput laut, penangkapan

    ikan, transplantasi karang, wisata pantai (snorkling ) dan konservasi.

    Selain itu, di wilayah Teluk Laikang juga terdapat tiga ekosistem yakni

    ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan ekosistem hutan

    mangrove.

    Perairan Teluk Laikang hampir seluruhnya dimanfaatkan oleh

    masyarakat setempat sebagai lokasi budidaya rumput laut dan sebagian

    kecil dijadikan sebagai areal keramba jaring apung (KJA). Masyarakat di

    sekitar Teluk Laikang menjadikan budidaya rumput laut tersebut sebagai

    mata pencaharian utama selain sebagai nelayan.

    Perairan Teluk Laikang merupakan salah satu perairan yang

    berpotensi mengalami pencemaran. Beberapa aktivitas di perairan

    tersebut dapat menghasilkan limbah dimana hasil buangan tersebut dapat

    terbawa oleh arus dan kembali ke daratan serta terakumulasi di daerah pesisir

    sehingga terjadi degradasi lingkungan pesisir yang dapat menyebabkan biota

    di daerah pesisir terganggu.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    17/147

     

    Husnah et al . (2006) mengatakan limbah yang terakumulasi, baik

    berupa organik maupun anorganik, ke dalam perairan akan mengubah

    susunan kimia di dalam air dan akan mempengaruhi sifat biologi perairan.

    Kualitas perairan kemungkinan dapat mengalami penurunan akibat

    berkembangnya aktivitas di area perairan Teluk Laikang. Hal ini

    menyebabkan semakin banyaknya limbah yang masuk ke perairan

    sehingga terjadi peningkatan kadar logam berat dan bahan pencemar

    lainnya yang dapat berdampak terhadap produksi rumput laut.

    Kekhawatiran lain dari masuknya limbah ke perairan Teluk Laikang

    yaitu kerusakan biota perairan. Salah satu dugaan akan adanya limbah di

    Teluk Laikang yaitu terjadinya pencemaran minyak seperti aspal yang

    mencemari teluk sepanjang 10 km, bukan hanya di Kabupaten Takalar

    tetapi di sepanjang pesisir Kabupaten Jeneponto

    (http://news.okezone.com/).

    Komponen biologi yang dijadikan dasar kajian adalah

    makrozoobentos. Organisme ini mempunyai peranan penting sebagai

    salah satu mata rantai penghubung dalam aliran energi dan siklus materi

    dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Bengen et al., 1995).

    Selain itu, makrozoobentos sangat mudah terpengaruh oleh perubahan

    suatu lingkungan perairan, hidupnya relatif menetap dengan daur hidup

    yang relatif lama, mudah dianalisa dan prosedur pengambilan relatif

    mudah. Oleh karena itu, makrozoobentos dapat digunakan sebagai

    indikator kualitas perairan.

    http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/http://news.okezone.com/

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    18/147

     

     Adanya gangguan akibat aktivitas manusia dapat memberikan

    dampak negatif terhadap kualitas perairan dan selanjutnya dapat

    berdampak pada perubahan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini

    dilakukan untuk melihat penurunan kualitas lingkungan perairan di

    perairan Teluk Laikang, yang memerlukan kajian studi yang lebih

    mendalam dalam rangka melihat kondisi lingkungan serta strategi

    pengelolaannya.

    B. Masalah Penelitian

    1. Bagaimana Melihat kondisi pencemaran perairan berdasarkan

    keadaan fisik dan kimia perairan serta indeks ekologi komunitas

    makrozoobentos di perairan Teluk Laikang.

    2. Bagaimana hubungan antara makrozoobentos dengan karakteristik

    lingkungan di Teluk Laikang.

    3. Bagaimana strategi pengelolaan lingkungan perairan di Teluk

    Laikang.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    19/147

     

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan

    masalah sebagai berikut :

    1. Melihat kondisi pencemaran berdasarkan keadaan fisik dan kimia

    serta indeks ekologi komunitas makrozoobentos di Teluk Laikang.

    2. Mengetahui hubungan antara makrozoobentos dan karakteristik

    lingkungan di Teluk Laikang.

    3. Menyusun strategi pengelolaan lingkungan di perairan Teluk

    Laikang.

    D. Kegunaan Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitan di atas, penelitian ini diharapkan

    dapat memberi manfaat :

    1. Sebagai bahan informasi tentang kualitas lingkungan dan status

    terkini lingkungan di perairan Teluk Laikang.

    2. Sebagai bahan informasi tingkat pencemaran dimana

    makrozoobentos sebagai bioindikator lingkungan wilayah di perairan

    Teluk Laikang.

    3. Sebagai informasi dasar dan bahan alternatif kebijakan  untuk

    membantu strategi pengelolaan wilayah di perairan Teluk Laikang.

    4. Sebagai bahan informasi dan bahan pembanding untuk penelitian

    lebih lanjut.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    20/147

     

    E. Ruang Lingkup /Batasan Penelitian

    1. Penelitian ini dibatasi pada kajian tentang kondisi kualitas lingkungan

    di perairan Teluk Laikang, berdasarkan indeks ekologi

    makrozoobentos.

    2. Stasiun penelitian diambil berdasarkan keterwakilan wilayah dan

    aktivitas yang diindikasikan menjadi sumber pencemar di perairan

    Teluk Laikang.

    3. Parameter lingkungan sebagai parameter pendukung yang diukur

    antara lain: parameter fisika (kecepatan arus, suhu,

    substrat/sedimen, padatan tersuspensi total/total suspended solid

    (TSS), kecerahan dan parameter kimia (karbon organik total /total

    organic carbon (TOC), kebutuhan oksigen biokimiawi/biochemical

    oxygen demand (BOD), kebutuhan oksigen kimiawi/chemical oxygen

    demand (COD), oksigen terlarut/disolved oxygen (DO), derajat

    keasaman (pH), salinitas, eH redoks sedimen. 

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    21/147

     

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Ekosistem Pesisir

    Perairan wilayah pantai merupakan salah satu ekosistem yang

    sangat produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem

    yang dinamik dan unik, karena pada mintakat ini terjadi pertemuan tiga

    kekuatan yaitu yang berasal dari daratan, perairan laut dan udara.

    Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang terangkut oleh

    sungai dan masuk ke perairan pesisir. Kekuatan dari darat ini sangat

    beraneka ragam dimana kekuatan yang berasal dari perairan dapat

    berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus. Sebaliknya, yang

    berasal dari udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan

    arus sepanjang pantai, suhu udara dan curah hujan (Davies, 2011).

    Menurut Bengen (2004), wilayah pesisir menyediakan sumberdaya

    alam yang produktif, baik sebagai sumber pangan, tambang mineral dan

    energi maupun kawasan rekreasi atau pariwisata. Selain itu, wilayah ini

     juga memiliki aksesibilitas yang sangat baik untuk berbagai kegiatan

    ekonomi, seperti transportasi dan kepelabuhanan, industri dan

    pemukiman. Namun demikian, seiring dengan peningkatan jumlah

    penduduk dan intensitas pembangunan, daya dukung ekosistem pesisir

    dalam menyediakan segenap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan

    terancam rusak.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    22/147

     

    B. Kriteria Baku Mutu Air

    Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi

    atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang

    ditenggang keberadaannya di dalam air. Untuk itu, agar kualitas air tetap

    terjaga maka setiap kegiatan yang menghasilkan limbah cair yang akan

    dibuang ke perairan umum atau sungai harus memenuhi standar baku

    mutu atau kriteria mutu air yang akan menjadi tempat pembuangan limbah

    cair tersebut, sehingga kerusakan air atau pencemaran di perairan dapat

    dihindari atau dikendalikan.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001

    tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

    menyebutkan klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi empat kelas yaitu:

    1. Kelas Satu: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku

    air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air

    yang sama dengan kegunaan tersebut.

    2. Kelas Dua: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

    prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar,

    peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain

    yang sama dengan kegunaan tersebut.

    3. Kelas Tiga: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

    pembudidayaan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman,

    dan atau peruntukan lain yang sama dengan kegunaan tersebut.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    23/147

     

    4. Kelas Empat: Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk

    mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang sama dengan

    kegunaan tersebut.

    C. Pencemaran Air

    Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal,

    bukan dari kemurniannya (Fardiaz, 1992). Keadaan normal air berbeda-

    beda tergantung pada faktor penentunya, yaitu kegunaan air dan asal

    sumber air. Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang

    dimaksud dengan pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya

    makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh

    kegiatan manusia. Akibatnya kualitas air menurun sampai ke tingkat

    tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan

    peruntukannya.

    Bahan pencemar atau polutan adalah bahan-bahan yang bersifat

    asam bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang

    memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan

    ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya ke dalam lingkungan,

    polutan dikelompokkan menjadi dua yaitu polutan alamiah dan polutan

    antropogenik (Effendi, 2000). Polutan alamiah adalah polutan yang

    memasuki suatu lingkungan (badan air) secara alami, misalnya akibat

    letusan gunung api, tanah longsor, banjir dan fenomena alam lainnya.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    24/147

     

    Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke dalam badan air

    akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga),

    kegiatan (urban) perkotaan maupun kegiatan industri. Intensitas polutan

    antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol aktivitas yang

    menyebabkan timbulnya polutan tersebut.

    Berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, polutan air dapat

    dikelompokkan menjadi sembilan kelompok yaitu: (1) padatan; (2) bahan

    buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding waste); (3)

    mikroorganisme; (4) komponen organik sintetik; (5) nutrien tanaman; (6)

    minyak; (7) senyawa anorganik dan mineral; (8) bahan radio aktif; dan (9)

    panas. Pengelompokan tersebut bukan merupakan pengelompokan yang

    baku, karena suatu jenis polutan dapat dimasukkan ke dalam lebih dari

    satu kelompok (Fardiaz, 1992).

    D. Sumber Pencemaran

    Pencemaran adalah proses masuknya zat-zat atau energi ke

    dalam lingkungan oleh aktifitas manusia secara langsung yang

    mengakibatkan terjadinya pengaruh yang merugikan sedemikian rupa

    sehingga pada akhirnya akan membahayakan manusia, merusak

    lingkungan hayati (sumberdaya hayati) dan ekosistem serta mengurangi

    atau menghalangi kenyamanan dan penggunaan lain yang semestinya

    dari suatu sistem lingkungan (Romimohtarto, 1991). GESAMP (1976),

    mendefinisikan pencemaran merupakan masuknya atau dimasukkannya

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    25/147

     

    zat atau energi oleh manusia baik secara langsung maupun tidak

    langsung, ke dalam lingkungan laut yang menyebabkan efek merugikan

    karena merusak sumberdaya hayati, membahayakan kesehatan manusia,

    menghalangi aktifitas di laut termasuk perikanan, menurunkan mutu air

    laut yang digunakan dan mengurangi kenyamanan di laut.

    Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang

    dihasilkan dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber

    limbah nondomestik. Sumber limbah domestik umumnya berasal dari

    daerah pemukiman penduduk dan sumber limbah nondomestik berasal

    dari kegiatan seperti industri, pertanian dan peternakan, perikanan dan

    pertambakan atau kegiatan yang bukan berasal dari wilayah pemukiman.

    Berdasarkan sumbernya, jenis limbah cair yang dapat mencemari

    air dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu:

    1. Limbah cair domestik yaitu limbah cair yang berasal dari pemukiman,

    tempat-tempat komersial (perdagangan, perkantoran, industri) dan

    tempat-tempat rekreasi. Air limbah domestik (berasal dari daerah

    pemukiman) terutama terdiri atas tinja, air kemih, dan buangan limbah

    cair (kamar mandi, dapur, cucian yang kira-kira mengandung 99,9%

    air dan 0,1% padatan). Zat padat yang ada tersebut terdiri sekitar

    70% berupa zat organik terutama pasir, air limbah, garam-garam dan

    logam.

    2. Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dikeluarkan oleh

    industri sebagai akibat dari proses industri. Limbah cair ini dapat

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    26/147

     

    berasal dari air bekas pencuci, bahan pelarut ataupun air pendingin

    dari industri –industri tersebut. Pada umumnya limbah cair industri

    lebih sulit dalam pengolahannya. Hal ini disebabkan karena zat-zat

    yang terkandung di dalamnya berupa bahan atau zat pelarut, mineral,

    logam berat, zat-zat organik, lemak, garam-garam, zat warna,

    nitrogen, sulfida, amoniak, dan lain-lain yang bersifat toksik.

    3. Limbah pertanian yaitu limbah yang bersumber dari kegiatan

    pertanian, seperti penggunaan pestisida, herbisida, fungisida dan

    pupuk kimia yang berlebihan.

    4. Infiltration/inflow   yaitu limbah cair yang berasal dari perembesan air

    yang masuk ke dalam atau luapan dari sistem pembuangan kotor

    (Yuliastuti, 2011).

    F. Makrozoobentos

    Bentos adalah organisme yang hidup di permukaan atau dalam

    substrat dasar perairan yang meliputi organisme nabati yang disebut

    fitobentos dan organisme hewani yang disebut zoobentos. Menurut

    Cummins (1975), pada umumnya zoobentos adalah avertebrata makro

    yang meliputi: Insekta, Moluska, Oligochaeta, Krustasea, dan Nematoda

    (Gambar 1).

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    27/147

     

    Gambar 1.  Makrozoobentos yang hidup di atas dan di dalam substratdasar perairan (Cummins, 1975).

    Zoobentos merupakan hewan yang sebagian atau seluruh siklus

    hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil, merayap maupun

    menggali lubang (Odum, 1998). Berdasarkan tempat hidupnya, zoobentos

    terdiri atas dua kelompok, epifauna yaitu organisme bentik yang hidup dan

    berasosiasi dengan permukaan substrat, dan infauna yaitu organisme

    bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat) dengan cara menggali

    lubang (Nybakken, 1992).

    Vernberg et al . (1981) menggolongkan bentos berdasarkan

    ukurannya ke dalam tiga kelompok, yaitu:

    1. Makrobentos adalah bentos yang tersaring oleh saringan 1,0 mm x

    1,0 mm atau 2,0 mm x 2,0 mm, yang pertumbuhan dewasanya

    berukuran 3 mm –5 mm .

    2. Meiobentos adalah bentos yang berukuran antara 0,1 mm –1 mm.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    28/147

     

    misalnya golongan Protozoa yang berukuran besar, Cnidaria, dan

    cacing berukuran kecil.

    3. Mikrobentos adalah bentos yang berukuran kurang dari 0,01 mm –0,1

    mm, misalnya Protozoa.

    Supriharyono (2007) menyatakan kebiasaan organisme bentos

    dalam cara memakan makanannya (feeding habit ), dibedakan sbb:

    a. Phytophagus (misal: Gastropoda, Crustacea)

    b. Filter feeding (misal: zooplankton, teritip, Bivalvia)

    c. Sediment feeding (misal: Polychaeta, Oligochaeta)

    d. Detritus feeding (misal: Gastropoda, Isopoda, dan larva Amphipoda)

    e. Carnivorous (misal: zooplankton, Polychaeta, Gastropoda, Krustasea,

    larva serangga air tawar, dan ikan).

    Berdasarkan pola makannya, bentos dapat dibedakan atas tiga

    kelompok (Barnes, 1978). Pertama, suspension feeder yang memperoleh

    makanannya dengan menyaring partikel-partikel yang melayang di

    perairan. Kedua, deposit feeder yang mencari makanan pada sedimen

    dan mengasimilasikan material organik (detritus) yang dapat dicerna dari

    sedimen. Ketiga, detritus feeder yang khusus hanya memakan detritus

    saja. 

    Kelompok organisme dominan yang menyusun makrofauna di

    dasar lunak terbagi dalam empat kelompok: Polychaeta,

    Krustasea, Echinodermata dan Moluska. Cacing Polychaeta banyak

    terdapat sebagai spesies pembentuk tabung dan penggali. Krustasea yang

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    29/147

     

    dominan adalah Ostracoda, Amfipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang

    berukuran besar dan beberapa Decapoda yang lebih kecil. Umumnya

    mereka menghuni permukaan pasir dan lumpur. Moluska biasanya

    terdiri dari berbagai spesies Bivalvia penggali dengan beberapa

    Gastropoda di permukaan. Echinodermata biasanya sebagai bentos

    subtidal, terutama terdiri dari binatang mengular dan ekinoid (bulu

    babi dan dollar pasir) (Nybakken, 1992).

    G. Peranan Makrozoobentos

    Odum (1971) menyatakan bahwa organisme bentik mempunyai

    hubungan yang erat sekali dengan sumber daya perikanan melalui

    hubungan rantai makanan. Hubungan ini berdasarkan atas rantai

    makanan detritus yang dimulai dari organisme mati diuraikan oleh

    mikroorganisme. Mikroorganisme beserta hancurannya dimakan oleh

    detrivor. Detrivor ini selanjutnya akan dimakan oleh beberapa jenis ikan

    dan udang.

    Bengen et al.  (1995) menambahkan bahwa organisme bentos

    mempunyai peranan yang penting dalam komunitas perairan. Peranan

    tersebut antara lain dibutuhkan dalam proses mineralisasi dan

    pendaurulangan organik. Di samping itu, dalam rantai makanan di

    perairan, khususnya pada rantai kedua dan ketiga, sejumlah

    makrozoobentos larva Insekta, merupakan sumber makanan yang penting

    bagi ikan kecil.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    30/147

     

    Chessman (2003), mengungkapkan beberapa alasan keuntungan

    penggunaan makrozoobentos untuk pendugaan kualitas air dibanding

    biota air lainnya, antara lain sebagai berikut:

    1. Struktur komunitas dari makrozoobentos seringkali dapat digunakan

    sebagai bioindikator lingkungan yang mewakili kondisi lokalnya,

    karena banyak dari hewan tersebut bersifat sessile. Dengan

    keterbatasan tersebut, maka hewan ini sangat cocok untuk digunakan

    dalam penilaian pengaruh aktivitas antropogenik pada tempat spesifik.

    2. Makrozoobentos mampu mengintegrasikan adanya perubahan variasi

    lingkungan yang relatif singkat. Banyak spesies makrozoobentos

    mempunyai waktu siklus hidup yang relatif kompleks, mulai dari satu

    tahun hingga lebih. Sensitivitas pada siklus hidup akan merespon

    stres lebih cepat.

    3. Identifikasi relatif mudah, dan banyak dari taksa yang tergolong

    toleran dapat diidentifikasi sampai pada level genus. Beberapa indeks

    telah disusun secara sederhana hanya dengan menggunakan tingkat

    famili, sehingga memudahkan dalam pendugaan status pencemaran

    atau gangguan pada ekosistem perairan.

    4. Respon stres yang dihasilkan makrozoobentos dapat ditunjukkan

    pada tingkatan tropik dan kisaran toleransi yang berbeda terhadap

    polusi, sehingga memungkinkan untuk menggabungkan informasi

    tersebut ke dalam interpretasi kumulatif.

    5. Pengambilan sampel relatif mudah, peralatan yang relatif murah, dan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    31/147

     

    dapat dikerjakan tanpa banyak membutuhkan tenaga manusia.

    6. Makrozoobentos di lingkungan perairan merupakan komponen utama

    penyusun aktivitas diversitas biologi perairan. Pengertian tentang

    hubungan pengaruh dan dampak dari aktivitas manusia terhadap

    kehidupan makrozoobentos akan membantu dalam menemukan cara

    untuk konservasi biota tersebut.

    7. Distribusi makrozoobentos yang luas dengan bermacam-macam tipe

    badan air.

    8. Kemampuan untuk mengakumulasi bahan polutan yang bermacam-

    macam, sehingga dapat digunakan untuk mempelajari suatu polutan

    yang dipaparkan pada biota air melalui studi bioakumulasi.

    H. Makrozoobentos Sebagai Indikator Biologis Perairan

    Respon komunitas makrozoobentos terhadap perubahan

    lingkungan digunakan untuk menduga pengaruh dari berbagai kegiatan,

    seperti kegiatan industri, perminyakan, pertanian dan tata guna lahan

    lainnya yang akan mempengaruhi badan air. Masukan bahan organik,

    perubahan substrat dan bahan kimia beracun dapat mempengaruhi

    komunitas makrozoobentos (APHA, 1992).

    Komponen biotik (organisme) akan berkembang sebagai respon

    dari setiap perubahan faktor abiotik. Organisme yang mampu bertahan

    hidup dalam kondisi tersebut dikenal dengan istilah organisme indikator

    (bioindikator). Bioindikator dapat digunakan dalam monitoring perubahan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    32/147

     

    kualitas lingkungan (Tugiyono, 2006). Bioindikator dapat dibagi dalam tiga

    kelompok, yaitu:

    1. Indikator secara ekologi yang membuktikan adanya pengaruh

    ekosistem yang tergambarkan dalam struktur komunitas atau yang

    sederhana ada atau tidak adanya spesies.

    2. Monitoring organisme yang mengukur kualitas dan kuantitas dari efek

    negatif bahan kimia dalam lingkungan dan menduga pengaruhnya.

    Organisme indikator, baik berada dalam ekosistem (lingkungannya)

    (monitoring secara pasif) maupun organisme diujikan dalam pengujian

    ekotoksikologi yang baku (monitoring secara aktif).

    3. Tes organisme yang menggunakan prosedur laboratorium yang baku,

    seperti penelitian ekotoksikologi secara laboratorium.

    Bioindikator (indikator biologi) adalah spesies atau mikroorganisme,

    yang kehadiran dan responsnya berubah karena kondisi lingkungan.

    Setiap spesies merespons perubahan lingkungan sesuai dengan stimulus

    yang diterimanya. Respons yang diberikan mengindikasikan perubahan

    dan tingkat pencemaran yang terjadi di lingkungannya. Respons yang

    diberikan oleh masing-masing spesies terhadap perubahan yang terjadi di

    lingkungannya dapat sangat sensitif, sensitif atau resisten (Suana, 2001).

    Berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar, Gauffin

    (1958) membagi makrozoobentos menjadi tiga golongan yaitu: intoleran,

    fakultatif, dan toleran. Organisme intoleran adalah organisme yang

    tumbuh dan berkembang dalam kisaran toleransi lingkungan yang sempit

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    33/147

     

    terhadap pencemaran, dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan

    sehingga hanya hidup pada perairan yang belum tercemar dan miskin

    bahan organik. Organisme fakultatif adalah organisme yang dapat hidup

    pada kisaran toleransi yang agak luas, meskipun dapat hidup dalam

    perairan yang kaya bahan organik dan perairan yang tercemar ringan

    sampai dengan sedang, namun tidak dapat mentolerir tekanan

    lingkungan. Organisme toleran adalah organisme yang tumbuh dan

    berkembang pada kisaran toleransi lingkungan yang luas sehingga

    mampu berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang

    tercemar sedang maupun tercemar berat. Oleh karena itu, untuk

    mengetahui kehadiran atau ketidakhadiran organisme pada lingkungan

    perairan digunakan indikator yang menunjukkan tingkat atau derajat

    kualitas suatu habitat.

    I. Parameter Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaaan

    Makrozoobentos

    a. Parameter Fisika

    1. Kecepatan Arus

     Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat

    disebabkan oleh tiupan angin, karena perbedaan dalam densitas air

    laut, atau disebabkan oleh gerakan gelombang (Nontji, 2002). Selanjutnya

    dikatakan bahwa pada dasar perairan dangkal, dimana terdapat arus

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    34/147

     

    yang tinggi, hewan yang mampu hidup adalah organisme perifitik atau

    bentos.

    Menurut Nybakken (1992), organisme akuatik yang hidup

    menetap pada suatu substrat membutuhkan arus yang dapat

    membawa makanan, oksigen, dan lain sebagainya. Arus yang kuat

    dapat mengakibatkan ketidakseimbangan dasar perairan yang lunak

    seperti dasar perairan berpasir atau berlumpur. Pergerakan air yang

    cukup lambat di daerah berlumpur menyebabkan partikel –partikel

    halus mengendap dan detritus melimpah. Hal ini merupakan media

    yang tidak baik bagi pemakan deposit (deposit feeder ) tapi pergerakan

    air pada daerah berpasir cenderung tidak ada, sehingga fauna yang

    memanfaatkan daerah ini adalah filter feeder .

    Pergerakan air yang ditimbulkan oleh gelombang dan arus juga

    memiliki pengaruh yang penting terhadap bentos. Arus mempengaruhi

    lingkungan sekitar seperti ukuran sedimen, kekeruhan dan banyaknya

    fraksi debu juga stres fisik yang dialami organisme –organisme dasar.

    Pada daerah sangat tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah,

    yaitu kurang dari 10 cm dtk

    -1

    , organisme bentos dapat menetap,

    tumbuh dan bergerak bebas tanpa terganggu, sebaliknya pada perairan

    terbuka dengan kecepatan arus sedang yaitu 10 –100 cm dtk-1

    menguntungkan bagi organisme dasar; terjadi pembaruan antara bahan

    organik dan anorganik dan tidak terjadi akumulasi (Wood, 1987).

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    35/147

     

    2. Suhu

    Suhu merupakan pengatur utama proses fisika dan kimia yang

    terjadi di perairan. Suhu secara tidak langsung akan mempengaruhi

    kelarutan oksigen dan secara langsung mempengaruhi proses kehidupan

    organisme seperti pertumbuhan, reproduksi, dan persebarannya. Suhu

    dapat berperan sebagai faktor pembatas utama bagi banyak makhluk

    hidup dalam mengatur proses fisiologinya, selain faktor lingkungan

    lainnya.

    Menurut Sukarno (1981), suhu dapat membatasi sebaran hewan

    makrobentos secara geografik dan suhu yang baik untuk pertumbuhan

    hewan makrobentos berkisar antara 25 –310C. Welch (1980)

    menyatakan bahwa suhu antara 35-400C merupakan lethal

    temperature  bagi makrozoobentos, artinya pada suhu tersebut

    organisme bentos telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan

    kematian.

    3. Substrat /Sedimen 

    Ukuran partikel substrat merupakan salah satu faktor ekologis

    utama dalam mempengaruhi struktur komunitas makrobentik seperti

    kandungan bahan organik substrat. Pada Tabel 1 tercantum klasifikasi

    sedimen berdasarkan ukuran partikel.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    36/147

     

    Tabel 1. Skala Wenworth  untuk mengklasifikasi partikel-partikel sedimen

    (Holme dan McIntyre, 1984)

    Keterangan Ukuran (mm)Batu besar  (boulder )Bongkahan batu (cobble)Kerakal ( pebble)Kerikil (granule)Pasir sangat kasar (very coarse sand )Pasir kasar (coarse sand )Pasir agak kasar  (medium sand ) Pasir halus (fine sand )Pasir sangat halus (very fine sand )

    Lanau (silt )Lempung (clay )

    >256256 –64

    64 –44 –22 –1

    1 –0,50,5 –0,25

    0,25 –0,1250,125 –0,625

    0,625 –0,0039< 0,0039

    Meningkatnya buangan sedimen ke dalam ekosistem perairan

    pesisir akibat semakin tingginya laju erosi tanah yang disebabkan oleh

    kegiatan –kegiatan, pengusahaan hutan, pertanian, dan pembangunan

    saran dan prasarana, dapat membahayakan kehidupan di lingkungan

    pesisir. Efek dari sedimen ini sangat dirasakan oleh komunitas dasar

    dalam kisaran kedalaman yang memungkinkan bagi komunitas tersebut

    untuk hidup (Dahuri et al., 2001).

    4. Padatan Tersuspensi Total (Total Susp ended Sol id ,TSS)

    Padatan tersuspensi total atau total suspended solid   (TSS) adalah

    bahan-bahan tersuspensi (diameter 1 µm) yang tertahan pada kertas

    saring millipore dengan ukuran diameter pori –pori 0,45 µm. Penyebab

    TSS utama adalah kikisan tanah atau erosi tanah seperti lumpur, pasir

    halus, dan jasad – jasad renik. Kondisi tersebut terjadi pada musim

    penghujan, sehingga sungai mengalami limpasan air hujan.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    37/147

     

     Apabila jumlah dan ukuran partikel yang tersuspensi cukup besar

    dan aliran air tidak terlalu deras, maka partikel –partikel tersebut akan

    mengendap di dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi

    substrat tempat hidup makrozoobentos sehingga keanekaragaman dan

    kelimpahannya menurun (Hawkes, 1979).

    Nilai TSS ini erat kaitannya dengan kekeruhan perairan. Nilai TSS

    yang sangat tinggi berefek negatif bagi organisme makrozoobentos.

    Effendi (2000) menyatakan peningkatan TSS dapat meningkatkan

    kekeruhan air, menghambat penetrasi cahaya dan berpengaruh terhadap

    proses fotosintesis. Nilai kekeruhan yang masih memenuhi kehidupan

    biota air yang diinginkan adalah tidak lebih dari 10 mg l -1. Untuk melihat

    Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkungan

    perairan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

    Tabel 2. Konsentrasi padatan tersuspensi dan kategori kualitas lingkunganperairan (Canter dan Hill, 1981)

    KonsentrasiPadatan Tersuspensi (Mg/L)

    Kategori KualitasLingkungan perairan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    38/147

     

    tersuspensi di perairan baik plankton, lumpur maupun bahan organik.

    Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya

    dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi

    proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan.

    b. Parameter Kimia

    1. Karbon Organik Total (Total Organic Carbon ,TOC)

    Karbon organik total  adalah jumlah karbon yang terkandung di

    dalam senyawa organik dan digunakan sebagai salah satu indikator

    kualitas air (air bersih maupun air limbah). TOC dalam sumber air berasal

    dari pembusukan bahan organik alami (NOM : natural organic matter) dan

    dari sumber sintetis. Humik asam, fulvic asam, amina, dan urea

    merupakan jenis NOM. Nilai ini dalam sumber air berasal dari

    pembusukan bahan organik alami (natural organic matter, NOM) dan dari

    sumber sintetis. Deterjen, pestisida, pupuk, herbisida, kimia industri, dan

    diklorinasi organik adalah contoh sumber sintetis.  Karbon organik total

    memberikan peran penting dalam mengukur jumlah bahan organik alami

    pada sumber air dan sedimen (Sharp, 1985).

    Untuk penilaian parameter TOC digunakan standar berdasarkan The

    Norwegian Pollution Control Authority   tahun 2000 seperti disajikan pada

    Tabel 3.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    39/147

     

    Tabel 3. Standar baku Total Organic Carbon (TOC) untuk biota perairan

    Level Kualitas Lingkungan Sedimen Perairan TOC (mg/g)

    Sangat BaikBaik

    Kurang BaikTercemar SedangTercemar Berat

    41

    2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemica l OxygenDemand , BOD)

    Kebutuhan oksigen biokimiawi atau biochemical oxygen demand  

    (BOD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh

    mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik yang terdapat dalam

    air. Nilai BOD umumnya digunakan sebagai bioindikator kelimpahan

    bahan organik dalam air. Aktivitas mikroorganisme yang tinggi

    mengakibatkan semakin besar nilai BOD untuk menguraikan bahan

    organik (Fardiaz, 1992).

    Nilai konsentrasi BOD suatu perairan apabila konsumsi oksigen

    selama 5 hari berkisar antara 5 mg.l-1, maka perairan tersebut tergolong

    baik. Apabila konsumsi oksigen berkisar antara 10 mg.l-1 – 20 mg.l-1, akan

    menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi. Limbah

    industri yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan adalah nilai BOD

    maksimum 100 mg.l-1 (Brower et al., 1990). Selanjutnya dijelaskan bahwa

    semakin rendah nilai BOD dalam suatu perairan, maka semakin tinggi

    pula keanekaragaman biota (makrozoobentos) dalam perairan tersebut.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    40/147

     

    Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya

    oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan

    organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan

    bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan

    makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD,

    secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air

    buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran

    pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD

    merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran

    banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organism

    tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan,

    pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam.

    Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban

    pencemaran akibat air buangan penduduk, industri dan untuk mendesain

    system-sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut.

    Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, kalau suatu badan air

    dicemari oleh zat organik bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut

    dalam air selama proses oksidasi tersebut yang dapat mematikan

    organism dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat

    menimbulkan bau busuk pada air tersebut. Pemeriksaan BOD

    didasarkan atas reaksi zat organic dengan oksigen di dalam air dan

    proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik, sebagai

    hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, amoniak dan air. Reaksi

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    41/147

     

    biologis pada uji BOD dilakukan pada temperature inkubasi 200C dan

    dilakukan selama 5 hari (Alaerts, 1987).

    BOD merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada

    suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD tinggi mengindikasikan bahwa

    air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan

    secara biologic dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi

    aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan

    kandungan oksigen terlarut diperairan sampai pada tingkat terendah,

    sehingga kondisi perairan menjadi anaerob yang dapat mengakibatkan

    kematian organisme akuatik. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa tingkat

    pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD nya.

    3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi ( Chemical Oxyg en Demand ,COD)

    Menurut (Hutagalung dan Rozak, 1997), dalam perairan laut yang

    masih alami, kadar COD umumnya sekitar 1,5 –2 kali lebih tinggi

    dibandingkan kadar BOD. Bahan organik mudah urai yang masuk ke

    lingkungan laut umumnya berasal dari limbah domestik atau pemukiman,

    sedangkan yang sukar urai umumnya berasal dari limbah industri,

    pertambangan atau pertanian, sehingga parameter COD merupakan

    indikator untuk pencemaran limbah industri, pertambangan atau pertanian.

    COD berbanding terbalik dengan Dissolved Oxygen (DO). Artinya,

    semakin sedikit kandungan udara di dalam air maka angka COD akan

    semakin besar. Besarnya angka COD tersebut menunjukkan bahwa

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    42/147

     

    keberadaan zat organik di air berada dalam jumlah yang besar. Organik-

    organik tersebut mengubah oksigen menjadi karbondioksida dan air

    sehingga perairan tersebut menjadi kekurangan oksigen. Hal inilah yang

    menjadi indikator seberapa besar pencemaran di dalam limbah cair oleh

    pembuangan domestik dan industri. Semakin sedikit kadar oksigen di

    dalam air berarti semakin besar jumlah pencemar (organik) di dalam

    perairan tersebut. Karena itu secara logika kita dapat berkata bahwa air

    yang kita konsumsi harus memiliki kadar COD yang sangat rendah.

    Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari

    aktivitas rumah tangga dan industri, misalnya pabrik bubur kertas ( pulp),

    pabrik kertas, dan industri makanan. Perairan yang memiliki nilai COD

    tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai

    COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter,

    sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter,

    sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan

    pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter

    (UNESCO/WHO/UNEP, 1992).

    4. Oksigen Terlarut (Disso lved Oxygen,DO)

    Daya larut oksigen dapat berkurang disebabkan naiknya suhu air

    dan meningkatnya salinitas. Konsentrasi oksigen terlarut dipengaruhi

    oleh proses respirasi biota air dan proses dekomposisi bahan organik

    oleh mikroba. Pengaruh ekologi lain yang menyebabkan konsentrasi

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    43/147

     

    oksigen terlarut menurun adalah penambahan zat organik (buangan

    organik).

     Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen

    terlarut menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota.

    Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam suatu

    perairan adalah adanya bakteri aerob dari bahan –bahan buangan yang

    mengkonsumsi oksigen (Fardiaz, 1992).

    Pada tingkatan spesies, masing –masing biota mempunyai respon

    yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut dan perbedaan

    kerentanan biota terhadap tingkat oksigen terlarut yang rendah. Capitella

    sp. (kelas Polychaeta) dapat hidup dan mengalami peningkatan

    biomassa walaupun nilai konsentrasi oksigen terlarut nol (Connel dan

    Miller, 1995).

    Untuk penilaian kriteria pencemaran berdasarkan kandungan

    oksigen terlarut berdasarkan Lee et al ., (1979) seperti disajikan pada

    Tabel 4.

    Tabel 4. Kriteria pencemaran berdasarkan kandungan oksigen terlarut

    Kadar oksigen terlarut (ppm) Kriteria

    > 6,54,5 –6,52,4 –4,4

    < 2

    Belum tercemarTercemar ringan Tercemar

    sedangTercemar berat

    Pada daerah dengan polutan bahan organik, terdapat dua

    kelompok yang sensitif terhadap penurunan oksigen. Kedua kelompok

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    44/147

     

    tersebut diantaranya Bivalvia berukuran kecil, Theora lubrica  dan

    beberapa Polychaeta seperti Paraprionospio sp., Prionospio cirrifera dan 

    Sigambra tentaculata (Kikuchi, 1982).

    5. Derajat Keasaman (pH)

    pH adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion hydrogen yang

    terlepas dalam suatu cairan dan merupakan indikator baik buruknya

    suatu perairan (Sastrawijaya, 1991). pH di suatu perairan dipengaruhi oleh

    beberapa faktor antara lain aktivitas fotosintesa, suhu, dan salinitas. 

    Effendi (2000) menyatakan bahwa sebagian besar biota akuatik

    sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 –8,5.

    Makrozoobentos memiliki kisaran toleransi terhadap pH yang berbeda-

    beda. Gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH di

    atas 7. Bivalvia didapatkan pada kisaran yang lebih lebar yaitu 5,6 –8,3.

    Dalam kelompok Insekta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran pH

    yang lebar. Sebagian besar famili Chironomidae mewakili kelompok

    serangga terdapat pada pH di atas 8,5 dan di bawah pH 4,5 (Hawkes,

    1979).

    Perairan dengan nilai pH lebih kecil dari 4 merupakan perairan

    yang sangat asam sehingga dapat menyebabkan kematian mahkluk

    hidup, sedangkan pH yang lebih dari 9,5 merupakan perairan yang

    sangat basa dapat pula menyebabkan kematian dan mengurangi

    produktivitas. Sebaliknya perairan dengan kisaran pH 7,5 –8,5 merupakan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    45/147

     

    perairan yang sangat produktif. Selanjutnya Presscatt (1970),

    mengatakan bahwa pH yang ideal untuk kehidupan alami dalam perairan

    adalah 6,5 – 8,0. Namun pada pada umumnya air laut bersifat alkalis (pH

    berkisar 8,2) kecuali dekat pantai (Dojlijo dan Best, 1993).

    Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH (Effendi, 2003)

    dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5. Kriteria kesuburan perairan berdasarkan nilai pH

    Nilai pH Kriteria Kesuburan

    5,5 –6,5 dan > 8,5 Tidak produktif

    6,5 –7,5 Produktif

    7,5 –8,5 Sangat produktif

    6. Salinitas

    Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang

    membedakannya dengan air tawar. Biota yang mampu hidup pada

    kisaran yang sempit disebut sebagai biota stenohaline dan sebaliknya

    biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota

    euryhaline  (Supriharyono, 2000). Menurut Gross (1972, menyatakan

    bahwa hewan benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas

    berkisar antara 25‰–40‰. 

    Organisme yang cukup adaptif dan mampu bertahan dengan baik

    terhadap perubahan salinitas adalah yang berasal dari kelas Polychaeta,

    Gastropoda, Bivalvia, dan Krustasea (Nybakken, 1992). Menurut Budiman

    dan Dwiono (1986), Gastropoda mempunyai kemampuan untuk bergerak

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    46/147

     

    guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun Bivalvia yang

    bersifat sessile  akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar

    berlangsung lama. Selain itu, reproduksi dari jenis – jenis Gastropoda

    seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

    7. Redoks Potensial (Eh) Sedimen 

    Redoks potensial (Eh) adalah besarnya aktivitas elektron dalam

    proses oksidasi reduksi yang dinyatakan dalam milivolt (mV). Redoks

    potensial dapat dijadikan sebagai ukuran kandungan oksigen dalam

    sedimen (Bengen et al ., 1995).

    Oksidasi atau redoks potensial diukur dengan ukuran millivolt yang

    disebut skala Eh yang kira –kira sama dengan pH, hanya saja Eh

    mengukur aktivitas elektron sedangkan pH mengukur aktivitas proton.

    Pada wilayah redoks yang terputus, Eh akan menurun dengan cepat dan

    menjadi negatif pada wilayah yang sepenuhnya kosong (Odum, 1993).

    Menurut Bengen et al. (1995), sedimen dasar suatu perairan dibagi

    menjadi tiga zona yang didasarkan pada nilai redoks potensial dan reaksi-

    reaksi kimia yang terjadi di dalamnya. Ketiga zona tersebut adalah zona

    oksidasi (nilai Eh > 200 mV), zona transisi (nilai Eh berkisar 0 –200 mV)

    dan zona reduksi (nilai Eh

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    47/147

     

    J. Indeks Ekologi

    Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi serta biomassa

    menurut Odum (1998), selain menunjukkan kekayaan jenis, juga

    menunjukkan keseimbangan dalam pembagian jumlah individu tiap jenis.

    1. Indeks Keanekaragaman

    Untuk menggambarkan keadaan jumlah spesies atau genera yang

    mendominasi dan bervariasi maka digunakan indeks keanekaragaman.

    Semakin kecil nilai keanekaragaman maka keseragaman populasi

    semakin kecil, artinya persebaran jumlah individu setiap spesies tidak

    merata serta ada kecenderungan suatu spesies untuk mendominasi

    populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai keragaman maka

    populasi menunjukkan keseragaman tinggi dimana jumlah individu setiap

    spesies atau genera sama atau hampir sama (Odum, 1971).

    Keanekaragaman merupakan sifat komunitas yang ditentukan oleh

    banyaknya jenis serta kemerataan kelimpahan individu tiap jenis yang

    didapatkan (Odum, 1998). 

    Wardoyo (1974) mengemukakan bahwa keanekaragaman yang

    mempunyai nilai tinggi berarti kondisi ekosistem perairan cukup baik.

    Indeks keanekaragaman yang rendah cenderung mengindikasikan

    kualitas perairan yang buruk. Namun pernyataan di atas tidak selamanya

    berlaku, sebab pada keadaan tertentu indeks keragaman yang rendah

    didapatkan di daerah aliran air yang berkualitas baik. Hal ini dikarenakan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    48/147

     

    dasar perairan yang keras dan berbatu seperti di wilayah pegunungan,

    namun tidak menguntungkan bagi hewan makrobentos.

    Keanekaragaman (H’) mempunyai nilai terbesar jika semua individu

    berasal dari genus atau spesies yang berbeda –beda. Sebaliknya, nilai

    terkecil didapat jika semua individu berasal dari satu genus atau satu

    spesies saja.

    2. Indeks Keseragaman

    Dahuri (1994) menyatakan bahwa indeks keseragaman (E)

    digunakan untuk melihat apakah di dalam komunitas jasad akuatik yang

    diamati, terdapat pola dominansi oleh suatu atau beberapa kelompok jenis

     jasad. Apabila nilai E mendekati 1, maka sebaran individu –individu antar

     jenis (spesies) relatif merata, sebaliknya jika nilai E mendekati 0, terdapat

    sekelompok jenis tertentu yang jumlahnya relatif berlimpah (dominan) dari

    pada jenis lainnya.

    Odum (1998) menyatakan bahwa indeks keseragaman merupakan

    suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya berkisar antara 0 –1.

    Semakin kecil keseragaman suatu populasi, berarti ada spesies

    mendominir populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai indeks

    keseragaman yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh

    dikatakan sama atau tidak jauh berbeda dan tidak ada dominansi spesies.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    49/147

     

    3. Indeks Dominansi

    Dominansi jenis organisme dalam suatu komunitas ekosistem

    perairan diketahui dengan cara menghitung indeks dominansi dari

    organisme tersebut. Nilai indeks dominansi berkisar antara nol dan satu.

    Nilai yang semakin mendekati satu menunjukkan ada organisme yang

    mendominasi ekosistem perairan. Sebaliknya, jika nilai mendekati nol

    tidak ada jenis organisme yang dominan (Odum, 1998). Selanjutnya

    dikatakan bahwa hubungan antara keragaman, keseragaman dan

    dominansi terkait satu sama lain, dimana apabila organisme

    beranekaragam berarti organisme tersebut tidak seragam dan tentu tidak

    ada yang mendominasi.

    4. Biomassa

    Data kelimpahan dan biomassa species yang terdiri dari komunitas

    benthik dapat dieksploitasi secara luas, yang bertujuan untuk menaksir

    tingkatan kondisi perairan yang dianggap terganggu dapat digambarkan

    dalam kurva ABC. Kurva ABC atau k -dominance curves  yang

    mengindikasikan perairan tersebut dalam kondisi masih baik dan layak

    atau tidak untuk kehidupan hewan makrozoobentos.

    Menurut (Warwick dan Clarke, 1994), jika kurva biomassa terletak

    di atas kurva kelimpahan individu, maka perairan tersebut terindikasi tidak

    terganggu (tidak tercemar). Sebaliknya, apabila perairan tersebut

    terindikasi tercemar berat ditunjukkan dengan kurva kelimpahan individu

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    50/147

     

    diatas kurva biomassa, biasanya sebagian besar komunitas terganggu

    dihuni oleh sejumlah besar individu kecil. Jika perairan terindikasi

    tercemar sedang (terganggu), maka kedua kurva ini bersinggungan atau

    saling memotong. Dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

    Keterangan: (A) tidak terganggu, (B) terganggu, (C) tercemar

    Gambar 2. Kurva ABC atau k-dominance curves

    K. Indeks Pencemaran

    Metode Indeks Pencemaran (IP) merupakan salah satu metode

    analisis kualitas air yang diaplikasikan di Indonesia. Metode ini merupakan

    perhitungan relatif antara hasil pengamatan terhadap baku mutu yang

    berlaku. Sebagai metode indeks komposit, Indeks Pencemaran (IP) terdiri

    atas indeks rata-rata dan indeks maksimum. Indeks maksimum dapat

    memberikan indikator unsur kontaminan utama penyebab penurunan

    kualitas air. Unsur utama dapat dihubungkan dengan sumber pencemar,

    apakah dari domestik maupun non domestik (industri). Pengelolaan

    kualitas air atas dasar perhitungan Indeks Pencemaran (IP) dapat

    memberikan masukan untuk menilai kualitas badan air untuk suatu

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    51/147

     

    peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika

    penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar.

    Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air dilakukan

    berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115

    Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam

    pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu

    air dengan metoda indeks pencemaran (Pollution Index –PI).

    Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan

     j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi

    parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas

    air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini

    peruntukan yang akan digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas III

    berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang

    Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Evaluasi

    terhadap Indeks Pencemaran (Pij) tersaji pada Tabel 6.

    Tabel 6. Evaluasi terhadap Indeks Pencemaran (Pij)

    Nilai indeks Keterangan0 ≤ PIj ≤ 1,0 kondisi baik

    1,0 < PI j ≤ 5,0 Tercemar ringan

    5,0 < PI j ≤ 10,0 Tercemar sedang

    PIj > 10,0. Tercemar berat

    Sumber : Kep-MENLH No. 115 tahun 2003

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    52/147

     

    L. Kerangka Pikir Penelitian

    Perairan Teluk Laikang di Kabupaten Takalar dan Kabupaten

    Jeneponto merupakan salah satu lokasi dimana terdapat beberapa

    aktivitas seperti kawasan budidaya rumput laut, kawasan pemukiman,

    pertambakan dan industri. Aktivitas –aktivitas tersebut di atas, baik secara

    langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap

    keseimbangan ekosistem di perairan Teluk Laikang.

    Penurunan kualitas lingkungan ini dapat diidentifikasi dari perubahan

    komponen fisik, kimia dan biologi perairan di sekitar pantai. Perubahan

    komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan menurunnya

    kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen)

    menurun, yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama

    pada struktur komunitasnya. Salah satu biota laut yang diduga akan

    terpengaruh langsung akibat penurunan kualitas perairan dan sedimen di

    lingkungan pantai adalah hewan makrozoobentos. Oleh karena itu,

    diperlukan tindak lanjut berupa upaya pengelolaan pesisir di daerah

    tersebut. Sehingga dapat diketahui kualitas perairan di perairan Teluk

    Laikang.

    Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana diuraikan pada

    BAB 1, maka secara sistematis pendekatan masalah penelitian mengikuti

    kerangka pikir penelitian dengan pendekatan sistem yang dapat dilihat

    pada Gambar 3.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    53/147

     

    Gambar 3. Kerangka pikir penelitian 

    Pemanfaatan

    Tingginya aktivitas antropogenik (perikanan,

    pertanian, industri, pemukiman, transportasi)

    Limbah

    Degradasi lingkungan perairan

    Indikasi dampak pada

    Wilayah tidak tercemar Wilayah tercemar

    Strategi pengelolaan

    Sumber

    Indeks pencemaran Indeks ekologi Metode ABC  Analisis CCA & SPSS

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    54/147

     

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013 yang

    meliputi studi literatur, survei awal lokasi penelitian, pengambilan data

    lapangan, analisa sampel, pengolahan data, analisa data dan penyusunan

    laporan hasil penelitian.

    Lokasi penelitian dilaksanakan di Perairan Teluk Laikang, Kabupaten

    Takalar dan Kabupaten Jeneponto. Untuk analisis kualitas air dilakukan di

    Laboratorium Kualitas Air, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

    Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

    B. Alat dan Bahan

     Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian yaitu: (a).

    penentuan stasiun: perahu motor sebagai alat transportasi untuk

    mengambil data dan sampel; GPS (Global Positioning System) sebagai

    penentu posisi titik pengambilan sampel (b). pengambilan sampel

    makrozoobentos: Eckman Grabb  20 x 20 cm2, ayakan bentos 0.5 mm,

    kantong sampel, alkohol 70%, kertas label secukupnya dan lup yang

    digunakan pada saat identifikasi (c). pengukuran parameter lingkungan:

    Eh  –  pH meter; sieve net   untuk mengetahui jenis dan ukuran sedimen.

    Pengukuran suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut (DO) menggunakan alat

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    55/147

     

    Water Quality Cheker   (WQC); layang –layang arus dan  kompas untuk

    menentukan arah dan kecepatan arus; TOC analyzer untuk menghitung

    Total Organik Carbon pada sedimen. Sebaliknya analisis COD dan BOD

    dari sampel air yang diambil menggunakan Kemmerer   Water Sampler

    pada kolom air untuk selanjutnya dianalisis di laboratorium.

    C. Prosedur Penelitian

    1. Stasiun

    Pengambilan sampel dilakukan pada 6 stasiun di perairan Teluk

    Laikang (Gambar 4). Untuk posisi masing-masing stasiun penelitian dapat

    dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Posisi stasiun penelitian di Teluk Laikang berdasarkan GPS(Global Positioning System)

    Stasiun Posisi Keterangan

    S E

    I 050 33’ 248 ”  1190 30’ 648 ”  Depan muara sungai Allu

    II 05  35’ 692 ”  199  33’ 132 ”  Depan muara sungai Ujung Bori 

    III 05  36’ 874 ”  199  32’ 834 ”  Sebelah kiri jetty PLTU Bosowa

    IV 050 36’ 780 ”  1990 32’ 949 ”  Sebelah kanan Jetty PLTU Bosowa

    V 05  35’ 386 ”  199  28’ 862 ”  Perairan dekat pemukiman wargaPuntondo

    VI 050 34’ 784 ”  1990 28’ 176 ”  Depan muara sungai kecil Puntondo

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    56/147

     

    Gambar 4. Peta lokasi penelitian di Teluk Laikang

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    57/147

     

    2. Metode Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada masing –masing

    stasiun yang telah ditentukan yaitu enam stasiun. Pengambilan sampel

    dilakukan sebanyak tiga kali dan periode sampling selama dua bulan.

    Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan dengan

    menggunakan Eckman Grabb. Sampel yang didapat disortir dengan

    menggunakan Hand Sortir Method, dibersihkan dengan air dan direndam

    dengan formalin 4% selama satu hari. Sampel kemudian dicuci dengan akuades

    dan dikering anginkan, selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi

    alkohol 70% sebagai pengawet lalu diberi label. Identifikasi diusahakan sampai

    tingkat spesies dengan menggunakan buku-buku petunjuk Dharma

    (1988), Pennak (1978), Webb et al.,  (1978), dan sumber acuan lainnya

    yang representatif.

    Pengukuran beberapa parameter oseanografi dilakukan bersamaan

    dengan pengambilan sampel makrozoobentos. Pengambilan sampel air

    untuk dianalisa menggunakan Kemmerer Water Sampler pada kolom air.

    Sampel disimpan dalam cool box  dan dianalisa di laboratorium.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    58/147

     

     Adapun parameter yang diukur yaitu:

    c. Parameter Fisika

    Pengukuran suhu, salinitas, pH menggunakan alat Water Quality

    Cheker  (WQC).

    1. Kecepatan Arus

    Kecepatan arus ditentukan dengan menggunakan kompas,

    stopwatch  dan layang –layang arus. Secara teknis alat ini dilepaskan di

    perairan dan dibiarkan hanyut hingga tali menegang. Kecepatan arus

    dihitung dengan membandingkan antara panjang tali dan waktu yang

    dibutuhkan hingga tali menegang. Selisih waktu pada saat pelepasan alat

    dan pada saat tali dilepas dihitung dengan menggunakan stopwatch.

    Untuk menghitung kecepatan arus yang diukur di lapangan

    menggunakan persamaan : V = s/t, dimana V = kecepatan arus (m. detik-

    1), s = panjang tali (m), t = waktu pengamatan (detik).

    2. Kecerahan 

     Alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan yaitu Secchi disk .

    Setiap stasiun diukur kecerahannya dengan menurunkan Secchi disk ke

    dalam perairan, data dicatat ketika Secchi disk pertama kali tidak terlihat

    dan ketika pertama kali terlihat dari kolom perairan. Data yang diperoleh

    kemudian dirata –ratakan.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    59/147

     

    3. Potensial Redoks Sedimen (Eh)

    Pengukuran potensial redoks dari sampel sedimen dilaksanakan di

    laboratorium dengan mengunakan Eh-pH meter (Hariyadi, 2003).

    4. Jenis dan Ukuran Sedimen

    Untuk mengklasifikasi substrat pasir dan lumpur dilakukan prosedur

    sebagai berikut: sampel sedimen yang telah kering ditimbang sebanyak ±

    100 gram, lalu diayak menggunakan sieve net  bertingkat selama 15 menit

    dengan gerakan konstan sehingga didapatkan pemisahan partikel

    sedimen berdasarkan masing-masing ukuran ayakan (2 mm, 1 mm, 0,5

    mm, 0,063 mm dan < 0,063 mm). Sampel kemudian dipisahkan dari

    masing –masing ukuran ayakan hingga bersih lalu ditimbang. Untuk

    menghitung persentase berat sedimen pada metode ayakan kering

    digunakan rumus sebagai berikut:

    %berat = %100xayakan hasil total berat

     ayakan hasil berat

     

    d. Parameter Kimia

    1. Kebutuhan Oksigen BioKimiawi/Biochemica l Oxygen Demand  (BOD5)

    Pengukuran BOD5  dilakukan dengan DO meter. Sampel air yang

    diambil dari dalam air dimasukkan ke dalam botol gelap dan diinkubasi

    dalam inkubator pada suhu 20 0C, lalu diukur oksigen terlarutnya dengan

    menggunakan DO meter. Nilai BOD5  yaitu DO yang diukur saat hari

    pertama dikurangi dengan nilai DO setelah hari kelima.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    60/147

     

    2. Kebutuhan Oksigen Kimiawi/Chemical Oxygen Deman d  (COD)

    Pengukuran COD dilakukan dengan metode titrimetri (Hariyadi,

    2003) dan dilaksanakan di laboratorium. Langkah –langkah pengukuran

    terdiri dari: erlenmeyer 125 mL dicuci bersih hingga bebas bahan organik

    kemudian 5 mL air sampel dipipet ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan

    2,5 mL K2Cr 2O7, diaduk lalu ditambahkan lagi 7,5 mL H2SO4  pekat.

    Erlenmeyer ditutup dan dibiarkan selama sekitar 30 menit kemudian

    ditambahkan 5 mL akuades, diaduk lalu ditambahkan lagi 2 –3 tetes

    indikator Ferroin, lalu dititrasi dengan FAS hingga terjadi perubahan warna

    dari kuning –oranye atau biru kehijauan menjadi merah kecoklatan.

    Selanjutnya, membuat larutan blangko.

     Adapun perhitungan COD menggunakan rumus:

    sampelmL

    1000x8xNxS)-(B(mg/l)COD    

    keterangan: B = Volume FAS yang digunakan dalam larutan blangko (ml);

    S = Volume FAS yang digunakan dalam sampel (ml); N = Normalitas FAS

    3. Oksigen terlarut/Disso lved Oxygen (DO)

    Pengambilan sampel air untuk penentuan oksigen terlarut

    menggunakan alat Kemmerer water sampler . Jika kedalaman lebih dari

    tiga meter data diambil pada kedalaman ± 50 cm dari permukaan dan ± 50

    cm di atas dasar substrat perairan. Namun jika kedalaman kurang dari tiga

    meter maka sampel air hanya diambil pada kedalaman ± 50 cm dari

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    61/147

     

    permukaan perairan. Langkah selanjutnya sampel air dimasukkan ke

    dalam botol BOD5  ukuran 125 ml tanpa adanya bubbling . Dimasukkan

    sebanyak 20 tetes MnSO4 dan NaOHKI sebanyak 20 tetes kemudian

    biarkan beberapa menit sampai terbentuk endapan. Langkah selanjutnya

    adalah H2SO4 pekat dimasukkan sebanyak 20 tetes kemudian dikocok

    secara bolak –balik. Sampel tersebut diambil sebanyak 25 ml dan

    dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 ml untuk dititrasi dengan Na-

    tiosulfat sampai warna kuning muda. Amilum dimasukkan sebanyak tiga

    tetes kemudian titrasi dengan Na-tiosulfat hingga warna sampel berubah

    dari biru menjadi bening. Dicatat banyaknya ml titran Na-tiosulfat yang

    digunakan dan dimasukkan ke dalam rumus perhitungan oksigen terlarut.

     Analisis oksigen terlarut menggunakan metode titrasi Winkler (Hariyadi et

    al. 1992).

    4. Padatan Tersuspensi Total/Total Susp ended Sol id (TSS)

    Penentuan total padatan tersuspensi dari sampel air akan

    dilaksanakan di laboratorium dengan prosedur kerja yaitu: terlebih dahulu

    kertas saring dikeringkan dengan tungku pada suhu 105

    0

    C dan cawan

    pada suhu 500 0C selama 2 jam. Selanjutnya mendinginkan cawan dan

    kertas saring di dalam desikator selama 15 menit. Berat awal cawan dan

    kertas saring ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Kemudian

    sampel diambil sebanyak 500 ml dalam erlenmeyer dan dibiarkan selama

    sekitar 30 menit. Langkah selanjutnya sampel disaring dengan

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    62/147

     

    menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan. Lalu kertas saring

    dikeringkan dengan oven pada suhu 1050

    C dan cawan pada suhu 5000

    C

    selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator. Terakhir, berat

    akhir kertas saring ditimbang dengan menggunakan neraca analitik, dan

    diulangi tiga kali hingga diperoleh berat tetap.

     Adapun perhitungan TSS sebagai berikut:

    c

     1000xb)-(a

    (ppm)TSS    

    Keterangan, a = Berat kertas saring setelah penyaringan; b = Berat kertas

    saring sebelum penyaringan; c = ml sampel air.

    5. Karbon Organik Total /Total Organic Carbon (TOC)

    Untuk mengukur TOC dipakai alat TOC analyzer   dan untuk

    menghitung Total Organik Carbon pada sedimen adalah: TOC = (TC-IC) x

    fp, dimana TC = Total karbon hasil pengukuran (mg l -1), IC = Karbon

     Anorganik hasil pengukuran (mg l-1), fp = Faktor pengenceran.

    D. Analisis Data

    1. Indeks Pencemaran

     Analisis kualitas air dilakukan dengan membandingkan kualitas air

    hasil pengukuran dengan Baku mutu kualitas air sesuai Peraturan

    Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

    Pengendalian Pencemaran Air. Penentuan status mutu air dengan

    menggunakan metode indeks pencemaran ( pollution index ) sesuai

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    63/147

     

    Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003. Perhitungan

    indeks pencemaran dilakukan dengan menggunakan persamaan :

    Pij= √     

    Dimana :

    Pij = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j)

    Ci = Konsentrasi parameter kualitas air hasil pengukuran

    Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

    dalam baku mutu peruntukan air (j)

    (Cij/Lij)M = Nilai Cij/Lij maksimum

    (Cij/Lij)R = Nilai Cij/Lij rata-rata

    2. Struktur Komunitas Makrozoobentos

    a. Kepadatan

    Kepadatan makrozoobentos dihitung berdasarkan rumus Bengen et

    al ., (2004), sebagai berikut:

    b

    a10000Y

       

    Keterangan, Y= Kepadatan individu (ind.m-2); a= Jumlah makrozoobentos

    yang tersaring (ind); b= Luas bukaan grab (cm2) x jumlah ulangan.

    b. Komposisi Jenis

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    64/147

     

    Jenis – jenis yang didapatkan dikelompokkan menurut kelas dan

    dihitung persentase masing –masing kelas.

    c. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman

    Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan indeks Shannon-

    Wiener (Brower et al ., 1990):

    H’ = - ∑Pi log2 Pi atau  

      

      

      

     

    N

    nilog

    N

    ni'H

    2  

    Keterangan: H’ = Indeks keanekaragaman; ni = Jumlah individu untuk

    setiap jenis; N = Jumlah total individu.

    Indeks keseragaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus

    Shannon – Wiener (Brower et al ., 1990):

    s2

    logH' 

    max'H

    H'J'  

     

    Keterangan: H’= Indeks keanekaragaman; J’= Indeks keseragaman;

    S = Jumlah jenis

    d. Indeks Dominasi

    Indeks dominasi dihitung dengan menggunakan formula menurut

    Brower et al . (1990) sebagai berikut :

    1)N(N

    1)ni(niD

       

    Keterangan: D = Indeks dominansi; ni= Jumlah Individu setiap jenis

    N = Jumlah individu dari seluruh jenis

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    65/147

     

    Penyajian data nilai indeks ekologi dikelompokkan menurut stasiun

    dan disajikan dalam bentuk grafik atau tabel dan dianalisis secara

    deskriptif.

    3. Penilaian Tingkat Pencemaran

    Penentuan tingkat pencemaran perairan digunakan metode ABC

    ( Abundance-Biomass Comparison) yaitu model kurva K-dominance 

    (Warwick, 1986). Nilai persentase kumulatif dari biomassa dan jumlah

    individu dari setiap spesies dimasukkan sebagai sumbu Y (% dominansi

    kumulatif) dan dari jumlah individu dan biomassa setiap spesies yang

    telah diurut/dirangking, dimasukkan sebagai sumbu X (log rangking

    spesies).

    Berdasarkan hasil yang diperoleh, apabila kurva K-dominance untuk

    biomassa terletak di atas kurva untuk jumlah invidu spesies, maka

    perairan dikatakan tidak tercemar. Bila kurva K-dominance  untuk

    biomassa dan jumlah individu spesies saling berhimpitan maka perairan

    dikatakan tercemar sedang dan sebaliknya jika kurva K-dominance untuk

     jumlah individu spesies berada di atas kurva biomassa spesies maka

    perairan dikatakan tercemar berat.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    66/147

     

    4. Hubungan Parameter Fisik Kimia Perairan dengan StrukturKomunitas Makrozoobentos

    Untuk mengetahui hubungan parameter fisika kimia perairan dengan

    komunitas makrozoobentos  digunakan analisis multivariat dengan teknik

    Canonical Correspondence Analysis (CCA).

     Analisis korespondensi kanonikal/canonical correspondency

    analysis (CCA) merupakan suatu metode multivariat yang dapat

    menjelaskan hubungan antara biologi dari spesies dan parameter

    lingkungannya. Metode ini dibuat untuk mengekstraksi tiruan gradien

    lingkungan dari data ekologis. Gradien tersebut merupakan dasar untuk

    menggambarkan perbedaan habitat dari suatu taksa pada suatu diagram

    ordinasi dengan singkat dan jelas. Hasil utama dari CCA adalah diagram

    ordinasi yaitu sebuah grafik dengan sistem kordinat yang dibentuk oleh

    aksis ordinasi. Diagram ordinasi CCA berisikan poin dari spesies, lokasi

    dan pengkelasan dari kualitatif variabel lingkungan serta tanda panah

    untuk kuantitatif variabel lingkungan (ter Braak, 1995). Matrik data terdiri

    dari komunitas makrozoobentos dan peubah lingkungan sebagai individu

    statistik (kolom) dan waktu pengamatan sebagai baris. Adapun proses

    penghitungan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Biplot dan

    penilaian hubungan parameter fisik kimia pada tiap stasiun dianalisis

    dengan Anova dan proses penghitungannya digunakan bantuan

    perangkat lunak SPSS.

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    67/147

     

    E. Bagan Alir Penelitian

    Gambar 5. Bagan alir penelitian

    TABULASI DATA

     ANALISIS DATA

    PEMBAHASAN

    MENARIK

    KESIMPULAN

    MENYUSUN

    LAPORAN

    INTERPRETASI

    PENGUMPULAN

    DATA PRIMER

    PERSIAPAN

    SURVEY

    PENDAHULUAN

    PENGUMPULAN

    DATA SEKUNDER

    PARAMETERLINGKUNGAN

    KUISIONERMASYARAKAT

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    68/147

     

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Kondisi Perairan Berdasarkan Kondisi Fisik Kimia

    Parameter yang diamati selama penelitian meliputi parameter kimia

    dan parameter fisika (Lampiran 1). Parameter fisika antara lain lingkungan

    yang diamati dalam penelitian seperti yaitu parameter fisika antara lain

    yaitu kecepatan arus, suhu, substrat/sedimen, TSS, kecerahan.

    Sebaliknya parameter kimia antara lain yaitu TOC, BOD5, COD, DO, pH,

     Air, salinitas, eH (potensial redoks sedimen), akan diuraikan satu persatu.

    a. Parameter Fisika

    1. Kecepatan Arus

    Kecepatan arus yang diperoleh di seluruh stasiun (Gambar 6)

    berada pada kisaran 0,042 cm/dtk –0,148 cm/dtk atau < dari 10 cm/dtk

    yang dikategorikan dalam kecepatan arus yang relatif rendah.

    Kecepatan arus tertinggi pada stasiun II dikarenakan tidak adanya

    penghalang/barrier  sehingga mempengaruhi tingginya kecepatan arus

    di stasiun tersebut. Sebaliknya kecepatan arus terendah pada stasiun

    V hal ini disebabkan karena daratan yang berbentuk tanjung sehingga

    menghalangi laju arus laut dari luar untuk masuk ke wilayah tersebut.

    Dari nilai tersebut, tidak ada perbedaan kecepatan arus yang sangat

    menonjol di tiap stasiunnya.

    Menurut Mason (1993) bahwa perairan yang mempunyai arus > 1

  • 8/18/2019 Status Perairan Teluk Laikang Sulsel

    69/147

     

    m/dtk dikategorikan dalam perairan yang berarus sangat deras,

    kecepatan perairan dengan arus > 0,5 –1 m/dtk dikategorikan sebagai

    arus deras, kecepatan arus 0,25-0,5 m/dtk dikategorikan sebagai arus

    sedang, kecepatan arus 0,1-0,25 m/dtk dikategorikan arus lambat dan

    kecepatan arus < 0,1 m/dtk dikategorikan sebagai arus sangat lambat.

    Berdasarkan kategori tersebut maka nilai rata –rata kecepatan arus

    pada lokasi penelitian termasuk dalam kategori arus lambat –arus

    sangat lambat.

    Menurut Wood (1987), menyatakan bahwa pada daerah sangat

    tertutup dimana kecepatan arusnya sangat lemah, yaitu kurang dari 10

    cm/dtk, organisme bentos dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas

    tanpa terganggu.