Download - Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

Transcript
Page 1: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

SPIRITUALITAS MUSIK

DALAM PANDANGAN SEYYED HOSSEIN NASR

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Filsafat Islam

Oleh:

MUHAMAD MUZAYIN NIM: 04511562

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2008

Page 2: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.
Page 3: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.
Page 4: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.
Page 5: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

MOTTO

lawan dengan ’tertawa’, berontak dengan ’diam’... ...tidak mampukah kita untuk lebih bersikap bijaksana...???

- Muzayin-

v

Page 6: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

PERSEMBAHAN Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Semua yang telah menjadi ’Guru Kehidupanku’...

vi

Page 7: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi huruf Arab yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini

mengacu pada Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang merujuk pada Surat

Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia tertanggal 22 Januari 1988 Nomor: 1757/1987 dan

Nomor: 0543b/U/1987.

I. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

Alif ... tidak dilambangkan ا

Bā’ b be ب

Tā’ t te ت

Śā’ ś es titik di atas ث

Jim j je ج

Hā’ ha titik di bawah ح

’Khā خ

Dāl د

Źāl ذ

’Rā ر

Zai ز

Sīn س

Syīn ش

Şād ص

Dād ض

’Tā ط

’Zā ظ

Ain‘ ع

Gayn غ

’Fā ف

vii

h.

kh ka dan ha

d de

ź zet titik di atas

r er

z zet

s es

sy es dan ye

ş es titik di bawah de titik di bawah

..

d.

ţ te titik di bawah zet titik di bawah .

Z

’.. koma terbalik (di atas)

g ge

f ef

Page 8: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

Qāf q qi ق

Kāf k ka ك

Lām l el ل

Mīm m em م

Nūn n en ن

Waw w we و

Hā’ h ha ه

Hamzah ..’.. apostrof ء

Yā y ye ي

II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis Rangkap

ditulis muta’addidah متعّددة

ditulis ‘iddah عّدة

III. Tā’ marbūtah di akhir Kata

a. Bila dimatikan, ditulis h:

ditulis hikmah حكمة

ditulis jizyah جزية

(ketentuan ini tidak diperlukan pada kata-kata arab yang sudah terserap ke

dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya kecuali bila

dikehendaki lafal aslinya).

b. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:

ditulis zakāt al-fitri زآاة الفطر

IV. Vokal pendek

____ (fathah) ditulis a contoh قال ditulis qāla

____ (kasrah) ditulis i contoh مسجد ditulis masjidun

viii

Page 9: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

____ (dammah) ditulis u contoh آتب ditulis kutiba

V. Vokal panjang

a. fathah+alif, ditulis ā (a garis di atas)

ditulis jāhiliyyah جاهلّية

b. fathah+alif maqşūr, ditulis ā (a garis di atas)

ditulis yas’ā يسعى

c. kasrah+ya’ mati, ditulis ī (i garis di atas)

ditulis karīm آريم

d. dammah+wau mati, ditulis ū (u garis di atas)

ditulis furūd فروض

VI. Vokal rangkap

a. fathah+ya’ mati, ditulis ai

ditulis bainakum بينكم

b. fathah+wau mati, ditulis au

لقو ditulis qaul

VII. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan dengan

apostrof.

ditulis a’antum أأنتم

ditulis u’iddat أعّدت

ditulis la’in syakartum لئن شكرتم

VIII. Kata Sandang Alif + Lam

a. bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-

ditulis al-Qur’ān القران

ditulis al-qiyās القياس

ix

Page 10: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

b. bila diikuti huruf syamsiyah, sama dengan huruf.

’ditulis as-samā الّسماء

ditulis asy-syams الّشمس

IX. Huruf besar

Huruf besar dalam tulisan Latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis penulisannya.

ditulis zawi al-furūd ذوى الفروض

x

Page 11: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

ABSTRAK

Kajian tentang nilai estetis musik telah banyak dilakukan. Namun, kajian mengenai musik yang dihubungkan dengan aspek spiritualitas Islam dengan fokus kajian pemikiran tokoh Seyyed Hossein Nasr belum pernah dilakukan. Di sinilah letak pentingnya kajian ini.

Kajian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini mengacu pada rumusan masalah yang telah ditetapkan, yaitu; Bagaimanakah pandangan Seyyed Hossein Nasr tentang relevansi spiritualitas Islam dalam apresiasi musik? Dengan demikian, untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka dalam skripsi yang termasuk penelitian kepustakaan ini, penulis menggunakan dua metode analisis, yaitu: 1) Deskriptif. Metode ini digunakan untuk membahas dan mendeskripsikan pandangan Seyyed Hossein Nasr tentang spiritualitas musik. 2) Historis. Metode ini digunakan penulis untuk melacak latar beakang pemikiran Seyyed Hossein Nasr mengenai musik dan spiritualitas Islam. 3) Koherensi intern. Metode ini digunakan penulis guna memberikan interpretasi tepat mengenai konsep-konsep dan aspek-aspek pemikiran tokoh Seyyed Hossein Nasr yang dilihat menurut keselarasan satu dengan yang lainnya, sehingga pandangannya mengenai musik dapat dipahami secara sistematis.

Hasil yang diperoleh penulis dalam skripsi ini adalah bahwa musik di dalam struktur tradisi Islam berkembang secara signifikan dan menempati posisi khusus terutama dalam wilayah spiritual. Hal ini menegaskan bahwa musik adalah media paling universal dalam mengekspresikan inti ajaran Islam yang merupakan proses realisasi keindahan dan kepasrahan terhadap makna ketuhanan, di mana ia merupakan bentuk dari sebuah ungkapan rasa dan tata harmoni religiositas keislaman seseorang sekaligus sebagai salah satu jalan kontemplasi.

Dengan mengkaji pandangan Seyyed Hossein Nasr tentang relevansi spiritualitas Islam dalam apresiasi musik, penulis kemudian berkesimpulan bahwa Nasr adalah tokoh yang sepakat mengenai anggapan bahwa musik terkait dengan kenyataan-kenyataan aritmatika dan samawi yang merupakan cerminan serta imitasi gerakan alam. Secara fungsional, musik mampu mengendalikan dan mempengaruhi jiwa pendengarnya sehingga kualitas musik sangat berpengaruh. Bahwa semakin baik kualitas musik yang diciptakan dan dinikmati maka semakin baik pula kualitas penikmatnya. Namun, berbagai bentuk apresiasi –baik dalam bentuk kesan (impresi) ataupun pengungkapan (ekspresi)- seseorang terhadap musik akan sangat tergantung terhadap kondisi kejiwaannya. Sebaik apapun kualitas musik, hal itu tidak akan bermakna apapun bagi seseorang bila ia tidak memiliki kepekaan intuisi religius yang terkandung dalam musik tersebut. Karena itu, spiritualitas Islam memiliki kaidah yang -secara langsung- menerapkan pemahaman dan kepekaan terhadap seseorang sekaligus tehadap bentuk dan karakteristik musik. Pada gilirannya, manifestasi spiritualitas Islam menjaga bentuk intelektualitas tersebut. Atau dengan kata lain, semakin baik kualitas spiritual dan kepekaan seseorang maka akan semakin baik pula pemahaman serta apresiasi orang tersebut terhadap musik.

xi

Page 12: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang

senantiasa mencukupi segala kebutuhan dan memberikan kesempatan bagi penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu terlimpahkan

kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai motifator sejati bagi umatnya.

Penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa karya tulis ini tidak akan

pernah selesai tanpa suatu proses. Proses yang diiringi dengan usaha, do’a,

motifasi, bantuan, bimbingan, dan komunikasi positif dari berbagai pihak. Untuk

itu, tiada balasan yang sanggup penulis berikan kecuali ucapan rasa terima kasih

dan doa kepada seluruh pihak yang ikut andil, baik langsung maupun tidak

langsung, dalam penyelesaian karya tulis ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1- Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Prof. Dr. Amin

Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta); Dr. Sekar Ayu Aryani

(Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta); Drs. Sudin, M.

Hum. (Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat, sekaligus selaku Pembimbing

Akademik); Fachruddin Faiz, M. Ag (Sekretaris Jurusan Aqidah dan Filsafat); Dr.

Fatimah (Pembimbing Skripsi); Para dosen pengampu dan jajaran staf TU

Fakultas Ushuluddin.

2- Keluarga besar Bandar-Kendal: Bapak Djawahir; Ibu Suhartin; Bapak

Muhammad Dahlan (Alm.); Bunda Baitul Muniroh; Adik-adikku; Alfi, Fitri,

Zakky dan Zakka, semoga jalan kalian lebih terang....

xii

Page 13: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

3- Sahabat-sahabatku: BandoelKoenci (Mursyid, Iwan, Aix,... Musik

takkan pernah mati selama Tuhan masih berkarya! Terima kasih untuk inspirasi

tema skripsinya); Korp Merdeka (Paul, QQ, Jany, Toing, Menthok, Hatta, Lien,

Iroel, Bahoel, Tya, Azzah, dkk. Shape the Freedom...!!!); Kawan-kawan AF dan

Alitheia Institute (Forum diskusi Aqidah dan Filsafat); dan Sahabat-sahabat

HumaniusH.

4- Istriku tercinta, Dyah Ayu...

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang diselesaikan dalam waktu

singkat ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, baik bagi penulis maupun bagi

pembaca. Semoga Allah SWT selalu memberi kemudahan...Amin.

Yogyakarta, 28 November 2008 Penyusun, Muhamad Muzayin NIM: 04511562

xiii

Page 14: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

NOTA DINAS ................................................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ................................................................................. iii

SURAT PENGESAHAN ................................................................................. iv

HALAMAN MOTTO ........................................................................................ v

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... vii

ABSTRAK ....................................................................................................... xi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... xii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .................................................. 9

D. Telaah Pustaka .............................................................................. 9

E. Metode Penelitian ......................................................................... 14

1. Sumber Data.......................................................................... 14

2. Metode Analisa Data............................................................. 15

3. Pendekatan Penelitian ........................................................... 16

F. Sistematika Pembahasan .............................................................. 16

BAB II BIOGRAFI DAN KERANGKA PEMIKIRAN SEYYED

HOSSEIN NASR ............................................................................... 18

A. Perjalanan Hidup dan Karier Intelektual Seyyed Hossein Nasr ... 19

B. Karya-karya Seyyed Hossein Nasr ............................................... 25

C. Kerangka Pemikiran Seyyed Hossein Nasr .................................. 30

xiv

Page 15: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

BAB III ESTETIKA MUSIK DALAM ISLAM ............................................ 34

A. Estetika dan Spiritualias Islam ...................................................... 36

1. Estetika dan Religiositas ......................................................... 36

2. Makna Spiritualitas dalam Lingkup Kajian Barat dan Timur. 38

B. Manifestasi Utama Tradisi Musik dalam Islam ............................ 43

BAB IV PANDANGAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG

RELEVANSI SPIRITUALITAS ISLAM DALAM APRESIASI

MUSIK .............................................................................................. 51

A. Wacana Musik dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr ............... 51

1. Hakikat dan Karakteristik Musik ............................................ 51

2. Klasifikasi Bentuk dan Kualitas Musik .................................. 57

B. Relevansi Spiritualitas Islam dalam Apresiasi Musik ................... 65

1. Musik dan Medium Kontemplasi............................................ 65

2. Peran Spiritualitas Islam dalam Apresiasi Musik dan

Tatanan Moral ......................................................................... 68

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 74

A. Kesimpulan ................................................................................... 74

B. Saran-saran .................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 77

CURRICULUM VITAE .................................................................................. 83

xv

Page 16: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah masyarakat mencatat bahwa musik memiliki peran dan fungsi

penting dalam kehidupan.1 Kehidupan masyarakat dengan nilai dan makna

masing-masing menyebabkan berbagai maksud dan kebutuhan musikal. Maka,

perkembangan dan perwujudan musik akan tergantung pada tuntutan, harapan dan

inisiatif yang ada dalam masyarakat.2 Sebaliknya, musik juga mampu

mempengaruhi masyarakat dalam hal etika, agama, politik, sosial, pendidikan dan

kepekaan estetis, baik positif maupun negatif, hal ini didasarkan atas

kemungkinan besar seorang individu dapat terpengaruh oleh kesadaran kolektif

dari zaman, kelompok sosial, dan keyakinan yang dianut dengan pendapat yang

berbeda-beda dalam pemikiran serta cara menangani musik.3

Dalam sebuah contoh kasus dalam cerita tentang karya besar Beethoven

(1770-1827) –seorang komposer ternama zaman Klasik- yaitu Simfoni no. 3,

karya tersebut merupakan inspirasi yang muncul dari kekaguman Beethoven

terhadap Napoleon sebagai tokoh baru. Semula simfoni ini berjudul Simfonia

Grande Intitolata Bonaparte (Simfoni Besar Atas Nama Napoleon Bonaparte).

1 Yeni Rahmawati, Musik Sebagai Pembentuk Budi Pekerti (Yogyakarta: Panduan, 2005),

hlm. xxvi.

2 H.H. Eggebrecht, "Musik dan Masyarakat", terj. Dieter Mack dalam Dieter Mack, Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218.

3 H.H. Eggebrecht, "Musik dan Masyarakat", hlm. 219.

1

Page 17: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

2

Karena merasa kecewa terhadap sikap Napoleon yang mengejar kerakusan

kekuasaan dengan mengangkat dirinya sebagai Kaisar, maka Beethoven

mengubah judul karyanya menjadi Simfoni Eroica (Simfoni Heroik), sebuah

perubahan idealisme karya yang mengandung nada penuh kesedihan mendalam

karena kondisi sosial politik yang sedemikian rupa.4

Fenomena tersebut merupakan salah satu diantara ungkapan realitas yang

mampu mencerminkan keterkaitan pengaruh bidang satu dengan yang lainnya.

Peristiwa demi peristiwa yang terjadi membentuk rangkaian yang menghiasi

peradaban. Musik bukanlah bidang yang berdiri sendiri. Ia ada dalam waktu gerak

langkah sejarah dengan berbagai kaitan dan pengaruh yang membentuk esensinya.

Sekalipun diterima secara turun-temurun, kenyataannya berbagai jenis musik

dalam setiap zaman mempunyai karakternya sendiri-sendiri sehingga di setiap

kebudayaan akan selalu mengembangkan suatu jenis musik tertentu.5

Sebagai satu kesatuan eksistensi manusia, musik merupakan medium

pengungkapan ekspresi atau maksud dari penciptaan manusia itu sendiri. Namun

apakah musik mampu mengembangkan dirinya guna kepentingan-kepentingan

lain yang jauh lebih bermanfaat dan lebih bermakna dari yang selama ini

disandangnya? Dapatkah musik menjadi wakil zamannya sebagai salah satu

bidang yang ikut berperan penting dalam berbagai karakter kebudayaan?

4 Sebagaimana dikutip dalam Karl-Edmund Prier, Sejarah Musik, Jilid II (Yogyakarta:

Pusat Musik Liturgi, 1993), hlm. 106.

5 Suhardjo Parto, Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. x.

Page 18: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

3

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan mustahil akan selalu muncul di abad

modern ini.

Di era modern seperti sekarang ini, setiap saat seseorang dapat selalu

mendengar musik melalui konser langsung, siaran radio, siaran televisi, tape

recorder, dan media elektronik lainnya namun sangat jarang orang yang

memikirkan "musik itu apa?". Sebagian besar para peminat musik menikmati

musik tanpa disertai adanya apresiasi yang mendasarinya. Lewat media-media

yang disebut di atas, pada umumnya orang mendengarkan musik hanya sebagai

kebutuhan sesaat, sekedar pelepas dahaga, atau sebagai ciri ungkapan rasa gengsi

yang tinggi.

Kenyataannya, apa yang ada di balik musik kurang mendapat perhatian

yang layak dari para peminatnya. Sebagian besar orang menikmati musik hanya

sebagai faktor hiburan belaka tanpa memperhatikan fenomena yang mendasari

terciptanya musik dan pengaruh yang ditimbulkannya terhadap jiwa dan

lingkungan seseorang. Hal inilah yang sering menjadikan musik sebagai bidang

yang terlupakan bahkan terbengkalai dalam tradisi masyarakat sekarang ini.

Jacues Attali dalam karyanya Noise: The Political Economy of Music

membagi evolusi musik menjadi tiga modus: (1) ritual, (2) representasi, dan (3)

pengulangan.6 Dalam semua kultur baik etnis maupun agama, musik tampaknya

memang berfungsi awal dalam konteks ritual. Di kalangan umat Islam, tradisi-

tradisi ritual yang memiliki unsur musikal telah digunakan sejak lama, seperti

6 Sebagaimana dikutip dalam Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 32.

Page 19: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

4

‘aźan dan tilawah. Juga lahirnya musik Gereja di Abad Pertengahan yang

digunakan sebagai ritual pemujaan termasuk dalam modus ritual yang dimaksud.

Evolusi musik selanjutnya berubah ke dalam modus representasi yang

muncul sebagai tanggapan atas kondisi-kondisi sosial yang berubah. Musik tidak

lagi bersifat sakral namun berubah menjadi sekuler, ia berkembang dalam suatu

dikotomi antara kelompok kecil pemain profesional versus kelompok yang lebih

besar yaitu hadirin/penonton non-profesional. Hal ini terjadi pasca zaman Barok

yang ditandai dengan lahirnya bentuk pagelaran konser musik umum sebagai hasil

dari tuntutan masyarakat kelas menengah ke bawah terhadap akses penikmatan

musik, karena sebelumnya musik hanya dikonsumsi oleh kelas elit.7

Selanjutnya, di akhir abad ke-19, modernisasi telah mempengaruhi

berbagai struktur dan teknologi. Beberapa pandangan tentang dampak

modernisasi, salah satunya digambarkan oleh Edwin Ziegfeld, bahwa konsekuensi

perkembangan ilmu dan teknologi modern adalah materialisme dan tercerabutnya

berbagai esensi kehidupan,8 juga berpengaruh terhadap penyikapan dan

pembentukan karakteristik musik yang berkembang.

Terciptanya sebuah sarana yang dapat dipakai untuk merekam dan

menyimpan musik dalam disc maupun pita kaset yang dapat dimainkan kembali

kapan saja diperlukan, bagi Attali hal ini telah mendesak suatu tahap baru yang

ketiga yaitu pengulangan. Sebuah tahap perkembangan teknologi yang dianggap

sebagai suatu cara menyimpan representasi dan masing-masing penikmat

7 H.H. Eggebrecht, "Musik dan Masyarakat", hlm. 221.

8 Sebagaimana dikutip dalam Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 31.

Page 20: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

5

memiliki suatu hubungan tunggal dengan suatu obyek musik, sehingga konsumsi

musik itu bersifat perorangan yang akhirnya berdampak pada kualitas intelek yang

rendah dan kurang peka pada masalah keindahan, nalar, dan moral. 9 Hal yang

disebut terakhir sejalan dengan asumsi Adorno dalam esainya 'On Populer Music'

yang menyatakan bahwa perkembangan musik dalam tahap pengulangan

mendorong kesenangan yang melenakan dan mempunyai korelasi non-produktif

dengan kehidupan masyarakat yaitu sebuah proses penghindaran terhadap energi

fisik dan mental, khususnya kesadaran individu.10

Dalam taraf kajian yang lebih umum, pandangan tentang dampak

modernisasi juga terlihat dalam pemikiran Seyyed Hossein Nasr, seorang

cendekiawan muslim asal Iran yang mengapresiasi khazanah keilmuan tradisional

Islam sehingga ia mampu menempati posisi khusus dalam berbicara dan berkarya

mengenai banyak topik, khususnya mengenai perjumpaan Timur dan Barat, tradisi

dan modernisasi, khususnya seni. Di awal uraian karyanya Islam Tradisi di

Tengah Kancah Dunia Modern (1994), Nasr memandang bahwa esensi

modernisme yang didasarkan pada tendensi-tendensi sekuler-humanistik telah

banyak mempengaruhi wilayah-wilayah kajian tertentu terutama filsafat dan

9 Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 33.

10 Sebagaimana dikutip dalam John Storey, Pengantar Komprehensif Teori dan Metode Culture Studies dan Kajian Budaya Pop, terj. Laily Rahmawati (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 118-119.

Page 21: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

6

seni.11 Konsekuensi dari pengaruh tersebut adalah tiadanya kepekaan manusia

terhadap yang sakral, terutama di bidang seni dan berbagai cabangnya.12

Lebih dari itu, Nasr memandang seni bukan hanya sekedar pada segi

keterampilan, teknik atau bagaimana permainan emosi itu menjadi serba mungkin

dalam penciptaan sebuah bentuk estetik. Seni dilihat sebagai sebuah pola

pemikiran dan manifestasi kesadaran, dari sini seseorang secara langsung

bersentuhan dengan dunia bentuk seni sebagai manifestasi kesadaran tersebut.

Seperti yang dikatakan oleh Nasr terutama pandangannya mengenai seni Islam:

Manifestasi seni Islam yang berbeda-beda memiliki kesamaan semangat yang bersumber dari nilai-nilai supra-individual ajaran Islam (at-Tauhid). Seni Islam tidak hanya berkembang disebabkan oleh bahan-bahan yang digunakan, teknik dan gaya -yang semuanya itu bersifat material. Seni Islam terutama berkenaan dengan kesadaran religius kolektif yang menjiwai bahan-bahan material tersebut.13

Dari situlah Nasr memandang bahwa seni memiliki substansi dari bentuk

yang dapat dipahami oleh indra terkait dengan ketepatan pemahaman dan karena

alasan ini pula seni Islam memiliki kaidah yang menerapkan hukum kosmis dan

universal. Karena itu di balik aspek lahiriahnya yang umum, tersingkaplah pola

peradaban yang bersangkutan.14 Pada gilirannya pola ini menunjukkan bentuk

intelektualitas peradaban tersebut. Jika seni kehilangan sifat tradisionalnya

.

11 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj. Lukman

Hakim (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 1.

12 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah, hlm. 109.

13 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutejo (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 13.

14 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, terj. Suharsono (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 295-296.

Page 22: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

7

sehingga menjadi manusiawi, individual, dan oleh karena itu berubah-ubah, ini

menjadi pertanda pasti dan penyebab dari perubahan pola intelektual dan

spiritual.15

Selanjutnya, ketika sebuah karya seni itu dihasilkan, apapun hasil

pencapaiannya, akan tetap dikenai hukum estetik. Tentu tergantung juga dengan

jenis estetika mana yang digunakan, Barat atau Islam yang keduanya memiliki ciri

dan karakternya sendiri-sendiri. Sejauh pengamatan yang telah penulis lakukan,

argumen yang dilontarkan oleh Nasr pada paragraf di atas adalah usaha kerasnya

untuk mengembalikan derajat seni ke dalam bangunan aslinya: seni yang bersifat

suci dan murni.

Dalam konteks musik Islam, Nasr menjelaskan bahwa musik Islam adalah

bentuk seni yang mengandung pertalian antara nilai estetika dan nilai

spiritualitas.16 Dalam dunia Islam tradisional, musik berkaitan erat dengan

pembacaan ayat Al-Qur'an –meskipun secara teknik tidak disebut musik, syair-

syair religius yang mengagungkan Allah dan Rosul-Nya, atau jenis-jenis musik

yang secara fungsional berada dalam tataran sosial, seperti beberapa jenis musik

rakyat dan musik dalam tradisi tasawuf. Berbeda dengan musik di Barat yang

berkembang selama ini, jenis musik Barat awalnya merupakan seni religius

seperti pada masa Renaisans dan Abad Pertengahan yang kebanyakan inspirasinya

berasal dari gereja Kristen, terutama Musik Gregorian yang merupakan bentuk

musik gereja paling murni. Namun ketika budaya Barat mengalami desakralisasi,

15 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 221.

16 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 168.

Page 23: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

8

akhirnya bentuk musik yang berkembang di Barat lebih bersifat humanistis dan

sekuler.17 Dari fenomena tersebut, dapat kita pahami bahwasanya bentuk dan

karakteristik musik yang dihasilkan akan sangat tergantung dari corak budaya dan

peradaban yang ada di suatu komunitas tertentu.

Tertarik dengan berbagai persoalan di atas, penulis bermaksud mengkaji

lebih jauh pemikiran Seyyed Hossein Nars tentang musik terutama mengenai

bentuk dan karakteristik musik yang diciptakan melalui proses internalisasi nilai

spiritualitas Islam. Pemikiran Nasr tersebut patut ditelaah secara mendalam

setidak-tidaknya karena menawarkan sebuah sudut pandang yang berbeda

mengenai wacana musik itu sendiri. Dengan mengkaji pandangan Seyyed Hossein

Nasr tentang spiritualitas musik, menjadi nyata bahwa musikalitas adalah sebuah

keniscayaan yang dimiliki oleh setiap individu dan masyarakat serta memiliki

peran penting dalam masyarakat Islam di wilayah pengembangan spiritualitas.

Pada dataran praksis, pemikiran itu mencerminkan salah satu upaya

pengembangan wacana musik dalam fenomena masyarakat agar lebih bermakna.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

penulis merencanakan rumusan masalah dengan mengacu pada persoalan

bagaimanakah pandangan Seyyed Hossein Nasr mengenai relevansi spiritualitas

Islam dalam apresiasi musik?

17 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern; Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim, terj. Hasti Tarekat (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 226.

Page 24: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pandangan Seyyed Hossein Nasr

tentang relevansi spiritualitas Islam dalam apresiasi musik secara sistematik.

Selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan intelektual bagi

kaum akademisi dan khalayak umum agar lebih peka terhadap problem

kontemporer, terutama kajian di wilayah musik secara fungsional. Penelitian ini

juga diharapkan menjadi karya tulis ilmiah yang dapat digunakan sebagai acuan

untuk mengkaji dan mengembangkan persoalan musik dalam dunia keislaman

secara khusus dan kehidupan masyarakat secara umum sehingga menjadi

kontribusi bagi sebuah paradigma baru dalam menyikapi fenomena tersebut.

D. Telaah Pustaka

Untuk membuktikan orisinalitas penelitian ini serta terhindar dari

plagiatisme dan duplikasi, maka penulis akan menunjukkan sejumlah karya tulis

yang telah dilakukan sebelumnya. Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh

penulis, karya-karya yang telah mengkaji pemikiran dan karya Seyyed Hossein

Nasr antara lain:

Makalah yang disusun oleh Rahimah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban

dalam Islam; Suatu Tinjauan terhadap Karya Seyyed Hossein Nasr.18 Makalah

Program Studi Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatra Utara ini

mengacu pada karya Nasr yang berjudul Science and Civilization in Islam,

Rahimah memaparkan uraian tentang 'Islamic Science' terkait hubungannya

18 Rahimah, “Ilmu Pengetahuan dan Peradaban dalam Islam; Suatu Tinjauan terhadap Karya Seyyed Hossein Nasr” dalam www.e-usu.ac.id/repository, diakses tanggal 6 Juni 2008.

Page 25: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

10

dengan 'Islamic Civilization'. Dalam tulisan ini, Rahimah hanya sedikit

menyinggung pembahasan seni sebagai bagian dari kebudayaan dan pengetahuan

dalam Islam. Ia hanya menguraikan secara umum kehadiran seni di dalam Islam –

yang didasarkan kepada ajaran Tauhid yang merupakan inti ajaran Islam-19 tanpa

menjelaskan secara spesifik klarifikasi jenis karya seni yang berkembang dalam

Islam seperti seni musik, seni tari, ataupun seni lukis.

Makalah yang disusun oleh Sudarman, Antara Sains dan Ortodoksi Islam:

Telaah Pemikiran Seyyed Hossein Nasr.20 Pada tulisan ini, Sudarman secara rinci

menguraikan kerangka pemikiran Seyyed Hossein Nasr terutama perihal integrasi

sains dan agama. Namun dalam makalah tersebut dia tidak pernah menyentuh

pemikiran-pemikiran Nasr tentang seni, terlebih lagi masalah musik.

Skripsi berjudul Pandangan Seyyed Hossein Nasr terhadap Dampak Sains

Modern dan Teknologi Modern yang ditulis oleh Arif Budianto.21 Dalam karya

ilmiah ini, Arif Budianto hanya menganalisis pandangan dan perhatian Nasr

terhadap dunia modern tentang beberapa dampak dari perkembangan sains dan

teknologi yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan seperti politik, sosial,

ekonomi, termasuk di dalamnya juga seni.

19 Rahimah, “Ilmu Pengetahuan dan Peradaban”, hlm. 3.

20 Sudarman, “Antara Sains dan Ortodoksi Islam: Telaah Pemikiran Seyyed Hossein Nasr”, Makalah Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005.

21 Arif Budianto, "Pandangan Seyyed Hossein Nasr terhadap Dampak Sains Modern dan Teknologi Modern", Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2001.

Page 26: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

11

Skripsi berjudul Seni Islam dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr yang

ditulis oleh Barorotud Dawamah.22 Di sini, Dawamah menjelaskan maksud dari

seni Islam dalam perspektif Seyyed Hossein Nasr serta pesan spiritual yang

terkandung di dalam seni Islam tersebut. Dalam analisanya, Dawamah hanya

mengklarifikasi beberapa jenis seni yang ada di dalam Islam menurut Nasr, yaitu

seni suci Islam dan seni tradisional Islam. Dawamah juga hanya memberikan

contoh-contoh seni yang ada dalam Islam yaitu kaligrafi, tilawah Al-Qur'an, dan

arsitektur saja, sedangkan sastra, musik dan tari tidak dibahas dalam skripsi

tersebut.

Selain karya tulis yang telah mengkaji pemikiran dan karya tokoh Seyyed

Hossein Nars perlu juga diuraikan beberapa karya yang membahas musik dan

Islam dari berbagai pendekatan, antara lain:

Liberty Manik menulis Islam dan Musik dalam majalah Peninjau Edisi 2,

Tahun IX, 1983.23 Dalam artikel ini Manik menekankan bahwa berkembangnya

musik dalam Islam adalah sebuah hal yang niscaya dan hal tersebut adalah bentuk

dorongan untuk pembaharuan dalam diri (budaya) Islam. Asumsi tersebut muncul

dan didasari oleh pandangan Manik bahwa musik merupakan hasil penyesuaian

terhadap budaya pra-Islam.24

22 Barorotud Dawamah, "Seni Islam dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr", Skripsi

Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990.

23 Liberty Manik, “Islam dan Musik”, Peninjau, Edisi 2, Tahun IX, 1983.

24 Liberty Manik, “Islam dan Musik”, hlm. 66.

Page 27: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

12

Buku Seni di Dalam Peradaban Islam karya M. Abdul Jabbar Beg (ed.)25

merupakan kumpulan artikel yang menguraikan seluruh aspek seni dalam

kebudayaan Islam. Dalam buku ini pembahasan tentang musik ditulis oleh Henry

George Falmer dalam bab yang berjudul Musik Religius Islam, namun tulisan

tersebut hanya memberikan penjelasan kronologis perkembangan musik yang ada

di dunia Islam dirunut dari masa-masa pra-Islam.26 Falmer mempunyai asumsi

yang sama dengan uraian Liberty Manik bahwa musik yang berkembang di dalam

Islam adalah pengaruh dari budaya di luar Islam.27

Buku Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi yang ditulis

Abdul Muhaya.28 Buku ini merupakan karya disertasi yang dipublikasikan yang

berusaha memberikan kejelasan argumentasi tentang kehalalan dalam

mendengarkan musik berikut dampak spiritualitasnya bagi pendengar. Abdul

Muhaya mengasumsikan bahwa pelarangan dalam mendengarkan musik bukanlah

terletak pada esensi suara alat-alat tersebut melainkan pada efek negatif yang

ditimbulkannya.29 Bila dikaji lebih dalam, karya ini masih identik dengan uraian

yuridis tentang pembelaan status musik meskipun dari segi pendekatannya,

penelitian ini menggunakan pendekatan tasawuf.

25 M. Abdul J. Beg (ed.), Seni di Dalam Peradaban Islam, terj. Yustiono dan Edi

Sutriyono (Bandung: Pustaka, 1988).

26 Henry G. Falmer, “Musik Religius Islam” dalam M. Abdul J. Beg (ed.), Seni di Dalam Peradaban Islam, terj. Yustiono dan Edi Sutriyono (Bandung: Pustaka, 1988), hlm. 30.

27 Henry G. Falmer, “Musik Religius Islam”, hlm. 30-32.

28 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi (Yogyakarta: Gama Media, 2003).

29 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik”, hlm. 4.

Page 28: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

13

Buku Seni dalam Pandangan Islam: Seni Vokal, Musik dan Tari karya

Abdurrahman al-Baghdadi.30 Buku ini mengetengahkan pembahasan mengenai

berbagai pandangan atas cabang seni yang paling dipermasalahkan; nyanyian,

musik dan seni tari. Dengan pendekatan kesejarahan Abdurrahman al-Baghdadi

mencoba menguraikan perkembangan pemikiran terhadap seni-seni tersebut

dengan mengelompokkan ke dalam dua pandangan, pihak yang membolehkan dan

pihak yang mengharamkan beberapa bentuk seni di atas.

Buku Menafsirkan Seni dan Keindahan Estetika Islam karya Oliver

Leaman.31 Dalam buku karya Oliver Leaman ini memotret kontroversi yang

muncul mengenai kajian estetika Islam khususnya musik dalam aktivitas

keagamaan di dalam Islam. Leaman mencatat bahwa musik dipandang sebagai

suatu aktivitas spiritual yang sangat penting meskipun bukan aktivitas keagamaan

langsung.32 Namun dalam uraiannya tentang musik, Leaman belum menguraikan

secara sistematis dan spesifik maksud spiritualitas musik yang terdapat di dalam

tradisi Islam.

Skripsi berjudul Estetika Musik dalam Al-Qur'an yang ditulis oleh Suryo

Putro.33 Skripsi merupakan penelitian interpretasi linguistik yang berorientasi

pada uraian tentang identitas seni musik Islam yang memiliki nilai estetika dengan

30 Abdurrahman al-Baghdadi, “Seni dalam Pandangan Islam: Seni Vokal, Musik dan

Tari”, dalam www.seni.musikdebu.com, diakses tanggal 31 Mei 2008.

31 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan Estetika Islam, terj. Irfan Abu Bakar (Bandung: Mizan, 2005).

32 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan”, hlm. 175.

33 Suryo Putro, “Estetika Musik Dalam Al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2002.

Page 29: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

14

cara mengklasifikasi dan menafsirkan makna as-sautu dalam Al-Qur'an. Dilihat

dari metode yang digunakan, skripsi ini hanya berusaha mengidentifikasi kata

guna memperoleh suatu konsep yang jelas tentang istilah "musik Islam".

Berdasarkan uraian di atas, penulis kemudian berkesimpulan bahwa

skripsi yang berjudul Spiritualitas Musik dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr

ini masih orisinal. Hal ini didasarkan pada tokoh yang diangkat terutama obyek

material dalam penelitian ini belum pernah ditulis sebelumnya, yaitu pandangan

Seyyed Hossein Nasr tentang musik terkait hubungannya dengan pengaruh

spiritualitas Islam serta pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research).

Karena itu, langkah awal yang ditempuh penulis adalah mengumpulkan data-data

kepustakaan yang dibutuhkan. Setelah data-data yang dibutuhkan tersebut

terkumpul, penulis kemudian mengklasifikasikan dan menganalisisnya ke dalam

sebuah deskripsi yang sistematis.

1. Sumber Data

Adapun sumber data dalam skripsi ini terbagi menjadi dua, yaitu: sumber

primer dan sumber sekunder. Sumber primer yang digunakan penulis dalam

skripsi ini adalah karya-karya yang ditulis oleh Seyyed Hossein Nasr baik karya

utama maupun terjemahan. Sedangkan jenis sumber sekunder yang digunakan

Page 30: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

15

adalah karya-karya lain yang membahas pemikiran Seyyed Hossein Nasr dan

data-data yang mendukung dan mempertajam analisa pembahasan pokok baik

berupa teori-teori maupun studi kasus tertentu yang tersusun dalam bentuk buku,

jurnal, artikel dan karya-karya lainnya terkait hubungannya dengan obyek

penelitian yang diangkat.

2. Metode Analisa Data

Untuk menganalisis data-data yang telah terkumpul dan terklasifikasikan,

penulis menggunakan beberapa metode yang saling melengkapi, yaitu:

a. Deskriptif analisis. Metode deskriptif analitis dalam penelitian ini digunakan

untuk membahas dan menguraikan pandangan Seyyed Hossein Nasr tentang

spiritualitas musik secara lebih sistematis. Dimulai dari pandangan Seyyed

Hossein Nasr tentang seni Islam sampai pada tema musik, sehingga dari sini

diharapkan mampu memunculkan pemahaman baru.

b. Historis. Metode ini digunakan penulis untuk melacak latar belakang sejarah

pemikiran Seyyed Hossein Nasr mengenai musik. Ini diperlukan karena

pemikiran tersebut adalah hasil pergumulan historis dan pemikiran Seyyed

Hossein Nasr mengenai musik tidak bisa dilepaskan dari dinamika sejarah.

c. Koherensi intern. Metode koherensi intern digunakan penulis guna

memberikan interpretasi tepat mengenai konsep-konsep dan aspek-aspek

pemikiran tokoh Seyyed Hossein Nasr yang dilihat menurut keselarasan satu

dengan yang lainnya. Koherensi intern merupakan usaha untuk memahami

Page 31: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

16

secara benar obyek penelitian yang diangkat guna memperoleh pemahaman

suatu struktur yang konsisten.34

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah historis

dan filosofis. Pendekatan historis merupakan pendekatan yang selalu melihat

berbagai peristiwa dari akar sejarahnya.35 Pendekatan ini bermanfaat untuk

melacak konteks wacana pemikiran Seyyed Hossein Nasr tentang musik.

Sedangkan pendekatan filosofis digunakan penulis untuk mengkaji pengaruh

spiritualitas Islam terhadap bentuk dan karakteristik musik.

F. Sistematika Pembahasan

Secara keseluruhan, skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I. Bab ini menyajikan pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka,

metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II. Bab ini membahas perjalanan hidup dan karier intelektual Seyyed

Hossein Nasr, Karya-karya Seyyed Hossein Nasr, serta kerangka pemikiran

Seyyed Hossein Nasr sebagai acuan untuk mengetahui akar pemikiran yang

digunakan tokoh tersebut.

34 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), hlm. 45.

35 Anton Bakker dan A. Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 61.

Page 32: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

17

Bab III. Dalam bab ini penulis mencoba membahas wacana musik dalam

Islam, diawali dari pembahasan mengenai pemaknaan estetika dalam lingkup

agama (religiositas) dilanjutkan dengan pembahasan mengenai manifestasi tradisi

musik yang berkembang dalam tradisi Islam terutama sufisme.

Bab IV. Bab ini merupakan pembahasan pokok dari penelitian yang berisi

analisa pandangan Seyyed Hossein Nasr mengenai relevansi antara spiritualitas

Islam dan musik.

Bab V. Bab terakhir ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan

dan saran-saran dari penulis berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan dalam

skripsi ini.

Page 33: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

18

BAB II

BIOGRAFI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

SEYYED HOSSEIN NASR

Di antara para filosof Muslim terkemuka dalam beberapa dasawarsa

terakhir yang memperoleh pendidikan tradisional dan juga akrab dengan bentuk-

bentuk pemikiran Barat adalah Seyyed Hossein Nasr. Seyyed Hossein Nasr adalah

seorang dari beberapa pemikir Islam –seperti Ismail Raji al-Faruqi dan Fazlur

Rahman- yang pemikirannya tidak bisa diabaikan oleh dunia Islam khususnya di

wilayah akademik. Dengan kapasitas semacam itu, pandangan Seyyed Hossein

Nasr menjadi begitu luas dan sangat kompleks dalam memahami problematika di

dunia dewasa ini, sehingga tema yang ia kaji juga banyak.

Untuk itu, dalam bab ini penulis akan membahas beberapa hal yang

berhubungan dengan Seyyed Hossein Nasr dalam tiga bagian. Di bagian pertama,

penulis akan menguraikan perjalanan hidup dan karier intelektual Seyyed Hossein

Nasr Pembahasan ini diperlukan untuk mengetahui latar belakang pemikiran Nasr

yang begitu luas, karena bagaimanapun latar belakang kehidupan, kondisi sosial,

serta pergaulan tertentu akan sangat mempengaruhi karakteristik pemikiran tokoh

tersebut. Di bagian kedua, penulis akan mengulas beberapa karya tulis Nasr yang

paling menonjol. Di bagian terakhir, pembahasan mengenai kerangka pemikiran

Nasr dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang sitematis, sehingga dalam

pembahasan selanjutnya pembaca dapat mengetahui akar dan sketsa pemikiran

dari Seyyed Hossein Nasr dalam konteks penelitian ini.

18

Page 34: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

19

A. Perjalanan Hidup dan Karier Intelektual Seyyed Hossein Nasr

Seyyed Hossein Nasr adalah seorang tokoh pemikir yang unik di dunia

Islam. Keunikan pribadi dan pemikirannya terbangun karena ia lahir dalam

lingkungan tradisi sufi dan Syi'ah yang dipadu dengan pendidikan dan pemikiran

Barat modern. Ia lahir dari keluarga dengan latar belakang sufi Iran1 yang

memiliki afiliasi-afiliasi dengan tarekat-tarekat sufi di Persia. Nasr lahir pada

tanggal 7 April 1933 di Teheran dari keluarga terpelajar. Ayahnya, Seyyed

Valiallah, adalah seorang dokter dan pendidik2 yang mengabdi kepada dinasti

Qajar di masa pemerintahan Reza Pahlevi, seorang raja Iran pada saat itu.3 Iran

sendiri adalah negara yang menganut tradisi Syi’ah yang sufistik dan senantiasa

memiliki kesinambungan sejarah pemikiran Islam terutama khazanah ilmu-ilmu

klasik yang terus berkembang hingga kini.4

Pada saat masih anak-anak, Nasr mengikuti pendidikan formal awal di

salah satu sekolah dengan standar kurikulum Persia. Di samping itu, Nasr juga

aktif berdiskusi dengan ayahnya mengenai agama dan filsafat. Hal inilah yang

memicu perkembangan intelektual Nasr dan mempengaruhi karakter pribadinya

yang cinta terhadap ilmu pengetahuan.

1 Keluarga Nasr merupakan keturunan Mulla Muhammad Seyyed Taqi, orang suci

terkenal Kashan, makamnya ditempatkan di samping raja Shah Abbas yang sampai hari ini masih dikunjungi oleh para penziarah. Seyyed Hossein Nasr, “Biography” dalam www.nasrfoundation.org, diakses tanggal 6 Juni 2008.

2 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

3 Abdul Dahlan (ed.), Suplemen Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve, 1994), hlm. 181.

4 Waryono A. Ghafur, “Seyyed Hossein Nasr: Neo-Sufisme sebagai Alternatif Modernisme” dalam A. Khudori Soleh (ed.), Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003), hlm. 381.

Page 35: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

20

Semangat yang diberikan ayahnya membuat Nasr begitu antusias untuk

pergi belajar ke Amerika pada umur dua belas tahun. Hal tersebut menandai

sebuah periode baru di dalam hidupnya, di mana tradisi dan budaya Amerika

berbeda dengan tanah kelahirannya, Iran. Di Amerika, tepatnya di kota

Highstown, New Jersey, Nasr mengenyam pendidikan lanjutannya di Peddie dan

lulus pada tahun 1950 dengan membawa piala Wyclifte, sebuah penghargaan bagi

siswa berprestasi. Selama empat tahun di Peddie, Nasr banyak mempelajari

bahasa Inggris, sejarah Amerika, serta kebudayaan Barat dan Kristen.5

Dari Peddie, Nasr melanjutkan pendidikannya di Massacusetts Institute of

Technology (MIT) Amerika Serikat di bidang ilmu fisika. Keputusannya untuk

belajar fisika termotivasi guna memperoleh pengetahuan menyangkut hal-hal

yang alamiah (natural/alam). Akan tetapi, Nasr akhirnya mengalami keraguan atas

bidang yang ia kaji. Dalam sebuah diskusi kecil yang dipimpin oleh seorang

filosof Inggris terkemuka, Bertrand Russell, Russell menyatakan bahwa ilmu

fisika tidak berdiri sendiri, sifat alami dan kenyataan fisik yang ada di dalamnya

didukung oleh struktur matematika.6 Pernyataan tersebut memberi pencerahan

sekaligus memberi gambaran terhadap Nasr, bahwa ilmu fisika terlalu bersifat

positivistik sehingga pertanyaan-pertanyaan metafisika yang ia ajukan tidak

banyak terjawab.7 Meskipun demikian, Nasr mampu menyelesaikan studinya dan

5 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

6 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

7 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

Page 36: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

21

memperoleh gelar B.Sc. (Bachelor of Science) di perguruan tinggi tersebut pada

tahun 1954.

Dari keraguan tersebut, Nasr memutuskan untuk menekuni bidang lain

yang sanggup menjawab semua pertanyaannya, terutama perihal metafisika. Nasr

mulai membaca secara ekstensif kajian-kajian di bidang humaniora. Keseriusan di

bidang tersebut membawa Nasr belajar kepada beberapa tokoh yang akhirnya

banyak mempengaruhi corak dan karakteristik pemikirannya. Di antara tokoh-

tokoh tersebut adalah seorang ahli filsafat dan sejarawan Italia terkemuka, Giorgio

De Santillana. Di bawah bimbingan Santillana, Nasr tidak hanya mempelajari

filsafat Yunani kuno seperti pemikiran Pythagoras, Plato, Aristoteles dan Plotinus,

tetapi juga filsafat Eropa, filsafat abad Pertengahan, Hinduism dan kritik

pemikiran Barat modern. Di samping itu, De Santillana juga banyak

memperkenalkan pemikiran tradisionalis René Guénon kepada Nasr, sehingga

pondasi intelektual dan pandangan-pandangan tradisionalisnya Nasr terbangun

dari karya-karya pemikiran Guénon.8

Ketekunan dan keseriusan Nasr membaca karya-karya tradisionalis

mendorongnya berkunjung ke perpustakaan milik Ananda K. Coomaraswamy,

ahli metafisika dan sejarawan seni asal Singhala. Perpustakaan Coomaraswamy

mempunyai berbagai koleksi lengkap tentang kajian seni dan filsafat tradisional

dari seluruh penjuru dunia. Di perpustakaan inilah Nasr pertama kali menemukan

karya-karya tradisionalis lain seperti Frithjof Schuon, Titus Burckhardt, Marco

Pallis dan Martin Lings. Tokoh-tokoh tersebut akhirnya mempunyai pengaruh luar

8 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

Page 37: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

22

biasa terhadap pemikiran dan kehidupan intelektual Nasr, khususnya metafisika

dan filsafat perennialisme Schuon.9

Setelah lulus dari Massacusetts Institute of Technology (MIT), Nasr

melanjutkan program magisternya di Universitas Harvard dengan konsentrasi di

bidang geologi dan geofisika. Setelah memperoleh gelar kesarjanaan pada tahun

1956, ia melanjutkan program doktornya di universitas yang sama di bidang

sejarah ilmu pengetahuan. Di Harvard, Nasr memperoleh gelar Ph.D. pada tahun

1958 di bawah bimbingan tiga profesor; Bernard Cohen, Hamilton Gibb dan

Harry Wolfson dengan disertasi tentang kosmologi Islam.10

Selama di Harvard, Nasr juga pernah berkunjung ke Eropa, terutama ke

Prancis, Switzerland, Inggris, Italia dan Spanyol. Perjalanan tersebut

membuahkan hasil yang tidak sia-sia terutama di wilayah pengembangan

intelektual dan spiritualnya. Selama di Eropa, Nasr bertemu dengan tokoh-tokoh

tradisionalis dan para penulis filsafat perennial terkemuka seperti Frithjof Schuon

dan Titus Burckhardt. Tokoh-tokoh tersebut memberi kontribusi yang sangat luar

biasa dalam menentukan kehidupan hidup rohani dan intelektual Nasr.

Pertemuannya dengan tokoh sufi Shaykh Ahmad al-Alawi ketika Nasr menempuh

perjalanan ke Maroko juga mempunyai pengaruh penting terhadap alur spiritual

Nasr.11

9 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

10 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

11 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

Page 38: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

23

Pada tahun ke-25 kelahirannya, Nasr memperoleh gelar Ph.D. dengan

karya pertamanya Science and Sivilization in Islam. Buku tersebut merupakan

sebuah karya awal yang ia tulis setelah menyelesaikan disertasinya Introduction to

Islamic Cosmological Doctrines yang diterbitkan oleh Universitas Harvard pada

tahun 1964. Sepulangnya dari Harvard, Nasr pernah diminta untuk menjadi

asisten profesor di Massacusetts Institute of Technology (MIT), namun ia

memutuskan untuk kembali ke Iran.12

Setelah mengenyam pendidikan tingginya di Barat dan kembali ke Iran,

karier intelektualnya diawali sebagai tenaga pengajar tahun 1958 di Universitas

Teheran. Pada usianya yang ke-30, Nasr menjadi orang termuda yang

menyandang gelar profesor penuh di universitas tersebut. Sesuatu yang baru

ditawarkan oleh Nasr pada lembaga ini yakni bahwa ia menganggap pentingnya

pengajaran filsafat Islam yang berbasis sejarah dan perspektif Islam.13

Pada tahun 1972-1975, Nasr menjabat sebagai rektor Universitas

Aryamehr, yaitu universitas sains dan teknik terkenal di Iran. Syah Reza Pahlevi,

penguasa Iran saat itu, menginginkan agar Nasr mengembangkan Universitas

Aryamehr dengan model perguruan tinggi terkenal di Amerika tetapi mempunyai

dasar yang kuat pada kebudayaan Iran. Nasr mengembangkan perguruan tinggi ini

dengan, salah satunya, membuka program pascasarjana dalam bidang filsafat ilmu

12 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

13 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

Page 39: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

24

dengan landasan filsafat ilmu Islam untuk pertama kalinya di dunia Islam bahkan

di dunia pada umumnya.14

Seyyed Hossein Nasr di sela-sela kesibukannya masih sempat menimba

ilmu hikmah di bawah master-master otoritatif di Iran. Di antara guru-guru

terhormat tersebut adalah Sayyid Muhammad Kazim Assar, seorang alim yang

mempunyai otoritas dalam bidang hukum Islam dan filsafat, yang merupakan

sahabat ayah Nasr, Allamah Sayyid Muhammad Husain Tabatabai dan Sayyid

Abul-Hasan Qazwini; seorang ahli hukum Islam yang juga menguasai

matematika, astronomi, dan filsafat dengan baik. Terlihat bahwa Nasr telah

mendapatkan pendidikan Barat Modern dan dikombinasikan dengan pendidikan

Timur Tradisional.15

Kiprah Seyyed Hossein Nasr tidak terbatas pada Iran saja tetapi merambah

dunia luar baik kawasan muslim maupun bukan. Ia pernah menjadi direktur

Cultural Institute, di mana Iran, Pakistan dan Turki menjadi anggotanya. Di

Beirut ia mendirikan Aga Khan Chair of Islamic Studies pada Universitas

Amerika di Beirut (1964-1965). Ia merupakan orang muslim pertama yang

menduduki jabatan tersebut. Posisi terhormat ini mengantarkannya menjadi juru

bicara Islam dan memberikan alat kepada dunia Islam untuk menjawab klaim dari

berbagai pemikiran modern seperti materialisme, eksistensialisme, historisisme,

14 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

15 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

Page 40: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

25

saintisme, dan lain-lain. Di posisi ini, Nasr bertugas mengadakan dialog dengan

agama lain, terutama Kristen.16

Tahun 1980 ia aktif menulis dan berdiskusi dalam forum bergengsi Gifford

Lectures yang diikuti oleh para ilmuwan terkemuka Barat di Universitas

Edinburgh. Nasr adalah orang Timur dan orang Islam pertama yang mendapatkan

kesempatan berharga tersebut. Karyanya Knowledge and the Sacred adalah judul

yang telah dipresentasikannya di forum Gifford Lectures tersebut. Nasr

mengungkapkan bahwa Knowledge and the Sacred merupakan hadiah dari langit

karena penulisannya dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari tiga bulan.17

B. Karya-karya Seyyed Hossein Nasr

Kombinasi latar belakang kultural dan intelektual Seyyed Hossein Nasr

membuatnya menempati posisi khusus dalam berbicara dan berkarya. Ia juga

mempunyai otoritas dalam berbicara mengenai banyak topik, terutama mengenai

perjumpaan Timur dan Barat, tradisi dan modernisasi, serta perkembangan

tasawuf, seni, dan budaya.18 Di antara para sarjana yang mendapat pendidikan

tradisional dan modern sekaligus, Nasr adalah tokoh yang termasuk paling

produktif menulis. Dalam meniti kariernya, Nasr telah banyak melahirkan karya-

karya ilmiah dan bukunya telah diterjemahkan ke berbagai bahasa.

16 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

17 Seyyed Hossein Nasr, “Biography”.

18 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 193.

Page 41: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

26

Sumbangan Nasr sangat banyak, akan tetapi yang paling menonjol adalah

bahwa ia sangat antusias memperkenalkan filsafat Islam tradisional pada dunia

Islam ketika filsafat rasionalisme Barat telah menjadi tantangan bagi filsafat Islam

tradisional.19 Seperti yang telah disebutkan di sebelumnya, hal ini dibuktikan

dengan terbitnya sebuah buku berjudul Science and Civilization in Islam, sebuah

karya awal yang ia tulis setelah menyelesaikan disertasinya yang berjudul

Introduction to Islamic Cosmological Doctrines.

Science and Civilization in Islam merupakan pandangan Nasr tentang ilmu

Islam. Nasr berpendapat bahwa ilmu Islam bukanlah sesuatu yang lahir begitu

saja. Munculnya ilmu Islam merupakan persinggungan dan interaksi mendalam

dengan peradaban lain seperti Yunani, Persia, India, dan peradaban lainnya.

Ketika bertemu dengan berbagai peradaban tersebut, umat Islam terbuka terhadap

berbagai perkembangan ilmu dan peradaban, akan tetapi juga menyeleksinya

dengan seksama sehingga gabungan dari keterbukaan dan daya selektif yang ketat

itu melahirkan cabang ilmu baru yang unik.20

Di bagian awal buku Living Sufism, Nasr mengemukakan banyak fakta

mengenai kecenderungan masyarakat Barat yang sedang mengalami disintegrasi

dengan dunianya dan pengkultusan duniawi yang menghasilkan kedamaian semu.

Menghadapi kondisi tersebut, Nasr menunjukkan spiritualitas Islam berupa

tasawuf. Di sini ia mengemukakan beberapa peranan positif tasawuf dalam sejarah

19 Mehdi Aminrazafi, “Filsafat Islam di Dunia Islam Modern; Persia” dalam Seyyed

Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), Ensiklopedia Tematis Filsafat Islam, Jilid II (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 1381.

20 Seyyed Hossein Nasr, Sains dan Peradaban dalam Islam, terj. J. Mahyudin (Bandung: Penerbit Pustaka, 1986), hlm. 1.

Page 42: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

27

Islam mulai dari pemerintahan hingga seni. Dengan mengikuti tasawuf, menurut

Nasr, orang dapat mematikan nafsu individual yang menjadi akar segala krisis

seperti yang terjadi di Barat.21

Selanjutnya, dengan melihat adanya persoalan-persoalan yang muncul dari

hubungan dan persentuhan Islam dengan modernisme, Nasr menulis pandangan

tersebut dalam bukunya Islam and the Plight of the Modern Man. Buku tersebut

mendasarkan pembahasannya tentang berbagai kondisi manusia modern. Nasr

memandang, kegagalan manusia Barat modern mempunyai banyak pengikut dan

peniru di bagian lainnya di muka bumi ini, termasuk di wilayah dunia Muslim.22

Kekhawatiran Nasr terhadap pengaruh Barat modern mendorongnya

menulis buku A Young Muslim’s Guide to The Modern Wolrd yang berisi pesan-

pesan ajaran Islam dan uraian berbagai segi kebudayaan Barat. Di dalam

pengantarnya, Nasr mengatakan bahwa buku ini adalah upayanya menjelaskan

pesan Islam yang digunakan sebagai petunjuk bagi kaum muda Muslim agar tidak

tersesat dalam tantangan serta daya tarik dunia modern.23

Karya lainnya adalah Tradisional Islam in the Modern World yang

menjelaskan kecenderungan yang muncul antara Islam tradisional, modernis, dan

fundamentalis, serta uraian mengenai berbagai aspek ajaran Islam.24 Di dalam

buku ini, Nasr lebih berkonsentrasi pada kontras yang terjadi antar Islam

21 Seyyed Hossein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. Abdul Hadi (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 1-16.

22 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin (Bandung: Pustaka, 1983), hlm. 27

23 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, hlm. 9.

24 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah, hlm. vi.

Page 43: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

28

tradisional dengan manifestasi revivalis dan fundamentalisnya, sekaligus

berurusan dengan isu-isu signifikan bagi dunia Islam dan pemahaman Barat

terhadap Islam.25

Buku Ideals and Realities of Islam merupakan pembahasan Nasr dari

sudut pandang pemikiran tradisional mengenai berbagai aspek utama Islam

termasuk Al-Qur’an, nabi, hukum, jalan spiritual, serta masalah Sunni dan

Syi’ah.26 Tema-tema tersebut diuraikan kembali dalam bukunya The Heart of

Islam: Enduring Values for Humanity sebagai upaya yang dilakukan Nasr untuk

menjelaskan beberapa aspek mendasar di dalam Islam sekaligus sebagai usaha

untuk merekonstruksi ulang berbagai pandangan negatif serta gambaran bias

tentang aspek-aspek di dalam Islam.27

Buku Islamic Art and Spirituality adalah karya yang ditulis berdasarkan

keprihatinan Seyyed Hossein Nasr tentang kurang dikenalnya seni Islam dalam

diskursus estetika oriental di Barat.28 Dalam karya ini, Nasr mencoba melihat

aspek-aspek khusus seni Islam dari sudut pandang spiritualitas Islam yang

berkaitan dengan prinsip-prinsip wahyu Islam. Karya ini merupakan sebuah studi

kasus mengenai sisi-sisi terpenting dalam seni Islam meliputi sastra, musik, dan

seni visual.29

25 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah, hlm. vi-viii.

26 Seyyed Hossein Nasr, Islam dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid dan Hasyim Wahid (Jakarta: Lappenas, 1981).

27 Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam; Pesan-pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan, terj. Nurasih Fakih (Bandung: Mizan, 2003), hlm. xvi.

28 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 13.

29 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 9.

Page 44: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

29

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, hasil ceramah Nasr di Gifford

Lecture pada tahun 1981 diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Knowledge and

the Sacred. Buku ini merupakan bentuk perhatian Nasr terhadap sains modern

terutama yang berkembang di Barat. Menurut Nasr, Renaisans telah menciptakan

bentuk dan paradigma baru yang merupakan manifestasi corak pemikiran

rasionalistis dan antroposentris serta sekularisasi kosmos.30 Ilmu dalam konsepsi

Barat seperti inilah yang disebut oleh Nasr telah menempati model khusus yaitu

sama sekali tidak berhubungan dengan kesucian.31

Buku Islamic Life and Thought merupakan bentuk penolakan Seyyed

Hossein Nasr tentang tuduhan bahwa sufisme sebagai kemunduran Islam.

Menurut Nasr, penyebab kemunduran Islam bukan sufisme tetapi justru kelompok

rasionalis dan puritan, seperti Wahhabisme di Arab dan gerakan Ahl Hadits di

India yang telah banyak menghancurkan tradisi sufisme.32 Karya tersebut

diperkuat lagi kajiannya dalam karya Nasr berjudul Sufi Essays yang merupakan

penegasan kembali kritik Nasr terhadap penyikapan orang yang menuduh dan

menolak sufisme. Sikap penolakan terhadap sufisme, bagi Nasr sama artinya

dengan mereduksi Islam sampai hanya tinggal syariatnya sehingga Islam tidak

lagi mempunyai kekuatan untuk menandingi Barat secara intelektual maupun

militer.33

30 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 47

31 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 49

32 Sebagaimana dikutip oleh Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, hlm. 200.

33 Waryono A. Ghafur, “Seyyed Hossein Nasr”, hlm. 384.

Page 45: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

30

Three Muslim Sages; Avicena - Suhrawardi - Ibnu Arabi merupakan karya

lainnya yang menggambarkan eksposisi Nasr tentang filsafat Islam yang meliputi

tiga aliran penting: peripatetik yang diwakili Ibn Sina, illuminasi diwakili oleh

Suhrawardi dan irfan oleh Ibn ‘Arabi.34 Di samping itu, ia juga memiliki beberapa

karya lainnya yang tidak cukup diulas semua dalam kapasitas bab ini. Untuk lebih

memfokuskan kajian terhadap pemikiran Seyyed Hossein Nasr, penulis

berpendapat bahwa ulasan beberapa karya di atas telah cukup mewakili beberapa

tema kajian yang ditulis dan digeluti olehnya.

C. Kerangka Pemikiran Seyyed Hossein Nasr

Ketertarikan Seyyed Hossein Nasr pada studinya mengenai sejarah sains

dapat dijadikan pijakan untuk menelusuri akar-akar pemikirannya. Di sana ia

sudah tertarik pada tokoh-tokoh jenius Islam yang kental warna tasawuf dan

filsafatnya. Artinya, pemikiran Seyyed Hossein Nasr berakar pada gagasan-

gagasan yang bercorak mistiko-folosofis. Ini tampak jelas dalam beberapa uraian

yang tersebar dalam beberapa bukunya. Antara lain, konsepnya tentang wahdat

al-wujud diambil dari Ibn Arabi, sedangkan neo-sufisme dari Ibn Taymiyyah dan

Ibn al-Qayyim, meskipun kedua tokoh itu tidak pernah disebut dalam karya-

karyanya.35 Lebih jauh bahkan akar neo-sufismenya itu bisa dilacak pada al-

.

34 Seyyed Hossein Nasr, Tiga Pemikir Islam; Ibnu Sina, Suhrawardi dan Ibn Arabi, terj.

Ahmad Mujahid (Bandung: Risalah, 1986).

35 Kedua tokoh tersebut meski terkenal sebagai pengkritik tajam tasawuf, namun sebenarnya yang ia kritik adalah ritus-ritus sufi dan praktek-praktek pemujaan makam serta pengkultusan wali-wali mereka. Di balik itu, sebenarnya mereka mengakui validitas metode eksperimental sufi. Lihat Fazlur Rahman, Islam terj. Ahsin Mohammad (Bandung: Pustaka, 1994), hlm. 181.

Page 46: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

31

Ghazali, seorang tokoh besar yang memelopori rujuknya praktek sufisme dan

syari’ah.36 Referensi lain yang menjadi pijakan Seyyed Hossein Nasr adalah F.

Schuon, R. Guenon dan A. K.Coomaroswamy. Atas dasar itu semua, ada yang

berpendapat bahwa ide-ide Seyyed Hossein Nasr tidak ada yang orisinal.

Kecemerlangan dan kejernihan paparan Nasr yang membuatnya tampak

menakjubkan, bukan dari orisinalitas penelitiannya, ungkap Perwez Hoodbhoy

tentang Seyyed Hossein Nasr.37

Sebagai ilmuwan, Seyyed Hossein Nasr tidak gegabah dalam melakukan

kritik. Kritiknya didasarkan atas prinsip-prinsip metafisis dan religius.38 Meski

kritiknya kadang-kadang agak radikal, ia berprinsip kita tidak bisa menerima atau

menolak sesuatu yang tidak diketahui, juga tidak boleh membuang sesuatu yang

tidak dimiliki (jika hal itu sebuah kebenaran).39

Tentang gagasannya, sekilas terlihat kesan adanya dua arus pemikiran

yang saling berlawanan, yakni antara paham metafisika Barat dan Islam. Seyyed

Hossein Nasr yang dididik dalam dua tradisi, Timur dan Barat, awalnya

mengalami “ketegangan ideologi” kemudian mengambil sikap sebagai pengkritik

Barat yang paling vokal. Pilihan sikapnya ini bahkan sudah tumbuh ketika studi

Harvard, sehingga pandangan-pandangannya berkaitan dengan dunia modern

sudah terbentuk lama dan matang. Sikap kritisnya itu diwarisi dari filosof Prancis

36 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah, hlm. 6 dan 92.

37 Perwez Hoodbhoy, Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan Rasionalitas terj. Luqman (Bandung: Pustaka, 1997), hlm. 98.

38 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 214.

39 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 238-239.

Page 47: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

32

Rene Guneon40 (1886-1951) yang menulis beberapa buku tentang situasi dunia

modern dewasa ini, diantaranya Crisis of the Modern World (1927) dan The Reign

of Quality and the Sign of the Times,41 dua buku yang oleh Seyyed Hossein Nasr

dianggap sebagai karya profetis.

Dalam posisinya itu, Seyyed Hossein Nasr tampil memproklamirkan diri

sebagai juru bicara, baik kepada dunia Timur maupun Barat. Kepada dunia Barat

ia menawarkan Islam sedangkan kepada dunia Timur dia memberitahukan bahwa

Barat tengah mengalami kebangkrutan spiritual di berbagai aspek.42 Islam yang

ditawarkan Seyyed Hossein Nasr di atas adalah Islam Tradisional. Tradisi yang

dimaksudkan Seyyed Hossein Nasr bukan dalam pengertian kebiasaan, adat-

istiadat atau penyampaian ide-ide dari suatu generasi ke generasi, tetapi

serangkaian prinsip yang diturunkan dari langit yang ditandai dengan suatu

manifestasi Ilahi.43 Tradisi bisa berarti ad-dīn dalam pengertian seluas-luasnya

yang mencakup semua aspek agama dan percabangannya, bisa pula as-sunnah,

yaitu apa yang sudah menjadi tradisi dan juga bisa as-silsilah, yaitu rantai yang

mengaitkan setiap periode kepada sumber seperti tampak dalam sufisme.44

40 Setelah masuk Islam ia berganti nama Sheikh Abdul-Wahed Yahyah. Seyyed Hossein

Nasr, “Knowledge and the Secred” dalam The Islamic Quarterly Vol. XXVI, No. 2 (1982), hlm. 139.

41 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 116-117. Lihat juga dalam Islam Tradisi, hlm. 81.

42 Komaruddin Hidayat, Tragedi Raja Midas, (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 265.

43 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 79.

44 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi, hlm. 3.

Page 48: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

33

Dalam praktiknya, Islam tradisional adalah sebuah aliran yang menerima

beberapa fase Islam: (1) menerima Al-Qur’an sebagai Kalam Tuhan baik

kandungan maupun maknanya; (2) menerima komentar-komentar tradisional

mengenainya; (3) menginterpretasikan Al-Qur’an tidak berdasarkan makna

literalnya; (4) menerima koleksi ortodoks Syihah yang enam dan “Empat Buku”

Syi’ah; (5) mempertahankan syari’ah sebagai hukum Ilahi; dan (6) membuka

peluang ijtihad dan mengakui prinsip-prinsip legal tradisional seperti qiyas, ijma’

dan istihsan.45 Beberapa hal dari tradisi dan Islam Tradisional itulah yang

menjadikan aliran ini berbeda dengan Islam fundamentalis dan Islam modernis.46

Dari situlah, tampak konsekuensi serta kesinambungan antara satu

pemikiran Nasr dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat dilihat ketika berbicara

dan berkarya tentang berbagai hal baik pemikiran, budaya, sains, bahkan seni, ia

selalu berpangkal pada dimensi-dimensi spiritual keagamaan yang merupakan

kritik besarnya terutama terhadap peradaban Barat seperti yang telah disebutkan

sebelumnya.

. .

45 Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi, hlm. 4-5.

46 Untuk melihat perbedaan disamping pula kesamaan antara ketiganya, lihat buku Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi, hlm. 9-12 dan 83.

Page 49: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

34

BAB III

ESTETIKA MUSIK DALAM ISLAM

Sebelum memasuki lebih jauh, perlu juga diketahui bahwa dalam kajian

keislaman, umat Islam akan menemui sebuah jalan buntu ketika memasuki

wilayah kajian seni Islam. Kebuntuan tersebut muncul dari ambivalensi sikap

beberapa kaum muslim dalam menangani persoalan dunia seni. Di satu sisi,

sebagian besar orang muslim dapat dipastikan akan mengatakan bahwa Islam

sama sekali tidak bertentangan apalagi melarang seni. Dengan penuh semangat

mereka akan mengemukakan sejumlah argumen, baik naqliyyah maupun

‘aqliyyah, untuk memperkuat pandangan mereka.1

Akan tetapi, di sisi lain sejarah menjadi saksi bahwa umat Islam belum

pernah memiliki satu lembaga yang formal dan sistematis untuk melakukan kajian

tentang seni secara komprehensif. Karena itulah, sampai sekarang kita belum

memiliki konsep yang mapan dalam bidang ini, baik secara filosofis (estetika atau

filsafat seni2 Islam, yang merumuskan batasan nilai keindahan sesuai ajaran

1 Lihat misalnya, M. Abdul J. Beg (ed.), Seni di Dalam Peradaban Islam; Yusuf

Qardhawi, Islam Bicara Seni, terj. Wahid Ahmadi (Solo: Intermedia, 1998); dan M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 2000).

2 Roger Fowler dalam “A Dictionary of Modern Critical Terms” menjelaskan bahwa estetika adalah cabang filsafat yang membahas konsep yang berkaitan dengan sublim, tragis, keindahan, cantik, dan lain-lain. Beberapa prinsip untuk membedakan makna estetika dari yang lain dapat dilihat sebagai berikut: 1) kenikmatan estetika berbeda dengan kenikmatan lain karena di dalam estetika hasil yang diserap atau dinikmati bukan sebagai alat, melainkan tujuan dalam dirinya sendiri, 2) kenikmatan yang diperoleh dari estetika berbeda dengan apresiasi estetis, 3) kedua hal tersebut mendukung adanya suatu perhatian estetis (aesthetic attention), dan 4) adanya manfaat yang diperoleh. Sebagaimana dikutip dalam Elpa Munfarida, “Formulasi Konsep Estetika Seni Islam”, Ibda, Volume 3, Nomor 2, 2005, hlm. 217.

Sedangkan Jacob Sumardjo membedakan pengertian antara estetika dengan filsafat seni, bahwa estetika mempersoalkan hakikat keindahan alam dan karya seni, sedangkan filsafat seni mempersoalkan hanya pada karya seni atau benda seni saja. Jakob Sumardjo, Filsafat Seni

34

Page 50: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

35

Islam), teoritis (sejarah, struktur dan klasifikasi: apakah ada seni Islam ataukah

hanya ada seni Muslim), praktis (kajian tentang teknik-teknik per bidang) maupun

apresiatif (kritik seni yang mengkaji perkembangan seni Islam dalam

hubungannya dengan perkembangan masyarakat Muslim).3 Akibatnya, seni di

dunia Islam seakan terkucilkan dari perkembangan seni dari masyarakat yang

lebih luas karena tidak adanya instrumen untuk mengomunikasikannya.

Seni adalah salah satu dari tujuh aspek integral –di samping sistem agama,

pengetahuan, bahasa, ekonomi, teknologi, dan sosial– penyusun sebuah

kebudayaan. Ia berkembang saling mempengaruhi secara simultan dengan

keseluruhan kebudayaan yang bersangkutan.4 Sebagai sebuah kebudayaan yang

lengkap dan bukan hanya sekedar sistem teologi, Islam juga memiliki aspek seni

yang berkembang seiring perkembangan umatnya.5 Dalam dunia Islam, hanya ada

beberapa intelektual yang memiliki konsentrasi terhadap formulasi seni Islam.

Untuk itu, kajian tentang pemikirannya merupakan langkah awal yang signifikan

bagi usaha perumusan dan pengembangan wacana seni Islam.

(Bandung: Penerbit ITB, 2000), hlm. 26. Lihat juga Agus Sachari, Estetika Makna, Simbol dan Daya (Bandung: Penerbit ITB, 2002), hlm. 3-4.

3 Ismail Raji al-Faruqi, Seni Tauhid, terj. Hartono Hadikusumo (Yogyakarta: Bentang, 1999), hal. vi.

4 J.W.M. Bakker Sj. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kanisius, 1984), hlm. 38.

5 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 168.

Page 51: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

36

A. Estetika dan Spiritualitas Islam

1. Estetika dan Religiositas

Religiositas adalah keruhanian atau spiritualitas, dalam arti kesadaran

manusia bahwa nilai, arah, dan orientasi hidupnya ditentukan oleh hubungannya

yang damai dengan Yang Ilahi. Dalam bahasa agama, religiositas sering dipahami

dan berkaitan dengan dimensi ketuhanan. Akan tetapi, religiositas juga sebagai

semacam potensi atau kemampuan yang pokok dari kebudayaan manusia dalam

menghayati hidupnya dengan selalu mengukur atau membuat keputusan diri dan

hidupnya berdasarkan pada nurani yang dekat dengan Sang Sumber, yaitu Tuhan.6

Sedangkan makna lain dari religioisitas adalah sebagai sesuatu yang

bersifat kontra dengan agama yaitu sebagai bentuk strukturalisasi, formalisasi,

pelembagaan dari pengalaman religius. Dalam hal ini, agama dilihat dari bentuk

sosiologisnya sebagai umat, wilayah umat yang menjalankan ibadah secara

bersama, baik dalam tata politik atau tata sosial, strukturalisasi religiositas soal

ekonomi yang dibangun dari perasaan religius yang sama.7 Atau dalam arti –

sebagai lawan dari pelembagaan agama- religositas adalah sebagai perasaan yang

misterius dan bersifat mistik ketika orang dengan mudah dan peka

menghubungkan penghayatan bahwa Yang Ilahi itu indah serta mudah ditangkap

dalam intuisi gerak seni. Yang Ilahi juga benar karena bisa dimengerti dan bisa

diucapkan dengan bahasa yang jelas. Yang Ilahi juga pasti baik karena Dia bisa

6 Mudji Sutrisno, “Estetika dan Religiositas” dalam Islah Gusmian (ed.), Teks-Teks Kunci

Estetika; Filsafat Seni (Yogyakarta: Galangpress, 2005), hlm. 183.

7 Mudji Sutrisno, “Estetika dan Religiositas”, hlm. 183.

Page 52: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

37

menghayati tingkah laku yang baik kalau manusia bercermin pada Yang Ilahi itu.8

Dengan kata lain, religiositas dimaksudkan sebagai sebuah spiritualitas yang

kepadanya manusia akan kembali ketika ia mengalami krisis, karena kemunafikan

atau kekafiran.

Adapun estetika yang sering kita pahami, sesungguhnya bukan hanya

kesenian dalam arti sempit, tetapi lebih sebagai seluruh kemampuan kreatif dalam

kebudayaannya. Kemampuan kreatif tersebut yang kemudian memberi bahasa-

bahasa pengucapan tentang keindahan itu. Apabila kemampuan kreatif itu

diinpirasikan dari religiositas, maka akan menjadi estetika religius. Bila sumber

inspirasinya dari nilai-nilai kemusiaan, maka akan menjadi estetika kemanusiaan.

Akan menjadi estetika perdamaian, bila inspirasinya bersumber dari nilai-nilai

perjuangan kedamaian ketika terjadi situasi konflik atau pertentangan.9

Meletakkan estetika dan religiositas dalam pembicaraan ini adalah sebuah

upaya melihat bagaimana kapasitas estetika secara fungsional, bisa berposisi

sebagai katarsis (meleluasakan, melepaskan seluruh frustasi manusia dalam

ekspresi yang langsung estetis bisa membuat dia ringan dan lega kembali), juga

bisa berfungsi sebagai semacam ekspresi perjuangan untuk membahasakan nilai-

nilai yang diperjuangkan. Estetika juga bisa berfungsi sebagai ungkapan

religiositas atau perasaan keberagamaan yang secara sempit individu masih dalam

8 The Liang Gie, Filsafat Keindahan (Yogyakarta: PBUIB, 2005), hlm. 110.

9 Mudji Sutrisno, “Estetika dan Religiositas”, hlm. 184.

Page 53: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

38

agamanya masing-masing. Maka kita kenal ada estetika Islam, estetika Kristen,

ataupun estetika Budha.10

Dari situ dapat kita lihat peran estetika ketika masuk dalam wilayah

keagamaan. Pertama, estetika sebagai sebuah tata harmoni dalam ukuran. Jadi,

apa yang ditangkap dari sesuatu yang indah adalah sebuah simetri yaitu sebuah

harmonisasi di dalam sesuatu yang bisa diukur dengan keseimbangan. Bahwa

sebuah ekspresi perasaan religius dapat muncul ketika keindahan yang dimengerti

muncul dari kondisi religiositas sebagai ukuran keharmonisannya. Kedua, estetika

sebagai jalan kontemplasi dan ungkapan rasa. Hal ini dapat dipahami bahwa

segala sesuatu yang terwujud dalam pengertian manusia pada umumnya hanya

merupakan ‘gema’ proses penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan. Manusia

bukanlah makhluk pencipta, melainkan makhluk ciptaan. Jadi, jika terbangun nilai

estetik sebagai akibat dari apa yang diperbuatnya, hal tersebut hanyalah

merupakan refleksi dari proses penciptaan yang dilakukan oleh Tuhan.

2. Makna Spiritualitas dalam Lingkup Kajian Barat dan Timur

Dunia sekarang ini, dalam pandangan Nasr, dilanda dua tragedi yaitu di

Barat dan di Timur. Tragedi pertama, krisis peradaban modern yang merupakan

produk dari Barat sendiri paling dapat dirasakan, karena ia biasanya berkaitan

dengan berbagai bentuk krisis lingkungan hidup dan sampai saat ini krisis tersebut

10 Mudji Sutrisno, “Estetika dan Religiositas”, hlm. 184.

Page 54: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

39

belum terpecahkan. Bahkan usul-usul yang diajukan untuk memecahkan krisis

yang terjadi justru menambah parah.11

Dalam kerangka pemecahan krisis itu, orang-orang dihimbau untuk

mengendalikan hawa nasfsu, menjadi humanis rasional, bertenggang rasa terhadap

orang lain, dan sebagainya, tetapi sedikit sekali di antara mereka yang menyadari

bahwa seruan tersebut mustahil dilakukan selama tidak ada kekuatan ruhaniah

untuk menguasai kecenderungan-kecenderungan yang merusak sehingga

menimbulkan krisis tersebut.12 Tragedi kedua terjadi di Timur dan umumnya di

dunia Islam. Dunia Timur saat ini, memiliki kecenderungan kuat menjadikan

Barat sebagai model yang harus diikuti, sehingga di bagian dunia ini mengulangi

kesalahan-kesalahan yang dilakukan Barat dengan menerima secara mentah-

mentah segala sesuatu yang berasal dari peradaban tersebut.13

Kebudayaan Barat, sebagaimana berkembang di Barat sejak masa

Renaisans, merupakan eksperiman yang gagal dan sumber dari kegagalan tersebut

adalah kegagalan manusia mengendalikan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Sebaliknya, hasil karya manusia inilah yang menjadi kriteria tentang

nilai manusia. Amnesia adalah penyakit bagi manusia Barat modern yang pada

gilirannya mendorong munculnya berbagai krisis. Manusia Barat modern hidup di

pinggiran eksistensinya dan hanya mampu memperoleh pengetahuan tentang

dunia secara eksternal. Kemudian, setelah mengetahui dunia dalam bentuk

11 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 19.

12 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer, hlm. 195.

13 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 21.

Page 55: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

40

eksternalnya, ia selanjutnya berupaya merekonstruksi citra dirinya berdasarkan

pengetahuan eksternalnya sehingga ia semakin menjauh dari pusat eksistensinya.14

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa dunia Barat pada dasarnya

mereduksi seluruh kualitas kepada kuantitas, mereduksi seluruh yang esensial –

dalam pengertian metafisis- kepada material dan subtansial. Hal tersebut pada

akhirnya mempengaruhi seluruh pandangan tentang spiritualitas. Pengertian orang

Barat tentang spiritualitas tidaklah sama dengan pengertian yang umumnya

dipakai oleh orang-orang Timur –sebelum pemikirannya dipengaruhi sekularisme

Barat. Di Barat, spiritualitas umumnya dipahami sebagai sebuah intensitas, sebuah

pengalaman mendalam yang tidak selalu terjadi setiap saat dalam kehidupan

sehari-hari. Makna spiritualitas bagi Barat tidak selalu terkait dengan penghayatan

agama atau bahkan dengan Tuhan. Spiritualitas itu lebih merupakan sebentuk

pengalaman psikis yang meninggalkan kesan dan makna yang mendalam. Selain

itu, pada dasarnya pemaknaannya –apalagi pemaknaan hidup- senantiasa

berkaitan erat dengan segenap pengalaman psikis dan konstruksi budaya yang

membentuk manusia. Sebaliknya, spiritualitas di Timur bisa dikatakan identik

dengan religiusitas yang berupa penghayatan dan kedekatan manusia dengan

Tuhan melalui ajaran-ajaran agama.15

14 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 22. Waryono A. Ghafur memetakan

secara rinci pandangan Nasr, bahwa dunia Barat memiliki karakteristik di antaranya; (1) antropormisme dalam pengertian bahwa seluruh lokus semesta diderivasikan pada manusia, bahwa manusia adalah standar nilai; (2) karena ukuran yang dipakai adalah manusia, muncullah relativisme dan reduksi terhadap apa yang dihasilkannya. Standar obyektifitas hanya bisa dikenali bila menggunakan standar yang lebih tinggi; (3) hilangnya kepekaan terhadap suatu yang sakral; (4) hilangnya aspek metafisika. Lihat Waryono A. Ghafur, Seyyed Hossein Nasr: Neo-Sufisme, hlm. 390.

15 Dewi A. Purnamasari, “Spiritualitas ala Barat dan Timur” dalam www.dewialessandrapurnamasari.blogsome.com, diakses tanggal 31 Oktober 2008.

Page 56: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

41

Pandangan dunia Timur dan Barat tentang spiritualitas pada akhirnya

mendasari penilaian dan perlakuan keduanya terhadap musik. Beberapa contoh

spiritualitas di Barat, dalam salah satu episodenya adalah Madonna yang menjadi

ikon seksualitas musik pop. Dalam hal itu, seksualitas musik pop yang dimaksud,

dalam pandangan Storey, merefleksikan kesulitan masyarakat dalam menghadapi

persoalan emosional dan seksual. Ekspresi yang digelar menyerukan kebutuhan

untuk menjalani hidup secara langsung dan intens. Hal tersebut sekaligus

mencerminkan kurangnya suatu autentisitas, autentisitas makna maupun fungsi

musik itu sendiri.16

Hal tersebut tentunya menggambarkan kepada kita bahwa secara

fungsional, musik yang dikonsumsi Barat umumnya hanya didasarkan pada

sebuah kepuasan yang tidak lebih dari fenomena psikis; seksual dan emosional.

Meskipun tidak bisa digeneralisasikan, setidaknya hal tersebut pada satu sisi

mencerminkan kebudayaan Barat yang ada lebih dalam lagi dan mencerminkan

banyak krisis yang pernah dan masih dialami Barat modern. Sekalipun demikian,

musik dan seni Barat sebelum Renaisans, yaitu seni Barat tradisional, merupakan

seni tradisional maka berdasar pada prinsip-prinsip ilahiah dan religius tertentu.

Seni ini bukan sekedar memperoleh inspirasinya dari wahyu, tetapi teknik dan

metode-metodenya pun diwariskan turun temurun antar generasi dengan

senantiasa kembali pada inspirasi yang berasal dari dunia malaikat dan ilahiah di

atas manusia biasa. Hanya karena Renaisanslah Barat memisahkan diri dari

peradaban tradisionalnya dan pemisahan diri ini pertama-tama tercermin dalam

16 John Storey, Pengantar Komprehensif Teori dan Metode, hlm. 126.

Page 57: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

42

seni secara umum, sebelum merambat pada bidang filsafat, teologi atau struktur

masyarakat.17

Di sisi lain, dunia Timur khususnya Islam, menunjukkan bahwa apresiasi

terhadap musik tidak hanya digunakan untuk membangkitkan emosi estetik serta

kepuasan saja, tetapi juga membawa jiwa manusia mampu berkomunikasi dengan

realitas-relaitas spiritual.18 Hal tersebut tampak dalam contoh karakter musik

Persia yang, dalam pertunjukan dan mendengarkannya, selalu memperhatikan

aspek spiritual yang memunculkan kesadaran manusia akan asalnya melalui jalan

keindahan.19 Musik Persia adalah salah satu bentuk seni Islam yang sangat kental

dengan pola dan prakter tasawuf. Sebagai dimensi spiritualitas Islam tasawuf

mengadopsi musik Persia dan bentuk musik lainnya untuk menjadi sarana

mencapai tujuan-tujuan spiritual, yaitu pengaksesan menuju Tuhan.20

Contoh lainnya adalah musik Cina yang secara tradisional telah menjadi

sebuah pengiring penting bagi sebuah ritual. Confusius menekankan pentingnya

musik untuk pengabdian terhadap sebuah universum (alam semesta) moral yang

17 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, hlm. 112. Lihat uraian sebelumnya

tentang evolusi musik.

18 Ali Utsman al-Hujwiri dan Abu Hamid al-Ghazali membagi orang-orang yang dipengaruhi musik dalam dua kategori. Pertama, mereka yang berhenti mendengarkan aspek material dari bunyi yang diekspresikan. Kedua, yang sanggup meresapi arti kerohaniannya. Yang terakhir tidak behenti hanya dengan mendengar melodi atau ritme, yaitu nada-nada, atau pukulan pada instrumen yang dapat diukur, melainkan pada hakikat musik itu sendiri yang berada di luar kategori ilmiah dan falsafah. Menurut al-Hujwiri, tindakan yang benar dalam mendengarkan musik ialah mendengarkan sebagai adanya musik itu yang pada hakikatnya adalah kualitas spiritualnya. Lihat Abdul Hadi W. M., “Wacana Seni Islam: Musik, Religiusitas dan Spiritualitas” dalam www.icas-indonesia.org, diakses tanggal 31 Oktober 2008.

19 Jean-Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci”, dalam Seyyed Hossein Nasr (ed.), Ensiklopedi Tematis Spirititualitas: Manifestasi, terj, Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 630.

20 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni, hlm. 180.

Page 58: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

43

tertata dengan baik. Ia memandang musik dan pemerintahan sebagai dua elemen

yang saling merefleksikan antara satu dengan yang lainnya. Lebih lanjut ia

memandang bahwa musik dapat membentuk karakter, sehingga musik harus

sesuai dengan universum dan ia harus menata dunia fisik melalui kebersesuaian

tersebut.21

Dari uraian di atas, memahami budaya dan pola pemikiran keduanya –

Barat dan Timur- adalah cukup penting. Hal itu dikarenakan segala bentuk

apresiasi seni dan seluruh cabangnya, pada satu sisi, mencerminkan

sumbangannya terhadap serangkaian elemen, bentuk dan kekuatan yang menjadi

cikal bakal lingkungan kebudayaan masing-masing. Sebenarnya, peran musik baik

di Barat maupun Timur dalam pembentukan lingkungan ini sangat besar, dan oleh

sebab itu memahaminya merupakan hal penting bagi siapa pun yang ingin

memahami lebih dalam lagi etos dan dorongan-dorongan kehidupan keduanya.

B. Manifestasi Utama Tradisi Musik dalam Islam

Musik di dunia Islam dapat dipelajari dari beragam sudut pandang, sebagai

suatu warisan historis dari Abad Pertengahan dan zaman kuno, sebagai seni

pertunjukan, sebagai cabang ilmu pengetahuan, dan sebagai media ketaatan

spiritual. Pola-pola kultur musik tertentu dapat ditemukan dalam berbagai bagian

Dunia Islam. Selama lebih dari satu millenium, jalan hidup Islam telah

memberikan satu kerangka bagi kontribusi kreatif individu-individu dari latar

belakang etnik, ras, dan agama yang berbeda.

21 Israul Haque, Menuju Renaisans Islam, terj. Moh. Hefni (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003), hlm. 159.

Page 59: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

44

Selanjutnya, pandangan tentang musik dipengaruhi oleh keyakinan dan

kelembagaan Islam. Dalam Al-Qur’an, tidak dijumpai kecaman terhadap musik.

Meskipun demikian, dalam hadis yang berisi perkataan yang dinisbahkan kepada

Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, ditemukan banyak pernyataan yang

memperingatkan terhadap musik dan alat-alat musik. Akan tetapi, dalam sejarah

Islam, musik memainkan peran yang cukup luas sekaligus muncul sebagai bentuk

seni yang sangat populer dan penting.22

Namun, kecaman resmi terutama muncul dari pandangan yang

menyatakan bahwa musik adalah sebagai profesi sekuler. Hal tersebut

mengecualikan berbagai ungkapan rakyat dan hal-hal yang bersifat ritualistik,

termasuk genre-genre religius, yang umumnya dianggap di luar domain musik

yang sebenarnya. Lagi pula, musik memperoleh pengakuan dan kedudukan

khusus pada istana Abad Pertengahan. Setelah kaum Muslim menyingkap filsafat,

sains dan kosmologi Yunani kuno, musik juga berkembang sebagai cabang ilmu

pengetahuan yang spekulatif. Sementara itu, musik juga mendapat keunggulan

dan makna spiritual melalui praktek-praktek berbagai tarekat sufi.23

Selanjutnya, pembahasan mengenai musik dalam tradisi Islam memang

tidak akan lengkap tanpa menyinggung musik dalam tradisi tasawuf (sufisme).

Hal tersebut dikarenakan di berbagai literatur dan lintasan sejarah kebudayaan

22 Ali Jihad Racy, “Musik” dalam John L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia Islam

Modern, Jilid IV, terj. Eva YN (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 121.

23 Ali Jihad Racy, “Musik”, hlm. 121.

Page 60: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

45

Islam, spiritualitas Islam salah satu diantaranya diwakili oleh tasawuf.24 Alasan

lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Nasr, tasawuf mampu memberi pengaruh

dalam beberapa lapangan kehidupan, seperti ilmu pengetahuan, kesusastraan,

pendidikan, serta berbagai cabang seni dan itu menunjukkan betapa dekatnya

hubungan tasawuf dengan berbagai aspek tersebut.25

Dalam ajaran tasawuf, secara konseptual tingkatan spiritualitas merupakan

hal yang sangat esensial. Hal itu disebabkan tasawuf bertujuan untuk mencapai

tauhid murni dalam arti yang sangat komprehensif. Tauhid murni tidak akan

tercapai kecuali seseorang telah melintasi berbagai tingkatan spiritualitas.

Tingkatan spiritualitas disimbolisasikan dengan istilah maqamat dan ahwal.

Keduanya memuat ajaran dan pengalaman tasawuf yang sangat penting. Hal itu

disebabkan keduanya merupakan ajaran yang tidak dapat dipisahkan dengan

proses menuju tauhid, sebab kedua ajaran tersebut merupakan internalisasi dari

persaksian La Ilaha illa Allah.26

Seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya, persaksian bahwa

tidak ada Tuhan selain Allah menuntut dua hal. Pertama, persaksian tersebut

pengesaan terhadap Allah dalam segala hal, terutama dalam hal Dia sebagai Zat

yang dicinta satu-satunya. Sebab, menurut al-Ghazali bahwa yang disebut Tuhan

adalah setiap sesuatu yang dihamba, dan setiap yang dihamba adalah yang dicinta

.

24 Lahirnya tasawuf dalam Islam diperkirakan muncul dan dikenal pada abad kedua

Hijriah, meskipun sebenarnya dalam praktek kehidupannya telah banyak dilakukan sebelumnya. Lihat Asjwadie Sjukur, Ilmu Tasawuf, Jilid I (Surabaya: Bina Ilmu, 1978), hlm. 13.

25 Seyyed Hossein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, hlm. 12.

26 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik”, hlm. v.

Page 61: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

46

dan setiap yang dicinta adalah yang dituju (al-maqşud). Ini berarti bahwa syahadat

tauhid menuntut pentauhidan dalam hal penghambaan, pencintaan, dan tempat

tujuan hanya kepada Allah saja. Sebab, mengambil bahasa yang digunakan oleh

Muhaya, al-maqşūd wa al-mahbūb wa al-ma’būd yang semestinya adalah Allah,

bukan idola-idola yang lain. Oleh karena itu, seseorang berusaha menegasikan

tujuan, kecintaan, dan pengabdian kepada selain Allah. Kedua, setelah

menegasikan kecenderungan di atas, seseorang menginternalisasikan Allah

sebagai satu-satunya yang dituju, dicinta, dan diabdi.27

Pada prinsipnya, seluruh metode dan praktek yang diajarkan tasawuf

selalu menuju pada kesatuan atau mempersatukan hal-hal yang terpisah, terpisah

dalam arti terlepas dari pusatnya. Bagi Nasr, tasawuf sesungguhnya tidak pernah

memisahkan antara kehidupan kontemplatif dan kehidupan aktif. Kontemplasi

dalam pengertian tradisionalnya selalu dipadukan dengan pengertian aksi.28

Bentuk lahiriah benda-benda bukanlah ilusi belaka, mereka mempunyai hakikat

pada level mereka sendiri. Hidup pada tataran lahiriah saja dan merasa puas

semata-mata dengannya berarti mengkhianati watak manusia itu sendiri, bahwa

tujuan eksistensi manusia adalah perjalanan dari “luar” ke “dalam”, dari pinggir

lingkaran ke pusat eksistensi yang transenden. Menurut Nasr, tasawuf

memberikan sarana lengkap bagi manusia untuk mencapai tujuan mengembalikan

.

27 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik”, hlm. vi.

28 Nasr menggaris bawahi bahwa tujuan tasawuf adalah tercapainya keadaan murni dan menyeluruh, bukan melalui peniadaan akal pikiran. Manusia terdiri dari tubuh, pikiran, dan jiwa yang masing-masing memiliki proporsi dan tingkatannya sendiri. Dengan kata lain, tasawuf menurut Nasr adalah tetap menjaga kesadaran meskipun secara mental berada dalam kondisi ekstase. Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 112. Lihat juga Seyyed Hossein Nasr, Tasauf Dulu dan Sekarang, hlm. 44.

Page 62: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

47

sifat permanen manusia yang hilang oleh paham evolusi yang mengakibatkan

lepas dari alam spiritualnya dan memberi makan bagi kebutuhan batiniah mereka.

Hal tersebut diperlukan karena manusia tidak hanya bersifat aksidental dan

lahiriah tapi juga batiniah atau kejiwaan, dan aspek jiwa itulah yang harus terus

dilatih untuk menerima sinar spiritual Tuhan sehingga memperoleh kesempurnaan

sebagai langkah menuju kepastian hidup.29

Tasawuf merupakan sarana yang memungkinkan pengaksesan kesunyian,

ketenangan, serta kebenaran yang tersembunyi di pusat wujud manusia.30 Ia

adalah salah satu kunci yang diberikan kepada manusia agar dapat menguak

rahasia kehidupannya sendiri dan memperoleh harta kebenaran yang terlupakan

dan terabaikan karena tersembunyi di dalam dirinya. Selanjutnya, untuk

mengungkapkan kebenaran, tasawuf dapat menggunakan setiap sarana yang logis

untuk mencapai tujuannya, mulai dari logika, filsafat, hingga seni bahkan juga

musik untuk membawa manusia dari dunia bentuk ke dunia ruh (spiritual). Sangat

sedikit seseorang yang mencapai tingkatan spiritual tinggi tanpa memerlukan

bantuan dari unsur material, baik berupa bentuk geometris dalam arsitektur,

desain dalam lukisan atau kaligrafi, atau melodi dalam musik. Karena alasan

inilah tasawuf menggunakan seluruh kemungkinan tersebut dan dengan sangat

mendalam telah berpengaruh pada hampir seluruh aspek seni Islam.31

29 Seyyed Hossein Nasr, Islam dan Nestapa, hlm. 9.

30 Seyyed Hossein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, hlm. 12.

31 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 178-179.

Page 63: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

48

Sejalan dengan prinsip tasawuf, yang membawa seseorang dari dimensi

material ke dalam dimensi spiritual, begitupun dengan musik yang memiliki unsur

material dan unsur spiritual. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ikhwan al-Shafa

yang menyatakan bahwa musik memiliki substansi yang memiliki hubungan

dengan sesuatu yang sangat halus dan tidak material, maka musik memiliki

kekuatan khusus untuk membebaskan materi dengan tujuan menspiritualkannya

dan mematerikan yang spiritual agar mudah dipahami.32

Manusia yang telah mencapai tingkat kesempurnaan spiritual tentunya

tidak memerlukan semacam tunggangan atau sarana apapun, karena ia sendiri

telah memiliki daya untuk mencapainya. Namum, sebelum mencapai tingkat ini,

sifat musik dapat menjadi salah satu sarana yang sangat kuat dalam pencapaian

tersebut. Tasawuf mengadopsi berbagai bentuk musik untuk diperlembut dan

disempurnakan sehingga menjadi sarana yang cukup andal untuk mencapai

tujuannya. Dalam bentuk-bentuk musik yang telah digubah tersebut terdapat

penafsiran tentang dua aspek yang inheren dalam puncak pencapaian spiritualitas.

Pertama adalah aspek keagungan (al-jalāl) yang diterjemahkan dalam irama, dan

yang kedua adalah aspek keindahan (al-jamāl) yang diterjemahkan dalam

melodi.33

32 Sebagaimana dikutip dalam Jean-Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci”, hlm. 602.

Hal serupa diungkapkan oleh Don Campbell dalam bukunya Efek Mozart yang menulis bahwa musik memiliki banyak ciri misterius. Salah satunya bahwa musik mampu menciptakan bentuk-bentuk fisik yang mempengaruhi kesehatan, kesadaran, dan tingkah laku serta raut wajah manusia. Don Campbell, Efek Mozart: Memanfaatkan Kekuatan Musik untuk Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreatifitas, dan Menyehatkan Tubuh, terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia, 2002), hlm. 40.

33 Jean-Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci”, hlm. 608.

Page 64: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

49

Bagi Nasr, hubungan antara musik dan tasawuf bukanlah suatu kebetulan

ataupun historis semata. Lebih dari itu, ia mempunyai sifat realitas batin yang

akan meninggalkan pengaruh bagi jiwa pendengarnya. Dengan sifatnya yang

selalu harmonis, musik menjadi pelatih yang baik bagi manusia untuk

menyelaraskan dimensi batin dan perilakunya. Keselarasan dan keharmonisan

dalam berperilaku merupakan landasan bagi terciptanya moralitas yang secara

tidak langsung mencerminkan kondisi spiritualitas yang tinggi.34

Uraian di atas membuktikan bahwasanya musik dalam budaya Islam

termasuk di antara cabang seni yang memiliki relevansi yang sangat penting.

Selama berabad-abad musik Islam tidak hanya menghiasi kehidupan berjuta-juta

umat Islam dan memainkan peran yang begitu penting dalam praktek-praktek sufi,

tetapi juga telah mempengaruhi budaya lain, khususnya Barat dalam berbagai

segi.35 Seni musik dalam dunia Islam adalah media paling universal dan

berpengaruh untuk mengekspresikan hal yang terkandung di dalam inti Islam.

Yaitu proses realisasi “Keindahan Tuhan” dan kepasrahan pada realitas tersebut,

yaitu realitas yang sekaligus adalah keindahan, kedamaian, kasih sayang, dan

cinta.36

34 Hal tersebut diuraikan secara rinci oleh Nasr bahwa bentuk keindahan di dunia ini

adalah keindahan jiwa manusia, yang hal ini terkait dengan masalah ihsān, suatu istilah yang bermakna keindahan, kebaikan, sekaligus moral. Menghiasi jiwa dengan keindahan atau ihsan melalui amal-amal spiritual berarti merealisasikan keindahan jiwa yang asal dan mengembalikan jiwa pada kondisi primordialnya “bentuk seindah-indahnya”, yang merupakan salah satu sifat Tuhan (al-Jamīl). Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam, hlm. 282-283.

35 Nasr mencontohkan pengaruh tersebut dalam kemiripan musik flamenco di Barat yang mirip dengan musik Persia Klasik. Ataupun beberapa alat yang berkembang di Barat seperti lute (semacam kecapi) yang diadopsi dari alat musik ‘ud dari Arab, atau gitar dari tar Persia. Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam, hlm. 280.

36 Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam, hlm. 281.

Page 65: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

50

Dalam estetika Seyyed Hossein Nasr, secara fungsional musik adalah

salah satu segi yang sangat penting untuk memahami esensi Islam dan salah satu

media paling utama dan baik untuk menyalurkan pesan-pesan ajaran Islam,

bahkan tasawuf menjadikannya sebagai sarana untuk pendakian jiwa menuju

dunia transenden.37 Seperti halnya seni, yang menemukan kebenaran lewat potensi

rasa serta intuisi manusia dan dengan kedua hal tersebut manusia dibawa dan

diangkat dalam pengalaman-pengalaman intuitif dan emosi yang diberikannya,

begitu juga dengan musik yang memberikan pengalaman transendental kepada

manusia dan diejawantahkan dalam perilaku moral seseorang.

37 Seyyed Hossein Nasr, The Heart of Islam, hlm. 282.

Page 66: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

51

BAB IV

PANDANGAN SEYYED HOSSEIN NASR TENTANG RELEVANSI

SPIRITUALITAS ISLAM DALAM APRESIASI MUSIK

A. Wacana Musik dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr

1. Hakikat dan Karakteristik Musik

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa terdapat berbagai

bentuk apresiasi terhadap musik sesuai dengan latar belakang pandangan dan

pemikirannya masing-masing. Untuk itu, sebelum menjelaskan pandangan Seyyed

Hossein Nasr tentang musik, perlu dijelaskan terlebih dahulu beberapa pandangan

umum tentang musik itu sendiri, khususnya pandangan-pandangan yang muncul

dalam filsafat Islam. Hal ini diperlukan guna mengetahui corak pandangan Nasr

tentang musik pada pembahasan selanjutnya. Beberapa pandangan tersebut

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu pandangan revalationism dan

pandangan naturalism.

Aliran pertama yaitu revalationism, yang mempercayai bahwa musik

berasal dan bersumber dari alam metafisika melalui tersibaknya tabir atau

pewahyuan. Teori ini berpangkal dari pemikiran bahwa musik merupakan bunyi

yang dihasilkan oleh gerakan jagat raya. Oleh Tuhan, jagat raya ini diciptakan dan

disusun dengan komposisi termulia. Seluruh gerakannya memiliki komposisi yang

termulia juga. Gerakan-gerakan itu menimbulkan suara yang indah (nyanyian),

yang harmonis, terpadu, silih berganti, dan enak didengar.1

1 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik, hlm. 24.

51

Page 67: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

52

Di antara tokoh-tokoh yang mewakili aliran ini adalah Ikhwan as-Shafa

(abad ke-10 M) dan al-Kindi (abad ke-9 M). Bagi keduanya, musik terkait dengan

kenyataan-kenyataan aritmatika dan samawi, persis seperti pandangan

Pythagorean.2 Musik, karena itu, memiliki hubungan erat dengan sesuatu yang

nyata dan obyektif, yang merupakan sumber kekuatannya. Bagi Ikhwan, musik

yang ada di bumi mencerminkan musik yang ada di langit dan menggambarkan

suatu jalan ke arah kemajuan spiritual menuju dunia eksistensi yang lebih tinggi.3

Sedangkan bagi al-Kindi, musik adalah sistem harmoni yang berhubungan dengan

keseimbangan lahiriah dan emosional dan dapat digunakan sebagai terapi

keseimbangan. Tetapi, ini juga berarti bahwa musik terkait dengan wujud yang

benar-benar ada di dunia luar dan ia dapat dinilai dari segi akurasi atau tidaknya.4

Aliran kedua adalah naturalism. Menurut aliran ini, manusia melalui

fitrahnya dapat menciptakan musik. Aliran ini beranggapan bahwa kemampuan

manusia untuk menciptakan musik merupakan fitrah, sebagaimana kemampuan

untuk melihat, mendengar, mencium, dan berjalan. Di samping itu, menurut aliran

2 Menurut Phythagoras, seorang filsuf Yunani, filsafat adalah kebahagiaan yang sejati,

sedangkan jalan keselamatan dan pemurnian adalah musik yang paling tinggi. Pernyataan ini berarti bahwa alat yang paling utama untuk membersihkan jiwa (ruh) agar mencapai kebahagiaan adalah musik. Lebih detail, Phythagoras menyatakan bahwa putaran ruang angkasa yang menggerakkan planet-planet dan bintang-bintang itu memiliki nada (ritme), serta menghasilkan musik yang mengagungkan dan memuliakan Tuhan. Musik tersebut menggembirakan jiwa para malaikat, sebagaimana jiwa seseorang di dunia ini menikmati lagu-lagu dan kemudian mendapatkan kesegaran kembali dari segala persoalan dan kesedihan. Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik, hlm. 24. Lihat juga Karl-Edmund Prier, Sejarah Musik, Jilid I, cetakan ke-5 (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 2005), hlm. 30.

3 Lebih lanjut Ikhwan as-Shafa menguraikan bahwa musik dihasilkan oleh gerakan jagat raya tersebut berfungsi membahagiakan jiwa ahli langit, malaikat, dan jiwa-jiwa yang bercahaya (nafs al-basīţah), yaitu yang substansinya lebih mulia daripada substansi alam jagat raya. Lihat Jean-Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci”, hlm. 597.

4 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan”, hlm. 174.

Page 68: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

53

ini, musik adalah bagian dari budaya manusia karena ia tumbuh dan berkembang

bersama pertumbuhan dan perkembangan manusia.5 Aliran ini diwakili oleh al-

Farabi dan Ibn Sina yang, berbeda dengan Ikhwan al-Shafa dan al-Kindi,

menyikapi musik sebagai sesuatu yang terpisah dari hal lain. Musik terkait dengan

bunyi dan cara-cara pengaturan bunyi yang dapat menghasilkan kesenangan di

telinga pendengarnya. Apa yang penting dari musik adalah kemampuannya untuk

membuat manusia menikmati bunyi.6

Bagi al-Kindi dan Ikhwan al-Shafa, yang penting dari musik adalah apa

yang mencerminkannya sedangkan bagi al-Farabi dan Ibn Sina adalah apa yang

bisa dilakukan musik bagi manusia.7 Bila dicermati lebih dalam, khususnya

merujuk pada penjelasan penulis pada bab sebelumnya mengenai pokok-pokok

pemikiran Nasr, Nasr termasuk tokoh yang lebih condong dan dipengaruhi aliran

yang pertama di wilayah genealogi musik, meskipun di bagian yang lain yaitu

secara fungsional ia juga dipengaruhi pandangan aliran yang kedua. Hal ini

didasarkan pada pandangannya bahwa musik adalah aspek tradisi dalam Islam

yang sangat fundamental.8

Bagi Nasr, Musik tidak hanya muncul akibat perkembangan budaya

manusia namun ia mempunyai dasar kosmologis dan merefleksikan struktur

5 Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik”, hlm. 26.

6 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan”, hlm. 174.

7 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan”, hlm. 174.

8 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 165.

Page 69: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

54

realitas nyata. Musik dimulai dari diam, suatu bentuk Realitas yang tak

termanifestasikan, dan kembali pada diam. Seperti yang diungkapkan Nasr:

Karya musik itu sendiri, seperti kosmos yang berasal dari Yang Satu dan kembali kepada-Nya, suara yang dihasilkan oleh musik menggemakan diam primordial dan merefleksikan harmoni, memberi ciri kepada semua yang mana kemutlakan Realitas Tak Terbatas bermanifestasi.9

Dengan demikian pangkal keberadaan musik adalah proses imitasi alam

semesta, bahkan orang-orang di zaman Yunani Kuno menyakini bahwa alam

semesta memiliki khazanah musik yang tiada taranya. Lintasan bintang,

perbandingan jarak antara benda alam yang satu dengan yang lain, munculnya

rembulan, terbit dan terbenamnya matahari serta geraknya yang menganut tata

hukum yang ketat, menimbulkan angan-angan pada orang Yunani tentang

keselarasan dan keharmonisan. Dengan daya kesaktian dari nada-nada yang

berbunyi nyaring yang menjadi satu bentuk melodi, bagi mereka adalah jiplakan

dari gerak kedipnya tata bintang di langit dan erat kaitannya dengan musik.10

Lebih lanjut Inayat Khan mengutarakan bahwa:

Efek dari guntur, hujan dan badai, gambaran bukit dan sungai membuat musik menjadi seni nyata. Alam merupakan sumber musik yang mengilhami manusia untuk menciptakan tiruannya.11

Kehadiran musik di alam semesta, ibarat kehadiran napas bagi manusia.

Alam semesta beserta hukum-hukumnya menyiratkan keharmonisan yang

9 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 314.

10 Karl-Edmund Prier, Sejarah Musik, Jilid I, hlm. 19.

11 Hazrat Inayat Khan, “The Mysticism of Sound and Music” dalam www.sufimessage.com, diakses tanggal 31 Mei 2008.

Page 70: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

55

bersatu-padu. Manusia seharusnya belajar pada alam yang sangat peka terhadap

hukum harmoni dan disharmoni. Ketika alam sudah tidak harmonis lagi, maka ia

akan menciptakan keharmonisan baru, yang bisa tampak sebagai sebuah bencana

alam, semisal banjir, longsor, ataupun gempa bumi. Alam senantiasa hidup dalam

hukum harmoni, sebagaimana layaknya musik. Manusia juga dapat menjadikan

alam sebagai ukuran keharmonisan perilakunya.

Selanjutnya, manusia mampu menciptakan sebuah karya musik karena

didorong oleh keinginan dirinya sendiri untuk mengekspresikan pikiran, perasaan,

ide, gagasan, khayalan, imajinasi, kepercayaan, keyakinan, kepribadian, ataupun

dari proses internalisasi dirinya terhadap alam, sehingga musik menjadi sesuatu

yang sangat kaya dan bervariasi serta begitu berpengaruh dalam kehidupannya.12

Setiap jiwa manusia memiliki irama, melodi, serta ritme yang khas dan murni.

Irama yang khas ini tercermin dalam fisik dan mental seseorang. Manusia

memiliki ritme berupa denyut nadi, tarikan nafas ataupun kedipan mata, gaya, dan

irama dalam logat berbicara dan ayunan kaki. Secara mental manusia memiliki

kecerdasan yang berbeda-beda yang membentuk dan mempengaruhi irama kerja,

cara berpikir yang terstruktur secara melodis, harmonis lengkap dengan durasi dan

frekuensi, ibarat keras lunaknya sebuah irama musik.13 Demikian pula dengan

12 Yeni Rahmawati, Musik Sebagai Pembentuk Budi, hlm. 25.

13 Menurut Joseph Machlis, musik mempunyai lima materi pokok: musical line (ruh musik), musical space (harmoni; perpindahan dan hubungan paduan nada yang ada pada lagu), musical time (ritme yang terdiri dari ketentuan perpindahan musik dalam waktu), musical pace (tempo; ketentuan dari kecepatan sebuah musik), dan musical color (timbe/warna nada) yang berfungi memfokuskan impresi yang dialami, warna nada ini mengarahkan imajinasi gaya suara pada karakter khusus yang dimiliki. Sebagaimana dikutip dalam Abdul Muhaya, Bersufi Melalui Musik”, hlm. 28.

Page 71: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

56

kondisi emosi yang mempengaruhi aliran darah dan detak jantung. Emosi marah

akan membuat jantung lebih kencang, begitupun sebaliknya.14

Selain itu, musik juga berperan sebagai medium kepentingan bagi

manusia. Di sinilah kemudian musik memiliki peran dan fungsi yang signifikan

terhadap kondisi diri manusia. Seperti halnya alam, ketika manusia mengalami

disharmonisasi dalam dirinya, baik dalam fisik, mental, maupun spiritual, ia akan

berusaha membuat dan membentuk keharmonisan baru melalui musik, karena

menurut Nasr:

Musik berfungsi untuk menentramkan pikiran dari beban kemanusiaan dan menghibur tabiat manusia. Bagi sementara orang, musik merupakan godaan karena ketidaksempurnaan mereka. Bagi yang lain, musik merupakan sebuah peringatan.15

Musik merupakan salah satu stimulus yang membuat seseorang berespons

secara fisik maupun mental. Stimulus tersebut diterima oleh telinga yang

dilanjutkan ke otak yang kemudian mempengaruhi kinerja tubuh. Respons

tersebut berupa proses penafsiran terhadap bunyi yang didengar. Jika musik

tersebut ditafsirkan sebagai penenang, maka sirkulasi tubuh, degup jantung,

sirkulasi nafas, dan peredaran darah pun menjadi tenang. Perilaku individu pun

menjadi tenang. Begitu pula jika musik yang didengarkan ditafsirkan

menggairahkan atau memberi semangat. Namun jika otak memahaminya sebagai

musik yang keras dan membangunkan pemberontakan, tubuh akan meresponnya

dengan degup jantung yang kencang, aliran darah dan sirkulasi tubuh yang cepat

14 Sebuah musik sering kali menimbulkan reaksi dan respons emosi dalam saat-saat

tertentu, terutama pengaruh dari tempo (cepat lambat) musik terhadap suasana perasaan pendengarnya. Djohan, Psikologi Musik, (Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2005), hlm. 47.

15 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 169.

Page 72: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

57

serta otot yang mengeras, kondisi fisik ini mempersiapkan individu untuk

melakukan tindakan yang keras atau memberontak.16

2. Klasifikasi Bentuk dan Kualitas Musik

Secara spesifik, Nasr mengelompokkan bentuk-bentuk musik menjadi tiga

bagian yang memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda, yaitu; musik

tradisional (religius), musik klasik, dan musik rakyat (populer).17 Bentuk musik

yang pertama lebih identik dengan gaya-gaya ritual dan peribadatan agama.

Bentuk musik semacam ini secara langsung berkarakter religius, meskipun

dimensi esoteris (spiritual) dari agama lebih berperan daripada dimensi

eksoterisnya.18

Di antara beberapa contoh bentuk musik pertama adalah ‘aźan dan

pembacaan kitab suci Al-Qur’an, meskipun pembacaan Al-Qur’an tidak disebut

sebagai musik atau bersifat musikal, tetapi acap menggunakan prinsip-prinsip

musikal.19 ‘Aźan dicirikan dengan kontras dengan bentuk musikal pada setiap

pengulangan setiap kalimat satu dengan yang lainnya. Ketika seorang mu’aźin

mengumandangkan sebuah ‘aźan, pada pembacaan kalimat yang pertama, garis

16 Yeni Rahmawati, Musik Sebagai Pembentuk Budi, hlm. 36.

17 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 166.

18 Nasr menggaris bawahi terhadap bentuk musik tradisional bahwa seperti tradisi lain, kosmologi secara menyeluruh juga dijelaskan dalam term-term musik, ketika musik tradisional memiliki dimensi kosmos dan berhubungan dengan struktur, ritme, dan meloditas kosmos, itulah alasan mengapa sains tradisional tentang musik menekankan korespondensi yang kuat tentang kosmos dan metakosmos mode musik, melodi dan ritmenya Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 250.

19 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 165. Lihat juga Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan, hlm. 181-182.

Page 73: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

58

melodi biasanya disuarakan dengan nada pendek dan sederhana dengan jangkauan

yang terbatas, namun ketika mu’aźin tersebut mengulang kalimat yang sama,

jangkauan nada yang dikumandangkan jauh lebih panjang bahkan melampaui satu

oktaf.

Selanjutnya adalah seni pembacaan Al-Qur’an yang memiliki karakteristik

ekspresi estetik paling unik dan signifikan dalam budaya Islam. Keunikannya

terletak pada proporsi dan apresiasi penggunaanya. Seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, pembacaan Al-Qur’an tidak disebut sebagai musik tetapi

menggunakan prinsip-prinsip musikal. Ada perintah dalam Al-Qur’an tentang

bagaimana seharusnya Al-Qur’an dibaca. Dalam Q.S. Al-Muzzammil: 4

disebutkan bahwa pembacaan Al-Qur’an adalah dengan tartīl atau dengan cara

yang jelas. Ayat ini telah menjadi prinsip yang digunakan dalam pembacaan Al-

Qur’an selama ini. Pembacaan tartīl menghasilkan alur yang tetap, lembut dan

berirama tetapi tidak bermelodi dan penekanan terletak pada kejelasan

pengucapan kata, sehingga muncullah tata aturan pembacaan Al-Qur'an yang

disebut dengan ilmu tajwīd.20 Ilmu tajwīd memberikan petunjuk kepada si

pembaca kapan dan di mana suatu kalimat atau kata harus dipisahkan dengan

yang lain, kata-kata mana yang harus diberi tekanan, atau di mana harus berhenti

(waqaf) atau bersambung (waşal), semua itu merupakan ciri khas dari pembacaan

Al-Qur'an yang dengan jelas membedakannya dari jenis musik lainnya.21

20 Lihat Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan, hlm. 181-182.

21 Liberty Manik, “Islam dan Musik”, hlm. 66. Ciri keunikan lainnya adalah bahwa pelantun Al-Qur'an tidak pernah disebut sebagai penyanyi (mugannī; berasal dari kata ginā yang berarti nyanyian) tetapi pembaca (Qori’).

Page 74: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

59

Bentuk musik kedua adalah musik klasik. Bentuk musik ini lebih berkesan

sebagai seni kaum aristokrat (bangsawan, cendekiawan, dan agamawan) yang

secara khusus dimaksudkan untuk melahirkan beragam nuansa emosi estetik.

Musik ini didasarkan pada teknik dasar yang sama sebagaimana corak musik

tradisional dengan wajah dan bentuk yang berbeda, yang digunakan untuk

membuka pintu-pintu pengalaman mistik bagi para pendengarnya.22

Di dalam tradisi Islam, khususnya dalam tradisi mistisisme Islam

(sufisme), contoh yang mewakili bentuk musik klasik adalah musik spiritual atau

sama’. Sejak abad ketiga belas sufisme memanfaatkan musik dan tarian sebagai

alat untuk pencapaian spiritual. Sama’, seperti yang diuraikan oleh Oliver

Leaman, secara harfiah berarti audisi dan dalam tradisi tasawuf mengacu pada

pendengaran dengan hati atau semacam meditasi. Ini semacam pemusatan pada

melodi agar mendapatkan apa yang diwakili oleh melodi tersebut. Secara

terperinci, diuraikan oleh ilmuan sufi awal seperti Abu Hamid Al-Ghazali yang

berpendapat bahwa musik spiritual adalah model untuk memperoleh ekstase

ketuhanan melalui konsep dan praktek sama’, yang secara harfiah berarti

mendengar.23 Bagi kebanyakan sufi –seperti Abu Hamid Al-Ghazali, Majd al-Din

Al-Ghazali, dan Rumi, musik jenis ini hanya bisa efektif didengarkan dan

dirasakan jika ditempatkan di tempat, waktu, dan sahabat yang tepat. Keadaan

22 Jean-Louis Michon, “Musik dan Tarian Suci”, hlm. 619. Lebih jauh Nasr menjelaskan

bahwa musik klasik mengandung sifat kontemplatif dan spiritual yang tinggi. Tradisi musik klasik ini di dalam Islam erat sekali hubungannya dengan tasawuf khususnya dalam praktek-praktek tarekat sufi yang berkembang dalam Islam. Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 167.

23 Ali Jihad Racy, “Musik”, hlm. 122.

Page 75: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

60

spiritual yang dihasilkan oleh jenis musik ini adalah kesadaran estetik yang lahir

dari kedalaman metafisik (ekstase), sedangkan nada-nada mewakili keselarasan

ilahiah.24

Tradisi musik klasik ini juga berkembang di Barat yang merupakan salah

satu bentuk seni paling kaya dan paling penting. Pada masa Renaisans, musik

klasik yang berkembang di Barat terikat erat dengan musik Abad Pertengahan dan

kebanyakan inspirasinya berasal dari agama Kristen dan Gereja.25 Terutama

bentuk nyanyian Gregorian yang merupakan bentuk musik gereja paling murni.

Namun, secara berangsur-angsur istana pun mulai menjadi patron musik dan

selama renaisans mulai tampak pengenalan instrumentasi dan perkembangannya

menjadi apa yang disebut sebagai musik sekuler dan pribadi (individualis).26

Bentuk musik yang terakhir adalah musik rakyat atau musik populer.

Keberadaan bentuk musik ini merupakan bagian integral dari pola kehidupan

berbagai masyarakat. Musik rakyat atau lebih dikenal dengan istilah musik

populer, dalam konteks pemahaman Nasr, dimaksudkan untuk menunjukkan

irama-irama yang digunakan untuk merayakan saat-saat gembira ataupun duka

cita.27 Dalam uraiannya, Nasr berasumsi bahwa sebenarnya musik rakyat

24 Oliver Leaman, Menafsirkan Seni dan Keindahan”, hlm. 192-193.

25 Dalam uraiannya, Karl Signell mengelompokkan “musik masjid” dalam Islam sebagai subgenre dari musik klasik. Sebagaimana dikutip dalam Isma’il R. Al-faruqi, Atlas Budaya Islam, terj. M. Ridzuan Othman, dkk (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa & Pustaka, 1992), hlm. 464.

26 Mengenai bentuk musik sekuler yang berkembang di Barat, Nasr mengkritik bentuk degradasi tersebut, ia membandingkan jenis musik klasik yang berkembang di dalam Islam yang lebih bersifat spiritual dan difungsikan dalam makna batiniah seperti yang dicontohkan dalam uraian sebelumnya, sementara musik klasik di Barat lebih memasyarakat (populer). Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, hlm. 226.

27 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 166.

Page 76: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

61

mempunyai peran penting dalam mencerminkan setiap generasi masyarakat dan

mendukung keadaan psikologis generasi tersebut.28

Seperti halnya musik klasik, bentuk musik rakyat mengalami kemunduran

di wilayah fungsi dan substansinya, terutama di Barat modern. Perhatian Nasr ini

didasarkan pada pengaruh Revolusi Industri dan peradaban naturalisme pasca

Abad Pertengahan. Kekuatan yang ditimbulkan dan pengaruhnya terhadap bentuk

musik rakyat berkembang pesat di kalangan generasi modern dengan ritme-ritme

liar, dimainkan secara keras, dan dengan kegilaan.29 Perkembangan musik yang

lebih ekstensif tersebut dapat disaksikan pada awal abad kedua puluh, di mana

pemerintah di dunia Islam maupun masyarakat secara umum mengalami proses

modernisasi dan eropanisasi. Kontak terhadap Barat tersebut semakin meningkat

dan menciptakan kepentingan baru dalam musik sebagai seni murni dan

membawa asimilasi bertahap terhadap konsep-konsep dan teknik musik Barat

seperti yang telah disebutkan di atas.30

Dari beberapa uraian bentuk-bentuk musik di atas, sejauh pengamatan

penulis yang didasarkan dari beberapa tulisan Nasr, tampak bahwasanya Nasr

cenderung sangat mendukung perkembangan bentuk-bentuk musik pertama dan

kedua, meskipun tidak menutup pandangan terhadap perkembangan jenis musik

ketiga. Alasannya, bahwa Islam melarang musik yang bersifat profan dan terlalu

28 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, hlm. 227.

29 Seyyed Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, hlm. 227. Seperti yang sudah disebutkan di bab I, hal senada juga dilontarkan oleh Edwin Ziegfeld tentang pengaruh teknologi modern terhadap berbagai esensi kehidupan, baik ilmu pengetahuan maupun seni. Atau asumsi Adorno tentang korelasi non-produktif dalam perkembangan musik populer yang mempengaruhi kesadaran individu. Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 31.

30 Ali Jihad Racy, “Musik”, hlm. 123.

Page 77: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

62

eksternal, duniawi. Sebagaimana disebutkan bahwa baik seni maupun musik

sebagai anak cabangnya, secara eksoteris di dalam Islam, dengan tegas dibatasi

oleh peraturan untuk menjaganya dari nafsu-nafsu hewani, dan secara esoteris

menjadi sarana mengubah perasaan dan jiwa. Bukan seperti musik Barat pasca-

klasik yang mengalami degradasi spiritual. Sebaliknya, Islam mempertahankan

keagungan musik dan seluruh aspeknya yang dapat menenangkan serta tetap

menjaga kesadaran jiwa penikmatnya menuju tingkat spiritualitas (ke-Ilahi-an)

yang mapan.31

Perhatian Nasr terhadap bentuk-bentuk dan perkembangan musik di atas

tentunya memiliki asumsi dasar. Bahwa sampai detik ini paham musik hanya

sebagai kebutuhan hiburan belaka masih tetap berlaku di kalangan bukan hanya

pribadi namun juga masyarakat luas. Dari belahan bumi manapun, sebagian besar

orang memanfaatkan musik hanya sebatas kebutuhan sesaat. Keterbatasan

apresiasi musik inilah yang menyebabkan pemanfaatan musik yang sia-sia.

Sebagai satu kesatuan eksistensi manusia, musik merupakan medium

pengungkapan ekspresi atau maksud dari penciptaan manusia itu sendiri. Namun

apakah musik mampu mengembangkan dirinya guna kepentingan-kepentingan

lain yang jauh lebih bermanfaat dan lebih bermakna dari yang selama ini

disandangnya? Tentunya pertanyaan ini akan selalu dikembalikan kepada

penikmat musik itu sendiri.

Jacues Attali dalam karyanya Noise: The Political Economy of Music

menguraikan dengan jelas perkembangan bentuk-bentuk apresiasi musik dalam

31 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 175.

Page 78: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

63

sejarah manusia, ia membagi evolusi musik menjadi tiga modus: (1) ritual, (2)

representasi, dan (3) pengulangan.32 Dalam semua kultur baik etnis maupun

agama, musik tampaknya memang berfungsi awal dalam konteks ritual. Di

kalangan umat Islam, tradisi-tradisi ritual yang memiliki unsur musikal telah

digunakan sejak lama, seperti adzan dan tilawah. Juga lahirnya musik gereja di

Abad Pertengahan yang digunakan sebagai ritual pemujaan termasuk dalam

modus ritual yang dimaksud.

Evolusi musik selanjutnya berubah ke dalam modus representasi yang

muncul sebagai tanggapan atas kondisi-kondisi sosial yang berubah. Musik tidak

lagi bersifat sakral namun berubah menjadi sekuler, ia berkembang dalam suatu

dikotomi antara kelompok kecil pemain profesional versus kelompok yang lebih

besar yaitu hadirin/penonton non-profesional. Hal ini terjadi pasca zaman Barok

yang ditandai dengan lahirnya bentuk pagelaran konser musik umum sebagai hasil

dari tuntutan masyarakat kelas menengah ke bawah terhadap akses penikmatan

musik, karena sebelumnya musik hanya dikonsumsi oleh kelas elit.33

Selanjutnya, terciptanya sebuah sarana yang dapat dipakai untuk merekam

dan menyimpan musik dalam disc maupun pita kaset yang dapat dimainkan

kembali kapan saja diperlukan, bagi Attali hal ini telah mendesak suatu tahap baru

yang ketiga yaitu pengulangan. Sebuah tahap perkembangan teknologi yang

dianggap sebagai suatu cara menyimpan representasi dan masing-masing

penikmat memiliki suatu hubungan tunggal dengan suatu obyek musik, sehingga

32 Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 32.

33 H.H. Eggebrecht, "Musik dan Masyarakat", hlm. 221.

Page 79: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

64

konsumsi musik itu bersifat perorangan yang akhirnya berdampak pada kualitas

individu yang rendah dan musik tidak lagi menjadi sakral.34 Hal yang disebut

terakhir sejalan dengan asumsi Adorno dalam esainya 'On Populer Music' yang

menyatakan bahwa perkembangan musik dalam tahap pengulangan mendorong

kesenangan yang melenakan dan mempunyai korelasi non-produktif dengan

kehidupan masyarakat yaitu sebuah proses penghindaran terhadap energi fisik dan

mental, khususnya kesadaran individu.35 Lebih dari itu, degradasi yang terjadi

dalam perkembangan bentuk musik yang ketiga, yaitu musik rakyat dan sekarang

lebih dikenal dengan musik populer –seperti yang berkembang saat ini seperti

musik pop, rock, disco, dan lain sebagainya, berpengaruh terhadap kurang

pekanya individu pada masalah keindahan, nalar, dan moral, hingga tidak dapat

memiliki ketegaran intelektual, validitas estetik, otoritas budaya serta spiritualitas

yang tinggi.36

Hasil penelitian ilmiah terakhir menunjukkan bahwa beberapa krisis paling

menekan yang dihadapi masyarakat saat ini kemungkinan besar dipicu oleh musik

yang hingar-bingar dan penuh dengan kegila-gilaan yang sering terdengar di

sekitar masyarakat.37 John Diamond menyatakan bahwa beberapa jenis musik

rock menjadi pemicu kecenderungan merusak diri dan keinginan bunuh diri pada

kaum muda dan dewasa. Jenis musik yang merusak tersebut adalah musik yang

34 Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 33.

35 John Storey, Pengantar Komprehensif Teori dan Metode, hlm. 118-119.

36 Suhardjo Parto, Musik Seni Barat, hlm. 34.

37 Merrit, Simfoni Otak (Bandung: Kaifa, 2003), hlm. 76.

Page 80: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

65

berirama anapestik, yaitu jenis musik yang memiliki tekanan tinggi. Ritme

semacam itu menurut Diamond bertentangan dengan ritme organik tubuh yang

alamiah.38 Hal serupa dikemukakan pula oleh Inayat Khan bahwa:

Kebisingan berasal dari kegelisahan dan kegelisahan adalah irama yang merusak. Kelemahan besar masyarakat akan kegemaran musik zaman sekarang adalah, orang sudah menyimpang jauh dari apa yang disebut dengan suara alami dan hal ini dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomis. 39

Dengan demikian, bagi Nasr, musik memiliki relevansi erat dengan nilai-

nilai ke-Islam-an. Nilai-nilai tersebut menjaga kualitas musik yang terbentuk

sehingga ia tidak menjadi perusak bagi penikmatnya. Batasan-batasan eksoteris

terhadap segala bentuk apresiasi musik dan pengagungan Islam terhadap dimensi

esoterisnya memberikan kualitas kontemplatif terhadap musik serta

menjadikannya tetap bersifat tenang, mudah dipahami, terstruktur, dan berkarakter

spiritual tinggi dibandingkan unsur lainnya.40

B. Relevansi Spiritualitas Islam dalam Apresiasi Musik

1. Musik dan Medium Kontemplasi

Tidak berbeda dengan seni-seni lain yang mengandung banyak fungsi,41

musik Islam juga mengandung fungsi-fungsi khusus. Menurut Nasr, seni Islam –

38 Merrit S., Simfoni Otak, hlm. 76.

39 Hazrat Inayat Khan, “The Mysticism of Sound and Music” dalam www.sufimessage.com, diakses tanggal 31 Mei 2008.

40 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 213.

41 Secara umum, menurut The Liang Gie, seni setidaknya mengandung empat fungsi. (1) fungsi spiritual, (2) fungsi hedonis (kesenangan), (3) fungsi edukatif atau pendidikan, (4) fungsi komunikatif (tata hubungan). Dengan fungsi-fungsi yang lebih lengkap, seni bisa menjadi

Page 81: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

66

termasuk juga musik- setidaknya mengandung empat pesan atau fungsi spiritual.

Pertama, mengalirkan berkah sebagai akibat hubungan batinnya dengan dimensi

spiritual Islam. Tidak bisa diingkari, seorang muslim yang paling modern

sekalipun, akan mengalami rasa kedamaian dan kegembiraan dalam lubuk

hatinya, semacam ketenangan psikologis, ketika memandang kaligrafi, duduk di

atas karpet tradisional, mendengarkan dengan khusyuk bacaan Al-Qur`an atau

beribadah di salah satu karya besar arsitektur Islam.42

Kedua, mengingatkan kehadiran Tuhan di manapun manusia berada. Bagi

seseorang yang senantiasa ingat kepada Tuhan, seni Islam selalu menjadi

pendorong yang sangat bernilai bagi kehidupan spiritualnya dan sarana untuk

merenungkan realitas Tuhan. Bahkan seni Islam yang pada dasarnya dilandasi

wahyu Ilahi adalah penuntun manusia untuk masuk ke ruang batin wahyu Ilahi,

menjadi tangga bagi pendakian jiwa untuk menuju pada Yang Tak Terhingga, dan

bertindak sebagai sarana untuk mencapai Yang Maha Benar (al-Haq) lagi Maha

Mulia (al-Jalāl) dan Maha Indah (al-Jamāl) sumber segala seni dan keindahan.43

Kenyataan tersebut terjadi dalam semua bentuk seni Islam. Seni kaligrafi,

misalnya. Kaligrafi yang merupakan seni perangkaian titik-titik dan garis-garis

pada pelbagai bentuk dan irama yang tiada habisnya merangsang ingatan akan

tindak primordial dari pena Tuhan. Ia merupakan refleksi duniawi atas firman

Tuhan yang ada di Lau al-Mah ūz yang menyuarakan sekaligus menggambarkan

perlengkapan manusia yang bersifat immGie, Filsafat Seni (Yogyakarta: Pubib, 19

42 Seyyed Hossein Nasr, Spiritua

43 Seyyed Hossein Nasr, Spiritua

, .

h. f. ortal (abadi) dan universal (semesta). Lihat The Liang

96), hlm. 47-52.

litas dan Seni Islam, hlm. 214.

litas dan Seni Islam, hlm. 17.

Page 82: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

67

tanggapan jiwa manusiawi terhadap pesan Ilahi dan merupakan visualisasi atas

realitas-realitas spiritual yang terkandung dalam wahyu Islam.44 Begitu pula

dalam seni liturgi, tilawah Al-Qur`an, mengingatkan manusia akan keagungan

Tuhan. Hal senada juga terjadi dalam syair-syair, musik, dan karya-karya sastra

lainnya yang dilatarbelakangi dari model teks suci Al-Qur`an. Keselarasan bait-

bait syair dan irama musik menghubungkan diri dengan keselarasan dan ritme

alam.45

Ketiga, menjadi kriteria untuk menentukan apakah sebuah gerakan sosial,

kultural dan bahkan politik benar-benar otentik Islami atau hanya menggunakan

simbol Islam sebagai slogan untuk mencapai tujuan tertentu. Sepanjang sejarah

dan dengan kedalaman serta keluasan manifestasi otentiknya, mulai dari arsitektur

sampai seni busana, seni Islam senantiasa menekankan keindahan dan

ketakterpisahan darinya.46 Apakah mereka yang mengklaim berbicara atas nama

Islam juga telah menciptakan bentuk-bentuk keindahan dan kedamaian? Apakah

ada kualitas ketenangan, keselarasan, kedamaian, dan keseimbangan yang menjadi

ciri khas Islam maupun manifestasi artistik dan kulturalnya, dalam sikap dan

perilaku gerakan-gerakan dan organisasi Islam tersebut?

Keempat, sebagai kriteria untuk menentukan tingkat hubungan intelektual

dan religius masyarakat muslim. Saat ini banyak tokoh berbicara tentang

islamisasi pendidikan, sistem ekonomi maupun sistem masyarakat Islam sendiri,

44 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 28.

45 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 102 & 170.

46 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 218.

Page 83: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

68

di samping banyak yang melakukan berbagai usaha konkret untuk mencapai

tujuan tersebut. Semua itu bukan usaha yang mudah dan pasti menghadapi

kendala dan tantangan yang berat. Apakah mereka yang melakukan usaha-usaha

tersebut menyadari bentuk keislaman di luar ketentuan syari’at yang bersifat

eksoterik? Seni Islam dalam pengertian universalnya dapat dijadikan kriteria

untuk menilai sifat proses pencapaian tersebut beserta hasil-hasilnya, karena tidak

ada yang otentik Islam tanpa memiliki kualitas yang lahir dari spiritual dan

menjelmakan dirinya di sepanjang sejarah seni tradisional Islam, mulai dari

tembikar hingga sastra dan musik.47 Artinya, tingkat keberhasilan yang dicapai

yang bisa diukur lewat data-data empiris berkaitan dan sekaligus menunjukkan

tingkat kualitas spiritual yang menyertainya.

2. Peran Spiritualitas Islam dalam Apresiasi Musik dan Tatanan Moral

Pembicaraan seni dan moral umumnya mengacu pada dua kutub

pandangan. Pandangan pertama mengatakan bahwa seni harus bersendi kepada

moral, sementara pandangan yang lain berpendapat bahwa seni dan moral itu dua

tugas yang berbeda sehingga seni tidak harus dinilai berdasarkan atas asas moral.

Golongan terakhir ini terkenal dangan semboyan ‘seni untuk seni’. Seni itu

mengabdi kepada keindahan, sedang moral pada kebaikan. Seni yang sejati sudah

barang tentu bermoral, moralnya adalah keindahan itu sendiri, sebab keindahan

adalah kebaikan dan kebenaran.48

47 Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, hlm. 218.

48 Jacob Sumardjo, Filsafat Seni, hlm. 246.

Page 84: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

69

Secara hierarkis, kebenaran adalah kesempurnaan yang ditangkap intelek

dan juga lewat proses perenungan (kontemplasi). Kebaikan merupakan

kesempurnaan dalam moralitas yaitu pertimbangan baik-buruk. Selanjutnya,

keindahan adalah kesempurnaan yang dapat ditangkap melalui perangkat indrawi.

Ketiga aspek tersebut (kebenaran, kebaikan, dan keindahan) senantiasa saling

terkait secara hierarkis. Manusia belajar menghayati dan memahami keindahan

terlebih dahulu untuk dapat memahami kebaikan. Memahami kebaikan terlebih

dahulu sebagai dasar untuk memahami kebenaran. Ketidakmampuan menghayati

salah satunya hanya akan membuat kesulitan untuk memahami tahapan di

atasnya. Untuk itu, keindahan merupakan hal yang paling dasar bagi manusia.49

Dalam pandangan Nasr tentang kosmologi Islam, Al-Qur’an merupakan

wahyu tertulis yang memiliki fungsi utama, salah satunya, adalah membangkitkan

kesadaran dalam diri manusia akan kehadiran Ilahi dalam wahyu primordial

lainnya (alam) yang menjadi tatanan manusia itu sendiri. Alam menghadirkan

Kebaikan

Keindahan

Kebenaran

Gambar 1: Hierarki tiga kesempurnaan manusia.

49 Yeni Rahmawati, Musik Sebagai Pembentuk Budi, hlm. 7.

Page 85: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

70

pesan Ilahi bagi manusia untuk dibaca kembali sebagai medium kontemplasi guna

membangkitkan kesadaran di dalam diri manusia itu sendiri.50

Di satu sisi, apa yang terkandung dalam kosmologi Islam tidak akan

mampu dipahami ketika seseorang tidak menjiwai spiritualitas Islam di sisi lain.

Bahwa spiritualitas Islam tidak hanya didasarkan atas pembacaan Al-Quran saja

tetapi juga pada pembacaan naskah kosmis yang menjadi komplementernya,

dengan menjiwai keindahan, keheningan, serta ketenangan. Apa yang secara

khusus disebut sebagai spiritualitas Islam, menurut Nasr, adalah pengalaman dan

pengetahuan tentang Keesaan dan merealisasikannya dalam pemikiran, perkataan,

sikap, dan perbuatan, serta berangkat dari kemauan, jiwa, dan kecerdasan. Puncak

dari spiritualitas ini adalah menjalani hidup dan melakukan perbuatan yang

senantiasa sejalan dengan Kehendak Ilahi.51 Hal tersebut pada akhirnya memiliki

konsekuensi moral terhadap segala sendi kehidupan umat Islam, baik dalam

tatanan politik, ekonomi, budaya, maupun seni.

Di wilayah seni, spiritualitas Islam memberikan bimbingan dan

kebijaksanaannya dalam membangun norma dan standar bagi berbagai bentuk

seni. Ini mengindikasikan pada berbagai pendekatan yang berbeda terhadap seni,

yaitu seni demi kesenangan, seni demi kebenaran, dan seni demi moralitas. 52

Selama jangka waktu yang lama, seni tepat berada dalam pengabdian agama dan

50 Seyyed Hossein Nasr, “Kosmos dan Tatanan Alam” dalam Seyyed Hossein Nasr (ed.),

Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Fondasi, terj. Rahman Astuti (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 467.

51 Seyyed Hossein Nasr, “Pengantar” dalam Seyyed Hossein Nasr (ed), Ensiklopedia Tematis Spiritualitas Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan (Bandung: Mizan, 2003), hlm. xxiii.

52 Sebagaimana dikutip dalam Israul Haque, Menuju Renaisans Islam, hlm. 148.

Page 86: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

71

moralitas. Jika seni bertolak dengan agama dan moralitas, maka yang akan terjadi

adalah keburukan seni.53

Banyak bukti sejarah yang mengungkap keterkaitan antara kualitas seni

dengan kualitas masyarakat. Bahwa seni akan mengalami kemunduran bersamaan

dengan kemunduran suatu bangsa. Begitu juga dengan musik, ada keterkaitan erat

antara kualitas musik dengan kualitas masyarakat. Para pencipta musik yang

berkualitas dan dipilih masyarakat, akan mengantarkan masyarakat pada kualitas

musik tersebut. Demikian pula sebaliknya, para pencipta yang melahirkan musik

yang buruk, kemudian masyarakat memilih dan menikmatinya, hal ini akan

mengantarkan masyarakat pada karakter yang buruk pula.54

Menurut Inayat Khan, manusia mengapresiasikan musik menurut tingkat

evolusinya dan dengan lingkungan di mana ia dilahirkan dan dibesarkan. Manusia

yang hidup di lingkungan yang liar, secara tidak langsung ia akan menyanyikan

lirik-lirik liar, begitupun sebaliknya. Semakin halus manusia, semakin lembut

musik yang ia nikmati. Karakter pada manusialah yang menciptakan tendensi

pada musik yang sama atau berhubungan dengan kondisinya.55

53 Plato adalah orang pertama di dunia Barat yang memperjuangkan pandangan moralitas tentang seni, bahkan secara lebih spesifik Confusius menganggap bahwa puisi atau musik adalah berharga hanya sejauh ia mewujudkan tatanan moral yang universal. Lihat Israul Haque, Menuju Renaisans Islam, hlm. 147.

54 Yeni Rahmawati, Musik Sebagai Pembentuk Budi, hlm. 79.

55 Hazrat Inayat Khan, “The Mysticism of Sound and Music” dalam www.sufimessage.com, diakses tanggal 31 Mei 2008.

Page 87: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

72

Gambar 2: Faktor apresiasi musik dan pengaruh musik

Di sinilah kemudian peran spiritualitas Islam dalam penentu pembentukan

jiwa seseorang melalui musik. Bahwa nilai-nilai musik dapat membangkitkan

berbagai emosi dan melalui musik pula kelakuan dan respons seseorang dapat

Emosi Moral

Spiritual Minat

Kebutuhan

Lingkungan sosial

Budaya

Kondisi

Geografis

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Latar Belakang Individu

Mengapresiasikan Musik

Musik dalam Perilaku Individu

Ekspresi Fisik

Ekspresi Kecerdasan

Ekspresi Emosi

Ekspresi Perilaku Moral

Irama denyut jantung, intonasi bicara, tarikan nafas, ayunan

langkah

Irama kerja, cepat-lambat berpikir,

pola berpikir

Ekspresi terkejut, tenang, agresif, senang, sedih

Arogan, sopan santun, etika

berbicara

Bentuk dan Jenis musik yang dipilih individu

Page 88: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

73

dipengaruhi memang tidak dapat ditolak. Keadaan di mana musik dimainkan serta

lingkungan dan watak para pendengar memainkan peran krusial dalam

menghasilkan pengaruh tersebut.56 Dari situlah Nasr memandang bahwa musik

memiliki substansi dari bentuk yang dapat dipahami oleh indra terkait dengan

ketepatan pemahaman dan karena alasan ini spiritualitas Islam memiliki kaidah

yang menerapkan hukum kosmis dan universal terhadap musik. Karena itu, di

balik aspek lahiriahnya yang umum, tersingkaplah pola peradaban yang

bersangkutan. Pada gilirannya pola ini menunjukkan bentuk intelektualitas

peradaban tersebut. Jika musik kehilangan sifat tersebut sehingga menjadi

manusiawi, individual, dan oleh karena itu berubah-ubah, ini menjadi pertanda

pasti dan penyebab dari kemerosotan moral, intelektual, dan bahkan spiritual.57

56 Israul Haque, Menuju Renaisans Islam, hlm. 160.

57 Seyyed Hossein Nasr, Pengetahuan dan Kesucian, hlm. 221.

Page 89: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

74

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini

mengenai pandangan Seyyed Hossein Nasr yang mengambil titik tekan tentang

relevansi spiritualitas Islam dalam apresiasi musik, maka secara keseluruhan dapat

disimpulkan beberapa hal, yaitu:

Persoalan tentang signifikansi musik dalam keseluruhan struktur tradisi

Islam pada kenyataannya mampu berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan

yang menempati posisi khusus sekaligus mendapat keunggulan terutama dalam

wilayah spiritual. Hal ini menegaskan bahwa perkembangan musik dalam tradisi

Islam merupakan bentuk dari sebuah ungkapan rasa dan tata harmoni religiositas

keislaman seseorang sekaligus sebagai jalan kontemplasi. Dengan demikian,

penulis menyimpulkan bahwa musik pada dasarnya adalah media paling universal

dan berpengaruh untuk mengekspresikan hal-hal yang terkandung di dalam inti

ajaran Islam yang merupakan proses realisasi keindahan dan kepasrahan terhadap

makna ketuhanan.

Setelah mengkaji pandangan Seyyed Hossein Nasr tentang relevansi

spiritualitas Islam dalam apresiasi musik, penulis kemudian berpendapat bahwa

Nasr adalah tokoh yang memandang bahwa musik tidak hanya muncul dari akibat

perkembangan budaya manusia namun ia mempunyai dasar kosmologis dan

merefleksikan struktur realitas khusunya dalam tradisi Islam. Musik terkait

74

Page 90: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

75

dengan kenyataan-kenyataan aritmatika dan samawi yang merupakan cerminan

serta imitasi gerakan alam. Secara fungsional, musik mampu mengendalikan dan

mempengaruhi jiwa pendengarnya sehingga kualitas musik sangat berpengaruh.

Bahwa semakin baik kualitas musik yang diciptakan dan dinikmati maka semakin

baik pula kualitas penikmatnya. Namun, berbagai bentuk apresiasi –baik kesan

(impresi) ataupun pengungkapan (ekspresi)- seseorang terhadap musik akan

sangat tergantung terhadap kondisi kejiwaannya. Sebaik apapun kualitas musik,

hal itu tidak akan bermakna apapun bagi seseorang bila ia tidak memiliki

kepekaan intuisi religius yang terkandung dalam musik tersebut. Karena itu,

spiritualitas Islam memiliki kaidah yang -secara langsung- menerapkan

pemahaman dan kepekaan terhadap seseorang sekaligus tehadap bentuk dan

karakteristik musik. Pada gilirannya, manifestasi spiritualitas Islam menjaga

bentuk intelektualitas tersebut. Atau dengan kata lain, semakin baik kualitas

spiritual dan kepekaan seseorang maka akan semakin baik pula pemahaman serta

apresiasi orang tersebut terhadap musik.

B. Saran-saran

Penelitian yang telah dilakukan penulis dalam skripsi ini setidaknya dapat

memberikan gambaran yang memadai mengenai tema musik dalam pandangan

Seyyed Hossein Nasr terkait relevansinya dengan spiritualitas Islam. Meski

demikian, masih ada tokoh-tokoh dan tema-tema lainnya khususnya di bidang

seni, yang menarik untuk dikaji dan dikembangkan mengingat wacana estetika

dan filsafat seni di dalam Islam belum menjadi perhatian yang serius.

Page 91: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

76

Selain itu, karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan

kapasitas yang masih sangat sempit, maka akan lebih baik jika ada penelitian atau

kajian lanjutan yang lebih mengembangkan wacana seni di dalam Islam. Dengan

demikian, antara penelitian yang telah dilakukan penulis ini dengan penelitian

lanjutan tersebut akan saling melengkapi.

Hasil kajian yang telah diperoleh penulis dalam skripsi ini tentunya dapat

menjadi rujukan bagi siapa saja yang ingin melakukan penelitian lanjutan, baik

yang berupa penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan tentang tema seni

maupun Seyyed Hossein Nasr, sebagai tokoh Islam, dengan tema yang berbeda.

_____o0o_____

Page 92: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

77

DAFTAR PUSTAKA

Aminrazafi, Mehdi. “Filsafat Islam di Dunia Islam Modern; Persia” dalam Seyyed

Hossein Nasr dan Oliver Leaman (ed.), Ensiklopedia Tematis Filsafat

Islam, Jilid II. Bandung: Mizan, 2003.

Azra, Azyumardi. Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan

Aktor Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Bakker, Anton dan A. Charris Zubair. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Bakker, J.W.M. Sj. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta:

Kanisius, 1984.

al-Baghdadi, Abdurrahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vokal, Musik dan

Tari. Jakarta: Gema Insani Press, 1991. Dapat diakses juga di

www.seni.musikdebu.com, diakses pada tanggal 31 Mei 2008.

Beg, Abdul Jabbar (ed.). Seni Dalam Peradaban Islam terj. Yustiono dan Edi

Sutriyono. Bandung: Pustaka, 1988.

Budianto, Arif. "Pandangan Seyyed Hossein Nasr terhadap Dampak Sains

Modern dan Teknologi Modern", Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta, 2001.

Campbell, Don. Efek Mozart: Memanfaatkan Kekuatan Musik untuk

Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreatifitas, dan Menyehatkan

Tubuh, terj. T. Hermaya. Jakarta: Gramedia, 2002.

Dahlan, Abdul A. (ed.). Suplemen Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van

Houve, 1994.

77

Page 93: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

78

Dawamah, Barorotud. "Seni Islam dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasr",

Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990.

Djohan. Psikologi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2005.

Eggebrecht, H.H. "Musik dan Masyarakat" terj. Dieter Mack dalam Dieter Mack,

Sejarah Musik Jilid III. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995.

Falmer, Henry G. “Musik Religius Islam” dalam M. Abdul J. Beg (ed.), Seni di

Dalam Peradaban Islam, terj. Yustiono dan Edi Sutriyono. Bandung:

Pustaka, 1988.

al-Faruqi, Isma’il R. Atlas Budaya Islam, terj. M. Ridzuan Othman, dkk. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa & Pustaka, 1992.

______ Seni Tauhid, terj. Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Bentang, 1999.

Ghafur, Waryono A. “Seyyed Hossein Nasr: Neo-Sufisme sebagai Alternatif

Modernisme” dalam A. Khudori Soleh (ed.), Pemikiran Islam

Kontemporer. Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2003.

Gie, The Liang. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PBUIB, 2005.

______ Filsafat Seni. Yogyakarta: PUBIB, 1996.

Hadi, Abdul W. M., “Wacana Seni Islam: Musik, Religiusitas dan Spiritualitas”

dalam www.icas-indonesia.org, diakses tanggal 31 Oktober 2008.

Haque, Israul. Menuju Renaisans Islam, terj. Moh. Hefni. Yogyakarta: Pustaka

pelajar, 2003.

Hidayat, Komaruddin. Tragedi Raja Midas. Jakarta: Paramadina, 1998.

Hoodbhoy, Perwez. Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan Rasionalitas terj.

Luqman. Bandung: Pustaka, 1997.

Page 94: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

79

Khan, Hazrat Inayat. “The Mysticism of Sound and Music” dalam

www.sufimessage.com, diakses tanggal 31 Mei 2008.

Leaman, Oliver. Menafsirkan Seni dan Keindahan Estetika Islam terj. Irfan Abu

Bakar. Bandung: Mizan, 2005.

Manik, Liberty. "Islam dan Musik", dalam majalah Peninjau Tahun IX Edisi 2,

1983.

Merrit S. Simfoni Otak. Bandung: Kaifa, 2003.

Michon, Jean-Louis. “Musik dan Tarian Suci dalam Islam” dalam Seyyed Hossein

Nasr (ed.), Ensiklopedi Tematis Spirititualitas: Manifestasi, terj, Tim

Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2003.

Muhaya, Abdul. Bersufi dengan Musik: Sebuah Pembelaan Musik Sufi.

Yogyakarta: Gama Media, 2003.

Munfarida, Elpa. “Formulasi Konsep Estetika Seni Islam” dalam Majalah Ibda,

Volume 3, Nomor 2, 2005.

Nasr, Seyyed Hossein. “Biography” dalam www.nasrfoundation.org, diakses

tanggal 6 Juni 2008.

______ Islam dalam Cita dan Fakta, terj. Abdurrahman Wahid dan Hasyim

Wahid. Jakarta: Lappenas, 1981.

______ Islam dan Nestapa Manusia Modern, terj. Anas Mahyuddin. Bandung:

Pustaka, 1983.

______ Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, terj. Lukman Hakim.

Bandung: Pustaka, 1994.

______“Kosmos dan Tatanan Alam” dalam Seyyed Hossein Nasr (ed.),

Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam: Fondasi, terj. Rahman Astuti.

Bandung: Mizan, 2002.

Page 95: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

80

______ “Knowledge and the Secred” dalam The Islamic Quarterly Vol. XXVI,

No. 2, 1982.

______ Menjelajah Dunia Modern; Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim, terj.

Hasti Tarekat. Bandung: Mizan, 1995.

______ “Pengantar” dalam Seyyed Hossein Nasr (ed), Ensiklopedia Tematis

Spiritualitas Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2003.

______ Pengetahuan dan Kesucian, terj. Suharsono. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1997.

______ Sains dan Peradaban dalam Islam, terj. J. Mahyudin. Bandung: Penerbit

Pustaka, 1986.

______ Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutejo. Bandung: Mizan, 1993.

______ Tasawuf Dulu dan Sekarang, terj. Abdul Hadi. Jakarta: Pustaka Firdaus,

1994.

______ The Heart of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam untuk Kemanusiaan,

terj. Nurasih Fakih. Bandung: Mizan, 2003.

______ Tiga Pemikir Islam; Ibnu Sina, Suhrawardi dan Ibn Arabi, terj. Ahmad

Mujahid. Bandung: Risalah, 1986.

Parto, Suhardjo. Musik Seni Barat dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1996.

Prier, Karl-Edmund. Sejarah Musik, Jilid I, cetakan ke-5. Yogyakarta: Pusat

Musik Liturgi, 2005.

______ Sejarah Musik, Jilid II. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1993.

Page 96: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

81

Purnamasari, Dewi A. “Spiritualitas ala Barat dan Timur” dalam

www.dewialessandrapurnamasari.blogsome.com, diakses tanggal 31

Oktober 2008.

Putro, Suryo. “Estetika Musik Dalam Al-Qur'an”, Skripsi Fakultas Ushuluddin

UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2002.

Qardhawi, Yusuf. Islam Bicara Seni, terj. Wahid Ahmadi. Solo: Intermedia, 1998.

Racy, Ali Jihad. “Musik” dalam John L. Esposito (ed.), Ensiklopedi Oxford Dunia

Islam Modern, Jilid IV, terj. Eva YN. Bandung: Mizan, 2001.

Rahimah. “Ilmu Pengetahuan dan Peradaban dalam Islam; Suatu Tinjauan

Terhadap Karya Seyeed Hossein Nasr” dalam www.e-usu.ac.id/repository,

diakses tanggal 6 Juni 2008.

Rahman, Fazlur. Islam terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Pustaka, 1994.

Rahmawati, Yeni. Musik Sebagai Pembentuk Budi Pekerti. Yogyakarta: Panduan,

2005.

Sachari, Agus. Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit ITB, 2002.

Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 2000.

Sjukur, Asjwadie. Ilmu Tasawuf, Jilid I. Surabaya: Bina Ilmu, 1978.

Storey, John. Pengantar Komprehensif Teori dan Metode Culture Studies dan

Kajian Budaya Pop terj. Laily Rahmawati. Yogyakarta: Jalasutra, 2007.

Sudarman. “Antara Sains dan Ortodoksi Islam: Telaah Pemikiran Seyyed Hossein

Nasr”, Makalah Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

2005.

Sudarto. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo, 1996.

Page 97: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

82

Sumardjo, Jakob. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB, 2000.

Sutrisno, Mudji. “Estetika dan Religiositas” dalam Islah Gusmian (ed.), Teks-Teks

Kunci Estetika; Filsafat Seni. Yogyakarta: Galangpress, 2005.

Page 98: Spritualitas Musik Dalam Pandangan Seyyed Hossein Nasrdigilib.uin-suka.ac.id/2975/1/BAB I,V.pdf · Sejarah Musik, Jilid III (Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 1995), hlm. 218. 3 H.H.

CURRICULUM VITAE

Nama lengkap : Muhamad Muzayin Tempat, tanggal lahir : Purworejo, 29 Juni 1986 Alamat Rumah : Dusun Sogo RT 016/RW 004 Desa Sidayu

Kec. Bandar Kab. Batang Jawa Tengah 51254 Alamat Yogyakarta : Jl. Mungkur GK I/733 Pengok RT 34/RW 10

Gondokusuman Yogyakarta Nomor Hp. : +6285 640 295 085 Email : [email protected] Nama Orang Tua : - Ayah : Muhamad Djawahir

- Ibu : Suhartin Riwayat Pendidikan

o SDN Bandar 03 Bandar Batang (1992-1998)

o MTs Darul Amanah Sukorejo Kendal (1998-2001)

o MA Darul Amanah Sukorejo Kendal (2001-2004)

o S1 Fakultas Ushuluddin (2004-2008) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pengalaman Organisasi

o Koordinator Umum Sanggar Seni (2002-2003) P.P. Darul Amanah Sukorejo Kendal

o Ketua Umum OPDA P.P Darul Amanah (2003-2004) Sukorejo Kendal

o Sekretaris Umum IKADA Yogyakarta (2005-2006)

o Sekretaris Umum PMII Ra.Fak Ushuluddin (2006-2007) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

o Pemimpin Umum LPM HumaniusH (2007-2008) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Yogyakarta, 28 November 2008

Muhamad Muzayin

83