Download - Spektrum Autisme Seminar

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Anak merupakan individu yang sedang bertumbuh (menjadi lebih besar) dan berkembang (berubah ciri-cirinya), baik dalam bidang somatis, maupun dalam bidang psikologis. Anak bukan miniatur orang dewasa karena memang proses yang terjadi berlainan. Dengan demikian, maka tidak boleh dilupakan bahwa gangguan jiwa pada anak timbul sewaktu kepribadiannya sedang berkembang serta bahwa gangguan jiwa itu mungkin merupakan refleksi penyimpangan dalam perkembangan itu dan bukan merupakan suatu keadaan yang statis atau permanen. Oleh karena itu diperlukan adanya subspesialisasi psikiatri anak. Pada psikiatri anak sendiri, terdapat bermacam-macam gangguan yang terjadi pada anak. Gangguan yang paling sering dijumpai pada psikiatri anak adalah gangguan perkembangan pervasif dan gangguan hiperkinetik.

Gangguan yang paling sering dijumpai dan mudah dikenali oleh masyarakat awam salah satunya adalah autisme, salah satu dari gangguan perkembangan pervasif. Autisme adalah gangguan perkembangan neurobiologis yang kompleks, dapat berlangsung lama (sampai dewasa) bila tidak dilakukan upaya penyembuhan, dan mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan lingkungan dan orang lain. DiAmerika Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak keturunanEropaAmerikadibandingkan yang lainnya (Kogan et al, 2009). Di Indonesia, pada tahun2013diperkirakan terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun. Sedangkan prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut dataUNESCOpada tahun2011adalah 6 di antara 1000 orang mengidap autisme (Republika Online, 2013). Di Inggris, The National Autistic Society memperkirakan prevalensi orang dengan gangguan spektrum autisme adalah 11 dari 1000 orang (1,1% dari populasi). Untuk ukuran rata-rata dari 2000 orang, setiap dokter umum akan dikelilingi sekitar 22 orang dengan spektrum autisme yang terdapat pada daftar pasien mereka (The National Autistic Society, 2014).Makalah ini secara khusus membahas tentang spektrum autisme. Gangguan spektrum autisme adalah suatu istilah yang sering digunakan mengacu pada kelompok gangguan yang termasuk di dalam gangguan perkembangan pervasif pada International Classification of Diseases. Spektrum autisme menggambarkan suatu variasi tingkatan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan perkembangan neurobiologis pada revisi ke lima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition (DSM-5) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association. DSM-5 dan dipublikasikan tahun 2013, mendefinisikan kembali spektrum autisme yang meliputi diagnosis sebelumnya (DSM-IV-TR) yaitu diagnosis autisme, gangguan Asperger, gangguan perkembangan pervasif tak khas (pervasive developmental disorder not otherwise specified/PDD-NOS), gangguan disintegrasi masa kanak dan sindrom Rett. Karakteristik gangguan ini adalah gangguan pada kemampuan interaksi sosial, gangguan pada kemampuan komunikasi dan berbahasa, perilaku yang tak lazim dan terbatasnya minat/aktivitas disertai gangguan integrasi sensorik.Kata spektrum menggambarkan berbagai kesulitan orang dengan autisme yang mungkin mengalami dan sejauh mana kondisi yang akan terpengaruh. Beberapa orang mungkin bisa hidup relatif normal, sedangkan yang lain mungkin memiliki ketidakmampuan belajar yang menyertainya dan membutuhkan dukungan dari yang orang yang ahli secara berkesinambungan.Menurut SKDI tahun 2012, tingkat kemampuan untuk gangguan perkembangan pervasif adalah 2, yang artinya lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya, lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kemball dari rujukan. Oleh karena itu, penting bagi kita sebagai dokter umum nantinya untuk mengetahui gangguan perkembangan pervasif, khususnya pada makalah ini mengenai gangguan spektrum autisme, yang termasuk gangguan yang terbanyak dijumpai pada kasus psikiatri anak dan anak-anak merupakan generasi masa depan suatu bangsa.

1.2 RUMUSAN MASALAHBagaimana penjelasan tentang gangguan spektrum autisme?1.3 TUJUAN

Untuk mengetahui penjelasan tentang gangguan spektrum autisme1.4 MANFAATMeningkatkan pengetahuan serta keterampilan dokter muda dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada kasus psikiatri anak, khususnya gangguan spektrum autisme.BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI GANGGUAN SPEKTRUM AUTISMEGangguan spektrum autisme adalah suatu istilah yang sering digunakan mengacu pada kelompok gangguan yang termasuk di dalam gangguan perkembangan pervasif pada International Classification of Diseases. Spektrum autisme menggambarkan suatu variasi tingkatan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan perkembangan neurobiologis pada revisi ke lima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition (DSM-5) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association dan dipublikasikan tahun 2013. Diagnosis baru meliputi gangguan autistik, gangguan Asperger, gangguan disintegrasi masa kanak, PDD-NOS dan sindrom Rett pada diagnosis sebelumnya. Daripada mengategorikan diagnosis ini, DSM-5 menerapkan suatu pendekatan dimensional untuk mendiagnosis gangguan yang termasuk di bawah payung spektrum autisme. Diperkirakan bahwa individu dengan gangguan spektrum autisme, terbaik direpresentasikan sebagai kategori diagnostik tunggal karena mereka menunjukkan gejala yang mirip dan lebih baik dibedakan oleh penentu klinis (misalnya tingkat keparahan) dan fitur terkait (misalnya kelainan genetik yang diketahui, epilepsi dan disabilitas intelektual). Perubahan tambahan pada DSM meliputi penyatuan gangguan kemampuan dalam interaksi sosial dan komunikasi ke dalam satu domain. Dengan demikian, individu dengan diagnosis gangguan spektrum autisme akan dijelaskan dari segi gejala keparahan gangguan komunikasi sosial, keparahan perilaku atau minat yang terbatas dan fitur terkait. Pembatasan usia onset juga telah dilonggarkan dari usia 3 tahun menjadi periode perkembangan awal, dengan catatan bahwa gejala dapat bermanifestasi kemudian ketika permintaan melebihi kemampuan.Autisme membentuk inti dari gangguan spektrum autisme. Sindrom Asperger paling dekat gejalanya dengan autisme, tetapi orang dengan sindrom Asperger tidak mengalami keterlambatan dalm kemampuan berbahasa. PDD-NOS didiagnosis jika tidak memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan yang spesifik tetapi memiliki tiga gejala utama. Beberapa sumber juga memasukkan sindrom Rett dan gangguan disintegrasi masa kanak yang menunjukkan beberapa gejala autisme tetapi mungkin memiliki penyebab yang tidak terkait, sumber lain membedakan sindrom Rett dan gangguan disintegrasi masa kanak dari gangguan spektrum autisme, tetapi mengelompokkan semua kondisi yang telah disebutkan sebelumnya ke dalam gangguan perkembangan pervasif.2.2 GANGGUAN AUTISTIK (AUTISME)DefinisiGangguan autis merupakan gangguan perkembangan, merupakan bagian dari sindroma neurodevelopmental, yang ditandai dengan adanya gangguan dalam berkomunikasi sosial, serta adanya suatu kebiasaan yang terbatas dan berulang-ulang. Pada gangguan autis, terdapat tiga gejala utama yaitu gangguan pada komunikasi sosial, serta adanya suatu kebiasaan yang terbatas dan berulang-ulang, dan perkembangan dan penggunaan bahasa yang menyimpang dari bahasa pada umumnya. Epidemiologi

a. Prevalensi

Menurut penelitian, diagnosis autism disorder mengalami peningkatan sebanyak hampir 1% di USA selama dua dekade terakhir. Berdasarkan kriteria DSM IV, terdapat 8 kasus autisme dari 10.000 anak (0.08 persen). Onset dari spektrum autisme biasanya muncul pada awal periode perkembangan, namun ada beberapa kasus baru dapat ditemukan pada usia anak yang lebih tua. Karena adanya keterlambatan antara onset dan diagnosis inilah yang menyebabkan prevalensi autisme pada anak usia dini lebih meningkat.

b. Distribusi seksAutism spectrum disorder ditemukan pada anak laki-laki empat kali ebih banyak daripada anak perempuan. Dalam beberapa penelitian, anak perempuan yang mengalami autisme mengalami ketidakmampuan dalam hal intelektual dibandingkan pada anak laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya identifikasi, rujukan serta diagnosis.Etiologi

a. Faktor genetik

Menurut beberapa penelitian, genetik memiliki kontribusi yang cukup berarti dalam gangguan autis. Meskipun sebanyak 15 % gangguan autis disebabkan oleh adanya suatu mutasi gen, namun ekspresinya bergantung pada beberapa gen.

b. Biomarker pada gangguan autisBiomarker utama yang diidentifikasi pada gangguan autis adalah serotonin yang meningkat dalam darah terutama pada platelet. Platelet menerima serotonin memalui SET (Serotonin transporter) ketika melewati sirkulasi intestinal. Gen yang memediasi SERT (SLC64A) dan reseptor serotonin, gen 5-HT 2A (HTR2A) diketahui memiliki lebih banyak pengaruh pada anak dengan gangguan autis. Gen ini juga meng-encode protein yang sama pada platelet dan pada otak. Karena serotonin diketahui memiliki pengaruh terhadap perkembangan otak, maka sangat memungkinkan perubahan regulasi pada serotonin memberi pengaruh pada perkembangan otak.c. Faktor imunologiBeberapa studi menunjukkan bahwa faktor imunologi juga memiliki pengaruh terhadap anak dengan gangguan autis. Salah satu contohnya adalah, limfosit pada janin yang mengalami gangguan autis mengalami rekasi dengan antibodi maternalsehingga menyebabkan jaringan neural embrio mengalami kerusakan selama masa kehamilan.d. Faktor prenatal dan perinatal

Komplikasi yang terjadi pada masa prenatal dan perinatal seringkali menyebabkan seorang anak mengalami gejala autisme di kemudian hari. Beberapa faktor yang sering menjadi penyebabnya yaitu kehamilan pada usia lanjut, perdarahan saat kehamilan, gestational diabetes, dan pada kehamilan pertama.

e. Gangguan neurologis

Abnormalitas pada Electroencephalography (EEG) serta adanya bangkitan seringkali muncul pada anak dengan gangguan autis. Sebanyak 4-32% anak dengan autis pernah mengalami grand mal seizure. Dan sebanyak 20-25% menunjukkan adanya pelebaran ventrikel pada pemeriksaan CT scan. Beberapa studi mengatakan bahwa gangguan autis merupakan suatu sindroma perilaku yang yang disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi sistem saraf pusat.Karakter Fisik Anak dengan AutisAnak autis secara fisik tidak memiliki ciri khas yang menunjukkan kelainan autisnya. Namun demikian, anak autis banyak yang mengalami kelainan pada bentuk telinga, tetap ambidekstra, dan menunjukkan sidik jari yang abnomal.Gejala Inti Gangguan Autis Defisit yang Menetap pada Komunikasi dan Interaksi Sosial

Anak dengan autis tidak dapat mengembangkan kemampuan interaksi sosial resiprokal dan kemampuan nonverbal yang diharapkan pada anak seusianya. Bayi dengan autis tidak dapat melakukan senyum sosial. Kontak mata, gesture tubuh dan ekspresi muka pasien juga lebih kuang daipada anak seusianya. Pasien autis juga tidak dapat mengembangkan attachment behaviour, yang bemanifestasi pada ketidakmampuan membedakan keluarga dekat atau orang asing. Pasien terkadang dapat menjadi cemas jika kegiatan rutinnya diganggu.

Perilaku, Minat, dan Aktivitas ang terbatas dan Berulang.

Sejak tahun pertama kehidupan pasien autis, pasien tidak mampu mengembangkan permainan ekplorasi. Mainan dan objek lain seing digunakan tidak sesuai dengan fungsinya. Aktivitas anak autis bersifat kaku, berulang, dan monoton daripada perilaku anak seusianya. Anak autis suka mengamati benda yang berputar atau aliran air.

Gangguan Perilaku Lain

Ketidakstabilan Mood dan Afek

Beberapa anak dengan autis mengalami perubahan mood yang mendadak, dengan tertawa atau menangis tanpa sebab yang jelas.

Respon pada Stimulus Sensorik

Anak autis berespon dengan berlebihan terhadap satu stimulus namun juga dapat kurang berespon terhadap stimulus lain. Banyak anak autis dilaporkan sangat menyukai musik.

Gejala Aktivitas Lain

Keluhan hiperkinetik lebih banyak terjadi pada anak autis daripada hipokinesis. Sifat agresif dan temper tantrum juga sering terjadi, biasanya dicetuskan oleh perubahan atau keinginan yang tak dipenuhi. Perilaku mencederai diri sendiri seperti memukul kepala, menggigit, mencakar dan mencabuti rambut juga sering didapatkan.

Gangguan Perkembangan dan Penggunaan Bahasa

Meskipun gangguan berbahasa tidak menjadi kriteria utama dalam diagnosis autis, gangguan bahasa tetap terjadi pada beberapa anak dengan autis. Pada tahun pertama kehidupan, anak autis tidak mampu membuat bunyi-bunyian seperti anak seusianya. Pasien sering melakukan ekolalia untuk menunjukkan keinginannya. Misalnya mereka berkata Kamu ingin mainan, yang sebenarnya berarti Saya ingin mainan. Sekitar 50% pasien tidak dapat mengembangkan keterampilan bahasa yang baik.Diagnostic Criteria for 299.00 Autism Spectrum DisorderA. Persistent deficits in social communication and social interaction across multiple contexts, as manifested by the following, currently or by history (examples are illustrative, not exhaustive; see text):

1. Deficits in social-emotional reciprocity, ranging, for example, from abnormal social approach and failure of normal back-and-forth conversation; to reduced sharing of interests, emotions, or affect; to failure to initiate or respond to social interactions.

2. Deficits in nonverbal communicative behaviors used for social interaction, ranging, for example, from poorly integrated verbal and nonverbal communication; to abnormalities in eye contact and body language or deficits in understanding and use of gestures; to a total lack of facial expressions and nonverbal communication.

3. Deficits in developing, maintaining, and understand relationships, ranging, for example, from difficulties adjusting behavior to suit various social contexts; to difficulties in sharing imaginative play or in making friends; to absence of interest in peers.

Specify current severity:

Severity is based on social communication impairments and restricted, repetitive patterns of behavior.B. Restricted, repetitive patterns of behavior, interests, or activities, as manifested by at least two of the following, currently or by history (examples are illustrative, not exhaustive; see text):

1. Stereotyped or repetitive motor movements, use of objects, or speech (e.g., simple motor stereotypes, lining up toys or flipping objects, echolalia, idiosyncratic phrases).

2. Insistence on sameness, inflexible adherence to routines, or ritualized patterns of verbal or nonverbal behavior (e.g., extreme distress at small changes, difficulties with transitions, rigid thinking patterns, greeting rituals, need to take same route or eat same food every day).

3. Highly restricted, fixated interests that are abnormal in intensity or focus (e.g., strong attachment to or preoccupation with unusual objects, excessively circumscribed or perseverative interests).

4. Hyper- or hyporeactivity to sensory input or unusual interest in sensory aspects of the environment (e.g. apparent indifference to pain/temperature, adverse response to specific sounds or textures, excessive smelling or touching of objects, visual fascination with lights or movement).

Specify current severity:

Severity is based on social communication impairments and restricted, repetitive patterns of behavior.C. Symptoms must be present in the early developmental period (but may not become fully manifest until social demands exceed limited capacities, or may be masked by learned strategies in later life).

D. Symptoms cause clinically significant impairment in social, occupational, or other important areas of current functioning.

E. These disturbances are not better explained by intellectual disability (intellectual developmental disorder) or global developmental delay. Intellectual disability and autism spectrum disorder frequently co-occur; to make comorbid diagnoses of autism spectrum disorder and intellectual disability, social communication should be beloiw that expected for general developmental level.

Note: Individuals with a well-established DSM-IV diagnosis of autistic disorder, Aspergers disorder, or pervasive developmental disorder not otherwise specified should be given the diagnosis of autism spectrum disorder. Individuals who have marked deficits in social communication, but whose symptoms do not otherwise meet criteria for autism spectrum disorder, should be evaluated for social (pragmatic) communication disorder.

Specify if:

With or without accompanying intellectual impairmentWith or without accompanying language impairmentAssociated with a known medical or genetic condition or environmental factor(Coding note: Use additional code to identify the associated medical or genetic condition.)

Associated with another neurodevelopmental, mental, or behavioral disorder(Coding note: Use additional code[s] to identify the associated neurodevelopmental, mental, or behavioral disorder[s].

With catatonia (refer to the criteria for catatonia associated with another mental disorder)

(Coding note: Use additional code 293.89 catatonia associated with autism spectrum disorder to indicate the presence of the comorbid catatonia.)Differential diagnosis

Skizofrenia dengan onset masa anak, tuli kongenital atau gangguan pendengaran berat, gangguan intelektual dengan gejala behavior, gangguan berbahasa.

PrognosisAnak dengan spektrum autisme, IQ diatas 70, dan mempunyai keterampilan yang baik, memiliki prognosis yang paling baik. Baik buruknya prognosis spektrum autisme bergantung pada lingkungan yang mendukung.

TatalaksanaTujuan terapi untuk anak dengan spektrum autisme adalah dengan perilaku yang baik dapat meningkatkan interaksi sosial, komunikasi, serta agar dapat hidup mandiri. Terapi psikososial bertujuan untuk membantu anak dengan spektrum autisme agar dapat diterima di masyarakat, serta menurunkan gejala-gejala perilaku. Di beberapa kasus, kemampuan akademi dan berbahasa merupakan hal yang wajib dikuasai oleh anak dengan spektrum autisme. Anak dengan gangguan intelektual wajib mendapat intervensi perilaku agar dapat diterima di masyarakat dan dapat mandiri melakukan aktivitas sehari-harinya. Selain itu, orang tua juga diberikan psikoedukasi, support, dan konseling untuk menumbuhkan hubungan yang baik bagi orang tua dan anak. Beberapa terapi komprehensif untuk anak dengan spektrum autisme adalah terapi perilaku intensif, latihan partisipasi orang tua, serta terapi edukasi akademik. Komponen latihan komprehensif ini termasuk memperluas kemampuan bersosialisasi, komunikasi dan berbahasa, latihan pemusatan perhatian, dan lain sebagainya. Di beberapa penelitian menyebutkan hasil terapi tersebut baru bisa terlihat pada 2 sampai 5 tahun kemudian.2.3 GANGGUAN ASPERGER

Definisi

Asperger Disorder ditandai dengan gangguan dan keanehan dalam hal interaksi sosial dan hubungan yang terbatas menyerupai ciri kelainan austik. Tidak seperti gangguan autistik, dalam gangguan Asperger tidak ada penundaan yang signifikan pada kemampuan bahasa, perkembangan kognitif, atau keterampilan self-help yang sesuai dengan usia. Pada tahun 1944, Hans Asperger, seorang dokter Austria, menggambarkan sebuah sindrom yang ia beri nama autistic psychopathy. Deskripsi sebenarnya adalah sindrom yang diterapkan untuk orang-orang dengan kecerdasan normal yang menunjukkan gangguan kualitatif dalam interaksi timbal balik sosial dan perilaku keanehan tanpa keterlambatan perkembangan bahasa. Gangguan Asperger terjadi pada berbagai tingkat keparahan, termasuk kasus-kasus di mana isyarat sosial yang sangat halus yang terganggu, namun interaksi sosial secara keseluruhan tidak terganggu. EtiologiPenyebab gangguan Asperger tidak diketahui, tetapi penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyebab dari gangguan asperger dan austik. Kesamaan gangguan Asperger gangguan autistik mendukung kehadiran genetik, metabolisme, infeksi, dan faktor-faktor yang berkontribusi perinatal.Epidemiologi

Prevalensi

Gangguan autis diyakini terjadi pada tingkat sekitar 8 kasus per 10.000 anak (0,08 persen). Beberapa survei epidemiologi terutama di Eropa telah menghasilkan data bahwa tingkat gangguan autis berkisar antara 2 sampai 30 kasus per 10.000. Beberapa data menunjukkan timbulnya gangguan autis sebelum usia 3 tahun, meskipun dalam beberapa kasus, tidak diakui sampai anak jauh lebih tua.Distribusi seks

Gangguan autistik adalah 4-5 kali lebih sering pada anak laki-laki dari pada anak perempuan. Perempuan dengan gangguan autis lebih cenderung memiliki keterbelakangan mental lebih parah.Status sosial ekonomi

Studi awal menunjukkan bahwa status sosial ekonomi yang tinggi lebih umum pada keluarga dengan anak autis. Namun, temuan ini mungkin didasarkan pada bias rujukan. Selama 25 tahun terakhir, tidak ada studi epidemiologi yang menunjukkan hubungan antara gangguan autis dan status sosial ekonomi.Gejala klinis dan kriteria diagnosis

Differential DiagnosisDifferential diagnosis dari asperger antara lain gangguan autis, pervasive developmental disorder, schizoid personality disorder. Menurut DSM-IV-TR, perbedaan yang paling jelas antara gangguan Asperger dan gangguan autis adalah adanya keterlambatan bahasa dan disfungsi. Tidak adanya keterlambatan bahasa dan gangguan penggunaan bahasa merupakan persyaratan untuk gangguan Asperger, sedangkan gangguan bahasa adalah fitur inti dalam gangguan autis. Penelitian terbaru membandingkan anak dengan gangguan Asperger dan gangguan autis menemukan bahwa anak-anak dengan gangguan Asperger masih dapat melakukan interaksi sosial dengan teman-temannya. Meskipun keterlambatan umum yang signifikan dalam bahasa adalah kriteria eksklusif dalam diagnosis gangguan Asperger, beberapa keterlambatan dalam akuisisi bahasa telah dilihat lebih dari sepertiga sampel klinis.PrognosisBeberapa laporan kasus terakhir menunjukkan adanya variasi prognosis pada pasien dengan gangguan Asperger. Faktor yang terkait dengan prognosis yang baik adalah IQ yang normal dan tingkat keterampilan sosial. TatalaksanaPengobatan gangguan Asperger adalah suportif, dan tujuannya adalah untuk membangun perilaku sosial dan hubungan antara teman sebaya. Intervensi diawali dengan tujuan membentuk interaksi sehingga mereka lebih cocok dengan rekan-rekan. Sangat sering anak-anak dengan gangguan Asperger sangat verbal dan memiliki prestasi akademik yang sangat baik. Kecenderungan anak-anak dan remaja dengan gangguan Asperger mengandalkan aturan dan rutinitas yang kaku dapat menjadi sumber kesulitan bagi mereka dan menjadi daerah yang memerlukan intervensi terapeutik. Sebuah kenyamanan dengan rutinitas, bagaimanapun, dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan kebiasaan positif yang dapat meningkatkan kehidupan sosial seorang anak dengan gangguan Asperger. Self-sufficiency dan teknik pemecahan masalah yang sering membantu bagi individu tersebut dalam situasi sosial dan dalam pengaturan kerja.2.4 RETTS SYNDROMEDefinisi

Sindrom Rett adalah sebuah gangguan perkembangan pervasif yang mengenai subtansia gricea cerebri, hanya terjadi pada wanita dan timbul sejak lahir; sindrom ini bersifat progresif dan ditandai dengan tingkah laku autistik, ataksia, dementia, kejang, dan kehilangan kegunaan tangan dengan fungsi tertentu, dengan atrofi cerebral, hyperamonemia ringan, dan penurunan kadar amin biogenic. Disebut juga cerebroatrophic hyperammonemia (Kaplan dan Sadocks, 2012).

Sindrom Rett adalah gangguan perkembangan neural anak-anak yang karakteristiknya adalah perkembangan awal yang normal diikuti oleh hilangnya fungsi tangan tertentu, hilangnya pergerakan tangan, lambatnya pertumbuhan otak dan kepala.Etiologi

Penyebab Sindrom Rett tidak diketahui, walaupun memburuk secara progresif setelah periode normal kompatibel dengan gangguan metabolisme.Pada beberapa pasien dengan Sindrom Rett, kehadiran hiperamonemia telah menyebabkan postulasasi bahwa kekurangan enzim metabolisme amonia, tapi hiperamonemia belum ditemukan di kebanyakan penderita Sindrom Rett.Mungkin Sindrom Rett memiliki dasar genetik.Hal ini terlihat terutama pada anak perempuan, dan laporan kasus sejauh ini menunjukkan konkordansi lengkap di monozigotik kembar (Kaplan dan Sadocks, 2012).

Epidemiologi0,44 2,1 per 10000 pada perempuan (jarang terdapat pada laki-laki)Gejala klinisGejala-gejala atau karekteristik yang dapat dilihat pada seorang penderita Sindrom Rett adalah:1. Hambatan berkomunikasi dan artikulasi bahasa mengakibatkan penarikan diri secara sosial.2. Gerak tangan yang berulang-ulang seperti memeras, menepuk, mengetuk, mengecap, dan gerakan seperti orang sedang mencuci baju, hanya berhenti jika anak tidur. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan.3. Jalan yang tidak stabil, kaku pada kaki, dan berjalan dengan ujung jari kaki.4. Lingkar kepala yang normal pada saat lahir dan semakin menurun pertumbuhannya seiring dengan bertambahnya usia (mulai umur 5 bulan sampai 4 tahun).5. Otot kaku, geraknya semakin tidak terkoordinasi, gigi gemeretuk (bruxisme).6. Sulit menelan dan menghisap, atau sensitivitas pada mulut.7. Pola tidur yang tidak normal, mudah tersinggung dan terganggu.8. Retardasi pertumbuhan9. Scoliosis (bungkuk) dan epilepsy (50 % dari penderita sindrom rett mengalami serangan ini).10. Kaki makin mengecil (hipothropik).11. Sirkulasi darah yang buruk pada kaki dan tungkai (gangguan vasomotor).12. Konstipasi.13. Nafas tidak teratur ( apnea periodic, hyperventilation)Kriteria diagnosisTidak semua mutasi MECP2 memenuhi criteria sehingga bisa disebut Sindrom Rett. Ada tiga criteria klinis untuk dapat memberikan diagnosis : essensial, suportif, dan eksklusi (Kaplan dan Sadocks, 2012).

Kriteria diagnosis essensial: perkembangan yang tampak normal hingga berusia 6-18 bulan dan mempunyai lingkar kepala normal saat lahir diikuti dengan penurunan pertumbuhan kepala (antara 3 bulan -4 tahun), ketidakmampuan dalam berbahasa (berkomunikasi), gerakan tangan yang repetitive, menggoyang-goyangkan batang tubuh, toe walking (berjinjit), wide-based, dan kaki menjadi kaku (NINDS, 2010).

Kriteria suportif tidak harus ada dalam diagnosis RS tapi dapat terjadi pada beberapa pasien. Kriteria suportif : kesulitan bernafas, ketidaknormalan electroencephalogram (EEG), serangan, kekakuan otot, kejang, scoliosis, teeth-grinding, kaki yang kecil bila dihubungkan dengan tinggi badan, retardasi, berkurangnya lemak tubuh dan berat otot, pola tidur yangtidak normal, lekas marah, mengunyah, kesulitan menelan, berkurangnya mobilitas seiring dengan usia, dan sembelit (NINDS, 2010).

Ada juga kriteria eksklusi. Anak dengan salah satu criteria berikut tidak mempunyai Sindrom Rett : pelebaran organ tubuh, kehilangan penglihatan yang termasuk gangguan retina (optic atrophy), microcephaly sejak lahir, gangguan metabolisme yang dapat diidentifikasi, gangguan degeneratif bawaan lainnya, gangguan syaraf akibat infeksi berat atau head trauma, bukti bahwa sudah mulai retardasi sejak dalam rahim, atau bukti adanya kerusakan otak yang terjadi setelah lahir (NINDS, 2010).Kriteria diagnosis untuk sindroma RettA. Semua hal berikut :

(1) Normal pada saat perkembangan prenatal dan perkembangan perinatal(2) Perkembangan psikomotor yang normal selama 5 bulan pertama setelah kelahiran(3) Mempunyai lingkar kepala yang normal saat lahirB. Onset (semua hal setelah periode perkembangan normal, yaitu)

(1) Penurunan pertumbuhan kepala antara usia 5 sampai 48 bulan

(2) Kehilangan kemampuan tangan tertentu yang telah dikuasai sebelumnya antara usia 5 sampai 30 bulan dengan diikuti oleh perkembangan gerakan tangan stereotyped (seperti meremas-remas atu mencuci)

(3) Kehilangan keterikatan social pada perkembangan awal (meskipun interaksi social sering berkembang kemudian)

(4) Menunjukkan kelemahan terkait dengan koordinasi atau pergerakan tubuh

(5) Mengalami gangguan berat pada perkembangan penerimaan bahasa maupun pengekspresian bahasa dengan retardasi psikomotorik beratTahap Perkembangan Syndrome Rett Tahap 1Orang dengan sindrom rett umumnya berkembang secara normal kira-kira 6-18 bulan pertama setelah kelahiran. Banyak yang dapat mencapai harapan seperti menggunakan kata pendek, tersenyum secara spontan dan makan dengan jari. Dari bulan kelima sampai umur 3 tahun, pertumbuhan otak mulai lamban (microchepaly), dan setelah 18 bulan, beberapa keabnormalan yang lain mulai nampak. Anak mungkin lebih lambat dalam memperoleh keahlian baru, bahkan mungkin berhenti untuk memperoleh keahlian baru secara lengkap. Abnormalitas yang lain meliputi berkurangnya jumlah kontak mata, gerak otot yang tidak terkoordinasi dan perilaku yang tidak terkendali. Tahap ini sering tidak diperhatikan karena symptom kurang jelas, pada awalnya orang tua dan dokter mungkin juga kurang memperhatikan lambannya perkembangan anak. Tahap ini terjadi selama beberapa bulan tapi dapat berlanjut selama kurang lebih satu tahun.Tahap 2Antara umur 1-4 tahun atau tahap kerusakan yang cepat, Tahap ini adalah permulaan hilangnya fungsi tangan dan hilangya kemampuan bicara baik secara cepat maupun bertahap. Karakteristik gerakan tangan yang menonjol pada tahap ini adalah memijat, mencuci, menepuk-nepuk, mengetuk, juga menggerakkan tangan ke mulut berkali-kali. Ada yang tiba-tiba, secara bertingkat, bahkan meningkat. Ini disebut penurunan perkembangan. Seringkali pada umur 3 tahun, control gerak tangan dan spontanitas gerakan menghilang, seiring dengan keahlian berbicara yang bersifat elementer. Bruxisme (gerak tak sadar menggeretukkan gigi) adalah biasa seiring dengan gerak menghisap yang tidak efektif. Gerakan-gerakan tersebut berlanjut saat anak terjaga namun hilang selama tidur. Bernafas secara tidak teratur seperti episode apnea atau hiperventilasi mungkin terjadi, meski biasanya kembali bernafas secara normal selama tidur. Beberapa anak menunjukkan autistik, seperti gejala hilangnya interaksi sosial dan komunikasi. Sifat lekas marah dan ketidakteraturan tidur mungkin terlihat. Lambatnya pertumbuhan kepala mulai diperhatikan pada tahap ini. Tahap 3Tahap III, disebut juga tahap plateu, penurunan perkembangan berhenti dan gejala cenderung stabil. Biasanya dimulai pada usia antara dua sampai sepuluh tahun. Apraxia, masalah motorik, dan serangan merupakan karakteristik khas tahap ini. Meskipun begitu dimungkinkan ada peningkatan dalam perilaku, dengan penurunan rasa mudah marah, mengangis, dan autistic. Individu pada tahap III mungkin menunjukkan ketertarikkan pada lingkungannya dan peningkatan kewaspadaannya, rentang perhatian, dan kemampuan komunikasi. Namun, umumnya skoliosis mulai terjadi sebelum umur 8 tahun.Tahap 4Tahap IV, disebut tahap kemunduran motorik lanjut, dapat terjadi selama empat tahun atau sepuluh tahun. Karakteristiknya adalah berkurangnya mobilitas, melemahnya otot, kekakuan, kejang, distonia (meningkatnya sifat otot dengan postur abnormal yang ektrim atau berbatang), dan skoliosis. Anak yang sebelumnya mampu berjalan mungkin akan berhenti berjalan. Secara umum, tidak ada penurunan lagi pada kognisi, komunikasi, atau keterampilan tangan pada tahap IV. Gerakan tangan berulang-ulang mungkin berkurang dan tatapan mata mungkin meningkat.Diagnosis bandingDiagnosis banding pada sindrom Rett tergantung dari stadium klinisnya. Beberapa diagnosis banding dari sindrom Rett antara lain (Bernstein, 2013): Stage I: hipotonia kongenital, cerebral palsy, sindroma prader willi, sindrom angelman, sindrom metabolic

Stage II: Sindrom angelman, encephalitis, gangguan pendengaran dan penglihatan, sindrom landau-kleffner, psikosis, panencelopathy, tuberous sclerosis, sindrom metabolic.

Stage III: ataksia, cerebral palsy, degenerasi spinocerebellar, leukodistrofi, neuroaxonal distrofi, sindrom lennox gastaut, sindrom angelman.

Stage IV: penyakit degenerative

TerapiTidak ada obat untuk Sindrom Rett. Treatment untuk gangguan ini terfokus pada manajemen gejala yang ada dan membutuhkan pedekatan dari multidisiplin ilmu. Terapi memfokuskan pada tujuan untuk memperlambat kerusakan motorik dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi (Kaplan dan Sadocks, 2012).

Obat dibutuhkan untuk kesulitan bernafas, kesulitan motorik, dan antiepilepsi. 1 L-Dopa adalah bentuk sintetis dari dopamine. Ini ditemukan untuk mengurangi kekakuan selama tahap kemunduran motorik (tahap 4), tetapi sebaliknya gagal untuk menyediakan peningkatan pada basis yang konsisten.2 Naltrexone (Revia) adalah lawan dari opium, biasanya untuk mengurangi kecanduan obat. Penggunaan neltraxone dalam dosis rendah atau tinggi mungkin bermanfaat dalam control nafas yang tidak teratur dan kejang, dan mengurangi teriakan-teriakan. Ini mungkin ada kaitannya dengan efek obat penenang. Namun terdapat efek lain yaitu kehilangan nafsu makan.3 Bromokriptin (Parlodel) adalah obat yang meningkatkan fungsi system dopamine di otak. Satu obat yang diuji coba menunjukkan peningkatan awal dalam komunikasi, berkurangnya kegelisahan dan berkurangnya gerak tangan di tahap pertama, namun ketika obat berhenti, gejala akan muncul lagi, dan pengenalan kemali pada obat tidak membawa kembali pada peningkatan awal. 4 Tirosin (dopamine dan noradrenalin) dan triptophan (serotonin) adalah asam amino yang biasanya mendorong level transmitter. Studi menunjukkan tidak ada perbedaan dalam penampilan klinis ataun polla EEG. L-Carnitin adalah turunan dari asam amino esensial lisin. Terapi fisik dimaksudkan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan berjalan dan keseimbangan, mempertahankan jauhnya jangkauan gerak paling tidak mempertahankan fungsi gerak dan mencegah kecacatan.Tujuan dari terapi fisik adalah untuk menjaga atau meningkatkan keterampilan motorik, mengembangkan keahlian transisional, mencegah atau mengurangi kecacatan, mengurangi ketidaknyamanan dan kegelisahan serta meningkatkan kemandirian. Terapi fisik dapat memperbaiki dan meningkatkan pola duduk dan berjalan serta memonitor perubahan sepanjang waktu. Terapi fisik digunakan untuk: mengurangi apraxia, menstimulasi penggunaan tangan untuk mendukung mobilitas, mencapai keseimbangan yang lebih baik, meningkatkan koordinasi, mengurangi ataxia, meningkatkan body awareness, memberikan jangkauan gerakan yang lebih baik, mengurangi sakit pada otot, menjaga dan meningkatkan mobilitas, melawan kejang-kejang,dan meningkatkan respon protektif. Contoh terapi fisik yaitu menggunakan kolam bola, tempat tidur air, atau trampoline.Terapi okupasi dapat digunakan untuk meningkatkan kegunaan tangan. Dari penelitian diketahui bahwa terdapat penurunan gerakan tangan yang diulang-ulang dapat mengarahkan pada kewaspadaan dan fokus yang lebih baik, sama baiknya dengan membantu mengurangi kecemasan dan perilaku menyakiti diri sendiri. Penggunaan tangan yang tidak teratur atau mengikat siku mungkin berguna dalam mengurangi gerak tangan dan mungkin mendorong penggunaan tangan yang lebih berguna. Contoh terapi Occupational adalah membantu memakai baju sendiri, membantu melukis, membuat kerajinan tangan, dan belajar makan sendiri.Terapi musik digunakan sebagai pelengkap terapi lain dan berguna untuk meningkatkan komunikasi dan membuat pilihan. Penelitian menunjukkan bahwa mendengar dan menciptakan musik berpengaruh positif pada otak, meningkatkan sirkulasi darah, glukosa dan oksigen. Perubahan ini menstimulasi untuk belajar.Terapi musik adalah penggunaan musik yang terstruktur atau kegiatan musikal di bawah bimbingan seorang terapis musik. Kegiatan ini mempengaruhi perubahan pola perilaku yang mengarah pada tujuan individual yang telah disusun untuk anak. Terapi musik berfokus pada komunikasi, sosialisasi, membuat pilihan dan keahlian motorik. Musik memberikan ritme gerak dan kepekaan persepsi. Mereka belajar untuk merasakan dan memahami ruang dan waktu, kualitas dan kuantitas, serta sebab akibat. Terapi musik memberikan kepercayaan dan suasana aman.Hydrotherapi (bergerak di air hangat) sangat penting untuk penderita RS. Karena mengidap apraxia juga, dia tidak dapat merencanakan dan melakukan gerakan yang dia inginkan dan kesulitan untuk berjalan Berenang adalah bagian utama dalam proses belajar fisik anak. Arti dari berenang adalah bertahan, kebugaran, dan kesenangan. Nilai-nilai ini sama untuk mereka yang mempunyai keterbatasan, mengintegrasikan mereka ke dalam kehidupan yang normal adalah salah satu tujuan dari hydrotherapy. Aktifitas dalam air dirasakan oleh anak, keluarga, dan lingkungan sebagai aktifitas anak yang normal, hal ini memperkuat penghargaan untuk kemampuan mereka berpartisipasi senormal mungkin. Perasaan ini menumbuhkan self-esteem dan percaya diri. Tujuan dari terapi ini adalah mendorong untuk mencapai tingkat kemandirian tertinggi, terlibat dalam masyarakat, menjaga kesehatan fisik, dan meningkatkan kualitas hidupnya.Air memberikan pengalaman baru dan menyenangkan. Memungkinkan untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan di luar air. Ini juga memungkinkan untuk menunjukkan kemampuan motoriknya yang hilang atau hanya tersembunyi.Gerakan spontan lebih mudah dilakukan dalam air dan hydrotherapi meningkatkan jangkauan gerak dan mengurangi kejang-kejang. Kesulitan sensori dan persepsi yang ia rasakan saat berada di luar air tidak muncul ketika berada di air, sehingga ia dapat meraih keseimbangan yang lebih baik tanpa ragu-ragu dan takut. Hangatnya air membantu menenangkan gerak involunter, gerakan stereotype dan kesulitan bernafas. Fleksibilitas air memungkinkan ia untuk bergerak ke segala arah dan memungkinkan gerakan simetris. Hydrotherapi membantu menjaga kesehatan otot dan saraf. Hal ini meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, yang juga akan menambah kemampuan belajarnya. Kegiatan menunggang kuda dan hydrotherapy meningkatkan keseimbangan dan membantu mengembangkan respon yang protektif, juga untuk relaksasi dan kesenangan.2.5 GANGGUAN DISINTEGRASI MASA KANAKDefinisiGangguan disintegratif masa kanak-kanak (Childhood Disintegrative Disorder/CDD), atau sindrom Heller, adalah gangguan perkembangan pervasif yang langka (Pervasive Developmental Disorder (PDD)) yang melibatkan regresi kemampuan perkembangan bahasa, fungsi sosial dan keterampilan motorik. Ini adalah kondisi yang menghancurkan yang penyebabnya tidak diketahui.PDD adalah spektrum masalah perilaku yang berhubungan dengan sindrom autisme dan autism-like. CDD dianggap sebagai bentuk rendah fungsi gangguan spektrum autistik. (Hendry CN, 2000) Namun, autisme tidak menunjukkan regresi yang parah setelah beberapa tahun perkembangan normal yang mencirikan CDD, dan anak-anak dengan CDD menunjukkan hilangnya keterampilan dibandingkan dengan anak-anak dengan autisme. CDD juga cenderung berkembang lambat daripada autisme, dan dapat berkembang cepat kemudian (sampai usia 10 tahun) (Fombonne, 2003).Epidemiologi

CDD sangat jarang dengan kejadian 1,7 % dari 100.000 anak (Zwaigenbaum L., 2000). Penemuan kasus Childhood Disintegrative Disorder di Amerika sangat jarang sebesar 2 kasus tiap 100.000 anak. Hal ini lebih jarang daripada penemuan kasus autis dimana didapatkan data sebesar 20 kasus tiap 10.000 anak. Di Indonesia belum didapatkan data jumlah kasus Childhood Disintegrative Disorder. Pada penelitian yang sudah dilakukan didapatkan kecenderungan kasus ini lebih banyak dijumpai pada jenis kelamin laki laki. Dan belum didapatkan data yang menunjukkan hubungan antara ras ataupun budaya terhadap kejadian kasus Childhood Disintegrative Disorder (Fombonne E,2009).

GejalaChildhood Disintegrative Disorder (CDD) adalah salah satu bentuk kelainan autistik. Namun autisme tidak menunjukkan regresi parah setelah beberapa tahun perkembangan normal terjadi sebagaimana pada CDD. Anak- anak dengan CDD menunjukkan kehilangan kemampuan yang lebih drastis dibandingkan anak- anak dengan autisme. CDD juga dapat berkembang lebih jauh daripada autism, dimana CDD bisa berkembang setelah anak mencapai usia 10 tahun (Hendry, 2000).

Anak- anak CDD menunjukkan kehilangan kemampuan yang telah didapat sebelumnya (sebelum usia 10 tahun) secara signifikan setidaknya dua dari gejala- gejala ini:

Kemampuan ekspresif berbahasa

Kemampuan memahami bahasa

Kemampuan sosial dan perawatan diri

Pengontrolan BAB dan BAK

Kemampuan bermain

Kemampuan motorik

Fungsi abnormal juga terjadi setidaknya dua dari gejala ini:

Interaksi sosial

Komunikasi

Tingkah laku

Biasanya anak CDD awalnya menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun. CDD dapat terjadi diantara usia 3 dan 4 tahun namun umumnya sebelum usia 10 tahun.

Onset bisa tiba- tiba maupun bertahap

Hal ini bisa bertambah buruk jika anak- anak menyadari regresi tersebut dan bertanya- tanya apa yang terjadi pada diri mereka.

Pada awalnya mungkin mereka hanya kehilangan kemampuan mengucapkan 2 atau 3 frase. Mereka akhirnya akan berhenti berbicara sama sekali.

Muncul masalah sosial dan emosi seperti anak yang dulunya senang dipeluk menjadi tidak mau kontak fisik.

Beberapa anak mungkin akan mengalami halusinasi.

Kriteria DiagnosisBaik DSM IV dan ICD 10 menggambarkan regresi dalam hal berbahasa, interaksi sosial, dan kemampuan perawatan diri. Hal ini sering disertai dengan penurunan drastis kemampuan kognitif. Periode regresi akut dapat ditandai dengan tingkat kecemasan yang sangat tinggi dan berlangsung selama beberapa bulanDiagnosis Banding

Meliputi gangguan autisme dan sindrom Rett. CDD dapat dibedakan dari autism dengan adanya kehilangan perkembangan yang sebelumnya telah didapatkan atau dipelajari. Sekali CDD terjadi, anak- anak tidak mempunyai kemampuan berbahasa sama sekali jika dibandingkan dengan anak autis. Pada sindrom Rett, kemunduran terjadi lebih awal dibandingkan CDD, dan karakteristik gerakan stereotipik tangan pada sindrom Rett tidak terjadi pada anak dengan CDD (Kaplan, 2007).Prognosis Hilangnya keterampilan sering sekitar usia 10 tahun. Mungkin ada beberapa, peningkatan yang sangat terbatas, tapi ini terlihat pada sebagian kecil kasus. Dalam jangka panjang, anak-anak memiliki kesamaan dengan anak dengan berat (Kanner) autisme dengan gangguan jangka panjang fungsi perilaku dan kognitif. Efek pada fungsi intelektual, swasembada dan keterampilan adaptif yang mendalam, dengan sebagian besar kasus regresi untuk cacat intelektual berat. Komorbiditas medis seperti epilepsi umumnya berkembang. Mereka yang sedang sampai parah cacat intelektual mental atau dengan ketidakmampuan untuk berkomunikasi cenderung lebih buruk daripada mereka yang tertinggal dengan IQ yang lebih tinggi dan beberapa komunikasi verbal. Anak-anak akan membutuhkan dukungan seumur hidup. Risiko kejang meningkat sepanjang masa, memuncak pada masa remaja, dan kejang ambang dapat diturunkan dengan SSRI dan neuroleptik. Harapan hidup sebelumnya telah dilaporkan seperti orang normal pada umumnya. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa kematian orang dengan gangguan spektrum autistik adalah dua kali lipat dari populasi umum, terutama karena komplikasi epilepsi (Kagan-Kushnir T., 2005).Karena jumlah penemuan kasus yang belum terlalu banyak, maka prognosis dari kasus Childhood Disintegrative Disorder belum bisa digolongkan secara pasti. Namun anak yang memiliki gejala retardasi mental tipe sedang berat akan memiliki prognosis yang lebih buruk jika kelak juga mengalami penyakit Childhood Disintegrative Disorder (Volkmar,2009). Oleh karena penyakit ini maka penderita akan memiliki kesulitan dalam menjalani aktifitas kehidupan, komunikasi serta dalam lingkungan sosial (Agarwal V,2005).Tata Laksana

Tata laksana CDD sama seperti pada gangguan autismeBAB III

RINGKASANGangguan spektrum autisme menggambarkan suatu variasi tingkatan kondisi yang diklasifikasikan sebagai gangguan perkembangan neurobiologis pada revisi ke lima Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th edition (DSM-5), mendefinisikan kembali spektrum autisme yang meliputi diagnosis sebelumnya (DSM-IV-TR) yaitu diagnosis autisme, gangguan Asperger, gangguan perkembangan pervasif tak khas (pervasive developmental disorder not otherwise specified/PDD-NOS), gangguan disintegrasi masa kanak dan sindrom Rett. Karakteristik gangguan ini adalah gangguan pada kemampuan interaksi sosial, gangguan pada kemampuan komunikasi dan berbahasa, perilaku yang tak lazim dan terbatasnya minat/aktivitas disertai gangguan integrasi sensorik.

Kata spektrum menggambarkan berbagai tingkat kesulitan orang dengan autisme yang mungkin mengalami dan sejauh mana kondisi yang akan terpengaruh. Beberapa orang mungkin bisa hidup relatif normal, sedangkan yang lain mungkin memiliki ketidakmampuan belajar yang menyertainya dan membutuhkan dukungan dari yang orang yang ahli secara berkesinambungan.

Autisme membentuk inti dari gangguan spektrum autisme. Sindrom Asperger paling dekat gejalanya dengan autisme, tetapi orang dengan sindrom Asperger tidak mengalami keterlambatan dalm kemampuan berbahasa. PDD-NOS didiagnosis jika tidak memenuhi kriteria lengkap untuk gangguan yang spesifik tetapi memiliki tiga gejala utama. Beberapa sumber juga memasukkan sindrom Rett dan gangguan disintegrasi masa kanak yang menunjukkan beberapa gejala autisme tetapi mungkin memiliki penyebab yang tidak terkait, sumber lain membedakan sindrom Rett dan gangguan disintegrasi masa kanak dari gangguan spektrum autisme, tetapi mengelompokkan semua kondisi yang telah disebutkan sebelumnya ke dalam gangguan perkembangan pervasif.Diagnosis autisme ditegakkan berdasarkan observasi dari tingkah laku, kemampuan sosialisasi, komunikasi serta riwayat perkembangan anak sejak awal. Belum diketahui penyebab pasti autisme, tetapi diduga penyebabnya multifaktor yang saling berkaitan. Prioritas jenis terapi pada gangguan spektrum autisme adalah terapi perilaku, terapi biomedis dan terapi tambahan lain yang diperlukan. Terapi biomedis yang diberikan meliputi obat-obatan atas indikasi (misalnya psikotropika, antibiotik), pengaturan diet, enzim pencernaan, vitamin dan mineral, suplemen, perbaikan fungsi imunologi dan chelation (pengeluaran logam berat). Psikotropika bisa diberikan untuk menurunkan gejala seperti perilaku menyakiti diri sendiri, hiperaktivitas, impulsivitas, gerakan stereotipik, mood yang labil, cemas, dan lain-lain. Autisme bisa disembuhkan dengan penanganan yang intensif, komprehensif, berkesinambungan dan diketahui sejak dini. Meskipun tidak bisa sembuh seperti orang normal, bisa dioptimalkan fungsi-fungsinya dan bisa menekan gerakan-gerakan yang tidak perlu. Sedangkan pada sindrom Rett prognosisnya kurang baik, memburuk secara progresif karena diduga disebabkan oleh gangguan pada mitokondria.DAFTAR PUSTAKAAgarwal V, Sitholey P, Mohan I. 2005. Childhood Disintegrative Disorder, an atypical presentation: a case report.J Autism Dev Disord. Dec 2005;35(6):873-4.Bernstein, B. 2013. Rett Syndrome. Akses: 17 Desember 2014. dari: http://emedicine.medscape.com/article/916377-medication#3Fombonne E. 2003. Epidemiological surveys of autism and other pervasive developmental disorders: an update. J Autism Dev Disord. 2003 Aug;33(4):365-82.

Fombonne E. 2009. Epidemiology of pervasive developmental disorders.Pediatr Res. Jun 2009;65(6):591-8.

Hendry CN. 2000. Childhood disintegrative disorder: should it be considered a distinct diagnosis? Clin Psychol Rev. 2000 Jan;20(1):77-90.

Kagan-Kushnir T, Roberts SW, Snead OC 3rd. 2005. Screening electroencephalograms in autism spectrum disorders: evidence-based guideline. J Child Neurol. 2005 Mar;20(3):197-206.Kaplan HI; Sadock BJ; Sadock VA. 2014. Synopsis of Psychiatry Eleventh Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer

Kaplan HI; Sadock BJ; Sadock VA. 2012. Synopsis of Psychiatry Tenth Edition. Philadelphia: Wolters KluwerKogan et al. 2009."Prevalence of Parent-Reported Diagnosis of Autism Spectrum Disorder Among Children in the US, 2007".Pediatrics Journal124.doi:10.1542/peds.2009-1522.Republika Online. 2013. 112.000 Anak Indonesia Diperkirakan Menyandang Autisme.

The National Autistic Society. 2014. Recognising Autism Spectrum Disorder. Available at: www.autism.org.ukVolkmar FR, State M, Klin A. 2009. Autism and autism spectrum disorders: diagnostic issues for the coming decade.J Child Psychol Psychiatry. Jan 2009;50(1-2):108-15

Zwaigenbaum L, Szatmari P, Mahoney W, et al. 2000. High functioning autism and Childhood Disintegrative Disorder in half brothers. J Autism Dev Disord. 2000 Apr;30(2):121-6.Table 42-7 DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Asperger's DisorderQualitative impairment in social interaction, as manifested by at least two of the following:

marked impairment in the use of multiple nonverbal behaviors such as eye-to-eye gaze, facial expression, body postures, and gestures to regulate social interaction

failure to develop peer relationships appropriate to developmental level

a lack of spontaneous seeking to share enjoyment, interests, or achievements with other people (e.g., by a lack of showing, bringing, or pointing out objects of interest to other people)

lack of social or emotional reciprocity

Restricted repetitive and stereotyped patterns of behavior, interests, and activities, as manifested by at least one of the following:

encompassing preoccupation with one or more stereotyped and restricted patterns of interest that is abnormal either in intensity or focus

apparently inflexible adherence to specific, nonfunctional routines or rituals

stereotyped and repetitive motor mannerisms (e.g., hand or finger flapping or twisting, or complex whole-body movements)

persistent preoccupation with parts of objects

The disturbance causes clinically significant impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.

There is no clinically significant general delay in language (e.g., single words used by age 2 years, communicative phrases used by age 3 years).

There is no clinically significant delay in cognitive development or in the development of age-appropriate self-help skills, adaptive behavior (other than in social interaction), and curiosity about the environment in childhood.

Criteria are not met for another specific pervasive developmental disorder or schizophrenia.

25