PERBANDINGAN VARIASI GERAKAN ELEKTRODA
PADA PROSES SHIELDED METAL ARC WELDING
(SMAW) TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN
KEKUATAN BENDING BAJA
KARBON RENDAH
SKRIPSI
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin
oleh
Abdul Rouf Irwanto
5201412035
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda pada Proses Shielded Metal Arc
Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan Kekuatan Bending Baja Karbon
Rendah” disusun berdasarkan hasil penelitian saya dengan arahan dosen
pembimbing. Sumber Informasi atau kutipan dari karya yang saya terbitkan telah
disebutkan dalam teks dan tercantum dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi
saya. Skripsi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar dalam program
sejenis di perguruan tinggi manapun.
iii
iv
ABSTRAK
Irwanto, Abdul Rouf. 2016. Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda pada
Proses Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan
Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah. Drs. Sunyoto M.Si., Dr. Basyirun, S.Pd.,
M.T. PTM
Dalam proses pengelasan SMAW, gerakan elektroda merupakan salah satu
parameter yang penting karena berpengaruh terhadap sifat fisis yang nantinya
akan mempengaruhi sifat mekanis dari bahan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan struktur mikro dan kekuatan bending baja karbon
rendah pada pengelasan SMAW antara gerakan elektroda spiral, zig-zag dan
segitiga
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen.
Penelitian dilakukan di laboratorium dengan diberi perlakuan (treatment).
Perlakuan dalam penelitian ini berupa pengelasan dengan gerakan elektroda yang
berbeda menggunakan las SMAW dengan elektroda E 7018 dan kampuh V terbuka
sudut 70º. Variasi gerakan yang digunakan adalah gerakan spiral, gerakan zig-zag
dan gerakan segitiga. Bahan yang digunakan adalah baja karbon rendah dengan
kadar karbon (C) sebesar 0,167% dan beberapa unsur lain. Spesimen kemudian
diuji dengan menggunakan alat Metallurgi Microscop with Inverted “Olympus
PME 3” untuk mengetahui struktur mikro dan alat Universal Testing Machine
“TARNOTES” untuk mengetahui nilai kekuatan bending. Analisis data yang
digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, dimana data yang
diperoleh dirata-rata dan disajikan dalam bentuk grafik kemudian dideskripsikan
dan disimpulkan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa struktur mikro pada pengelasan
gerakan spiral terdiri dari ferrite acicular, ferrite widmanstatten dan ferrite batas
butir dengan jumlah yang hampir sama. Pada pengelasan gerakan zig-zag terdiri
dari ferrite widmanstatten dan ferrite batas butir yang lebih dominan sedangkan
pada pengelasan gerakan segitiga terdiri dari ferrite acicular yang lebih dominan.
Berdasarkan uji kekuatan bending, nilai kekuatan bending spesimen gerakan
spiral sebesar 519,22 N/mm², spesimen gerakan zig-zag sebesar 497,24 N/mm²
sedangkan spesimen gerakan segitiga sebesar 523,05 N/mm². Dalam pengelasan
baja karbon rendah agar bisa mendapatkan nilai kekuatan bending tertinggi
sebaiknya menggunakan gerakan elektroda segitiga. Jadi dapat disimpulkan
bahwa bahwa perbedaan dalam gerakkan elektroda akan mempengaruhi struktur
mikro dan nilai kekuatan bending pada baja karbon rendah.
Kata kunci: gerakan elektroda, las SMAW, struktur mikro, kekuatan bending.
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
1. Selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha dan pantang menyerah.
2. Kegagalan merupakan cara Tuhan untuk mendewasakan seseorang.
3. Dibalik kesulitan pasti akan ada kemudahan.
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu yang selalu menyayangi, mencintai dan
mengasihiku serta selalu mendoakan dalam kesuksesanku.
2. Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin Universitas
Negeri Semarang angkatan 2012.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menempuh gelar
sarjana di Universitas Negeri Semarang
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Perbandingan Variasi
Gerakan Elektroda pada Proses Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap
Struktur Mikro dan Kekuatan Bending Baja Karbon Rendah” dalam rangka
menyelesaikan Studi Strata Satu untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di
Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bimbingan, motivasi dan bantuan
semua pihak. Oleh karena itu dengan rendah hati disampaikan ucapan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian proposal
skripsi ini, antara lain:
1. Bapak Dr. Nur Qudus, M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang.
2. Bapak Rusiyanto, S.Pd., M.T. selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi
Pendidikan Teknik Mesin S1 Universitas Negeri Semarang.
3. Bapak Drs. Sunyoto, M.Si. selaku Pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
4. Bapak Dr. Basyirun, S.Pd., M.T. selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pegarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan dalam rangka
menambah wawasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya.
Semarang, Agustus 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................. iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
KATA PENGANTAR ............................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. vii
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN ................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................. 3
C. Pembatasan Masalah ................................................................. 5
D. Rumusan Masalah .................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian .................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
A. Kajian Teori.............................................................................. 8
B. Kajian Penelitian yang Relevan ................................................ 27
C. Kerangka Pikir Penelitan .......................................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 32
A. Bahan Penelitian ....................................................................... 32
B. Alat dan Skema Peralatan Penelitian ......................................... 33
C. Waktu dan Pelaksanaan Penelitian ............................................ 37
D. Variabel Penelitian ................................................................... 37
E. Prosedur Penelitian ................................................................... 38
F. Data Penelitian ........................................................................... 45
G. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 46
viii
H. Analisis Data .............................................................................. 46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 48
A. Hasil Penelitian ........................................................................... 48
B. Pembahasan ................................................................................ 60
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 65
A. Simpulan .................................................................................... 65
B. Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 70
ix
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Simbol Arti
ºC Derajat Celcius
% Persen
- Negatif
+ Positif
C Karbon
F Gaya
Jarak antar dua tumpuan
W Momen Inersia
b Lebar spesimen
h Tebal spesimen
kg Kilogram
r Radius
P Beban maksimum
σ Tegangan Bending
x
Singkatan Arti
A Ampere
AC Alternating Curent
ASTM American Society of Testing and Material
CCT Continuous Cooling Transformation
DC Direct Curent
E Elektroda
F Pengelasan datar
FA Ferit Acicular
FBB Ferit Batas Butir
FW Ferit Widmanstatten
GMAW Gas Metal Arc Welding
H Pengelasan horizontal
H-S Pengelasan horizontal las sudut
HAZ Heat Affected Zone
Kg/mm2 Kilogram per milimeter persegi
Kg Kilogram
mm Milimeter
MPa Mega Pascal
N Newton
OH Pengelasan diatas kepala
SMAW Shielded Metal Arch Welding
St Steel
V Pengelasan vertikal
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Spesifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak ....................... 12
Tabel 2.2. Spesifikasi Arus Menurut Tipe dan Diameter Elektroda................ 14
Tabel 2.3. Klasifikasi Baja Karbon ................................................................ 18
Tabel 3.1. Persiapan Pengujian Kekuatan Bending ........................................ 45
Tabel 3.2. Persiapan Uji Foto Mikro................................................................. 46
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Komposisi Baja Karbon Rendah.......................... 48
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Bending Load ...................................................... 56
Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Kekuatan Bending ............................................ 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Las SMAW ................................................................................ 9
Gambar 2.2. Rangkaian listrik dari mesin las listrik DC ................................ 10
Gambar 2.3. Elektroda Terbungkus ............................................................... 11
Gambar 2.4. Gerakan Elektroda Spiral .......................................................... 16
Gambar 2.5. Gerakan Elektroda Zig-Zag ....................................................... 16
Gambar 2.6. Gerakan Elektroda Segitiga ....................................................... 16
Gambar 2.7. Kampuh V ................................................................................ 19
Gambar 2.8. Struktur Mikro Pearlite ............................................................. 20
Gambar 2.9. Struktur Mikro Ferite + Pearlite ............................................... 21
Gambar 2.10. Struktur Mikro Martensite ...................................................... 21
Gambar 2.11. Digram Continous Cooling Transformation ............................ 22
Gambar 2.12. Bentuk Spesimen Uji Bending................................................. 24
Gambar 2.13. Metode pengujian Bending ...................................................... 24
Gambar 2.14. Face bend pada transversal bending ........................................ 25
Gambar 2.15. Root bend pada transversal bending ........................................ 25
Gambar 2.16. Side bend pada transversal bending ......................................... 25
Gambar 2.17. Face bend pada longitudinal bending ...................................... 26
Gambar 2.18. Root bend pada longitudinal bending ...................................... 26
Gambar 2.19. Kerangka Pikir Penelitian........................................................ 31
Gambar 3.1. Elektroda E7018 ....................................................................... 32
Gambar 3.2. Mesin Uji Komposisi ................................................................ 34
xiii
Gambar 3.3. Alat Uji Foto Struktur Mikro..................................................... 34
Gambar 3.4. Testing Machine “TARNOTEST” .............................................. 35
Gambar 3.5. Mesin Skrap .............................................................................. 36
Gambar 3.6. Mesin Las SMAW ..................................................................... 36
Gambar 3.7. Diagram Alir Penelitian ............................................................ 38
Gambar 3.8. Bentuk Kampuh V .................................................................... 41
Gambar 3.9. Spesimen Uji Bending............................................................... 42
Gambar 3.10. Spesimen uji struktur mikro raw material ............................... 42
Gambar 3.11. Spesimen uji struktur mikro hasil pengelasan .......................... 42
Gambar 3.12. Pengujian Foto Mikro ............................................................. 43
Gambar 3.13. Proses Root Bend .................................................................... 44
Gambar 4.1. Struktur Mikro Logam Induk .................................................... 49
Gambar 4.2. Struktur Mikro Logam Induk dan HAZ Gerakan Spiral ............. 50
Gambar 4.3. Struktur Mikro Logam Induk dan HAZ Gerakan Zig-Zag .......... 50
Gambar 4.4. Struktur Mikro Logam Induk dan HAZ Gerakan Segitiga .......... 51
Gambar 4.5. Struktur Mikro HAZ Gerakan Spiral ......................................... 51
Gambar 4.6. Struktur Mikro HAZ Gerakan Zig-Zag ...................................... 52
Gambar 4.7. Struktur Mikro HAZ Gerakan Segitiga ...................................... 52
Gambar 4.8. Struktur Mikro HAZ dan Logam Las Gerakan Spiral................. 53
Gambar 4.9. Struktur Mikro HAZ dan Logam Las Gerakan Zig-Zag.............. 53
Gambar 4.10. Struktur Mikro HAZ dan Logam Las Gerakan Segitiga ........... 54
Gambar 4.11. Struktur Mikro Logam Las Gerakan Spiral ............................. 54
Gambar 4.12. Struktur Mikro Logam Las Gerakan Zig-Zag .......................... 55
xiv
Gambar 4.13. Struktur Mikro Logam Las Gerakan Segitiga .......................... 55
Gambar 4.14 Diagram Bending Load Material Baja Karbon Rendah ............. 57
Gambar 4.15 Diagram Kekuatan Bending Material Baja Karbon Rendah ...... 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) merupakan proses
penyambungan logam dengan cara mencairkan logam induk menggunakan energi
panas. Panas yang diakibatkan pada proses pengelasan bisa mencapai suhu
1500°C. Hasil dari pemanasan tersebut menyebabkan setiap titik daerah hasil
pengelasan akan mengalami pemanasan yang berbeda dan juga laju pendinginan
di masing-masing titik juga berbeda. Fenomena tersebut akan menyebabkan
struktur mikro di masing-masing daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda
tergantung pada laju pendinginan yang dialaminya (Sonawan, 2004: 48).
Panas dari proses pengelasan mengakibatkan logam di sekitar daerah lasan
akan mengalami siklus thermal cepat yang menyebabkan terjadinya perubahan
metalurgi yang rumit, deformasi dan tegangan-tegangan thermal. Hal tersebut erat
kaitannya dengan cacat las, keretakan dan ketangguhan yang akan mempengaruhi
keamanan dan kualitas hasil lasan. Kualitas hasil las yang bagus bergantung pada
besarnya butiran kristal yang diperoleh saat pengelasan. Butiran kristal logam
yang kecil dan halus membutuhkan pengaturan pemanasan dan pendinginan yang
biasa disebut perlakuan panas. Secara garis besar tujuannya adalah untuk
mengubah mikrostruktur bahan dan menghilangkan beban dalam (internal stress)
dan atau mengubah komposisi campuran (Alip, 1989: 91).
2
Perubahan mikrostruktur akibat proses pengelasan akan mengakibatkan
perubahan sifat-sifat mekanis yang dimiliki material. Sifat mekanis merupakan
kemampuan suatu material untuk menahan beban yang dikenakan padanya, baik
pembebanan statis maupun pembebanan dinamis. Pada pembebanan statis beban
yang diterima suatu material arah maupun besarnya tetap setiap saat sedangkan
pembebanan dinamis arah dan besarnya berubah setiap waktu. Sifat mekanis suatu
materaial itu antara lain kekuatan (strenght), kekerasan, elastisitas, kekakuan,
plastisitas dan kelelahan bahan.
Salah satu sifat mekanis yang paling penting dalam pengelasan adalah
kekuatan bending. Pengujian bending sering dipergunakan untuk mengetahui
aspek-aspek kemampuan bahan uji dalam menerima pembebanan seperti kekuatan
atau tegangan lengkung, elastisitas, memeriksa mekanis dari material las dan lain
sebagainya. Kekuatan bending pada logam hasil pengelasan sangat dipengaruhi
oleh masukan panas yang terjadi selama proses pengelasan. Perbedaan masukan
panas saat pengelasan bisa disebabkan oleh perbedaan dalam menggerakkan
elektroda las. Gerakan dengan pola yang rumit dan rapat akan megakibatkan
masukan panas lebih besar sehingga kekuatan hasil lasan akan meningkat,
demikian pula sebaliknya.
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk mengambil
topik penelitian tentang “Perbandingan Variasi Gerakan Elektroda pada Proses
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Terhadap Struktur Mikro dan Kekuatan
Bending Baja Karbon Rendah”.
3
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
identifikasi masalah dari penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur mikro dan kekuatan bending akibat pengelasan antara lain:
1. Kuat arus pada proses pengelasan merupakan parameter las yang langsung
mempengaruhi penembusan dan kecepatan pencairan logam induk. Pemilihan
arus pada pengelasan akan berdampak pada kekuatan hasil las. Arus yang
terlalu rendah akan menyebabkan tembusan yang kurang maksimal sehingga
mengakibatkan menurunnya tingkat kekuatan bending material hasil las. Bila
arus terlalu tinggi akan mengakibatkan manik melebar, penetrasi dalam serta
tampilan rigi-rigi yang buruk. Besar arus yang dipakai saat pengelasan akan
mempengaruhi jumlah masukan panas, penetrasi las maupun tegangan pada
saat proses pengelasan. Ketidaksesuaian masukan panas yang diberikan saat
pengelasan akan menyebabkan struktur mikro yang terbentuk menjadi kurang
baik.
2. Kampuh las merupakan bentuk persiapan pada suatu sambungan. Umumnya
hanya ada pada sambungan tumpul, namun ada juga pada beberapa bentuk
sambungan sudut tertentu. Jika sudut kampuh las terlalu besar maka semakin
banyak layer yang diperlukan untuk menutupi kampuh tersebut sehingga
semakin banyak panas yang masuk. Semakin besar panas yang masuk maka
struktur mikro yang terbentuk semakin ulet sehingga kekuatan bending hasil
lasan meningkat.
4
3. Ada berbagai macam posisi pada proses pengelasan. Posisi pengelasan tidak
hanya sebatas posisi dalam mengelas namun dapat menentukan penetrasi
kampuh desain sambungan las dan bentuk sambungan (welding joint).
Pemilihan didasarkan pada persyaratan umum atau spesifikasi mutu (kekuatan)
yang diinginkan. Sering kali pengelasan harus dilakukan pada posisi tertentu
karena mengikuti rancangan suatu konstruksi seperti pengelasan plafon
bangunan, pojok bangunan dan diatas lantai. Posisi pengelasan di bawah
tangan (down hand position) akan menghasilkan panas yang lebih besar
dibandingkan posisi di atas tangan (over head position) karena ketika
pengelasan berlangsung terjadi gravitasi. Masukan panas yang lebih besar akan
membuat laju pendinginan semakin lambat sehingga struktur yang terbentuk
akan bersifat ulet dan kekuatan bending hasil las juga akan semakin meningkat.
4. Proses pengelasan memiliki kecepatan yang beragam disesuaikan dengan jenis
logam yang akan dilas. Hal ini dikarenakan setiap logam memiliki efisiensi
panas yang berbeda. Bila kecepatan pengelasan terlalu lambat akan
menghasilkan jalur yang lebar dan laju pendinginan yang lambat pula. Hal ini
akan membentuk struktur mikro yang baik dan kekuatan las yang meningkat.
Jika kecepatan pengelasan terlalu cepat akan menghasilkan tembusan las yang
dangkal dan laju pendinginan yang cepat pula. Hal ini akan membentuk
struktur mikro yang bersifat getas sehingga kekuatan bending hasil lasnya
menurun.
5. Preheated dalam pengelasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kekuatan bending suatu material. Suhu preheated yang tepat dapat
5
memperbaiki struktur serta mengurangi tegangan dalam akibat pengaruh panas
saat pengelasan sehingga akan menghasilkan kekuatan bending dan kekerasan
bahan yang baik.
6. Gerakan elektroda dalam pengelasan bertujuan untuk mendapatkan deposit
logam las dengan permukaan yang rata dan halus serta untuk menghindari
terjadinya takikan dan percampuran terak. Gerakan atau ayunan elektroda las
sering menjadi pilihan pribadi dari juru las tanpa memperhatikan kualitas hasil
lasnya. Hal ini membuat struktur yang dihasilkan kurang baik sehingga
kekuatan lasnya kurang kuat.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, di mana ada banyak faktor yang
mempengaruhi struktur mikro dan kekuatan bending pada proses pengelasan
maka penelitian ini hanya dibatasi pada gerakan elektroda saja dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Gerakan elektroda yang digunakan adalah spiral, zig-zag dan segitiga.
2. Proses pengelasan yang digunakan adalah pengelasan SMAW dengan arus DC
polaritas terbalik.
3. Material yang digunakan adalah plat baja karbon rendah.
4. Elektroda yang digunakan adalah jenis E7018 dengan diameter 3,2 mm.
5. Arus yang dipakai saat pengelasan adalah 140 A.
6. Jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V tunggal dengan sudut 70°.
7. Pengujian bending yang dilakukan adalah secara root bend.
6
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan judul yang tertuang dalam latar belakang penelitian, maka
rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian adalah :
1. Bagaimana perbandingan struktur mikro baja karbon rendah pada pengelasan
SMAW antara gerakan elektroda spiral, zig-zag dan segitiga ?
2. Bagaimana perbandingan kekuatan bending baja karbon rendah pada
pengelasan SMAW antara gerakan elektroda spiral, zig-zag dan segitiga ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui perbandingan struktur mikro baja karbon rendah pada
pengelasan SMAW antara gerakan elektroda spiral, zig-zag dan segitiga.
2. Untuk mengetahui perbandingan kekuatan bending baja karbon rendah pada
pengelasan SMAW antara gerakan elektroda spiral, zig-zag dan segitiga.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini antara lain :
1. Setelah mengetahui struktur mikro pada material hasil pengelasan diharapkan
memberikan informasi tentang perubahan struktur mikro akibat proses
pengelasan SMAW pada sambungan baja karbon rendah.
2. Setelah mengetahui adanya perbedaan kekuatan bending pada pengelasan
SMAW dengan pola gerakan elektroda yang berbeda maka penelitian ini bisa
7
dijadikan acuan untuk menggunakan gerakan elektroda yang tepat agar
menghasilkan pengelasan dengan kekuatan bending yang maksimal.
3. Hasil penelitian tentang gerakan elektroda ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada dunia pengelasan logam, khususnya untuk logam baja karbon
rendah, yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia industri
dan teknologi.
4. Setelah mengetahui gerakan elektroda yang tepat pada pengelasan, maka
penelitian ini dapat dijadikan acuan yang penting bagi juru las untuk
meningkatkan kualitas hasil lasnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
Mengingat penelitian ini menggunakan proses pengelasan SMAW, maka
teori tentang pengelasan SMAW berikut perlu diuraikan lebih lanjut. Shielded
Metal Arc Welding merupakan suatu teknik pengelasan dengan menggunakan arus
listrik yang membentuk busur arus dan elektroda berselaput. Proses pengelasan
terjadi karena adanya hambatan arus listrik yang mencair diantara elektroda dan
bahan las yang menimbulkan panas mencapai 3000 °C, sehingga membuat
elektroda dan bahan yang akan dilas mencair (Sukaini, et al., 2013: 1).
Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari
logam. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan
komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk
membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang
menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai
penghalang oksidasi.
Untuk dapat mengelas diperlukan beberapa peralatan seperti mesin las,
kabel elektroda dan pemegang elektroda, kabel logam induk dan pemegang logam
induk dan elektroda. Peralatan lain yang juga perlu disediakan adalah topeng las
(welding mask), sarung tangan dan jas pelindung (Sonawan, 2004: 3). Berikut
adalah skema dari proses SMAW lengkap dengan bagian-bagiannya:
9
Gambar 2.1. Las SMAW (Wiryosumarto, 2000: 9)
Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi dua macam yaitu
mesin las arus searah atau Direct Current (DC) dan mesin las arus bolak-balik
atau Alternating Current (AC). Pada mesin las listrik AC memerlukan sumber arus
bolak-balik dengan tegangan yang lebih rendah pada lengkung listrik. Menurut
Daryanto (2012: 52) keuntungan menggunakan las listrik AC adalah sebagai
berikut :
1. Busur nyala kecil sehingga memperkecil kemungkinan timbulnya keropos pada
rigi-rigi las.
2. Perlengkapan dan perawatan lebih murah.
Dalam penggunan mesin las arus searah (DC) harus memperhatikan
polaritas terlebih dahulu sebelum memulai pengelasan. Pemilihan polaritas yang
tidak semestinya dalam arus searah (DC) dapat mengakibatkan buruknya kualitas
hasil lasan. Keuntungan menggunakan mesin las DC menurut Daryanto (2012:
53) adalah sebagai berikut :
1. Busur nyala stabil.
2. Dapat menggunakan elektroda bersalut dan tidak bersalut.
3. Dapat mengelas plat tipis dalam hubungan DCRP.
10
4. Dapat dipakai untuk mengelas pada tempat-tempat yang lembab dan sempit.
Jenis polaritas dalam pengelasan terdiri dari dua jenis yaitu polaritas lurus
(straight polarity) dan polaritas terbalik (reserve polarity). Polaritas lurus yaitu
apabila kutub negativ dihubungkan dengan elektroda las sedangkan kutub positiv
dihubungkan dengan logam induk atau benda kerja. Polaritas terbalik yaitu
apabila kutub negativ dihubungkan dengan logam induk atau benda kerja
sedangkan kutub positiv dihubungkan dengan kutub elektroda las. Kutub positiv
pada mesin las akan menyerap panas sebesar duapertiga, sedangkan sepertiga
sisanya akan terserap oleh kutub negativ.
a. Polaritas Lurus (DC+) b. Polaritas Terbalik (DC-)
Gambar 2.2. Rangkaian listrik dari mesin las listrik DC (Wiryosumarto, 2000: 17)
2. Elektroda Terbungkus
Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las
(elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari
campuran kimia. Umumnya elektroda dibuat dari besi atau baja, tetapi juga
menurut bahan yang akan disambung, misalnya kita akan menyambung bahan
dari tembaga maka elektrodanya juga dari tembaga. Elektroda mempunyai
berbagai macam ukuran tergantung dari tebal benda kerja yang akan disambung
dan juga bahan apa yang dipakai (Daryanto, 1982: 56). Elektroda terdiri dari dua
11
bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan
pangkal untuk menjepitkan tang las. Menurut Kenyon (1985: 77) fungsi lapisan
elektroda atau fluks dapat diringkas sebagai berikut :
1. Menyediakan suatu perisai yang melindungi gas sekeliling busur api dan logam
cair yang mencegah oksigen dan nitrogen dari udara memasuki logam las.
2. Membuat busur api stabil dan mudah dikontrol.
3. Mengisi kembali setiap kekurangan yang disebabkan oleh oksidasi elemen-
elemen tertentu dari genangan las selama pengelasan dan menjamin las
mempunyai sifat-sifat mekanis yang memuaskan.
4. Menyediakan suatu terak pelindung yang juga menurunkan kecepatan
pendinginan logam las dan dengan demikian menurunkan kerapuhan akibat
pendinginan.
Fluks biasanya terdiri dari bahan-bahan tertentu. Bahan-bahan yang
digunakan dapat digolongkan dalam bahan pemantapan busur, pembuat
terak,penghasil gas, deoksidator, unsur paduan dan bahan pengikat. Bahan-bahan
tersebut antara lain oksida-oksida logam, karbonat, silikat, fluorida, zat organik,
baja paduan dan serbuk besi (Wiryosumarto, 2000: 10).
Gambar 2.3. Elektroda Terbungkus (Syahrani, et al., 2013: 396).
12
Spesifikasi elektroda untuk baja karbon berdasarkan jenis dari lapisan
elektroda (fluks), jenis listrik yang digunakan, posisi pengelasan dan polaritas
pengelasan terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.1. Spesifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak
Klasifikasi
AWS-
ASTM
Jenis
Fluks
Posisi
Pengelasan
Jenis
Listrik
Kekuatan
Tarik
(kg/mm2)
Kekuatan
Luluh
(kg/mm2)
Perpan
jangan
(%)
Kekuatan tarik terendah kelompok E 60 setelah dilaskan adalah 60.000 psi atau 42,2 kg/mm2
E 6010
Natrium
selulosa
tingi
F, V, OH, H
DC
polaritas
balik
43,6 35,2 22
E 6011
Kalium
selulosa
tingi
F, V, OH, H
AC atau
DC
polaritas
balik
43,6 35,2 22
E 6012
Natrium
titania
tinggi
F, V, OH, H
AC atau
DC
polaritas
lurus
47,1 38,7 12
E 6013
Kalium
titania
tinggi
F, V, OH, H
AC atau
DC
polaritas
ganda
47,1 38,7 12
E 6020
Oksida
besi
tinggi
H-S
AC atau
DC
polaritas
lurus
43,6 35,2 25
13
F
AC atau
DC
polaritas
ganda
E 6027
Serbuk
besi,
oksida
besi
H-S
AC atau
DC
polaritas
lurus
43,6 35,2 25
F
AC atau
DC
polaritas
ganda
Kekuatan tarik terendah kelompok E 70 setelah dilaskan adalah 70.000 psi atau 49,2 kg/mm2
E 7014
Serbuk
besi,
titania
F, V, OH, H
AC atau
DC
polaritas
ganda
50,6 42,2 17
E 7015
Natrium
hidrogen
rendah
F, V, OH, H
DC
polaritas
ganda
50,6 42,2 22
E 7016
Kalium
hidrogen
rendah
F, V, OH, H
AC atau
DC
polaritas
balik
50,6 42,2 22
E 7018 Serbuk
besi,
hidrogen
F, V, OH, H AC atau
DC
polaritas
50,6 42,2 22
14
(Sumber: Wiryosumarto, 2000: 14).
Arti simbol :
F = pengelasan datar
V = pengelasan vertikal
OH = pengelasan diatas kepala
H = pengelasan horizontal
H-S = pengelasan horizontal las sudut
Berdasarkan jenis elektroda dan diameter kawat inti elektroda dapat
ditentukan arus dalam ampere dari mesin las seperti tabel 2 dibawah ini:
Tabel 2.2. Spesifikasi Arus Menurut Tipe Elektroda dan Diameter dari Elektroda Diameter Tipe Elektroda dan Ampere yang Digunakan
mm Inch E 6010 E6014 E 7018 E 7024 E 7027 E 7028
2,5 3/32 - 80-125 70–100 70-145 - -
rendah balik
E 7024
Serbuk
besi,
titania
H-S, F
AC atau
DC
polaritas
ganda
50,6 42,2 17
E 7028
Serbuk
besi,
hidrogen
rendah
H-S, F
AC atau
DC
polaritas
balik
50,6 42,2 22
15
3,2 1/8 80 – 120 110-160 115-165 140-190 125-185 140-190
4 3/32 120-150 150-220 150-165 180-250 160-240 180-250
5 3/16 150-200 200-275 200-275 230-305 210-300 230-250
5,5 7/32 - 260-340 360-430 275-375 250-350 275-365
6,3 ¼ - 330-415 315-400 335-430 300-420 335-430
8 5/16 - 90-500 375-470 - - -
(Sumber: Didikh Suryana, 1978: 89)
Mengingat penelitian ini menggunakan elektroda E7018, maka teori
berikut perlu disampaikan untuk menjelaskan tentang elektroda E7018. Bahan
fluks yang digunakan untuk jenis E7018 adalah serbuk besi dan hidrogen rendah.
Jenis fluks ini biasa disebut dengan jenis kapur. Jenis ini menghasilkan
sambungan dengan kadar hidrogen rendah sehingga kepekaan sambungan
terhadap retak sangat rendah, ketangguhannya sangat memuaskan. Pada
pelaksanaan pengelasan memerlukan juru las yang sudah berpengalaman. Sifat
mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi yang
memerlukan tingkat pengaman tinggi. Berikut ini yang dimaksud dengan
elektroda E7018 :
E : Elektroda terbungkus.
70 : Tegangan tarik minimum dari hasil pengelasan (70.000 Psi) atau sama
dengan 49,2 kg/mm2.
1 : Posisi pengelasan (angka 1 berarti dapat dipakai dalam semua posisi
pengelasan).
16
8 : Menunjukkan jenis selaput serbuk besi hidrogen rendah dan interval arus las
yang cocok untuk pengelasan
3. Gerakan Elektroda
Gerakan elektroda atau ayunan elektroda sewaktu mengelas logam
dilakukan untuk menghasilkan rigi-rigi las yang baik dan memperdalam
penembusan busur nyala (Arifin, 1977: 60). Ada banyak cara dalam menggerakan
atau mengayukan elektroda. Tujuan dari gerakan elektroda las ini adalah untuk
mendapatkan deposit logam las dengan permukaan yang rata dan halus dan
menghindari terjadinya takikan dan percampuran terak. Dalam hal ini yang
penting adalah menjaga agar sudut elektroda dan kecepatan gerakan elektroda
tidak berubah (Wiryosumarto, 2000: 221).
Kecepatan dalam menggerakkan elektroda waktu mengelas harus stabil
sehingga menghasilkan rigi-rigi las yang halus dan rata. Jika pergerakan elektroda
terlalu lambat akan dihasilkan jalur yang kuat dan lebar akan tetapi dapat
menimbulkan kerusakan sisi las terutama bila bahan dasar tipis. Jika elektroda
digerakkan terlalu cepat, tembusan lasnya akan dangkal karena kurang waktu
pemanasan bahan dasar dan kurang waktu untuk cairan elektroda menembus
bahan dasar. Bila kecepatan gerakan elektroda tepat, daerah perpaduan dengan
bahan dasar dan tembusan lasnya baik.
Pada penelitian ini gerakan elektroda yang digunakan adalah gerakan
spiral, zig-zag dan segitiga. Berikut akan ditampilkan gambar tentang gerakan
atau ayunan elektroda tersebut :
17
Gambar 2.4. Gerakan Elektroda Spiral (Daryanto, 2012: 65)
Gambar 2.5. Gerakan Elektroda Zig-Zag (Daryanto, 2012: 65)
Gambar 2.6. Gerakan Elektroda Segitiga (Daryanto, 2012: 65)
4. Baja Karbon Rendah
Aktivitas proses pengelasan tidak dapat terlepas dari bahan teknik.
Sudjana (2008: 1) mengatakan “yang dimaksud dengan bahan-bahan teknik ialah
bahan (material) yang dapat digunakan baik secara langsung maupun melalui
proses pengolahan dan berfungsi sebagai bahan baku suatu produk yang
bermanfaat”. Bahan teknik dibagi menjadi bahan logam dan bahan bukan logam.
Pembagian bahan logam sendiri dibagi menjadi bahan logam ferro dan logam non
ferro. Logam ferro adalah logam yang secara kimiawi mempunyai unsur besi (fe),
sedangkan logam non ferro adalah logam yang secara kimiawi tidak mempunyai
unsur besi (fe). Logam ferro pun kembali dibedakan lagi menjadi besi tempa, besi
tuang, dan baja paduan. Untuk bahan logam non ferro terdiri dari logam berat,
18
logam ringan, dan logam mulia. Adapun untuk bahan-bahan non logam adalah
bahan-bahan yang sudah tersedia di alam dan terdiri dari beberapa bahan tiruan.
Besi dan baja sampai saat ini merupakan bahan teknik yang paling banyak
digunakan untuk keperluan industri yang melibatkan pekerjaan las. Besi dan baja
paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang merupakan sumber sangat
besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonomisnya, tetapi yang paling
penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi (Surdia, 2000: 69).
Mengingat penelitian ini menggunakan baja karbon rendah maka teori
berikut ini diuraikan tentang material tersebut. Menurut Ambiyar (2008: 75) baja
karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn, P, S dan Cu.
Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, karena itu baja karbon
dikelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja karbon dikelompokkan
menjadi : Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel), Baja Karbon Menengah
(Medium Carbon Steel), Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel), dan Baja
Karbon Tinggi dengan Paduan. Baja karbon rendah sering juga disebut baja lunak.
Kadar karbon dari baja karbon rendah yaitu 0 % sampai 0,3 % C yang mempunyai
sifat liat dan mudah ditempa. Karena sifatnya yang liat dan mudah ditempa itulah
baja karbon rendah menjadi pilihan dalam pembuatan beberapa komponen mesin
maupun konstruksi seperti mur, baut, sekrup, dan keperluan lain dalam proses
pembangunan. Berikut adalah tabel klasifikasi baja karbon:
Tabel 2.3. Klasifikasi Baja Karbon
Jenis dan kelas Kadar Karbon
(%)
Kekuatan
Luluh
(kg/mm²)
Kekuatan
Tarik
(kg/mm²)
Kekerasan
(Brinell)
19
Baja karbon
rendah
- Baja lunak
khuhus 0,08 18-28 32-36 95-100
- Baja sangat
lunak 0,08-0,12 20-29 36-42 80-120
- Baja lunak 0,12-0,20 22-30 38-48 100-130
- Baja setengah
lunak 0,20-0,30 24-36 44-55 112-145
Baja karbon
sedang
- Baja
Setengah
keras
0,30-0,40 30-40 50-60 140-170
- Baja keras 0,40-0,50 34-46 58-70 160-200
Baja karbon
tinggi
- Baja keras 0,40-0,50 34-46 58-70 160-200
- Baja sangat
keras 0,50-0,80 36-47 65-100 180-235
(Sumber: Ambiyar, 2008: 76)
Menurut Kenyon (1985: 11) baja karbon rendah mempunyai keuletan dan
plastisitas yang baik sehingga mudah dikerjakan dingin untuk memperoleh
bentuk-bentuk tertentu dengan pengerolan, pembuatan flens, pembengkokan dan
juga penekanan. Baja karbon rendah mempunyai kemampuan tempaan yang baik
yang memungkinkan banyak sekali dipalu tanpa pengerasan kerja yang berlebih
seperti pada perataan pelat-pelat dan pengelingan.
Baja karbon rendah dapat dilas dengan semua cara pengelasan yang ada di
dalam praktek dan hasilnya akan baik bila persiapannya sempurna dan persyaratan
dipenuhi. Baja karbon rendah mempunyai kepekaan retak las yang rendah bila
20
dibandingkan dengan baja karbon lainnya atau dengan baja karbon paduan. Retak
las pada baja karbon rendah dapat terjadi dengan mudah pada pengelasan pelat
tebal atau bila di dalam baja tersebut terdapat belerang bebas yang cukup tinggi.
Retak las yang mungkin terjadi pada pengelasan pelat tebal dapat dihindari
dengan pemanasan mula atau dengan menggunakan elektroda hidrogen rendah
(Wiryosumarto, 2000: 91).
5. Kampuh V
Mengingat penelitian ini akan menggunakan sudut kampuh, maka teori di
bawah ini berguna bagi peneliti untuk menentukan besar sudut kampuh yang tepat
untuk digunakan pada penelitian ini. Kampuh yang akan digunakan pada
penelitian kali ini adalah jenis kampuh V terbuka dengan sudut 70º. Menurut
Arifin (1977: 11) sambungan kampuh V terbuka dipergunakan untuk
menyambungkan logam atau plat yang tebalnya antara 6-15 mm dengan sudut
kampuh dibuat antara 60° - 80° dan jarak logam (logam yang satu dengan logam
yang lain) sekitar 2 mm dan tinggi antara 1-2 mm serta tinggi lubang antara 1-2
mm.
Gambar 2.7. Kampuh V terbuka (Widharto, 2007: 16)
6. Struktur Mikro
21
Pengelasan merupakan proses penyambungan antara dua bagian logam
atau lebih dengan menggunakan energi panas. Proses ini mengakibatkan logam di
sekitar lasan mengalami siklus termal cepat yang menyebabkan terjadinya
perubahan struktur pada logam tersebut. Pada umumnya struktur mikro dari baja
tergantung dari kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenite sampai ke
suhu kamar (Wiryosumarto, 2000: 43).
Laju penurunan suhu atau laju pendinginan berpengaruh pada
pembentukan butiran kristal material. Laju pendinginan sangat cepat akan
menghasilkan butiran kristal martensite, laju pendinginan cepat akan
menghasilkan butiran kristal martensite dan bainite, laju pendinginan lambat akan
menghasilkan butiran kristal martensite, bainite, dan ferrite, sedangkan laju
pendinginan sangat lambat akan menghasilkan butiran kristal ferrite dan pearlite.
Gambar 2.8. Struktur Mikro Pearlite (Sonawan, 2004: 55)
22
Gambar 2.9. Struktur Mikro Ferite + Pearlite (Sonawan, 2004: 74)
Gambar 2.10. Struktur Mikro Martensite (Sonawan, 2004: 58)
Hubungan antara kecepatan pendinginan dan struktur mikro yang
terbentuk biasanya digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu,
suhu, dan transformasi yang biasa disebut dengan diagram CCT (Continuous
Cooling Transformation). Diagram CCT digunakan untuk membahas pengaruh
struktur mikro terhadap retak las dan sebagainya yang kemudian bisa digunakan
untuk menentukan prosedur dan cara pengelasan (Wiryosumarto, 2000: 60).
23
Gambar 2.11. Diagram Continous Cooling Transformation ( CCT ) metalurgi las
(Wiryosumarto, 2000: 44)
7. Pengujian Bending
Untuk mengetahui sifat logam diperlukan pengujian terhadap sample yang
disiapkan sebagai spesimen dengan ukuran dan bentuk tertentu. Selain itu juga
harus sesuai prosedur standart yang telah ditentukan sehingga hasil pengujian
dapat diambil kesimpulan untuk mengetahui sifat logam. Salah satu sifat logam
yang harus diketahui adalah sifat mekanik logam yaitu meliputi kekuatan,
kekerasan, keuletan, kekakuan, plastisitas, ketangguhan dan kelelahan.
Mengingat pengujian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah
pengujian bending, maka teori berikut perlu disampaikan untuk mendukung
24
proses penelitian. Pengujian lentur (bending test) merupakan salah satu pengujian
sifat mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan, baik bahan
yang akan digunakan sebagai konstruksi atau komponen yang akan menerima
beban lentur maupun proses pelenturan dalam pembentukan. Pengujian ini
merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu titik yang berada
ditengah-tengah dari bahan yang ditahan diatas dua tumpuan.
Menurut Syahrani, et al., (2013: 397) untuk mengetahui kekuatan lentur
(bending) suatu material dapat dilakukan dengan pengujian lentur terhadap
spesimen tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lentur adalah tegangan
bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami
deformasi yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan bending tergantung pada
jenis spesimen dan pembebanan.
Pada pengujian bending ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kekuatan
lentur dari material. Pengujian dilakukan dengan jalan memberi lentur secara
perlahan-lahan sampai spesimen mencapai titik lelah (Katulistiwa, 2014: 64).
Pengujian bending sering dipergunakan untuk mengetahui aspek-aspek
kemampuan bahan uji dalam menerima pembebanan seperti kekuatan, elastisitas,
memeriksa mekanis dari material las dan lain sebagainya. Metode pengujian
bending yang digunakan adalah triple point bending. Menurut Hadi (2009: 111)
triple point bending yaitu benda uji ditumpu dengan satu tumpuan dibagian atas
benda uji dan dua tumpuan dibagian bawah benda uji. Untuk mengetahui
kekuatan bending maksimal dari logam hasil las dapat dicari dari persamaan
berikut :
25
Gambar 2.12. Bentuk Spesimen Uji Bending
σ =
N/mm
2 .......................................................... (2.1)
W =
mm
3................................................................ (2.2)
Dimana :
σ = Tegangan bending (N/mm2)
P = Beban maksimum (N)
Ls = Jarak antar dua tumpuan (mm)
W = Moment inersia (mm3)
b = Lebar specimen (mm)
h = Tebal spesimen (mm)
Menurut Japanese Industrial Standart (JIS) metode pengujian bending
dijelaskan pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.13 Metode pengujian bending (JIS, 2006: 5).
26
Posisi spesimen dalam bending test ada 2 yaitu transversal dan
longitudinal. Transversal bending adalah posisi spesimen tegak lurus dengan arah
pengelasan. Transversal bending dibagi menjadi 3 berdasarkan arah pembebanan
dan lokasi, yaitu:
a. Face bend (bending pada permukaan las), yaitu jika permukaan las mengalami
tegangan tarik dan akar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan
pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik.
Gambar 2.14. Face bend pada transversal bending
b. Root bend (bending pada akar las), yaitu jika akar las mengalami tegangan
tarik dan permukaan las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan
pada akar las yang mengalami tegangan tarik.
Gambar 2.15. Root bend pada transversal bending
c. Side bend (bending pada sisi las), yaitu pengujian yang dilakukan pada sisi las.
Pengujian ini dilakukan jika tebal material yang di las lebih besar 3/8 inchi.
27
Gambar 2.16. Side bend pada transversal bending
Longitudinal bending adalah posisi specimen searah dengan arah
pengelasan. Longitudinal bending dibagi menjadi 2 berdasarkan arah pembebanan
dan lokasi, yaitu:
1. Face bend (bending pada permukaan las) yaitu jika permukaan las mengalami
tegangan tarik dan akar las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan
pada permukaan las yang mengalami tegangan tarik.
Gambar 2.17. Face bend pada longitudinal bending
2. Root bend (bending pada akar las) yaitu jika pada akar las mengalami tegangan
tarik dan permukaan las mengalami tegangan tekan. Pengamatan dilakukan
pada akar las yang mengalami tegangan tarik.
Gambar 2.18. Root bend pada longitudinal bending
28
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Dito Pranawan dan Djoko Suwito (2016: 29) dalam penelitiannya yang
berjudul pengaruh teknik pengelasan alur spiral, alur zig – zag dan lurus pada arus
85 A terhadap kekuatan tarik baja ST 41. Pada penelitiannya, Pranawan mencari
kekuatan tarik dari material Baja ST 41. Hubungan antara penelitian Pranawan
dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel gerakan elektroda.
Penelitian Pranawan menggunakan gerakan elektroda spiral, zig – zag dan lurus
sedangkan penelitian ini menggunakan gerakan elektroda spiral, zig – zag dan
segitiga. Hasil penelitian Pranawan mengatakan bahwa gerakan elektroda
mempengaruhi kekuatan tarik material baja ST 41 tetapi tidak terlalu signifikan.
Kekuatan tarik paling tinggi terdapat pada gerakan elektroda spiral sebesar 33.40
kgf/mm2 sedangkan hasil yang paling rendah pada gerakan elektroda lurus sebesar
30.28 kgf/mm2.
Naharuddin (2015: 550) dalam penelitiannya dengan judul kekuatan tarik
dan bending sambungan las pada material baja SM490 dengan metode pengelasan
SMAW dan SAW. Hubungan antara penelitian Naharuddin dengan penelitian ini
adalah sama-sama ingin mencari kekuatan bending terbesar. Pada penelitiannya
Naharuddin membandingkan antara pengelasan SMAW dengan SAW. Hasil
penelitian Naharuddin diperoleh kekuatan bending pada sambungan las metode
pengelasan SMAW sebesar 109,46 MPa lebih besar dibandingkan dengan nilai
kekuatan bending pada metode SAW sebesar 76,68 MPa, dan raw material atau
tanpa pengelasan sebesar 68,28 MPa.
29
Agus Duniawan (2015: 134) dalam penelitiannya dengan judul pengaruh
gerak elektroda dan posisi pengelasan terhadap uji kekerasan dari hasil las baja
SSC 41. Hubungan antara penelitian Duniawan dengan penelitian ini adalah
sama-sama menggunakan variasi gerakan elektroda untuk mengetahui kekuatan
dan kualitas hasil lasan namun material yang digunakan berbeda. Hasil penelitian
Duniawan mengatakan bahwa gerakan Elektroda memberikan pengaruh yang
nyata terhadap nilai kekerasan pada daerah pengaruh panas (HAZ), di mana
gerakan elektroda pola C memberikan nilai kekerasan yang lebih tinggi di
bandingkan dengan gerakan elektroda zig-zag dan melingkar.
Umar (2014: 1084) dalam penelitiannya dengan judul investigation of
mechanical properties of welded SS347H austenitic stainless steel tube by using
P-GMAW. Pada penelitiannya Umar mencari kekuatan tarik, kekuatan bending,
kekerasan , mikrostruktur dan korositas dari material SS347H. Hubungan antara
penelitian Umar dengan penelitian ini adalah sama-sama ingin mencari kekuatan
bending dan meneliti struktur mikro. Penelitian Umar menggunakan proses
GMAW dan material SS347H sedangkan penelitian ini menggunakan proses
SMAW dan material baja karbon rendah. Hasil penelitian umar mengatakan bahwa
tidak ada cacat visual yang ditemukan pada lasan selama uji bending.
Santhiarsa (2013: 107) dalam penelitiannya dengan judul pengaruh posisi
pengelasan dan gerakan elektroda terhadap kekerasan hasil las baja JIS SSC 41.
Hubungan antara penelitian Santhiarsa dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan variasi gerakan elektroda untuk mengetahui kekuatan hasil lasan.
Hasil penelitian Santhiarsa menyebutkan bahwa posisi pengelasan dan gerakan
30
elektroda yang digunakan mempunyai pengaruh nyata terhadap nilai kekerasan.
Nilai kekerasan vikers tertinggi rata-rata 513,891 kg/mm2
terjadi pada posisi
pengelasan atas kepala dan pada variabel gerakan elektroda pola C, sedangkan
nilai kekerasan vikers terendah rata-rata 441,348 kg/mm2
terjadi pada posisi
pengelasan datar dan pada gerakan elektroda pola zig-zag.
Djoko Suprijanto (2013: 91) dalam penelitiannya dengan judul pengaruh
bentuk kampuh terhadap kekuatan bending las sudut SMAW posisi mendatar pada
baja karbon rendah. Hubungan antara penelitian Suprijanto dengan penelitian ini
adalah sama-sama mencari kekuatan bending material baja karbon rendah dengan
pengelasan SMAW. Letak perbedaannya Suprijanto menggunakan variasi bentuk
kampuh sedangkan penelitian ini menggunakan variasi gerakan elektroda. Dari
hasil penelitian Suprijanto tertlihat bahwa kampuh yang tipis mempunyai harga
bending yang rendah, sementara kampuh yang tebal mempunyai harga bending
yang tinggi ( kampuh double U dan double V). Harga tertinggi pada kampuh
Double V sebesar 281,743 N/mm2 dan yang terendah pada kampuh I sebesar
114,27 N/mm2.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan logam yang
banyak digunakan di dunia industri. Dalam proses pengelasan diperlukan juru las
yang handal agar menghasilkan kualitas hasil lasan yang kuat. Kualitas dari hasil
pengelasan dapat diketahui dengan cara memberikan gaya atau beban pada hasil
lasan tersebut. Gaya atau beban yang diberikan dapat berupa pengujian kekuatan
31
bending. Pada proses pengelasan banyak faktor yang mempengaruhi kekuatan
bending suatu material diantaranya: proses pengelasan yang digunakan, kuat arus
yang dipakai, posisi pengelasan yang dilakukan, sudut kampuh yang dipakai,
kecepatan pengelasan dan gerakan atau ayunan elektroda yang digunakan.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan bending adalah gerakan
atau ayunan elektroda. Gerakan elektroda atau ayunan elektroda merupakan
gerakan yang dilakukan dengan cara mengayunkan elektroda yang bertujuan
untuk mengatur lebar jalur las yang dikehendaki. Ada banyak cara dalam
menggerakkan elektroda, tetapi tujuan dari berbagai macam gerakan elektroda itu
sama yaitu untuk mendapatkan deposit logam las dengan permukaan yang rata
dan halus dan menghindari terjadinya takikan dan percampuran terak. Berbagai
macam gerakan elektroda itu antara lain: gerakan spiral, gerakan zig-zag dan
gerakan segitiga.
Dari penjelasan diatas peneliti menduga bahwa pengelasan dengan
gerakan segitiga akan menjadi pengelasan dengan struktur mikro dan kekuatan
bending terbaik karena pengelasan dengan gerakan elektroda memiliki tingkat
kerapatan rigi-rigi las yang lebih tinggi dibandingkan dengan gerakan lain. Bentuk
rigi-rigi las yang lebih rapat akan mengakibatkan jumlah masukan panas ke logam
akan semakin besar sehingga laju pendinginan akan semakin lambat. Laju
pendinginan yang lambat akan membuat logam memiliki kekerasan yang rendah
tetapi ketangguhan dan keuletannya semakin tinggi. Keuletan yang semakin tinggi
membuat logam akan lebih tahan terhadap beban atau bending.
32
Gambar 2.19. Kerangka Pikir Penelitian
1. Untuk mengetahui perbandingan gerakan elektroda spiral, zig-zag
dan segitiga pada pengelasan SMAW terhadap struktur mikro baja
karbon rendah.
2. Untuk mengetahui perbandingan gerakan elektroda spiral, zig-zag
dan segitiga pada pengelasan SMAW terhadap kekuatan bending
baja karbon rendah.
1. Pengelasan menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisis yang
kemudian mengakibatkan perubahan sifat mekanis pada bahan
sehingga berpengaruh besar terhadap kekuatan bahan.
2. Baja karbon rendah merupakan material yang mudah di las dan dapat
di las dengan semua jenis pengelasan tetapi sangat rentan terhadap
retak dingin.
3. Perlu dilakukan pencegahan untuk mengurangi resiko pengelasan pada
baja karbon rendah yaitu menggunakan elektroda dengan jenis fluks
hidrogen rendah
4. Perbedaan gerakan elektroda akan menyebabkan terjadinya
perbedaan masukan panas dan penembusan las sehingga akan
mempengaruhi kekuatan material.
Struktur Mikro Kekuatan Bending
1. Bagaimana perbandingan gerakan elektroda spiral, zig-zag dan
segitiga pada pengelasan SMAW terhadap struktur mikro baja
karbon rendah ?
2. Seberapa besar perbandingan gerakan elektroda spiral, zig-zag
dan segitiga pada pengelasan SMAW terhadap kekuatan bending
baja karbon rendah ?
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian pengaruh gerakan elektroda pada proses Shielded Metal
Arc Welding (SMAW) terhadap struktur mikro dan kekuatan bending baja karbon
rendah, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan analisis struktur mikro pada pengelasan baja karbon rendah dapat
disimpulkan bahwa pengelasan dengan gerakan spiral akan menghasilkan
struktur ferrite widmanstatten, ferrite acicular dan ferrite batas butir (graind
boundary ferrite) yang jumlahnya sama sehingga akan mempunyai sifat ulet,
pengelasan dengan gerakan zig-zag akan menghasilkan struktur ferrite
widmanstatten dan ferrite batas butir (graind boundary ferrite) yang lebih
dominan sehingga akan mempunyai sifat kurang ulet atau getas sedangkan
pengelasan dengan gerakan segitiga akan menghasilkan struktur ferrite
acicular yang lebih dominan sehingga akan mempunyai sifat paling ulet dan
kuat. Pengelasan dengan gerakan segitiga menjadi spesimen dengan struktur
mikro terbaik.
2. Berdasarkan perhitungan kekuatan bending pada masing-masing spesimen
dapat disimpulkan bahwa perbedaan dalam menggerakkan elektroda akan
mempengaruhi nilai kekuatan bending baja karbon rendah. Kekuatan bending
pada raw material sebesar 556,16 N/mm². Nilai kekuatan bending pada
gerakan spiral sebesar 519,22 N/mm² atau mengalami penurunan sebesar
66
6,64% dari kelompok raw material. Nilai kekuatan bending pada gerakan zig-
zag sebesar 497,24 N/mm² atau mengalami penurunan 10,60% dari kelompok
raw material. Nilai kekuatan bending pada gerakan segitiga sebesar 523,05
N/mm² atau mengalami penurunan sebesar 5,95% dari kelompok raw
material. Pengelasan dengan gerakan segitiga menjadi spesimen dengan nilai
kekuatan bending tertinggi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, agar memperoleh hasil
yang optimal maka disarankan sebagai berikut :
1. Apabila ingin mendapatkan struktur mikro yang baik pada pengelasan baja
karbon rendah sebaiknya menggunakan gerakan elektroda segitiga karena
menghasilkan struktur yang lebih ulet dan kuat.
2. Untuk mendapatkan nilai kekuatan bending tertinggi pada pengelasan baja
karbon rendah sebaiknya menggunakan gerakan elektroda segitiga karena lebih
tahan terhadapa beban.
3. Pengelasan SMAW pada baja karbon rendah perlu dilakukan perlakuan panas
seperti pre heating atau post heating untuk meningkatkan kekuatan sambungan
pada pengelasan.
4. Pada penelitian selanjutnya pengujian terhadap sifat mekanik pada material
dapat ditambahakan dengan uji tarik, uji kekerasan atau uji impact.
67
DAFTAR PUSTAKA
Alip, M. 1989. Teori dan Praktek Las. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Ambiyar. 2008. Teknik Pembentukan Plat Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Kejuruan.
Arifin, A. et al. 2012. Pengaruh Preheat Terhadap Struktur Mikro dan Sifat
Mekanis Sambungan Las GTAW Material Baja Paduan 12Cr1MoV
yang digunakan pada Superheater Boiler. Seminar Nasional
Pascasarjana XII, Surabaya 12 Juli 2012.
Arifin, S. 1977. Las Listrik dan Otogen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
ASTM. 1996. Standard Test Method for Guided Bend Test for Ductility of Welds.
Daryanto. 1982. Keterampilan Praktis Teknik Mengelas dan Mematri Logam.
Semarang: Aneka Ilmu.
Daryanto. 2012. Teknik Las. Bandung: Alfabeta
Duniawan, A. 2015. Pengaruh gerak elektroda dan Posisi Pengelasan Terhadap
Uji Kekerasan dari Hasil Las Baja SSC 41. Jurnal Teknologi. Volume 8
No 2.
Duniawan, A. dan Sutrimo. 2014. Pengaruh Kecepatan Arus Pengelasan Dan
Panas Masuk Terhadap Sifat Mekanis Logam Las Pada Pengelasan
SAW Baja Karbon ASTM A 29. Jurnal Teknologi Technoscientia,
Vol.7, No. 1, Halaman 1-9.
Hadi, E.S. 2009. Analisa Pengelasan Mild Steel (ST.42) dengan Proses SMAW,
FCAW dan SAW Ditinjau dari Segi Kekuatan dan Nilai Ekonomis.
Kapal, Vol. 6, No. 2, Juni 2009.
JIS. 2006. Metallic Materials Bend Test. Desember. Japanese Standards
Association. Japan.
Katulistiwa, I. dan Yunus. 2014. Pengaruh Variasi Besar Arus Pengelasan dan
jenis Elektroda Las TIG (Tungsten Innert Gas) pada Baja Karbon
Rendah Terhadap kekuatan Tarik dan Bending. JTM. Volume 02
Nomor 02
Kenyon, W. 1985. Dasar-Dasar Pengelasan. Jakarta: Erlangga.
68
Naharuddin, et al. 2015. Kekuatan Tarik dan Bending Sambungan Las Pada
Material Baja SM490 Dengan Metode Pengelasan SMAW dan SAW.
Jurnal Mekanikal, Vol. 6 No. 1: Januari 2015: 550-555.
Pranawan, D. dan Suwito, D. 2016. Pengaruh Teknik Pengelasan Alur Spiral,
Alur Zig-Zag,dan Lurus Pada Arus 85A Terhadap Kekuatan Tarik Baja
ST 41. JTM. Volume 04 Nomor 02 Tahun 2016, 29 – 32.
Santhiarsa, I.G dan Budiarsa, I.N. 2008. Pengaruh Posisi Pengelasan dan Gerakan
Elektroda Terhadap Kekerasan Hasil Las Baja JIS SSC 41. Jurnal
Ilmiah Teknik Mesin Cakram, Vol.2 No.2.
Santoso, J. 2006. Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik dan
Ketangguhan Las SMAW dengan Elektroda E7018. Skripsi: Universitas
Negeri Semarang.
Sonawan, H. 2004. Pengantar Untuk Memahami Proses Pengelasan Logam.
Bandung: CV Alfabeta.
Sudjana, H. 2008. Teknik Pengecoran Logam Jilid I. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Sugiyono. 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukaini, et al. 2013. Teknik Las SMAW. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia.
Suprijanto, D. 2013. Pengaruh Bentuk Kampuh Terhadap Kekuatan Bending Las
Sudut SMAW Posisi Mendatar Pada Baja Karbon Rendah. Seminar
Nasional ke 8 - Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan
Informasi.
Surdia, T. dan Saito, S. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Suryana, D. dan Sidabutar, D. 1978. Petunjuk Praktek Las Asetilin dan Las Listrik
1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan.
Syahrani, A. et al. 2013. Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik dan Bending pada
Hasil Pengelasan SM940. Jurnal Mekanikal, Vol.4, No. 2, Juli 2013:
393-402.
69
Umar, M. et al. 2014. Investigation of mechanical properties of welded
SS34austenitic stainless steel tube by using P-GMAW. Journal of
Applied Sciences and Engineering Research, Vol. 3, Issue 6.
Widharto, S. 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia. Cetakan Pertama. PT
Pradnya Paramita. Jakarta.
Wiryosumarto, H. dan Okumura, T. 2000. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Top Related