SKRIPSI
PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM
MENGOPTIMALISASI PENYELESAIAN KONFLIK LAHAN
(Studi Kasus di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang)
Oleh:
SUKRAN
Nomor Induk Mahasiswa: 10561 05391 15
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTASILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
2
SKRIPSI
PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM
MENGOPTIMALISASI PENYELESAIAN KONFLIK LAHAN
(Studi Kasus di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara (S.Sos)
Disusun dan Diajukan Oleh:
SUKRAN
Nomor Stambuk: 10561 05391 15
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
3
4
5
6
ABSTRAK
Sukran, Anwar Parawangi dan Adnan Ma’ruf. Peran Badan Pertanahan
Nasional Dalam Mengoptimalisasi Penyelesaian Konflik Lahan (Studi Kasus
Di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana posisi dan Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Enrekang bekerja sama dengan pemerintah daerah Kabupaten
Enrekang dalam mengoptimalisasi penyelesaiaan konflik lahan Desa Maroangin
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dilaksanakan dengan cara mengumpulkan
data melalui penelitian kepustakaan, penelitian lapangan berupa observasi, wawancara mendalam
dan penelitian dokumen. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Enrekang sudah berjalan dengan sebagaimana mestinya dilihat dari sisi
regulator benar-benar mengatur untuk mencari tau kejelasan dari konflik yang terjadi antar
PT. PN XIV dan masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa, aspek dinamisator
pemerintah baik itu kecamatan ataupun pemerintah desa menggerakkan partisipasi untuk
memelihara dinamika konflik daerah apabila musyawara tidak mendapat titik temu. Ini
merupakan langkah yang di ambil oleh pemerintah, aspek fasilitator memfasilitasi
pemerintah dari kecamatan untuk berkumpul dan membahas permasalahan yang menjadi
dasar terjadinya konflik. dan sebagai aktor agar permasalahan ini belum terselesaikan samapi
saat ini namun konflik lahan ini meredah hingga saat ini.
Dari penelitian tersebut didapatkan beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang dalam menangani masalah konflik lahan di
Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
Kata kunci: peran konflik lahan, Penyelesaiaan konflik.
7
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil „Alamin, puji syukur penulis panjatkan atas
kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “PERAN
BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENGOPTIMALISASI
PENYELESAIAAN KONFLIK LAHAN (STUDI KASUS DI DESA
MAROANGIN KECAMATAN MAIWA KABUPATEN ENREKANG)”. Sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini, terkadang penulis
dihadapkan dengan berbagai hambatan. Namun berkat kesabaran, ketekunan,
kerja keras, bantuan serta kerja keras dari berbagai pihak yang telah memberikan
motivasi, maupun secara materi kepada penulis. Sehingga pada kesempatan ini
dengan segala kerendahan dan ketulusan yang dimiliki penulis, ingin
menyampaikan terima kasih yang tak henti kepada kedua orang tua tercinta,
Rusman dan Hudia yang telah melahirkan, membesarkan, merawat dan
mencurahkan seluruh cinta, kasih saying, cucuran keringat, air mata, untaian do‟a
serta pengorbanan yang tiada henti yang hingga kapanpun penulis tidak akan bisa
membalasnya. Maaf jika Ananda sering menyusahkan, merepotkan serta melukai
hati Bapak dan Ibu, semoga selalu dalam lindungan ALLAH SWT. Dan
keselamatan dunia dan akhirat semoga selalu untukm. Kepada saudarahku
8
Nurazikin, Suhaera dan Wardina yang selalu memberikan kasih sayang serta
dukungan kepada penulis, semoga kita menjadi kebanggaan kedua orang tua.
Serta penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada
yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Abd Rahman Rahim, SE., MM selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
4. Bapak Dr. Andi Parawangi, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak Adnan
Ma‟ruf, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan
waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan.
5. Ibu Dr. Hj. Rulinawaty Kasmad, MSi selaku Penasehat Akademik.
6. Seluruh Dosen Pengajar, Staf dan pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Ucapan terima kasih kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Enrekang,
sebagai tempat meneliti penulis yang telah menerima dan membantu
penulis dakam menyelesaikan tugas akhir skripsi ini.
9
10
DAFTAR ISI
Halaman Pengajuan Skripsi .............................................................................. i
Halaman Persetujuan ........................................................................................ ii
Halaman Penerimaan Tim ................................................................................. iii
Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................. iv
Abstrak ................................................................................................................ v
Kata Pengantar.................................................................................................... vi
Daftar Isi .............................................................................................................. ix
Daftar Tabel ....................................................................................................... xi
Daftar Gambar .................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Konflik ................................................................................ 9
B. Konsep Lahan .................................................................................. 16
C. Konsep Peran ................................................................................... 17
D. Peranan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang . 20
E. Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang ........................................ 20
F. Peran dan Fungsi Pemerintah Daerah (Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Enrekang) ...................................................................... 22
G. Kerangka Pikir ................................................................................. 24
H. Fokus Penelitian ............................................................................... 27
11
I. Deskripsi Fokus Penelitian .............................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Lokasi Penelitian .......................................................... 29
B. Jenis Dan Tipe Penelitian ................................................................ 29
C. Sumber Data .................................................................................... 30
D. Informan Penelitian .......................................................................... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 32
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 34
G. Pengabsahan Data ............................................................................ 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Dan Karakteristik Objek Penelitian ................................. 36
B. Deskripsi Hasil Penelitian ............................................................... 57
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 80
B. Saran .............................................................................................. 81
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 82
LAMPIRAN
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Informan ................................................................................................. 32
Tabel 2. Jumlah Penduduk di Kabupaten Enrekang ............................................ 40
Tabel 3. Luas lahan yang tidak BerHGU dan BerHGU ........................................ 61
Tabel 4. Jumlah penggarap konflik ....................................................................... 65
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pikir .................................................................................... 27
Gambar 2. Peta Kabupaten Enrekang .................................................................. 42
Gambar 3. Struktur Organisasi .............................................................................. 45
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konflik telah menjadi bagian dari kehidupan manusia yang mendorong
terjadinya dinamika sosial baik itu politik dan budaya. Konflik dapat berbahaya jika
menyebabkan terjadinya kerusuhan massa yang mengakibatkan jatuhnya korban,
baik itu secara sosial, psikis, maupun fisik. Banyak sekali konflik yang terjadi
misalnya, konflik antar mahasiswa, konflik perebutan lahan, konflik antar suporter
sepak bola, konflik antar partai politik. Konflik merupakan bentuk interaksi sosial
yang terjadi pada perorangan atau kelompok yang berupaya untuk mencapai
tujuannya sendiri dengan mengalahkan atau menundukkan pihak lainnya.
Indonesia merupakan Negara agraris, sehingga tidak jarang konflik yang
terjadi adalah konflik dalam hal memperebutkan tanah sebagai salah satu lahan
produksi yang menunjang kehidupan manusia dan merupakan salah satu faktor
penentu kesejahteraan masyarakat di dalam suatu negara. Konflik agraris ini bukan
hanya terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, tetapi
juga bisa terjadi antara kelompok dengan kelompok karena sama-sama merasa
tanah tersebut menjadi hak kepemilikan meraka.
Konflik dapat diartikan sebagai hubungan antar dua pihak atau lebih (individu
maupun kelompok) yang memiliki atau rasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak
sejalan, (Mitchell, 1981). Pengertian ini harus dibedakan dengan kekerasan, yaitu
suatu yang meliputi tindakan, perkataan, sikap atau berbagai struktur dan system
yang mengakibatkan kerusakan secara fisik, mental, sosial dan lingkungan dan atau
2
menghalangi seseorang meraih potensinya secara penuh, (Fisher, et.al,.2001).
Konflik lahan yang sering terjadi selama ini berdimensi luas, baik konflik
horizontal maupun konflik vertikal, namun yang paling dominan adalah konflik
vertikal, yaitu antara masyarakat dan pemerintah atau perusahaan milik pemerintah
dan perusahaan milik swasta. Konflik bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan oleh
siapa saja. Dan konflik lahan yang terjadi tidak jarang menimbulkan bentrok fisik
yang dapat merugikan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dapat kita lihat
beberapa perusahaan yang terjadi yaitu, konflik lahan pertanian dan perkebunan
antara warga di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang dengan
PT. PN XIV (PT. Perkebunan Nusantara XIV). Untuk menjaga lahan pertanian dan
perkebunan yang kondusif, maka penyelenggaraan lahan perkebunan harus
dikelolah berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan,
kebersamaan, keterbukaan serta keadilan. Penyelenggaraan lahan pertanian dan
perkebunan yang demikian sejalan dengan amanat dan jiwa pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh Negara dan di
pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria Pasal 34 a,b,c dan d dan
PP 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan e dan Ayat (2). “Berakhirnya jangka
waktu sebagaimana di tetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya
ditelantarkan dan hapusnya hak guna usaha sebagaiman dimaksud ayat (1)
mengakibatkan tanahnya kembali ke Negara,” jelasnya. Dalam Pasal 10 ayat (1),
3
UU Nomor 5 Tahun 1960 yang berbunyi, setiap orang dan badan hukum yang
mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya di wajibkan
mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif dengan mencegah cara-
cara pemerasan.
Richard Eddy, (2010) Kita sering dibingungkan dengan istilah “masalah”
disamping istilah “sengketa”. Suatu masalah dapat bersifat teknis semata-mata
yang penyelesaiannya cukup berupa petunjuk-petunjuk teknis atau intruksi dinas
yang biasanya merupakan cara pemecahan apabila suatu aparat pelaksana
menemukan kesulitan teknis peraturan, fungsi dari bimbingan teknis ini akan tetap
apabila yang mengajukan usul tersebut seorang warga masyarakat yang merasa
dirugikan oleh karena suatu penetapan oleh seorang pejabat. Menurut hukum
penguasaan tanah yang bersangkutan tidak ada landasan haknya (Ilegal).
Penguasaannya justru melanggar hak pihak yang pemilik tanah atau hak
negara, kalau yang diduduki itu tanah negara dan ini melanggar UndangUndang
Nomor 51 Peraturan Pemerintah Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya yang Sah. Pelanggaran-pelanggaran seperti
ini masih ada dan berlangsung terus, hal ini terjadi karena jumlah penduduk terus
bertambah, sudah tentu kebutuhan akan tanah terus meningkat, di sisi lain tanah
mempunyai nilai strategi dan ekonomis.
Sengketa lokasi eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. PN XIV (PT. Perkebunan
Nusantara XIV) dengan warga Desa Maroangin Kecamatan Maiwa dimulai saat
petani menanam di dalam tanah yang dulu di kuasai oleh PT. PN XIV Maroangin
pada tahun 2017. Tahun 1973 tanah itu dijadikan bisnis ternak oleh perusahaan PT.
4
Bima Mulia Ternak (PT. BMT). Setelah puluhan tahun perusahaan PT. BMT
beroperasi di lahan yang terletak di Kabupaten Enrekang, PT. BMT mengalami
penurunan produktivitas. Pada tahun 1996 PT. BMT menjadi PT. PN XIV.
Penggabungan ini mengubah haluan bisnis dari ternak menjadi perkebunan. Dari
lahan yang seharusnya difungsikan untuk menghasilkan dan berkontribusi terhadap
daerah tersebut. Malah tidak sanggup memfungsikan seluruh lahan yang luasnya
kurang lebih 5.230 hektar dengan hanya mampu menggarap 1.500 hektar lahan di
Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Sehingga sisanya
ditelantarkan begitu saja tanpa ada hasil. Hingga HGU PT. PN XIV habis pada 3003
lalu. Menurut aktivitas tersebut membuat masyarakat sekitar memanfaatkan lahan
terlantar untuk memperbaiki perekonomian warga dengan menjadikan lahan
tersebut bertani sawah, berternak dan beberapa tanaman jangka pendek lainnya.
(Sulselekspres.2018).
Pembaruan HGU yang habis baru di ajukan lagi oleh pihak PT. PN XIV
Maroangin pada tahun 2008. Namun, pemerintah Kabupaten Enrekang tidak
memberikan perpanjangan izin HGU PT.PN XIV Di Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang. Dengan alasan, lahan ribuan hektar tersebut hanya ditelantarakan PT.PN
XIV dan tidak memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten
Enrekang. Pemerintah Kabupaten Enrekang mengeluarkan surat edaran nomor
180/1657/Sekda, 2 juni 2016. Hal itu ditunjukan kepada Diriksi PT. PN XI persero
yang berisi memberikan peringatan dan mempertegas bahwa HGU PT. PN XIV
berakhir dan tidak di perpanjang lagi. PT. PN XIV yang masih tetap ingin
menguasai lahan atau lokasi itu menjadikan konflik dengan masyarakat yang telah
5
memanfaatkan lahan sesuai surat edaran Pemerintahan Kabuparen Enrekang,
membuat masyarakat resah. Selanjutnya, Pemerintah Kabupaten Enrekang kembali
mengeluarkan surat Nomor: 047/2161/Setda, untuk mengantisipasi potensi konflik
antara pihak PT. PN XIV dengan masyarakat yang ditujukan ke Polres Enrekang
dan Komandan Distrik Militer 1419 Enrekang yang menegaskan kembali agar PT.
PN XIV tidak melakukan aktivitas di lokasi yang kini di kelola oleh masyarakat.
(Sulselekspres.2018).
Hal itu sesuai dengan PP 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan e dan Ayat (2).
UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang peraturan dasar Pokok-pokok Agraria yang
memuat aturan- aturan yang bisa jadi acuan untuk menindak lanjuti masalah konflik
lahan perkebunan yang terjadi di Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang dan PT. PN XIV agar memudahkan pihak fasilitator guna memudahkan
penyelesaian konflik lahan tersebut sehingga konflik lahan tersebut selesai dengan
baik tetapi tidak merugikan pihak masyarakat mauput pihak PT.PN XIV. Namun,
hingga 2018 konflik antara warga dengan pihak PT. PN XIV Persero masih terus
berlanjut. Dengan intimidasi yang dilakukan PT. PN XIV kepada masyarakat
bahkan pengerusakan tanaman dan tambak ikan milik petani.
BPN (Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang) tentu menyadari
bahwa konflik yang berdampak ketidaknyamanan antara kedua pihak yang
bersengketa adalah tantangan yang harus dihadapi secara menyeluruh sehingga
konflik tersebut terselesaikan dengan cara adil dan bijak. Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Enrekang mempunyai andil dalam konflik lahan perkebunan
6
yang ada di Desa Maroangin dan mengambil langkah dalam masalah lahan
perkebunan tersebut. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang diharapkan
tampil sebagai fasilitator dalam penanganan konflik lahan yang terjadi warga
Maroangin dengan PT. PN XIV, (Firdalia,2016).
Peran pemerintah juga sangat penting dalam masalah tersebut sehingga
mediator dalam konflik tersebut. Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang salah satunya sebagai aktor pemerintah yang mempunyai tupoksi (tugas
pokok dan fungsi) memperhatikan dan menindak lanjuti lahan perkebunan yang
terjadi di Desa Meroangin yang bermula konflik lahan. Aktor pemerintah yang
menangani konflik lahan yang tejadi antara PT. PN XIV dan masyarakat Maroangin
salah satunya yaitu BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang menjadi mediator
dalam penanganan konflik lahan perkebunan yang terjadi.
Keterlibatan Pemerintah Daerah dan BPN diperlukan sebagai regulator dalam
menangani konflik lahan di Kabupaten Enrekang. Dalam hal ini sangat begitu
dibutuhkan, karena dampak dari masalah ini begitu serius dan perlu penanganan
yang serius pula oleh pemerintah daerah setempat yang bertikai dan belum
terselesaikan sampai hari ini.
Berdasarkan masalah tersebut, mengenai latar belakang konflik perebutan
lahan antara masyarakat dengan PT. PN XIV. Maka dari itu, penulis sangat tertarik
untuk melakukan penelitian ini untuk mengetahui, Peran Badan Pertanahan
Nasional Dalam Mengoptimalisasi Penyelesaian Konflik Lahan Di Maroangin
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai regulator dalam menangani konflik lahan antara PT. PN XIV dan
masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang?
2. Bagaimana Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai fasilitator dalam menangani konflik lahan antara PT. PN XIV dan
masyarakat di Desan Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang?
3. Bagaimana Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai aktor dalam menangani konflik lahan antara PT. PN XIV dan
masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan di
atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang sebagai regulator dalam menangani konflik lahan antara PT. PN
XIV dan masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang.
2. Untuk mengetahui Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang sebagai fasilitator dalam menangani konflik lahan antara PT.
PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang.
8
3. Untuk mengetahui Peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang sebagai aktor dalam menangani konflik lahan antara PT. PN
XIV dan masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang.
D. Manfaat Penelitian
Dengan melakukan kegiatan penelitian ini tentunya akan memberikan
manfaat bagi penulis maupun pembaca yang diharapkan memperoleh manfaat yang
di kemukakan menjadi dua, adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat akademis
a. Sebagai bahan tambahan kajian tentang langkah awal dalam menyusunan
tugas akhir peneliti serta dapat memberikan referensi dan manfaat bagi
penulis dan pembaca.
b. Penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmiah dalam
penelitian ilmu sosial khususnya Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah
Makassar.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau evaluasi khusus bagi
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang dalam mengoptimalisasi
penyelesaian konflik lahan antara masyarakat Desa Maroangin Kecamat Maiwa
Kabupaten Enrekang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Konflik
1. Pengertian Konflik
Konflik merupakan perbedaan atau pertentangan antara individu atau
kelompok sosial yang terjadi karena perbedaan kepentingan, serta adanya usaha
memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman atau
kekerasan Soerjono Soekanto (2006).
Sengketa merupakan kelanjutan dari konflik. Sebuah konflik akan
berkembang menjadi sengketa bila mana pihak yang merasa dirugikan telah
menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sengketa merupakan kelanjutan dari konflik, atau sebuah
konflik akan berubah menjadi sengketa apabila tidak dapat diselesaikan.
Menurut Peraturan Mentri Negara Agrarian/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No 1 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan;
yang dimaksud dengan sengketa adalah perbedaan pendapat mengenai
a. Keabsahan suatu hak.
b. Pemberian hak atas tanah.
c. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda
bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan maupun antara
pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi Badan Pertanahan
Nasional.
10
Menurut Myers (1993) konflik/sngketa dipahami berdasarkan dua sudut
pandang yaitu tradisional dan kontemporer.
1. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap sebagai sesuatu yang
buruk yang harus dihindari. Pandangan ini sangat menghindari adanya
konflik karena dinilai sebagai faktor penyebab pecahnya suatu kelompok
atau organisasi. Bahkan seringkali konflik dikaitkan dengan kemarahan,
agresivitas, dan pertentangan baik secara fisik maupun dengan kata-kata
kasar. Apabila telah terjadi konflik, pasti akan menimbulkan sikap emosi
dari setiap orang dikelompok atau organisasi itu sehingga akan
menimbulkan konflik yang lebih besar. Oleh karena itu, menurut
pandangan tradisional konflik harus dihindari.
2. Pandangan kontemporer mengenai konflik didasarkan pada anggapan
bahwa konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakan sebagai
konsekuensi logis interaksi manusia. Namun, yang menjadi persoalan
adalah bukan bagaimana meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya
secara tepat sehingga tidak merusak hubungan antar pribadi bahkan
merusak tujuan organisasi. Konflik dianggap sebagai suatu hal yang wajar
dalam organisasi. Konflik bukan dijadikan suatu hal yang destruktif,
melainkan harus dijadikan suatu hal konstruktif untuk membangun
organisasi tersebut, misalnya bagaimana cara peningkatan kinerja
organisasi.
11
2. Jenis Konflik
Wirawan (2010) mengemukakan beberapa jenis konflik ditinjau dari
berbagai aspek berikut:
a. Aspek Subyek Yang Terlibat Dalam Konflik
1) Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena
harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan.
2) Konflik interpersonal adalah konflikyang terjadi antar personal dalam
suatu organisasi, dimana pihak-pihak dalam organisasi saling
bertentangan.
3) Conflict of interest berkembang dari konflik interpersonal dimana para
individu dalam organisasi memiliki interest yang lebih besar dari interest
organisasi, sehingga mempengaruhi aktifitas organisasi
b. Aspek Substansi Konflik
1) Konflik realitis yaitu konflik dimana isu ketidaksepahaman
/pertentangan terkait dengan substansi/objek konflik sehingga dapat di
jelaskan dari dialog, persuasive, musyawarah, negosiasi maupun voting.
2) Konflik non realistis adalah konflik yang tidak ada hubungannya dengan
substansi/objek konflik, hanya cendrung mau mencari kesalahan lawan
baik dengan kekuasaan, kekuatan, agresi/paksaan.
c. Aspek Keluaran
1) Konflik konstruktif yaitu konflik dalam rangka mencari dan
mendapatkan solusi.
12
2) Konflik destruktif yaitu konflik yang tidak menghasilkan atau tidak
berorientasi pada solusi, mengacaukan, menang sendiri dan hanya saling
menyalahkan.
d. Aspek Bidang Kehidupan
Konflik bidang kehidupan antara lain bidang ekonomi, termaksuk SDH
merupakan konflik yang terjadi lebih dipicu oleh keterbatasan sumber daya alam,
manusia cendrung berkembang dan terjadi perebutan atas akses ke sumber-sember
ekonomi dan dapat saja memicu konflik-konflik bidang kehidupan lainnya yaitu
konflik sosial, politik dan budaya.
Supohardjo (2005) membagi konflik menjadi dua jenis menurut level
permasalahannya, yaitu konflik vertika; dan konflik horizontal. Menurut level
permasalahannya, konflik vertikal terjadi antara pemerintah dan masyarakat,
sedangkan antar masyarakat atau antar institusi pemerintah adalah konflik
horizontal.
3. Sumber-Sumber Dan Bentuk Konflik
a. Sumber-Sumber Konflik
Winardi (1994) mengengkupkan beberapa sumber konflik atau pemicu
terjadinya konflik:
1) Perbedaan kepentingan atau tujuan. Tiap individu memiliki kepentingan
yang berbeda di dalam organisasi sesuai dengan tanggung jawab dan
peran masing-masing.
13
2) Perbedaan individual. Adanya perbedaan pola piker, kepribadian, sikap
dan perilaku, juga berpotensi memicu terjadinya konflik.
3) Perbedaan nilai dan keyakinan. Adanya perbedaan dalam nilai dan
keyakinan dapat membuat pertentangan mengenai yang baik dan buruk
atas hal yang sama.
4) Keterbatasan sumber daya. Usaha pencapaian tujuan selalu memerlukan
penggunaan sumberdaya. Konflik dapat terjadi ketika keterbatasan
sumberdaya. Konflik dapat terjadi krtika keterbatasan sumberdaya dapat
menghambat usaha pencapaian tujuan dari masing-masing pihak yang
berkonflik.
b. Bentuk Konflik
Winardi (1994) mengungkapkan mengenai beberapa bentuk konflik yang
mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat adalah:
1) Konflik di dalam individu sendiri. Konflik ini terjadi dalam batin
individu. Pemicu konflik umumnya adalah adanya perbedaan tujuan,
kepentingan, nilai, dan keyakinan.
2) Konflik antar pribadi (konflik individu dengan individu). Konflik ini
terjadi antar seorang individu atau lebih yang sifatnya dapat substantive
atau emosional. Contoh konflik semacam ini sering terjadi dalam
masyarakat, baik formal maupun informal. Seorang memiliki pandangan,
persepsi, kepercayaab yang berbeda dengan orang lain. Apabila sikap
seseorang tersebut tidak mudah bertoleransi, maka konflik antar individu
tersebut mudah sekali terjadi.
14
3) Konflik antar kelompok. Situasu ini muncul dalam organisasi sebagai
satu jaringan kerja kelompok-kelompo yang saling kait mengait. Konflik
ini merupakan hal yang lazim terjadi dalam organisasi. Konflik ini
menyababkan upaya kordinasi dan intergrasi sulit dilaksanakan. Konflik
umumnya dipisah karena adanya persaingan dan konflik ini berskala
besar dibandingkan dengan konflik-konflik lainnya.
4. Akibat Terjadinya Konflik
Ada beberapa akibat yang dapat ditimbulkan oleh adanya pertentangan
Soerjono Soekanto (2006) adalah
a. Bertambahnya solidaritas in-group
Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, maka
solidaritas dalam kelompok akan bertambah erat.
b. Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok
Pecahnya persatuan dalam kelompok apabila pertentangan dalam satu
kelompok itu terjadi.
c. Perubahan kepribadian para individu.
d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia.
e. Akomodasi, dominasi dan takluknya salah satu pihak.
5. Cara Penyelesaian Konflik
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan konflik (Soerjono Soekanto,
1990) yaitu:
a. Paksaan (coercion)
15
Penyelesaannya dengan cara memaksa dan menekan pihak lain agar
menyerah. Coercion merupakan suatu cara dimana salah satu pihak berada
dalam keadaan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak lawan. Cara ini
sering kurang efektif karena salah satu pihak harus mengalah dan menyerah
secara terpaksa.
b. Compromice
Suatu cara dimana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya
agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
c. Arbitration
Merupakan suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan diantara kedua bela
pihak. Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi
sebagai hakim yang mencari pemecahan yang mengikat.
d. Penengah (mediation)
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi konflik/sengketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang
terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan
untuk pemecahan masalah secara terpadu.
e. Conciliation
Merupakan suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihakyang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
Teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat
merupakan pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas dan
16
menekankan peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat
George Ritzer dan Douglas J. Goodman (2008).
B. Konsep Lahan
1. Pengertian Lahan
Menurut Malingreau (1978) lahan ialah suatu wilayah antara unsure-unsur
permukaan bumi yang penting bagi manusia, sehingga dapat dikatakan bahwa
untuk kebutuhannya.
Johara T Jayadinata (1999) mengartikan lahan sebagai tanah yang sudah ada
peruntukannya dan umumnya sudah ada pemiliknya, baik perseorangan maupun
badan-badan tertentu.
Definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya lahan adalah tanah
sudah ada peruntukannya dan manusia selalu mengelolah lahan sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhannya. Keberadaan lahan sangat dibutuhkan oleh manusia
selalu berusaha mengelola dan mengelolah lahan yang ada sebagai upaya menjamin
kelangsungan hidupnya.
2. Penggunaan Lahan
Pemanfaatan lahan untuk membantu bagi kehidupan manusia perlu
pengelolahan lebih lanjut, oleh karena itu diperlukan suatu kebijakan atau
keputusan pada suatu penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan interaksi
antara dua faktor yakni faktor manusia dan faktor lahan. Manusia merupakan faktor
yang mempengaruhi atau yang melakukan kegiatan terhadap lahan dalam usaha
memenuhi kebutuhan hidupnya. Lahan merupakan faktor yang dipengaruhi sebagai
tempat tinggal maupun sebagai tempat untuk mencari nafkah.
17
Menurut Lindgren dalam Sutanto (1986) penggunaan lahan ialah semua jenis
penggunaan atas lahan oleh manusia yang meliputi penggunaan lahan untuk
pertanian hingga lahan olahraga, rumah mukim, hingga rumah makan, rumah sakit
hingga kuburan. Penggunaan lahan oleh manusia sangat tergantung pada aktivitas
hidupnya. Penggunaan lahan timbul sebagai akibat adanya perubahan imbangan
antara jumlah penduduk dengan luas lahan yang tersedia.
C. Konsep Peran
Peran menurut Soejono Soekanto (2009) peranan merupakan proses dinamis
kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Perbedaan kedudukan dengan
peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat
dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lainnya dan sebaliknya.
Dalam hal ini peranan mencakup tiga hal yakni:
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian
peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam
masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur
sosial masyarakat.
Sedangkan peranan menurut Biddle dan Thomas (dalam Sarwono 1998)
mendefinisikan peran sebagai serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-
perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Adapula yang
18
mendefinisikan peran suatu yang menjadikan bagian atau yang memegang
pimpinan yang terutama terjadi dalam suatu hal atau peristiwa.
Wirutomo (1981) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam
peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang dapat diharapkan
menjalankan kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang di pegangnya.
Peranan didefinisikan sebagai perangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada
individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh
norma-norma masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal
yang diharapkan masyarakat didalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di
dalam peranan-peranan lain.
Teori peran (Role Theori) secara prinsip memberikan definisi terhadap
peranan dari berbagai sudut pandang dimana peranan itu terjadi tergantung pada
disiplin ilmu dan orientasi yang akan dicapai pemberi teori. Biddle dan Thomas
dalam Sarlito Wirawan (1998) membagi istilah dalam teori peran pada 4 (empat)
golongan. Istilah-istilah tersebut dapat di klasifikasikan menjadi:
1. Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial.
Hal ini dapat di bagi menjadi 2 (dua) yaitu:
a. Aktor/perilaku yaitu orang yang berperilaku menurut suatu peran
tertentu.
b. Target/sasaran atau orang lain yaitu orang yang mempunyai hubungan
dalam aktor atau perilakunya.
2. Perilaku yang muncul dama interaksi sosial.
19
Biddle dan Thomas (dalam Sarwono 2005) memberikan 5 (lima) istilah
tentang perilaku yang berkaitan dengan peran yakni:
a. Harapan (Expectation)
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain pada
umumnya tentang perilaku yang pantas, yang se derahnya ditunjukan
oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.
b. Norma
Norma hanya merupakan salah satu bentuk harapan.
c. Wujud perilaku
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dari norma wujud
perilaku nyata, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor lain.
d. Penilaian dan sanksi
Penilaian dan sanksi dapat datang dari orang lain maupun dari dalam diri
sendiri. Jika penilaian dan sanksi datang dari orang lain berarti
penilaiandan sanksi itu ditentukan oleh perilaku orang lain. Jika penilaian
dan sanksi dari dalam diri pribadi, maka perilaku sendirilah yang
memberi penilaian dan sanksi berdasarkan pengetahuannya tentang
harapan-harapan dan norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
Dari pendapat beberapa ahli mengenai konsep peran dapat disimpulkan
peranan merupakan tindakan individu atau organisasi yang diharapkan orang atau
lingkungan yang membutuhkan peranan itu sendiri untuk menyelesaikan
permasalahan yang sedang terjadi.
20
D. Peranan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
Badan Pertanahan nasional (BPN) adalah lembaga pemerintah non
kementerian di Indonesia yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. BPN dahulu dikenal dengan
sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2006 tentang Badan Pertanahan Nasional.
Pada era 1960 sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),
Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam
hal kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan
kebijakan. Ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses
dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah,
namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen
Agraria sampai ketingkat Kantah. Disamping itu secara kelembagaan Badan
Pertanahan Nasional mengalami perubahan struktur kelembagaan yang rentan
waktunya sangat pendek.
E. Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang
Secara konseptual perlu dipahami tentang pemerintah daerah sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu bahwa
yang di maksud pemerintah daerah adalah penyelenggara urusan pemerintah oleh
pemerintah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana di maksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
21
Konflik pertahan adalah konflik yang berhubungan dengan tanah senantiasa
berlangsung sebab setiap satu orang atau kelompok selalu memiliki kepentingan
hal tersebut. 5 lebih lanjut pengertian sengketa tanah di atur dalam peraturan mentri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Pasal 1 butir 1 “sengketa tanah adalah
perbedaan pendapat mengenai:
1. Keabsahan suatu pihak
2. Pemberian hak atas tanah
3. Pendaftaran hak atas tanah termaksud perihal dan penerbitan tanda bukti
haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan intensitas badan
Pertahanan Nasional.
Berkenaan dengan pengertian konflik lahan di atas, dapat diketahui bahwa
kata konflik terkait dengan perkara dalam pengadilan untuk di selesaikan menurut
peraturan hukum yang berlaku. Dari definisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai
kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena
kepentingan tersebut maka menimbulkan akibat hukum.
Faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik lahan adalah suatu peristiwa
yang merupakan dorongan dimana dorongan tersebut dapat mempengaruhu dan
menyebabkan konflik atau sengketa tanah. Menurut Dorcey (Mitchell) sebagaiman
yang dikutip oleh Sutaryono dkk (2014), menyebutkan bahwa ada 4 (empat) dasar
atau penyebab terjadinya konflik yaitu:
1. Perbedaan pengetahuan atau pemahaman
2. Perbedaan nilai
22
3. Perbedaan kepentingan
4. Persoalan pribadi atau karena latar belakang sejarah.
Ada beberapa hal-hal yang menjadi penyebab terjadinya konflik, antara lain:
perbedaan tujuan dan kepentingan, perbedaan pemahman, perbedaan individu atau
pemahaman, perbedaan cara pandang, perbedaan latar belakang budaya, dan
perubahan-perubahan nilai yang cepat.
Mediasi adalah suatu proses alternative penyelesaian masalah dengan
bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedur yang disepakati oleh para pihak
dimana mediator memfasilitasi untuk dapat tercapai suatu solusi (perdamaian) yang
saling menguntungkan para pihak. Secara resmi asas-asas umum Pemerintah yang
baik di Indonesia menurut penjelasan pasal 53 UU Nomor 9 Tahun 2004 mengacu
pada UU Nomor 28 Tahun 1999, yaitu terdiri dari asas kepastian hukum, asas
keterbukaan, asas proposionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas
tertib penyelenggaraan Negara dan asas kepentingan umum.
F. Peranan dan Fungsi Pemerintah Daerah (Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Enrekang)
Peranan pemerintah dewasa ini makin besar bahkan di negara-negara yang
menganut kebebasan dan inisiatif usaha swasta yang benar. Peranan pemerintah pun
semakin luas sebagaimana terlihat dari pemberian pelayanan umum oleh dinas-
dinas pemerintah khususnya dinas pertanian dan perkebunan yaitu mengatur,
mendorong, mengkoordinir, bahkan membiayai usaha pihak swasta maupun
daerah-daerah. Peranan pemerintah lebih sebagai pelayanan masyarakat yang tidak
bertujuan memeroleh keuntungan dan profil, dimana lebih mementingkan
23
terpenuhinya kepuasan pelanggan dan bukan memenuhi apa yang menjadi kemauan
birokrasi itu sendiri. Labolo (2010).
Sesungguhnya peranan pemerintah daerah sangat luas mengingat peranan
tersebut dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis. Terutama menyangkut aspek
pelaksanaan birokrasi yang efesien, efektif, cepat dan tepat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk memenuhi suatu masyarakat, maka lihatlah
pemerintahnya. Fungsi-fungsi pemerintah dijalankan pada saat tertentu akan
menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri. Jika pemerintah dapat
menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, tugas pokok selanjutnya adalah
bagaimana pelayanan dapat menumbuhkan keadilan dan pemberdayaan yang
membuahkan kemandirian, serta pembangunan yang menciptakan kemakmuran.
Maka dari itu perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam
untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain
1. Pemerintah Sebagai Regulator
Pemerintah sebagai regulator ialah mengiapkan arah untuk menyeimbangkan
penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan.
Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat
sebagai instrument untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan
pemberdayaan.
2. Pemerintah sebagai dinamisator
Pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat
jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk memdorong
dan memelihara dinamika konflik daerah. Pemerintah berperan melalui
24
pemberian bimbingan dan pengarahan secara intendif dan efektif kepada
masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diberikan kepada tim penyuluh
maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.
3. Pemerintah sebagai fasilitator
Pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah
bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan dan
peningkatan keterampilan serta dibidang pendanaan atau pemodalan kepada
masyarakat yang diberdayakan.
G. Kerangka Pikir
Penelitian kualitatif berorientasi pada penelitian teoritis. Pada penelitian
kualitatif, teori dibatasi pada pernyataan sistematis yang berkaitan dengan
seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris.
Konflik dan perkara lahan sepertinya tidak pernah surut bahkan terus
meningkat seiring semakin sulitnya akses unruk memiliki lahan/tanah dan
bertambahnya kesenjangan posisi tawar menawar antara ketiga aktor yaitu
pemerintah, swasta dan masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah. Masalah
konflik lahan perkebunan meliputi objek lahan, batas-batas, luas, status lahan,
menyangkut subjek, hak yang membebani, pemindahan haknya dan lain
sebagainya. Konflik lahan perkebunan yang terjadi di Kecamatan Maiwa salah
satunya di Desa Maroangin yang terjadi antara PT. PN XIV (Perkebunan Nusantara
XIV) diakibatkan karena hak milik tahah yang tidak jelas antara PT. PN XIV
(Perkebunan Nusantara XIV) dengan msyarakat di Desa Maroangin Kecamatan
25
Maiwa. Pemerintah Kabupaten Enrekang sebagai fasilitator, mediasi dan
penyelesaian konflik yang terjadi antara PT. PN XIV (Perkebunana Nusantara XIV)
dan masyarakat Maroangin. Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam kinerjanya yaitu menyediakan
penyelesaian masalah konflik lahan karena lahan yang menjadi konflik. Pemerintah
Kabupaten Enrekang yang mempunyai tugas dan kinerjanya menyelesaikan kasus
pertanahan di Kabupaten Enrekang.
Sesungguhnya peranan pemerintah daerah sangat luas mengingat peranan
tersebut dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis. Terutama menyangkut aspek
pelaksanaan birokrasi yang efesien, efektif, cepat dan tepat dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Untuk memenuhi suatu masyarakat, maka lihatlah
pemerintahnya. Fungsi-fungsi pemerintah dijalankan pada saat tertentu akan
menggambarkan kualitas pemerintahan itu sendiri. Jika pemerintah dapat
menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik, tugas pokok selanjutnya adalah
bagaimana pelayanan dapat menumbuhkan keadilan dan pemberdayaan yang
membuahkan kemandirian, serta pembangunan yang menciptakan kemakmuran.
Maka dari itu perlu adanya peran pemerintah yang secara optimal dan mendalam
untuk membangun masyarakat, maka peran pemerintah yang dimaksud antara lain:
1. Pemerintah Sebagai Regulator
Pemerintah sebagai regulator ialah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan
penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan.
Sebagai regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat
26
sebagai instrument untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan
pemberdayaan.
2. Pemerintah sebagai dinamisator
Pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat
jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk memdorong
dan memelihara dinamika konflik daerah. Pemerintah berperan melalui
pemberian bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada
masyarakat. Biasanya pemberian bimbingan diberikan kepada tim penyuluh
maupun badan tertentu untuk memberikan pelatihan.
3. Pemerintah sebagai fasilitator
Pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah
bergerak di bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan dan
peningkatan keterampilan serta dibidang pendanaan atau pemodalan kepada
masyarakat yang diberdayakan.
UU Nomor 5 Tahun1960 Tentang Pokok Agraria Pasal 34 a, b, c dan d dan
PP 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah Pasal 17 Ayat (1) huruf a dan e dan Ayat (2). Undang-undang tersbut
sebagai payung hukum untuk menganalisis konflik lahan perkebunan yang terjadi
antara PT. PN XIV (Perkebunan Nusantara XIV) dan masyarakat Maroangin.
27
Bagan Kerang Pikir
Gambar 1. Kerangka pikir
H. Fokus Penelitian
Untuk mempertajam penelitian maka dalam penelitian kualitatif perlu
menetapkan fakus. Spradley dalam sugiyono (2009) menyatakan bahwa A focused
refer to a single cultural domain or d few related domains maksudnya adalah bahwa,
focus ini merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi
sosial. Dalam penelitian kualitatif, penentukan focus dalam proposal lebih
didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh dari situasi sosial.
Peran Pemerintah Daerah dan Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang
Tugas dan fungsi
1. Regulator
2. Dinamisator
3. Fasilitator
Masyarakat
Desa Maroangin
PT. PN XIV
(PT. Perkebunan
Nusantara XIV)
Penyelesaian Konflik
Lahan
28
I. Deskripsi Fokus Penelitian
1. Bentuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai regulator dalam penanganan konflik lahan pertanian dan
perkebunan antara PT. PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin
Kecamatan maiwa Kabupaten Enrekang.
2. Bentuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai dinamisator dalam penanganan konflik lahan pertanian dan
perkebunan antara PT. PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin
Kecamatan maiwa Kabupaten Enrekang.
3. Bentuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai fasilitator dalam penanganan konflik lahan pertanian dan
perkebunan antara PT. PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin
Kecamatan maiwa Kabupaten Enrekang.
4. Bentuk keterlibatan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang
sebagai aktor dalam penanganan konflik lahan pertanian dan perkebunan
antara PT. PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan
maiwa Kabupaten Enrekang.
5. Bentuk keterlibatan Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang sebagai
perwakilan Masyarakat dalam mengambil keputusan dalam penanganan
konflik lahan antara PT. PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin
Kecamatan maiwa Kabupaten Enrekang.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang dan di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
Adapun alasan memilih lokasi tersebut karena di Kantor Badan Pertanahan
Nasional dan di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa memiliki peranan untuk
mengoptimalisasi penyelesaian konflik lahan. Peran ini salah satu langkah
pemerintah dalam menyelesaikan konflik lahan tersebut. Adapun tempat yang
saya pilih untuk penelitian yaitu di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang.
Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 2 (dua) bulan yakni yang
dibagi atas beberapa tahapan dengan perincian sebagai berikut:
1. Tahap persiapan; pengurusan perizinan/rekomendasi dan penyusunan
instrument penelitian selama kurang lebih 2 (dua) minggu.
2. Tahap pelaksanaan; pengumpulan dan pengolahan data (klarifikasi dan
tabulasi data) serta analisi dan penarikan kesimpulan selama kurang lebih 2
(dua) minggu.
3. Tahap penyelesaian; penulisan laporan penelitian/skripsi, perbaikan-
perbaikan hingga penggandaan laporan selama kurang lebih 2 (dua)
minggu.
29
30
B. Jenis dan Tipe penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud
dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara horistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian fenomenologis. Tipe penelitian
fenomenologis ini adalah studi tentang pengetahuan yang berasal dari kesadaran
atau cara kita memaknai suatu objek dan peristiwa yang menjadi pengalaman
seseorang secara sadar. Selain itu juga tipe penelitian ini juga merupakan gagasan
realita sosial, fakta sosial atau fakta sosia yang menjadi masalah penelitian.
C. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan,
dan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Penelitian ini
menggunakan sumber data berupa:
1. Sumber Data Primer
a. Sumber data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara
menggali sumber asli secara langsung melalui informasi. Perolehan
data juga didapat peneliti melalui pengamatan langsung dilapangan
30
32
sehingga peneliti juga dapat memperkiat data-data yang diperoleh dari
responden dengan apa yang diamati secara langsung.
b. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah masyarakat Desa
Maroangin yang terlibat konflik, kepada Desa Maroangin dan PT. PN
XIV (Perkebunan Nusantara XIV).
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data tidak langsung yang mampu
memberikan data tambahan serta penguatan terhadap data penelitian. Sumber data
sekunder ini diperoleh melalui dokumentasi dan studi keputusan dengan bantuan
buku, jurnal, dan sumber-sumber yang relevan.
D. Informan Penelitian
Informan adalah orang- orang atau pihak yang terkait dan dinilai memiliki
informasi tentang penyelesaian konflik lahan yang terjadi di Desa Maroangin
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Mengetahui dan terlibat langsung
maupun mempunyai pengaruh dalam penelitian ini yaitu:
Tabel 1. Informan Penelitian
No. Informan Inisial Jabatan
1. Maryani, S.IP M Ketua Seksi Penataan Pertanahan.
2. Nadra Angriani, S.P NA Subseksi Penatagunaan Tanah dan
Kawasan tertentu.
3. Ervan Tangke Tonglo,
S.H
ET Subseksi Penanganan
Sengketa,Konflik dan Perkara.
4. Reza R Staf Pegawai Kantor Pertanahan
5. Hasruddin, S.Ap H Camat Maiwa
6. Salmiati S Sekertaris Camat Maiwa
7. Eko Rusdianto ER Korban
8. Rahim RM Korban
33
Berdasarkan petunjuk informan awal seperti rencana informan diatas
peneliti mengembangkan penelitian ke informan lainnya, begitu seterusnya
sampai penelitian dianggap cukup mendapatkan informasi yang dibutuhkan,
proses penelitian menggunakan teknik surposive sampling, yaitu pengambilan
sampel berdasarkan penelitian dari peneliti mengenai siapa-siapa saja yang pantas
untuk dijadikan sampel, oleh karena itu agar tidak sangat subjektif, peneliti harus
punya dasar latar belakang pengetahuan tertentu mengenai sampel dimaksud agar
peneliti benar-benar bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan
atau tujuan dari penelitian (memperoleh data yang akurat).
E. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti dalam hal ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu dengan
triangulasi/gabungan. Triangulasi dapat diartikan sebagai teknik dalam
pengumpulan data yang bersifat menyatukan dari berbagai satuan sumber data
yang telah ada dengan teknik pengumpulan data.
1. Observasi
Metode penelitian ini digunakan dengan maksud untuk mengamati dan
mecatat gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian pada saat keadaan atau
situasi yang alami atau yang sebenarnya sedang berlangsung, meliputi kondisi
sumber daya manusia, kondisi sarana dan prasarana yang ada, proses penganggara
mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta kendala-kendala dalam
penganggaran dan kondisi lain yang dapat mendukung hasil penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti mengamati bagaimana mengoptimalisasi penyelesaian
konflik lahan perkebunan antara PT. PN XIV dan masyarakat Maroangin.
34
2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan permasalahan yang harus
diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam. Pengumpulan data iniberdasarkan dari pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau
pengetahuan pribadi.
3. Dokumen
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi
dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil penelitian dari observasi atau
wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung sejarah pribadi
kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat dan
autobiografi. Dokumen bias berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang.
F. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
data interaktif.
1. Pengumpulan Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan
dokumentasi dicatat dalam setiap catatan lapangan. Catatan lapangan tersebut
dikumpulkan dan kemudian diambil bagian-bagian yang dianggap relevan dengan
pokok permasalahan.
35
2. Reduksi Data (data Reduction)
Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk laporan atau
uraian yang rinci kemudian disederhanakan dan difokuskan pada hal yang penting
dan dilakukan kategorisasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Di lapangan data
yang didapat sangat banyak sehingga perlu diteliti dan dirincikan sesuai dengan
fokus penelitian yaitu tentang konflik lahan perkebunan antara masyarakat
Maroangin dengan PT. PN XIV (Perkebunan Nusantara XIV) di Kabupaten
Enrekang. Dalam reduksi data, peneliti melakukan seleksi, membuat ringkasan
atau uaraian singkat, menggolongkan data yang mempertegas, memperpendek,
membuat fokus dan kemudian membuang data yang tidak diperlukan. Reduksi
data berlangsung terus-menerus selama penelitian kualitatif berlangsung dan
merupakan bagian dari analisis (Miles dan Huberman, 2009).
3. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun yang
memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Informai ini termasuk didalamnya matrik, skema,
table dan jaringan kerja yang berkaitan dengan kegiatan. Dengan penyajian data
peneliti akan mengerti apa yang akan terjadi dan dapat mengerjakan penelitian
tersebut (Miles dan Huberman, 2009).
4. Penarikan Kesimpulan dan verifikasi (conclusions drawing and verification)
Penarikan kesimpulan merupakan proses pengambilan intisari dan makna
dari sajian data yang telah terorganisir dalam bentuk pernyataan yang singkat dan
padat tetapi mengandung pengertian yang bermakna. Peneliti berupaya mencari
36
makna dari data dan kemudian membuat kesimpulan. Sebelum menarik
kesimpulan, peneliti harus mencari pola, hubungan persamaan dan sebagainya
antar detail untuk dipelajari kemudian disimpulkan. Dalam proses penyimpulan
data merupakan suatu proses yang membutuhkan suatu pertimbangan yang benar-
benar dipertanggungjawabkan.
G. Pengabsahan Data
Keabsahan data dalam penelitian ini diperiksa dengan menggunakan teknik
triangulasi. Dimana triangulasi bermakna silang dengan mengadakan pengecekan
akan keberadaan data yang dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan
teknik pengumpulan data yang lain dengan cara pengecekan diwaktu yang
berbeda.
1. Triangulasi Sumber
Penelitian dalam hal ini melakukan triangulasi sumber dengan cara mencari
informasi dari sumber lain atas informasi yang didapat dari informasi
sebelumnya.
2. Triangulasi Metode
Triangulasi metode ini untuk menguji akuratnya sebuah data maka peneliti
menggunakan triangulasi metode menggunakan teknik yang berbeda dengan
teknik yang digunakan sebelumnya.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu berkenaan dengan waktu pengambilan data penelitian.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi dan Karakteristik Objek Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Enrekang termasuk dalam salah satu wilayah dalam provinsi
Sulawesi Selatan yang secara astronomis terletak pada 314’36”350’00 Lintang
Selatan dan 11940’53”_ 12006’33” Bujur Timur dan berada pada ketinggian 442
mdpl, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01Km2. Jarak dari Ibu Kota Provinsi
Makassar ke Kabupaten Enrekang berjarak 235 Km.
2. Batas Daerah Kabupaten Enrekang
Secara administratif Kabupaten Enrekang mempunyai batas-batas wilayah
yakni di Sebelah Utara perbatas dengan Kabupaten Tana Toraja dengan di Sebelah
Timur perbatasan dengan Kabupaten Luwu, dan di Sebelah Selatan perbatasan
dengan Kabupaten Sidrap dan di Sebelah Barat perbatasan dengan Kabupaten
Pinrang.
Setelah setengah dasawarsa telah mengalami perubahan Administrasi
pemerintahan baik pada tingkat Kecamatan ataupun pada tingkat Kelurahan atau
Desa yang pada awalnya tahun 1995 hanya mempunyai jumlah 5 Kecamatan dan
54 kelurahan atau desa dan pada th 2008 jumlah kecamatan telah berubah menjadi
12 dan 129 Desa atau Kelurahan. Adapun pembagian Kecamatan dalam lingkup
Kabupaten Enrekang antara lain:
1. Kecamatan Alla
38
2. Kecamatan Anggeraja
3. Kecamatan Enrekang
4. Kecamatan Masalle
5. Kecamatan Buntu Batu
6. Kecamatan Baroko
7. Kecamatan Cendana
8. Kecamatan Curio
9. Kecamatan Baraka
10. Kecamatan Bungin
11. Kecamatan Maiwa
Secara umum, bentuk topografi wilayah Enrekang telah terbagi atas wilayah
perbukitan (karst) yang telah terbentang di bagian Utara dan Tengah lembah yang
curam, sungai, berbagai jenis flora yang banyak ditemukan pohonan bitti, pohon
hitam Sulawesi, pohon ulin/kayu besi, kayu bayam, kayu kuning. Selain itu terdapat
juga rotan. Jenis anggrek juga banyak ditemukan dan berbagai jenis tanaman
lainnya.
3. Keadaan Sistem Sosial
Terbentuknya struktur pelapisan masyarakat Enrekang mulai dari konsep to
manurung bagaimana cara kedatangan to manurung yang tiba-tiba, turun dari langit
dan dianggap luar biasa. Dan dapat memberikan sikap kewibawaan yang ampuh
dalam menghadapi rakyat. Hal ini pula memberikan satu anggapan bahwa status
sosial to manurung dan keturunan lebih tinggi dari pada masyarakat biasa. Pada
umumnya masayarakat Enrekang mengenal tiga lapisan masyarakat, yaitu :
39
a. Golongan To Puang atau Arung (Bangsawan) bagi seluruh masyarakat
Enrekang, keturunan To Puang dianggap titisan dewa sehingga mereka
mempunyai peran didalam memegang pucuk pimpinan yang tertinggi dalam
suatu daerah kekuasaan.
b. Golongan “To Merdeka” (Rakyat Biasa) golongan ini mempunyai golongan
tengah dimana mereka tidak sebagaian kaum bangsawan (penguasa) dan bukan
tergolong orang yang diperhamba.
c. Golongan “To Kaunan” (Hamba milik To Puang) golongan yang di perhamba
ataupun abdi dari orang lain.
4. Pemerintahan
Pada mulanya terbentuk Kabupaten Enrekang yang telah berapa kali telah
mengalami pergantian Bupati sampai sekarang. Pelantikan Bupati Enrekang yang
pertama yaitu pada tanggal 19 Februari tahun 1960 dan telah ditetapkannya sebagai
hari terbentuknya Daerah di Kabupaten Enrekang. Berikut ialah daftar di Bupati
Kabupaten Enrekang yang menjabat sejak pembentukan pada tahun 1960.
1. Andi Babba Mangopo (1960-1963)
2. Muhammad Nur (1963-1964)
3. Muhammad Cahtif Lasiny (1964-1965)
4. Bambang Soetrisna (1965-1969)
5. Abullah Rachman, B.A (1969-1971)
6. Drs. Mappatoeran Parawansa (1971-1973)
7. Mochammad Daud (1973-1978)
8. H. Abdullah Dollar, B.A (1978-1983)
40
9. Muhammad Saleh Nurdin Agung (1983-1988)
10. Mayjend. TNI H.M. Amin Syam (1988-1993)
11. Andi Rachman (1993-1998)
12. Drs. Andi Iqbal Mustafa (1998-2003)
13. Ir.H.La Tinro La Tunrung (2003-2013)
14. Drs. H. Muslimin Bando, M.Pd (2013-Sekarang)
5. Keadaan Penduduk
Adapun jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang di beberapa Kecamatan
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Jumlah penduduk di Kabupaten Enrekang
No Nama Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Cendana 4254 4579 8833
2 Baraka 11347 11108 22455
3 Buntu Batu 6955 6647 13602
4 Anggeraja 12643 12687 25330
5 Malua 3989 4178 8167
6 Alla 11380 10821 22201
7 Curio 8243 7865 16108
8 Masalle 6593 6288 12881
9 Baroko 5444 5139 10583
10 Enrekang 15727 16494 32221
11 Bungin 2264 2187 4451
12 Maiwa 12358 12424 24782
Sumber: BPS Kabupaten Enrekang
Dari tabel diatas terlihat jumlah penduduk di Kecamatan Enrekang,
Anggeraja, Maiwa, Baraka, dan Alla lebih banyak dibandingkan dengan
Kecamatan Bungin, Malua, dan Cendana yang hanya berkisar delapan ribuan
kebawah.
41
6. Visi dan Misi Kabupaten Enrekang
Di Kabupaten Enrekang sebagai daerah yang bisa di katakana cukup potensial
dilihat dari segi sumber daya alamnya. Tingkat aksesbilitas dukungan sarana dan
prasarana sesungguhnya kemungkinan untuk mencapai daerah argopolitan dimana
pola pengembangan sektor pertanian selanjutnya akan memberi efek eksternal
terhadap tumbuh kembang berbagai sektor lainnya, seperti industri pemgolahan
perdagangan, lembaga keuangan dan sebagainya. Pengembangan daerah
argopolitan dimaksud yaitu harus tetap mengacu kepada prinsip-prinsip otonomi
dan kemandirian yang melalui pengembangan interkoneksitas antara daerah, baik
di Sulawesi Selatan maupun diluar Sulawesi Selatan. Pembangunan daerah harus
dipandang didalam perspektif masa depan sehingga pelaksanaanya, pembangunan
akan selalu ditempatkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, kerangka
pembangunan yang seperti itu akan menempatkan aspek kelestarian dilingkungan
sebagai persyaratan paling utama.
Proses untuk pencapaian Visi yang telah di tetapkan. Adapun Misi Kabupaten
Enrekang ialah:
1. Pilar pendukung perekonomian bagi perkembangan perekonomian Sul-Sel
melalui pengembangan bagai komoditas unggulan khususnya pada sektor
pertanian.
2. Untuk mengembangkan kerja sama kawasan dan keterkaitan fungsional, antara
daerah agar tetap mengacu pada semangat kemandirian dan otonomi.
3. Untuk mengembangkan implementasi pembangunan yang lebih menekankan,
pada perkembangan di bagian kawasan Timur Enrekang didalam rangka
42
mewujudkan keseimbangan pembangunanya antara wilayah di Kabupaten
Enrekang.
4. Melakukan penataan tata ruang yang mampuh memberi peluang bagi
terciptanya struktur ekonomi dan wilayah yang kuat sehingga
memungkinkanya muncul interkoneksitas dan antara wilayah.
5. Menomor satukan norma dan nilai budaya tradisional ataupun keagamaan
seperti kejujuran, keadilan, keterbukaan, saling menghormati, semangat gotong
royong, dan kerja sama didalam berbagai aktifitas pemerintahan,
pembangunanya dan kemasyarakatan.
Gambar 2. Peta Kabupaten Enrekang
7. Tujuan
Merupakan penjabaran dari, misi-misi dan telah bersifat operasional tentang
apa saja yang dicapai:
43
a. Komoditas unggulan, Kabupaten Enrekang mampu memenuhi dari kebutuhan
pasar lokal dan regional maupun untuk kebutuhan ekspor.
b. Pembangunan sumber daya yang menjadi pilar pendukung ekonomi
kerakyatan.
c. Tercapainya kerja sama antara wilayah dan antara kawasan dalam Kabupaten
Enrekang.
d. Terwujudnya kerja sama antara pemerintah di Kabupaten Enrekang dengan
berbagainya macam pihak.
e. Meningkatkan pengolahan potensi dikawasan timur Kabupaten Enrekang.
f. Terwujudnya penataan wilayah, kawasan yang digunakan dan berhasil.
g. Terwujudnya, peningkatan kesejahteraan sosial.
h. Terwujudnya, ketahanan budayanya dan spiritual.
i. Terwujudnya kepemerintahan yang baik partisipatif transparan dan akuntabel.
j. Untuk Tercapai peraturan dan keamanan ataupun ketertiban dalam
masyarakat.
8. Sasaran
Sasaran yaitu penjabaran dari tujuan, dapat terukur tentang apa saja yang akan
dicapai atau yang akan dihasilkan. Fokus utama sasaran adalah tindakan dan alokasi
sumber daya daerah dalam kegiatan kepemerintahan Kabupaten Enrekang yang
bersifat spesifik dapat dinilai, dikur, dan dapat dicapai dengan berorentasi pada
hasil yang dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun. Sasaran pemerintah
Kabupaten Enrekang yaitu:
1. Meningkatkan daya saing komoditas yang unggulan di Kabupaten Enrekang.
44
2. Tumbuh kembangnya sistem perdagangan dan perekonomiana.
3. Meningatnya sarana dan prasarana fisik pemerintahan.
4. berkembangnya sarana dan prasarana perhubungan.
5. Meningkatnya kemampuan pembiayaan.
6. Meningkatnya kualitas pelaku ekonomi.
7. Terjalinnya kerja sama dengan pihak luar negeri dalam berbagai bidang
pembangunan.
8. Terwujudnya pemberdayaan Kecamatan dan Desa/Kelurahan.
9. Meningkatnya kerja sama dengan pemerintah Provinsi dalam berbagai bidang
pemerintahan pembangunan dan kemasyarakatan.
10. Meningkatnya kerja sama dengan pemerintah Kabupaten dalam berbagai
bidang pembangunan.
11. Meningkatnya kerja sama dalam berbagai bidang.
12. Terjadinya pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukan atau kesesuaian
lahan.
13. Tercipta pelestarian alam maupun lingkungan hidup.
14. Peningkatan penyelenggaraan pendidikan.
15. Meningkatnya ketahanan budaya dan kehidupan keagamaan.
16. Meningkatnya status sosial masyarakat.
17. Meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat.
18. Tercapa hokum dan penegakan hukum.
19. Bertambah kualitas aparatur.
20. Meningkatnya wawasan kebangsaan.
45
9. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Enrekang
a. Kepala Kantor Pertanahan
b. Subbagian Tata Usaha
1) Urusan Perencanaan, Evaluasi Dan Pelaporan
2) Urusan Umum Dan Kepegawaian
3) Urusan Keuangan Dan BMN
c. Seksi Infrastruktur Pertanahan
1) Subseksi Pengukuran Dan Pemetaan Dasar Dan Tematik
2) Subseksi Pengukuran Dan Pemetaan Dasar Kadasrtal
d. Seksi Hubungan Hukum Pertanahan
1) Subseksi Penetapan Hak Tanah Dan Pemberdayaan Hak Tanah
Masyarakat
2) Subseksi Pendaftaran Hak Tanah
3) Subseksi Pemeliharaan Data Hak Tanah Dan PPAT
e. Seksi Penataan Pertanahan
1) Subseksi Penatagunaan Tanah Dan Kawasan Tertentu
2) Subseksi Landreform Dan Konsolidasi Tanah
f. Seksi Pengadaan Tanah
1) Subseksi Pemenfaatan Tanah Pemerintah Dan Penilaian Tanah
2) Subseksi Fasilitasi Pengadaan Dan Penetapan Tanah Pemerintah
g. Seksi Penanganan Masalah Dan Pengendalian Pertanahan
1) Subseksi Penanganan Sengketa, Konflik Dan Perkara Pertanahan
2) Subseksi Pengendalian Pertanahan
46
10. Tugas Pokok Dan Fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten Enrekang
Kantor pertanahan kabupaten Enrekang memiliki tugas pokok dan fungsi
yaitu:
a. Kepala kantor pertanahan, mempunyai tugas pokok yaitu:
1) Penyusunan rencana, program, anggaran dan pelaporan
Maksudnya disini Kepala Badan Pertanahan Nasional kabupaten Enrekang
menyusun rencana adalah proses mengidentifikasikan berbagai tujuan
untuk kinerja konflik lahan dimasa mendatang serta pembagian tugas dan
penggunaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapainya. Menyusun
program kepala BPN membuat program kerja untuk dicapai di masa yang
mendatang agar seluruh kinerja dapat terselesaikan dengan baik.
Menyusun anggaran maksudnya kepala BPN membuat rincian anggaran
di setiap program yang akan dicapai agar program yang di buat dapat
terselesaikan dengan anggaran yang sudah di tentukan agar pelaporan hasil
program yang dicapai tidak ada kecurigaan sama sekali.
2) Pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan
Kepala Kantor Pertanahan beserta bawahannya melakukan peninjauan
tentang lokasi yang berkonflik yang ada di Desa Maroangin Kecamatan
Maiwa kemudian melakukan pengukuran lahan tersebut berapa luas lahan
yang diukur dan melakukan pemetaan tentang tanah yang di pakai Bertani
oleh masyarakat, di pakai sebagai pemukiman oleh masyarakat.
3) Pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran tanah dan pemberdayaan
masyarakat
47
Setelah melakukan pengukuran dan pemetaan, BPN menetapkan tanah
milik tersebut kemudian di daftarkan tanah lalu dibuatkan sertifikat
pemilik tanah tersebut.
4) Pelaksanaan penataan pertanahan
Penataan pertanahan yang dilakukan kepala BPN dan bawahannya
dilakukan di Desa maroangin Kecamatan Maiwa contohnya BPN telah
melakukan penataan tanah untuk lahan PT PN XIV 1.020 Ha, lahan untuk
masyarakat 900 Ha dan lahan untuk kepentingan negara pemerintah daerah
3.310 Ha.
5) Pelaksanaan pengadaan tanah
Kepala BPN beserta bawahannya melaksanankan inventarisasi dan
identifikasi penguasaan, pemilik, penggunaan dan pemanfaatan tanah
terkait konflik antara PT PN XIV dengan masyarakat di Kecamatan Maiwa
6) Pelaksanaan pengendalian pertanahan dan penanganan sengketa dan
perkara pertanahan
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sudah mengendalikan
tanah yang berkonflik serta telah menangani terkait konflik yang terjadi
akan tetapi konflik tersebut tidak terselesaikan hingga sampai saat ini.
7) Pelaksanaan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi Kantor Pertanahan.
Kepala BPN sering kali memberikan dukungan kepada bawahannya agar
kinerja bawahan berjalan dengan baik dan program kerja yang di rancang
dapat terselesaikan dengan efektif dan efesien.
48
b. Sub bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unit organisasi Kantor Pertanahan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
Subbagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi:
1) Penyusunan rencana, program dan anggaran, serta pelaporan;
2) Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan program strategis
pertanahan;
3) Pelaksanaan urusan organisasi, ketatalaksanaan, analisis jabatan, dan
pengelolaan urusan kepegawaian;
4) Pengoordinasian dan fasilitasi pelaksanaan reformasi birokrasi di Kantor
Pertanahan;
5) Pelaksanaan urusan keuangan dan administrasi barang milik negara;
6) Pelaksanaan urusan ketatausahaan, rumah tangga, protokol,
perlengkapan, dan penyelenggaraan layanan pengadaan;
7) Pengoordinasian dan fasilitasi pengelolaan pelayanan pertanahan; dan
8) Pelaksanaan urusan hubungan masyarakat dan pelayanan informasi,
advokasi hukum, peraturan perundang-undangan, dan penanganan
pengaduan masyarakat.
c. Seksi Infrastruktur Pertanahan mempunyai tugas melakukan pengoordinasian
dan pelaksanaan pengukuran dan pemetaan dasar, pengukuran dan pemetaan
kadastral, serta survei dan pemetaan tematik.
49
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Seksi
Infrastruktur Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
1) Pelaksanaan pengukuran dan pemetaan dasar;
2) Pelaksanaan pengukuran batas administrasi, Kawasan dan wilayah
tertentu;
3) Pelaksanaan pembinaan tenaga teknis, surveyor, dan petugas survei dan
pemetaan tematik;
4) Pelaksanaan pengelolaan dan pemutakhiran peralatan teknis serta
teknologi pengukuran dan pemetaan;
5) Pelaksanaan pemeliharaan kerangka dasar kadastral nasional di
wilayahnya;
6) Pelaksanaan dan pengelolaan basis data geospasial pertanahan dan
Komputerisasi Kegiatan Pertanahan berbasis data spasial;
7) Pelaksanaan pengukuran dan pemetaan kadastral, pembukuan serta
pengelolaan basis data dan informasi batas bidang tanah, ruang dan
perairan;
8) Pelaksanaan survei dan pemetaan tematik pertanahan, perbatasan dan
wilayah tertentu; dan
9) Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di seksi infrastruktur pertanahan.
d. Seksi Hubungan Hukum Pertanahan mempunyai tugas melakukan
pengoordinasian dan pelaksanaan penetapan hak tanah dan pemberdayaan hak
50
tanah masyarakat, pendaftaran hak tanah dan pemeliharaan data hak tanah serta
pembinaan PPAT.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Seksi
Hubungan Hukum Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
1) Pelaksanaan pemberian penetapan, perpanjangan dan penetapan kembali
hak perseorangan dan badan hokum swasta, serta hak atas ruang dan hak
komunal;
2) Penyiapan bahan pemberian izin dan penetapan hak atas tanah badan
sosial/keagamaan serta penegasan sebagai tanah wakaf, tanah bekas
milik Belanda dan bekas tanah asing lainnya;
3) Penyiapan bahan penunjukan badan hukum tertentu yang dapat
mempunyai hak milik;
4) Pelaksanaan inventarisasi dan identifikasi tanah hak perseorangan dan
badan hukum swasta, serta hak atas ruang;
5) Pelaksanaan pemberdayaan hak atas tanah masyarakat;
6) Penyiapan kerjasama dengan lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintah dalam rangka pemberdayaan hak atas tanah masyarakat;
7) Pelaksanaan pengembangan dan diseminasi model pemberdayaan hak
atas tanah masyarakat;
8) Pelaksanaan pendaftaran hak atas tanah, hak atas ruang, hak milik atas
satuan rumah susun, hak pengelolaan, hak tanggungan, tanah wakaf, hak
atas tanah badan sosial/keagamaan dan pencatatan pembatalan hak serta
hapusnya hak;
51
9) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dan ruang, hak milik atas satuan
rumah susun, hak pengelolaan, tanah wakaf, dan pemberian izin
peralihan hak, pelepasan hak, perubahan penggunaan dan perubahan
pemanfaatan/komoditas, peralihan saham, pengembangan dan
pembinaan PPAT;
10) Pengelolaan informasi dan Komputerisasi Kegiatan Pertanahan berbasis
data yuridis; dan
11) Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di seksi hubungan hokum pertanahan.
e. Seksi Penataan Pertanahan mempunyai tugas melakukan pengoordinasian dan
pelaksanaan penatagunaan tanah dan kawasan tertentu, landreform dan
konsolidasi tanah.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, Seksi
Penataan Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
1) Pelaksanaan penyusunan persediaan tanah, penetapan penggunaan dan
pemanfaatan tanah, neraca penatagunaan tanah, bimbingan dan
penerbitan pertimbangan teknis pertanahan dan penatagunaan tanah,
pemantauan dan evaluasi perubahan penggunaan tanah, pengelolaan
basis data dan sistem informasi geografi;
2) Pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan basis data potensi dan data
lahan pertanian pangan berkelanjutan;
3) Pelaksanaan inventarisasi dan pengelolaan basis data tanah obyek
landreform, pengusulan penetapan/penegasan tanah obyek landreform,
52
pengeluaran tanah dari obyek landreform, pendayagunaan tanah obyek
landreform dan ganti kerugian tanah obyek landreform;
4) Pelaksanaan redistribusi tanah dan pemanfaatan bersama atas tanah;
5) Pelaksanaan penyusunan potensi obyek konsolidasi tanah, pelaksanaan
sosialisasi, perencanaan, pengembangan desain, promosi, koordinasi dan
kerja sama konsolidasi tanah serta bimbingan partisipasi masyarakat;
6) Pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan data, evaluasi, penanganan
permasalahan dan pelaporan potensi obyek konsolidasi tanah dan
konsolidasi tanah;
7) Pelaksanaan penataan pemanfaatan kawasan, melaksanakan
inventarisasi, penyesuaian, penataan, pengendalian, zonasi, kerjasama
dengan Lembaga pemerintah dan nonpemerintah, penyusunan
pertimbangan teknis pertanahan, pemantauan dan evaluasi, serta
pengelolaan basis data pemanfaatan kawasan di wilayah pesisir, pulau
kecil, perbatasan dan kawasan tertentu; dan
8) Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di seksi penataan pertanahan.
f. Seksi Pengadaan Tanah mempunyai tugas melakukan pengoordinasian dan
pelaksanaan pemanfaatan tanah pemerintah dan penilaian tanah, serta fasilitasi
pengadaan dan penetapan tanah pemerintah.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Seksi
Pengadaan Tanah menyelenggarakan fungsi:
53
1) Pelaksanaan pemberian perizinan kerjasama pemanfaatan tanah
pemerintah, perpanjangan perizinan kerjasama pemanfaatan tanah
pemerintah, pemberian rekomendasi pencatatan peralihan dan
penghapusan tanah pemerintah serta pemberian rekomendasi penertiban
pelanggaran perjanjian kerjasama pemanfaatan tanah pemerintah.
2) Fasilitasi perencanaan dan persiapan pengadaan tanah, pelaksanaan
pengadaan tanah pemerintah, dan penyerahan hasil pengadaan tanah.
3) Pelaksanaan penetapan hak atas tanah, izin peralihan hak atau izin
pelepasan hak dan kerjasama pemanfaatan aset instansi pemerintah,
badan hukum pemerintah dan badan usaha pemerintah.
4) Pelaksanaan penilaian tanah, bidang tanah dan property.
5) Pelaksanaan pengadaan, pemutakhiran dan kerjasama pembuatan peta
zona nilai tanah kabupaten/kota, peta zona nilai ekonomi kawasan dan
potensi sumber daya agrarian.
6) Pengelolaan informasi dan Komputerisasi Kegiatan Pertanahan berbasis
data zona nilai tanah dan zona nilai ekonomi Kawasan.
7) Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di seksi pengadaan tanah.
g. Seksi Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan mempunyai tugas
melakukan pengoordinasian dan pelaksanaan penanganan sengketa, konflik
dan perkara pertanahan, serta pengendalian pertanahan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Seksi
Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan menyelenggarakan fungsi:
54
1) Pelaksanaan pencegahan, penanganan dan penyelesaian sengketa/konflik
pertanahan, serta analisis dan penyiapan usulan pembatalan hak atas
tanah.
2) Pelaksanaan penanganan dan penyelesaian perkara pertanahan, analisis
dan penyiapan usulan pembatalan hak atas tanah berdasarkan putusan
pengadilan atau hasil perdamaian.
3) Pelaksanaan pengendalian dan pemantauan pemanfaatan pertanahan.
4) Pelaksanaan penelitian data dan penyiapan usulan serta rekomendasi
penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.
5) Pelaksanaan bimbingan teknis, koordinasi, pemantauan, evaluasi dan
pelaporan di seksi penanganan masalah dan pengendalian pertanahan.
11. Visi Misi Kantor Pertanahan Kabupaten Enrekang
a. Visi kantor pertanahan Enrekang
Menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem
kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia.
b. Misi Kantor Pertanahan Enrekang
Mengembangkan dan menyelenggarakan politik dan kebijakan pertanahan
untuk:
1) Peningkatan kesejahteraan rakyat, penciptaan sumber-sumber baru
kemakmuran rakyat, pengurangan kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan, serta pemantapan ketahanan pangan.
55
2) peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan
bermartabat dalam kaitannya dengan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T).
3) Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan
mengatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh
tanah air dan penataan perangkat hukum dan sistem pengelolaan
pertanahan sehingga tidak melahirkan sengketa, konflik dan perkara di
kemudian hari.
4) Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaa dan kenegaraan
Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang
akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan masyarakat.
Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat,
prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara
luas.
B. Sejarah Asal Usul Lahan Yang Menjadi Konflik Lahan Antara PT. PN
XIV Dan Masyarakat Di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang.
Asal mula sejarah tanah yang menjadi sengketa tanah antara PT PN XIV
(Perkebunana Nusantara XIV) dan masyarakat Desa Maroangin tersebut adalah
pemberian pemerintah kepada masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa.
Tanah yang menjadi lahan tersebut adalah tanah yang kemudian masuk dalam HGU
PT PN XIV 5.230 Ha. Tanah seluas 5.230 Ha yang menjadi sengketa sampai saat
ini lahan yang diberikan warga yang berkriteria lahan usaha dua yang dijadikan
sebagai lahan usaha perkebunan.
56
Tanah yang menjadi sengketa seluas 1.020 Ha adalah tanah warga yang
masuk dalam HGU PT PN XIV milik warga Kecamatan Maiwa sudah ditanam
pohon karet ,padi, jagung, kacang tanah dan lain sebagainya oleh masyarakat yang
mendapat lahan tersebut sebagai lahan usaha dua, letak lahan berdekatan dengan
lahan PT PN XIV ini yang membuat masuknya lahan warga Desa Maroangin
Kecamatan Maiwa masuk dalam HGU PT PN XIV.
Asal mula tanah tersebut awalnya lahan kosong yang berada di Kecamatan
Maiwa yang kemudian dikelolah oleh masyarakat Desa Maroangin Kecamatan
Maiwa. Tanah seluas 5.230 Ha yang menjadi sengketa adalah lahan usaha dua yang
diberikan kepada warga, luas lahan usaha dua tidak hanya 1.020 Ha untuk seluruh
kepemilikan warga Kecamatan Maiwa, 5.230 Ha yang masuk dalam HGU PT PN
XIV. Lahan usaha dua yang berupa tanah yang ditanami pohon karet, padi , jagung
dan lain sebagainya setiap kepala keluarga mendapatkan 2 Ha dari pemerintah
untuk dijadikan lahan perkebunan untuk membantu perekonomian keluarga.
Dapat kita simpulkan tentang sejarah asal mula tanah yang menjadi sengketa
tanah antara PT PN XIV (Perkebunan Nusantara XIV) dan masyarakat Desa
Maroangin Kecamatan Maiwa yaitu asal mula tanah tersebut adalah pemberian
pemerintah kepada masyarakat di Kecamatan Maiwa. Tanah yang menjadi lahan
tersebut adalah lahan yang kemudian masuk dalam HGU PT PN XIV. Tanah seluas
5.230 Ha yang menjadi sengketa sampai saat ini lahan perkebunana yang diberikan
warga yang berkriteria lahan usaha dua yang dijadikan sebagai lahan usaha
perkebunan. Tanah yang menjadi sengketa seluas 5.230 ha adalah tanah warga yang
masuk dalam HGU PT PN XIV milik warga Desa Maroangin yang sudah ditanam
57
pohon karet, padi, jagung dan lain sebagainya oleh masyarakat yang mendapat
lahan tersebut sebagai lahan usaha mereka, letak lahan masuk dalam lahan PT PN
XIV ini yang membuat masuknya lahan warga Kecamatan Maiwa masuk dalam
HGU PT PN XIV.
C. Pembahasan Bentuk Keterlibatan Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten Enrekang Dalam Penyelesaian Konflik Lahan Antara PT.
PN XIV Dan Masyarakat Di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa
Kabupaten Enrekang
BPN mempunyai peran yang signifikan dalam proses penyelesaiaan konflik
agraria. Dalam hal ini memuat dalam peraturan presiden No. 10 tahun 2006 tentang
Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada bagian kedelapan yaitu Deputi bidang
pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik pertananahan dalam pasal 21 ayat
1 dan 2, pasal 22 dan pasal 23. Untuk menambah kejelasan deputi ini BPN telah
menerbitkan keputusan kepala BPN No. 34 tahun 2007 tentang petunjuk teknis
penanganan dan penyelesaiaan masalah pertanahan yang telah diganti dengan
peraturan kepala BPN No. 3 tahun 2011 tentang pengelolaan pengkajian dan
penanganan kasus pertanahan. Dalam perjalanan tugasnya menyelesaikan konflik
pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui:
1. Regulator
Pemerintah sebagai regulator ialah menyiapkan arah untuk menyeimbangkan
penyelenggaraan pembangunan melalui penerbitan peraturan-peraturan. Sebagai
regulator, pemerintah memberikan acuan dasar kepada masyarakat sebagai
instrument untuk mengatur segala kegiatan pelaksanaan pemberdayaan.
58
Adapun Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 6 Tahun 2016
Tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Enrekang dalam lampiran
Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan No. 2 Penyelesaian Sengketa Tanah
Garapan Dalam Kabupaten. Dan Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 6
Tahun 2016 tentang urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah dalam pasal 3 ayat (2) e.
Regulasi pemerintah daerah dalam menangani konflik lahan ini yaitu
pemerintah Kabupaten Enrekang tidak memberikan perpanjangan izin HGU PT.PN
XIV Di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Dengan alasan, lahan ribuan
hektar tersebut hanya ditelantarakan PT.PN XIV dan tidak memberikan dampak
kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Enrekang. Pemerintah Kabupaten
Enrekang mengeluarkan surat edaran nomor 180/1657/Sekda, 2 juni 2016. Hal itu
ditunjukan kepada Diriksi PT. PN XI persero yang berisi memberikan peringatan
dan mempertegas bahwa HGU PT. PN XIV berakhir dan tidak di perpanjang lagi.,
Selanjutnya Pemerintah Kabupaten Enrekang kembali mengeluarkan surat Nomor:
047/2161/Setda, untuk mengantisipasi potensi konflik antara pihak PT. PN XIV
dengan masyarakat yang ditujukan ke Polres Enrekang dan Komandan Distrik
Militer 1419 Enrekang yang menegaskan kembali agar PT. PN XIV tidak
melakukan aktivitas di lokasi yang kini di kelola oleh. Berdasarkan dengan
indikator tersebut peneliti kemudian mewawancarai M selaku Ketua Seksi Penataan
Pertanahan mengatakan bahwa:
“Kita mengatur dan mengontrol jalannya rapat dan pertemuan yang
berkonflik, kita pertemukan, kita bicara baik-baik, apa permasalahan
sebenarnya dengan cara musyawarah di bantu dengan pemerintah daerah,
59
tokoh masyarakat, dari pemerintah kecamatan, kabupaten serta kepolisian.”
(Hasil wawancara M, pada tanggal 02 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa Badan
Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sudah mengontrol jalannya rapat dan
pertemuan yang berkonflik terkait dengan apa permasalahan dengan cara
musyawarah dibantu oleh pemerintah daerah, kecamatan, kepolisian serta pihak
kepolisian. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya dengan H selaku Kepala
Kecamatan Maiwa, mengatakan:
“Posisi saya dalam konflik ini saya tidak mendukung salah satu dari pihak
yang berkonflik dan saya juga tidak pernah menekan salah satu dari pihak
yang berkonflik agar mereka menuruti kata-kata saya, apa yang bisa saya
lakukan untuk menangani masalah ini ya saya lakukan. Tugas saya sebagai
Camat dan aparat pemerintah Di Kecamatan Maiwa ini memiliki tanggung
jawab untuk menangani konflik lahan ini agar tidak berkelanjutan”.(Hasil
wawancara H, pada tanggal 02 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa aparat
pemerintah Kecamatan Maiwa sudah melakukan tugas dan tanggung jawabnya
sesuai dengan bidangnya dalam hal menangani konflik lahan dengan tidak
membeda-bedakan pihak tersebut dalam menyelesaikan masalah. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan ER selaku Korban Konflik, mengatakan:
“Pemerintah kurang mengatur jalannya konflik ini karena saya pikir
pemerintah daerah mengetahui regulasi tentang konflik lahan ini dan
pemerintah tidak tinggal diam melihat kami sebagai masyarakat”. (Hasil
wawancara ER, pada tanggal 03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemerintah kurang dalam mengatur jalannya konflik karena pemerintah telah
mengetahui regulasi tentang konflik lahan dan pemerintah seharusnya tidak tinggal
diam dalam menyelesaikan konflik apapun.
60
Dari wawancara beberapa informan tersebut penulis dapat menyimpulkan
bahwa pemerintah benar-benar mengatur sebagai regulator untuk mencari tau
kejelasan dari konflik yang terjadi antar PT. PN XIV dan masyarakat Desa
Maroangin Kecamatan Maiwa. Ini merupakan langkah yang benar yang dilakukan
oleh pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
2. Dinamisator
Pemerintah sebagai dinamisator adalah menggerakkan partisipasi masyarakat
jika terjadi kendala-kendala dalam proses pembangunan untuk memdorong dan
memelihara dinamika konflik daerah. Pemerintah berperan melalui pemberian
bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Dalam
dinamisator ada aktifitas dari kedua pihak untuk saling mempengaruhi yang
bertujuan agar salah satu pihak terpengaruh dan mau menerima apa yang menjadi
keinginan dari pihak lain aktifitas yang dilakukan pada tanggal 18 Juli 2018 sekitar
20 orang karyawan PT.PN XIV di Maroangin dan dibantu 10 orang dari satuan
Brimob Polda Sulawesi Selatan melakukan perusakan terhadap kebun dan lahan
warga di Maroangin, tepatnya Desa Botto Mallangga Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang. Warga mencoba menghalangi proses perusakan lahan tersebut, namun
tidak dapat berbuat banyak karena dihalangi oleh polisi. Pagar dan tanaman warga
dirusaki menggunakan chainsaw/gergaji mesin.
Aktivitas sebelumnya pada tanggal 2 Juni dan 13 Juli 2016 Pemerintah
Daerah Kabupaten Enrekang mengeluarkan surat dan meminta PT.PN XIV
menghentikan segala aktivitas selama HGU belum terbit. Surat tersebut tetap tidak
di indahkan bersama DPRD Kabupaten Enrekang dibentuk panitia Khusus
61
penyelesaian sengketa. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi selatan
merundingkan namun sengketa ini berlarut karena terlalu banyak kepentingan di
dalamnya. Untuk mencapai kesepakatan dalam negosiasi ternyata lobbying sangat
efektif karena negosiasi bisa terjadi apabila aktifitas lobbying mendapat respon dari
pihak yang berkonflik.
Tabel 3. Luas lahan yang tidak BerHGU dan BerHGU
No Lokasi Lahan Luas Lahan
1 Lahan untuk HGU PTPN XIV 1.020 Ha
2 Lahan untuk masyarakat (Reforma Agraria) 900 Ha
3 Untuk kepentingan negara Pemda 3.310 Ha
Total 5.230 Ha
(Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang 2018)
Dari tabel tersebut luas lahan yang tidak BerHGU dan BerHGU di Kecamatan
Maiwa terlihat luas lahan yang paling luas yang diberikan pada lahan untuk
kepentingan negara dan Pemda dibandingkan lahan untuk masyarakat (Reforma
Agraria) dan lahan untuk HGU PTPN XIV.
Berdasarkan dengan indikator tersebut peneliti kemudian mewawancarai M
selaku Ketua Seksi Penataan Pertanahan mengatakan bahwa:
“Ini merupakan langkah selanjutnya yang kami lakukan apabila dalam
regulator selesai dilakukan dan terbilang gagal. Maka kami akan melakukan
pengarahan atau mengarahkan para kedua belah pihak yang berkonflik”.
(Hasil Wawancara M, pada tanggal 02 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa aparat
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang apabila dalam regulator
diselesaikan maupun tidak diselesaikan maka pihak aparat Badan Pertanahan
Nasional akan melakukan pengarahan ataupun rekomendasi kedua belah pihak
dalam menyelesaikan konflik. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya dengan RM
selaku Korban Konflik mengatakan:
62
“Iya, pemerintah sudah mengarahkan kami tentang konflik ini akan tetapi
pengarahan yang dilakukan tidak benar-benar mengarahkan konflik lahan ini
mau di kemanakan sehingga konflik tidak selesai hingga saat ini”. (Hasil
wawansara RM, pada tanggal 03 Desember 2019).
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemerintah sudah mengarahkan tentang konflik yang akan diselesaikan akan tetapi
pengarahan tersebut yang direkomendasikan belum bisa dikatakan dapat
diselesaikan sehingga konflik belum dipastikan selesai. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan S selaku Sekretaris Kecamatan Maiwa mengatakan:
“Kami selaku aparat pemerintahan kecamatan sudah menggerakkan
partisipasi masyarakat jika ada pihak yang mengalami kendala-kendala dalam
konflik lahan maka kami selaku aparat pemerintah kecamatan akan
memberikan bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada
masyarakat yang mengadu tentang konflik lahan”. (Hasil wawansara S, pada
tanggal 05 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemerintahan kecamatan sudah menggerakkan partisipasi masyarakat jika ada
pihak yang mengalami kendala-kendala dalam konflik lahan maka aparat
pemerintah kecamatan akan memberikan bimbingan dan pengarahan secara intensif
dan efektif kepada masyarakat yang mengadu tentang konflik lahan
Kemudian kesimpulan secara keseluruhan dengan indikator dinamisator
pemerintah kecamatan ataupun pemerintah desa menggerakkan partisipasi untuk
memelihara dinamika konflik daerah apabila musyawarah tidak mendapat titik
temu maka aparat pemerintah kecamatan dan desa akan memberikan bimbingan
dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat yang mengadu
tentang konflik lahan
63
3. Fasilitator
Pemerintah sebagai fasilitator adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi
pelaksanaan pembangunan daerah. Sebagai fasilitator, pemerintah bergerak di
bidang pendampingan melalui pelatihan, pendidikan dan peningkatan keterampilan
serta dibidang pendanaan atau pemodalan kepada masyarakat yang diberdayakan.
Peranan pemerintah dalam melakukan fasilitasi atau sebagai fasilitator dapat dilihat
dari penyediaan sarana pertemuan (lokasi, tempat dan fasilitas), menetapkan waktu
dan agenda pertemuan serta memfasilitasi pertemuan untuk mencapai kesepakatan
(sebagai fasilitator).
Upaya penyelesaian yang pernah dilakukan Pemerintah Daerah sebagai
fasilitator adalah mengadakan rapat dengan pertemuan tanggal 4 september 1999 di
kompleks PTUK Maroangin, pertemuan tanggal 19 juni 2000 di Enrekang,
pertemuan tanggal 19 april 2001di ruangan rapat Bupati, pertemuan tanggal 12
oktorber 2002 di Makassar, pertemuan tanggal 7 november 2002 di ruangan rapat
Bupati, rapat panitia pemeriksaan tanah B tanggal 15 april 2003 di Enrekang untuk
menyelesaikan konflik lahan yang terjadi, memfasilitasi mediasi antar kedua pihak
yang bersengketa, memberi nasehat dan saran kepada warga dan PT PN XIV untuk
melakukan penyelesaian jalur hukum pengadilan, pemetaan masalah dan rapat
kerja panitia khusus PT.PN XIV (persero) tanggal 20 maret 2018 di ruangan rapat
DPRD Kab. Enrekang.
Campur tangan pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik tersebut
bertujuan untuk mengupayakan antara PT. PN XIV dan Masyarakat Desa
Maroangin bisa berdampingan tanpa ada pertentangan. Berkaitan dengan upayah
64
yang dilakukan oleh pemerintah dalam menyelesaikan konflik tersebut, maka
pemerintah daerah memfasilitasi pemerintah kecamatan maupun dari pemerintah
desa beserta perusahaan PT. PN XIV untuk melakukan pertemuan. Berdasarkan
dengan indikator tersebut peneliti kemudian mewawancarai M selaku Ketua Seksi
Penataan Pertanahan mengatakan bahwa:
“Pemerintah kabupaten Enrekang memfasilitasi kami dalam hal melakukan
pertemuan untuk membicarakan permasalahan tersebut dengan konflik antara
PT. PN XIV dengan masyarakat Desa Maroangin, Kecamatan Maiwa, beserta
tokoh masyarakat, dan para tokoh pemuda agar tidak terjadi konflik yang
lebih serius”. (Hasil wawancara M, pada tanggal 02 Desember 2019).
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
Pemerintah Kabupaten Enrekang sudah memfalisitasi untuk membicarakan tentang
konflik antara PT. PN XIV dengan masyarakat Desa Maroangin, Kecamatan
Maiwa, beserta tokoh masyarakat dan para tokoh pemuda agar tidak terjadi konflik
yang terus-menerus. Selanjutnya hasil wawancara berikutnya dengan RM selaku
Korban Konflik mengatakan:
“Kami beberapa kali di undang rapat oleh pemerintah daerah akan tetapi hasil
rapat kadang tidak sesuai dengan apa yang dilakukan di lapangan dan pernah
kasus ini pernah saya laporkan ke polsek Maiwa pada bulan Maret 2017 tapi
sampai sekarang tidak ditindak lanjuti”. (Hasil wawancara RM, pada tanggal
03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemerintah daerah sudah mengadakan beberapa kali rapat dengan masyarakat akan
tetapi kadang rapat tidak sesuai dengan apa yang dilakukan dilapangan dan konflik
tersebut bahkan tidak dilanjuti.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa,
pemerintah Kabuparen Enrekang memfasilitasi pemerintah dari kecamatan untuk
65
berkumpul dan membahas permasalahan yang menjadi dasar terjadinya konflik. Ini
merupakan salah satu langkah yang di tempuh oleh pemerintah daerah demi
mencapai titik temu atau akar permasalahan dari konflik yang terjadi.
D. Bentuk Keterlibatan Badan Pertanahan Nasional Sebagai Aktor
Pemerintah Dalam Penanganan Konflik Lahan Antara PT. PN XIV dan
Masyarakat Di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang.
Salah satu aktor pemerintah yang berperan dalam penangan sengketa tanah
yang terjadi antara PT PN XIV dan masyarakat di Desa Maroangin Kecamatan
Miwa yaitu Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang yang dispesifikasikan
dalam Seksi Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan yang mempunyai
tugas melakukan pengoordinasian dan pelaksanaan penanganan sengketa, konflik
dan perkara pertanahan, serta pengendalian pertanahan seperti sengketa yang
sedang berlangsung.
Tabel 4. Jumlah Penggarap Konflik
NO. Lokasi PT. PN XIV Jumlah
1 Kelurahan Bangkala 56
2 Desa Pattondon Salu 31
3 Desa Botto Mallangga 201
4 Desa Batu Mila 277
Total 564
Data dari Kecamatan Maiwa, lokasi dari PT.PN XIV terdiri dari tiga desa dan
satu kelurahan dengan jumlah penggarap 564 orang terdiri dari 56 orang dari
Kelurahan Bangkala 31 dari Desa Pattondon Salu, 201 dari Desa Botto Malangga
dan 277 orang dari Desa Batu Mila. Jadi total keseluruhan penggarap yang ada di
Kecamatan Maiwa berjumlah 564.
66
Dari 564 orang yang mencari kehidupan dengan Bertani, beternak dan
menyedap (gula merah) di lokasi ribuan hektar tersebut dilarang untuk bercocok
tanam oleh pihak PT.PN XIV. Padahal Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang
sudah mengeluarkan surat perintah tertanggal 2 Juli 2016 yang isinya melarang
PT.PN XIV beraktifitas karena dinilai tidak ada konstribusinya kepada daerah
setempat. Tepi sampai saat ini PT.PN XIV masih melakukan aktifitas dengan
menanam pohon kelapa sawit.
PT.PN XIV dengan Hak Guna Usaha No. 1 Kabupaten Enrekang yang
lokasinya terdiri dari 2 (dua) Kecamatan dan 4 (empat) Desa, 1 (satu) kelurahan
yaitu Kecamatan Cendana Desa Taulan (Pemekaran Desa Karrang) dan Kecamatan
Maiwa Desa Batu Mila, Desa Bonto Mallangga, Desa Patondonsalu dan Kelurahan
Bangkala. Perubahan penggunaan tanah berdasarkan:
1. Surat keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 3-VI-1997 Tanggal
7 April 1997.
2. Surat Menteri Keuangan No. 124/MK.016/1995 perihal pemanfaatan sebagai
lahan PT. Bima Mulya Ternak (PERSERO) untuk tanaman ubi kayu dan
pembangunan pabrik tepung tapioka 4.910 Ha dan terdapat pemukiman dan
kebun campuran seluas 887 Ha.
Bahwa Pemerintah daerah Kabupaten Enrekang sejak tahun 1999 telah
berusaha membantu PT.PN XIV untuk memperpanjang permohonan HGU sebelum
berakhir haknya, namun dari pihak PT.PN XIV kurang serius untuk
melaksanakannya sehingga HGU atas Nama PT. Bima Mulya Ternak yang telah
67
diberikan HGU oleh Pemerintah Pusat, pada tanggal 15 Mei 1973 dan telah berakhir
haknya pada tanggal 30 Juni 2003 dengan luas 5.230 Ha.
Sebelumnya PT.PN XIV pernah mengusulkan perpanjangan HGU No. 1 atas
nama PT. Bima Mulya Ternak pada tanggal 14 Maret 2000 seluas 3000 Ha namun
oleh pemerintah daerah Kabupaten Enrekang tidak dapat mempertimbangkan lagi
untuk diperpanjang mengingat selama ini kinerja PT.PN XIV dalam mengelolah
lahan seluas 5.250 Ha, sama sekali tidak memberikan manfaat bagi masyarakat dan
pemerintah Kabupaten Enrekang. Pemerintah Kabupaten Enrekang mengeluarkan
surat pada tanggal 25 April 2001 No. 590/210/BPN/2001 pengantar risalah hasil
kesepakatan penyelesaiaan perpanjangan Hak Guna Usaha PT.PN XIV yang
intinya memberikan kesempatan kepada PT.PN XIV untuk mengajukan
permohonan perpanjangan HGU seluas 3000 Ha dan meminta kepada PT.PN XIV
untuk melepaskan dari Asset PT.PN XIV seluas 2.230 Ha. Berdasarkan surat
Kepala Kantor Wilayah BPN Prov. Sulawesi Selatan No. 540-941-53 pada tanggal
17 Juli 2006 mengenai rencana pemerintah Kabupaten Enrekang Untuk pengaturan
penguasaan/ pemilikan dan penggunaan tanah masih diperlukan izin persetujuan
Menteri Negara BUMN berhubung tanah tersebut tercatat sebagai Asset Negara
sesuai Undang- Undang No. 1 tahun 2004.
Maka dari itu surat dari PEMDA Enrekang tanggal 29 juni 2004 No.
590/2008/SETDA perihal penegasan status tanah sesuai berkas HGU No.1 PT.PN
XIV Nusantara sebagai tanah Negara, alasannya PEMDA Enrekang mengusulkan
berkas HGU PT.PN XIV bahwa PEMDA Enrekang sejak tahun 1999 telah berusaha
membantu PT.PN XIV untuk memperpanjang permohonan HGU sebelum berakhir
68
haknya, namun dari pihak PT.PN XIV kurang serius untuk melaksanakan sehingga
HGU No.1 PT.PN XIV yang telah diberikan oleh pemerintah pusat hal ini
dibuktikan dengan beberapa pertemuan yaitu:
1. Pertemuan tanggal 4 September 1999 di Kompleks PTUK Maroangin
2. Pertemuan tanggal 19 Juni 2000 di Enrekang
3. Pertemuan tanggal 19 April 2001 di ruangan Rapat Bupati
4. Pertemuan tanggal 12 Oktober 2002 di Makassar
5. Pertemuan tanggal 7 November 2002 di ruangan Rapat Bupati
6. Rapat panitia pemeriksaan tanah B tanggal 15 April 2003 di Enrekang
PEMDA Enrekang juga telah memberikan rekomendasi sesuai surat
keputusan Bupati No. 537/2002 tanggal 9 Oktober 2002 seluas 3000 Ha, namun
pihak PT.PN XIV tidak dimanfaatkan dengan baik sehingga rapat panitia B yang
dilaksanakan di Kabupaten Enrekang pada tanggal 15 April 2003 tidak memberikan
rekomendasi ke Kakanwil BPN Prov. Sulawesi Selatan untuk mengusulkan
perpanjangan HGU dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
1. PT.PN XIV belum membuat proposal dan rencana penggunaan lahan yang
meliputi luas tanah yang efektif dibutuhkan, jenis usaha yang akan
dikembangkan.
2. PT.PN XIV belum menyelesaikan kewajiban membayar pajak (PBB) tahun
2000 atas tanah seluas 5.230 Ha.
3. Masih terdapat penggarapan liar oleh masyarakat dalam area yang
diperpanjangkan.
69
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang merupakan salah satu aktor
pemerintah yang mempunyai tupoksi untuk menangani sengketa tanah yang terjadi
antara PT PN XIV dan masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten
Enrekang. BPN Kabupaten Enrekang yang mempunyai tupoksi untuk menangani
sengketa yang terjadi disetiap Kabupaten Enrekang. BPN Kabupaten Enrekang
sudah berupaya dalam penanganan konflik lahan yang terjadi yaitu dengan
menyediakan fasilitas, mengatur dan mengarahkan partisipan agar tidak terjadi
dinamika konflik antar kedua pihak, serta bekerjasama dengan pemerintah daerah
untuk menangani konflik tersebut. Berdasarkan dengan indikator tersebut peneliti
kemudian mewawancarai M selaku ketua dalam seksi Penataan Pertanahan yang
mengemukakan bahwa:
“Untuk menangani masalah konflik tersebut, kita melakukan dengan cara
mediasi, menyediakan fasilitas, mengatur dan mengarahkan partisipan agar
tidak terjadi dinamika konflik antar kedua pihak, serta bekerjasama dengan
pemerintah daerah untuk menangani konflik tersebut. Kita memediasi antara
kedua yang berkonflik agar permasalahannya cepat selesai. Kita dibantu dari
pemerintah daerah dan pemerintah kecamatan, tokoh masyarakat, beserta
pihak kepolisian. Selain mengatur/pengatur, kita juga sebagai aktor dan
memfasilitasi beserta negosiasi. Segala cara kita lakukan, agar daerah kita ini
aman.”. (Hasil wawancara M, pada tanggal 01 Desember 2019).
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa untuk
menangani masalah konflik tersebut aparat melakukan dengan cara mediasi,
menyediakan fasilitas, mengatur dan mengarahkan partisipan agar tidak terjadi
dinamika konflik antar kedua pihak, serta bekerjasama dengan pemerintah daerah
untuk menangani konflik tersebut dan aparat juga memediasi antara kedua yang
berkonflik agar permasalahannya cepat selesai. Selanjutnya hasil wawancara
berikutnya dengan NA selaku Subseksi Penanganan Sengketa,Konflik dan Perkara.
70
“Kita memediasi yang berkonflik. Kita cari tau apa permasalahan yang
sebenarnya. Kita memfasilitasi, dan kita melakukan negosiasi agar para pihak
konflik bisa diatur dengan baik”. (Hasil wawancara NA, pada tanggal 28
November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa pihak
Badan Pertanahan Nasional telah memediasi yang berkonflik dan melakukan
negosiasi agar para pihak konflik bisa diatur dengan baik. Selanjutnya hasil
wawancara berikutnya dengan ET selaku Subseksi Penangan Sengketa Konflik dan
Perkara mengatakan bahwa:
“Langkah pertama yang kita lakukan untuk melakukan penyelesaian konflik
lahan ini adalah kita sebagai aktor untuk memediasi, memfasilitasi, mengatur
para pihak yang berkonflik, di bantu dengan pemerintah Kabupaten Enrekang
dan para tokoh masyarakat dan pihak kepolisian”. (Hasil wawancara ET, pada
tanggal 28 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa Langkah
pertama yang kita lakukan untuk melakukan penyelesaian konflik lahan ini adalah
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sebagai aktor untuk memediasi,
memfasilitasi, mengatur para pihak yang berkonflik, di bantu dengan pemerintah
Kabupaten Enrekang dan para tokoh masyarakat dan pihak kepolisian. Selanjutnya
hasil wawancara berikutnya dengan RM selaku Korban Konflik mengatakan:
“Pemerintah memang sudah melakukan penanganan, akan tetapi pemerintah
tidak benar-benar mengusut tuntas apa sebenarnya permasalah yang
mendasar. Kalau hanya sekedar mengeluarkan surat edaran saja, itu hanya
sebatas formalitas, toh buktinya konflik terus terjadi”. (Hasil Wawancara RM,
pada tanggal 28 November 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
pemerintah memang sudah melakukan penanganan, akan tetapi pemerintah tidak
benar-benar mengusut tuntas apa sebenarnya permasalah yang mendasar. Jika
71
hanya sekedar mengeluarkan surat edaran saja, itu hanya sebatas formalitas bahkan
buktinya konflik terus terjadi.
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sudah berupaya untuk
menangani konflik tanah yang terjadi, seperti membentuk tim pencari fakta untuk
mencari fakta setiap sengketa tanah yang terjadi khususnya sengketa tanah yang
terjadi antara PT PN XIV dan masyarakat Desa Maroangin. Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Enrekang berperan dalam penanganan konflik lahan yang
terjadi tetapi upaya yang dilakukan kurang efektif dalam penanganan konflik lahan
karena sampai sekarang konflik lahan tersebut tidak terselesaikan dengan baik
dengan cara regulator, dinamisator dan fasilitator atau jalur hukum pengadilan.
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sudah berperan dalam
penanganan konflik lahan sesuai dengan tupoksi yang ada didalam Seksi
Penanganan Masalah dan Pengendalian Pertanahan tetapi upaya yang dilakukan
kurang efektif sehingga konflik lahan yang terjadi diwilayah Kecamatan Maiwa
belum diselesaikan dengan baik karena berkendala dari masyarakat yang sulit diatur
dan mementingkan kepentingan pribadi masing-masing. Peran Badan Pertanahan
Nasional Kabupaten Enrekang dalam penanganan konflik lahan antara PT PN XIV
dan masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang sudah
bisa dirasakan tetapi belum bisa berperan dalam penyelesaikan sengketa tanah yang
terjadi.
Terlihat dari hasil wawancara yang sudah dilakuan dari berbagai narasumber
dapat ditarik kesimpulan mengenai peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Enrekang sudah melakukan upaya untuk menangani konflik yang terjadi yaitu
72
dengan memberikan mediasi dan fasilitas pribadi untuk masyarakat dan PT PN
XIV, membentuk tim pencari fakta agar mempermudah penanganan bila faktanya
sudah jelas untuk mempermudah penanganan konflik yang terjadi, mengadakan
rapat rutin untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik yang terjadi,
data peta mengenai lahan yang diberikan kepada warga dan PT PN XIV untuk
membantu penanganan dalam pengukuran lahan tersebut, kemudian BPN
Kabupaten Enrekang bekerja sama dengan Pemda setempat untuk memberikan
dana peduli untuk masyarakat yang lahan nya menjadi konflik. Dari semua upaya
yang sudah dilakuan oleh BPN Kabupaten Enrekang belum cukup optimal dalam
menangani kasus sengketa yang terjadi mediasi dan fasilitas pribadi yang dilakukan
belum menghasilkan perdamaian. Upaya mediasi antar kedua pihak belum juga
terjadi penanganan jalur hukum dengan pengadilan serta upaya lainnya yang sudah
dilakukan untuk menangani sengketa tanah yang terjad ikarena terdapat
penghambat dalam penangannya yaitu masyarakat yang tidak bersedia melakukan
pengadilan, PT PN XIV yang tidak bersedia melakukan mediasi. Penghambat
penyelesaian sengketa ini pihak yang bersengketa itu sendiri karena dari pemerintah
salah satunya BPN Kabupaten Enrekang sudah berperan dalam penylesaian konflik
tersebut.
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Enrekang sudah mempunyai tugas
pokok dan fungsi yaitu sebagai regulator, dinamisator, fasilitator atau mediator
untuk penyeselsaian konflik lahan disetiap lahan yang ada di Kecamatan Maiwa,
peran yang dilakukan BPN Kabupaten Enrekang belum efektif dalam
menyelesaikan konflik lahan yang terjadi antara PT PN XIV dan masyarakat Desa
73
Maroangin Kecamatan Maiwa. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh BPN
Kabupaten Enrekang dan bekerja sama dengan Pemerintah daerah dalam
mengupayakan agar konflik ini segera di senyelsaikan dengan mediasi antar pihak
ataupun dengan jalur hukum yaitu dengan pengadilan untuk memperjelas tanah
yang menjadi konflik tersebut tetapi PT PN XIV menolak untuk dimediasi dan
masyarakat menolak untuk melanjutkan ke pengadilan. Kendala yang dihadapi
BPN Kabupaten Enrekang sendiri yaitu keberadaan masyarakat dan PT PN XIV
yang sulit diatur.
E. Bentuk Keterlibatan BPN Kabupaten Enrekang Sebagai Perwakilan
BPN RI Dalam Mengambil Keputusan Dalam Penanganan Konflik
Lahan Antara PT. PN XIV Dan Masyarakat Di Desa Maroangin
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang.
BPN mempunyai peran yang signifikan dalam proses penyelesaian konflik
agraria. Hal ini termuat dalam peraturan presiden No. 10 tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional (BPN). Dengan adanya peran ini BPN membentuk suatu
deputi yaitu kedeputian bidang pengkajian dan penanganan sengketa dan konflik
pertanahan. Untuk menambah kejelasan deputi ini BPN telah menerbitkan
keputusan kepala BPN No.34 Tahun 2007 tentang petunjuk teknis penanganan dan
penyelesaian masalah pertanahan yang telah diganti dengan peraturan kepala BPN
No.3 Tahun 2011 tentang pengelolaan pengkajian dan penanganan kasus
pertanahan. Dalam menjalankan tugasnya menyelesaikan konflik pertanahan, BPN
melakukan upaya antara lain melalui tiga indikator yaitu:
1. Regulator
2. Dinamisator
3. Fasilitator
74
Kriteria penyelesaian sebagaimana disebutkan dalam pasal 72 Peraturan
Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011yaitu :
1. Kriteria Satu (k-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian
Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa.
2. Kriteria dua(k-2) berupa penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak
atas tanah, pembatalan sertifikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku
tanah,atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan
Penyelesaian Kasus Pertanahan.
3. Kriteria tiga (k-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus
Pertanahan yang ditindak lanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan
berdamai atau kesepakatan yang lainnya yang disetujui oleh para pihak.
4. Kriteria empat (k-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus
Pertanahan yang intinya menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan
akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan
untuk berdamai.
5. Kriteria lima (k-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus
Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang
telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk
diselesaikan melalui instansi lain.
6. Bantuan hukum dan Perlindu-ngan. Bantuan hukum dilaksanakan untuk
kepentingan BPN RI atau aparatur BPN RI yang masih aktif atau sudah purna
tugas yang menghadapi masalah hukum. Bantuan hukum meliputi
pendampingan hukum dalam proses peradilan pidana, perdata atau tata usaha
75
negara, pengkajian masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan BPN
dan pengkajian masalah hukum akibat tindakan yang dilakukan oleh pejabat
atau pegawai BPN.
(Sumber: Modul Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012).
Sengketa merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang memiliki
kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek Hak Atas Tanah. BPN
merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertugas melaksanakan
tugas pemerintahan di bidang pertanahan. Sengketa pertanahan biasanya diketahui
oleh Badan Pertanahan Nasional dengan adanya pengaduan dan ditindaklanjuti
dengan mengidentifikasi masalah untuk mengenali masalah serta selanjutnya
pemeriksaan data fisik dan administrasi serta yuridis kemudian membuat
rekomendasi untuk penyelesaian. Konflik tanah antara PT PN XIV dengan
masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa merupakan sengketa yang meng-
gunakan pendekatan Non-legal formal karena adanya HGU dan struktur agraria
sudah jelas yang menjadi permasalahannya adalah masyarakat tersebut.
Dalam hal ini bentuk keterlibatan BPN (Badan Pertanahan Nasional)
Kabupaten Enrekang sebagai perwakilan BPN RI dalam pengambilan keputusan
dalam penanganan sengketa tanah antara PT PN XIV dan masyarakat antara lain
dengan tahap- tahap yang sudah ada dalam rumusan penanganan sengketa yang
terjadi di Kabupaten Enrekang. BPN selaku aktor mediator penanganan kasus yang
terjadi di Enrekang yaitu di Desa Maroangin Kecamatan Maiwa yang bersengketa
dengan itu masyarakat yang sifatnya sulit diatur. BPN mempunyai tahapan dalam
penanganan konflik yang terjadi yaitu tahap awal pelaporan sebelum adanya
76
peloparan dari pemerintah setempat atau pihak yang bersangkutan jadi tidak ada
tindakan yang harus dilakukan untuk konflik yang terjadi, setelah pelaporan sudah
masuk maka dilanjutkan dengan penanganan kasus yang dimulai dari non
pengadilan seperti mediasi antar kedua pihak, kemudian tahap selanjutnya yaitu
pemetaan kasus yang terjadi, kemudian tahap selanjutnya yaitu identifikasi kasus
dan yang terakhir yaitu penyelesaian konflik yang terjadi. Jadi itulah tahapan yang
dilakukan BPN untuk menangani konflik yang terjadi di Enrekang dan khususnya
di Maroangin yang sengketanya sudah lama belum terselesaikan. Berdasarkan
indikator tersebut peneliti kemudian mewawancarai RM selaku Korban Konflik
mengatakan:
“Kami sebagai perwakilan Badan Pertanahan Nasional RI sudah melakukan
tahapan untuk menangani konflik lahan di Kecamatan Maiwa dan kami sudah
melakukan secara maksimal dan itu sudah menjadi tanggung jawab kami
menangani konflik lahan tersebut sebagai perwakilan BPN RI”. (Hasil
wawancara M, pada tanggal 02 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa
perwakilan Badan Pertanahan Nasional RI sudah melakukan tahapan untuk
menangani konflik lahan di Kecamatan Maiwa dan aparatnya sudah melakukan
secara maksimal dan itu sudah menjadi tanggung jawab mereka menangani konflik
lahan tersebut sebagai perwakilan BPN RI. Selanjutnya hasil wawancara informan
berikutnya dengan RM selaku Korban Konflik mengatakan:
“Iya Badan pertanahan nasional kabupaten enrekang sudah melakukan
tahapan semaksimal mungkin dan sampai sekarang bpn kabupaten enrekang
rutin melakukan kunjungan ke lokasi konflik lahan”. (Hasil wawancara RM,
pada tanggal 03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa Badan
pertanahan nasional Kabupaten Enrekang sudah melakukan tahapan semaksimal
77
mungkin dan sampai sekarang BPN Kabupaten Enrekang rutin melakukan
kunjungan ke lokasi konflik lahan. Selanjutnya hasil hasil wawancara berikutnya
dengan NA Selaku Subseksi Penatagunaan Tanah dan Kawasan tertentu
mengatakan:
“Kita memediasi antara kedua yang berkonflik agar permasalahannya cepat
selesai. Kita dibantu dari pemerintah daerah dan pemerintah kecamatan,
tokoh masyarakat, beserta pihak kepolisian. Selain mengatur/pengatur, kita
juga sebagai aktor dan memfasilitasi beserta negosiasi. Segala cara kita
lakukan, agar daerah kita ini aman dan tidak banyak masalah lagi terkait
konflik lahan.” Hasil wawancara NA, pada tanggal 03 Desember 2019)
Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa pihak
BPN Kabupaten Enrekang memediasi antara kedua yang berkonflik agar
permasalahannya cepat selesai. Dan juga dibantu dari pemerintah daerah dan
pemerintah kecamatan, tokoh masyarakat, beserta pihak kepolisian. Selain
mengatur/pengatur, kita juga sebagai aktor dan memfasilitasi beserta negosiasi.
Segala cara kita lakukan, agar daerah kita ini aman dan tidak banyak masalah lagi
terkait konflik lahan.
BPN sebagai salah satu aktor yang berperan dalam penyelesaian konflik
tanah yang terjadi, berbagai upaya dilakukan oleh BPN dalam penyelesaian konflik
tersebut tetapi terdapat kendala sengketa ini belum juga terselesaikan hingga saat
ini yaitu masyarakatnya yang tidak mengikuti jalur hukum dan jalur BPN yang
sudah ditetepkan untuk menangani sengketa tanah yang terjadi sehingga tidak
terlaksana mediasi dan pengadilan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Upaya
yang dilakukan oleh BPN sudah banyak yang dilakukan dengan memfasilitasi rapat
DPR RI BPN RI serta mediasi antar kedua pihak untuk mendapatkan kesepakatan
78
bersama untuk menyelesaikan konflik tersebut tetapi upaya tersebut belum juga
bisa menyelesaikan konflik tanah yang terjadi.
Peran BPN Kabupaten Enrekang dalam penanganan sengketa tanah antara PT
PN XIV dan masyarakat Maroangin sudah bisa dirasakan dalam penyelesaian
konflik tanah yang terjadi tetapi upaya yang dilakukan BPN belum bisa
menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi antara PT PN XIV dan warga
Maroangin karena keberadaan masyarakat Maroangin yang ingin menang dengan
jalannya sendiri tidak bersedia menyelesaikan masalah melalui pengadilan agar
jelas lahan tersebut jatuh kepada warga atau ke perusahaan.
BPN Kabupaten Enrekang sangat berperan dalam penanganan sengketa tanah
yang terjadi tetapi upaya-upaya yang dilakukan kurang berhasil untuk menciptakan
perdamaian kedua pihak yang terjadi perselisihan yang diakibatkan perebutan lahan
seluas 5.230 Ha.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis untuk melalui informasi dalam
peran BPN Kabupaten Enrekang dalam penanganan konflik lahan yang terjadi yang
bernarasumber BPN, PT.PN XIV, dan masyarakat disimpulkan bahwa BPN sudah
berperan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dari tahapan tahapan yang sudah
menjadi peraturan BPN. Tahapan pertama yaitu pelaporan yang diserahkan ke BPN
kemudian dilakukan tindakan penanganan kemudian pemetaan masalah dilanjut
dengan detifikasi dan penyelesaian konflik. Tahapan-tahapan yang sudah ada
diperaturan BPN ini yang menjadi landasan untuk berupaya dalam penanganan
sengketa tanah yang terjadi antara PT P T X I V dan masyarakat M a r o a n g i n
yang memperebutkan lahan seluas 5.230 Ha.
79
BPN sebagai salah satu aktor yang ikut menangani sengketa tanah yang
terjadi sudah melakukan berbagai upaya agar terlaksananya penyelesaian melalui
mediasi, regulator, dinamisator dan fasilitator.
80
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang berjudul Peran Badan
Pertanahan Nasional Dalam Mengoptimalisasi Penyelesaian Konflik Lahan (Studi
Kasus Desa Maroangin Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang), maka dapat di
simpulkan sebagai berikut :
1. Pemerintah benar-benar mengatur sebagai regulator untuk mencari tau
kejelasan dari konflik yang terjadi antar PT. PN XIV dan masyarakat Desa
Maroangin Kecamatan Maiwa. Ini merupakan langkah yang benar yang dilakukan
oleh pemerintah dalam menangani masalah tersebut.
2. Pemerintah kecamatan ataupun pemerintah desa menggerakkan partisipasi
untuk memelihara dinamika konflik daerah apabila musyawarah tidak mendapat
titik temu maka aparat pemerintah kecamatan dan desa akan memberikan
bimbingan dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat yang
mengadu tentang konflik lahan.
3. Pemerintah Kabuparen Enrekang memfasilitasi pemerintah dari kecamatan
untuk berkumpul dan membahas permasalahan yang menjadi dasar terjadinya
konflik. Ini merupakan salah satu langkah yang di tempuh oleh pemerintah daerah
demi mencapai titik temu atau akar permasalahan dari konflik yang terjadi.
81
B. Saran
Dari kesimpulan diatas maka penulis ada berapa hal yang penulis sarankan
semoga kiranya dapat bermanfaat dan bisa menjadi bahan evaluasi untuk kita semua
tanda terkecuali.
1. Masyarakat Desa Maroangin Kecamatan Maiwa yang tidak bersedia mengikuti
jalur hukum pengadilan dan PT PN XIV yang tidak bersedia mediasi dengan warga
Desa Maroangin yang membuat konflik lahan yang terjadi tidak terselesaikan
hingga sekarang maka diperlukan untuk meningkatkan koordinasi pemerintah
untuk menangani konflik lahan antara PT PN XIV dan masyarakat Desa Maroangin
Kecamatan Maiwa.
2. Sengketa tanah yang terjadi antara PT HIM dengan warga Kampung Bandar
Dewa sudah bertahun-tahun dan sampai saat ini belum terselesaikan maka dari itu
perlu mengadakan konferensi perdamaian terhadap kedua belah pihak yang
bersengketa yang difasilitasi oleh pemerintah.
3. Konflik lahan yang terjadi sudah cukup lama sehingga perlunya workshop
penyelesaian konflik yang bisa memberi pemahaman tentang konflik dan
perdamaian dari konflik.
4. Warga Desa Maroangin Kecamatan Maiwa tidak mau mengikuti jalur hukum
pengadilan mereka hanya ingin lahan tersebut kembali kepada mereka maka
diperlukan pemberian dorongan positif dengan memberikan pemahaman tentang
konflik dan kepemilikan tanah kepada masyarakat adat agar sadar terhadap regulasi
yang menentukan siapa pemilik asli tanah tersebut.
82
DAFTAR PUSTAKA
Biddle B. J. & Thomas. E. J 1966. Role Theory: Concepts and Recearch, New
York: John Wiley & Sons, inc.
Fisher, Simon, dkk. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi Untuk
Bertindak, Cetak Pertama, Ahli Bahasa S.N. Kartikasari, dkk, The British
Counsil, Indonesia, Jakarta.
Jayadinata, T. Johara, 1999. Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah. Institut Teknologi Bandung.
Joni Emizon, 2001. Alternative Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan,
Garamedia Pustaka Utama, Jakarta.
Labolo, Muhadam, 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori,
Konsep dan Pengembangannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Lindgren, D.T. 1985. Penginderaan Jauh Untuk Perencanaan Penggunaan Lahan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Malingreau, 1978. Penggunaan Lahan Pedesaan, Penafsiran Citra Untuk
Interpretasi Dan Analisinya. Pusat Pendidikan Interpretasi Citra
Penginderaan Jauh Dan Survey Terpadu. Yogyakarta: UGM.
Miles, Matthew B. Dan A. Michael Hurberman. 2009. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI PRESS.
Myers, D.G. (1993). Social Psychology. New York: M Graw-Hill, INC
Ndraha, Taliziduhu. 2005. Kybernologi (Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan).
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori Kontemporer. Jakarta:
Kencana
Soerjono Soekanto. 2006 Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Spradley.P. James. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R Dan D, alfabeta:
Bandung.
83
Sugeng Bayu Wahyono, dkk. 2004. Dinamika Konflik Dalam Transisi Demokrasi.
Yogyakarta: Institut Pengembangan Demokrasi dan Hak Asasi Manusia
(INPEDHAM).
Supohardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun
Konsensus. Bogor: Pustaka LATIN.
Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Sutaryono, Nugrogo, Tarli dan Afifi, Irfan. 2014. Ilmu Agraria Lintas Disiplin:
Tinjauan Filsafat Ilmu. Yogyakarta: STPN Press.
Usman, R. 2003. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. PT citra
Aditya Bakti. Bandung.
Winardi. 1994. Manajemen Konflik Perubahan dan Pembangunan. Bandung.
Penerbit: Mandar Maju.
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori. Aplikasi, dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Wirutomo, Paulus. 1981. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali
Press.
Firdalia, 2016, “Penanganan Sengketa Tanah Antara PT HIM (Huma Indah Mekar)
dan Masyarakat Tulang Bawang Barat”. Skripsi Ilmu Administrasi Negara
FISIP UNILA, Bandar Lampung.
Pamungkas Suryo Jimmy, 2010. Peran Badan Pertanahan Nasional dalam
Menangani Konflik, Sengketa dan Perkara Pertanahan di Kota Semarang.
Skripsi Ilmu Pemerintahan FISIP UNDIP, Semarang.
Rosmitasari, Reni, dkk, 2013, “Peran Pemerintah Daerah Dalam Penyelesaian
Sengketa Tanah Di Lahan Pasific Mall Kota Tegal”. Jurnal Ilmu
Pemerintahan FISIP Universitas Diponegoro, Semarang.
https://www.google.com/amp/sulselekspres.com/2018/07/31/ini-awal-mula-
konflik-petani-enrekang-dengan-pt-pn-xiv-persero/.
https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/viewFile/4755/4194.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria.
PP 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai
Atas Tanah.
84
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Lrangan Pemakaian Tanpa Ijin
yang Berhak atau Kuasanya yang Sah.
Top Related