1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya lah kami dapat menyusun laporan tutorial
blok 12 ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Di sini kami membahas sebuah kasus yang kemudian dipecahkan secara kelompok
berdasarkan sistematikanya mulai dari klarifikasi istilah, identifikasi masalah, menganalisis,
meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta mengidentifikasi topik
pembelajaran.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok, teks book,
media internet.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, orang tua, tutor, dan para anggota kelompok yang telah mendukung baik moril maupun
materil dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca demi kesempurnaan laporan kami di kesempatan mendatang. Semoga laporan ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca. Terima kasih.
Palembang, 15 November 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
SKENARIO A : 3
A. Klarifikasi Istilah 3
B. Identifikasi Masalah 3-4
C. Analisis Masalah 4-20
D. Keterkaitan Antarmasalah 20
E. Learning issue 21
F. Sintesis 21-58
G. Kerangka Konsep 59
H. Kesimpulan 59
I. Daftar Pustaka 60
3
SKENARIO A BLOK 12 TAHUN 2013
Tuan A, berumur 70 tahun, datang ke klinik untuk kontrol setelah dirawat karena myocardial
infarction (MI). Dia mendapat tindakan angioplasti yang sukses dan sekarang tanpa gejala.
Selama dirawat di RS didapatkan bahwa Tuan A menderita hipertensi sehingga dia diberi terapi
metoprolol oral. Dari anamnesis lanjut diketahui pasien sebelum terkena serangan MI, belum
pernah berobat, bukan perokok dan tidak menderita diabetes mellitus. Waktu kecil dia menderita
asma namun belakangan ini tidak pernah kambuh.
1. Klarifikasi Istilah
1. Myocardial infarction : nekrosis miokardium yang luas akibat gangguan suplai darah.
2. Angioplasty : prosedur angiografik untuk menghilangkan daerah yang
mengalami penyempitan pada pembuluh darah.
3. Metoprolol oral : agen penyekat beta 1 – adrenergic yang digunakan dalam bentuk
garam suksinat dan tartrat dalam pengobatan hipertensi, angina,
pectoris kronik, dan infark miocard yang diberikan secaral oral.
4. Beta 1 – adrenergic : resep adrenergic yang memperkuat daya dan frekuensi kontrasi
jantung.
5. Diabetes mellitus : kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan
simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan metabolism
karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari defisiensi
sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, defisiensi transporter
glukosa. atau keduanya.
6. Asma : sebuah gangguan umum dimana peradangan kronis pada tabung
tabung bronchial (bronkus) dan saluran udara menyempit.
2. Identifikasi masalah
1. Tuan A, berumur 70 tahun, menderita myocardial infarction. Dari anamnesis diketahui
tuan A bukan perokok, tidak menderita DM, waktu kecil pernah menderita asma.
4
2. Selama dirawat tuan A diketahui menderita hipertensi sehingga diberi terapi metoprolol
oral.
3. Tuan A mendapat tindakan angioplasty.
3. Analisis masalah
1. Tuan A, berumur 70 tahun, menderita myocardial infarction. Dari anamnesis diketahui
tuan A bukan perokok, tidak menderita DM, waktu kecil pernah menderita asma.
a. Bagaimana hubungan riwayat asma dengan penggunaan obat metoprolol untuk
penderita myocardial infarction?
Apabila metoprolol diberikan melebihi dosis yang dianjurkan, hal itu dapat
menimbulkan asma. Hal ini dikarenakan metoprolol dapat menghambat reseptop
Beta-2.
b. Bagaimana patofisiologi dari Myocardial infarction?
Berawal dari proses aterosklerosis yang merupakan factor etiologi utama
yang mendasari terjadinya penyakit jantung koroner. Terbentuknya plaque dari
aterosklerosis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah arteri, bila
plaque ini pecah dan berdarah menyebabkan thrombosis dan obstruksi arteri
koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75% akan meningkatkan kematian
(30 – 40%).
Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan
mempengaruhi perfusi koroner. Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada
menyebabkan iskemia miokard. Pada iskemia memaksa miokardium mengubah
metabolisme bersifat anaerob dimana asam laktat yang dihasilkan tertimbun di
sel-sel miokard akan menstimuli ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri dada,
serta kadar pH sel akan berkurang/asidosis.Keadaaan ini mengganggu stabilitas
membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+
dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang
terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia miokard yang
5
berlangsung lama lebih dari 35 – 45 menit menyebabkan kerusakan sel-sel
miokard yang irreversible dan nekrosis.
Pada keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan kontraksi
berkurang, penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama
jantung. Hal ini akan mengubah hemodinamika. Mekanisme kompensasi output
cardial dan perfusi yang mungkin meliputi stimulasi simpatik berupa peningkatan
heart rate, vasokontriksi, hipertrofi ventrikel.
Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu zona
nekrotik, injury dan iskemia. Zona injury dan iskemia berpotensial dapat pulih
kembali tergantung pada kemampuan jaringan sekitar iskemia membentuk
sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat.
Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang tersumbat.
Miokard infark paling sering mengenai ventrikel kiri. Dan area yang terkena dapat
seluruh otot jantung (infark transmural) atau hanya mengenai sebagian dalam
lapisan miokard (infark sub endokardial). Infark miokard transmural disebabkan
oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga
minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam
waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-
beda.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
6
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri coroner.
c. Bagaimana cara mendiagnosis Myocardial Infarction secara makroskopis dan
mikroskopis?
Morfologi dari infark myocard
7
Normal myocardium
Infark myocardium
8
d. Bagaimana tatalaksana dari myocardial infarction?
Infark Miokard Akut (IMA) dibagi 2 berdasar gambaran EKG yaitu IMA
dengan elevasi segmen ST dan IMA dengan non elevasi segmen ST. Pada IMA
dengan elevasi ST mempunyai indikasi untuk dilakukan obat trombolitik
sedangkan yang non elevasi ST obat trombolitik tidak indikasi.
1. Terapi Trombolitik
Obat intravena trombolitik mempunyai keuntungan karena dapat diberikan
melaluin vena perifer. Sehingga terapi ini dapat diberikan seawal mungkin,
dikerjakan dimanapun (rumah, mobil ambulan, helikopter dan unit gawat darurat)
dan relatif murah.
Mekanisme kerja obat trombolitik melalui konversi inactive plasmin zymogen
(plasminogen) menjadi enzim fibrinolitik (plasmin). Plasmin mempunyai
spesifitas lemah terhadap fibrin dan dapat melakukan degradasi terhadap beberapa
protein yang mempunyai ikatan arginyl-lysyl seperti fibrinogen. Karena itu
9
plasmin dapat menyebabkan fibrin (nogen) lisis (systemic lytic state) yang
menyebabkan kecenderungan perdarahan sistemik. Dalam pengembangan obat
trombolitik dibuat obat trombolitik generasi kedua yang mempunyai sifat spesifik
terhadap fibrin yang bekerja pada permukaan fibrin. Plasmin hanya bekerja pada
klot fibrin dengan melalui hambatan alpha2-antiplasmin.
Direkomendasikan penderita infark miokard akut <12 jam yang mempunyai
elevasi segmen ST atau left bundle branch block (LBBB) deberikan IV
fibrinolitik jika tanpa kontra indikasi. Sedangkan penderita yang mempunyai
riwayat perdarahan intra kranial, stroke atau perdarahan aktif tidak diberikan
terapi fibrinolitik. Dosis streptokinase diberikan 1,5 juta IU diberikan dalam
tempo 30-60 menit.
PTCA Primer
Pada penderita IMA, angioplasty primer secara khusus dengan stenting
koroner dan pemberian glikoprotein IIb/IIIa inhibitor akan memberikan hasil baik.
Beberapa penelitian random, kontrol mendukung bahwa PTCA primer lebih
efektif dibanding trombolitik. Rekomendasi PTCA primer sebagai alternatif
terhadap terapi trombolitik dilakukan pada pusat PTCA yang lengkap dan
didukung ahli dalam prosedur PTCA primer dengan pengalaman mencukupi. Di
Amerika Serikat kurang dari 20% rumah sakit mampu melakukan PTCA primer.
Komite memberikan perhatian karena belum rutinya prosedur PTCA sehingga
jangan sampai menimbulkan keterlambatan reperfusi karena menyiapkan
prosedur PTCA primer.
2. Terapi Antiplatelet
a. Aspirin
Aspirin mempunyai efek menghambat siklooksigenase platelet secara
ireversibel. Proses tersebut mencegah formasi tomboksan A2. The Veteran
Administration Cooperatif study, Canadian Multicenter Trial danThe Montreal
10
Heart Institute Study membuktikan aspirin menurunkan resiko kematian dan
infark miokard akut fatal dan non fatal sebesar 51-72% pada penderita angina
tidak stabil. Mera analisis oleh Antiplatelet Trialist Collaboration
memperlihatkan penurunan resiko >25% terhadap kematian dan infark kiokard
akut.
Pemberian aspirin untuk penghambatan agregasi platelet diberikan dosis awal
paling sedikit 160 mg dan dilanjutkan dosis 80-325 mg per hari. pemberian dosis
aspirin yang lebih besar akan mengakibatkan perdarahan pada gastrointestinal.
Aspirin mempunyai keterbatasan pada agregasi platelet karena lemah
menghambat aktivasi platelet oleh adenosine dipospat dan kolagen.
b. Tiklopidin
Tiklopidin merupakan derivat tienopiridin yang efektif sebagai pengganti
aspirin untuk pengobatan angina tidak stabil. Mekanismenya berbeda dengan
aspirin. Tiklopidin menghambat agregasi platelet yang dirangsang ADP dan
menghambat transformasi reseptor fibrinogen platelet menjadi bentuk afinitas
tinggi.
c. Clopidogrel
Clopidrogel merupakan derivat tienopiridin baru. Clopidogrel mempunyai
efek menghambat agregasi platelet melalui hambatan aktivasi ADP dependent
pada kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Efek samping clopidogrel lebih sedikit
dibanding tiklopidin dan tidak pernah dilaporkan menyebabkan neutropenia.
Pada tahun 1996 dilakukan penelitian pada 19.185 penderita penyakit
aterosklerosis dengan manifestasi stroke iskemia, infark miokard dan penyakit
vaskular perifer simptomatik dilakukan random, diberikan clopidogrel atau
aspirin. Setelah diikuti 1,9 tahun clopidogrel terbukti lebih efektif dibanding
aspirin dalam penuruan resiko stoke iskemia, infark miokard atau kematian
karena penyakit vaskular, kejadian infark miokard akut dan kematian. Pada
penelitian CURE didapatkan kombinasi clopidogrel dan aspirin mengakibatkan
11
kejadian infark miokard akut dan kematian sebesar 9,3% dibanding pemberian
aspirin saja sebesar 11,4% (p<0,001). Tetapi terjadi peningkatn resiko
perdarahan pada kelompok kombinasi aspirin dan clopidogrel. Penelitian
terakhir pada COMMIT dan CLARITY memberikan hasil penuruan kematian
pada penderita infark miokard akut yang diobati clopidogrel.
Antagonis Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa
Antagonis glikoprotein IIb/IIIa menghambat reseptor yang berinteraksi
dengan protein-protein seperti fibrinogen dan faktor von willebrand. Secara
maksimal menghambat jalur akhir dari proses adesi, aktivasi dan agregasi
platelet. Telah dikembangkan tiga kelas penghambat glikoprotein IIb/IIIa yaitu
antibodi murine-human chimeric (abciximab), bentuk synthetic peptide
(eptifibatide) dan bentuk synthetic nonpeptide (tirofiban dan lamifiban).
3. Terapi antithrombin
Unfractioned heparin
Unfractioned heparin merupakan glikosaminoglikan yang terbentuk dari
rantai polisakarida dengan berat molekul 3000-30.000. Rantai polisakarida
berikatan dengan antitrombin III dan menyebabkan penghambatan trombin dan
faktor Xa. Meta analisis memperlihatkan penurunan 33% insidensi infark
miokard dan kematian pada penderita yang mendapat terapi kombinasi
unfractioned heparin dan aspirin dibanding pengobatan aspirin saja. Guidelines
mendukung pengobatan unfractioned dikombinasi dengan aspirin pada
pengobatan angina tidak stabil. Unfractioned heparin mempunyai kelemahan
pada variabilitas terhadap dose-reponse.
Low molecular – weight heparins (LMWH)
LMWH mempunyai rantai pendek (< 18 sakarida) dengan bervariasi
rasio anti faktor Xa : anti faktor IIa. Efikasi LMWH pada IMA non ST elevasi
12
bervariasi tergantung preparat LMWH. Lebih tinggi rasio anti faktor Xa: anti
faktor IIa akan menghambat pembentukan trombin lebih baik
LMWH mempunyai keunggulan dibanding unfractioned heparin yaitu
bioavailibilitas meningkat tiga kali dengan pemberian secara subkutan,
mempunyai waktu paruh lebih panjang, durasi kerja lebih panjang, mempunyai
sedikit efek pada hambatan agregasi platelet, tidak memerlukan monitoring
laboratorium, menurunkan resiko trombositopenia, kurang berinteraksi dengan
trombosit sehingga menurunkan resiko perdarahan.
Direct antithrombin
Direct antithrombin menghambat formasi trombin tanpa tergantung aktivitas
antithrombin III dan terutama menurunkan aktivitas trombin. Direct
antithrombin yaitu hirudin, hirulog, argatroban, efegatran dan inogatran akan
menghambat ikatan klot trombin secara lebih efektif dibanding penghambat
trombin indirek.
4. Penanganan IMA sebelum di rumah sakit :
Monitor, lakukan ABC. Siapkan diri untuk melakukan RJP dan
defibrilasi.
Berikan oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika diperlukan.
Jika ada, periksa EKG 12-sadapan; jika ada ST elevasi: Informasikan
secara dini rumah sakit dengan transmisi atau interpretasi, mulai ceklist
terapi fibrinolitik, Informasikan dini rumah sakit untuk mempersiapkan
penanganan STEMI
5. Penilaian di Ruang Gawat Darurat segera (<10 mnt)
Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
Pasang jalur IV
Periksa dan baca EKG 12-sandapan
Lakukan anamnesis & pemeriksaan fisik yang terarah & cepat
Lakukan ceklis terapi fibrinolisis, lihat jika ada kontraindikasi
13
Periksa enzim jantung, elektrolit , dan koagulasi
Dapatkan pemeriksaan sinar X dada yang portabel (<30 mnt)
6. Tata laksana umum diruang gawat darurat segera
Mulai pemberian oksigen 4 L/mnt; pertahankan saturasi O2 >90%
Aspirin 160-325 mg (jika belum diberikan)
Nitrat sublingual, semprot, atau IV
Morfin IV jika nyeri tidak berkurang dengan nitroglicerin.
7. Strategi reperfusi
Pada onset IMA kurang atau 12 jam :
Terapi trombolitik atau PTCA primer ditentukan oleh kriteria pasien dan
institusi
Door-to-balloon inflation (PCI) target 90 mnt
Door-to-needle (fibrinolisis) target 30 mnt
Lanjutkan terapi tambahan:
ACE inhibitors/angiotensin receptor blocker (ARB) diberikan dalam 24
jam sejak gejala muncul
HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
Pada IMA lebih dari 12 jam :
Pasien risiko tinggi:
Nyeri dada iskemik yg berulang
Deviasi ST yg berulang/persisten
VT
Hemodinamik tdk stabil
Tanda gagal pompa
Strategi invasif awal, termasuk kateterisasi dan revaskularisasi untuk syok
dalam 48 jam setelah AMI
14
Lanjutkan ASA, heparin, dan terapi lain spt diindikasikan.
Penghambat ACE/ARB
HMG CoA reductase inhibitor (terapi statin)
2. Selama dirawat tuan A diketahui menderita hipertensi sehingga diberi terapi metoprolol
oral.
a. Mengapa metoprolol diberikan secara oral?
Pemberian metoprolol dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu oral dan
injeksi. Penghambat-β efektif per oral. Pemberian secara oral memberikan efek
yang berlangsung lebih lambat didalam tubuh dibandingkan dengan injeksi.
Dengan kata lain, tujuan dari pemberian metoprolol secara oral adalah untuk
menjaga agar kadar obat dalam plasma dapat bekerja dalam waktu yang cukup
lama. Penghambat-β dapat memerlukan beberapa minggu untuk menghasilkan
efek lengkapnya.
b. Bagaimana farmakokinetik dari metoprolol oral?
Metaprolol merupakan golongan obat beta bloker. Obat ini merupakan
beta bloker yang mudah larut dalam lemak. Kelompok obat jenis ini diabsorpsi
dengan baik (>90%) dari saluran cerna, tetapi bioavailabilitasnya rendah (tidak
lebih dari 50%) karena mengalami metabolisme lintas pertama yang ekstensif di
hati. Eliminasinya melalui metabolisme di hati sangat ekstensif sehingga obat
utuh yang diekskresikan melalui ginjal sangat sedikit (kurang dari 5%),metoprolol
<10%. Kelompok ini mempunyai waktu paruh eliminasi yang pendek, metoprolol
memiliki waktu paruh 3-6 jam. Kelompok obat jenis ini juga mudah mencapai
CCS (cairan cerebro spinal), maka lebih sering menimbulkan efek-efek samping
sentral.
c. Bagaimana farmakodinamik dari metoprolol oral?
Metoprolol digunakan dengan atau tanpa obat lain untuk mengobati
tekanan darah tinggi (hipertensi). Menurunkan tekanan darah tinggi membantu
mencegah stroke, serangan jantung ,dan ginjal. Obat ini juga digunakan untuk
15
mengobati nyeri dada ( angina ) dan untuk meningkatkan kelangsungan hidup
setelah serangan jantung. Metoprolol merupakan obat antiadrenergik golongan β
bloker 1. Metoprolol bekerja dengan menghambat aksi reseptor β1 di jantung
(juga di SPP dan ginjal). Blokade reseptor ini mengakibatkan pelemahan daya
kontraksi, penurunan frekuensi jantung (efek kronotrop negative, bradikardia) dan
penurunan volume-menitnya. Juga perlambatan penyaluran impuls di jantung
(impuls AV). Pada pindolol efek ini lemah. Pada Tuan A, asma yang dideritanya
sejak kecil tidak kambuh lagi karena, kerja dari metroprolol selektif pada reseptor
β1 saja. Sedangkan pengaturan brokodilator/bronkokonstriktor dilakukan oleh
reseptor β2 yang juga bekerja pada dinding pembuluh dan usus. Obat-obatan yang
memblok reseptor ini dapat mengganggu kerja homeostatis tubuh dalam
memelihara kadar glukosa dalam darah (efek hipoglikemia).
d. Bagaimana cara perhitungan dosis dari metoprolol?
Dosis awal yang diberikan: 50-100 mg/hari
Kisaran umum dosis pemeliharaan: 200-400 mg/hari
Sediaan:
Oral : tablet 50 mg, 100 mg
Oral extended-release (Toprol-XL) : tablet 50 mg, 100 mg, 200 mg
Parenteral : 1 mg/mL untuk injeksi
e. Bagaimana indikasi dan kontraindikasi metoprolol oral? (jelaskan kalau ia
kontraindikasi nya kenapa)
Indikasi : Hipertensi, infark miokard, angina pektoris.
Kontraindikasi : Bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, kardiogenik
syok, gagal jantung tersembunyi.
3. Tuan A mendapat tindakan angioplasty.
a. Apa tujuan dari tindakan angioplasty?
Tindakan angioplasti koroner adalah suatu tindakan intervensi jantung
berupa tindakan kateterisasi jantung yang bertujuan untuk membuka sumbatan di
16
pembuluh darah koroner pada penderita penyakit jantung koroner. Tindakan
angioplasti koroner sering disebut juga dengan istilah balon kateter, pemasangan
cincin/ring/jala/sten koroner. Tindakan angioplasti koroner bukanlah suatu
tindakan pembedahan, dilakukan tanpa dibius total, selama tindakan pasien tetap
sadar, paska tindakan tidak ada tindakan penjahitan luka.
Tindakan angioplasti koroner dilakukan setelah dokter memastikan adanya
sumbatan koroner melalui pemeriksaan angiografi koroner.
Tindakan angioplasti koroner dilakukan di dalam suatu ruangan khusus yang
disebut sebagai „cath lab‟ (laboratorium tindakan kateterisasi jantung). Di dalam
„cath lab‟ terdapat alat radiologi yang dapat menangkap citra kateter dan
pembuluh darah koroner dengan memaparkan sinar-x/sinar Rontgen. Citra
pembuluh darah yang pada pemeriksaan sinar Rontgen biasa tidak tampak, setelah
injeksi zat kontras maka citra pembuluh darah pada pemeriksaan angiografi bisa
dilihat dengan jelas.
Untuk membuka sumbatan koroner, dokter akan memasukan kateter ke lokasi
pembuluh darah koroner yang tersumbat. Kateter dimasukan dari pembuluh darah
lengan atau pembuluh darah selangkangan / kaki hingga menuju jantung.
17
Ketika ujung kateter telah mencapai target pembuluh darah yang menyempit,
balon kateter akan dikembangkan sehingga pembuluh darah yang menyempit akan
terbuka, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan sten/jala/cincin/ring
penyangga.
b. Bagaimana prosedur angioplasty pada penderita Myocardial Infarction?
Prosedur angioplasty biasa dilakukan oleh dokter, asdok, perawat, ahli
kardiovaskuler, atau orang-orang tertentu yang telah mendapat pelatihan ekstensif
dalam penanganan prosedur ini. Adapun tatacaranya adalah:
Pasien harus tenang tiduran di meja alat pemeriksaan karena pada saat
pemeriksaan pasien akan tetap 'sadar'. Pasien tidak akan dibius umum, namun
tidak akan merasakan nyeri. Bila perlu dokter akan memberikan tablet obat
penenang.
Sebelum pemeriksaan dokter akan melakukan pembiusan lokal di lipat paha
kanan atau di pergelangan tangan kanan. Nyeri akan sedikit dirasakan sesaat
jarum bius menembus kulit. Setelah itu area lipat paha akan 'mati rasa'.
Kateter (selang halus) 'steril' dimasukan melalui pembuluh darah arteri hingga
ke pembuluh darah aorta (pembuluh darah besar jantung). Nyeri tidak akan
dirasakan saat kateter masuk ke pembuluh darah.
Pada saat kateter mencapai target arteri koroner yang menyempit, balon yang
berukuran sangat kecil akan dikembangkan sehingga sumbatan terbuka.
Setelah balon mengembang, akan dipasang sten/jala yang terbuat dari metal
untuk menyangga dinding koroner agar tidak kembali menyempit.
Bila perlu dokter membuka sumbatan koroner dengan balon dan memasang
sten di beberapa lokasi arteri koroner yang menyempit.
Paska tindakan akan dievaluasi aliran koroner melalui pemeriksaan
angiografi. Bila tindakan berhasil maka aliran kontras di pembuluh darah
koroner yang tadinya menyempit jadi akan tampak lancar.
Setelah observasi selama 3-6 jam, pasien boleh jalan kaki, makan dan minum.
Pasien di observasi selama 1 malam menginap di rumah sakit.
18
Persiapan sebelum angioplasty:
Tidak perlu puasa, namun pasien perlu menghentikan makan kira-kira 2 jam
sebelum tindakan. Pasien boleh minum air secukupnya.
Konsumsi obat tablet Aspirin atau Clopidogrel juga warfarin umumnya tidak
dihentikan.
Bila mengidap diabetes melitus, dosis obat hipoglikemik oral atau dosis
injeksi insulin akan disesuaikan.
Melepas kalung perhiasan/asesoris yang terbuat dari metal.
Bila pasien menggunakan alat bantu dengar, alat tetap terpasang agar pasien
dapat mendengarkan instruksi dari dokter.
Buang air kecil.
Menandatangi surat persetujuan tindakan.
Persiapan mental dengan berdoa.
c. Kapan penderita MI diberikan tindakan angioplasty?
Jika obat-obatan tidak mampu menangani/menghentikan serangan jantung., maka
dapat dilakukan tindakan medis, berupa Angioplasti atau CABG (Coronary Artery
Bypass Grafting)
d. Apa saja tindakan lain yang dapat dilakukan apabila angioplasty tidak
memungkinkan?
1. Terapi Obat-obatan
- Mengontrol factor resiko---hentikan merokok, karena merokok dapat
menyebabkan: vasokontriksi, peningkatan agregasi trombosit,
peningkatan viskositas darah, dan tekanan darah tinggi.
- Mengontrol diet dan olah raga / latihan fisik
- Terapi obat-obatan yang berkaitan dengan: diabetes,
hiperkolesterolemia, hipertensi.
- Mengatasi nyeri klaudikasio intermitten dengan cara:
- Istirahat
19
- Menggantungkan ekstremitas ( kebawah ) dan meninggikan bagian
kepala tempat tidur.
- Terapi analgesic untuk menghilangkan nyeri.
- Perawatan kaki dengan tujuan unuk:
- Mencegah infeksi dan ulserasi traumatic
- Menjaga kebersihan kaki dan perawatan kuku
- Menghindari trauma dan suhu yang ekstrim
- Memakai sepatu yang tepat ( sbg tindakan pencegahan)
Apabila terjadi infeksi luka maka:
- Diberi obat antibiotic intravena
- Obat topical
- Tindakan bedah
- Amputasi / rekonstruksi arteri.
2. Terapi Bedah
- Apabila terjadi penyakit aortoiliaka dengan femoropoplitea paten
- Klaudikasio intermitten pada saat istirahat.
Tindakan bedah dilakukan dengan cara:
1. Teknik Cangkok pintas dengan menggunakan Dacron.
2. Endarterektomi yaitu diseksi dan pengankatan plak ateroma dari
lumen arteri.
e. Bagaimana prosedur perawatan pasca angioplasty pada penderita myocardial
infarction?
- Setelah proses angioplasty pasien biasanya akan dirawat inap di rumah sakit,
namun jika tidak ada komplikasi, pasien diperbolehkan pulanh kerumah pada
hari berikutnya. Tempat dimana kateter dimasukan kemudian akan dimonitor
keadaan pendarahan dan pembengkakanya. Denyut jantung dan tekanan darah
pun akan terus dipantau.
- Biasanya pasien akan menerima obat yang dapat membuat ,ereka bersantai
dan relaxed untuk melindungi arteri terhadap kemungkinan terjadinya kejang.
Pasien biasanya mampu berjalan dalam waktu dua sampai enam jam setelah
20
prosedur angioplasty dilaksanakan dan dapat kembali kerutinitas normal
mereka beberapa minggu berikutnya.
- Proses pemulihan angioplasty dilakukan dengan menghindari aktivitas fisik
selama beberapa hari setelah prosedur. Pasien disarankan untuk menghindari
kegiatan mengangkat atau kegiatan fisik berat lainya selama seminggu penuh.
Pasien juga perlu menghindari stress fisik atau kegiatan olahraga yang
berkepanjangan selama maksimal dua minggu setelah angioplasty
dilangsungkan.
- Pasien dengan implantasi stent (cincin penyangga) biasanya diresepkan
clopidogrel yang dikonsumsi pada waktu yang sama dengan asam
asetilsalisilat. Obat-obatan ini dimaksudkan untuk mencegah pembekuan
darah dan biasanya dikonsumsi untuk setidaknya bulan pertama setelah
prosedur angioplasty dilakukan.dalam kebanyakan kasus pasien diberi obat
yang sama untuk dikonsumsi selama jangka waktu 1 tahun.
- Pasien yang mengalami pembengkakan, perdarahan atau nyeri pada lokasi
penyisipan balon kateter, demam, merasa lemas atau lemah, perubahan suhu
atau warna di lengan atau kaki yang digunakan atau sesak napas atau nyeri
dada harus segera menghubungi dokter.
4. Keterkaitan antarmasalah
Hipertensi yang tidak disadari Serangan MI Kontrol MI diketahui hipertensi
diberi metoprolol (keterangan asma dan diabetes mellitus untuk meninjau obat yang sebaiknya
digunakan) tensi normal angioplasty.
21
5. Learning issue
Pokok bahasan What I know What I don’t
know
What I have
to prove
How I will
learn
Myocardial
Infarction
- Definisi
- Patofisiologi
- Diagnosis
- Tata Laksana
Internet, jurnal,
text book, pakar
Obat Anti-
Hipertensi
- Definisi - Mekanisme
- Jenis
- Dosis
- Sediaan
- Indikasi
Angioplasty - Definisi - Prosedur
- Syarat-syarat
untuk
tindakan
angioplasty
6. Sintesis
1. Myocardial Infarction
Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh
obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus. Iskemia terjadi oleh
karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah
dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik
dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh
aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan
seperti kokain.
22
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Gejala klinis sangat mencemaskan
karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala
pendahuluan.
Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan
arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri kemudian bercabang
menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri
berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan
pada sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner
kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.
Faktor Penyebab
Infark Miokard bisa terjadi bila suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan tidak
tertangani dengan baik sehingga hal tersebut bias menyebabkan kematian sel-sel jantung
tersebut. Gangguan oksigenasi dapat terjadi karena berupa factor antara lain:
1. Berkurangnnya suplai oksigen ke Miokardium
a. Faktor pembuluh darah
Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung diantaranya spasme, aterosklerosis dan arteritis. Misalnya
23
spasme pembuluh darah, pembuluh darah coroner ini bisa terjadi pada orang yang
memiliki riwayat penyakit jantung. Biasnya terkait dengan mengkonsumsi obat tertentu,
stress dan merokok.
b. Faktor sirkulasi
Kondisi yang menyebabkan adanya gangguan pada sirkulasi diantaranya adalah
keadaan saat hipotensi, stenosis atau pun insufisiensi pada katup-katup jantung.
c. Faktor darah
Jika daya angkut darah berkurang, maka sebaik apapun pembuluh darah dan
pemompaan jantung, maka hal tersebut tidak akan cukup membantu. Hal yang bisa
menyebabkan terganggunya daya angkut darah diantaranya anemia, hipoksemia dan
polisitemia.
2. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi dengan baik
yaitu dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan cardiac output. Akan tetapi
jika orang tersebut telah mengidap penyakit jantung maka mekanisme kompensasi ini justru
pada akhirnya akan memperberat kondisinya karena hal ini otomatis akan membuat
kebutuhan oksigen semakin meningkat sedangkan dari suplai oksigen itu sendiri tidak
bertambah. Aktivitas pemicunya adalah aktivitas berlebihan, emosi dan makan terlalu
banyak.
Faktor Resiko
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis
kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring
bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain
masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor- faktor
tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor
psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.
Menurut Anand, wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih
lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai
faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita
24
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen.
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.
The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai
faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia
(Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang
perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian
karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail
(2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di
daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit
jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh
(IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya
keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes
melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial,
personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko
terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
25
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang
rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol
satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard.
Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki
peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).
Patofisiologi Infark Miokard
Berawal dari proses aterosklerosis yang merupakan factor etiologi utama yang mendasari
terjadinya penyakit jantung koroner. Terbentuknya plaque dari aterosklerosis menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah arteri, bila plaque ini pecah dan berdarah menyebabkan
thrombosis dan obstruksi arteri koroner. Obstruksi pembuluh darah lebih dari 75% akan
meningkatkan kematian (30 – 40%).
Penyempitan atau obstruksi total pembuluh arteri koroner akan mempengaruhi perfusi
koroner. Suplai oksigen yang kurang atau tidak ada menyebabkan iskemia miokard. Pada
iskemia memaksa miokardium mengubah metabolisme bersifat anaerob dimana asam laktat yang
dihasilkan tertimbun di sel-sel miokard akan menstimuli ujung saraf dan menimbulkan rasa nyeri
dada, serta kadar pH sel akan berkurang/asidosis.Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia miokard yang berlangsung lama lebih dari 35 – 45 menit menyebabkan
kerusakan sel-sel miokard yang irreversible dan nekrosis.
Pada keadaan demikian fungsi ventrikel terganggu, kekuatan kontraksi berkurang,
penurunan stroke volume dan fraksi ejeksi serta gangguan irama jantung. Hal ini akan mengubah
hemodinamika. Mekanisme kompensasi output cardial dan perfusi yang mungkin meliputi
stimulasi simpatik berupa peningkatan heart rate, vasokontriksi, hipertrofi ventrikel.
Proses terjadinya infark miokard terbagi dalam tiga zona, yaitu zona nekrotik, injury dan
iskemia. Zona injury dan iskemia berpotensial dapat pulih kembali tergantung pada kemampuan
jaringan sekitar iskemia membentuk sirkulasi kolateral untuk reperfusi cepat.
Luasnya infark tergantung pada pembuluh darah arteri yang tersumbat. Miokard infark paling
sering mengenai ventrikel kiri. Dan area yang terkena dapat seluruh otot jantung (infark
26
transmural) atau hanya mengenai sebagian dalam lapisan miokard (infark sub endokardial).
Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard
dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.
Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide,
yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi
endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka
terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat
cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan
oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan
ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri coroner.
Manifestasi klinis dan Diagnostik
Trias diagnostic pada infark miokard :
1. Riwayat nyeri dada yang khas
27
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya
diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus
ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional),
menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau
nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau
kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati
yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman
nyeri)
2. Adanya perubahan EKG
a. Gelombang Q (signifikan infark) atau Q patologis
b. Segmen ST elevasi
c. Gelombang T(meninggi atau menurun)
3. Kenaikan enzim otot jantung
a. CK-MB, merupakan enzim spesifik sebagai penanda adanya kerusakan pada otot jantung,
enzim ini meningkat pada 6-10 jam setelah nyeri dada dan kembali normal pada 48-72
jam.
b. Aspartate amino transferase (AST) dapat membantu apabila penderita datang kerumah
sakit sesudah hari ke 3 nyeri dada. AST/SGOT meningkat dalam 6-12 jam dan kembali
normal dalam hari ke 3 atau 4.
c. Lactate Dehidrogenase(LDH) akan meningkat sesudah hari ke 4 setelah nyeri dada dan
akan normal sesudah hari ke 10.
28
2. Antihipertensi
I. Tinjauan umum
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (TDS) mencapai lebih dari
140 mm Hg atau tekanan darah diastolik (TDD) lebih besar dari 90 mm Hg.
Hipertensi terjadi akibat peningkatan tonus otot polos vaskular perifer, yang
mengakibatkan peningkatan resistensi arteriol dan penurunan kapasitansi sistem vena.
Pada sebagian besar kasus, penyebab peningkatan tonus vaskular tidak diketahui.
Peningkatan tekanan darah merupakan gangguan yang luar biasa sering, mengenai
sekitar 15 persen populasi di Amerika Serikat (60 juta orang). Meskipun banyak di
antara orang-orang ini yang tidak bergejala, hipertensi kronis-baik sistolik maupun
diastolik-dapat menyebabkan trauma serebrovaskular (stroke), gagal jantung
kongestif, infark miokardium, dan kerusakan ginjal. Insidensi morbiditas dan
mortilitas akan sangat menurun bila hipertensi didiagnosis dini dan ditangani dengan
tepat.
II. Etiologi hipertensi
Meskipun hipertensi dapat terjadi akibat proses penyakit lainnya, lebih dari 90 persen
pasien mengalami hipertensi esensial, yaitu suatu gangguan dengan sebab yang tidak
diketahui dan memengaruhi mekanisme regulasi tekanan darah. Riwayat hipertensi
dalam keluarga meningkatkan kecendrungan seseorang untuk mengalami penyakit
hipertensi. Insidensi hipertensi esensial empat kali lebih sering pada orang kulir hitam
dibandingkan dengan kulit putih. Keadaan ini terjadi lebih sering pada laki-laki paruh
baya, dibandingkan perempuan paruh baya, dan prevalensinya meningkat seiring usia
dan obesitas. Faktor-faktor lingkungan, seperti gaya hidup yang penuh tekanan,
asupan natrium yang tinggi dalam diet, dan merokok, lebih mempredisposisikan
seseorang terhadap terjadinya hipertensi.
III. Mekanisme pengendalian tekanan darah
Tekanan darah arteri diatur dalam kisaran yang sempit untuk menyediakan perfusi
jaringan yang adekuat tanpa menyebabkan kerusakan sistem vaskuler, khususnya
intima arteri (endotelium). Tekanan darah arteri secara langsung sebanding terhadap
produk curah jantung dan resistensi vaskuler perifer. Curah jantung dan resistensi
perifer terutama dikendalikan oeh dua mekanisme yang saling tumpang tindih:
29
barorefleks, yang diperantarai oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin-
angiotensin-aldosterone. Sebagian besar obat antihipertensi menurunkan tekanan
darah dengan cara menurunkan curah jantung dan/atau menurunkan resistensi perifer.
a. Baroreseptor dan sistem saraf simpatis
Barorefleks yang melibatkan sistem saraf simpatis bertanggung jawab terhadap
regulasi tekanan darah yang cepat dari masa ke masa. Penurunan tekanan darah
menyebabkan neuron-neuron yang sensitive terhadap tekanan (baroreseptor dalam
lengkung aorta dan sinus karotis) untuk mengirimkan lebih sedikit impuls menuju
pusat kardiovaskular dalam medulla spinalis. Hal ini mempercepat suatu respon
refleks terhadap peningkatan keluaran simpatis dan menurunkan keluaran
parasimpatis yang menuju jantung dan pembuluh darah, menyebabkan
vasokontriksi dan peningkatan curah jantung. Perubahan ini mengakibatkan
kompensasi kenaikan tekanan darah.
b. Sistem renin-angiotensin-aldosterone
Ginjal menyediakan control jangka panjang tekanan darah dengan cara mengubah
vlume darah. Baroreseptor dalam ginjal berespons terhadap penurunan tekanan
arteri (dan terhadap stimulasi simpatis adrenoreseptor-β) dengan cara melepaskan
enzim renin. Asupan natrium yang rendah dan kehilangan natrium yang lebih
besar juga meningkatkan pelepasan renin. Peptidase ini mengubah
angiotensinogen menjadi angiotensin I, yang selanjutnya diubah menjadi
angiotensin II saat terdapat enzim pengonversi-angiotensin (ACE). Angiotensin II
merupakan vasokontriktor sirkulasi yang paling poten, mengontriksikan arteriol
dan vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah. Angiotensin II menghasilkan
kerja vasokonstriktor itimewa pada arteriol eferen glomerulus ginjal, yang
meningkatkan filtrasi glomerulus. Lebih lanjut, angiotensin II merangsang sekresi
aldosterone yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium ginjal dan
peningkatan volume darah, yang selanjutnya berdampak pada peningkatan
tekanan darah. Efek-efek angiotensin II ini diperantarai oleh stimulasi reseptor
angiotensin II-AT1.
IV. Obat-obat antihipertensi
a. Diuretik
30
Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan
pasien dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol
tekanan darah, diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas
diuretik digunakan untuk mengobati hipertensi: tiazid, loop, agen penahan kalium,
dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi
yang lemah bila digunakan sendiri tetapi memberikan efek aditif bila dikombinasi
dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan
kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis
aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang
lambat (s/d 6 minggu untuk spironolakton). Pada pasien dengan fungsi ginjal
cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk menurunkan tekanan
darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan untuk
mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat
digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan
sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan
penggunaan secara kronis, diuretik tiazide, diuretik penahan kalium, dan
antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis yang nyata. Perbedaan
farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan lama
efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui karena
waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan lama
kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah terutama
dengan mekanisme extrarenal.
Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan
kebanyakan obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi
menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan pemberian
diuretik bersamaan. Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia,
hipomagnesia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan
disfungsi seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama,
walau efek pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-
kadang dapat terjadi hipokalsemia. Studi jangka pendek menunjukkan kalau
indapamide tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual.
31
Semua efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek samping
ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya HCT
100mg/hari). Guideline sekarang menyarankan dosis HCT atau klortalidone 12.5
– 25 mg/hari, dimana efek samping metabolik akan sangat berkurang.
Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada
pasien dengan penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang
menerima ACEI, ARB, NSAID, atau supplemen kalium. Hiperkalemia sangat
bermasalah terutama dengan eplerenone, antagonis aldosteron yang terbaru.
Karena sangat selektif antagonis aldosteron, kemampuannya menyebabkan
hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium lainnya, bahkan spironolakton.
Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau
diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan
gynecomastia pada ± 10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi.
1. Bumetanide
Nama dagang Burinex.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Diuretik kuat.
Mekanisme
kerja
Mengurangi reabsorpsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam interstitium pada ascending limb of Henle.
Indikasi Hipertensi, edema karena gagal jantung, sirosis hepatis, dan
nefrotik sindrom.
Kontraindikasi Wanita hamil dan menyusui, anak <18 tahun.
Efek samping Pusing, sakit kepala, mual, kejang otot.
Interaksi obat Meningkatkan toksisitas litium. Efek ototoksik meningkat
bila diberikan bersama aminoglikosid. Probenesid
mengantagonis bumetanide. Indometasin menghambat efek
obat ini.
Dosis Dewasa: 0,5-2 mg/hari.
2. Eplerenone
3. Furosemide
32
Nama dagang Cetasix, Farsix, Furosetic, Impugan, Kutrix, Lasix, Salurix,
Uresix, dsb.
Sediaan Tablet, kapsul, injeksi.
Kelompok obat Diuretika kuat.
Mekanisme
kerja
Mengurangi reabsorpsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam interstitium pada ascending limb of Henle.
Indikasi Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi Wanita hamil dan menyusui.
Efek samping Pusing, lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat Indometasin menurunkan efek diuretiknya. Efek ototoksik
meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak
boleh diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas salisilat
meningkat bila diberikan bersamaan. Mengantagonis
tubokurarin, dan meningkatkan efek suksinilkolin dan obat
antihipertensi.
Dosis Dewasa: 40mg/hari.
Anak: 2-6mg/kgbb/hari.
4. Hydrochlorothiazide
5. Spironolactone
6. Triamterene
b. Penghambat-β
Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi.
Sebelumnya penyekat beta disarankan sebagi obat lini pertama bersama diuretik.
Tetapi, pada kebanyakan trial ini, diuretik adalah obat utamanya dan penyekat
beta ditambahkan untuk menurunkan tekanan darah. Beberapa studi telah
menunjukkan berkurangnya risiko kardiovaskular apabila penyekat beta
digunakan pada pasca infark miokard, sindroma koroner akut, atau angina stabil
kronis. Walaupun pernah dikontraindikasikan pada penyakit gagal jantung,
banyak studi telah menunjukkan kalau karvedilol dan metoprolol suksinat
menurunkan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sistolik yang sedang
diobati dengan diuretik dan ACE. Atenolol digunakan pada DM tipe 2 pada studi
33
UKPDS dan menunjukkan efek yang sebanding, walaupun tidak lebih baik dalam
menurunkan resiko kardiovaskular dibandingkan dengan captopril.
Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik diantara penyekat beta
yang ada, tetapi menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga karakteristik
farmakodinamik dari penyekat beta yang membedakan golongan ini yaitu efek:
Kardioselektif (cardioselektivity)
ISA (intrinsic sympathomimetic activity) Mestabilkan membrane (membran-
stabilizing)
Penyekat beta yang mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor
beta- 1 dari pada reseptor beta-2 adalah kardioselektif.
Adrenoreseptor beta-1 dan beta-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi
terkosentrasi pada organ-organ dan jaringan tertentu. Beta-1 reseptor lebih banyak
pada jantung dan ginjal, dan beta-2 reseptor lebih banyak ditemukan pada paru-
paru, liver, pankreas, dan otot halus arteri. Perangsangan reseptor beta-1
menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan pelepasan renin. Perangsangan
reseptor β2 menghasilkan bronchodilatatasi dan vasodilatasi. Penyekat beta yang
kardioselektif kecil kemungkinannya untuk mencetuskan spasme bronkus dan
vasokonstriksi. Sekresi insulin dan glikogenolisis secara adrenergik dimediasi
oleh reseptor beta-2. Penghambatan reseptor beta-2 dapat menurunkan proses ini
dan menyebabkan hiperglikemi atau menimbulkan perbaikan hipoglikemi.
Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah penyekat beta yang
kardioselektif; jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada
pasien asma, PPOK, penyakit arteri perifer, dan diabetes yang karena alasan
khusus harus diberi penyekat beta. Tetapi, kardioselektifitas adalah fenomena
yang tergantung dosis. Pada dosis yang lebih tinggi, penyekat beta yang
kardioselektif kehilangan selektifitas relatifnya untuk reseptor beta-1 dan akan
memblok reseptor beta-2 seefektif memblok reseptor beta-1. Pada dosis berapa
kardioselektifitas hilang tergantung dari pasien ke pasien. Pada umumnya,
penyekat beta yang kardioselektif lebih disukai bila digunakan untuk mengobati
hipertensi.
34
Beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic (ISA).
Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol adalah penyekat beta ISA yang
bekerja secara agonis beta reseptor parsial. Tetapi penyekat beta ISA ini tidak
menurunkan kejadian kardiovaskular dibanding dengan penyekat beta yang lain.
Malahan, obat-obat ini dapat meningkatkan resiko pasca infark miokard atau pada
pasien dengan resiko penyakit koroner yang tinggi. Jadi, ISA jarang diperlukan.
Akhirnya, semua penyekat beta mempengaruhi aksi menstabilkan membrane
(membrane-stabilising action) pada sel jantung bila dosis cukup besar digunakan.
Aktifitas ini diperlukan bila karakteristik antiaritmik dari penyekat beta
diperlukan.
Perbadaan farmakokinetik diantara penyekat beta berhubungan dengan first
pass metabolisme, waktu paruh, derajat kelarutan dalam lemak (lipophilicity), dan
rute eliminasi. Propranolol dan metoprolol mengalami first-pass metabolism, jadi
dosis yang diperlukan untuk memblok reseptor beta akan bervariasi dari pasien ke
pasien. Atenolol dan nadolol mempunyai waktu paruh panjang dan di ekskresi
lewat ginjal. Walaupun waktu paruh dari penyekat beta lainnya jauh lebih singkat,
pemberian 1x/hari efektif karena waktu paruh dalam serum tidak berhubungan
dengan lama keja hipotensinya. Penyekat beta bervariasi dalam sifat lipofiliknya
atau penetrasinya ke susunan saraf pusat. Semua penyekat beta melewati sawar
darah-otak, tetapi agen lipofilik berpenetrasi lebih jauh dibanding yang hidrofilik.
Propranolol yang paling lipofilik dan atenolol yang sedikit lipofiliknya. Jadi
kosentrasi propranolol di otak lebih tinggi dibanding atenolol bila dosis yang
ekivalen diberikan. Hal ini mengakibatnya efek samping sistim saraf pusat
(seperti pusing dan mengantuk) dengan agen lipofilik seperti propranolol. Tetapi,
sifat lipofilik ini memberikan efek yang lebih untuk kondisi nonkardiovaskular
seperti migraine, mencegah sakit kepala, tremor essensial, dan tirotoksikosis.
Pemberian penyekat beta tiba-tiba dapat menyebabkan angina tidak stabil,
infark miokard, dan bahkan kematian pada pasien-pasien dengan resiko tinggi
penyakit koroner. Pemberhentian tiba-tiba juga dapat menyebabkan rebound
hypertension (naiknya tekanan darah melebihi tekanan darah sebelum
35
pengobatan). Untuk mencegah ini, penyekat beta harus diturunkan dosis dan
diberhentikan secara perlahan-lahan selama 1-2 minggu.
Seperti diuretik, penyekat beta menaikkan serum kolesterol dan glukosa,
tetapi efek ini transien dan secara klinis bermakna sedikit. Penyekat beta dapat
menaikkan serum trigliserida dan menurunkan kolesterol HDL sedikit. Penyekat
beta dengan karakteristik memblok penyekat alfa (karvedilol dan labatalol) tidak
mempengaruhi kadar lemak.
1. Atenolol
Nama dagang Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,
Internolol.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (betabloker).
Mekanisme
kerja
Pengurangan curah jantung disertai dengan vasodilatasi
perifer; efek pada reseptor adrenergik di SSP; penghambatan
sekresi renin akibat aktivasi adrenoreseptor β1 di ginjal.
Indikasi Hipertensi ringan-sedang; feokromositoma, tirotoksikosis;
angina pectoris; aritmia.
Kontraindikasi Gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia sinus, syok kardiogenik, anuria. Hati-hati pada
penderita asma (PPOM), diabetes, Raynaund phenomenon.
Efek samping Nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat Efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan
asam urat. Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid
ergot. Indometasin menurunkan efek antihipertensi.
Simetidin menurunkan bersihan atenolol.
Dosis Hipertensi: 2 x 40-80 mg/hari.
Angina pektoris: 2 x 50-100 mg/hari.
2. Carvedilol
3. Labetalol
4. Metoprolol
36
Obat antihipertensi β-bloker yang kardioselektif relatif, mempunyai
afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor β1 daripada reseptor β2.
Metoprolol dimetabolisme terutama oleh CYP2D6 yang mengalami
polimorfisme genetik. Karena itu waktu paruh eliminasinya berkisar dari
3-4 jam pada extensive metabolizer sampai 7-8 jam pada poor
metabolizer.
BENTUK SEDIAAN
Tablet tartrate : 50 dan 100 mg
Nama dagang Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (beta bloker).
Mekanisme
kerja
Pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer;
efek pada reseptor adrenergik di SSP; penghambatan sekresi
renin akibat aktivasi adrenoreseptor β1 di ginjal.
Indikasi Hipertensi, infark miokard, angina pektoris.
Kontraindikasi Bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III,
kardiogenik syok, gagal jantung tersembunyi.
Efek samping Lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare.
Interaksi obat Reserpin meningkatkan efek antihipertensinya.
Dosis Hipertensi: 50-100 mg/hari.
Angina pektoris: 3-4 x 50 mg/hari.
37
Reserpin menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan
norepinefrin dari ujung saraf simpatetik dan memblok perjalanan
norepinefrin ke granul penyimpanannya. Reserpin juga mengosongkan
katekolamin dari otak dan miokardium, mengakibatkan sedasi, depresi,
dan berkurangnya curah jantung. Reserpin mulai kerja dan waktu
paruhnya lambat sehingga dosis pemberian satu kali per hari. Tetapi,
diperlukan 2 sampai 6 minggu sebalum efek antihipertensi maksimal
terlihat. Reserpin dapat menyebabkan retensi natrium dan air yang cukup
bermakna. Harus di kombinasikan dengan diuretic (tiazid lebih disukai).
Penghambatan aktifitas simpatetik yang kuat oleh reserpin
mengakibatkan meningkatnya aktifitas parasimpatetik. Terlihat dari efek
samping hidung tersumbat, meningkat sekresi asam lambung, diare, dan
bradikardia dapat terjadi. Depresi yang terjadi berupa kesedihan, hilang
nafsu makan atau percaya diri, hilang tenaga, disfungsi ereksi. Dengan
dosis 0.05 dan 0.25 depresi minimal. Reserpin digunakan sebagai terapi
lini ke tiga pengobatan hipertensi.
5. Nadolol
Nama dagang Corgard, Farmagard, dsb.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (beta bloker).
Mekanisme
kerja
Pengurangan curah jantung diikuti vasodilatasi perifer; efek
pada reseptor adrenergik di SSP; penghambatan sekresi renin
akibat aktivasi adrenoreseptor β1 di ginjal.
Indikasi Hipertensi, angina pektoris.
Kontraindikasi Bradikardia sinus, asma bronchial, syok kardiogenik, gagal
jantung tersembunyi, blok jantung tingkat II dan III. Hati-
hati pada penderita diabetes mellitus, tirotoksikosis.
Efek samping Lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mual, munta, mimpi
buruk.
Interaksi obat Pemberian bersama anestetik meningkatkan hipotensi.
Memperpanjang efek hiperglikemia bila diberikan bersama
antidiabetes oral atau insulin. Resiko bradikardia dan
38
hipotensi meningkat bila diberikan bersama reserpin.
Dosis 1 x 40 mg/hari.
6. Propanolol
Nama dagang Blocard, Inderal, Prestoral.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (beta bloker).
Mekanisme
kerja
Tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah jantung;
menghambat pelepasan renin di ginjal; menghambat tonus
simpatetik di pusat vasomotor otak.
Indikasi Hipertensi, angina pektoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hipertrofi, miokard infark, feokromositoma.
Kontraindikasi Syok kardiogenik, asma bronchial, brakikardia dan blok
jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati-hati
pemberian pada penderita diabetes mellitus, wanita hamil
dan menyusui.
Efek samping Bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat Hati-hati bila diberikan bersama dengan reserpin karena
menambah berat hipotensi, dan kalsium antagonis karena
menimbulkan penekanan kontraktilitas miokard. Henti
jantung dapat terjadi bila diberikan bersama haloperidol.
Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan bersihan obat
ini. Simetidin menurunkan metabolisme propanolol.
Bersihan teofilin menurun. Etanol menurunkan absorpsinya.
Dosis Dosis awal: 2 x 40 mg/hari, diteruskan dosis pemeliharaan
120-240 mg/hari.
7. Timolol
c. Penghambat ACE (angiotensin-converting enzyme)
ACE dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan
pasien dengan hipertensi. Studi ALLHAT menunjukkan kejadian gagal jantung
dan stroke lebih sedikit dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan
untuk stroke konsisten dengan hasil trial lainnya, the Captopril Prevention
Project (CAPP). Pada studi dengan lansia, ACE sama efektifnya dengan diuretik
39
dan penyekat beta, dan pada studi yang lain ACE malah lebih efektif. Lagi pula,
ACEI mempunyai peranan lain pada pasien dengan hipertensi plus kondisi
lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila ACE bukan merupakan terapi lini pertama
pada kebanyakan pasien hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik. ACE
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin
II adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron.
ACE juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang
menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACE,
tetapi juga bertanggung jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering
dijumpai pada penggunaan ACE. ACE secara efektif mencegah dan meregresi
hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi perangsangan langsung oleh
angiotensin II pada sel miokardial.
Beberapa studi menunjukkan kalau ACE mungkin lebih efektif dalam
menurunkan resiko kardiovaskular dari pada obat antihipertensi lainnya. Pada DM
tipe 2, dua studi menunjukkan kalau ACE superior daripada CCB. Tetapi pada
UKPDS, captopril ekivalen dengan atenolol dalam mencegah kejadian
kardiovaskular pada pasien dengan DM tipe 2. ACE menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan gagal jantung dan memperlambat progres penyakit
ginjal kronis. Golongan ACEI harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama
dalam terapi pada pasien-pasien ini, kecuali terdapat kontraindikasi absolut.
Selain terapi dengan penyekat beta, bukti menunjukkan kalau ACE lebih jauh
menurunkan resiko kardiovaskular pada angina stabil kronis (EUROPA) dan pada
pasien-pasien pasca infark miokard (HOPE). Akhirnya, data dari PROGRESS
menunjukkan berkurangnya resiko stroke yang kedua kali dengan kombiasi ACE
dan diuretik tiazid.
Kebanyakan ACE dapat diberikan 1 kali/hari kecuali kaptopril, waktu
paruhnya pendek, biasanya dua sampai tiga kali/hari. Kaptopril, enalapril, dan
lisinopril diekskresi lewat urin, jadi penyesuaian dosis diperlukan pada pasien
dengan penyakit ginjal kronis yang parah. Penyerapan kaptopril berkurang 30 –
40 % bila diberikan bersama makanan.
40
ACE dapat di toleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi tetap
mempunyai efek samping. ACE mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan
kosentrasi kalium serum. Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia
dapat terjadi. Terlihat terutama pada pasien dengan penyakit ginjal kronis, atau
diabetes melitus dan pada pasien yang juga mendapat ARB, NSAID, supplemen
kalium, atau diuretik penahan kalium. Monitoring serum kalium dan kreatinin
dalam waktu 4 minggu dari awal pemberian atau setelah menaikkan dosis ACE
sering dapat mengidentifikasi kelainan ini sebelum dapat terjadi komplikasi yang
serius.
Angioedema adalah komplikasi yang serius dari terapi dengan ACE. Sering
ditemui pada African-Amerian dan perokok. Gejala berupa bengkak pada bibir
dan lidah dan kemungkinan susah bernafas. Hentikan pemberian ACE untuk
semua pasien dengan angioedema, tetapi edema laring dan gejala pulmonal
kadanag-kadang terjadi dan memerlukan terapi dengan epinefrin, kortikosteroid,
antihistamin, dan/atau intubasi emergensi untuk membantu respirasi. Batuk kering
yang persisten terlihat pada 20% pasien; dapat dijelaskan secara farmakologi
karena ACE menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk yang disebabkan
tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat menganggu ke pasien. Bila ACE
diindikasikan untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau penyakit ginjal
kronis; pada pasien-pasien dengan batuk kering, ACE diganti dengan ARB. ACE
merupakan kontraindikasi absolut untuk perempuan hamil dan pasien dengan
riwayat angioedema. ACE harus dimulai dengan dosis rendah terutama pada
pasien dengan deplesi natrium dan volume, eksaserbasi gagal jantung, lansia, dan
yang juga mendapat vasodilator dan diuretik karena hipotensi akut dapat terjadi.
Penting untuk memulai dengan 1⁄2 dosis normal untuk pasien-pasien diatas dan
dosis dinaikkan pelan-pelan.
1. Benazepril
Nama dagang Cibacen.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Penghambat enzim konversi angiotensin.
Mekanisme Menghambat enzim konvensi angiotensin sehingga
41
kerja perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu,
yang mengakibatkan menurunnya sekresi aldosteron dan
renin.
Indikasi Hipertensi, gagal jantung kongestif.
Kontraindikasi Riwayat angioedema, wanita hamil, hipersensitivitas.
Efek samping Batuk, sakit kepala, lesu, mual, pusing. Hati-hati pada
penderita gagal ginjal, hiperkalemia dan pemberian anestetik
umum.
Interaksi obat Intoksikasi litium meningkatkan bila diberikan bersamaan.
Menurunkan kerja antikoagulan. Hiperkalemia bertambah
berat bila diberikan bersama tiazid dan spironolakton.
Dosis 10 mg/hari.
2. Captopril
3. Enalapril
Nama dagang Inoprilat, Renacardon, Tenace.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Penghambat enzim konversi angiotensin.
Mekanisme
kerja
Menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II yang
mengakibatkan sekresi aldosteron menurun, dan menurunnya
aktivitas vasopresor.
Indikasi Hipertensi, gagal jantung kongestif.
Kontraindikasi Riwayat angioedema, wanita menyusui, hipersensitivitas.
Efek samping Batuk, pusing, sakit kepala, lelah.
Interaksi obat Anestetik umum dan tiazid meningkatkan efek hipotensi.
Probenesid meningkatkan kadarnya dalam darah.
Meningkatkan intoksikasi litium. Menurunkan bersihan
digoksin. Bila diberikan bersama dengan simetidin
menimbulkan gangguan neurologik. Memperpanjang efek
hipoglikemia bila diberikan bersama insulin dan antidiabetes
oral. Indometasin dan aspirin menurunkan efek
antihipertensinya.
Dosis Dosis awal: 5 mg/hari.
4. Fosinopril
42
5. Lisinopril
Nama dagang Zestril.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Penghambat enzim konversi angiotensin.
Mekanisme
kerja
Menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu,
mengakibatkan menurunnya aktivitas vasopresor dan sekresi
aldosteron.
Indikasi Hipertensi
Kontraindikasi Penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil,
hipersensitivitas.
Efek samping Batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia,
pusing.
Interaksi obat Efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretik.
Indometasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium
meningkatkan bila diberikan bersama.
Dosis Dosis awal: 10 mg/hari.
6. Moexipril
7. Quinapril
8. Ramipril
Nama dagang Triatec.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Penghambat enzim pengonversi angiotensin.
Mekanisme
kerja
Menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu
yang berakibat menurunnya aktivitas vasopresor dan sekresi
aldosteron.
Indikasi Hipertensi.
Kontraindikasi Penderita dengan riwayat angioedema, hipersensitivitas.
Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping Batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung,
susah tidur.
Interaksi obat Hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
43
Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksisitas litium
meningkat.
Dosis Dosis awal: 2,5 mg/hari.
d. Antagonis reseptor-angiotensin II
Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS
(Renin-Angiotensin-Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan
alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymase. ACE hanya
menghambat efek angiotensinogen yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB
menghambat angiotensinogen II dari semua jalan. Oleh karena perbedaam ini,
ACE hanya menghambat sebagian dari efek angiotensinogen II. ARB
menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1 (AT1) yang
memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia:
vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon
antidiuretik dan konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok
reseptor angiotensinogen tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari
stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan
pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan ARB.
Studi menunjukkan kalau ARB mengurangi berlanjutnya kerusakan organ
target jangka panjang pada pasien-pasien dengan hipertensi dan indikasi khusus
lainnya. Tujuh ARB telah di pasarkan untuk mengobati hipertensi; semua obat ini
efektif menurunkan tekanan darah. ARB mempunyai kurva dosis-respon yang
datar, berarti menaikkan dosis diatas dosis rendah atau sedang tidak akan
menurunkan tekanan darah yang drastis. Penambahan diuretik dosis rendah akan
meningkatkan efikasi antihipertensi dari ARB. Seperti ACE, kebanyakan ARB
mempunyai waktu paruh cukup panjang untuk pemberian 1x/hari. Tetapi
kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling pendek dan
diperlukan dosis pemberian 2x/hari agar efektif menurunkan tekanan darah.
ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat
antihipertensi lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak
menyebabkan batuk kering seperti ACE. Sama halnya dengan ACE, ARB dapat
44
menyebabkan insufisiensi ginjal, hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-hal
yang harus diperhatikan lainnya sama dengan pada penggunaan ACE. Kejadian
batuk sangat jarang, demikian juga angiedema; tetapi cross-reactivity telah
dilaporkan. ARB tidak boleh digunakan pada perempuan hamil.
1. Candesartan
2. Eprosartan
3. Irbesartan
4. Losartan
5. Olmesartan
6. Telmisartan
7. Valsartan
e. Penghambat renin
1. Aliskiren
f. Penghambat kanal kalsium (CCB)
CCB bukanlah agen lini pertama, tetapi merupakan obat antihipertensi yang
efektif, terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus untuk
yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan
atau pengganti. Data menunjukkan kalau dihidropiridine tidak memberikan
perlindungan terhadap kejadian jantung (cardiac events) dibandingkan dengan
terapi konvensional (diuretik dan penyekat beta) atau ACE pada pasien tanpa
komplikasi. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes, ACE terlihat lebih
kardioprotektif dibanding dihidropiridin.40 Studi dengan CCB nondihidropiridin
diltiazem dan verapamil terbatas, tetapi studi NORDIL menemukan diltiazem
ekivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian
kardiovaskular.
CCB dihidropiridin sangat efektif pada lansia dengan hipertensi sistolik
terisolasi (isolated systolic hypertension). Bagaimanapun, CCB dihidropiridin
long-acting dapat digunakan sebagai terapi tambahan bila diuretik tiazid tidak
dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada pasien lansia dengan tekanan
darah sistolik meningkat.
45
CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membran sel.
Ada dua tipe voltage gated calcium channel: high voltage channel (tipe L) dan
low voltage channel (tipe T). CCB yang ada hanya menghambat channel tipe L,
yang menyebabkan vasodilatasi koroner dan perifer. Ada dua subkelas CCB,
dihidropiridin dan nondihidropiridine. Keduanya sangat berbeda satu sama lain.
Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi ada perbedaan pada efek
farmakodinami yang lain. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem)
menurunkan denyut jantung dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular.
Verapamil menghasilkan efek negatif inotropik dan kronotropik yang
bertanggung jawab terhadap kecenderungannya untuk memperparah atau
menyebabkan gagal jantung pada pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai
efek ini tetapi tidak sebesar verapamil. Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-
release) telah dikaitkan dengan meningkatnya insiden efek samping
kardiovaskular dan tidak disetujui untuk pengobatan hipertensi. Efek samping
yang lain dari dihidropiridin adalah pusing, flushing, sakit kepala, gingival
hyperplasia, edema perifer, mood changes, dan gangguan gastrointestinal. Efek
samping pusing, flushing, sakit kepala, dan edema perifer lebih jarang terjadi pada
nondihidropiridin verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat
dihidropiridin. Diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan anorexia, nausea,
edema perifer, dan hipotensi. Verapamil menyebabkan konstipasi pada 7% pasien.
Efek samping ini terjadi juga dengan diltiazem tetapi lebih sedikit. Verapamil dan
juga diltiazem (lebih sedikit) dapat menyebabkan interaksi obat karena
kemampuannya menghambat sistem isoenzim sitokrom P450 3A4 isoenzim.
Akibatnya dapat meningkatkan serum konsentrasi obat-obat lain yang di
metabolisme oleh sistem isoenzim ini seperti siklosporin, digoksin, lovastatin,
simvastatin, takrolimus, dan teofilin. Verapamil dan diltiazem harus diberikan
secara hati-hati dengan penyekat beta untuk mengobati hipertensi karena
meningkatkan resiko heart block dengan kombinasi ini. Bila CCB perlu di
kombinasi dengan penyekat beta, dihidropirine harus dipilih karena tidak akan
meningkatkan resiko heart block.
1. Amlodipine
46
2. Diltiazem
Nama dagang Farmabes, Herbesser, Diltikor.
Sediaan Tablet, kapsul.
Kelompok obat Antihipertensi ( kalsium antagonis).
Mekanisme
kerja
Menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui
slow channel calsium.
Indikasi Hipertensi, angiona pektoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi Wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping Bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran
cerna.
Interaksi obat Menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta
bloker. Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila
diberikan bersama amiodaron dan digoksin. Simetidin
meningkatkan efeknya.
Dosis Hipertensi: 3x30 mg/hari sebelum makan.
Angina: 3x30-60 mg/hari sebelum makan.
3. Felodipine
Nama dagang Plendil.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (kalsium antagonis).
Mekanisme
kerja
Menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot polos dan
arteriol jantung sehingga menurunkan denyut dan
kontraktilitas jantung, memperlambat konduksi AV.
Indikasi Hipertensi, kardiomiopati hipertrofi, MCI, gagal jantung,
penyait vaskuler perifer.
Kontraindikasi Stenosis aorta, hipersensitivitas.
Efek samping Sakit kepala, rasa terbakar, bengkak sendi, pusing, lelah.
Interaksi obat Dosis harus diturunkan bila diberikan bersama simetidin.
Konsentrasi digoksin meningkat dalam plasma bila diberi
bersama obat ini.
Dosis 5-10 mg/hari.
47
4. Isradipine
5. Nicardipine
Nama dagang Kenardin, Safcard.
Sediaan Tablet, kaplet.
Kelompok obat Antihipertensi (antagonis kalsium).
Mekanisme
kerja
Menurunkan resistensi vaskuler sistemik. Menurunkan
spasme arteri koroner.
Indikasi Hipertensi, angina pektoris.
Kontraindikasi Stenosis aorta, hipersensitivitas.
Efek samping Sakit kepala, lesu, mual, hipotensi sementara, edema kaki,
kaku otot.
Interaksi obat Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Simetidin
menurunkan kadarnya dalam plasma.
Dosis Hipertensi dan angina: 3x10 mg/hari.
6. Nifedipine
Nama dagang Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard,
Vasdalat, dsb.
Sediaan Tablet, kaplet.
Kelompok obat Antihipertensi (antagonis kalsium).
Mekanisme
kerja
Menurunkan resistensi vaskuler perifer. Menurunkan spasme
arteri koroner.
Indikasi Hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme koroner,
gagal jantung refrakter.
Kontraindikasi Gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan
menyusui.
Efek samping Sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
Interaksi obat Pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat
atau eksaserbasi angina. Meningkatkan kadar digitalis dalam
darah. Meningkatkan waktu protrombin bila diberikan
bersama antikoagulan. Simetidin meningkatkan kadarnya
dalam plasma.
Dosis 3x10 mg/hari.
48
7. Nisoldipine
8. Verapamil
Nama dagang Isoptin, Verapamil.
Sediaan Tablet, injeksi.
Kelompok obat Antihipertensi (kalsium antagonis).
Mekanisme
kerja
Menghambat masuknya kerja ion Ca ke dalam sel otot
jantung dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan
relaksasi arteri koroner, dan menurunkan resistensi perifer
sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Indikasi Hipertensi, angina pektoris, aritmia jantung, migren.
Kontraindikasi Gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi atau
flutter atrial, blok jantung tingkat II dan III, sick sinus
syndrome, hipersensitivitas.
Efek samping Konstipasi, pusing, mual, hipotensi, sakit kepala, edema,
lesu, dispnea, bradikardia, kulit kemerahan.
Interaksi obat Pemberian bersama beta bloker bisa menimbulkan efek
negative pada denyut, konduksi dan montraktilitas jantung.
Meningkatkan kadar digoksin dalam darah. Pemberian
bersama antihipertensi lain menimbulkan efek hipotensi
berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium,
siklosporin. Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan
kontraktilitas jantung bila diberi bersama flekainid, dan
penurunan tekanan darah yang berarti bila diberi bersama
kuinidin. Fenobarbital meningkatkan bersihan obat ini.
Dosis Hipertensi: 3x80 mg/hari.
Angina pektoris: 3x40 mg/hari.
Aritmia jantung: 240-320 mg/hari dibagi 2 atau 3 dosis.
g. Penghambat-α
Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor α1 selektif.
Bekerja pada pembuluh darah perifer, menghambat pengambilan katekolamin
pada sel otot halus, menyebabkan vasodilasi, dan menurunkan tekanan darah.
Pada studi ALLHAT, doxazosin adalah salah satu obat yang digunakan, tetapi di
stop lebih awal karena secondary end point stroke, gagal jantung, dan kejadian
kardiovaskular terlihat dengan pemberian doxazosin dibanding chlorthalidone.
49
Tidak ada perbedaan pada primary end point penyakit jantung koroner fatal dan
infark miokard nonfatal. Data ini menunjukkan kalau diuretik tiazid superior dari
doxazosin (dan barangkali α1-blocker lainnya) dalam mencegah kejadian
kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi. Jadi, penyekat alfa adalah obat
alternatif kombinasi dengan obat antihipertensi primer lainnya. Penyekat alfa1
memberikan keuntungan pada laki-laki dengan BPH (benign prostatic
hyperplasia). Obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa1-adrenergik ditempat
kapsul prostat, menyebabkan relaksasi dan berkurang hambatan keluarnya aliran
urin.
Efek samping yang tidak disukai dari penyekat alfa adalah fenomena dosis
pertama yang ditandai dengan pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan
bahkan sinkop 1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi
pada kenaikan dosis. Episode ini diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat di
atasi/dikurangi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya
saat mau tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat berlanjut terus dengan
pemberian terus menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia.
Penyekat alfa melewati hambatan otak-darah dan dapat menyebabkan efek
samping CNS seperti kehilangan tenaga, letih, dan depresi.
1. Doxazosin
Nama dagang Cardura.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (penghambat alfa).
Mekanisme
kerja
Merelaksasi arteriol dan sistem vena sehingga menurunkan
resistensi perifer.
Indikasi Hipertensi ringan-sedang, feokromositoma.
Kontraindikasi Hipersensitivitas.
Efek samping First rebound phenomen, pusing, letargi, rasa capek, retensi
cairan, mulut kering, pandangan kabur, hipotensi ortostatik.
Interaksi obat Tidak diketahui.
Dosis Dosis awal: 1x1 mg/hari dapat ditingkatkan sesuai kebutuhan
1x2,4-8 mg/hari.
50
2. Prazosin
Nama dagang Minipres, Redupress, Rexibet.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (penghambat adrenoreseptor alfa).
Mekanisme
kerja
Menghambat transmisi efek saraf simpatis dan dengan
mendilatasi arteriol dan vena sehingga resistensi perifer
menurun.
Indikasi Hipertensi, juga efektif untuk feokrositoma.
Kontraindikasi Tidak diketahui. Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan
menyusui.
Efek samping Sinkop, pusing, palpitasi, mual, sakit kepala, hidung
tersumbat, pandangan kabur, mulut kering.
Interaksi obat Pemberian bersama diuretika dan obat antihipertensi lain
menambah efek hipotensinya.
Dosis Dewasa: dosis awal: 2-3x1 mg/hari.
Anak: 0,5-7mg/hari dibagi tiga dosis.
3. Terazosin
Nama dagang Hytrin.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (penghambat alfa 1).
Mekanisme
kerja
Menghambat adrenoreseptor (alfa 1) di SSP yang
menurunkan total resistensi perifer.
Indikasi Hipertensi ringan-sedang.
Kontraindikasi Tidak diketahui. Hati-hati pada efek dosis pertama (sinkop).
Efek samping Pusing, mengantuk, lemah, mual, muntah, palpitasi, kongesti
nasal, edema perifer, sakit kepala.
Interaksi obat Efek obat ini baik bila diberikan bersama dengan diuretia
ataupun beta bloker.
Dosis Dosis awal: 1 mg menjelang tidur, dapat ditingkatkan secara
perlahan sampai 20 mg/hari.
51
h. Lain-lain
Agonis α2 sentral
Clonidine dan methyldopa menurunkan tekanan darah terutama dengan
merangsang reseptor α2-adrenergik di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran
simpatetik dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal.
Penurunan aktivitas simpatetik, bersamaan dengan meningkatnya aktivitas
parasimpatetik, dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, total peripheral
resistance, aktifitas plasma rennin, dan reflex baroreseptor. Clonidine sering
digunakan untuk hipertensi yang resistan dan methyldopa adalah obat lini pertama
untuk hipertensi pada kehamilan.
Penggunaan agonis α2 sentral secara kronis menyebabkan retensi natrium dan
air, paling menonjol dengan penggunaan metildopa. Penggunaan klonidin dosis
kecil dapat digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa penambahan diuretik.
Tetapi, metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk mencegah tumpulnya
efek antihipertensi yang terjadi dengan penggunaan jangka panjang, kecuali pada
kehamilan. Seperti dengan penggunaan obat antihipertensi yang bekerja sentral
lainnya, depresi dapat terjadi. Kejadian hipotensi ortostatik dan pusing lebih
tinggi dari pada dengan obat antihipertensi lainnya, jadi harus digunakan dengan
hati-hati pada lansia. Klonidin mempunyai kejadian efek samping antikolinergik
yang cukup banyak seperti sedasi, mulut kering, konstipasi, retensi urin, dan
kabur penglihatan. Penghentian agonis α2 sentral secara tiba-tiba dapat
menyebabkan rebound hypertension. Efek ini diduga disebabkan oleh
meningkatnya pelepasan norepinefrin sewaktu klonidin diberhentikan tiba-tiba.
Metildopa dapat menyebabkan hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang
terjadi. Kenaikan sementara serum transaminase liver kadang-kadang terlihat
dengan terapi metildopa tetapi secara klinis irrelevant kecuali bila nilainya diatas
tiga kali batas normal. Metildopa harus diberhentikan segera apabila kenaikan
serum transaminase atau alkalin fosfatase liver menetap karena ini menunjukkan
onset dari hepatitis fulminan, bisa mengancam nyawa.
52
Vasodilator arteri langsung (direct arterial vasodilators)
Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh relaksasi
langsung otot polos arteriolar tetapi tidak menyebabkan vasodilasi ke pembuluh
darah vena. Kedua obat juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat
yang mengaktifkan refleks baroreseptor. Pengaktifan dari baroreseptor
menyebabkan meningkatnya aliran simpatetik, sehingga meningkatkan denyut
jantung, curah jantung, dan pelepasan rennin. Akibatnya terbentuk takifilaksis,
efek hipotensi akan hilang dengan pemakaian seterusnya. Efek ini dapat diatasi
dengan penggunaan penyekat beta bersamaan.
1. Clonidine
2. Diazoxide
3. Hydralazine
Nama dagang Apresoline.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (vasodilator)
Mekanisme
kerja
Merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun; meningkatkan denyut jantung, curah sekuncup dan
curah jantung.
Indikasi Hipertensi, gagal jantung refrakter.
Kontraindikasi Aneurisma aorta, gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Efek samping Sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka
merah, kulit kemerahan.
Interaksi obat Pemberian bersama preparat penghambat MAO harus hati-
hati. Hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazoksid.
Dosis 50 mg/hari dibagi 2-3 dosis.
4. Labetalol
5. α-methyldopa
Nama dagang Medopa, Tensifort, Tensipas.
Sediaan Tablet.
Kelompok obat Antihipertensi (alfa 2 agonis).
53
Mekanisme
kerja Menghambat aktivitas adrenergik di SSP.
Indikasi Hipertensi kronis selama kehamilan atau pasca bedah.
Kontraindikasi Penyakit hati, anuria, hipersensitivitas.
Efek samping Mengantuk, mulut kering, hipotensi postural, sakit kepala,
pusing.
Interaksi obat Efek antihipertensinya meningkat bila diberikan bersama
antihipertensi lain. Bila diberikan bersama anastetik umum,
dosisnya harus diturunkan. Meningkatkan toksisitas litium.
Dosis 2-3x250-500 mg/hari dapat ditingkatkan secara perlahan
sampai dengan 3 gr/hari.
6. Minoxidil
Nama dagang Regrou.
Sediaan Obat tetes.
Kelompok obat Pemacu rambut.
Mekanisme
kerja
Bekerja secara langsung pada arteriol sehingga menurunkan
total resistensi perifer. Menyebabkan pelebaran normalisasi
folikel pada daerah alopesia.
Indikasi Alopesia androgenetik.
Kontraindikasi Hipersensitivitas.
Efek samping Dermatitis kontak, folikulitis.
Interaksi obat Tidak boleh diberikan bersama obat topical lainnya termasuk
kortikosteroid.
Dosis 2x1 ml solusio/hari.
7. Sodium nitroprusside
3. Angioplasty
Angioplasty adalah salah satu prosedur dalam dunia kedokteran yang digunakan untuk
mengatasi penyempitan pembuluh darah. Istilah angioplasty digunakan dalam mendeskripsikan
prosedur perluasan pembuluh darah koroner (Coronary Angioplasty atau Percutaneous Coronary
54
Intervention). Namun dalam prakteknya angioplasty dapat diterapkan pada bagian pembuluh
darah lain di tubuh manusia. Itilah angioplasty berasal dari bahasa Yunani, aggeios yang berarti
“pembuluh” dan plastos yang berarti “terbentuk”.
Penyakit dan kelainan pada pembuluh darah koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal,
salah satunya yaitu Artherosklerosis (penumpukan lemak seperti kolestrol, karena LDL yang
menumpuk di pembuluh darah). Penyempitan pembuluh darah menyebabkan aliran darah
menjadi tidak lancar, terhambat, dan juga peningkatan tekanan darah. Artherosklerosis yang
terjadi pada pembuluh darah koroner dapat menyebabkan serangan jantung (myocardial
infarction). Selain itu penyumbatan pada pembuluh darah arteri juga dapat disebabkan oleh
hipertensi, diabetes, gaya hidup yang kurang latihan fisik (Sedentary Lifestyle), dan merokok.
Untuk menghilangkan penyumbatan ini dapat dilakukan dengan prosedur angioplasty .
Prosedur angioplasty biasa dilakukan oleh dokter, asdok, perawat, ahli kardiovaskuler,
atau orang-orang tertentu yang telah mendapat pelatihan ekstensif dalam penanganan prosedur
ini. Berikut teknik-teknik yang digunakan selama proses angioplasty berlangsung:
1. Akses ke arteri femoralis di kaki (atau yang kurang lazim, kedalam arteri radialis atau
arteri brakhialis di lengan) yang dibuat oleh perangkat yang disebut sebagai “jarum
Introducer” (Introducer Needles).
2. Setelah didapat akses ke arteri, sebuah “selubung introducer” (Introducer Sheath)
ditempatkan pada pembukaan yang dibuat sebelumnya untuk menjaga arteri tetap terbuka
dan mengontrol pendarahan.
3. Tabung plastic panjang, fleksibel, dan lunak yang disebut “kateter pemandu” (Guiding
Catheter) kemudian didorong melalui selubung introducer. Ujung dari kateter pemandu
ini ditempatkan pada mulut arteri koroner. Kateter pemandu juga memungkinkan
pewarnaan radiopaque yang diinjeksikan ke arteri koroner, sehingga letak penyakit dapat
langsung diprediksi dengan menggunakan visualisasi x-ray.
4. Selama visualisasi x-ray, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri koroner dan memilih
jenis kateter balon dan kawat pemandu yang akan digunakan selama kasus ini. Heparin
(suatu obat yang digunakan untuk mencegah terbentuknya bekuan darah) diberikan untuk
mempertahankan aliran darah.
5. Kawat pemandu koroner, yang merupakan kawat yang sangat tipis dengan ujung
fleksibel, dimasukkan melalui kateter pemandu dan kedalam arteri koroner. Sementara
55
dilakukan visualisasi dengan x-ray, dokter jantung memandu kabel ini melalui arteri
koroner kelokasi stenosis atau penyumbatan. Ujung kawat ini kemudian dilewatkan
melalui blockade.
6. Balon kateter atau kateter angioplasty kemudian dipasang di kawat pemandu tersebut dan
didorong hingga kateter balon tersebut terletak diantara blockade atau letak
penyumbatan.
Gambar kateter balon
7. Balon kateter tersebut kemudian akan dikembangkan dan akan mengkompres dan
menghancurkan timbunan lemak didalam arteri koroner bersangkutan sekaligus
memperluas diding arteri.
Dalam kenyataanya, proses angioplasty tidak hanya dilakukan dengan menggunakan
balon kateter. Masih ada beberapa prosedur yang biasa diterapkan oleh dokter-dokter jantung
setelah proses kateter angioplasty dilakukan, yaitu:
1. Implantasi Stent
2. Laser Atherectomy
3. Brachytherapy (menggunakan sumber-sumber radioaktif untuk mencegah restenosis)
56
Angioplasty lebih aman daripada operasi bypass dan menurut statistic kurang dari 1%
orang yang meninggal dari komplikasi setelah menjalani prosedur ini. Komplikasi yang
mungkin terjadi selama atau setelah proses angioplasty adalah sebagai berikut:
1. Robeknya arteri mengakibatkan penyumbatan total dan memungkinkan terjadinya
myocardial infarction. Kejadian ini biasanya dapat diperbaiki dengan stent.
2. Terjadinya pembekuan darah yang dapat mengakibatkan stroke.
3. Pendarahan dan memar ditempat kateter dimasukkan.
4. Masalah ginjal, terutama pada orang dengan penyakit ginjal dan diabetes dasar. Hal
ini disebabkan oleh pewarnaan kontras yodium yang digunakan untuk visualisasi
sinar-X. Cairan infuse dan obat-obatan dapat diberikan sebelum atau setelah prosedur
untuk mengurangi resiko ini.
5. Arrhythmia
6. Reaksi alergi terhadap pewarnaan yang diberikan selama proses angioplasty
7. Keperluan untuk dilaksanakan operasi bypass arteri koroner darurat selama
dilangsungkanya prosedur, karena arteri yang malah menutup bukan membuka.
8. Restenosis adalah komplikasi yang paling umum yang muncul, yaitu merupakan
penyempitan pembuluh darah arteri kembali beberapa hari sampai beberapa bulan
setelah proses angioplasty dilakukan.
9. Pasien dalam keadaan sadar juga dapat merasakan rasa sakit di dada, disebabkan oleh
balon yang memblok aliran darah secara sementara.
Resiko terjadinya komplikasi diatas akan lebih tinggi jika angioplasty dilakukan pada:
1. Orang berumur 75 tahun keatas
2. Mereka yang menderita penyakit ginjal dan diabetes
3. Wanita
4. Orang yang bermasalah dalam fungsi pemompaan di jantung mereka
5. Orang yang memiliki penyakit jantung dan penyumbatan arteri yang luas
Setelah proses angioplasty pasien biasanya akan dirawat inap di rumah sakit, namun jika
tidak ada komplikasi, pasien diperbolehkan pulanh kerumah pada hari berikutnya. Tempat
57
dimana kateter dimasukan kemudian akan dimonitor keadaan pendarahan dan pembengkakanya.
Denyut jantung dan tekanan darah pun akan terus dipantau.
Biasanya pasien akan menerima obat yang dapat membuat ,ereka bersantai dan relaxed
untuk melindungi arteri terhadap kemungkinan terjadinya kejang. Pasien biasanya mampu
berjalan dalam waktu dua sampai enam jam setelah prosedur angioplasty dilaksanakan dan dapat
kembali kerutinitas normal mereka beberapa minggu berikutnya.
Proses pemulihan angioplasty dilakukan dengan menghindari aktivitas fisik selama
beberapa hari setelah prosedur. Pasien disarankan untuk menghindari kegiatan mengangkat atau
kegiatan fisik berat lainya selama seminggu penuh. Pasien juga perlu menghindari stress fisik
atau kegiatan olahraga yang berkepanjangan selama maksimal dua minggu setelah angioplasty
dilangsungkan.
Pasien dengan implantasi stent (cincin penyangga) biasanya diresepkan clopidogrel yang
dikonsumsi pada waktu yang sama dengan asam asetilsalisilat. Obat-obatan ini dimaksudkan
untuk mencegah pembekuan darah dan biasanya dikonsumsi untuk setidaknya bulan pertama
setelah prosedur angioplasty dilakukan.dalam kebanyakan kasus pasien diberi obat yang sama
untuk dikonsumsi selama jangka waktu 1 tahun.
Pasien yang mengalami pembengkakan, perdarahan atau nyeri pada lokasi penyisipan
balon kateter, demam, merasa lemas atau lemah, perubahan suhu atau warna di lengan atau kaki
yang digunakan atau sesak napas atau nyeri dada harus segera menghubungi dokter.
58
59
6. Kerangkap Konsep
7. Kesimpulan
Tuan A, berumur 70 tahun, menderita myocardial infarction dan hipertensi sehingga harus
diberikan tindakan angioplasti. Namun, sebelum dilakukan angioplasti, tekanan darah Tuan A
harus diturunkan terlebih dahulu dengan pemberian obat metoprolol secara oral.
60
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Myocardial Infarction.
http://www.pathpedia.com/education/eatlas/histopathology/heart_and_myocardium/myoc
ardial_infarction_%28ami%29.aspx (diakses 13 November 2013 pukul 18.30)
Anonim. 2013. Infark Miokardium.http://www.slideshare.net/ameeraffanya/asuhan-keperawatan-
ima-infark-miokardium-akut (diakses 13 November 2013 pukul 19.00)
Alwi, Idrus. 2009. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam jilid II edisi V. Jakarta : InternaPublishing.
Bagian Farmakologi FKUI. 1991. Farmakologi dan Terapi Edisi 3. Jakarta: Gaya Baru
Champe, Pamela C. 2013. Lippincott’s illustrated reviews: pharmacology. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. [online]. [dalam
www.binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361338449.pdf]
Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC
Noor, Dwi. 2011. Patofisiologi Akut Miokard Infark. http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/2107090-patofisiologi-akut-miokard-infark/ (diakses 13 November 2013 pukul
19.30)
Tay dan Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya.
Jakarta: Gramedia
Theodorus. 1996. Penuntun Praktis Peresepan Obat. Jakarta: EGC
Yunita, Irma. 2011. Infark Miokard. http://irmachablog.blogspot.com/2011/10/infark-
miokard.html (diakses 13 November 2013 pukul 19.45)