Download - Skenario 1 Blok Emergensi

Transcript

Perdarahan PersalinanSeorang wanita, usia 29 tahun (G4PA0) aterm, melahirkan bayi laki-laki, di tolong oleh bidan. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pasca persalinan ibu mengalami perdarahan sehingga bidan merujuk ibu dan bayi ke rumah sakit terdekat. Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter laki-laki yang sedang bertugas di UGD terhadap ibu di dapatkan : TD : 90/60 mmHg ; N: 120 x/mnt; RR: 24 x/mnt; suhu : 36.5 C. Ibu didiagnosis mengalami HPP (Haemoragic Post Partum) ec Atonia uteri. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan suhu 36 C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

Sasaran Belajar1. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Pasca Persalinan1.1 Memahami Definisi Perdarahan Pasca Persalinan1.2 Memahami Epidemiologi Perdarahan Pasca Persalinan1.3 Memahami Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan 1.4 Memahami Etiologi Perdarahan Pasca Persalinan1.5 Memahami Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan1.6 Memahami Faktor resiko Perdarahan Pasca Persalinan1.7 Mengetahui Manifestasi Klinis Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan1.8 Mengetahui Tatalaksana Perdarahan Pasca Persalinan1.9 Mengetahui Komplikasi Perdarahan Pasca Persalinan1.10 Mengetahui Pencegahan dari Perdarahan Pasca Persalinan2. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia2.1 Memahami Definisi Hipotermia 2.2 Memahami klasifikasi Hipotermia2.3 Memahami Etiologi Hipotermia 2.4 Memahami Patofisiologi Hipotermia2.5 Memahami Faktor Resiko Hipotermia2.6 Mengetahui Manifestasi Klinis dan Diagnosis Hipotermia2.7 Mengetahui Pencegahan dan Tatalaksana Hipotermia 2.8 Mengetahui Komplikasi Hipotermia

3. Memahami dan Menjelaskan Hiperbilirubinemia pada bayi3.1 Memahami Definisi Hiperbilirubinemia 3.2 Memahami klasifikasi Hiperbilirubinemia3.3 Memahami Etiologi Hiperbilirubinemia3.4 Memahami Patofisiologi Hiperbilirubinemia3.5 Memahami Diagnosis Hiperbilirubinemia3.6 Mengetahui Faktor resiko Hiperbilirubinemia3.7 Mengetahui Tatalaksana Hiperbilirubinemia 3.8 Mengetahui Pencegahan Hiperbilirubinemia

1. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Pasca Persalinan1.1 Memahami Definisi Perdarahan Pasca PersalinanPerdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh. Perdarahan pascapersalinan lebih sering terjadi pada ibu-ibu di Indonesia dibandingkan dengan ibu-ibu di luar negeri1.2 Memahami Epidemiologi Perdarahan Pasca Persalinan Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.

Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1.3 Memahami Klasifikasi Perdarahan Pasca PersalinanKlasifikasi perdarahan postpartum :

Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.1.4 Memahami Etiologi Perdarahan Pasca PersalinanEtiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :

a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteriAtonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

Predisposisi atonia uteri : Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus precipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.2. Robekan jalan lahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.

a. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.b. Perlukaan vaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.KolpaporeksisKolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.FistulaFistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.c. Robekan perineumRobekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.3. Retensio plasentaRentensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.

4. Retensio PlasentaRetensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta : 1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.

2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

5. Inversio uterusInversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.Pembagian inversio uteri :a. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.b. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.c. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :a. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).b. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim. Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :1.Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.2.Tarikan tali pusat yang berlebihan.1.5 Memahami Patofisiologi Perdarahan Pasca persalinan

1.6 Memahami Faktor resiko Perdarahan Pasca Persalinan1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.2. Grande multipara (lebih dari empat anak).3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).4. Bekas operasi Caesar.5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.

1.7Mengetahui Gejala Klinis dan Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan

Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.

Gejala Klinis berdasarkan penyebab:a. Atonia Uteri:oGejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer) oGejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)b. Robekan jalan lahiroGejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. oGejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c. Retensio plasentaoGejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baikoGejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutand. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)oGejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segeraoGejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.e. Inversio uterusoGejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.oGejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan pucat.

DiagnosisPemeriksaan Fisika. Pemerikasan tanda tanda vital1.Pemeriksaan suhu badanSuhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal ( 36 370C ), terjadi penurunan akibat hipovolemia.

2.NadiDenyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.3.Tekanan darahTekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.4.PernafasanBila suhu dan nadi tidak normal pernafasan juga menjadi tidak normal.

Pemeriksaan KhususObservasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda tanda komplikasi dengan mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi 1.Nyeri / ketidaknyamananNyeri tekan uterus ( fragmen fragmen plasenta tertahan ).2.Sistem vaskulera.Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam berikutnya.b.Tensi diawasi setiap 8 jam.c.Apakah ada tanda tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.d.Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi congenital, idiopatik trombositopeni purpura.3.Sistem reproduksia.Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.b.Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.c.Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitan yang lepas.d.Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.e.Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.f.Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan ( sub involusi ).4.Traktus urinarusDiobservasi tiap 2 jam hari pertama.Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan lain lain.5.Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.6.Integritas ego : mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

Pemeriksaan Penunjanga.Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silangb.Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)c.Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partumd.Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemihe.Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KIDSonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan

1.8 Mengetahui Tatalaksana Perdarahan Pasca PersalinanPasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum3.Resusitasi cairanPengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.Transfusi DarahTransfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah yang tersedia dalam keadaan gawat. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan.

Tabel II. 3. Jenis uterotonika dan cara pemberiannyaJenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara pemberian awal IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan cepat IM: 10 U IM atau IV (lambat): 0,2 mg Oral atau rektal 400 mg

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit Bila masih diperlukan, beri IM/IV setiap 2-4 jam 400 mg 2-4 jam setelah dosis awal

Dosis maksimal per hari Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3 dosis

Kontraindikasi atau hati-hati Pemberian IV secara cepat atau bolus Preeklampsia, vitium kordis, hipertensi Nyeri kontraksi Asma

I. Penyulit- Syok ireversibel- DIC- Amenorea sekunder

1.9Mengetahui Komplikasi Perdarahan Pasca PersalinanPerdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :1. Syok hemoragieAkibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.

2. AnemiaAnemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.3. Sindrom SheehanHal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.

1.10 Mengetahui Pencegahan dari Perdarahan Pasca PersalinanPrognosisPerdarahan pascapersalinan masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan pascapersalinan masih merupakan salah satu sebab kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern: Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri. Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

Pencegahan Obati anemia dalam masa kehamilan Pada pasien yang mempunyai riwayat perdarahan sebelumnya, agar dianjurkan untuk menjalani persalinan di RS. Jangan memijat dan mendorong uterus sebelum plasenta lepas.

2.Memahami dan Menjelaskan Hipotermia2.1 Memahami Definisi HipotermiaSuhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - 13 mg/dL.oPada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.Ikterus menetap pada usia >2 minggu.Terdapat faktor risiko.Metabolisme Bilirubin Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

3.2 Memahami Etiologi HiperbilirubinemiaPenyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :oProduksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol), chepalhematoma.oGangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi, masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.oGangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.oGangguan dalam ekskresi bilirubin.oKomplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir prematur, asidosis.(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)

Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :oIkterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah.oIkterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis) yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi menjadi :a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.oIkterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi blirubin terganggu.oIkterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lainInfeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)Kadang oleh defisiensi G-6-POoIkterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab:Biasanya ikteruk fisiologisMasih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain. Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jamPolisitemiaHemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar sub kapsuler dan lain-lain)Dehidrasis asidosisDefisiensi enzim eritrosis lainnyaoIkterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebabBiasanya karena infeksi (sepsis)Dehidrasi asidosisDefisiensi enzim G-6-PDPengaruh obatSindrom GilberoIkterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :Biasanya karena obstruksHipotiroidimeHipo breast milk jaundiceIinfeksiNeonatal hepatitisGalaktosemia

3.3 Memahami Klasifikasi HiperbilirubinemiaoIkterus Fisiologisa.Timbul pada hari ke dua dan ketiga.b.Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.c.Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.e.Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologikoIkterus Patologika.Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.b.Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan.c.Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.d.Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.e.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.f.Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.(Ni Luh Gede Y, 1995)3.4 Memahami Patofisiologi HiperbilirubinemiaDiagram Metabolisme Bilirubin

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).3.5 Memahami Diagnosis Hiperbilirubinemiaa. anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayatkeluarga anemi dan pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.b. Pemeriksaan fisik : Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll) Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.Berdasarkan Kramer dibagi :

Derajat ikterusDaerah ikterusPerkiraan kadar bilirubin

IKepala dan leher5,0 mg%

IISampai badan atas (di atas umbilikus)9,0 mg%

IIISampai badan bawah (di bawah umbilikus) hingga tungkai atas (di atas lutut)11,4 mg/dl

IVSampai lengan, tungkai bawah lutut12,4 mg/dl

VSampai telapak tangan dan kaki16,0 mg/dl

c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)3.6 Memahami Faktor Resiko HiperbilirubinemiaFaktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:a. Faktor MaternalRas atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.ASIb. Faktor PerinatalTrauma lahir (sefalhematom, ekimosis)Infeksi (bakteri, virus, protozoa)c. Faktor NeonatusPrematuritasFaktor genetikPolisitemiaObat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)Rendahnya asupan ASIHipoglikemiaHipoalbuminemia3.7 Memahami Tatalaksana Hiperbilirubinemia1.Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.

2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl (170 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 15 mg/dl (260 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (> 260 mmol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl (260 mmol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total 18 mg/dl (310 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mmol/L) fototerapi dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran, mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis. 4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl (290 mmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mmol/L), dianjurkan untuk dilakukan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340 mmol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mmol/L) pada usia > 72 jam pasca kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.

3.8 Memahami Pencegahan Hiperbilirubinemia1. PrimerAAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik. AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum2. SekunderDokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.Pemeriksaan Golongan Darah : Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.Penilaian Klinis : Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tatalaksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain. Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

Daftar PustakaPrawirohardjo S. Ilmu Kebidanan 10. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 349-678Sherwood, laura. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGCBuku Acuan Asuhan Persalinan Normal. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Oktober 2002

1