SKENARIO 3
TIDAK BISA BUANG AIR KECIL
Laki-laki, 65 tahun datang berobat ke Poliklinik Bedah dengan keluhan tidak bisa kencing sejak 1 hari yang lalu, meskipun merasa sangat ingin kencing. Sebelumnya riwayat LUTS (Lower Urinary Tract Syndrome) seperti hesistensi, nokturia, urgensi, frekuensi, terminal dribbling sering dirasakan sebelumnya. IPSS (International Prostate Symptom Score) > 30 dan skor kualitas hidup (QoL) > 5. Pada pemeriksaan fisik didapatkan regio suprapubik bulging dan pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat membesar. Oleh dokter yang memeriksanya dianjurkan untuk dipasang kateter urin dan dilakukan pemeriksaan BNO-IVP.
1
KATA SULIT
1. Hesistensi adalah keadaan dimana seseorang menunggu lama untuk berkemih2. Nokturia adalah berkemih >1x pada malam hari diantara episode tidur3. Urgensi adalah rasa sangat ingin berkemih sehingga terasa sangat nyeri4. Frekuensi adalah sering berkemih > 8x sehari5. Terminal dribbling adalah keluarnya sisa urin selama beberapa detik pada
akhir berkemih6. Bulging adalah pembengkakan7. Kateter adalah alat bantu untuk mengeluarkan urin8. BNO-IVP adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memberikan visualisasi
ginjal dan ureter9. LUTS adalah suatu sindrom yang mengenai saluran urinaria bagian bawah
yang berkaitan dengan disfungsi m. detrusor yang berhubungan dengan proses penuaan
10. QoL (Quality of Life) adalah untuk mengetahui seberapa terganggunya pasien dengan penyakit dengan yang dideritanya
11. IPSS adalah salah satu sistem skoring gejala prostat
2
PERTANYAAN DAN JAWABAN1. Apa yang menyebabkan pembengkakan pada regio suprapubik?
Tertampungnya urin pada vesika urinaria akibat menyempitnya urethra pars prostatica sehingga urin sulit dikeluarkan
2. Mengapa bisa terjadi hesistensi, nokturia, urgensi, frekuensi, dan terminal dribbling?- Hesistensi terjadi karena m. detrusor membutuhkan waktu kontraksi
yang lama untuk dapat melawan resistensi urethra- Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan tidak lengkap pada
tiap miksi sehingga interval miksi menjadi lebih pendek- Urgensi terjadi karena kontraksi involunter m. detrusor- Terminal dribbling terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam
vesika urinaria3. Apakah ada indikator lain selain QoL dan IPSS untuk mengetahui penyakit
pasien? Jika ada, jelaskan!American Urological Association (AUA) Symptoms Index (SI) score > 7
4. Mengapa pasien tidak bisa buang air kecil?Karena pembesaran prostat menekan ke dalam jalan keluar urin yakni urethra pars prostatica sehingga urin sulit untuk dikeluarkan
5. Apa saja nilai-nilai dari IPSS?Tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien (QoL)
6. Apakah ada hubungannya penyakit pasien dengan usia? Jika ada, jelaskan!Ada, hubungannya dengan penurunan testoteron pada laki-laki
7. Apakah ada LUTS selalu ada pembesaran prostat? Tidak, LUTS juga ada pada wanita
8. Berapakah skor normal IPSS dan QoL?-
9. Apakah ada pemeriksaan fisik lain untuk mengetahui pembesaran prostat selain pemeriksaan colok dubur?Sampai saat ini tidak ada
10. Bagaimana cara penanganannya?Pemasangan kateter untuk mengeluarkan urin, berikan analgesik apabila ada rasa nyeri, tindakan pembedahan
11. Bagaimana cara pencegahannya?Kurangi mengkonsumsi lemak dan karbohidrat
12. Apa saja hasil yang didapatkan dari BNO-IVP? Jelaskan hasil normal dan abnormal?Hasil normal: saluran kemih terlihat jelas, tidak ada obstruksiHasil abnormal: tampak obstruksi pada jalan saluran kemih
13. Apabila pasien tidak ditangani segera, komplikasi apa yang akan terjadi?Gagal ginjal, sistitis, hydronephrosis dan lain-lain
14. Apakah hubungan riwayat penyakit pasien dengan penyakit pasien?Riwayat penyakit pasien mendahului penyakit pasien, yakni pasien tidak bisa buang air kecil diawali dengan pasien membutuhkan waktu yang lama untuk berkemih, sering berkemih, tetapi urin yang dikeluarkan sedikit, sering kencing pada malam hari, tidak tuntas ketika berkemih, urin pada vesika urinaria tidak semuanya dikeluarkan, urin masih tertinggal dalam
3
vesika urinaria, rasa tidak lampias saat berkemih, sangat ingin kencing tapi harus mengejan, pada akhirnya pasien tidak bisa kencing sama sekali.
HIPOTESIS
Laki-laki, 65 tahun, tidak bisa buang air kecil, pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan fisik terdapat regio suprapubik bulging, IPSS > 30, QoL > , diagnosis BPH
4
SASARAN BELAJAR
LI 1 MM PROSTAT
LO 1.1 MM Anatomi makroskopis
LO 1.2 MM Anatomi mikroskopis
LI 2 MM BPH
LO 2.1 Definisi
LO 2.2 Etiologi
LO 2.3 Epidemiologi
LO 2.4 Klasifikasi
LO 2.5 Patofisiologi
LO 2.6 Manifestasi klinik
LO 2.7 Diagnosis
LO 2.8 Diagnosis Banding
LO 2.9 Penatalaksanaan
LO 2.10 Komplikasi
LO 2.11 Pencegahan
LO 2.12 Prognosis
LI 3 Etika pemeriksaan colok dubur dalam pandangan Islam
5
LI 1 MM PROSTAT
LO 1.1 MM Anatomi makroskopis
Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Prostata mempunyai panjang + 3 cm dengan berat + 20 gram dan terletak di antara collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung fibrosa, yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk kerucut mempunyai basis prostatae yang terletak superior dan berhadapan dengan collum vesicae; dan apex prostatae yang terletak di inferior dan berhadapan dengan diaphragma urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas fascies posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral utriculus prostaticus.
Gambar 1. Vesica urinaria, prostat, dan urethra; potongan sagital
Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di dalam campuran otot polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke urethra pars prostatica. Prostat secara tidak sempurna terbagi menjadi lima lobus: Lobus anterior terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar.
Lobus medius/medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar.
Lobus posterior terletak dibelakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar.
Lobi prostatae dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan lainnya oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada fascies posterior prostatae. Lobi laterales mengandung banyak kelenjar.
6
Vaskularisasi Prostata Cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media.
Venae membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus venosus prostaticus menampung darah dari vena dorsalis profunda penis dan sejumlah venae vesicales, selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna.
Persarafan Vesica Urinaria Persarafan prostat berasal dari plexus hypogastricus inferior. Saraf simpatis merangsang otot polos prostat saat ejakulasi.
Gambar 2. Kelenjar prostat, potongan mendatar
7
LO 1.2 MM Anatomi mikroskopis
Prostat melingkari pangkal uretra yang keluar dari kandung kemih. Merupakan kumpulan daro 30-50 kelenjar tubuloalveolar kompleks yang kecil kecil, bermuara ke dalam uretra pars prostatica. Kelenjar kelenjar kecil terletak di mukosa dan dikelilingi kelenjar sub mukosa. Kelenjar utama di bagian tepi dan merupakan bagian terbesar kelenjar.
Gambar 5. Vesica urinaria, prostat, urethra pars prostatica; potongan frontal
Gambar 6. Kelenjar prostat
Secara umumnya, kalenjar prostat terbentuk dari glandular fibromaskuler dan juga stroma, di mana prostat berbentuk piramida, berada di dasar musculofascia pelvis dan dikelilingi oleh selaput tipis dari jaringan ikat. Keseluruhan kelenjar dibungkus oleh simpai fibroelastik yang mengandung banyak serat otot polos disebelah dalam dan kaya akan plexus vena. Bagian kelenjarnya terbenam didalam stroma padat yang dibagian tepi berlanjut pada simpai. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk dan ukurannya. Alveoli dan tubuli bercabang berkali kali dan memiliki lumen yang lebar . Lamina basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat. Jenis epitelnya selapis atau bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubis rendah, tergantung pada status endokrin dan kegiatan kelenjar . Sitplasma banyak mengandung butir sekret , lisosom dan butir lipid. Saluran keluar mempunyai lumen yang tidak teratur dan mirip tubuli sekretori kecil.
9
Secara histologinya, prostat dapat dibagi menjadi 3 bagian atau zona, yakni: Zona perifer, memenuhi hampir 70% dari bagian kalenjar prostat di mana ia mempunyai duktus yang menyambung dengan urethra prostat bagian distal. Zona perifer merupakan tempat prediksi timbulnya kanker prostat .
Zona sentral atau bagian tengah pula mengambil 25% ruang prostat dan juga seperti zona perifer tadi, ia juga memiliki duktus akan tetapi menyambung dengan uretra prostat di bagian tengah, sesuai dengan bagiannya.
Zona transisi, atau bagian yang terakhir dari kelenjar prostat terdiri dari dua lobus, dan juga seperti dua zona sebelumnya, juga memiliki duktus yang mana duktusnya menyambung hampir ke daerah sphincter pada urethra prostat dan menempati 5% ruangan prostat. Zona transisional ini mempunyai arti medis yang penting karena merupakan tempat asal sebagian besar hiperplasia prostat jinak. Seluruh duktus ini, selain duktus ejakulator dilapisi oleh sel sekretori kolumna dan terpisah dari stroma prostat oleh lapisan sel basal yang berasal dari membrana basal.
( Young, et al. 2000 , Junqueira, et al. 2007)LI 2 MM BPH
LO 2.1 Definisi
BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah diagnosis histologis yang mengarah kepada proliferasi sel otot polos dan sel epitel pada zona transisi prostat sehingga terjadi pembesaran kelenjar prostat akibat hyperplasia yang bisa disebabkan oleh abnormalitas sistem saraf pusat dan/ atau perifer yang bertugas mengontrol saluran kemih bagian bawah yang terjadi pada laki-laki usia > 45 tahun dengan 7 gejala yakni frekuensi, nokturia, urgensi (storage symptoms) dan rasa tidak lampias saat berkemih, intermittensi, mengejan, serta pancaran lemah (voiding symptoms) (American Urological Association, 2010).
LO 2.2 Etiologi
Etiologi pasti BPH tidak diketahui, tapi ada persamaan antara BPH dan morfogenesis embriogenik prostat yang mengarah kepada hipotesis bahwa BPH mungkin dihasilkan dari reawakening proses induksi embriogenik dewasa (American Urological Association, 2010). BPH meningkat seiring meningkatnya usia dan menurunnya hormone androgen. Ada beberapa teori berhubungan dengan etiologi hyperplasia prostat (Anonim, 2010), yakni:
1. Hipotesis stem cell
2. Hipotesis reawakening
3. Hipotesis keseimbangan estrogen dan testosterone
Menurunnya testoteron dan meningkatnya estrogen pada laki-laki lanjut usia akibat konversi testoteron menjadi estrogen dengan bantuan enzim aromatase
10
pada jaringan adiposa. Estrogen berperan dalam perkembangan hyperplasia prostat.
4. Hipotesis dihidrotestoteron (DHT)
Testoteron bebas, 10% dari total testoteron berperan dalam inisiasi pembesaran prostat. Testoteron bebas akan dihidrolase menjadi dihidrotestoteron (DHT) dengan bantuan enzim 5-alpha reductase yang akan diikat oleh reseptor di sitoplasma sel prostat sehingga membentuk DHT-receptor complex yang akan masuk ke dalam inti sel dan mempengaruhi RNA dalam proses proliferasi sel.
5. Hipotesis Growth Factor
BPH dicetus oleh b-FGF (Basic Fibroblast Growth Factor) karena mikrotrauma (miksi, ejakulasi, atau infeksi).
LO 2.3 Epidemiologi
Kasus Pembesaran Prostat Jinak (PPJ) yang dikenal sebagai Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua setelah batu saluran kemih di bagian klinik urologi Indonesia. Hiperplasia prostat sering ditemukan pada kelompok laki-laki setelah berusia 50 tahun akibat proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara berlebihan. Hiperplasia prostat hampir merupakan fenomena universal pada laki-laki usia lanjut. Frekuensi BPH meningkat seiring dengan pertambahan usia, dan merupakan penyebab morbiditas utama laki-laki usia lanjut.Penyebab hiperplasia prostat belum jelas. Faktor hormonal dan usia hingga saat ini diduga sebagai penyebab BPH. National Institutes of Health (NIH) memperkirakan insidensi BPH pada laki-laki yang berusia di atas 60 tahun sebanyak 50% dan laki-laki berusia di atas 70 tahun sebanyak 90%.
Insidensi BPH di Indonesia cukup banyak, sekitar 24-30% kasus urologi yang dirawat di beberapa R.S.. Insidensi BPH R.S. Cipto Mangunkusumo dalam kurun waktu 1994–1997 ada 462 kasus; R.S. Hasan Sadikin Bandung dalam kurun waktu 1976–1985 ada 1.185 kasus. Dalam rentang 10 tahun terakhir (1993-2002) tercatat ada 1.038 kasus; R.S. Dr Soetomo Surabaya terdapat 1.948 kasus pada periode 1993-2002 dan di R.S. Sumber Waras ada 602 kasus pada rentang waktu yang sama.
(Universitas Kristen Maranatha, 2007) LO 2.4 Klasifikasi
Untuk menentukan kriteria prostat yang membesar dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah:
A. Berdasarkan gambaran klinik
Derajat I, colok dubur : penonjolan prostat, batas atas mudah diraba, sisa volume urin <50ml.
Derajat II, colok dubur : penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai, sisa volme urin 50 – 100ml.
Batas atas prostat tidak dapat diraba, sisa volume urin >100ml.
B. Berdasarkan Pemeriksaan bimanual (Digital Rektal Examination)
11
melakukan rektal toucer pada suprrapubik jika teraba pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 30gr.
C. Berdasarkan rektal grading, dengan rektal toucher : Stage 0 : prostat teraba < 1cm, berat < 10 gram Stage 1 : prostat teraba 1 – 2 cm, berat 10 -25 gram Stage 2 : prostat teraba 2 -3 cm, berat 25- 60 gram Stage 3 : prostat teraba 3- 4 cm, berat 60 – 100 gram Stage 4 : prostat teraba >4 cm, berat >100 gram
D. Berdasarkan clinical grading :
Pada pagi hari atau pasien setelah minum banyak disuuh miksi sampai habis, dengan kateter diukur sisa urin dalam buli – buli. Normal : sisa urin tidak ada
Grade 1 : sisa urin 0 -50cc Grade 2 : sisa urin 50 – 150 cc Grade 3 : sisa urine >150 cc Grade 4 : retensi urin total
Grade 1 – 2 : indikasi konsevatif, Grade 3 – 4 : indikasi operatif
E. Berdasarkan intra – uretral grading :
Dilakukan pemeriksaan dengan panendoskopi untuk melihat seberapa jauh penonjolan prostat ke dalam lumen uretra
F. Intravesical Grading :
Dengan menggunakan pemeriksaan cystogram
(Anonim, 2010)
LO 2.5 Patofisiologi
Perkembangan mikroskopik BPH, BOO (Bladder Outlet Obstruction), dan LUTS berkaitan dengan penuaan. Patofisiologi BOO pada laki-laki dengan BPH berhubungan dengan faktor statik dan dinamik. Obstruksi statik dan dinamik dikatakan pembesaran prostat dalam jumlah besar yang mengganggu uretra pars prostatika dan jalan keluar vesika urinaria sedangkan obstruksi dinamik berhubungan dengan tegangan otot polos prostat. Pada prostat yang membesar zona perifer (zona terluar) dan zona transisi (zona terdalam) bertanggung jawab terhadap surgical capsule dan jaringan hyperplasia. BPH di regulasi oleh α1 reseptor. Pada stroma, rasio epitelallebih besar pada laki-laki dengan BPH simptomatik yang menandakan bahwa komposisi seluler dari kelenjar terdalam zona transisi berperan penting dalam kontribusi patofisiologi BPH klinis karena neurotransmitter untuk α1 reseptor yakni nor efineprin, mekanisme masuk akal
12
lainnya yang berkontribusi terhadap patofisiologi BPH klinis iadalah meningkatnya persyarafan adrenerjik. Lepor dan mitra kerjanya melaporkan hubungan terbalik antara skor symptom AUA dan level katikolamin pada laki-laki yang menjalani biopsy prostat untuk kenaikan PSA (Prostate Spesific Antigen) atau DRE (Digital Rectal Examination) yang tidak terbukti menderita kanker prostat. Observasi ini sangat kuat menegaskan bahwapatofisiologi klinis BPH bukan dikarenakan oleh meningkatnya persyarafan adrenergik. Secara ringkas komposisi seluler prostat sebagai satu-satu nya parameter yang berkontrubusi terhadap patofisiologi BPH klinis. Densitas otot polos prostat berkontrubusi terhadap keparahan BOO pada laki-laki dengan BPH klinis. Densitas otot polos prostat tidak muncul sebagai faktor utama yang berkontrubusi terhadap keparahan LUTS atau terhadap perbaikan yang termediatasi melalui α1 secara simptomatologi pada laki-laki dengan BPH klinis. Jika patofisiologi LUTS karena BOO yang dihasilkan oleh pembearan prostat kemudian menngalami perbaikan pada skor symptom yang menjalani pengobatan terhadap BPH harus secara langsung sebanding terhadap kenaikan rata-rata aliran puncak (Peak flow rate) dan mengurangi volume prostat. Dari data klinis yang ada memberi kesan bahwa perbaikan gejala ditimbulkan oleh α1 blocked dan terapi hormonal mungkin tidak diperantarai terutama oleh otot polos prostat dan pengurangan volum prostat. LUTS merupakan prevalensi tersering tetapi bukan satu-satunya manifestasi klinis pada BPH. Manifestasi berat BPH lainnya termasuk retensi urin, infeksi tektus urinarius dan insifiuensi renal. Terdapat peningkatan bukti bahwa laki-laki dengan pembessaran prostat berisiko tinggi terhadap retensi urin (Lepor, 2005).
LO 2.6 Manifestasi klinik
Gejala yang terjadi pada pasien BPH adalah sebagai berikut:
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Gejala LUTS dibedakan menjadi gejala iritatif dan obstruktif, yaitu:
Gejala iritatif
Frekuensi Nokturia Urgensi Dysuria
Gejala obstruktif Weak stream Hesistensi Straining Intermittensi
Gejala-gejala tersebut di atas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi:
Grade I: gejala prostatismus + sisa kencing 0-50 ml
Grade II: gejal prostatismus + sisa kencing > 50 ml
13
Grade III: retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa kencing > 150 ml
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Gejala yang timbul merupakan gejala-gejala yang ditimbulkan gejala obstruksi, yakni: nyeri pinggang, benjolan di pinggang yang merupakan tanda dari hidronephrosis, atau demam yang merupakan dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien juga mengeluhkan mengalami hernia dan hemoroid. Hal ini dikarenakan pasien sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
(Anonim, 2010; Crahmayadi, 2013)
LO 2.7 Diagnosis
A. Anamnesis
o Riwayat pasien : keluhan yang dirasakan, riwayat penyakit lain, riwayat
kesehatan secara umum, tingkat kebugaran
o International Prostate Symptom Score (IPSS)
Merupakan 7 pertanyaan yang ditanyakan dokter kepada pasien sebagai alat
screening untuk mendiagnosis BPH dan mengetahui tingkat keparahannya. Selain
untuk mendiagnosis, IPSS digunakan untuk menentukan terapi untuk pasien.
Setiap pertanyaan punya score 1-5, dimana pertanyaannya meliputi incomplete
emptying, frequency, intermittency, urgensi, weak stream, straining, nokturia.
Apabila total score 0-7 berarti mild condition, 8-19 moderate condition, 20-35
severe urinary problem.
14
Tabel 1. Tabel skor IPSS dan QoL
B.Pemeriksaan Fisik
a. Digital Rectal Examination
Dokter memasukan jari yang dilapisi sarung tangan ke dalam rectum pasien untuk
meraba permukaan prostate melalui dinding rectum untuk mengetahui ukuran,
bentuk dan konsistensi kelenjar prostate.
15
Jaringan prostate hyperplasia, menunjukan prostate teraba membesar, konsistensi
prostate kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan
kiri simetris, tidak didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum.
Apabila terjadi kelainan pada traktus urinarius bagian atas kadang-kadang ginjal
dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang
dan nyeri ketok pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi
retensi total, daerah inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya
hernia. Genitalia eksterna harus pula diperiksa untuk mengetahui adanya
kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan gangguan miksi seperti
batu di fossa navikularis atau uretra anterior.
Gambar 7. Rectal examination
C. Pemeriksaan Penunjang
a. PSA (protein spesifik antigen)
Merupakan antigen spesifik yang diproduksi oleh sel capsula prostate (membrane
yang melapisi prostate) dan kelenjar periurethral. Pada BPH, nilai PSA adalah > 4
ng/mL (N : < 4 ng/mL).Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien BPH asimtomatik
>50 tahun. Dan biasanya meningkat pada pembesaran prostate. Apabila terdapat
hasil yang meragukan (false positif atau false negative) maka diindikasikan untuk
melakukan biopsy pada kelenjar prostate.
b. Imaging studies for BPH symptoms
1. Transuretral Ultrasound
16
2. Uroflowmetry
3. Pressure flow studies
4. Urethral cytoscopy
5. Postvoid residual urine measurement
c. BNO (foto polos abdomen)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/
kalkulosa prostate dan kadangkala dapat menunjukan vesica urinaria yang penuh
terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin.
d. IVP (pielografi intravena)
IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya :
i. Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis.
ii. Memperkirakan besarnya kelenjar prostate.
iii. Penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi,divertikel,
atau sakulasi vesica urinaria.
iv. Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin.
e. Patologi anatomi
Kelainan jaringan prostat dicurigai nodular hiperplasia apabila pada
makroskopisnya tampak potongan jaringan prostat yang padat, kenyal, berwarna
putih.Permukaan potongannya mengandung nodus yang berbatas cukup tegas dan
menonjol dari permukaan potongan. Nodularitas ini mungkin terdapat di seluruh
prostat, tetapi biasanya paling menonjol di regio bagian dalam (sentral dan
tensisional).
Benign Prostat Hypertrophy atau Nodular Hyperplasia ciri mikroskopisnya yaitu
tampak jaringan prostat dengan adanya proliferasi dari kelenjar yang lumennya
mengalami dilatasi dan beberapa berisi korpora amilacea, dan tampak juga adanya
proliferasi dari stroma jaringan ikat fibromuskularis, tidak ditemukan sel-sel
ganas.(Jika stroma dominan maka BPH adenomyomatik,jika kelenjar dominan
maka BPH myoadenomatik).
17
LO.2.8. Diagnosa Banding
1. Ca Prostat
Keluhan sesuai gejala saluran kemih bagian bawah (Lower urinary tract
symptoms = LUTS), yaitu gejala obstruktif dan iritatif. Kecurigaan umumnya
berawal dari ditemukan nodul yang secara tidak sengaja pada pemeriksaan rektal.
Nodul yang irregular dan keras harus dibiopsi untuk menyingkirkan hal ini. Atau
didapatkan jaringan yang ganas pada pemeriksaan patologi dari jaringan prostat
yang diambil akibat gejala BPH. Kanker ini jarang memberikan gejala kecuali bila
telah lanjut. Dapat terjadi hematuria, gejala – gejala obstruksi, gangguan saraf
akibat penekanan atau fraktur patologis pada tulang belakang.Atau secara singkat
kita anamnesa dan kita akan dapatkan sebagai berikut :
- Terjadi pada usia > 60 tahun
- Nyeri pada lumbosacral menjalar ke tungkai
- Prostatismus dan hematuria
- Rektal toucher : permukaannya berbenjol, keras seperti batu, fixed
2. Prostatitis
Gejala dan tanda prostatitis akut terdiri dari demam dengan suhu yang tinggi,
kadang dengan gigilan, neri peinea atau pinggang rendah, sakit sedang atau berat,
myalgia, antralgia. Karena pembengkakan prostat biasanya ada dysuria, kadang
sampai retensi urin. Kadang didapatkan pengeluaran nanah pada colok dubur
setelah masase prostat. Sedangkan pada prostatitis kronis gejala dan tanda tidak
khas. Gambaran klinis sangat variabel, kadang dengan keluhan miksi, kadang
nyeri perineum atau pinggang. Dan diagnose dapat ditegakan dengan diketemukan
adanya leukosit dan bakteria dalam sekter prostat. Jadi hal – hal yang perlu sekali
kita perhatikan agar dapat membedakan dengan BPH yaitu :
- Adanya nyeri perineal
- Demam
- Disuri, polakisuria
- Retensi urin akut
- Rektal toucher : jika ada abses didapatkan fluktuasi (+)
18
3. Neurogenik Bladder
Adapun gejala dan tanda yang kita peroleh dari anamnesa adalah :
- Lesi sacral 2 – 4
- Rest urin (+)
- Inkontinensia urin
4. Striktura Uretrha
Sumbatan pada urethra dan tekanan kandung kemih yang tinggi dapat
menyebabkan imbibisi urin keluar kandung kemih atau uretra proksimal dari
striktura. Gejalakhas adalah pancaran urin yang kecil dan bercabang. Gejala lain
adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuri, kadang – kadang
dengan infiltat, abses, fistel. Gejala lanjut adalah retensi urin.
LO 2.9. Tatalaksana
1. Observasi ( wacthfull waiting )
Biasanya dilakukan pada pasien BPH dengan keluhan ringan (Skor Madsen
Iversen kurang dari sama dengan 9). Nasehat yang diberikan pada pasien adalah
mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi terbangun pada
malam hari untuk buang air kecil ( nokturna ), menghindari obat – obat
dekongestan ( parasimpatolitik ), mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkan minum alcohol agar tidak terlalu sering miksi. Setiap tiga bulan
control keluhan ( sistem skor ), sisa kencing dan pemeriksaan colok dubur.
2. terapi medikamentosa
Prostat Hiperplasia yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan
menyebabkan penderita datang ke dokter. Secara klinik biasanya derajat berat
gejala klinik dibagi menjadi 4 gradasi yaitu : derajat satu, apabila ditemukan
keluhan prostatismus, pada DRE ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin
kurang dari 50ml. Derajat dua apabila, ditemukan gejala dan tanda seperti derajat
satu, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba, dan sisa urin lebih dari 50ml
terapi kurang dari 100ml. derajat tiga seperti derajat dua, hanya batas atas prostat
atas tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100ml. Derajat empat apabila telah
19
terjadi retensi urin total. Pada penderita derajat satu pada umumnya belum
memerlukan tindakan operatif tetapi tindakan konservatif, yaitu :
a. Penghambat adrenergic alfa
Obat – obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, alfuzosin
atau yang lebih selektif alfa 1a (tamsulosin). Penggunaan antagonis alfa 1a karena
secara selektif mengurangi obstruksi pada buli – buli tanpa merusak kontraktilitas
detrusor. Obat – obat ini menghambat reseptor – reseptor yang banyak ditemukan
pada otot polos trigonum, leher vesica, prostat dan kapsul prostat sehingga terjadi
relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan di daerah uretra pars
prostatika sehingga gangguan aliran seni dan gejala – gejala akan berkurang.
Biasanya pasien merasa berkurang keluhan – keluhannya dalam waktu 1 – 2
minggu setelah ia memulai makan obat. Efek samping yang mungkin timbul
adalah pusing – pusing (dizziness), capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.
Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah. Jadi dalam
pemberian obat ini harus diperhatikan tekanan darahnya untuk menghindari
terjadinya hipotensi yang dapat membahayakan penderita.
b. Penghambat enzim reductase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang
membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari pada
golongan alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada pembesaran prostat yang
besar.Efektivitasnya masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan
sedikit dari pasien setelah 6 – 12 bulan pengobatan bila dimakan terus – menerus.
Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan libido, ginekomastia, dan
dapat menurunkan PSA (masking effect). Cara pengobatan konservatif dengan
obat yang lain adalah dengan obat – obat anti androgen yang dapat mulai pada
tingkat hipofisis misalnya dengan pemberian Gn-RH analogue sehingga menekan
produksi testosterone oleh sel Leydig berkurang. Cara ini tentu saja menyebabkan
penurunan libido oleh karena penurunan testoteron darah. Pada tingkat yang lebih
rendah dapat pula diberikan obat anti androgen yang mekanismenya mencegah
hidrolise testoteron menjadi DHT dengan memberikan penghambatan 5 alfa
20
reductase inhibitors, sehingga jumlah DHT berkurang tetapi jumlah testoteron
tidak berkurang, sehingga libido juga tidak berkurang. Obat ini androgen lain
yang juga bekerja pada tingkat prostat adalah obat yang mempunyai mekanisme
kerja sebagai inhibitors kompetitif terhadap reseptor DHT sehingga DHT tidak
dapat membentuk kompleks DHT – reseptor. Obat ini juga tidak menurunkan
kadar testoteron dalam darah, sehingga libido tidak turun. Kesulitan pengobatan
konservatif ini adalah menentukan berapa lama obat harus diberikan dan efek
samping dari obat ini. Pengobatan lain yang juga invasive adalah pengobatan
dengan memanaskan prostat dengan gelombang ultrasonic atau gelombang radio
kapasitif yang disalurkan pada kelenjar prostat dengan antenna yang dipasang
pada ujung kateter proksimal pada balon. Pemanasan ini dilakukan pada suhu 45
sampai 47 derajat celcius selama 1 sampai 3 jam. Efek dari pemanasan ini akan
menyebabkan vakuolisasi pada jaringan prostat dan penurunan tonus jaringan
sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang. Dengan cara
pengobatan ini menggunakan alat THREMEX II memperoleh hasil perbaikan kira
– kira 70 – 80% pada sptom objektif dan 50 – 60% perbaikan pada flowrate
maksimal. Mekanisme mengenai efek pemanasan prostat ini semuanya belum
jelas, salah satu teori yang masih harus dibuktikan ialah bahwa dengan pemanasan
akan terjadi perusakan pada reseptor alfa yang berada pada leher vesika dan
prostat. Cara pengobatan lain yang juga kurang infasif adalah dilatasi uretra pada
prostat dengan memakai balon yang berkembang didalamnya. Cara ini dikenal
sebagai Trans Uretrha Baloon Dilatation (TUBD), dan pelopor cara ini adalah
Burhenne, Castaneda, Reddy dan Hubert. TUBD ini biasanya memberikan
perbaikan sementara.
c. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia adalah eviprostat. Substansinya
misalnya Pygeum aficanum, Sawpalmetto, Serenoa repeus, dll. Efeknya
diharapkan terjadi setelah 1 – 2 minggu setelah pemberian.
d. Terapi Bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan
kompikasi. Indikasi absolut untuk terapi bedah adalah :
21
1. Retensi urin berulang
2. Hematuria
3.Tanda penurunan fungsi ginjal
4. Infeksi saluran kemih berulang
5. Tanda – tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroereter, dan hidronefrosis
6. Ada batu saluran kemih
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat
dilakukan meliputi :
- Transuretrha Resection of the Prostat (TUR P)
- Transuretrha Insision of the Prostat (TUI P)
- Prostatektomi terbuka
- Prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG
TUR P masih merupakan standar emas. Indikasi TUR P adalah gejala – gejala
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TUR P jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia, atau retensi karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah stikura uretra, ejakulasi retrograde (50 – 90%) atau
impotensi (4 – 40%).
Bila volume prostat tidak terlalu besar atau ditemukan kontraktur leher vesika atau
prostat fibrotic dapat dilakukan TUI P. Indikasi TUI P adalah keluhan sedang
sampai berat, volume prostat kecil atau normal. Komplikasi bisa ejakulasi
retrograde (0 – 37%).
Apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehingga reseksi diperkirakan
tidak selesai dalam waktu 1 jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.
Operasi terbuka dapat dilakukan dengan transvesikal yaitu dengan membuka
vesika dan prostat dinuklease dari vesika. Keuntungan cara ini dapat sekaligus
mengangkat batu vesika atau diverkulektomi apanila ada divertikel yang cukup
besar. Kerugian cara ini harus membuka vesika sehingga memerlukan kateter
22
lebih lama sampai luka pada dinding vesika sembuh. Cara terbuka operasi lain
adalah Retropubik menurut Terence Millin yaitu Route suprapubic dengan cara
membuka kapsul prostat tanpa membuka vesika kemudian prostat dienukleasi dari
retropubik. Cara ini mempunyai keuntungan tanpa membuka vesika sehingga
pemakaina kateter tidak lama bila membuka vesika, kerugiannya tentu saja karena
tidak membuka vesika jika diperlukan tindakan lain yang dikerjakan dalam vesika
tidak dapat dilakukan. Kedua cara tersebut jika dibandingkan dengan TUR P
masih kalah dengan mordibitas yang lebih lama da nada sayatan, tetapi dapat
dikerjakan tanpa alat – alat istimewa, cukup dengan alat – alat bedah yang standar.
Seperti yang dijelaskan diatas cara pengobatan endoskopi yang lebih ringan dari
TUR P adalah YUI P. Cara pengobatan ini secara endoskopi juga menyayat
memakai alat seperti TUR P tetapi memakai alat seperti penggaruk, sayatan
dimulai dari dekat muara sampai dekat verumontanum dan harus cukup dalam
sampai ketemu kapsul prostat. TUI P ini mempunyai keuntungan lebih cepat dari
TUR P, Hiperplasia derajat empat tindakan pertama yang harus dikerjakan adalah
membebaskan penderita dari retensi urin total dengan cara memasang kateter atau
sistotomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lanjut untuk melengkapi
diagnostic kemudian terapi defemitif dapat dengan TUR P satu operasi terbuka.
Untuk penderita yang keadaan umumnya tidak baik atau tidak memungkinkan
operasi dapat dilakukan tindakan konservatif.
Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini
dapat timbul lagi 8 – 10 tahun kemudian.
1. Terapi invasive minimal
- Transuretrhal Microwave Thermotherapy (TUMT)
Jenis operasi hanya dapat dilakukan pada beberapa rumah sakit besar. Dilakukan
pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat
melalui suatu transducer yang dilekatkan di uretra pars prostatika.
- Dilatasi Baloon Tansuretrhal (TUBD)
Dilatasi uretra didaerah prostat dengan memakai balon didalamnya dan biasanya
mengalami perbaikan sementara.
23
- High – Intensity Focused Ultrasound
Pada perkembangan akhir – akhir ini dicoba pula ablasi prostat menggunakan
laser. Roth dan Aretz (1991) mempopulerkan Transuretral Ultrasound Guided
Laser Induced Prostatectomy (TULIP), yang kemudian disempurnakan dengan
membuat alat deflector sinar laser 90 derajat sehingga sinar laser dapat diarahkan
ke kelenjar prostat yang membesar.
- Ablasi Jarum Transuretrhal (TUNA)
- Stent Prostat
Pemasangan Stent pada uretra pars prostatika merupakan cara mengatasi obstruksi
transvesikal yang kurang invasive, yang merupakan alternative sementara apabila
kondisi penderita belum memungkinkan mendapat terapi yang lebih invasive.
Akhir – akhir ini dikembangkan juga stent yang dapat dipertahankan lebih lama
misalnya proges urospiral (Parker dkk) atau Wallstent (Nording, A.L. Paulsen).
LO. 2.10. Komplikasi
1. Retensi urin akut, retensi urin kronik, refluks vesikoureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal
2. Hernia atau hemoroid. Disebabkan penderita mengejan sewaktu miksi
3. Batu endapan didalam kandung kemih karena selalu terdapat urin sisa
4. Batu endapan tersebut dapat menimbulkan hematuri, sistitis. Bila terjadi refluks
akibat batu, maka dapat terjadi pielonefritis.
LO. 2.11. Pencegahan
Kini, sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi
pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan
utamanya saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan
sejenis minyak, yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat
kerja enzim 5-alpha reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon
testosteron menjadi dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar
prostat tidak bertambah besar.
24
Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di antaranya
adalah :
1) Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah
pertumbuhan sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat
berkembang menjadi kanker prostat.
2) Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak
terlalu berat. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu
melancarkan pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.
3) L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran
rangsangan ke susunan syaraf pusat.
4) Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas
sperma.
Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:
1) Mengurangi makanan kaya lemak hewan
2) Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam
makanan laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)
3) Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari
4) Berolahraga secara rutin Pertahankan berat badan ideal
LO.2.12. Prognosis
Lebih dari 90% pasien mengalami perbaikan sebagian atau perbaikan dari gejala
yang dialami. Sekitar 10-20% akan mengalami kekambuhan penyumbatan dalam
lima tahun. Apabila tidak segera ditindak, BPH memiliki prognosis buruk karena
dapat berkembang menjadi kanker prostat.
LI 3 Etika pemeriksaan colok dubur dalam pandangan Islam
Pemeriksaan kelainan pada saluran kemih laki-laki termasuk rukhsah. Rukhsah
adalah keringanan bagi manusia mukalaf dalam melakukan ketentuan Allah SWT
pada keadaan tertentu karena ada kesulitan, suatu kebolehan melakukan
pengecualian dari perinsip umum karena kebutuhan atau Al-Hajat, keterpaksaan
atau Ad-darurat.
25
Alasan diperbolehkan Rukhsah :
1. Bukan bertujuan untuk berlaku zalim atau berbuat dosa atau meringan-
ringankan sesuatu yang sudah ringan.
2. Untuk sekedar menghilangkan kesulitan dan menghendaki keringanan sampai
kita menemukan kelapangan sesudahnya.
Sebab membolehkan Rukhsah :
1. Karena terpaksa atau karena suatu kebutuhan.
2. Karena ada uzur atau halangan yang menyulitkan.
3. Untuk kepentingan orang banyak dan menghasilkan kebutuhan hidupnya.
Rukhshah Isqath
Jika seseorang diwajibkan melaksanakan rukhshah tersebut lantaran hukum
azimah telah gugur. Misal : Wajib makan bangkai dalam keadaan terpaksa, jika
tidak ia bias mati.
Rukhshah Tarfih
Jika hukum rukhsah dan hukum azimah masih dapat dilakukan semuanya. Misal :
Memakan harta orang lain ketika sangat lapar masih dapat dilaksanakan hukum
azimah. Jika ia bersabar dan tidak makan harta orang,hingga ia mati ,maka tidak
berdosa. Kerena haramnya makan harta orang lain selalu ada pada hukum azimah.
Salisul Baul
Penyakit yang menyebabkan keluarnya air kencing secara kontinyu, atau keluar
angin atau kentut secara kontinyu, darah istihadhah, mencret yang kontinyu dan
penyakit lain yang serupa.
o Syarat dibolehkan ibadah dalam Salisul Baul
1. Sebelum melakukan wudhu harus didahului dengan istinja.
2. Ada kontinyuitas antara istinja dengan memakaikan kain atau pembalut dan
semacamnya, dan ada kontinyuitas antara memakaikan kain pada tempat keluar
hadas tersebut dengan wudhu.
26
3. Ada kontinyuitas antara amalan-amalan dalam wudhu atau rukun dan sunahnya.
4. Ada kontinyuitas antara wudhu dan shalat, yaitu segera melaksanakan shalat
sesuai wudhu dan tidak melakukan pekerjaan lain selain shalat.
5. Keempat syarat diatas dipenuhi ketika memasuki waktu shalat.
Seseorang yang memiliki penyakit seperti salisul baul tersebut hanya
diperbolehkan melakukan ibadah shalat fardhu sekali saja, adapun shalat sunnah
bias dikerjakan seberapa kalipun.
27
DAFTAR PUSTAKA
American Urological Association. 2010. American Urological Association Guideline:Management of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). AUA Education and Research, Inc. Revised 2010. Anonim. 2010. BPH. Diakses melalui: http://dokterugm.wordpress.com/2010/04/24/benigna-prostatic-hiperplasia-atau-pembesaran-prostat-jinak-atau-bph-atau-ppj/#more-64, 10-04-2014, 18:48 amCrahmayadi. 2013. Benign Prostatic Hyperplasia. Diakses melalui: crahmayadi.wordpress.com/2013/05/04/benign-prostatic-hyperplasia-2/, 13-04-2014, 00:04 amJunqueira, Luiz. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Ed. 10. Jakarta: EGCLepor, Herbert. 2005. Pathophysiology of Benign Prostatic Hyperplasia in the Aging Male Population. Rev Urol. 2005; 7 (Suppl 4): S3-S12Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGCSyam, Edward & Inmar Raden. 2009. Bahan Kuliah Anatomi Sistem Urinarius. Jakarta: FK YARSIUniversitas Kristen Maranatha. 2007. Epidemiologi BPH di Indonesia. Diakses melalui: respiratory.maranatha.edu, 12-04-2014, 20:36 amYoung, Barbara, et al. 2000. Wheather's Functional Histology: A text and Colour Atlas 4th Edition. Churchill Livingstone
28