3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Terminologi Agonis Adrenergik
Terminologi agonis mengacu pada obat-obatan atau sekumpulan
senyawa yang dapat mengikat dan menghasilkan perubahan struktural pada
molekul suatu reseptor spesifik, sehingga menyebabkan munculnya
sejumlah efek yang menyerupai efek dari aktivasi reseptor tersebut. Definisi
ini perlu dibedakan dengan substansi lain yang juga dapat mengikat molekul
reseptor yang sama, namun tidak menghasilkan perubahan apapun. Untuk
definisi tersebut, terminologi yang digunakan adalah antagonis, karena
pengikatan active binding site dari suatu reseptor akan menginhibisi agonist
untuk berikatan dengan reseptor terkait (Barash P, Cullen B, Stoelting R, et
al, 2013).
Definisi dari istilah adrenergic tidak lain mengacu pada efek epinefrin
(EPI). Istilah tersebut berasal dari kata adrenalin (adrenaline), nama lain
untuk epinefrin yang merupakan salah satu neurotransmiter saraf simpatis
(Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, 2013; Guyton & Hall, 2011).
Dengan demikian, menurut definisinya, agonis adrenergik merupakan
substansi atau obat-obatan yang memproduksi efeknya dengan cara
mengikat reseptor adrenergik kemudian mengaktivasi reseptor tersebut.
Mengingat sistem saraf simpatis bekerja melalui aktivasi reseptor yang
sama, maka respon fisiologis terhadap agonis adrenergik maupun stimulasi
serabut saraf simpatis menghasilkan efek yang sama pula. Oleh karena itu,
agonis adrenergik seringkali disebut juga dengan istilah “simpatomimetik”
(mimetik = memimik, atau meniru) – obat-obatan yang memimik aksi dari
epinefrin dan norepinefrin (Katzung BG, 2007). Efek klinis dari obat-obatan
ini dapat dipahami dengan terlebih dahulu merujuk kepada fisiologi sistem
saraf simpatis itu sendiri.
4
2.2. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Simpatis
Sistem saraf simpatis pada dasarnya merupakan salah satu dari 2
subdivisi major sistem saraf otonom, yang diaktivasi terutama di pusat yang
terletak di medula spinalis, batang otak, hipotalamus dan juga sebagian porsi
dari korteks serebral, khususnya di korteks limbik yang dapat mengirimkan
signal ke pusat yang lebih rendah dan dengan cara ini mempengaruhi kontrol
otonom (Guyton & Hall, 2011).
Gambar 2.1. menunjukkan organisasi umum porsi perifer dari sistem
saraf simpatis. Pada gambar secara spesifik ditunjukkan (1) satu dari 2
paravertebral sympatethic chain (ganglia simpatis) yang terhubung dengan
saraf spinal di sisi kolumna vertebra, (2) dua ganglia prevertebra (celiac dan
hypogastric), dan (3) saraf yang memanjang dari ganglia menuju organ-
organ interna berbeda (Guyton & Hall, 2011).
Gambar 2.1. Hubungan Anatomis Skematik Sistem Saraf Simpatis dan Sejumlah
Organ
(Guyton & Hall, 2011)
5
Serabut saraf simpatis meninggalkan medula spinalis bersama-sama
dengan saraf spinal di antara segmen T-1 dan L-2 dan pertama-tama
memasuki ganglia simpatis, kemudian menuju jaringan/organ yang
distimulasi. Tiap jaras simpatis yang berasal dari medula spinalis hingga
jaringan yang distimulasi terbentuk dari 2 neuron, yakni neuron preganglion
dan postganglion. Neuron postganglion simpatis dapat berasal dari ganglia
simpatis atau di salah satu ganglia simpatis perifer. Dari antara kedua
sumber tersebut, serabut postganglion kemudian berjalan menuju organ
manapun yang disuplainya. Serabut preganglion saraf simpatis, tanpa
bersinapsis terlebih dahulu, akan berjalan dari kornu intermediolateral
medula spinalis melewati ganglia simpatis, lalu melewati nervus splanchnic
hingga akhirnya ke dalam kedua medula adrenal. Di sinilah perjalanan
serabut preganglion berakhir secara langsung pada modified neuronal cell
yang mampu mensekresikan epinefrin dan norepinefrin – dua
neurotransmiter utama saraf simpatis – ke dalam sirkulasi (Guyton & Hall,
2011).
Gambar 2.2. Hubungan Persarafan antara Medula Spinalis, Saraf Spinal, Ganglia
Simpatis, dan Saraf Simpatis Perifer
(Guyton & Hall, 2011)
6
Serabut saraf simpatis juga disebut neuron adrenergik karena mampu
mensekresikan norepinefrin dan epinefrin. Hampir semua neuron
postganglionik simpatis bersifat adrenergik, kecuali saraf postganglion
simpatis yang mensuplai persarafan otonom pada kelenjar keringat, otot
piloerektor rambut, dan pembuluh darah dalam jumlah yang sangat terbatas.
Dengan demikian, hampir semua ujung serabut saraf simpatis
mensekresikan epinefrin/norepinefrin, sedangkan sejumlah kecil lainnya
memproduksi asetilkolin (Barash P, Cullen B, Stoelting R, et al, 2013).
2.3. Neurotransmiter Saraf Simpatis dan Karekteristik Utamanya
2.3.1. Struktur Molekular Katekolamin Endogen
Seperti yang telah diungkapkan pada paragraf di atas, serabut saraf
simpatis mensekresi 2 neurotransmiter utama, yakni norepinefrin dan
epinefrin. Kedua neurotransmiter ini termasuk dalam golongan
katekolamin, senyawa dengan nukleus catechol (cincin benzena dengan
dua kelompok hidroksil yang saling berdekatan) dan sebuah rantai yang
mengandung amine (disebut ethylamine). Karena kedua neurotransmiter
tersebut dapat diproduksi secara alami di dalam tubuh, maka epinefrin
dan norepinefrin tergolong katekolamin endogen. Untuk senyawa
adrenergik yang disintesis diluar tubuh (contoh: dobutamin), digunakan
istilah katekolamin eksogen. Terdapat satu lagi katekolamin endogen
yang fungsinya esensial, yakni dopamin yang merupakan prekursor dari
norepinefrin. Dopamin terdapat di sistem saraf pusat dan terutama
terlibat dalam koordinasi aktivitas motorik di otak (Barash P, Cullen B,
Stoelting R, et al, 2013; Guyton & Hall, 2006).
Top Related