i
SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BACKORDER PADA INDUSTRI TEPUNG TERIGU
Oleh Yayan Sofyan Ahmad
0042001105092
Skripsi ini disampaikan kepada Fakultas Teknik Universitas President dalam pemenuhan sebagian dari persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Industri
2014
ii
LEMBAR REKOMENDASI PEMBIMBING
Skripsi berjudul “Sistem Pengendalian Persediaan Spare Part Dengan
Mempertimbangkan Backorder Pada Industri Tepung Terigu” yang
disusun dan diajukan oleh Yayan Sofyan Ahmad sebagai salah satu
persyaratan untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas
Teknik telah ditinjau dan dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi.
Oleh karena itu, Saya merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.
Bekasi, 23 Januari 2014
Johan Oscar Ong, S.T, M.T
iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Sistem Pengendalian
Persediaan Spare Part Dengan Mepertimbangkan Backorder Pada
Industri Tepung Terigu” adalah hasil dari pengetahuan terbaik Saya
dan belum pernah diajukan ke Universitas lain maupun diterbitkan baik
sebagian maupun secara keseluruhan.
Bekasi, 23 Januari 2014
(Yayan Sofyan Ahmad)
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN SPARE PART
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN BACKORDER
PADA INDUSTRI TEPUNG TERIGU
Oleh
Yayan Sofyan Ahmad
004201105092
Disetujui oleh,
Johan Oscar Ong, S.T, M.T Ir. Andira, M.T. Pembimbing Skripsi 1 Pembimbing Skripsi 2
Herwan Yusmira, B.Sc. MET. MTech Ketua Program Studi Teknik Industri
v
ABSTRAK
PT. Lumbung Nasional Flour Mill (LNFM) adalah sebuah perusahaan manufaktur
yang memproduksi tepung terigu. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2008 dan
mempunyai peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.100 MT/hari. Peningkatan ini
tentu saja mempunyai dampak terhadap pengadaan persediaan salah satunya adalah
persediaan spare part. Permintaan terhadap spare part mempunyai karakteristik
frekuensi permintaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah permintaan fluktuatif
terhadap barang consumable yang dapat menimbulkan kondisi backorder dan harus
menentukan metode pengendalian persediaan yang tepat agar tidak mengalami
kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu pada tahap awal diperlukan suatu metode
peramalan yang tepat. Metode peramalan digunakan yang terbaik dipilih berdasarkan
nilai MAD. Dilanjutkan ke perhitungan metode EOQ dan backorder (Q,r). Metode
ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock), pemesanan kembali
(reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan persediaan (stockout), sehingga
dapat meminimalisasi biaya persediaan bagi perusahaan. Hasil perhitungan
menggunakan model backorder menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghemat
biaya pembelian sebesar 29,60% dan biaya persediaan sebesar 2,41% selama setahun
dibanding dengan perhitungan yang dilakukan perusahaan sekarang. Ini berarti
menunjukkan bahwa solusi optimal bagi perusahaan penghasil tepung terigu adalah
menggunakan model pengendalian persediaan dengan backorder.
Kata kunci : Peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), backorder model (Q,r),
safety stock, reorder point, dan stockout.
vi
KATA PENGANTAR
Saya panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat rahmat dan karunia-Nya
akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik dan benar, serta tepat pada
waktunya.
Skripsi ini telah dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan berbagai hambatan dan tantangan selama
mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga saya tercinta
2. Bapak Johan Oscar Ong, S.T, M.T
3. Ibu Ir. Andira, M.T.
4. Bapak Herry Azwir
5. Bapak Herwan Yusmira, B.Sc. MET. MTech
yang telah banyak memberikan bimbingan dan dukungan selama menempuh kuliah di
kampus President University.
Dengan penuh kesadaran dalam diri saya dalam penyusunan skripsi ini saya masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu saya menerima saran dan masukan yang dapat
membangun terhadap skripsi ini untuk menyempurnakannya.
Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semuanya.
Bekasi, 23 Januari 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISTILAH
Warehouse : Adalah penyimpanan barang (storage) sebelum
digunakan, dalam arti luas, juga termasuk
fasilitas dan lokasi dalam menyediakan
pergudangan.
Spare Part : Suatu barang yang terdiri dari beberapa
komponen yang membentuk satu kesatuan dan
mempunyai fungsi tertentu.
Consumable Material : Material sekali pakai habis atau bersifat un-
repairable (atau jikalau bisa dilakukan perbaikan
pada material ini secara cost jatuhnya tidak
efektif).
Inventory : Bahan baku dan penolong, barang jadi dan
barang dalam proses produksi dana barang-
barang yang tersedia, yang dimiliki dalam
perjalanan dalam tempat penyimpanan atau
konsinyasikan kepada pihak lain pada akhir
periode.
Optimal : Merupakan jumlah, derajat, atau sesuatu yang
paling disukai, bisa dicapai dalam suatu kondisi
tertentu.
Stockout : Adanya persediaan yang tidak mencukupi
kebutuhan mengakibatkan perusahaan
mengalami kekurangan persediaan.
Asset : semua hak yang dapat digunakan dalam operasi
perusahaan.
Lead Time : jangka waktu antara pesanan pelanggan dan
pengiriman produk akhir.
i
ABSTRAK
PT. Lumbung Nasional Flour Mill (LNFM) adalah sebuah perusahaan manufaktur
yang memproduksi tepung terigu. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2008 dan
mempunyai peningkatan kapasitas produksi menjadi 1.100 MT/hari. Peningkatan ini
tentu saja mempunyai dampak terhadap pengadaan persediaan salah satunya adalah
persediaan spare part. Permintaan terhadap spare part mempunyai karakteristik
frekuensi permintaan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah permintaan fluktuatif
terhadap barang consumable yang dapat menimbulkan kondisi backorder dan harus
menentukan metode pengendalian persediaan yang tepat agar tidak mengalami
kekurangan dan kelebihan. Oleh karena itu pada tahap awal diperlukan suatu metode
peramalan yang tepat. Metode peramalan digunakan yang terbaik dipilih berdasarkan
nilai MAD. Dilanjutkan ke perhitungan metode EOQ dan backorder (Q,r). Metode
ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock), pemesanan kembali
(reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan persediaan (stockout), sehingga
dapat meminimalisasi biaya persediaan bagi perusahaan. Hasil perhitungan
menggunakan model backorder menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghemat
biaya pembelian sebesar 29,60% dan biaya persediaan sebesar 2,41% selama setahun
dibanding dengan perhitungan yang dilakukan perusahaan sekarang. Ini berarti
menunjukkan bahwa solusi optimal bagi perusahaan penghasil tepung terigu adalah
menggunakan model pengendalian persediaan dengan backorder.
Kata kunci : Peramalan, Economic Order Quantity (EOQ), backorder model (Q,r),
safety stock, reorder point, dan stockout.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Warehouse atau umumnya lebih dikenal dengan istilah gudang adalah merupakan
suatu tempat penyimpanan barang yang berfungsi sebagai inventory. Secara fisiknya
warehouse mempunyai fungsi yaitu sebagai persediaan raw material,work in process,
finished good, dan spare part. Dalam melaksanakan fungsi tersebut warehouse
memerlukan suatu manajemen yang mampu melayani customer untuk memenuhi
semua kebutuhannya dengan baik. Pengendalian yang baik dapat diibaratkan dengan
bendungan air yang berfungsi menerima air dari sungai-sungai, mengumpulkan, dan
menyalurkannya ke sawah-sawah petani yang memerlukannya.
Manajemen pengendalian persediaan merupakan masalah yang penting dalam suatu
perusahaan, salah satunya yaitu inventory spare part adalah untuk memberi dukungan
bagi seluruh keperluan pemeliharaan peralatan yang digunakan dalam proses
produksi. Kerugian yang diakibatkan karena kerusakan mesin atau peralatan saat
proses produksi berlangsung harus diminimalkan. Hal ini erat kaitannya dengan
ketersediaan spare part yang harus selalu terjaga setiap saat melakukan perbaikan
peralatan produksi, karena nilai kerugiaan jika terjadi tidak tersedianya spare part,
dipastikan sangatlah besar. Tidak hanya kerugiaan yang dapat dihitung, tetapi juga
kerugian yang tidak dapat dihitung seperti kepercayaan konsumen kepada
perusahaan. Hal ini berpengaruh pada kelancaran pemenuhan permintaan konsumen
untuk suatu produk yang diproduksinya.
Study ini dilakukan pada sebuah perusahaan penghasil tepung terigu, yang difokuskan
pada sistem pengendalian inventory oleh warehouse spare part. Topik ini dianggap
penting karena sebagian besar asset perusahaan berada di divisi ini serta jumlah asset
2
di perusahaan juga semakin bertambah. Saat ini perusahaan mempunyai 99.254 unit
spare part inventory yang berjumlah Rp 5.168.943.807,97.
Selama melakukan penelitian di warehouse spare part jenis asset yang berbentuk
inventory di divisi ini dikelompokan menjadi tiga macam, yaitu jenis rotable,
repairable, dan consumable. Rotable yaitu spare part yang diperbaiki ketika
mencapai batas waktu yang ditentukan sesuai jadwal maintenance. Repairable adalah
material yang dilakukan penggantiannya pada saat mengalami kerusakan pada
material itu sendiri. Consumable yaitu material yang sekali pakai dan tidak bisa
diperbaiki kembali.
Yang menjadi obyek pengamatan pada penelitan ini adalah material jenis consumable
6-CON-CUT-001 yaitu Mata Pisau Gerinda. Material ini dipakai untuk membantu
dalam proses kegiatan maintenance terutama bila memerlukan proses pemotongan
material. Material jenis ini sering mengalami terjadinya stockout yang diakibatkan
adanya pemakaian berlebih dan tidak termasuk dalam daftar Preventive Maintenance
Part, tetapi bila dilakukan pembelian berlebih akan terjadi overstock. Seperti
diperlihatkan pada Gambar 1.1 dimana garis tersebut menunjukan jumlah permintaan
barang material.
Gambar 1.1 Grafik Kebutuhan 6-CON-CUT-001
Berdasarkan data historis yang didapat tidak semua material consumable memiliki
pola pemakaian yang sama. Seperti yang ada pada Gambar 1.2 menggambarkan
3
bagaimana pola permintaan yang terjadi pada setiap material consumable yang
ditunjukan oleh masing-masing garis. Pola pemakaian inilah yang nantinya dalam
penelitian ini akan dijadikan parameter pertimbangan dalam menentukan kuantitas
persediaan serta pembelian yang optimal.
Gambar 1.2 Permintaan Material Consumable 2013 PT LNFM
Persediaan yang optimal dapat menghindari selain terjadinya stockout juga dapat
mengantisipasi terjadinya overstock. Bila permasalahan stockout diatasi dengan
melebihkan persediaan tentu dapat merugikan perusahaan karena bisa menyebabkan
terhentinya perputaran uang/modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak
diperlukan.
Berdasarkan masalah yang ada, maka perlu dilakukan suatu kajian khusus terhadap
sistem persediaan di warehouse spare part supaya bisa mengatasi permasalahan
tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan dalam proses penelitian ini adalah
“Bagaimana menentukan jumlah material yang dipesan dan kapan mulai melakukan
pemesanan sehingga dapat meminimalisasi biaya pemesanan yang terjadi.”
4
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan melakukan penelitian di warehouse spare part ini adalah supaya dapat
mengetahui berapa jumlah yang dipesan dan kapan mulai dilakukan pemesanan
sehingga dapat diketahui besarnya biaya pemesanan.
1.4. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dilakukan pada sebuah warehouse spare part di perusahaan penghasil
tepung terigu. Dimana yang menjadi obyek penelitian adalah persediaan material
consumable 6-CON-CUT-001 Mata Pisau Gerinda. Waktu penelitian ini dilakukan
pada bulan September sampai November 2013.
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan, tujuan penelitian dan
pembatasan masalah.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang kajian teoritis sebagai dasar rujukan.
BAB III Metodologi Penelitian
Tahapan-tahapan dalam melakukan suatu analisis dijelaskan dalam bab ini.
BAB IV Data Dan Analisis
Pengamatan data diproses dan dianalisis pada bab ini. Hasil analisis
diharapkan mampu memberikan masukan mengenai pengendalian spare
part yang optimal.
BAB V Simpulan dan Saran
Bab ini memberikan simpulan hasil dari penelitian.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Pendahuluan
Barang atau material yang diperlukan oleh perusahaan, sesudah dibeli dan selama
belum digunakan, disimpan dalam gudang persediaan untuk diproses lebih lanjut
(Tersine, 1994). Barang yang disimpan dalam persediaan dinamakan juga inventory.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai barang persediaan ini, terlebih dahulu perlu
diketahui beberapa jenis atau kategori. Ada empat jenis barang persediaan yaitu
persediaan raw material, work in process, finish good, dan spare part (Assauri,
1993).
1. Bahan Baku (raw materials)
Adalah bahan mentah yang belum diolah, yang diolah menjadi barang jadi,
sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. Termasuk dalam bahan
mentah adalah juga bahan-bahan penolong proses produksi, yang merupakan
komponen produk yang dihasilkan.
2. Barang Setengah Jadi (work in process)
Adalah hasil olahan bahan mentah, sebelum menjadi barang jadi, yang sebagian
akan diolah lebih lanjut menjadi barang jadi.
3. Barang Jadi (finished good)
Adalah barang yang sudah selesai diproduksi atau diolah yang merupakan hasil
utama perusahaan yang bersangkutan, dan siap untuk dipasarkan/dijual. Barang
atau produk jadi ini dijual langsung ke konsumen atau melalui beberapa rantai
penjualan seperti distributor, agen, pengecer, dan sebagainya.
4. Suku Cadang (spare parts),
Adalah segala jenis barang umum atau suku cadang yang digunakan untuk
operasi menjalankan perusahaan/pabrik dan untuk memelihara peralatan yang
digunakan.
2
1.2. Biaya Inventory
Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi,
yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang
sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya
eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik,
misalnya berupa uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah
biaya yang tidak terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan
barang modal.
Dalam akuntansi, yang dimaksud dengan biaya adalah aliran sumber daya yang
dikeluarkan untuk membeli atau membayar persediaan, jasa, tenaga kerja, produk,
peralatan, dan barang lainnya yang digunakan untuk keperluan bisnis atau
kepentingan lainnya. Sementara biaya kesempatan merujuk pada setiap alternatif
yang dikorbankan untuk melakukan pekerjaan lain yang lebih bernilai.
1.2.1. Macam-macam biaya dalam persediaan
Persediaan pada dasarnya akan menimbulkan biaya-biaya. Menurut seorang ilmuwan
yang bernama Charles T Horngren (2006) menyebutkan bahwa biaya variabel dari
persediaan tersebut dapat digolongkan ke dalam:
a. Procurement atau Ordering Cost
Ordering cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi
pesanan, yang terdiri dari:
- Penerbitan pesanan pembelian (Purchase Request).
- Menerima dan memeriksa barang-barang yang termasuk dalam pemesanan.
- Pencocokan invioces yang diterima.
- Pesanan pembelian (Purchase Order).
- Catatan pengiriman untuk melakukan pembayaran.
- Biaya pemesanan termasuk biaya mendapatkan persetujuan pembelian.
- Serta biaya pengolahan khusus lainnya.
3
b. Carrying Cost/Holding Cost
Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya persediaan.
Penentuan besarnya carrying cost didasarkan pada “Average Inventory”. Biaya-
biaya yang termasuk kedalam carrying cost adalah:
- Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang.
- Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak.
- Biaya akibat kehilangan/pencurian.
- Biaya asuransi (insurance).
- Biaya keusangan (obsolescence).
- Pajak dari persediaan yang ada dalam gudang (tax).
- Biaya penyusutan (shrinkage).
- Biaya kerusakan (spoilage).
Dalam manajemen persediaan, terutama yang berhubungan dengan masalah
kuantitatif, biaya simpan per – unit diasumsikan linier terhadap jumlah barang
yang disimpan (misalnya: Rp/unit/tahun)
c. (stock-out cost/shortage costs)
Biaya yang timbul akibat perusahaan kehabisan persediaan, biaya-biaya yang
timbul adalah:
- Kehilangan penjualan.
- Hilangnya pelanggan.
- Biaya pemesanan dan ekpedisi khusus.
- Biaya mesin-mesin yang menganggur.
- Biaya tenaga kerja/upah.
- Terganggunya operasonal perusahaan.
- Target pekerjaan terhambat.
- Meningkatnya biaya utang lancar.
Biaya kehabisan persediaan/material pada kenyataannya cukup sulit diukur
khususnya yang berhubungan dengan pelanggan (external), karena menyangkut
kepuasan dan menurunnya kredibilitas perusahaan di mata pelanggan.
4
1.3. Pola Permintaan Inventory
Dalam manajemen persediaan tersedia sejumlah sistem yang mengatur dan
menghitung bagaimana mengisi kembali persediaan barang. Persediaan barang yang
ada di gudang akan berkurang karena diambil dan dipakai oleh berbagai pihak atau
bagian perusahaan. Jumlah, frekuensi, keteraturan, dan turun naiknya pengambilan
atau pemakaian tergantung dari kebutuhan atau permintaan. Dan kebutuhan ini
kadang-kadang teratur, kadang-kadang agak tidak teratur, kadang-kadang bahkan
tidak teratur sama sekali. Oleh karena itu sistem yang dikembangkan untuk pengisian
kembali persediaan juga didasarkan atas berbagai kondisi kebutuhan atau permintaan
barang tersebut.
Tingkat suatu persediaan dapat ditambahkan adalah kapasitas suplai dan tingkat
penurunan persediaan adalah demand. Inventory bertindak sebagai suatu penyangga
(buffer) antara perbedaan tingkat antara supply dan demand.
Gambar 2.3 Analogi Inventory
Tangki air seperti yang terlihat pada Gambar 2.3 adalah suatu analogi yang baik
untuk konsep aliran dan stok. Tingginya air menunjukan inventory, tingkat arus
masuk ke dalam tangki adalah analog dengan tingkat kapasitas suplai dan tingkat arus
keluar adalah menunjukan demand. Kalau permintaan melebihi suplai maka tinggi
tingkat suplai tingkat permintaan
tingkat inventory
5
air dalam tangki akan turun, demikian juga sebaliknya suplai melebihi permintaan
tinggi air dalam tangki akan naik.
Suatu perbedaan yang sangat penting dalam manajemen inventory adalah apakah
suatu permintaan bebas (independent) atau tak bebas (dependent). Permintaan bebas
dipengaruhi oleh keadaan pasar (market condition) diluar control pengoperasian.
Oleh karena itu bebas dari pengoperasian. Inventory barang jadi dan spare part untuk
penggantian biasanya mempunyai permintaan yang bebas. Permintaan tak bebas
terkait dengan permintaan untuk barang lain dan tidak secara bebas ditentukan oleh
pasar. Kalau produk dibangun dari suatu spare part dan rakitan, maka permintaan
akan komponen-komponen itu tergantung pada permintaan akan produk akhir. Atas
dasar ini, secara garis besar, sistem yang dikembangkan tersebut dibedakan dalam
sistem permintaan bebas atau independen, sistem permintaan terikat atau dependent.
Permintaan bebas dan tidak bebas menunjukan suatu pola yang tidak tetap. Kadang-
kadang ada permintaan kadang-kadang tidak ada permintaan karena produksinya
dijadwalkan secara khusus dalam lot tertentu. Pola permintaan ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 2.4 Contoh Diagram Pola Permintaan
6
Untuk barang-barang permintaan yang tidak bebas seperti pada gambar grafik di atas
digambarkan dengan bar berwarna biru dimana jumlah permintaan selalu tetap setiap
periodenya sesuai dengan permintaan akan produk akhir. Untuk permintaan tidak
bebas dipakai filosopi kebutuhan (requirement philosophy). Jumlah stok yang
dipesan didasarkan hanya oleh kebutuhan.
Pola permintaan bebas pada gambar grafik di atas digambarkan dengan garis
berwarna biru dimana jumlah permintaan setiap periodenya fluktuatif. Untuk
permintaan bebas, filosopi penambahan (replenishment philosophy) adalah lebih
tepat. Kalau stok terpakai, maka harus segera diisi kembali agar ada material di
tangan yang siap melayani permintaan. Jadi kalau inventory mendekati habis, maka
perlu diadakan pemesanan material dan inventory ditambahkan kembali.
Oleh karena itu permintaan menimbulkan dua filosopi yang berbeda dari manajemen
inventory. Selanjutnya filosopi ini memerlukan metode penanganan yang berbeda.
1.4. Probablisitic Demand System Model Q with Backorder
Permasalahan dalam persediaan probabilistik adalah adanya permintaan barang tiap
harinya tidak diketahui sebelumnya, informasi yang diketahui hanya berupa pola
permintaannya yang diperoleh berdasarkan data masa lalu. Pada model-model
persediaan deterministik, diasumsikan bahwasannya semua parameter persediaan
selalu konstan dan diketahui secara pasti. Pada kenyataannya, sering terjadi
parameter-parameter yang ada merupakan nilai-nilai yang tidak pasti, dan sifatnya
hanya estimasi atau perkiraan saja. Parameter-parameter seperti permintaan, lead
time, biaya penyimpanan, biaya pemesanan, biaya kekurangan persediaan dan harga,
kenyataannya sering bervariasi. Model-model deterministik tidak peka terhadap
perubahan-perubahan parameter tersebut. Untuk menghadapi variasi yang ada,
terutama variasi permintaan dan lead time, model probabilistik biasanya dicirikan
dengan adanya persediaan pengaman (safety stock).
7
Sistem pengendalian persediaan probabilistik merupakan suatu bentuk permintaan
yang fluktuatif yaitu suatu mekanisme dalam pembuatan serangkaian kebijakan yang
memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan pengaman, kapan persediaan
harus diisi, dan kuantitas pemesanan. Dalam kenyataan, kebijakan-kebijakan tersebut
dipengaruhi oleh beberapa kendala antara lain kapasitas gudang dan modal, adanya
unsur ketidakpastian (probabilistik) dalam permintaan (demand) atau waktu tunggu
(lead time), serta akibat dari barang pesanan konsumen yang tidak tersedia (stockout)
yaitu terjadinya kasus backorder dan lost sales.
Metode backorder (Q,r) merupakan suatu model persediaan untuk mencegah
terjadinya stockout terhadap barang yang diinginkan oleh user. Sehingga perusahaan
dapat melakukan penundaan pemenuhan permintaan dan segera melakukan
pemesanan darurat, dilain pihak user bersedia menunggu sampai barang tersebut
datang.
Berikut cara melakukan perhitungan:
1. Menghitung nilai Q pada kondisi tanpa stockout dengan menggunakan rumus:
...............................................................................(2-1)
Dimana:
D = rata-rata permintaan tahunan (unit)
S = biaya setup
biaya backorder perunit
2. Mencari Order Stockout Rate (OSOR):
................................................................................................(2-2)
3. Mencari safety factor (k) atau z dari nilai OSOR tersebut dengan menggunakan
tabel distribusi normal standard.
4. Mencari Partial Expectation g(k) atau E(z):
8
.........................................................................................(2-3)
5. Menghitung Unit Stockout Rate (USOR).
Nilai ini akan menjadi konstanta dalam perhitungan g(k), sebab nilai ini
merupakan probabilitas stockout yang paling umum diharapkan terjadi.
6. Hasil g(k) kemudian akan dimasukan kembali ke dalam rumus Q untuk mencari
ukuran lot dengan mempertimbangkan adanya stockout.
7. Mencari kembali nilai g(k) dari hasil perhitungan Q dengan bantuan USOR
yang telah dihitung.
8. Kedua tahapan ini akan terus diulang sampai diperoleh harga Q dan k yang
konvergen (sama). Kemudian dengan menggunakan nilai k yang sudah
optimum itu, nilai reorder point (R) dapat dicari.
.........................................................................................(2-4)
9. Menghitung besarnya safety stock (SS) yang perlu disiapkan untuk
mengantisipasi terjadinya kekurangan persediaan.
....................................................................................................(2-5)
10. Menghitung jumlah unit backorder(B):
....................................................................................................(2-6)
11. Menghitung frekuensi pemesanan material (m)
............................................................................................................(2-7)
12. Menghitung interval pemesanan material (T)
.....................................................................................................(2-8)
13. Menghitung Unit Service Level (USL)
..........................................................................................(2-9)
14. Menghitung total biaya persediaan (TC).
9
....................................................(2-10)
1.5. Tingkat Layanan (Service Level)
Tujuan dari manajemen persediaan tidak hanya mempertimbangkan biaya
penyimpanan dan biaya pemesanan, tetapi pertimbangan lain yang harus dilakukan
adalah tingkat layanan. Ada dua hal utama yang menjadi konsekuensi didalam
pendekatan layanan, konsekuensi pertama adalah hubungan antara tingkat layanan
dengan biaya untuk menyediakannya, dan konsekuensi kedua adalah hubungan antara
respon pelanggan terhadap perubahan tingkat layanan.
Service level dapat diformulasikan sebagai berikut:
...........................................................................................................(2-11)
1.6. Peramalan (Forecasting)
Peramalan merupakan aktivitas fungsi bisnis yang memperkirakan penjualan dan
penggunaan produk sehingga produk-produk itu dapat dibuat dalam kuantitas yang
tepat. Peramalan merupakan dugaan terhadap permintaan yang akan datang
berdasarkan pada beberapa variabel peramal, sering berdasarkan data deret waktu
historis. Peramalan menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal
maupun informal (Gaspersz, 1998).
Kegiatan peramalan merupakan bagian integral dari pengambilan keputusan
manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum pasti
(intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau bagian.
10
Kesalahan dalam proyeksi penjualan akan mempengaruhi pada ramalan anggaran,
pengeluaran operasi, arus kas, persediaan, dan sebagainya. Dua hal pokok yang harus
diperhatikan dalam proses peramalan yang akurat dan bermanfaat (Makridakis,
1999):
- Pengumpulan data yang relevan berupa informasi yang dapat menghasilkan
peramalan yang akurat.
- Pemilihan teknik peramalan yang tepat yang akan memanfaatkan informasi
data yang diperoleh semaksimal mungkin.
Terdapat dua pendekatan untuk melakukan peramalan yaitu dengan pendekatan
kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Metode peramalan kualitatif digunakan ketika
data historis tidak tersedia. Metode peramalan kualitatif adalah metode subyektif
(intuitif). Metode ini didasarkan pada informasi kualitatif. Dasar informasi ini dapat
memprediksi kejadian-kejadian di masa yang akan datang. Keakuratan dari metode
ini sangat subjektif.
Metode peramalan kuantitatif dapat dibagi menjadi dua tipe, causal dan time series.
Metode peramalan causal meliputi faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel
yang diprediksi seperti analisis regresi. Peramalan time series merupakan metode
kuantitatif untuk menganalisis data masa lampau yang telah dikumpulkan secara
teratur menggunakan teknik yang tepat. Hasilnya dapat dijadikan acuan untuk
peramalan nilai di masa yang akan datang (Makridakis, 1999).
Forecasting dapat menganalisis untuk memperkirakan masa depan dengan metode-
metode tertentu dan mempertimbangkan segala variabel yang mungkin berpengaruh
di dalamnya. Forecasting merupakan suatu estimasi tentang hal-hal yang paling
mungkin tejadi di masa mendatang berdasarkan eksplorasi dari masa lalu.
Forecasting juga merupakan bagian dari future research. Forecasting bersifat
eksploratif dan berkaitan dengan apa yang mungkin terjadi di masa depan. Artinya
setiap hal yang akan terjadi di masa depan tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh
siapapun.
11
Forecasting dengan metode-metodenya akan menghasilkan suatu pemetaan mengenai
hal-hal yang paling mungkin terjadi di masa yang akan datang. Kini forecasting telah
digunakan pada hampir seluruh disiplin ilmu, termasuk ilmu inventory dan seluruh
aktifitas di dalamnya. Misalnya dalam kegiatan pengendalian inventory suatu
perusahaan, seorang pengambil keputusan akan melakukan eksplorasi dari masa lalu
yang kemudian akan digunakan untuk memprediksikan hal-hal yang paling mungkin
terjadi di masa depan. Kegiatan tersebut penting karena dapat mengurangi
kemungkinan salah (error) dalam pengambilan keputusan.
Metode yang paling umum dan relatif mudah untuk mengembangkan perkiraan dari
data masa lalu adalah simple moving average, wiegthed moving average, dan
exponential smoothing. Perhitungan semua metode ini dapat dilakukan dengan
kalkulator atau dengan menggunakan komputer.
1.6.1. Simple Moving Average
Moving average diperoleh dengan rata-rata data permintaan dari beberapa periode
terbaru. Ketika data permintaan tidak memiliki pertumbuhan yang cepat atau
karakteristik musiman, teknik ini dapat berguna dalam menghilangkan fluktuasi acak
untuk peramalan. Moving average didefinisikansebagai berikut:
........................(2-12)
......................................................................(2-13)
..................................(2-14)
Dimana t adalah indeks periode berjalan, j adalah indeks umum, dan Dj adalah
permintaan selama periode j.
12
Rata-rata bergerak dari waktu ke waktu. Setelah setiap periode telah berlalu,
permintaan untuk periode lama dihapus dan permintaan untuk periode terbaru
ditambahkan keperhitungan berikutnya:
...............................................................................(2-15)
1.6.2. Weighted Moving Average
Moving average memberikan bobot yang sama untuk setiap pengamatan pada
permintaan masa lalu yang digunakan dalam rata-rata. Kadang-kadang peramal yang
ingin menggunakan moving average tetapi tidak ingin semua periode n ditimbang
secara setara. Weighted moving average memungkinkan setiap keinginan bobot untuk
ditempatkan pada permintaan yang lalu. Sebuah periode n weighted moving average
didefinisikan sebagai berikut:
.............................................(2-16)
Dimana,
Bahwa C adalah sebuah konstanta yang digunakan sebagai bobot pada periode t, dan
..............................................................................................................(2-17)
Pada umumnya, bobot lebih diberikan kepada permintaan terbaru dan karenanya
model WMA mendiskontokan nilai informasi masa lalu. Jadi ramalan cenderung
lebih responsif terhadap perubahan yang asli dalam permintaan. Sebagai contoh data
yang paling baru ditentukan bobotnya sebesar 0.4, data terbaru berikutnya berbobot
13
0.3, kemudian berturut-turut 0.2 dan terakhir 0.1. Dan perlu diingat bahwa jumlah
bobot yang diberikan harus sama dengan 1.00. Dan bobot terberat diberikan pada data
yang terbaru.
1.6.3. Simple Exponential Smoothing
Dimulai dengan proses permintaan yang sangat sederhana Dt = µ + εt, di mana εt
terdistribusi normal, dengan mean adalah nol. Model mampu meramalkan proses ini,
bahkan ketika memiliki pergeseran sesekali di µ,tendensi sentral. Tanpa perubahan,
formula ini mencerminkan kesalahan acak di sekitar tendensi sentral yang stabil.
Simple exponential smoothing adalah tipe khusus dari teknik rata-rata yang cocok
untuk peramalan proses ini. Bahkan, (J. F. Muth: 1960) menunjukkan bahwa
exponential forecast adalah yang optimal untuk suatu proses permintaan.
Persamaan untuk simple exponential smoothing hanya menggunakan dua informasi:
(1) Permintaan aktual untuk periode terbaru dan (2) Perkiraan terbaru. Pada akhir
setiap periode, perkiraan baru dibuat, sehingga:
Simple exponential smoothing memiliki persamaan berikut:
..................................................................................(2-18)
14
Tujuan mengambil sebuah nilai untuk konstanta penghalusan adalah untuk mencapai
ramalan yang paling akurat.
1.7. Pemantauan Sistem Peramalan
Setiap sistem peramalan perlu dipantau secara berkala untuk mengetahui besarnya
kesalahan dan bias. Kesalahan yang wajar yang diharapkan, tetapi setiap peramal
mengkawatirkan adanya bias.
1.7.1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Akurasi peramalan akan tinggi apabila nilai-nilai MAD, mean absolute percentage
error, dan mean squared error semakin kecil. MAD merupakan nilai total absolut
dari forecast error dibagi dengan data. Atau yang lebih mudah adalah nilai kumulatif
absolut error dibagi dengan periode. Jika diformulasikan maka formula untuk
menghitung MAD adalah sebagai berikut:
...................................................................................................(2-19)
Dimana,
.........................................................................................................(2-20)
Kebanyakan sistem peramalan juga memberikan perkiraan mean absolute deviation
of lead time demand (MADL) untuk distribusi normal, MAD adalah sekitar 0,8α.
Karena sampel mean absolute deviation adalah estimasi bias dari mean absolute
deviation, seperti sampel standar deviasi adalah perkiraan objektif tentang standar
deviasi.
Untuk kebanyakan distribusi probabilitas kesalahan, termasuk distribusi normal, R.G
Brown (1963) sudah membuktikan bahwa nilai MAD adalah sebanding dengan
standar deviasi kesalahan perkiraan, yaitu:
atau .........................................................................(2-21)
15
1.7.2. Mean Absolute Percent Error (MAPE)
Rata-rata persentase kesalahan kuadrat merupakan pengukuran ketelitian dengan cara
persentase kesalahan absolute. MAPE menunjukkan rata-rata kesalahan absolut
prakiraan dalam bentuk persentasenya terhadap data aktualnya.
..................................................................................(2-22)
Dimana,
dan mewakili kesalahan peramalan dan permintaan selama periode t, masing-
masing sebagaimana didefinisikan sebelumnya.
1.7.3. Tracking Signal
Menurut Gaspersz (2004), suatu ukuran bagaimana baiknya suatu ramalan
memperkirakan nilai-nilai aktual suatu ramalan diperbaharui setiap minggu, bulan
atau triwulan, sehingga data permintaan yang baru dibandingkan terhadap nilai-nilai
ramalan. Tracking signal dihitung sebagai running sum of the forecast errors (RSFE)
dibagi dengan mean absolute deviation.
..............................................................................................(2-23)
........................................................................................(2-24)
Tracking signal yang positif menunjukkan bahwa nilai aktual permintaan lebih besar
daripada ramalan, sedangkan apabila negatif berarti nilai aktual permintaan lebih
kecil daripada ramalan. Pada setiap peramalan, tracking signal terkadang digunakan
untuk melihat apakah nilai-nilai yang dihasilkan berada didalam atau diluar batas-
batas pengendalian dimana nilai-nilai tracking signal itu bergerak antara -4 sampai
+4.
1
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Diagram Alir Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian seperti
yang tertera pada Gambar 3.5 di bawah ini.
Gambar 3.5 Diagram Alir Penelitian
Studi Pustaka
Identifikasi Masalah
Observasi Awal
Pengumpulan Data
MAD terkecil
Perhitungan Backorder Model (Q dan R)
Yes
No
Analisis Dan Usulan
Simpulan & Saran
Perhitungan Biaya Inventory
Perhitungan Peramalan
Perhitungan EOQ
Peng
olah
an D
ata
2
1.2 Observasi Awal
Penelitian dimulai dengan melakukan observasi lapangan di PT LNFM. Kegiatan
observasi ini yaitu pengamatan langsung ke bagian warehouse spare part untuk
melihat bagaimana sistem pengendalian spare part yang dilakukan selama ini.
1.3 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang terjadi di warehouse spare part yaitu beberapa spare part
yang mengalami stockout, karena permintaan yang bersifat fluktuatif dan tidak
diketahui secara pasti. Kegiatan pengaturan persediaan belum sepenuhnya optimal
dan belum memperhitungkan biaya akibat kekurangan atau kelebihan persediaan.
Sehingga bila permintaan barang ini terjadi pada material yang ada hubungannya
dengan produksi, maka bisa mengakibatkan terjadinya perubahan jadwal produksi
sampai saat barang tersebut datang.
Persediaan yang optimal dapat menghindari selain terjadinya stockout juga dapat
mengantisipasi terjadinya overstock. Bila permasalahan stockout diatasi dengan
melebihkan persediaan tentu dapat merugikan perusahaan karena bisa menyebabkan
terhentinya perputaran uang/modal dan munculnya biaya-biaya tambahan yang tidak
diperlukan. Tetapi jika kekurangan persediaan maka tidak dapat memenuhi
permintaan yang diinginkan, sehingga pemesanan material menjadi lebih sering yang
berarti dapat meningkatkan biaya pemesanan.
Yang menjadi obyek pengamatan pada penelitan ini adalah material jenis
consumable. Hal ini dilakukan karena material jenis ini sering mengalami terjadinya
stockout yang diakibatkan adanya pemakaian berlebih dan tidak masuk dalam daftar
Preventive Maintenance Part.
1.4 Pengumpulan Data
Data yang perlu dikumpulkan adalah:
a. Data permintaan dan catatan transaksi inventory spare part yang mengalami
stockout.
3
b. Holding cost, yang terdiri dari; biaya tempat, biaya pemakaian listrik, biaya
tenaga kerja, PBB, biaya asuransi, biaya kehilangan, biaya penyusutan, dan
biaya keusangan.
c. Order Cost, yang terdiri dari; biaya paket software ERP (Axapta), biaya
internet, biaya faximile, biaya telepon, dan biaya tenaga kerja.
1.5 Studi Pustaka
Studi pustaka ditujukan untuk mendapatkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang
akan dijadikan sebagai landasan penelitian ini. Studi ini meliputi pemahaman tentang
teori dan konsep serta metode yang relevan untuk membentuk kerangka berfikir, agar
penelitian ini bersifat logis dan terarah. Adapun yang menjadi sumber kepustakaan
ini didapat dari buku-buku referensi yang berkaitan dengan pengendalian persediaan
dengan menggunakan metode backorder model Q.
1.6 Pengolahan Data
1.6.1 Perhitungan Peramalan
Perhitungan peramalan menggunakan beberapa metoda dalam peramalan yang
dilakukan secara berulang sampai menemukan nilai MAD terkecil untuk menghindari
besarnya kesalahan dan bias dalam melakukan perhitungan selanjutnya. Nilai MAD
tersebut akan digunakan pada saat melakukan perhitungan metode backorder (Q,r).
Multi-periode EOQ, perlu memperhitungkan risiko terjadinya stockout. Biasanya,
perkiraan barang memberikan ke sistem persediaan sebagai estimasi tentang .
Kebanyakan sistem peramalan juga memberikan perkiraan tentang mean absolute
deviation of lead time demand (MADL) meskipun standar deviasi lebih banyak
menggunakan ukuran, biasanya memang menempatkan MAD.
Untuk distribusi normal, MAD adalah sekitar 0,8σ. Karena sample rata-rata
penyimpangan mutlak adalah sebuah estimasi yang tidak memihak tentang deviasi
absolut rata-rata, sebagaimana sample standard devation adalah perkiraan berisi
4
standar deviasi, ekuivalen dapat mengambil , di mana kita mengadopsi
bahwa MAD berada untuk salah satu populasi atau rata-rata sampel penyimpangan
yang mutlak.
1.6.2 Perhitungan Biaya Inventory
Komponen biaya inventory terdiri dari holding cost dan order cost. Biaya ini
diperlukan untuk melakukan perhitungan EOQ.
1.6.3 Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ)
Perhitungan EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan yang dapat
meminimalkan biaya penyimpanan dan biaya pemesanan persediaan, atau sering juga
dikatakan jumlah pembelian yang optimal.
1.6.4 Perhitungan Backorder Model Q dan R
Perhitungan dilanjutkan dengan menggunakan metode backorder model Q, sebab
kasus yang dialami adalah user akan tetap menunggu bagian warehouse spare part
untuk melakukan pemesanan kekurangan material dan memprosesnya hingga
meterial tersebut datang.
Dengan metode ini dapat ditentukan besarnya persediaan simpanan (safety stock),
pemesanan kembali (reorder point) untuk menghindari resiko kehabisan material
(stockout), sehingga dapat meminimalisasi biaya material dan menentukan total biaya
yang perlu dikeluarkan perusahaan untuk satu tahun mendatang.
1.7 Analisis Dan Usulan
Hasil analisis memberikan usulan atas perbandingan antara kondisi sekarang dengan
kondisi bila menggunakan sistem perhitungan backorder, antara lain penghematan
total biaya persediaan yang dikeluarkan. Selain itu kebijakan usulan juga mampu
memberikan peningkatan service level.
5
1.8 Simpulan Dan Saran
Penarikan simpulan dilakukan dengan jalan membandingkan kesesuaian dari subyek
penelitian dengan makna yang terkandung dalam dengan konsep-konsep dasar dalam
penelitan. Saran yang diberikan diharapkan mampu memperbaiki keadaan yang bisa
meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemakaian barang inventory.
1
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
1.1. Data
1.1.1. Proses Produksi
PT. Lumbung Nasional Flour Mill (PT. LNFM) adalah sebuah perusahaan
manufaktur yang bergerak dibidang industri makanan. Perusahaan ini memproduksi
tepung jenis terigu yang secara resmi berdiri pada tahun 2008 dan memulai produksi
pada tahun 2010. Sertifikasi yang diperoleh diantaranya adalah ISO 22000 dan PAS
220 dari SGS pada bulan Mei 2011 serta mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
Keseluruhan sertifikasi ini sejalan dengan komitmen untuk menghasilkan produk dan
layanan konsumen yang berkualitas tinggi.
Awalnya kapastitas produksi perusahaan pada tahun 2010 berkapasitas 500 MT/hari.
Seiring dengan meningkatnya permintaan customer maka pada tahun 2011 bertambah
satu lini produksi lagi sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 1.100 MT/hari.
Sehingga saat ini jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan adalah sekitar 380
orang. Adapun Nilai Asset perusahaan ini adalah USD 43,757,339.57.
Varian produk yang dihasilkan perusahaan bertujuan untuk dapat memenuhi
kebutuhan konsumen yang beragam baik dalam dan luar negeri (eksport), mulai dari
bisnis industri, ukm, restaurant dan café, bakery, sampai dengan tingkat konsumen
rumah tangga. Perusahaan ini mendistribusikan berbagai tingkatan tepung terigu,
mulai dari yang berkualitas baik, sampai dengan tepung terigu kualitas super
premium.
Selain memproduksi tepung terigu yang berkualitas baik dan premium, agate dan
zircon merupakan jenis tepung terigu yang berkualitas super premium menjadi
andalan dan direkomendasikan oleh para professional yang bergerak dalam bidang
2
bakery dan cake shop. Adapun produk utamanya lainnya adalah : Jade, Torpedo,
Topaz, Sungai, Kerang, Bujur Sangkar, Onyx, dan Cemara serta Citrine.
Proses produksi tepung adalah proses pengolahan bahan baku gandum menjadi
tepung terigu, dalam proses produksi ini terdiri dari beberapa proses, diantaranya;
proses penerimaan raw material, milling, dan flour packing.
Proses penerimaan raw material ini tidak terus menerus dilaksanakan tergantung
pada kedatangan gandum. Sistem proses ini menggunakan metode transportasi
dimana gandum yang telah diterima disimpan dalam silo yang total kapasitasnya
68000 MT terdiri dari 12 Silo kapasitas 5000 MT dan 20 Silo Kapasitas 500 MT.
Proses milling adalah proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu, proses ini
terdiri dari beberapa tahap, diantaranya adalah tahap transfering yaitu pemindahan
gandum dari silo ke raw wheat bin, gandum yang dipindahkan disesuaikan dengan
jenis gandum yang akan digunakan pada proses milling. Selanjutnya tahap first
cleaning dan conditioning yaitu proses pembersihan gandum dari unsur-unsur lain
seperti debu, kulit gandum, batu-batuan dan material lainnya. Setelah gandum bersih
dari kotoran atau material-material lain maka dilakukan penambahan air untuk
menaikan kadar air (moisture) gandum tersbut yang disebut dengan proses
conditioning. Penambahan air dilakukan sesuai dengan kebutuhan target moisture
yang dibutuhkan. Proses penambahan air ini dilanjutkan dengan proses tempering
time. Setelah gandum tersebut sudah mencapai tempering time waktunya sudah
cukup maka sudah siap digiling.
Proses penggilingan (milling) yang meliputi proses breaking, reduction, sizing, dan
tailing. Diawali dengan proses breaking yaitu pemisahan biji gandum untuk
memisahkan kulit gandum dengan endosperm. Tahap berikutnya adalah reduction,
yaitu endosperma yang sudah dipisahkan diperkecil lagi menjadi tepung terigu. Kulit
gandum yang terpisah diproses kembali menjadi bran dan pollard. Tujuan dari tahap
3
penggilingan ini untuk memperoleh hasil ekstraksi yang tinggi dengan kualitas
tepung yang baik.
Proses akhir dari keseluruhan proses produksi tepung terigu adalah proses flour
packing atau pengepakan tepung kedalam kemasan dalam bentuk karungan yang
berukuran 25kg dan 50kg. Untuk konsumen tingkat rumah tangga tersedia dengan
kemasan plastik dalam ukuran 1kg.
1.1.2. Pemakaian Material Consumable
Saat ini proses produksi berlangsung secara terus-menerus untuk memenuhi
permintaan konsumen. Permintaan berbagai jenis material pun ke warehouse spare
part terjadi setiap saat. Pengendalian persediaan material yang dikendalikan oleh
warehouse spare part semakin bertambah dan fluktuatif. Tetapi pengendalian
persediaan material selama ini sering sekali terjadi kondisi dimana tidak bisa
terpenuhinya beberapa permintaan material yang dibutuhkan atau stockout terutama
pada material jenis consumable. Bahkan ada beberapa material yang sampai saat ini
mengalami overstock belum terpakai sama sekali. Salah satu material consumable
yang mengalami stockout tersebut adalah 6-CON-CUT-001, dimana data transaksinya
seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1 Data Permintaan Consumable 6-CON-CUT-001
No Month Demand No Month Demand 1 Jan-12 23 12 Des-12 11 2 Feb-12 5 13 Jan-13 18 3 Mar-12 26 14 Feb-13 16 4 Apr-12 9 15 Mar-13 18 5 Mei-12 15 16 Apr-13 29 6 Jun-12 25 17 Mei-13 20 7 Jul-12 0 18 Jun-13 17 8 Agu-12 7 19 Jul-13 27 9 Sep-12 54 20 Agu-13 32 10 Okt-12 14 21 Sep-13 29 11 Nop-12 21 22 Okt-13 25
4
1.1.3. Holding Cost
Biaya-biaya yang dimasukan kedalam biaya holding cost adalah:
1. Biaya tempat
Divisi warehouse spare part ditempatkan pada tanah dengan ukuran 500m2.
Menurut catatan pembelian tanah pernah dilakukan tiga periode, yaitu;
1. Luas tanah 41.355m2 : Rp 23.659.441.296
2. Luas tanah 7.032m2 : Rp 3.402.720.899
3. Luas tanah 6.203m2 : Rp 3.412.895.740
Bangunan yang ditempati dibangun dengan biaya ± Rp 72.000.000. Sementara
untuk penempatan spare part disimpan pada rak-rak dengan ukuran rata-rata
adalah 1m x 0.5m x 2m. Rak tersebut terdiri dari beberapa level yang disusun
sedemikian rupa berdasarkan kelompok barangnya pada masing-masing aisle
yang sudah disediakan, dimana sistem penomorannya sudah ditentukan untuk
memudahkan pencarian barang.
Gambar 4.6 Layout Perusahaan PT LNFM
993m
550m
5
2. Biaya pemakaian listrik
Tenaga listrik yang digunakan oleh perusahaan ini adalah tenaga listrik dari PT.
Cikarang Listrindo. Berikut adalah beberapa equipment yang dipakai sebagai
fasilitas bagi warehouse spare part untuk menunjang kegiatan inventory;
a. Lampu TL 38 watt : 18 buah
b. Lampu halogen 150 watt : 8 buah
c. AC office ½ PK merk Daikin 40W : 1 unit
d. Printer 1.2A : 2 unit
e. Komputer 40W : 1 unit
Total biaya pemakaian listrik di area warehouse ± Rp 852.261/bulan atau 0.031%
dari total pemakaian seluruh pabrik.
Gambar 4.7 Biaya Pemakaian Listrik PT LNFM
3. Biaya tenaga kerja
Karyawan warehuose spare part bertugas sebagai pembuat purchase request
(PR), memeriksa barang yang masuk, menempatkan barang pada lokasi,
melakukan receiving pada system sofware ERP, melakukan dokumentasi file-file
6
inventory, melakukan jurnal movement terhadap barang yang diminta oleh user,
dan melakukan pengawasan terhadap seluruh barang yang ada termasuk
perawatannya.
a. Jumlah karyawan yang bertugas di warehouse spare part yaitu :
- Supervisor : 1 orang
- Forman : 1 orang
- Operator : 1 orang
b. Jam kerja : 08.00 s/d 16.00
c. Hari Kerja :
- Senin ~ Jum’at : Supervisor/Staff
- Senin ~ Minggu : Operator dan Forman
4. Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak yang dibayarkan pada tahun 2012 adalah Rp 206.604.400
5. Biaya Asuransi
Untuk melindungi terhadap kejadian yang tidak diinginkan pada asset yang
dimiliki, perusahaan ini ikut dua jenis asuransi yaitu;
a. Terraspan Insurance:
- Industrial All risk Insurance (menjamin hampir semua risiko kerugian
kecuali risiko-risiko yang tercantum dalam pengecualian)
Biaya yang dibayarkan setiap tahunnya adalah Rp 10.422.446.
- Heavy Equipment (menyediakan perlindungan komprehensif atau
kerugian total untuk alat berat seperti tractor, bulldozer, excavator,
crane serta alat-alat berat lainnya terhadap kerusakan baik saat
beroperasi atau pun tidak).
Biaya yang dibayarkan setiap tahunnya adalah Rp 7.560.000
b. Asuransi Wahana Tata:
- Property All risk (sama dengan asuransi Industrial All Risk).
Biaya yang dikeluarkan setiap tahunnya adalah Rp 2.135.000.
7
6. Biaya Kehilangan/Pencurian
Potensi kehilangan inventory di warehouse spare part bisa terjadi, hal ini
diakibatkan karena kurangnya sistem pengawasan. Kasus pencurian pernah
terjadi pada salah satu electrical spare part dengan harga Rp 1.860.820.
Berdasarkan pengalaman tersebut besarnya biaya kehilangan adalah 0.036%.
7. Biaya Penyusutan
Barang yang disimpan dapat mengalami penyusutan seperti beratnya berkurang
karena menguap atau tumpah. Biaya penyusutan biasanya diukur dari kejadian di
lapangan. Besarnya biaya penyusutan yang pernah terjadi adalah pada bahan
bakar solar yaitu ada sekitar 30 liter yang hilang akibat tumpah, yaitu sekitar
0,0065%.
8. Biaya Keusangan
Terdapat beberapa barang tertentu yang masuk dalam inventory spare part
mempunyai tanggal kadaluarsanya. Bila tidak teliti dan tidak segera dipakai
maka barang ini akan menjadi usang. Kejadian ini pernah terjadi pada salah satu
consumable part yaitu material silicone sebanyak 24 pcs kondisinya saat itu
menjadi keras dan tidak dapat dipakai kembali. Maka berdasarkan pengalaman
tersebut biayanya adalah 0.012%.
1.1.4. Order Cost
Sementara biaya yang masuk kedalam kategori order cost adalah seluruh biaya yang
terjadi mulai dari pembuatan purchase request, kemudian proses penawaran, proses
pembuatan purcahse order, pengiriman, sampai barang selesai dilakukan pengecekan
invoice (tukar faktur) untuk proses pembayaran. Biaya-biaya tersebut adalah adalah:
1. Biaya pemakaian paket ERP
Sistem informasi yang dipakai adalah software Microsoft Dynamic 2009 atau
lebih dikenal dengan nama Axapta.
Masa up grade software adalah 10 tahun dengan harga sebesar Rp 1.4 miliar.
2. Kuota internet 6 Mega (3M speedy – 3M radio central line)
8
Jasa internet ini sering dipakai oleh purchasing department untuk mencari
informasi mengenai suatu barang yang diorder, mulai dari spesifikasi barang,
supplier, dan harga barang tersebut. Kuota internet sangat berpengaruh sekali
untuk kenyamanan dalam menggunakan internet.
Jasa internet yang digunakan adalah :
- Asymmetric Digital Subscriber Line (ADSL) dari Telkom dengan biaya
perbualan Rp. 1.870.500
- Central On Line dengan biaya perbulan Rp 5.500.000
3. Biaya Faximile
Pemakaian fax biasanya digunakan pada saat melakukan tender untuk pengadaan
suatu barang atau jasa dan pada saat pengiriman PO yang sudah ditandatangani.
Biaya yang dikeluarkan setiap bulan Rp 282.943.
4. Biaya Telepon
Provider telepon yang digunakan adalah Telkom Indonesia. Biaya yang
dikeluarkan setiap bulan untuk pemakaian telepon adalah Rp 2.154.770 setiap
bulannya.
5. Biaya tenaga kerja
Total tenaga kerja yang terlibat dalam pengadaan barang (mulai dari persiapan
pembuatan purchase request, approval, purchase order, pengiriman sampai
selesai proses pembayaran setelah adanya invoice, ada 8 orang yaitu 3 :
- Warehouse : 3 orang
- Purchasing : 2 orang
- Finance : 4 orang
- Manager : 3 orang (ME, Finance, Purchasing)
- General Manager : 1 orang
Rata-rata gaji karyawan tersebut ± Rp 10.000.000
9
1.2. Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Peramalan
Perhitungan peramalan pada material consumable 6-CON-CUT-001 dilakukan
dengan menggunakan Microsoft Excel. Metode peramalan yang digunakan adalah
metode kuantitatif model time series analysis atau deret waktu, yaitu memasang suatu
garis trend yang representatif dengan data-data masa lalu (historis) berdasarkan
kecenderungan datanya dan memproyeksikan data tersebut ke masa yang akan
datang.
Langkah-langkah dalam perhitungan peramalan:
a. Plot Data (Tabel 4.1 Data Permintaan Consumable 6-CON-CUT-001)
b. Metode Peramalan
- Metode peramalan pertama yang digunakan adalah Moving Average (MA).
Penetapan nilai “n” yang sangat tepat memegang peranan penting karena sangat
berpengaruh terhadap hasil peramalan. Penetapan nilai “n” berdasarkan
percobaan dengan indikator nilai kesalahan MAD.
Tabel 4.2 Peramalan Moving Average
No Month D MA2 MA3 MA4 No Month D MA2 MA3 MA4 1 Jan-12 23 - - - 12 Des-12 11 17,5 29,7 24 2 Feb-12 5 - - - 13 Jan-13 18 16 15,3 25 3 Mar-12 26 14 - - 14 Feb-13 16 14,5 16,7 16 4 Apr-12 9 15,5 18 - 15 Mar-13 18 17 15 16,5 5 Mei-12 15 17,5 13,3 15,8 16 Apr-13 29 17 17,3 15,8 6 Jun-12 25 12 16,7 13,8 17 Mei-13 20 23,5 21 20,3 7 Jul-12 6 20 16,3 18,8 18 Jun-13 17 24,5 22,3 20,8 8 Agu-12 7 15,5 15,3 13,8 19 Jul-13 27 18,5 22 21 9 Sep-12 54 6,5 12,7 13,3 20 Agu-13 32 22 21,3 23,3 10 Okt-12 14 30,5 22,3 23 21 Sep-13 29 29,5 25,3 24 11 Nop-12 21 34 25 20,3 22 Okt-13 25 30,5 29,3 26,3
Total 192 158 351,25
MAD 9,6 8,32 19,51
10
Berdasarkan MA n=3 ternyata memiliki nilai MAD terendah yaitu 8,32.
- Selanjutnya mencoba dengan menggunakan metode peramalan kedua yaitu
Centered Moving Average yaitu metode peramalan rataan antara data
sebelumnya dan data sesudahnya.
Tabel 4.3 Peramalan Centered Moving Average
No Month Demand CMA2 CMA3 CMA4 CMA5 1 Jan-12 23 - - - - 2 Feb-12 5 18,00 - - - 3 Mar-12 26 13,33 15,6 - - 4 Apr-12 9 16,67 16 15,57 - 5 Mei-12 15 16,33 16,2 13,29 18,89 6 Jun-12 25 15,33 12,4 20,29 17,89 7 Jul-12 6 12,67 21,4 18,57 19,67 8 Agust-12 7 22,33 21,2 20,29 18,00 9 Sep-12 54 25,00 20,4 19,71 19,00 10 Okt-12 14 29,67 21,4 18,71 19,11 11 Nop-12 21 15,33 23,6 20,14 18,33 12 Des-12 11 16,67 16 21,71 20,89 13 Jan-13 18 15,00 16,8 18,14 22,33 14 Feb-13 16 17,33 18,4 19,00 18,22 15 Mar-13 18 21,00 20,2 18,43 19,67 16 Apr-13 29 22,33 20 20,71 20,89 17 Mei-13 20 22,00 22,2 22,71 22,89 18 Jun-13 17 21,33 25 24,57 23,67 19 Jul-13 27 25,33 25 25,57 20 Agust-13 32 29,33 26 21 Sep-13 29 28,67 22 Okt-13 25
Total 147,33 317,0219 113,00 114,22
MAD 7,37 17,61233 7,06 8,16
Berdasarkan CMA n=4 ternyata memiliki nilai MAD terendah yaitu 7,0625.
11
- Metode peramalan ketiga menggunakan Weighted Moving Average (WMA)
dengan bobot 0,4 untuk periode terbaru. Kemudian tiga periode sebelumnya
masing-masing menggunakan 0,3, 0,2, dan 0,1. Bobot yang paling besar
diberikan pada periode terbaru karena merupakan data paling update.
Tabel 4.4 Peramalan Weghted Moving Average
No Month Demand WMA4 No Month Demand WMA4 1 Jan-12 23 - 12 Des-12 11 18,9 2 Feb-12 5 - 13 Jan-13 18 16,1 3 Mar-12 26 - 14 Feb-13 16 16,1 4 Apr-12 9 14,7 15 Mar-13 18 16,7 5 Mei-12 15 14,4 16 Apr-13 29 22 6 Jun-12 25 18,9 17 Mei-13 20 21,9 7 Jul-12 6 13,8 18 Jun-13 17 20,4 8 Agu-12 7 11,1 19 Jul-13 27 22,8 9 Sep-12 54 27,4 20 Agu-13 32 26,3 10 Okt-12 14 23,8 21 Sep-13 29 28,3 11 Nop-12 21 24,1 22 Okt-13 25 27,8
Total 100,7
MAD 5,3
- Untuk metode peramalan keempat menggunakan Exponential Smooting, seperti
pada moving average, nilai α memegang peranan yang penting. Analisa untuk
metode ini, dilakukan dengan membandingkan antara nilai α=0,1, α=0,2, dan
α=0,3
12
Tabel 4.5 Peramalan Exponential Smooting
No Month D α=0,1 α=0,2 α=0,3 No Month D α=0,1 α=0,2 α=0,3 1 Jan-12 23 - - - 12 Des-12 11 20,67 20,84 21,5 2 Feb-12 5 23 23 23 13 Jan-13 18 19,71 18,87 18,35 3 Mar-12 26 21,2 19,4 17,6 14 Feb-13 16 19,54 18,7 18,25 4 Apr-12 9 21,68 20,72 20,12 15 Mar-13 18 19,18 18,16 17,57 5 Mei-12 15 20,41 18,38 16,78 16 Apr-13 29 19,06 18,13 17,7 6 Jun-12 25 19,87 17,7 16,25 17 Mei-13 20 20,06 20,3 21,09 7 Jul-12 6 20,38 19,16 18,87 18 Jun-13 17 20,05 20,24 20,76 8 Agu-12 7 18,95 16,53 15,01 19 Jul-13 27 19,75 19,59 19,63 9 Sep-12 54 17,75 14,62 12,61 20 Agu-13 32 20,47 21,07 21,84 10 Okt-12 14 21,38 22,5 25,03 21 Sep-13 29 21,62 23,26 24,89 11 Nop-12 21 20,64 20,8 21,72 22 Okt-13 25 22,36 24,41 26,12
α=0,1 α=0,2 α=0,3
Total 174,2762 170,4079 174,5128 MAD 8,298866 8,114662 8,310132
Dengan menggunakan α=0,2 memiliki nilai terkecil MAD terkecil yaitu
8,114662.
- Hasil metode peramalan Exponential Smooting dengan α=0,2 tersebut
dijadikan dasar untuk mencoba melakukan metode peramalan kelima yaitu
Adjusment Exponential Smoothing.
13
Tabel 4.6 Peramalan Adjusment Exponential Smooting
No Month Demand α=0,2, β=0,3 No Month Demand α=0,2,
β=0,3 1 Jan-12 23 - 12 Des-12 11 20,84 2 Feb-12 5 23 13 Jan-13 18 18,87 3 Mar-12 26 19,4 14 Feb-13 16 18,7 4 Apr-12 9 20,72 15 Mar-13 18 18,16 5 Mei-12 15 18,38 16 Apr-13 29 18,13 6 Jun-12 25 17,7 17 Mei-13 20 20,3 7 Jul-12 6 19,16 18 Jun-13 17 20,24 8 Agu-12 7 16,53 19 Jul-13 27 19,59 9 Sep-12 54 14,62 20 Agu-13 32 21,07 10 Okt-12 14 22,5 21 Sep-13 29 23,26 11 Nop-12 21 20,8 22 Okt-13 25 24,41
Total 172,1096
MAD 8,195695
5 Mengukur Kesalahan Peramalan
Metode kesalahan yang digunakan adalah Mean Absolute Deviation (MAD).
Yaitu menghitung nilai MAD dari beberapa metode peramalan yang dipakai.
6 Membandingkan Hasil Peramalan Dari Metode Yang dipilih
- Langkah terakhir adalah membandingkan nilai MAD dari seluruh hasil
perhitungan metode peramalan time series yang sudah dicoba tersebut di atas.
Hasil analisa menunjukan bahwa metode peramalan Weghted Moving Average
mempunyai nilai MAD terkecil seperti yang diperlihatkan pada Tabel dibawah
ini.
14
Tabel 4.7 Perbandingan Nilai MAD
No Month Demand MA3 CMA4 WMA4 ES AES
1 Jan-12 23 0 0 0 0 0
2 Feb-12 5 0 0 0 23,00 23,00
3 Mar-12 26 0 0 0 19,40 19,40
4 Apr-12 9 18,0 15,57 14,70 20,72 20,72
5 Mei-12 15 13,3 13,29 14,40 18,38 18,38
6 Jun-12 25 16,7 20,29 18,90 17,70 17,70
7 Jul-12 6 16,3 18,57 13,80 19,16 19,16
8 Agust-12 7 15,3 20,29 11,10 16,53 16,53
9 Sep-12 54 12,7 19,71 27,40 14,62 14,62
10 Okt-12 14 22,3 18,71 23,80 22,50 22,50
11 Nop-12 21 25,0 20,14 24,10 20,80 20,80
12 Des-12 11 29,7 21,71 18,90 20,84 20,84
13 Jan-13 18 15,3 18,14 16,10 18,87 18,87
14 Feb-13 16 16,7 19,00 16,10 18,70 18,70
15 Mar-13 18 15,0 18,43 16,70 18,16 18,16
16 Apr-13 29 17,3 20,71 22,00 18,13 18,13
17 Mei-13 20 21,0 22,71 21,90 20,30 20,30
18 Jun-13 17 22,3 24,57 20,40 20,24 20,24
19 Jul-13 27 22,0 25,57 22,80 19,59 19,59
20 Agust-13 32 21,3 0,00 26,30 21,07 21,07
21 Sep-13 29 25,3 0,00 28,30 23,26 23,26
22 Okt-13 25 29,3 0,00 27,80 24,41 24,41
Total 158,00 113,00 100,70 170,41 172,11
MAD 8,32 7,06 5,30 8,11 8,20
Penetapan nilai “n” berdasarkan percobaan bahwa WMA n=4 memiliki nilai MAD
terendah yaitu 5,30. Nilai MAD ini adalah sebagai mean absolute deviation of lead
time demand (MADL).
15
6.2.1 Perhitungan Biaya Inventory
Berdasarkan data inputan yang didapat, maka;
a. Holding Cost Periode 2013
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Holding Cost 2013
Holding Cost
N
o Element Formula Cost
1
Tempat
(/500m²)
500.000 + 72.000.000 351.126.74
2 Listrik
10.227.13
3
Karyawa
n
120.000.00
4 PBB
413.208,8
5 Asuransi
20.117.446
6
Kehilang
an
1.620.000
7
Penyusut
an
450.000
8
Keusang
an
3.870.000
Total 507.824.53
Holding cost
(/unit/tahun)
5.116,41
Biaya simpan untuk satu unit barang dalam satu tahun adalah Rp 5.116,41.
16
b. Order Cost Periode 2013
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Order Cost 2013
Order Cost
No Element Formula Cost
1 Axapta
140.000.000
2 Internet
7.370.500
3 Fax
3.395.316
4 Telepon
25.857.240
5 Karyawan
1.560.000.000
Total
Order Cost(/unit/tahun) 17.496,76
Biaya order setiap satu unit barang dalam satu tahun adalah Rp 17.496,76
6.2.2 Perhitungan Economic Order Quantity (EOQ)
.....................................................................................(4-25)
Dimana berdasarkan inputan data yang ada yaitu;
- Permintaan satu tahun terakhir dari bulan November 2012 ~ Oktober
2013 (D) = 263
- Order cost (S) = 17.496,76
- Holding cost (h) = 5.116,41
17
Maka;
6.2.3 Perhitungan Backorder Model Q
Sebelum melakukan langkah-langkah perhitungan, beberapa hal yang harus diketahui
dahulu adalah;
a. Unit Service Level (USL)
USL adalah 99%, pencapaian ini sesuai dengan target yang terdapat pada KPI di
divisi warehouse spare part seperti pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 KPI Warehouse Spare Part PT LNFM
Service level yang ditetapkan oleh perusahaan PT. LNFM adalah sebesar 99%.
Berarti nilai persediaan yang didapat dari nilai service level akan mampu
18
memenuhi ketersediaan part sebesar 99% dengan resiko part tidak dapat
terpenuhi sebesar 1%. Apabila perusahaan ingin mengurangi resiko kekurangan
persediaan maka perusahaan dapat meningkatkan nilai service level tersebut.
Berarti hal ini juga akan menyebabkan meningkatnya jumlah persediaan. Namun
tentunya kondisi yang terbaik adalah jumlah persediaan yang optimal.
b. Unit Stock Rate (USOR)
...........................................................................................(4-26)
c. Order Stockout Risk (OSOR)
Gambar 4.8 menggambarkan jumlah permintaan barang di setiap periode. Data
menunjukan, bahwa resiko terjadinya stockout dalam satu tahun terakhir adalah 3
kali, yaitu di bulan; Agustus, Mei dan Nopember.
Maka, OSOR:
Gambar 4.8 Histori Permintaan 6-CON-CUT-001
19
d. Mean Absolute Deviation of Lead Time Demand (MADL)
Untuk distribusi normal, mean absolute deviation of lead time demand (MADL)
adalah 0,8σ.
MAD = 0,8s atau s = 1,25MAD
Berdasarkan data-data yang ada, maka input perhitungan adalah sebagai berikut:
a. Harga beli material consumable 6-CON-CUT-001 (P)= Rp 22.650,78
b. Biaya pesan atau order cost (S) = Rp 17.496,76
c. Biaya simpan atau holding cost (h) = Rp 5.116,41
d. Lead time pemesanan (L) = 2 minggu
e. Jumlah pemakaian/tahun (D) = 263 pcs
f. Standar deviasi permintaan pertahun (σ) = 5,30
g. Standar deviasi permintaan selama lead time = 6,625
h.
i.
Langkah-langkah perhitungan backorder, sebagai berikut:
Step 1: EOQ = 42 pcs(Q)
Step 2: Hitung g(k) untuk Q = 42 pcs
20
Step 3: Dari table k,
Lihat pada tabel k, akan ditemukan nilai k yaitu
Step 4: Hitung π (biaya backorder)
Step 5: Hitung g(k) baru dengan Q* = 44 pcs
Lihat kembali pada tabel k, maka akan ditemukan nilai k baru yaitu
Lanjutkan untuk menghitung kembali nilai Q* baru, yaitu;
21
Dikarenakan pada tahap berikutnya nilai Q sama, maka perhitungan dihentikan dan
dilanjutkan pada perhitungan berikutnya:
a. Safety stock (SS),
b. Reorder point (R),
c. Backorder,
d. Frekuensi Pemesanan (M),
22
e. Interval pemesanan (T),
f. Total biaya persediaan (TC),
1.3. Analisis
1.3.1. Analisis Pemilihan Metode Peramalan
Klasifikasi permasalahan pada inventory dengan peramalan adalah dengan
mempertimbangkan skala waktu peramalannya yaitu menggunakan kategori waktu
jangka pendek, yaitu melakukan peramalan hanya satu bulan kedepan. Hal ini untuk
menghindari besarnya kesalahan dan bias yang terjadi. Akurasi dari hasil peramalan
dilihat dengan kebiasaan dan kekonsistensian peramalan tersebut. Hasil peramalan
dikatakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau rendah dibandingkan dengan
kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila
besarnya kesalahan peramalan relatif kecil. Ini bisa teridentifikasi dari grafik
peramalan yang terbentuk kemudian membandingkannya dengan aktual.
Hasil analisa bisa diperlihatkan pada Gambar 4.9 terlihat bahwa garis WMA4 lebih
mempresentatifkan keadaan dengan yang sebenarnya terjadi.
23
Gambar 4.9 Grafik Aktual Vs Peramalan
1.3.2. Analisis Kondisi Inventory Saat Ini
Saat ini perusahaan sistem pengendalian inventory dibantu dengan menggunakan
Microsoft Dynamic 2010 atau lebih dikenal dengan sebutan Axapta. Software ini
terintegrasi dengan beberapa bagian lain dimana ada sekitar 30 user yang
menggunakannya.
Cara melakukan pembelian pada kondisi sekarang sebelum item spare part tersebut
dipesan terlebih dahulu dibuat item number atau number material pada Axapta.
Semua user diberi kemudahan mempunyai akses untuk membuat item number sesuai
dengan keinginan masing-masing. Untuk item number yang sudah ada, dapat
langsung dibuat purchase request (PR) ke bagian purchasing untuk melakukan repeat
order (RO).
Prosedur pembelian dimulai dari pembuatan purchase request (PR) di Axapta oleh
bagian warehouse spare part. PR ini setelah di submit akan masuk ke Maintenance
Manager untuk approval. PR selanjutnya akan menunggu approval dari General
Manager dan Purchasing Manager. Biasanya yang menjadi pertimbangan approval
adalah harga, jumlah, dan peruntukannya. Jika PR sudah melewati semua approval
24
maka PR akan masuk kebagian purchasing untuk dicetak kemudian dikirim melalui
fax atau email untuk mendapatkan penawaran harga dari masing-masing vendor.
Penawaran yang terbaik akan dibuatkan Purchase Order (PO) untuk vendor tersebut.
PO kemudian dicetak dan ditandatangani oleh purchasing, Purchasing Manager dan
General Manager dan dilampiri dengan perbandingan penawaran. Terakhir PO
tersebut dikirim melalui fax ke vendor yang bersangkutan untuk dilakukan
pengiriman barang. PO asli bisa diambil oleh supplier pada saat pengiriman barang.
Setiap barang yang datang dari supplier diterima oleh bagian warehouse spare part
biasanya dilampiri dengan surat jalan dan PO asli. Pemeriksaan meliputi specifikasi,
jumlah, dan kualitas barang. Barang yang sudah diterima baik, akan ditandatangani
pada surat jalannya dan disimpan di warehouse spare part. Selanjutnya bagian
warehouse spare part melakukan journal receive untuk nomor PO tersebut dan
mengalokasikannya pada rak yang tersedia.
Beberapa metode pengendalian stock persediaan pada kondisi saat ini diantaranya:
- Metode safety stock yang diterapkan yaitu dengan cara mengambil rata-rata
pemakaian tahun sebelumnya.
Safety stock untuk material consumable 6-CON-CUT-001 yang harus ada pada
periode selanjutnya adalah 44 pcs.
- Metode yang dipakai untuk mengendalikan persediaan adalah menggunakan
level minimum-maximum dengan ketentuan sebagai berikut:
Level Minimum = SS
Level Maximum = SS + 50% dari SS
Qty Order = SS – On Hand
- Menentukan titik kapan mulai dilakukan pemesanan untuk pembelian yaitu
pada saat tercapainya level minimum.
Biasanya pemesanan dilakukan ketika persediaan 6-CON-CUT-001 hampir
mencapai 44 pcs, maka langsung dibuatkan pemesanan.
- Besarnya jumlah yang dipesan berarti:
25
44 pcs + (50% x 44 pcs) = 66 pcs
Dikurangi dengan stock On Hand yang ada pada saat itu.
Tabel 4.11 Rata-Rata Pemakaian Consumable 6-CON-CUT-001 2012
No Month Demand No Month Demand 1 Jan-12 43 7 Jul-12 46 2 Feb-12 40 8 Aug-12 39 3 Mar-12 38 9 Sep-12 35 4 Apr-12 49 10 Oct-12 52 5 May-12 44 11 Nov-12 47 6 Jun-12 47 12 Dec-12 48
Average 44
1.3.3. Usulan Perbaikan Pengendalian Inventory
- Dalam melakukan pengendalian persediaan spare part dengan menggunakan
metode backorder dapat menciptakan suatu kebijakan persediaan spare part yang
terencana dengan baik sehingga mampu memberikan informasi mengenai kapan
dan jumlah kebutuhan tiap spare part. Tujuan yang ingin dicapai adalah
memperoleh total biaya yang minimum dan diharapkan mengurangi terjadinya
stock out dan overstock. Sehingga resiko terjadinya kekurangan ataupun
kelebihan barang bisa dihindari seminimal mungkin.
Tabel 4.12 Hasil Metode Backorder
No Description Symbol Unit Backorder
1 Jumlah tanpa stockout Q Pcs 44
2 Nilai reorder point R Pcs 14
3 Jumlah unit backorder B Pcs 1
4 Besarnya safety stock SS Pcs 7
5 Frekuensi Pemesanan M Kali 6
6 Interval pemesanan T Bulan 2
7 Total biaya persediaan setahun TC Rp 6.247.926,84
26
1.3.4. Perbandingan Kondisi Inventory Saat Ini dan Metode Backorder
Dari keseluruhan hasil perhitungan dengan metode backorder untuk material
consumable 6-CON-CUT-001 maka diperoleh jumlah kuantitas pemesanan optimal
(Q) serta total biaya persediaan.
Tabel 4.13 Data Inputan Perbandingan Perhitungan
Symbol Sekarang Backorder
D 263 263
P 22.650,78 22.650,78
S 17.365,78 17.365,78
Q 66 44
h 5.084,95 5.084,95
SS 44 14
π 0 3.248,18
B 0 1
Jika dibandingkan perencanaan persediaan kondisi sekarang dengan metode
backorder maka metode backorder ini menghasilkan total biaya persediaan tahunan
yang lebih kecil. Total biaya pertahun dengan model backorder sebesar Rp
6.247.926,84. Sedangkan total biaya persediaan perusahaan dengan kondisi sekarang
adalah sebesar Rp 6.417.896,29. Sehingga didapat total penghematan biaya
persediaan selama setahun sebesar Rp 154.468 atau 2,41% pertahun. Seperti yang
diperlihatkan pada table di bawah ini.
27
Tabel 4.14 Hasil Perbandingan Total Biaya Persediaan
Formula Kondisi Sekarang Metode Backorder Saving
DP 5.957.155,14 5957155,14 0,00%
SD/Q 69.200,00212 103.800,0032 -50,00%
h(Q/2 + SS) 391.541,15 183.058,2 53,25%
DB/Q 0 19415,25773 ~
TC 6.417.896,292 6.263.428,601 2,41%
Bila dilihat dari biaya pembelian, hasil perhitungan metode backorder didapat total
biaya pembelian sebesar :
Tabel 4.15 Histori Pembelian Consumable 6-CON-CUT-001
Purchased Qty
PO/LNFM/2013/01/5223 25
PO/LNFM/2013/02/5642 25
PO/LNFM/2013/03/5793 25
PO/LNFM/2013/04/6019 25
PO/LNFM/2013/05/6137 20
PO/LNFM/2013/05/6248 25
PO/LNFM/2013/06/6366 25
PO/LNFM/2013/06/6404 25
PO/LNFM/2013/07/6619 30
PO/LNFM/2013/08/6709 50
PO/LNFM/2013/09/6834 20
PO/LNFM/2013/09/6904 50
PO/LNFM/2013/10/7141 30
28
Nilai tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil pembelian kondisi sekarang
seperti yang terlihat pada Tabel 4.16 yaitu:
375 x 22.650,78 = Rp 8.494.042,50
Tabel 4.16 Hasil Perbandingan Total Biaya Pembelian
Kondisi Sekarang Metode Backorder Hemat
Rp 8.494.042,50 Rp 5.979.805,92 29,60%
Sehingga didapat kesimpulan bahwa metode backorder merupakan solusi yang
optimal, karena mampu menghemat biaya pembelian sebesar 29,60% atau sebesar Rp
2.514.236,58 setiap tahun.
Adapun yang menjadi perbedaan antara kondisi sekarang dengan metode backorder
dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.17 Perbedaan Sistem Persediaan
No Deskripsi Sekarang Backorder
1 Frekuensi pemesanan 13 6
2 Interval pemesanan Tidak tentu Setiap 2 bulan
3 Barang Yang disimpan Overstock/Stockout Relatif lebih sedikit
4 Administrasi Ringan Lebih berat
5 Quantity Yang dipesan Tidak Sama Sama
Keuntungan metode backorder ini dapat menghindari terjadinya lembur dan tetap
menjaga kapasitas yang konstan. Sementara kelemahannya adalah tertundanya
penerimaan.
29
1.3.5. Penerapan Inventory Metode Backorder
Perancangan pengendalian persediaan dilakukan dalam Microsoft Excel dimulai
dengan pengelompokkan spare part berdasarkan keseringan permintaan, kemudian
dikelompokkan lagi dengan klasifikasi ABC. Spare part yang termasuk dalam kelas
A, yaitu item bernilai tinggi yang volume rupiahnya biasanya menyumbang 75-80%
dari nilai total persediaan, sementara hanya mewakili 15-20% dari barang-barang
inventaris. Spare part kelas B, yaitu item nilai yang lebih rendah yang volume
rupiahnya menyumbang 10-15% dari nilai persediaan, sementara hanya mewakili 20-
25% dari barang-barang inventaris. Spare part kelas C, yaitu barang bernilai rendah
yang volumenya menyumbang 5-10 % dari nilai persediaan, tetapi 60-65 % dari
barang-barang inventaris.
Suku cadang yang termasuk dalam kelas A akan dilanjutkan dengan melakukan
peramalan pemakaian spare part untuk masa yang akan datang yaitu dengan metode
time series dan membandingkan nilai MAD. Peramalan dilakukan hanya 1 bulan
kedepan untuk menghindari besarnya penyimpangan, diikuti dengan proses
pembaharuan data yaitu dengan menginput data aktual terbaru (updating) dan
menghapuskan data yang terlama supaya menghasilkan ramalan yang lebih akurat.
Tahap berikutnya adalah mempersiapkan perhitungan nilai holding cost dan order
cost. Nilai holding cost dan order cost adalah data inputan untuk mendapatkan nilai
EOQ. Dalam Microsoft Excel pada kolom warning, format cell sudah dikondisikan,
sehingga pada saat mencapai angka tertentu dengan sendirinya akan muncul kata
“ORDER” atau “TIDAK ORDER”. Ini adalah sebagai indikator untuk mengingatkan
kapan saatnya melakukan order.
Tahap terakhir adalah menghitung tingkat reorder, kuantitas order, dan total biaya
per periode dengan menggunakan metode backorder case (probabilistic) dengan
menggunakan excel.
30
Gambar 4.10 Diagram Alir Penerapan
Mulai
Analisa ABC
Peramalan Time Series
MA CMA WMA ES AES
MAD Terkecil
Perhitungan Order Cost
Perhitungan EOQ
Perhitungan Backorder
Selesai
MAD Terkecil
MAD Terkecil
MAD Terkecil
MAD Terkecil
MAD Terkecil
Y Y Y Y Y
N N N N N
Purchase Request
Perhitungan Holding Cost
31
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1.1. Simpulan
Menentukan jumlah material yang akan dipesan dan kapan mulai melakukan
pemesanan adalah dengan menggunakan metode backorder. Hasil penghitungan
didapatkan hasil yang optimal untuk pemesanan material consumable 6-CON-CUT-
001 yaitu;
- Menentukan jumlah material yang dipesan dan kapan mulai melakukan
pemesanan salah satunya adalah dapat menggunakan metode backorder.
- Hasil perhitungan dengan metode backorder mampu melakukan penghematan
biaya persediaan setiap tahun sebesar Rp 154.468 atau 2,41% pertahun dan
biaya pembelian sebesar 29,60% atau sebesar Rp 2.514.236,58.
1.2. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut adalah
metode pengendalian persediaan dengan mengasumsikan lead time yang berbeda-
beda.
Metode backorder ini sangat memerlukan ketelitian dalam melakukan perhitungan
sehingga harus lebih berhati-hati.
Pengendalian persediaan dimana user tidak bisa menunggu pemesanan kekurangan
hingga barang datang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk melakukan
penelitian berikutnya.
1
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. (1993), Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi keempat, Jakarta, LPFE-
UI.
Bedworth D, David, & Bailey E., James, (1987). Integrated Control Systems,
Management, Analysis Design 2/E, Canada John Wiley & Sons, Inc.
Gaspersz, Vincent. (1998). Statistical Process Control, Gramedia. Pustaka Utama.
Jakarta.
Horngren T, Charles, & Datar M, Srikant, & Foster, George, (2006). Cost Accounting
A Managerial Emphasis Twelfth Edition. Pearson International Edition,
Makridakis, S. dan Wheelwright, S.C. (1999). Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi
Ke-2. Terjemahan Hari Suminto. Jakarta: Binarupa Aksara.
Muth, J. F. (1960). Optimal properties of exponentially weighted forecasts. Journal of
the American Statistical Association, 55, 299-306.
Narasimhan, Seetharama L., & McLeavely, Dennis W., & Billington, Peter J., (1995).
Production Planning and Inventory Control. Englewood Cliffs, New Jersey. Prentice-
Hall, Inc.
R. G. Brown, Smoothing, Forecasting and Prediction of Discrete Time Series
(Englewood Cliffs, N. J.: Prentice Hall,1963).
Silver A., Edward (1979). Decision Systems For Inventory Management And
Production Planning, Second Edition. Canada John Wiley & Sons, Inc.
2
Tersine, J Richard. (1993), Principles of Inventory and Materials Management (4th
Edition), Prentice Hall.
Tompkins, James A., & White, John A., (1984). Facilities Planning. Canada. John
Wiley & Sons, Inc.
Vollmann, Thomas E, & Berry, William L, & Whybark, D. Clay, & Jacobs, F.
Robert, (2005). Manufacturing Planning and Control Fr Supply Chain Mangement.
Singapore. Mc Graw Hill.
Top Related