Download - Sis Trans 1

Transcript

SISTEM TRANSPORTASI Definisi Sistem transportasi meliputi fasilitas-fasilitas yang tetap, arus lalu lintas yang ada, dan sistem kontrol yang memungkinkan orang dan berang dapat mengatasi hambatan geografis secara efisien dan efektif secara waktu dalam aktifitas yang diinginkan. Fasilitas-fasilitas tetap meliputi: komponen-komponen fisik dari sistem yang tetap dalam ruang dan merupakan jaringan lalu lintas (seperti ruas jalan, rel kereta) dan nodes/titik (seperti persimpangan, simpang susun, terminal, pelabuhan, dan bandara) dari sistem transportasi Arus lalu lintas yang ada adalah: satuan-satuan kendaraan yang melalui fasilitas-fasilitas yang ada, yang termasuk didalamnya adalah mobil, kontainer, gerbong kereta, dan lain-lain. Pada jalan raya, fasilitas-fasilitas tetap diharapkan dapat mengakomodasi secara luas jenis-jenis kendaran dari sepeda sampai trailer. Sistem pengontrolan adalah: terdiri dari sistem pengontrolan kendaraan dan pengontrolan arus lalu lintas. Pengontrolan kendaraan meliputi teknologi yang mengarahkan kendaraan dalam faslitasfasilitas tetap, seperti kontrol manual atau otomatis. Klassifikasi Jenis Transportasi Secara garis besar dapat dibagi menjadi empat: 1. Transportasi darat jalan raya, jalan rel 2. Transportasi air danau, sungai, laut 3. Transportasi udara domistik, internasional 4. Transportasi pipa minyak, gas

Kerangka Permasalahan Transportasi 1. Masalah-masalah yang langsung berhubungan dengan pelayanan transportasi seperti: macet, kapasitas tidak cukup, biaya pengguna mahal (tol), rendahnya tingkat pelayanan jalan, biaya operasional kendaraan yang tinggi 2. Masalah-masalah yang diakibatkan oleh adanya transportasi seperti: polusi udara, polusi suara, konsumsi energi, pengembangan lahan yang tidak diinginkan, dampak yang tidak seimbang antara kelompok-kelompok masyarakat 3. Masalah-masalah yang mengakibatkan adanya transportasi seperti: pertumbuhan penduduk, pertambahan pemilikan kendaraan, defisit nasional

Elemen-elemen transportasi 1. Kendaraan, meliputi penggerak, kapasitas, keamanan 2. Jalan, meliputi kecepatan, kapasitas, dan guideway 3. Terminal, meliputi pemindahan moda, turun naik penumpang 4. Manajemen dan kontrol, meliputi keamanan, kapasitas maksimum, rambu, dan petunjuk

Hubungan elemen transportasi

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Perencanaan TransportasiPerencanaan adalah suatu aktifitas atau proses yang mengakaji potensi-potensi tindakantindakan dimasa mendatang untuk mengarahkan situasi atau sistem menuju arah yang diinginkan. Perencanaan didefinisikan sebagai rencana aksi-aksi yang akan diambil pada masa mendatang yang dilakukan saat ini. Alasan-alasan perlunya melakukan perencanaan transportasi: 1. Mempengaruhi jumlah penduduk yang luas, dan keuntungan hanya untuk golongan tertentu 2. Membutuhkan dana yang besar 3. Proyek yang besar dan waktu konstruksi yang lama 4. Perencanaan jangka panjang (perlu perencanaan ekonomi) 5. Koordinasi antar departemen (instansi) sangat diperlukan

Perencanaan Transportasi Perkotaan Masalah-masalah transportasi perkotaan: 1. Multi dimensi Saling berkaitan antara sistem transportasi dengan seluruh sistem sosial ekonomi dimana pelayanan transportasi adalah sangat kuatnya interaksi antara tata guna lahan, lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi 2. Solusi permasalahan sangat luas Tidak hanya memiliki satu solusi, terdapat banyak solusi alternatif, misalnya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas bisa diambil solusi jalan diperlebar atau jumlah bis diperbanyak atau dibuatkan jalan rel dan sebagainya. 3. Solusi mendesak dan jangka panjang sering tidak konsisten 4. Perencanaan sektor umum Seluruh aspek dan konsekwensinya dari setiap keputusan harus dipertimbangkan 5. Kompetisi dalam kebutuhan dana Seringkali menjadi suatu hal yang menjadi pertimbangan politis 6. Pengaruh hasil yang menjadi penyebab Menjadi siklus perencanaan

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-02 Halaman 1

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Siklus permasalah transportasi perkotaan

Perubahan tata guna lahan peningkatan bangkitan perjalanan bertambahnya kebutuhan fasilitas transportasi jalan bertambah Meningkatnya nilai tanah

Siklus permasalahan penggunaan kendaraan pribadi dan angkutan umumMeningkatnya pendapatan Meningkatnya kepemilikan kendaraan Pembatasan kend. Mobil menjadi lebih menarik Berkurangnya frekwensi bis Berkurangnya kebutuhan akan bis Kemacetan bertambah

Bertambahnya kemacetan dan tundaan Prioritas bis

Subsidi

Berkurangnya

Naiknya ongkos Peningkatan biaya operasi bis

jarak tempuh bis

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-02 Halaman 2

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Peran pemerintah dalam transportasi meliputi: 1. Promosi Promosi ini termasuk usaha pemerintah untuk menganjurkan atau melarang pada situasi tertentu tanpa diperlukannya undang-undang atau peraturan. Misalnya seperti penggunaan sabuk pengaman, pengurangan konsumsi energi, batas kecepatan dll. 2. Regulasi Regulasi termasuk tindakan-tindakan dengan peraturan pada setiap orang atau perusahaan untuk keperluan masyarakat itu sendiri. Seperti, standarisasi bemper, polusi udara, penghematan mesin. 3. Investasi Investasi meliputi bantuan keuangan, pelayanan, pembangunan dll.

Studi-studi perencanaan transportasi Studi-studi perencanaan transportasi meliputi seluruh studi pengoperasian lalu lintas normal termasuk studi terspesialisasi untuk mendapatkan informasi yang akan digunakan dalam perencanaan transportasi. Kegunaan dari studi ini adalah untuk menganalisa dan mengumpulkan data yang menyangkut kebutuhan saat ini dan masa mendatang. Studi-studi transportasi meliputi: 1. Inventarisasi Inventarisasi merupakan dasar dari suatu proses perencanaan transportasi. Inventarisasi meliputi pengumpulan informasi yang ada untuk selanjutnya dimasukkan kedalam data base dan disajikan dalam bentuk yang memilki arti untuk dasar analisa transportasi. Inventarisasi Jalan Raya Inventarisasi jalan raya meliputi informasi jaringan jalan yang digunakan oleh umum pada suatu wilayah. Pengumpulan data berhubungan dengan ruas jalan, petunjuk KM, atau persimpangan. Inventarisasi jalan raya ini meliputi pengumpulan data geometrik dari jalan, alat-alat pengontrol, dan kondisi perkerasan. Data geometrik jalan yang dikumpulkan terdiri dari lebar ROW dan jalan, lebar bahu jalan, median (dengan kerb atau marka), lebar lajur dan konfigurasinya, persimpangan, dan elemen-elemen lainnya yang mempengaruhi operasional jalan raya. Alat-alat pengontrol yang dikumpulkan meliputi seluruh rambu, lampu lalulintas, marka jalan, dan petunjuk-petunjuk jalan yang ditempatkan disisi atau diatas jalan oleh badan yang memiliki wewenang untuk mengatur, memberi larangan, dan mengarahkan lalu lintas. Inventarisasi perkerasan jalan adalah merupakan bagian dari inventarisasi geometrik dan bila dilakukan biasanya bersamaan dengan pengumpulan data geometrik.Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-02 Halaman 3

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Inventarisasi Parkir Inventarisasi parkir terdiri dari informasi mengenai lokasi, kapasitas, batas waktu, dan karakteristik-karakteristik lainnya dari ruang parkir sepanjang ruas jalan (off-street parking). Informasi yang dikumpulkan meliputi: jumlah ruang parkir, batas waktu dan jam beroperasi, kepemilikan (umum atau bukan), tarif parkir dan sistem pengumpulan, jenis fasilitas, serta tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang untuk bis dan taksi. Inventarisasi Angkutan Umum Inventarisasi ini meliputi seluruh trayek angkutan umum dengan lokasi-lokasi pemberhentian, tempat transfer, dan terminal. Informasi dikumpulkan berdasarkan frekwensi pelayanan, jenis dan jam beroperasinya, termasuk jumlah kendaraan, ukuran, kapasitas tempat duduk, kapasitas maksimum, dan kondisinya. Angkutan umum juga dipisahkan berdasarkan pengelola bis, dan kombinasi dari angkutan kereta api dan bis. Pembagian Zona dan Tata Guna Lahan Inventarisasi ini perlu dimasukkan dalam perencanaan untuk ketepatan data terutama pada wilayah yang mengalami pengembangan. 2. Studi Klassifikasi Studi klassifikasi dilakukan untuk menyamakan persepsi dari fasilitas-fasilitas transportasi. Ada klassifikasi utama yaitu: kewenangan dan fungsi jaringan transportasi. 3. Studi Volume Studi jumlah LHR (lalulintas harian rata-rata) Studi jumlah kendaraan per jam Studi jumlah kendaraan pada jam sibuk Studi garis kordon Studi screenline Studi tingkat penggunaan kendaraan 4. Studi Kapasitas 5. Studi Pejalan Kaki Volume Analisa kapasitas Kecepatan berjalan kaki 6. Studi Angkutan Umum Kapasitas dan tingkat pelayanan Studi asal-tujuan angkutan umum Studi penggunaan angkutan umum Studi kecepatan angkutan umum dan tundaanDiktat Sistem Transportasi 2005 - K-02 Halaman 4

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

7. Studi Parkir Ketersediaan dan kebutuhan parkir Karakteristik pengguna parkir Studi pemakaian parkir Studi waktu parkir dan penggunaan tempat parkir Studi bongkar muat barang Wilayah parkir 8. Studi Asal-Tujuan Survai luar wilayah studi Survai dalam wilayah studi 9. Studi Dampak Lalulintas Prosedur umum Analisa dampak

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-02 Halaman 5

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Teori Moda Transportasi Umum di Perkotaan Konsep ini didasarkan pada model perkotaan karena perubahan populasi penduduk dan ukuran kota. 1. Kota dengan tingkat penduduk rendah Terdiri hanya dari beberapa tempat tinggal, pabrik dan gedung lainnya dihubungkan dalam jaringan jalan. Misalnya seperti tergambar. Fasilitas jaringan jalan yang ada untuk kota kecil ini umumnya ada 3 tahap moda transportasi.

Tahap 1. Jalan kaki - pedestrians Tahap awal system transportasi kota kecil masih dapat dicapai dengan berjalan kaki untuk menuju pusat-pusat kegiatan kota. Dengan bertambahnya penduduk, berjalan kaki perlu waktu lama dan tidak nyaman, karena itu perlu kendaraan, yang dapat berupa mobbil, motor, dan sepeda. Tahap 2. Mobil pribadi Dengan terus bertambahnya penduduk, perlu pelayanan angkutan penumpang umum, yaitu berupa taksi. Dalam hal ini yang disebut taksi adalah kendaraan angkutan penumpang umum yang dapakai untuk membawa orang ke tempat tujuannya secara langsung, dapat berupa (ojek, taxi, dan angkutan lain). Tahap 3. Taxi (kendaraan angkutan umum kecil) Pengoperasian angkutan umum kecil, dengan jumlah penduduk yang meningkat akan menjadi andalan masyarakat akan angkutan umum. Namun demikian, jenis angkutan

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 1

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

umum pada kota kecil dapat beroperasi seperti taxi, dimana jalan yang dilalui belum berdasarkan pada rute tertentu, tetapi didasarkan pada permintaan tujuan penumpang. 2. Kota dengan jalan arteri dan bis Dengan bertambahnya luas kota, melakukan perjalanan dengan kendaraan kecil menjadi tidak efisien dan jalan-jalan kecil menjadi sering macet. Untuk itu perlu jalan yang lebih lebar yang berfungsi sebagai urat nadi pergerakan berupa jalan arteri. Tahap 4. Pelebaran / pembangunan jalan menjadi jalan arteri

Kota Kecil, Penambahan arteri dan pelayanan transportasi umum

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 2

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Pembangunan jalan dengan kapasitas yang lebih tinggi akan membawa konsekwensi keuntungan (+) dan kerugian diantaranya : + tingkat pelayanan yang lebih tinggi + biaya operasi per unit kendaraan yang lebih rendah + membangkitkan kegiatan ekonomi - perlunya investasi yang lebih tinggi - memerlukan fasilitas kendaraan yang lebih besar Memperkenalkan angkutan umum kecil (mis: angkot) dengan rute tetap yang akan membawa perubahan: + biaya transportasi yang lebih rendah menjadi tersedia + meningkatkan kapasitas jalan + mengurangi kemacetan dan dampak negatif lingkungan - perlu subsidi untuk menarik lebih banyak penumpang Bila telah berkembang jumlah pengguna angkutan umumnya, kapasitas angkutan kecil tidak lagi memadai sehingga perlu penggantian kendaraan umum kecil ke yang lebih besar, yang berarti: + kapasitas transportasi yang lebih besar + biaya oprasi per kendaraan yang lebih rendah + meningkatkan kenyamanan - frekwensi kendaraan menjadi lebih rendah Tahap 5: memperkenalkan kendaraan berkapasitas sedang dengan operasi yang fleksibel, kemudian kendaraan besar (bis) dengan jadwal tetap dan rute yang tetap 3. Kota menengah : Pemisahan moda Dengan terus bertumbuhnya kota dan jumlah penduduk yang lebih besar, maka sarana angkutan umum perlu adanya moda transportasi angkutan umum yang terpisah dari pergerakan lalu lintas lainnya. Pemisahan moda ini dapat berupa penyediaan jalur khusus bis (buslane), penyediaan jalan khusus angkutan umum (busway). Pemisahan moda kendaraan umum akan memberikan: + tingkat pelayanan dan unjuk kerja yang lebih tinggi + biaya operasi kendaraan yang lebih rendah + membawa penumpang lebih banyak + memberi dampak yang lebih baik akibat adanya perubahan lahan - perlunya tambahan lahan - biaya investasi dan konstruksi yang lebih besar Tahap 6: pemisahan moda transportasi sebagian

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 3

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Pemisahan moda transportasi yang dilakukan adalah dengan penggunaaan angkutan massal yang dapat berupa jalan rel atau jalan khusus, yang merupakan moda terpisah tanpa terganggu oleh arus lalu lintas lainnya. Perbedaan antara moda transport yang menggunakan pengarah (rel) dengan tanpa kemudi dibandingkan dengan angkutan umum dengan kemudi, antara lain: kapasitas dan produktifitas yang lebih besar kerena menggunakan kereta (kendaraan khusus tetentu) biaya operasi per unit yang lebih murah dibandingkan dengan kapasitas yang ditawarkan dapat menggunakan listrik, yang memiliki tingkat polusi rendah kehandalan dan keamanan yang lebih besar, karena memiliki jalan tersendiri penggunaan right-of-way (ROW) yang lebih kecil dapat dioperasikan dalam terowongan atau overpass tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar tidak bersesuaian dengan jenis moda angkutan lainnya jaringan yang terbatas, tidak ekonomis untuk daerah dengan kepadatan rendah fleksibel operasi yang lebih rendah (rerouting and detour) memerlukan investasi yang lebih besar Tahap 7: memperkenalkan kereta LRT (light rail transit)

+ + + + + + -

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 4

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Jalan Minor Arteri Pemisah jalan untuk kendaraan umum Angkutan Umum dengan lajur terpisah

Kota Sedang, Diperkenalkan penggunaan angkutan umum terpisah

4. Kota besar : ditambah dengan sistem angkutan umum yang dikontrol penuh Dengan tingkat perjalanan yang tinggi, maka untuk meningkatkan kecepatan, kapasitas dan kehandalan perjalanan adalah dengan menyediakan sistem terkontrol untuk moda transport pribadi dan umum untuk rute-rute yang utama. Tahap 8: membangun pemisahan jalan yang besar (freeway)/toll Tahap 9: menyediakan sistem yang terkontrol penuh untuk angkutan umum Perbandingan sistem kontrol otomatis dengan sistem kontrol manual: + tingkat pelayanan menjadi bertambah dan lebih baik + penggunaan energi yang lebih rendah karena pengendalian yang terprogram + tingkat keselamatan yang tinggi + biaya operasi yang lebih murah (jika penggunaan biaya tenaga kerja melebihi biaya sistem otomatis) - biaya awal yang lebih besar - diperlukan supervisi otomatis dan komunikasi otomatis dengan penumpang untuk menangani keamanan dalam keadaan darurat Tahap 10: Sistem otomatis penuh

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 5

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Jalan Minor Arteri Pemisah jalan untuk kendaraan umum Angkutan Umum dengan lajur terpisah

Kota Besar, Penambahan moda angkutan umum yang cepat

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 6

Sistem Transportasi

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Konsep perbandingan volume penumpang dengan jarak perjalanan

Auto/fwy (40)

1800 700

Auto/street (20) RB - 1 (10) SCR (11) Street transit

120Max. frequencies - fmax (TU/h) SRB (18) SCR (11) LRT - 1 (23) Semirapid transit

Number in paranthese are operating speeds (km/h) at capacity volumes

100

80RB-2 (12)

RRT-2 (34)

60RRT - 1 (38) LRT - 2 (25) Rapid Transit

40 20Range of common values

Line Capacity

RGR (48)

200

400

600

800

1000

2000

Transit unit capacity for heavy volumes (spaces/TU)

Diktat Sistem Transportasi 2005 - K-03 Halaman 7

PEDOMAN XX-XX-2002

PANDUAN PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DI WILAYAH PERKOTAAN

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH

Prakata

Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan ini dipersiapkan oleh Sub. Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi di Direktorat Bina Teknik, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, dengan konseptor Ir. Tasripin Sartiyono, MT dan dibantu oleh Tenaga Ahli PT. Skilladhi Pedoman ini merupakan penyempurnaan dari Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan No. 10/T/BNKT/1990 yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Jalan Kota (BINKOT). Dengan adanya pedoman ini, pedoman sebelumnya tidak berlaku. Tata cara penulisan pedoman ini mengacu pada pedoman BSN NO. 8 tahun 2000.

i

Daftar isi

Prakata .................................................................................................................................................... i Daftar isi....................................................................................................................................ii Pendahuluan............................................................................................................................ iii 1 2 3 4 Ruang lingkup ................................................................................................................... 1 Acuan normatif .................................................................................................................. 1 Istilah dan definisi............................................................................................................. 1 Struktur kawasan dan sistem jaringan jalan...................................................................... 4 4.1 Struktur hirarki kota dan sisitem jaringan jalan primer............................................... 4 4.2 Struktur kawasan kota dan sisitem jaringan jalan sekunder...................................... 6 5 Kriteria yang dipertimbangkan dalam menetapkan klasifikasi fungsi jalan .................... 8 5.1 Jalan arteri primer....................................................................................................... 8 5.2 Jalan kolektor primer ................................................................................................ 11 5.3 Jalan lokal primer ................................................................................................... 113 5.4 Jalan arteri sekunder .............................................................................................. 144 5.5 Jalan kolektor sekunder.......................................................................................... 166 5.6 Jalan lokal sekunder............................................................................................... 188 6 Tata cara menetapkan klasifikasi fungsi jalan ................................................................. 20 7 Penutup ......................................................................................................................... 211 Lampiran A Pola Pengembangan Kawasan..22 8 Bibliografi...35

ii

Pendahuluan

Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan dimaksudkan agar ada kesepakatan antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten dalam penentuan klasifikasi fungsi jalan yang ada di wilayah perkotaan. Pedoman ini telah dibahas dan mendapat masukan dari Perguruan Tinggi maupun instansi terkait serta telah dikonsensuskan oleh anggota Sub. Panitia Teknik Bidang Prasarana Transportasi dan Panitia Teknik Bidang Konstruksi dan Bangunan.

iii

Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan Di Wilayah Perkotaan

1

Ruang lingkup

Buku panduan ini mencakup tata cara penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder, meliputi sistem jaringan jalan dan kriteria untuk fungsi ruas jalan.

2a. b. c.

Acuan normatifUndang-Undang Nomor : 13 Tahun 1980 Tentang Jalan. Peraturan Pemerintah Nomor : 26 Tahun 1985 Tentang Jalan. Undang-Undang Nomor : 24 Tahun 1992 Tentang Tata Ruang.

33.1

Istilah dan definisi

sistem jaringan jalan primer sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur ruang wilayah nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi. 3.2 jaringan jalan primer jaringan jalan yang menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal, dan pusat kegiatan dibawahnya sampai ke persil dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan nasional antar satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer antara lain : industri skala regional, terminal barang/pergudangan, pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/grosir. 3.3 jalan arteri primer jalan yang menghubungkan secara efisien antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.

1 dari 35

3.4 jalan kolektor primer jalan yang menghubungkan secara efisien antar pusat kegiatan wilayah menghubungkan antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 3.5 jalan lokal primer jalan yang menghubungkan secara efisien pusat kegiatan nasional dengan persil atau pusat kegiatan wilayah dengan persil atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan dibawahnya, pusat kegiatan lokal dengan persil, atau pusat kegiatan dibawahnya sampai persil. 3.6 pusat kegiatan nasional (PKN) pusat yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya, pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani nasional atau melayani beberapa propinsi, pusat pengolahan/pengumpul barang secara nasional atau meliputi beberapa propinsi, simpul transportasi sacara nasional atau meliputi beberapa propinsi, pusat jasa pemerintahan untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi dan pusat jasa-jasa publik yang lain untuk nasional atau meliputi beberapa propinsi. 3.7 pusat kegiatan wilayah (PKW) pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten, pusat pengolahan/pengumpul barang yang melayani propinsi atau beberapa kabupaten, simpul transportasi untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten, pusat jasa pemerintahan untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten dan pusat jasa-jasa yang lain untuk satu propinsi atau beberapa kabupaten. 3.8 pusat kegiatan lokal (PKL) pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan, pusat pengolahan/pengumpul barang untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan, simpul transportasi untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan, pusat jasa pemerintahan untuk satu kabupaten atau beberapa kecamatan dan bersifat khusus karena mendorong perkembangan sektor strategis atau kegiatan khusus lainnya di wilayah kabupaten. 3.9 kota di bawah pusat kegiatan lokal kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari pusat kegiatan lokal dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas. atau

2 dari 35

3.10 sistem jaringan jalan sekunder sistem jaringan jalan yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 3.11 jalan arteri sekunder jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 3.12 jalan kolektor sekunder jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 3.13 jalan lokal sekunder jalan yang menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, menghubungkan kawasan sekunder dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 3.14 kawasan suatu wilayah yang mempunyai fungsi dan atau aspek/pengamatan fungsional tertentu. 3.15 kawasan primer kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan. Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hirarki. 3.16 kawasan sekunder kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder. Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan. Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat dalam satu hubungan hirarki.

3 dari 35

3.17 fungsi primer fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah pengembangannya. 3.18 fungsi sekunder fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri. 3.19 wilayah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait pada yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek/pengamatan administratif pemerintahan dan atau aspek/pengamatan fungsional.

44.1

Struktur kawasan dan sistem jaringan jalanStruktur hirarki kota dan sisitem jaringan jalan primer

Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem jaringan jalan primer diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 1 disajikan dalam bentuk diagram. Tabel 1 Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer KOTA PKN PKW PKL PERSIL PKN Arteri Arteri Lokal PKW Arteri Kolektor Kolektor Lokal PKL Kolektor Lokal Lokal PERSIL Lokal Lokal Lokal Lokal

4 dari 35

PKN

JALAN ARTERI PRIMER

PKN

JALAN ARTERI PRIMER

JALAN ARTERI PRIMER

PKW

JALAN KOLEKTOR PRIMER

PKW

JALAN LOKAL PRIMER

JALAN KOLEKTOR PRIMER

JALAN KOLEKTOR PRIMER

PKL

JALAN LOKAL PRIMER

PKL

JALAN LOKAL PRIMER

JALAN LOKAL PRIMER

JALAN LOKAL PRIMER

PUSAT KEGIATAN DI BAWAH PKL

JALAN LOKAL PRIMER

PERSIL

Gambar 1. Sistem Jaringan Jalan Primer

5 dari 35

4.2

Struktur kawasan kota dan sisitem jaringan jalan sekunder

Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang bersangkutan. Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder diberikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 2 disajikan dalam bentuk diagram. Tabel 2 Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan jalan sekunderPRIMER KAW ASAN (F1) PRIMER (F1) SEKUNDER I (F2.1) SEKUNDER II (F2.2) SEKUNDER III (F2.3) PERUMAHAN Arteri SEKUNDER SEKUNDER SEKUNDER I II III (F2.1) (F2.2) (F2.3) Arteri Arteri Arteri Lokal Arteri Kolektor Kolektor Lokal Kolektor Lokal

PERUMAHAN Lokal Lokal Lokal -

6 dari 35

F1 Kawasan Primer

JALAN ARTERI SEKUNDER(JAS)

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2.1 Kawasan Sekunder I

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2.1 Kawasan Sekunder I

JALAN ARTERI SEKUNDER(JAS)

JALAN ARTERI SEKUNDER (JAS)

F2.2 Kawasan Sekunder II

JALAN KOLEKTOR SEKUNDER (JKS)

F2.2 Kawasan Sekunder II

JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

JALAN KOLEKTOR SEKUNDER(JKS)

JALAN LOKAL SEKUNDER (JLS)

F2.3 Kawasan Sekunder III

JALAN LOKAL SEKUNDER(JLS)

Perumahan

Gambar 2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder

7 dari 35

5

Kriteria yang dipertimbangkan dalam menetapkan klasifikasi fungsi jalan

Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing fungsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan yang perlu dipenuhi/didekati. Sketsa hipotetis hirarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3. 5.1 Jalan arteri primer

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri primer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan arteri primer terdiri atas : b. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam puluh) km/jam. Lebar badan jalan arteri primer paling rendah 11 (sebelas) meter (Gambar 4). Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain. Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.

Sifat-sifat jalan arteri primer terdiri atas : Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu lintas regional. Untuk itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas lokal, dari kegiatan lokal (Gambar 5). Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diijinkan. Jalan arteri primer sebaiknya dilengkapi dengan tempat istirahat pada tiap jarak 25 km.

8 dari 35

Bandar Udara

Pelabuhan & Pergudangan

Pergudangan Kawasan Perdagangan Regional

Kawasan Industri

Terminal Angkutan Barang

Keterangan Gambar : Kawasan Primer Kawasan Sekunder Perumahan Batas Kota Sistem Primer Jalan Arteri Sekunder Jalan Kolektor Sekunder Jalan Lokal Sekunder

Gambar 3. Sketsa Hipotetis Hirarki Jalan Kota

9 dari 35

0.25 0.25 2m 6m

0.25 7m

0.75 2.5 m

0.75 7m

0.25

0.25

0.25 6m 2m

1.3 m

1.3 m

Trotoar

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Lalu Lintas

Median

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Lalu Lintas

Trotoar

Kondisi Minimal Ideal

2m Bahu

7m

2m Bahu

Jalur Lalu Lintas11 m

Badan Jalan

Kondisi Minimal

Gambar 4. Penampang Tipikal Jalan Arteri Primer

10 dari 35

Jalan Primer dan Jalan Arteri SekunderTingkat Akses Meningkat

Jalan Kolektor Sekunder

Jalan Lokal SekunderLalu Lintas Menerus/Jarak Jauh Meningkat

Gambar 5. Konsep Klasifikasi Fungsi Jalan Dalam Hubungannya Dengan Tingkat Akses 5.2 Jalan kolektor primer

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor primer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan kolektor primer terdiri atas : b. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 (empat puluh) km/jam. Lebar badan jalan kolektor primer paling rendah 9 (sembilan) meter (Gambar 6). Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

Sifat-sifat jalan kolektor primer terdiri atas : Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk. 11 dari 35

0.25 0.25 1.5 m 4m 1m

0.25 6m

0.25 1.5 m

0.25 6m

0.25

0.25

0.25 4m 1.5 m

1.3 m

Trotoar

Jalur Samping

Separator

Jalur Lalu Lintas

Median

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Samping

Trotoar

Kondisi Minimal Ideal

1,5 Bahu

6m

1,5 Bahu

Jalur Lalu Lintas9m

Badan Jalan

Kondisi Minimum

Gambar 6. Penampang Tipikal Jalan Kolektor Primer

12 dari 35

5.3

Jalan lokal primer

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan lokal primer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan lokal primer terdiri atas : b. Jalan lokal primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/jam. Lebar badan jalan lokal primer paling rendah 6 1/2 (enam setengah) meter (Gambar 7). Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem primer.

Sifat-sifat jalan lokal primer terdiri atas : Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini.

0.5 Bahu

5,5 m

0.5 Bahu

Jalur Lalu Lintas6.5m

Badan Jalan

Gambar 7. Penampang Tipikal Jalan Lokal Primer

13 dari 35

5.4

Jalan arteri sekunder

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan arteri sekunder harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan arteri sekunder terdiri atas : b. Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga puluh) km/jam. Lebar badan jalan paling rendah 11 (sebelas) meter (Gambar 8). Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter. Persimpangan pada jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder yang lain. Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan kelas jalan yang lebih rendah.

Sifat-sifat jalan arteri sekunder terdiri atas : Jalan arteri sekunder menghubungkan : i. Kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu. ii. Antar kawasan sekunder kesatu. iii. Kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. iv. Jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diijinkan melalui jalan ini. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

-

14 dari 35

0.25 0.25 2m 6m 1m

0.25 7m

0.5 2m

0.5 7m

0.25

0.25

0.25 6m 2m

1m

Trotoar

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Lalu Lintas

Median

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Lalu Lintas

Trotoar

Kondisi Minimum Ideal

2m Bahu

7m

2m Bahu

Jalur Lalu Lintas11 m

Badan Jalan

Kondisi Minimum

Gambar 7. Penampang Tipikal Jalan Arteri Sekunder

15 dari 35

5.5

Jalan kolektor sekunder

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan kolektor sekunder harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan kolektor sekunder terdiri atas : b. Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh) km/jam. Lebar badan jalan kolektor sekunder paling rendah 9 (sembilan) meter (Gambar 9). Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari sistem primer dan arteri sekunder.

Sifat-sifat jalan kolektor sekunder terdiri atas : Jalan kolektor sekunder menghubungkan : i. Antar kawasan sekunder kedua. ii. Kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. Kendaraan angkutan barang berat tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman. Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.

16 dari 35

0.25 0.25 2m 4m 1m

0.25 6.5 m

0.25 1.5 m

0.25 6.5 m

0.25

0.25

0.25 4m 2m

1m

Trotoar

Jalur Samping

Separator

Jalur Lalu Lintas

Median

Jalur Lalu Lintas

Separator

Jalur Samping

Trotoar

Kondisi Minimum Ideal

1,5 Bahu

6m

1,5 Bahu

Jalur Lalu Lintas9m

Badan Jalan

Kondisi Minimum

Gambar 8. Penampang Tipikal Jalan Kolektor Sekunder

17 dari 35

5.6

Jalan lokal sekunder

Untuk penentuan klasifikasi fungsi jalan lokal sekunder harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Kriteria-kriteria jalan lokal sekunder terdiri atas : b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh) km/jam. Lebar badan jalan lokal sekunder paling rendah 6 1/2 (enam setengah) meter (Gambar 10). Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah di bandingkan dengan fungsi jalan lain.

Sifat-sifat jalan lokal sekunder terdiri atas : Jalan lokal sekunder menghubungkan : i. Antar kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya. ii. Kawasan sekunder dengan perumahan. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diijinkan melalui fungsi jalan ini di daerah pemukiman.

18 dari 35

0.25 2m Trotoar 3m

0.25 3m

0.252m

Jalur Lalu Lintas

Bahu

Kondisi Minimum Ideal

1m Bahu

4,5 m

1m Bahu

Jalur Lalu Lintas6,5m

Badan Jalan

Kondisi Minimum

Gambar 9. Penampang Tipikal Jalan Lokal Sekunder

19 dari 35

6

Tata cara menetapkan klasifikasi fungsi jalan

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan klasifikasi fungsi jalan terdapat pada diagram alir di bawah ini :

Peta jaringan jalan dan Peta tata guna lahan

Keseimbangan jaringan jalan dengan fungsi

Data volume lalu lintas

Jenis kendaraan yang melalui ruas jalan

Lebar jalan

Kesesuaian dengan minimal kebutuhan

Rute angkutan umum

Sebagai bahan tambahan pertimbangan fungsi jalan

Penentuan fungsi jalan yang sesuai

Keterangan : a. b. Peta jaringan jalan. Peta tata guna lahan, baik untuk keadaan sekarang maupun rencana pengembangannya di masa mendatang yang disertai dengan informasi lebih lengkap mengenai potensi aktifitas-aktifitas perdagangan, pergudangan, perkantoran, industri, pendidikan serta jasa-jasa lain baik yang bersifat regional maupun lokal. (untuk mengurangi konflik antara sistem transportasi dan tata guna lahan, keseimbangan/kesesuaian antara fungsi jaringan jalan dengan tata guna lahan perlu dipenuhi). Volume kendaraan sesuai dengan jenisnya. (Meskipun volume lalu lintas bergantung kepada beberapa faktor, tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi volume lalu lintas pada suatu ruas jalan makin tinggi pula klasifikasi jalan tersebut. Sebagai contoh bahwa volume lalu lintas bukan satu-satunya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut : suatu ruas jalan yang melayani volume lalu lintas yang rendah dan berdasarkan volume ini bisa digolongkan pada jalan lokal seharusnya adalah jalan arteri sekunder jikalau jalan tersebut melayani kendaraan-kendaraan berat dan hanya satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan jalan arteri. Sebaliknya, jalan-jalan yang memberikan akses ke daerah parkir suatu pusat pertokoan dan melayani lalu lintas yang tinggi tidak bisa digolongkan sebagai jalan arteri sekunder). 20 dari 35

c.

d. e. f. g. h.

Lebar jalan, rambu-rambu lalu lintas serta fasilitas parkir kendaraan. Rute kendaraan umum bus dan bemo serta truk. Proporsi lalu lintas menerus pada jalan-jalan utama. Rencana induk kota. Data pendukung lain yang tersedia.

7

Penutup

Buku panduan ini telah memberikan arahan secara teknis dalam mempersiapkan penetapan klasifikasi fungsi jalan. Selanjutnya hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan primer dan jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah setelah mendengar pendapat Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan sekunder kecuali jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dengan memperhatikan petunjuk Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah dan Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan kawasan kota yang telah dicapai. Di dalam menentukan klasifikasi fungsi jalan, pedoman utama yang harus diikuti UU No.13 Tahun 1980 Tentang Jalan dan Rancangan Pengganti UU No.13 Tahun 1980 Tentang Jalan yaitu pasal 3 dan pasal 4 serta PP No. 26 Tahun 1985 Tentang Jalan dan Rancangan Pengganti PP No.26 Tahun 1985 Tentang Jalan yaitu pasal 4 sampai pasal 12. Isi pedoman utama ini telah dijabarkan pada bab pengertian.

b.

c.

21 dari 35

LAMPIRAN POLA PENGEMBANGAN KAWASANNO. 1. PROPINSI / KAWASAN DATAR DISTA ACEH Kw. Banda Aceh dsk Banda Aceh Janthoi Sabang Sigli Kl. Lhokseumawe Bireun Takengon Langsa Idi Rayeuk Meulaboh Blang Pidi Labuhan Haji Tapaktuan Kutacane Singkil Subulussalam PKW PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Lhokseumawe dsk

Kw. Pantai Barat Selatan

2.

SUMATERA UTARA Kw. Medan dsk Medan Lubuk Pakam Binjai Stabat Pangkalan Brandan Sidikalang Kabanjahe Tanjung Pura Brastagi Pematang Siantar Perdagangan Serbelawan Tebingtinggi Rantau Prapat Kota Pinang Aek Kanopan Bandar Durian Kisaran Tanjung Balai Kuala Tanjung Sibolga Padang Sidempuan Tarutung Kotanopan Gunung Tua Barus PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Pematang Siantar dsk

Kw. Rantau Prapat - Kisaran

Kw. Tapanuli dsk

22 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR Kw. Danau Toba dsk KOTA DALAM KAWASAN DARAT Prapat Balige Porsea Pangururan Siborong-borong Dolok Sanggul Gunung Sitoli Teluk Dalam FUNGSI KOTA NASIONAL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Nias dsk

3.

SUMATERA BARAT Kw. Padang Pariaman Padang Pariaman Painan Lubuk Alung Bukittinggi Padangpanjang Payakumbuh Batusangkar Sawahlunto Solok Muaro Sijunjung Lubuk Sikaping PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Agam - Bukit Tinggi

Kw. Solok dsk

4.

RIAU Kw. Pakanbaru dsk Pakanbaru Bangkinang Rumbai Pasir Pangaraian Dumai Bagan Siapi-api Duri Bengkalis Rengat Kuala Enok Tembilahan Sie Akar Air Molek Teluk Kuantan PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Dumai dsk

Kw. Rengat - Kuala Enok

Kw. Natuna dsk Kw. Zona Batam dsk Batam Tanjung Pinang Tanjung Balai Karimun Selat Panjang Pulau Kijang PKN PKL PKL PKL PKL

23 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 5. PROPINSI / KAWASAN DATAR JAMBI Kw. Muara Bulian dsk Jambi Muara Bulian Kuala Tungkal Muara Tembesi Muara Sabak Nipah Panjang Pelabuhan Dagang Muara Bungo Bangko Sarolangun Muara Tebo Sungai Penuh Tanah Tumbuh Sungai Bengkal PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Muara Bungo - Sarolangun dsk

6.

SUMATERA SELATAN Kw. Palembang dsk Palembang Kayu Agung Sekayu Tanjung Batu Muara Enim Lahat Baturaja Pagar Alam Tanjung Enim Prabumulih Martapura Lubuk Linggau Pangkal Pinang Tanjung Pandan Manggar Sungai Liat Muntok PKN PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Muara Enim dsk

Kw. Lubuk Linggau dsk Kw. Bangka - Belitung

7.

BENGKULU Kw. Bengkulu dsk Bengkulu Curup Argamakmur Kepahyang Manna Bintuhan PKW PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Manna dsk

24 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 8 PROPINSI / KAWASAN DATAR Lampung Kw. Bandar Lampung dsk Bandar Lampung Metro Pringsewu Talang Padang Kalianda Labuan Meringgai Kota Agun Sekampung Bandar Jaya Sidamulya Bakauheni Jabung Mesuji Menggala Kotabumi Liwa Krui Bukit Kemuning PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Mesuji dsk

Kw. Kotabumi dsk

9

DKI Kw. Jakarta dsk Jakarta PKN

10

Propinsi Jawa Barat Kw. Bojonegoro-Merak-Cilegon dsk Cilegon Pandeglang Rangkas Bitung Kw. Penyangga DKI dsk Bekasi Tangerang Depok Parung Panjang Serpong Ciputat Cileungsi Mauk Teluk Naga Tambun Cibitung Serang Pontang Plered Balaraja Cikande Purwakarta Karawang PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

25 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL Cikampek Cikarang Jatiluhur Kw. Cirebon-Indramayu dsk Cirebon Indramayu Palimanan Jatibarang Sumber Majalengka Kuningan Ciledug Bogor Cianjur Cipanas Cisarua Ciampea Cibinong Ciranjang Citeureup Bandung Cimahi Padalarang Lembang Majalaya Cileunyi Banjaran Soreang Pengalengan Ciwidet Ciparay Sumedang Subang Tasikmalaya Garut Ciamis Banjar Sukabumi Pelabuhan Ratu Cibadak Pangandaran PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Bopunjur dsk

Kw. Cekungan Bandung dsk

Kw. Priangan Timur

Kw. Sukabumi dsk

Kw. Pangandaran dsk 11. JAWA TENGAH Kw. Subosuko

Surakarta Boyolali Sukoharjo Karang Anyar Tawangmanggu Klaten Sragen

PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL

26 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR Kw. Semarang - Demak KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL Semarang Kendal Demak Ungaran Salatiga Purwodadi Tegal Pekalongan Brebes Pemalang Batang Slawi Pati Kudus Jepara Banjarnegara Purwokerto Purbolinggo Banyumas Sukoarjo Kebumen Karang Anyer Gombong Cilacap Wagon Kroya Magelang Muntilan Mungkid Borobudur PKN PKL PKL PKW PKW PKL PKW PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKW PKL PKL PKL

Kw. Bregas

Kw. Pati - Kudus - Jepara

Kw. Purwokerto dsk

Kw. Kebumen dsk

Kw. Cilacap dsk

Kw. Borobudur dsk

12.

DI. YOGYAKARTA Kw. Yogyakarta dsk Yogyakarta Bantul Sleman Prambanan Wates Wonosari PKW PKL PKL PKL PKL PKL

27 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 13. PROPINSI / KAWASAN DATAR JAWA TIMUR Kw. Gerbangkertosasila Surabaya Gresik Bangkalan Mojokerto Sidoarjo Lamongan Dryorejo Porong Krian Prigen Pandaan Gembol Tanggulangin Gedek Manyar Sedayu Diwek Sumenep Jombang Sampang Pasuruan Probolinggo Bangil Leces Tuban Bojonegoro Babat Kediri Tulung Agung Blitar Trenggalek Malang Singosari Batu Bululawang Lawang Situbondo Bondowoso Jember Tamanan Besuki Pujer Jatiroto PKN PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Probolinggo - Pasuruan

Kw. Tuban dsk

Kw. Kediri - Tulung Agung - Blitar

Kw. Malang dsk

Kw. Situbondo - Bondowoso - Jember

28 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR Kw. Madiun dsk KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL Ponorogo Madiun Magetan Ngawi Nganjuk Ponorogo Pacitan Banyuwangi Muncar Genteng Glemmore PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL

Kw. Banyuwangi dsk

14. BALI Kw. Singaraja dsk Singaraja Seririt Kubutambahan Grokgak Denpasar Gianyar Tabanan Ubud Mengwi Bajera Semarapura Bangli Amlapura Negara PKW PKL PKL PKL PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL

Kw. Denpasar - Ubud Kintamani

15. NUSA TENGGARA BARAT Kw. Mataram dsk Mataram Praya Selong Gerung Lembar Sumbawa Besar Semanung Semangkat Lapok Empang Alas Raba Dompu Sapeh PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Sumbawa Besar dsk

Kw. Bima dsk

29 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 16. PROPINSI / KAWASAN DATAR NUSA TENGGARA TIMUR Kw. Kupang dsk Kupang Camplong Soe Baa Oesao Baun Maumere Ende Walowaru Detusoko Labuan Bajo Reo Wanokaka Kodi Wai Kabubak Ruteng PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Maumere - Ende

Kw. Komodo dsk

17.

TIMOR TIMUR Kw. Dili - Manatuto Dili Manatuto Ermera Liquisa Aileu Same Pante Makassar Suai Ainaro Maliana Maubisse Los Palos Baucau Laga Viqueque PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Suai - Ainaro

Kw. Los Palos - Baucau

18.

KALIMANTAN BARAT Kw. Pontianak dsk Pontianak Mempawah Rasau Jaya Sintang Sanggau Sekadau Nangapinuh Nangataman Tayan Balai Karangan PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Johar - Sanggau

30 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR Kw. Singkawang dsk KOTA DALAM KAWASAN DARAT Bengkayang Singkawang Pemangkat Sambas Ketapang Kendawangan Nangatayap Putussibau FUNGSI KOTA NASIONAL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Ketapang dsk

Kw. Kapuas Hulu dsk 19. KALTENG Kw. Kuala Kapuas dsk

Palangkaraya Kasongan Pulau Pisau Kuala Kapuas Kuala Kurun Lupak Dolom Sampit Kotabesi Hanjalipan Kuala Kayan Parenggeran Tumbang Samba Pangkalan Bun Kumai Nagabulik Buntok Ampah Tamiang Layang Pendang Muarateweh Purukcahu Muara Laung

PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Sampit dsk

Kw. Pangkalan Bun

Kw. Buntok

Kw. Muarateweh

20.

KAL - SELATAN Kw. Banjarmasin dsk Banjarmasin Banjar Baru Martapura Pleihari Marabahan Tanjung Kandangan Rantau Barabai Amuntai Batulicin Kotabaru Pagatan PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Kandangan

Kw. Batulicin dsk

31 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 21. PROPINSI / KAWASAN DATAR KALTIM Kw. Balikpapan - Samarinda Balikpapan Samarinda Bontang Tenggarong Kota Bangun Marangkayu Sangkulirang Tanjung Redep Tanjung Selor Tanjung Palas Tanjung Santan Sangkulirang Muarawahau Tarakan Nunukan Tanah Grogot Muara Taloke PKN PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Tanjung Redep dsk

Kw. Tarakan dsk

Kw. Tanah Grogot dsk

22.

SULAWESI UTARA Kw. Gorontalo dsk Gorontalo Limboto Suwawa Manado Tondano Bitung Tomohon Likupang Tahuna Kotamobagu Modayang PKL PKL PKL PKN PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Manado dsk

Kw. Kotamobagu dsk

23.

SULAWESI TENGAH Kw. Palu dsk Palu Donggala Tawaeli Dolo Kulawi Poso Tentena Luwuk Biak Ampana PKW PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKW PKL PKL

Kw. Poso dsk

Kw. Luwuk dsk

32 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. PROPINSI / KAWASAN DATAR Kw. Kolonedale dsk KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL Kolonedale Tamata Takaloatos Toli-Toli Santigi PKL PKL PKL PKW PKL

Kw. Toli-Toli dsk

24.

SULAWESI SELATAN Kw. Ujung Pandang dsk Ujung Pandang Pangkajene Maros Takalar Sunggu Minasa Palopo Makale Rantepao Masamba Wotu Malili Soroako Mamasa Sinjai Bulukumba Watampone Benteng Jeneponte Bantaeng Singkang Watamsopeng Pare-Pare Pinrang Sindereng Rappang Enrekang Barru Mamuju Majene Polewali PKN PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL

Kw. Palopo dsk

Kw. Bulukumba - Watampone

Kw. Pare-Pare dsk

Kw. Mamuju dsk

25.

SULAWESI TENGGARA Kw. Kendari dsk Kendari Lasolo Unaha Kolaka Pomalaa Raha Bau-Bau Pasarwajo PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Kolaka dsk

Kw. Muna - Buton

33 dari 35

LAMPIRAN ( Lanjutan )NO. 26. PROPINSI / KAWASAN DATAR MALUKU Kw. Buru Seram Ambon Masohi Kairatu Wahai Namlea Ternate Soa Siu Jailolo Buli Tobelo Tual Doba Saumlaki Falabisahaya PKW PKL PKL PKL PKL PKW PKL PKL PKL KOTA DALAM KAWASAN DARAT FUNGSI KOTA NASIONAL

Kw. Halmahera Utara

Kw. Gugus Pulau Kai Aru

PKW PKL

Kw. Kep. Sulai dsk 27. IRIAN JAYA Kw. Jayapura dsk

PKL

Jayapura Abepura Demta Tengon Merauke Kumbe Timika Tembagapura Biak Bosnik Sorong Mega Nabire Fak-Fak Kokas Piar Kaimana Manokwari Ransiki Prafi Serui Wamena Kurima

PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKN PKL PKW PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL PKL

Kw. Merauke dsk

Kw. Tembagapura dsk

Kw. Biak dsk

Kw. Sorong dsk

Kw. Nabire dsk Kw. Fak-Fak dsk

Kw. Manokwari dsk

Kw. Wamena dsk

34 dari 35

8

BibliografiRancangan Pengganti Tentang Jalan. Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 1980

Rancangan Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor : 26 Tahun 1985 Tentang Jalan. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

35 dari 35

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

PEMODELAN TRANSPORTASI

Sistem transportasi dapat dimodelkan dengan 4 langkah pentahapan: Tata guna lahan dan proyeksi sosial ekonomi

Bangkitan Perjalanan Distribusi Perjalanan Pemilihan Moda Pembebanan jaringan jalan

Pengaruh langsung pengguna jalan

1. Bangkitan Perjalanan Tujuan dari model bangkitan perjalanan adalah untuk meramalkan jumlah perjalanan orang yang akan dimulai dan diakhiri dalam satu perjalanan zona analisa pada satu wilayah untuk hari yang mirip dari tahun target. Sebelum diaplikasikan, model bangkitan lalu lintas harus dikalibrasi melalui obeservasi dalam tahun awal dengan berbagai macam survai perjalanan. Klassifikasi perjalanan Jenis perjalanan dapat diklassifikasikan menjadi: 1. Maksud perjalanan Bekerja Sekolah Belanja Sosial dan rekreasi Perjalanan lainnyaSistem Transportasi

Halaman 1

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

2. 3.

Waktu perjalanan Jam puncak (peak hour) Bukan jam puncak (off-peak hour) Orang yang melakukan perjalanan Tingkat pendapatan Kepemilikan kendaraan Jumlah penghuni dan strukturnya

Zona Data yang dibutuhkan dalam pembagian zona adalah: Zona harus terdiri dari kegunaan lahan secara umum sama Karakteristik dari tiap zona diusahakan sehomogen mungkin Batas zona harus mengikuti jalan utama, jalan kereta api, kanal dan hal lain yang membatasi perjalanan Prosedur koleksi data Survai 1. Survai wawancara rumah (home interview survey) 2. Survai kendaraan angkutan 3. Survai wawancara di jalan 4. Survai angkutan umum Model Bangkitan Perjalanan Model bangkitan perjalanan pada umumnya diasumsikan dalam bentuk linier, dimana jumlah perjalanan kendaraan adalah merupakan fungsi dari beberapa karakteristik sosial ekonomi dan/atau karakteristik distribusi perjalanan (tempat tinggal atau komersil). Sebagai contoh pemodelan adalah:

Sistem Transportasi

Halaman 2

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Pemodelan bangkitan perjalanan bisa diperoleh dengan beberapa cara: 1. Berbasis zona dimana zona digunakan sebagai independent atau variable yang mencakup data populasi penduduk, pendapatan, tingkat pemilikan kendaraan, dsb. 2. Hose hold base, adalah model yang digunakan pada daerah yang memiliki karakteristik sama.

Definisi dasar Perjalanan (journey) adalah pergerakan satu arah dari titik asal ke titik tujuan. Home-based (HB) Trip. Ini adalah perjalanan yang berasal atau bertujuan ke rumah. Non-Home-based (NHB) Trip. Ini adalah perjalanan yang dilakukan seseorang yang bukan rumah menjadi awal atau akhir dari perjalanan. Pembangkit Perjalanan (Trip Production). Ini didefinisikan sebagai rumah atau perjalanan yang berasal dari NHB. Tarikan Perjalanan (Trip Attraction). Ini didefinisikan sebagai perjalanan bukan ke rumah atau tujuan dari perjalanan HB dan NHB.

Rumah

Pembangkit Pembangkit Pembangkit Penarik

Penarik Penarik Penarik Pembangkit

Tempat Kerja

Tempat Kerja

Toko

Bangkitan Perjalanan (Trip Generation) Didefinisikan sebagai jumlah perjalanan yang dihasilkan oleh rumah-rumah dalam sebuah zona , bisa perjalanan HB atau NHB.

Model Faktor Pertunbuhan (Growth Factor) Persamaan dasar dalam memperkirakan jumlah perjalanan untuk masa mendatang adalah: Ti = Fi ti dimana :Sistem Transportasi

Halaman 3

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Ti = jumlah perjalanan mendatang dalam zona i ti = jumlah perjalanan saat ini dalam zona I Fi = faktor bangkitan yang menjadi masalah dalam hal ini adalah Fi , dimana umumnya factor ini berhubungan dengan variable-variabe seperti populasi (P), tingkat pendapatan (I) dan tingkat kepemilikan kendaraan (C), sehingga persamaannya berubah menjadi: Fi = f ( Pi d , I id , Cid ) f ( Pi c , I ic , Cic )

dimana f adalah merupakan fungsi perkalian tanpa parameter dan d adalah tahun rencana serta c adalah tahun dasar.

Contoh: Sebuah zona terdiri dari 250 rumah dengan 1 buah mobil dan 250 rumah tanapa mobil. Apabila tingkat bangkitan perjalanan rata-rata dari tiap grup : Rumah yang memiliki kendaraan menghasilkan 6.0 perjalanan / hari, Rumah yang tidak memiliki kendaraan menghasilkan 2.5 perjalanan / hari. Maka jumlah perjalanan per hari dari zona tersebut adalah: ti = 250 x 2.5 + 250 x 6.0 = 2125 perjalanan/hari

Sistem Transportasi

Halaman 4

DISTRIBUSI PERJALANAN Kegunaan dari model distribusi perjalanan adalah untuk mencari besaran volume perjalanan didalam dan antar zona yang berpasangan (I dan J), dimana I adalah zona produksi dan J adalah zona penarik perjalanan. zona 1 2 3 1 Q11 Q21 Q31 Qa1 2 Q12 Q22 Q32 3 Q13 Q23 Q33 4 Q14 Q24 Q34

Qp1

Jumlah perjalanan tiap baris adalah bangkitan perjlanan zona dan jumlah tiap kolom adalah penarik perjalanan zona. Tiap zona memiliki keterkaitan untuk menarik perjalanan dari zona lain yang disebut impedance. Contoh: Dua buah pusat perbelanjaan (yang memiliki tingkat ketertarikan sama) berlomba untuk menarik pengunjung dari zona I. Jika jarak dari zona I ke kedua pusat perbelanjaan itu berbeda, maka orang yang tinggal di zona I akan lebih suka pergi ke tempat yang lebih dekat dari kedua pusat perbelanjaan yang sama.

P1 2 Zona I 7

P2

Impedance ini meliputi waktu perjalanan dan biaya-biaya umum lainnya, seperti biaya perjalanan yang dikeluarjan dan lainnya yang sejenis (pakir, toll, dsb.) Ada beberapa model dalam proses distribusi perjalanan, yaitu gravity model (model gravitasi), dan model fratar. Gravity Model Model ini didasarkan atas dasar hukum Newton tentang gravitasi, dimana ketertarikan antar dua massa dipengaruhi oleh jarak antar massa tersebut. [F = k M1.M2 / (r2)]. Applikasi dari konsep ini pada distribusi perjalanan adalah: QIJ = k [ PI AJ / WIJC ]

dimana: WIJ = fungsi mpedance antara kedua zona Parameter k dapat dihilangkan dari persamaan dengan menerapkan keseimbanan hambatan bangkitan perjalanan, dimana jumlah dari semua tarikan perjalanan dari zona J yang berasal dari bangkitan perjalanan zona I harus sama dengan total bangkitan dari zona I atau PI = X QIX substitusi kedua persamaan diatas (1) ke (2), maka PI = k X ( AX / WIXC ) k = [X ( AX / WIXC )] substitusi (4) ke (1) : QIJ = PI [(AJ / WIJC) / X ( AX / WIXC )] dimana yang didalam kurung adalah zona produksi dari zona I yang akan ditarik oleh zona J yang berkompetisi dari tarikan perjalanan zona-zona X (zona lainnya). Formula model gravitasi ini sering juga ditulis: (3), maka k

QIJ = PI

AJ FIJ AX FIXX

dimana FIJ = 1 / WIJC yang dikenal sebagai faktor waktu perjalanan, dan C adalah faktor friksi dalam kalibrasi. Akhirnya faktor sosial ekonomi ditambahkan dalam kalibrasi untuk memasukkan pengaruh yang belum tercakup. Persamaan model gravitasi menjadi:

QIJ = PI

AJ FIJ K IJ AX FIX K IXX

Contoh aplikasi: Perkiraan besran bangkitan dan ketertarikan perjalanan dari 4 zona diperkirakan dibawah ini. Zona Bangkitan Ketertarikan 1 1500 0 2 0 3 3 2600 2 4 0 5 Kalibrasi dari model garavitasi untuk kota ini adalah c = 2.0, dan factor social ekonomi adalah sama. Perkirakan besarnya volume pergerakan antar zona dengan impedance sebagai berikut: I\J 1 2 3 4 1 5 10 15 20 2 10 5 10 15 3 15 10 5 10 4 20 15 10 5

Model gravirasi dihitug berdasarkan dua zona bangkitan perjalanan (I = 1 dan I = 3). Untuk I = 1 dan P1 = 1500 J AJ 1 0 2 3 3 2 4 5

F1J 0.0400 0.0100 0.0044 0.0025

K1J 1.0 1.0 1.0 1.0

AJ F1J K1J 0 0.0300 0.0089 0.0125 0.0514

P1J 0 0.584 0.173 0.243 1.000

Q1J 0 875 260 365 1500

Untuk I = 3 dan P1 = 2600 J AJ 1 0 2 3 3 2 4 5

F3J 0.0044 0.0100 0.0400 0.0100

K3J 1.0 1.0 1.0 1.0

AJ F3J K3J 0 0.03 0.08 0.05 0. 16

P3J 0 0.188 0.500 0.312 1.000

Q3J 0 488 1300 812 2600

Untuk mendapatkan jumlah ketertarikan perjalanan (zona 2,3,4), dengan menerapkan keseimbangan tarikan didapat:

* A2 = 875 + 488 = 1363 * A3 = 260 + 1300 = 1560 * A4 = 365 + 812 = 1177

Hasil akhir perhitungan tersaji dalam tabel distibusi perjalanan I\J 1 2 3 4 1 0 0 0 0 0 2 875 0 488 0 1363 3 260 0 1300 0 1560 4 365 0 812 0 1177

1500 0 2600 0 4100

Kalibrasi Model Gravitasi

Model gravitasi hasrus dikalibrasi untuk mendapatkan parameter untuk tiap maksud perjalanan, berdasarkan pola observasi perjalanan. Parameter distribusi adalah factor waktu perjalanan dan kalibrasinya tergantung pada penyesuaian yang berulang dari factor friksi. Penyesuaian dilakukan menerus sampai didapatkan hasil yang mendekati nilai data tahun dasar ketika model gravitasi diterapkan pada tahun dasar bangkitan dan tarikan perjalanan. Dari lima buah zona dalam suatu kota, dua diantaranya adalah zona perumahan dan tiga lainnya adalah zona non-residential. Besaran impedance pada tahun dasar antar zona dinyatakan dalam waktu perjalanan (menit) seperti ditunjukkan pada skema.

3 (5)

(10) (5) 2

4 1 (10) (15) (15) 5

Zone I 1 2 3 4 5

P 500 1000 0 0 0

A 0 0 2 3 5

I|J 1 2

3 300 180

4 150 600

5 50 220

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Pemilihan Moda Transportasi Bangkitan Perjalanan Akhir perjalanan orang Pemilihan Moda Akhir Perjalanan Transit Distribusi Perjalanan Transit Akhir Perjalanan Non-Transit Distribusi Perjalanan Non-Transit

Bangkitan Perjalanan Akhir perjalanan orang Distribusi Perjalanan Pemilihan Moda

Perjalanan Transit

Perjalanan Non-Transit

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

1. Model multinimial logitp( K ) = eU K eU XX

Aplikasi Logit Model Contoh soal: Dari suatu hasil studi, menunjukkan persamaan dalam pemilihan moda: Uk = ak 0.25 X1 0.032 X2 0.015 X3 0.0002 X4 Dimana: X1 = waktu akses dalam menit X2 = waktu tunggu dalam menit X3 = waktu mengangkut / membawa X4 = biaya yang dikeluarkan dalam rupiah Distribusi perjalanan meramalkan perjalanan QIJ = 5000 perjalanan orang/hari. Tahun target pelayanan dari A (mobil) dan B (bis).

Atribut Mobil Bis

X1 5 10

X2 0 15

X3 20 40

X4 100 50

Kalibrasi moda tertentu A = - 0.02 dan B = - 0.56 Jawab: U(A) = - 0.745 dan U(B) = - 1.990 Masukkan ke persamaan logit : p(A) = 0.78 dan p(B) = 0.22 Pembagian ke tiap moda: QIJ (A) = 0.78 . 5000 = 3900 perjalanan orang/hari. QIJ (B) = 0.22 . 5000 = 1100 perjalanan orang/hari.

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Ringkasan Kegunaan dari pemodelan pemilihan moda adalah untuk memperkirakan pilihan moda transportasi dari si pembuat perjalanan. Faktor-faktor yang yang mempengaruhinya adalah: 1. Karakteristik dari si pembuatan perjalanan 2. Karakteristik dari perjalanan 3. Ketersediaan dan pilihan dari moda transportasi yang ada

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Pembebanan Perjalanan pada Jaringan Jalan Tahap terakhir dari proses urutan perencanaan model transportasi adalah berkaitan dengan pilihan rute dari pembuat perjalanan antar zona yang diinginkan dengan moda transportasi dan mengakibatkan pergerakan lal lintas dalam jaringan jalan. Tahapan ini dapat dilihat sebagai model keseimangan antara perkiraan permintaan perjalanan dan penyediaan prasarana transportasi dari fasilitas fisik, dan untuk moda angkutan umum adalah frekuensi pelayanan yang tersedia.

Q IJK adalah perkiraan permintaan pergerakan antar zona, pilihan rute pengguna jalanantar zona I dan J pada jaringan jalan dari moda transportasi K.

Q IJKDiskripsi jaringan, ruas dan node Jalan Model jaringan Jalan

Q IJKP

dan q IJ

Gambar 1. embebanan jaringan, input dan output Deskripsi jaringan jalan Analisa perjalanan zona ditetapkan sebagai node imajimer disebut zone centroid (pusat zona). Untuk menetapkannya dari node jaringan, biasanya ditetapkan sebagai nomor integer positif. Ruas jalan imajiner yang menghubungkan zone centroid dengan jaringan jalan disebut centroid connector. Meskipun bukan merupakan ruas jalan yang nyata, centroid connector diberikan atribut sama dengan kondisi ruas jalan lainnya. Gambar 2 menunjukkan jaringan jalan yang terdiri dari 5 zone centroid, 6 centroid connector, 9 simpang, dan 12 ruas jalan. Nilai angka yang berada dalam kurung adalah impedance ruas jalan sesuai dengan arah pergerakan yang ditunjukkan. Jaringan jalan ini ditunjukkan pula dalam Tabel 1 yang memperlihatkan hubungan langsung antar node.

1

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

1

2

(5)

(5) (8)

(2)

(3)

(4) 7 (6) 8

(4) (4)

6 (7)

3

(6)

(5) (4) (3)

(4)

(5)

(7) (5) (5) (4) (4) (3) (5) (8) (5) (5)

11

9 (3) (7) (7) 10 (5) (8)

4

(6) 12 (5) (2) (2) 13

(2) (4) 14

5 Gambar 2. Jaringan jalan Tabel 1. hubungan ruas antar node I\J 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 6 5 7 3 4 4 3 5 2 4 6 4 4 2 3 7 6 3 5 5 7 8 5 5 4 3 5 5 8 6 5 2 7 8 4 5 4 7 5 8 9 10 11 12 13 14

2

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Algoritma rute terpendek Tahap N II III Ruas i 1 6 Hitung impedance Bandingkan dengan j baru Tahap N-1 6 0+5=5 513 9 9 + 3 = 12 12 > 10 11 9 + 5 = 14 14 < 3 17 + 4 = 21 21 < 4 14 + 4 = 18 18 < 8 14 + 5 = 19 19 > 17 13 14 + 8 = 22 22 < 14 14 + 5 = 19 19 < 5 17 + 2 = 19 19 < 13 17 + 6 = 23 Semua ruas dari node 3, 4, 5, 13 dan 14 ditolak, Urutan sudah kosong dan prosedur berakhir Putusan Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima Ditolak Ditolak Diterima Ditolak Ditolak Diterima Diterima Diterima Ditolak Diterima Diterima Diterima Ditolak

IV

7

9 10

V

8 11

12 VI

Node (j) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

I 0

Total impedance ke node j II III IV V VI 15 21 18 19 5 13 10 9 14 17 22 19

I -

II

Node sebelum j III IV V 7 8 11 12

VI T i d a k b e r u b a h

1 6 7 6 6 10 9 11 11

3

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Hasil akhir dari rute terpendek dari node 1 ke node lainnya : Node j 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Impedance total ke node j 0 15 20 18 19 5 13 17 10 9 14 17 22 19 Node sebelum j 7 8 11 12 1 6 7 6 6 10 9 11 11

4

Oleh : Ir. Nur Hakim, MCE

Contoh: Bebankan pergerakan kendaraan antar zona dari zona 1 pada jaringan jalan dari Gambar sebelumnya. J Q1J 2 800 3 500 4 600 5 200

1800 500 600 200 2100

2

800 800 500 1300 6

7

500

8

500

3

200

600

9

10

600

11

600

4

200

12

200

5

5