SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN
PERUBAHAN BILANGAN TBA SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
ARI NURHAYATI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
ARI NURHAYATI. D14204056. Sifat Kimia Kerupuk Goreng yang Diberi Penambahan Tepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan TBA Selama Penyimpanan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU
Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama dikenal masyarakat luas. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan kandungan gizi kerupuk terutama kandungan protein dan Fe, mengingat kedua zat tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Pembuatan kerupuk halus atau kerupuk sumber protein dapat dilakukan dengan penambahan tepung daging sapi. Tepung daging sapi mengandung protein sekitar 80% (bk) (Anggoro, 2007). Penggunaan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan pada pembuatan kerupuk diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang berimbas pada peningkatan nilai ekonomi produk kerupuk.
Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan cita rasa yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang salah pada kerupuk akan menyebabkan penyerapan uap air dari lingkungan. Khususnya pada lingkungan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi kerupuk akan mudah sekali menyerap uap air dari lingkungan sehingga kerupuk akan mengalami penurunan kerenyahan atau melempem.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat kimia dan perubahan bilangan TBA selama penyimpanan kerupuk tapioka goreng dengan penambahan tepung daging sapi. Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Bagian Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Laboratorium Pilot Plan, PAU-IPB dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai Maret 2008.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Penelitian tahap pertama meliputi pembuatan tepung daging sapi dan penelitian tahap kedua adalah mengaplikasikan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan ke produk yaitu kerupuk.
Penelitian ini mengunakan dua rancangan, yang pertama adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga kali ulangan. Perlakuan yang digunakan yaitu perbedaan konsentrasi tepung daging (0%, 10%, 20%,dan 30% dalam adonan). Rancangan yang kedua menggunakan Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu perbedaan konsentrasi penambahan tepung daging sapi (0%, 10%, 20%,dan 30% dalam adonan) dan periode penyimpanan (H-0, H-14, H-28 dan H-42). Peubah yang diamati adalah kadar air kerupuk mentah, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat, kandungan Fe kerupuk goreng serta kadar air dan, bilangan TBA kerupuk goreng selama penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu, kadar karbohidrat, kandungan Fe, dan kadar protein kerupuk goreng. Kadar lemak kerupuk goreng dan kadar air kerupuk mentah tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Semakin tinggi penambahan tepung daging akan menurunkan kadar karbohidrat dan kadar abu kerupuk goreng serta menaikkan kadar protein kerupuk goreng dan kandungan Fe kerupuk goreng.
Kerusakan yang biasa terjadi pada kerupuk yang disimpan pada suhu ruang adalah penurunan kerenyahan dan timbulnya flavor tengik. Penurunan kerenyahan ditandai dengan kenaikan kadar air. Hasil penelitian menunjukkan kadar air kerupuk goreng selama penyimpanan dipengaruhi oleh penyimpanan (P<0,05). Bilangan TBA meningkat selama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan Bilangan TBA dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,05) dari kerupuk daging sapi.
Kata-kata kunci : kerupuk, tepung daging, sifat kimia
ABSTRACT
Chemical Characteristic of Fried Kerupuk With Added by Beff Meal and Change of TBA Value During Storage.
Nurhayati, A., Z. Wulandari., B. N, Polii
Kerupuk is a popular snack which is usually uses as a complement food. The purpose of this study were to know the effect of addition beef meal in better of “kerupuk” on chemical characteristic and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The level of addition of meat meal were 0%, 10%, 20%, and 30% of total meal or similar with treatment of mixed beef meal in better (0%, 8.6%, 15.9%, and 22.1%, respectively). Variables observed in this study were water content of raw “kerupuk”, and water content, protein content, fat content, ash content, carbohydrate content, Fe content of fried kerupuk, water content and TBA value of fried “kerupuk” during storage. The result showed that treatment with mixed beef meal in “kerupuk” was significantly different on protein content, ash content, carbohydrate content and Fe content of fried “kerupuk”, but was not significantly different on, fat content of fried “kerupuk”and water content of raw “kerupuk” .Water content during storage influenced by time of storage. Increasing water content caused decreasing crispiness of kerupuk. TBA value of fried kerupuk during storage influenced by time storage.
Keywords : “kerupuk”, beef meal, chemical properties
SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN
PERUBAHAN BILANGAN TBA SELAMA PENYIMPANAN
ARI NURHAYATI D14204056
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
SIFAT KIMIA KERUPUK GORENG YANG DIBERI PENAMBAHAN TEPUNG DAGING SAPI DAN
PERUBAHAN BILANGAN TBA SELAMA PENYIMPANAN
Oleh
ARI NURHAYATI
D14204056
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 15 September 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Zakiah Wulandari, S. TP.,M.Si. Ir. B. N. Polii, SU NIP. 132 206 246 NIP. 130 816 350
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................... i
ABSTRACT.......................................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... x
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 3
Daging Sapi............................................................................................... 3 Pengeringan ............................................................................................. 3 Kerupuk ................................................................................................... 4 Bahan Utama Pembuatan Kerupuk ........................................................... 4 Tepung Tapioka ............................................................................ 4 Air ................................................................................................. 5 Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk ..................................................... 6 Bahan Pengembang....................................................................... 6 Bawang Putih ................................................................................ 6 Garam ........................................................................................... 7 Gula .............................................................................................. 7 Pengolahan Kerupuk ................................................................................. 7 Pembuatan Adonan ....................................................................... 7 Pencetakan .................................................................................... 8 Pengukusan ................................................................................... 8 Pengeringan .................................................................................. 9 Penggorengan................................................................................ 9 Faktor Penyebab Kerusakan Kerupuk ...................................................... 9 Penurunan Kerenyahan ................................................................. 10 Kapang .......................................................................................... 10 Oksidasi Lemak dan Ketengikan .................................................. 11 Bilangan Peroksida ........................................................... 12 Bilangan TBA ................................................................... 13
METODE .............................................................................................................. 14
Lokasi dan Waktu ..................................................................................... 14
Materi ....................................................................................................... 14 Rancangan Percobaan ............................................................................... 14 Metode ...................................................................................................... 16 Penelitian Tahap Pertama ............................................................ 16 Penelitian Tahap Kedua ............................................................... 18 Pengukuran Peubah....................................................................... 20 Kadar Air .......................................................................... 20 Kadar Protein .................................................................... 21 Kadar Lemak..................................................................... 21 Kadar Abu ......................................................................... 22 Kadar Karbohidrat ............................................................ 22 Kandungan Zat Besi.......................................................... 22 Bilangan TBA ................................................................... 22 Bilangan Peroksida ........................................................... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 24
Penelitian Tahap Pertama ......................................................................... 24 Pembuatan Tepung daging Sapi ................................................... 24 Penelitian Tahap Kedua ........................................................................... 26 Analisis Proksimat ........................................................................ 27 Kadar Air Kerupuk Mentah .............................................. 27 Kadar Protein Kerupuk Goreng ........................................ 28 Kadar Lemak Kerupuk Goreng......................................... 29 Kadar Abu Kerupuk Goreng ............................................ 30 Kadar Karbohidrat Kerupuk Goreng ................................ 30 Kandungan Zat Besi Kerupuk Goreng.............................. 31 Mutu Kerupuk Goreng Selama Penyimpanan .............................. 32 Kadar Air Selama Penyimpanan ....................................... 32 Ketengikan ........................................................................ 33
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 37
Kesimpulan ............................................................................................... 37 Saran ......................................................................................................... 37
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
LAMPIRAN.......................................................................................................... 42
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Gizi Daging Sapi ................................................... 3
2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka .................................................... 5
3. Komposisi Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ............... 22
4. Komposisi Kimia Tepung Daging dan Tepung Tapioka .................... 24
5. Kandungan Kimia Kerupuk Daging Sapi yang Diberi Perlakuan Penambahan Tepung Daging Sapi dengan Konsentrasi yang Berbeda .................................................................. 27
7. Kadar Air Selama Penyimpanan Kerupuk Daging sapi Goreng......... 32
8. Bilangan TBA Selama Penyimpanan Kerupuk Daging Sapi Goreng ........................................................................................ 35
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Adona Kerupuk yang Siap Dicetak .................................................... 8
2. Cara Pengukusan Adonan Kerupuk .................................................. 8
3. Mekanisme Oksidasi Lemak .............................................................. 11
4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Sapi ....................... 17
5. Diagram Alir Proses Penelitian Pembuatan Kerupuk Daging Sapi ........................................................................................ 19
6. Kerupuk dengan Campuran Tepung Daging pada Taraf yang Berbeda .............................................................................................. 26
7. Grafik Perubahan Bilangan Peroksida Kerupuk Daging Sapi Selama Penyimpanan .................................................................. 34
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Kerupuk Sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1999) .................................................................... 42
2. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Mentah .................................................................................................... 43
3. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng .................................................................................................... 43
4. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng ............................................................................................ 43
5. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Kerupuk Daging Sapi Goreng ........................................................................................... 44
6. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Protein Kerupuk Daging Sapi Goreng ............................................................................... 44
7. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking Kadar Protein Kerupuk Daging sapi Goreng ................................................................ 44
8. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Kerupuk Daging Sapi Goreng ........................................................................................... 45
9. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Abu Kerupuk Daging Sapi Goreng................................................................................ 45
10. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging Sapi Goreng ............................................................................................ 45
11. Uji Lanjut Tukey pada Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging Sapi Goreng ........................................................................................... 46
12. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Fe Kerupuk Daging Sapi Goreng ............................................................................................ 46
13. . Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadungan Fe Kerupuk Daging Sapi Goreng................................................................. 46
14. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penambahan Tepung Daging Sapi ebagai Perlakuan ............................................................................ 47
15. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan sebagai Perlakuan ........................... 47
16. . Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan sebagai Perlakuan .................................................................................. 48
17. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penambahan Tepung Daging Sapi sebagai Perlakuan .......................................................................... 48
18. Hasil Uji Kruskal Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan sebagai Perlakuan ........................... 49
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerupuk merupakan produk makanan kering yang populer yang telah lama
dikenal masyarakat Indonesia. Konsumsi kerupuk biasanya bukan sebagai makanan
utama melainkan sebagai makanan kecil, makanan ringan atau sebagai pelengkap
hidangan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil. Kerupuk yang biasanya
beredar di pasaran hanya dibuat dari tepung terigu dan tepung tapioka yang diberi
bumbu-bumbu dan digoreng. Komponen terbesar kerupuk adalah pati sehingga
kerupuk mempunyai kandungan protein yang rendah. Perlu dilakukan usaha
penganekaragaman makanan (diversifikasi pangan) yang bertujuan meningkatkan
kandungan gizi kerupuk terutama kandungan protein dan Fe, mengingat kedua zat
tersebut sangat dibutuhkan oleh tubuh. Protein sangat dibutuhkan oleh tubuh
berkaitan dengan fungsinya sebagai zat pembangun dan Fe sangat diperlukan untuk
pembentukan sel-sel darah merah sehingga tubuh terhindar dari penyakit anemia.
Pembuatan kerupuk sumber protein dapat dilakukan dengan penambahan
tepung daging sapi. Tepung daging sapi mengandung protein sekitar 80%(bk)
(Anggoro, 2007). Penggunaan tepung daging sapi sebagai bahan tambahan pada
pembuatan kerupuk diharapkan dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang
berimbas pada peningkatan nilai ekonomi produk kerupuk.
Prinsip pembuatan tepung daging sapi adalah dengan cara mengeringkan
daging sapi, dihaluskan kemudian dilakukan pengayakan. Pembuatan tepung daging
sapi dilakukan sebagai usaha pengawetan daging sapi dengan cara pengeringan.
Prinsip dari metode pengeringan ini adalah menurunkan kadar air sampai di bawah
12% dari daging sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
berkembang biak. Selain untuk pengawetan, pembuatan tepung daging juga
memudahkan dalam pengemasan dan penyimpanan.
Penyimpanan kerupuk pada suhu ruang akan menyebabkan terjadinya
perubahan pada kerupuk yang diakibatkan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan.
Perubahan yang sangat nyata adalah ketengikan yang diakibatkan oleh proses
oksidasi lemak. Adanya masalah ketengikan ini akan berdampak perubahan bau dan
cita rasa yang tidak diinginkan oleh konsumen. Selain ketengikan penyimpanan yang
salah pada kerupuk akan menyebabkan penyerapan uap air, khususnya pada
lingkungan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi sehingga menyebabkan
kerupuk mengalami penurunan kerenyahan atau melempem.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis sifat kimia dan
perubahan bilangan TBA selama penyimpanan kerupuk tapioka goreng dengan
penambahan tepung daging sapi.
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Sapi
Daging didefinisikan sebagai daging mentah dari hewan yang digunakan
sebagai makanan (Lawrie, 1998). Daging sapi merupakan daging merah yang sering
dikonsumsi oleh rakyat Indonesia. Komponen bahan kering yang terbesar dari daging
adalah protein sehingga nilai nutrisi dagingnya pun tinggi (Muchtadi dan Sugiyono,
1992). Kandungan gizi yang terdapat dalam daging sapi dapat dilihat pada Tabel 1.
Menurut Soeparno (1992) setiap 100 gram daging dapat memenuhi kebutuhan gizi
orang dewasa setiap hari sekitar 10% kalori, 50% protein 35% zat besi (Fe) dan
sekitar 25-60% kebutuhan vitamin B komplek.
Tabel 1. Kandungan Gizi Daging Sapi
Komponen Kadar (per 100 gram daging sapi)
------------------------------------%----------------------------
Kadar air 75
Kadar protein 18
Kadar lemak 3,5
Kadar abu 1
Kadar karbohidrat 2,5
Kadar Fe (mg) 2,2 Sumber: Lawrie (1998)
Pengeringan
Pengeringan adalah salah satu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang
dikandung melalui penguapan energi panas. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan
pangan mengandung senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak dan
mineral-mineral dalam konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan
zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1993)
Pengeringan daging dalam udara sudah dikenal oleh masyarakat purba yang
berawal dari bagaimana mencari cara sederhana untuk mengawetkan daging jika
mempunyai persediaan daging yang berlebihan. Seiring dengan perkembangan
zaman pengeringan daging yang telah dimasak banyak menggunakan alat pengering.
Bentuk pengeringan yang umum adalah :
1. Pengeringan dari daging cacah yang telah dimasak (cooked minced meat)
atau daging irisan yang telah dimasak dengan menggunakan berbagai alat
pengering.
2. Daging beku kering (freeze dried meat), baik mentah maupun yang telah
dimasak diproduksi dalam jumlah kecil dengan cara membekukan produk
tersebut dalam keadaan hampa udara yang tinggi dan sedikit panas supaya
dapat terjadi sublimasi es menjadi uap air untuk kemudian dikeluarkan dari
sistem dengan menggunakan kondensor bersuhu rendah (Buckle et al.,1985).
Kerupuk
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), kerupuk diartikan sebagai
makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan,
setelah dikukus dan disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak, kemudian
sebagai jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan
membentuk produk yang berongga setelah mengalami proses penggorengan.
Menurut Siaw et al., (1985) kerupuk merupakan salah satu jenis makanan kecil yang
mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang porus serta
mempunyai densitas rendah selama penggorengan. Pada dasarnya kerupuk
diproduksi melalui proses gelatinisasi pati pada tahap pengukusan, selanjutnya
dicetak dan dikeringkan. Kerupuk didefinisikan sebagai jenis makanan kering yang
terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi (Wiriano, 1984).
Bahan Baku Pembuatan Kerupuk
Lavlinesia (1995) menyatakan bahwa bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan kerupuk dibagi atas dua kelompok, yaitu bahan utama dan bahan
tambahan. Bahan baku adalah bahan-bahan yang digunakan dalam jumlah yang besar
dan fungsinya tidak dapat digantikan oleh bahan yang lain seperti contohnya adalah
tepung tapioka dan air.
Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu segar (Manihot
utilissima POHL) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan
dikeringkan (SNI, 1994). Pati merupakan komponen tapioka dan merupakan
senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi tepung tapioka
mudah dilakukan (Rusmono, 1983).
Pati (starch) mempunyai dua komponen utama, yaitu amilosa (fraksi terlarut)
dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985), amilopektin
merupakan salah satu komponen pati yang dapat mempengaruhi daya kembang
kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan
pengembangan kerupuk yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa
tinggi. Kandungan kimia tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.
Daya kembang dan tekstur akhir dari produk dipengaruhi oleh ratio amilosa
dan amilopektin dari pati (Yu et, al., 1993). Amilosa cenderung mengurangi daya
kembang dan meningkatkan densitas kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi
sebaliknya, yaitu meningkatkan daya kembang dan menurunkan densitas kerupuk
(Setiawan, 1988).
Tabel 2. Kandungan Kimia Tepung Tapioka
Parameter Komposisi
-------------------------%-----------------------
Kadar Air 12,00
Kadar Lemak 0,30
Kadar Abu 0,30
Kadar Protein 0,50
Karbohidrat 86,90 Sumber. Departemen Kesehatan RI (1981)
Air
Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk akan mempengaruhi
tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk akhir. Bila
jumlah air kurang, tidak terjadi gelatinisasi sempurna selama pengukusan sehingga
kerupuk tidak dapat mengembang dengan baik. Apabila jumlah air yang digunakan
berlebih, adonan menjadi lembek sehingga adonan sulit dibentuk dan kerupuk sulit
diiris (Mohammed et al., 1988). Fungsi air dalam adonan kerupuk adalah untuk
melarutkan garam, gula dan bumbu-bumbu, juga untuk menyebarkan bahan-bahan
secara merata dalam pembuatan adonan. Perbandingan air dan tepung untuk
mendapatkan adonan yang baik adalah 1:3 (Lavlinesia, 1995)
Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk
Bahan tambahan adalah bahan yang diperlukan untuk melengkapi bahan baku
dalam proses pembuatan kerupuk. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam
pembuatan kerupuk adalah garam, gula, bumbu, dan bahan pengembang. Ikan,
udang, dan telur dapat dikategorikan sebagai bahan tambahan (Suarman, 1996).
Bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk berfungsi untuk memperbaiki
dan menambah cita rasa kerupuk (Djumali et al., 1982).
Bahan Pengembang
Pengembang adonan dapat berasal dari uap air, udara dan gas CO2, tetapi
yang utama adalah pengembang CO2 yang berasal dari pereaksi kimia atau hasil
fermentasi mikroorganisme. Menurut Lavlinesia (1995), pereaksi kimia yang umum
digunakan merupakan kumpulan garam anorganik yang ditambahkan ke dalam bahan
pangan atau gabungan dengan pereaksi lainnya. Tepung soda kue merupakan bahan
pengembang adonan yang terdiri dari NaHCO3 dan tepung (Winarno, 1997)
Bahan pengembang yang biasa digunakan dalam pembuatan kerupuk adalah
soda kue atau natrium bikarbonat (NaHCO3) karena harganya relatif murah,
kemurnian tinggi, cepat larut dalam air pada suhu kamar dan toksisitasnya rendah.
Penggunaan bahan pengembang natrium bikarbonat (NaHCO3) pada prinsipnya
menghasilkan gas CO2 sehingga kerupuk menjadi mekar ketika kerupuk digoreng
(Wiriano 1984). Natrium bikarbonat (NaHCO3) apabila mengalami pemanasan akan
menghasilkan natrium karbonat, karbondioksida dan air. Reaksi adalah sebagai
berikut:
2 NaHCO3 NaCO3 + H2O + CO2
Bawang Putih (Allium sativum L).
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan
cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa
ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang
khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budhiarti, 1995). Bawang
putih harus digunakan dengan hati-hati karena adanya bau yang kuat dan rasa yang
kurang disukai bila digunakan secara berlebih.
Garam
Garam merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam proses
pembuatan kerupuk. Fungsi penambahan garam dalam adonan yang adalah sebagai
penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan yang akan menentukan
kualitas produk. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai
penambah cita rasa pada pangan (Soeparno, 1992).
Gula
Gula berperan penting dalam memberikan rasa manis pada kerupuk.
Pemakaian gula biasanya 2-2,5%, pemakaian gula berlebih menyebabkan makin
sedikit air terserap tepung dalam adonan sehingga pengembangan dapat berkurang
(Wiriano, 1984).
Pengolahan Kerupuk
Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki
mutu bahan pangan baik dari nilai gizi maupun daya cerna, memberikan kemudahan
dalam penanganan, mereduksi biaya, memperbaiki cita rasa dan aroma, dan
memperpanjang masa simpan (Damayanthi, 1998). Pembuatan kerupuk meliputi
tujuh tahap proses, yaitu pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan,
pengirisan, pengeringan dan penggorengan.
Pembuatan Adonan
Faktor terpenting dalam pembuatan adonan adalah homogenitas adonan,
karena sifat ini akan mempengaruhi keseragaman produk akhir yang dihasilkan.
Pembuatan adonan kerupuk ada dua jenis proses yang dilakukan oleh masyarakat
Jawa Timur yaitu proses panas dan proses dingin. Proses panas pada pembuatan
adonan kerupuk yaitu pemasakan terlebih dahulu bahan tambahan kemudian
dicampur dengan bahan utama. Proses dingin pada pembuatan adonan kerupuk yaitu
mencampurkan semua bahan dan diaduk sampai homogen tanpa melalui pemasakan
pendahuluan (Wiriano, 1984). Adonan kerupuk yang baik adalah homogen dan tidak
lengket di tangan.
Gambar 1. Adonan Kerupuk Siap Dicetak
Pencetakan
Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan
dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan
menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam (Muchtadi et al., 1988)
Pengukusan
Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui
media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 1000C. Selama proses pengukusan
panas dipindahkan ke produk melalui konveksi. Pengukusan merupakan tahap
penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat
dengan pengembangan kerupuk saat digoreng (Suarman, 1996). Pengukusan yang
terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak,
sehingga proses pengeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan
yang setengah matang menyebabkan pati tidak tergelatinisasi dengan sempurna dan
akan menghambat pengembangan kerupuk. Menurut Djumali et al. (1982), adonan
yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya
kenyal.
Gambar 2. Cara Pengukusan Adonan Kerupuk
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air melalui
penggunaan energi panas. Pengurangan kadar air menyebabkan kandungan senyawa-
senyawa bahan pangan seperti protein, karbohidrat, lemak dan mineral dalam
konsentrasi yang lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada
umumnya menjadi rusak atau berkurang (Winarno, 1993). Keuntungan pengeringan
adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume yang lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang dan distribusi. Pengeringan dapat dilakukan
dengan menggunakan artificial dryer (alat pengering) atau dengan sun drying
(penjemuran) yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Penggorengan
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan
menggunakan lemak atau minyak pangan. Secara komersial bahan pangan yang
digoreng atau (fried food) digoreng dengan menggunakan sistem deep frying. Pada
proses penggorengan dengan menggunakan sistem deep drying, bahan pangan yang
digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak mencapai 200-205°C (Ketaren,
1986). Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat
menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan
suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan
(Ketaren, 1986).
Secara umum penggorengan kerupuk dilakukan dengan menggoreng kerupuk
langsung di dalam minyak panas dengan menggunakan minyak yang banyak
sehingga kerupuk terendam (Wiriano, 1984). Pada proses penggorengan kerupuk
mentah, kerupuk akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air
yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap
yang mengembangkan struktur kerupuk (Lavlinesia,1995).
Faktor Penyebab Kerusakan Kerupuk Goreng
Kerusakan bahan pangan dapat diartikan sebagai perubahan yang terjadi pada
pangan (mentah atau olahan) dimana sifat-sifat kimiawi, fisik dan organoleptik bahan
pangan tersebut yang telah ditolak oleh konsumen. Faktor penyebab kerusakan
pangan dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu yang secara alamiah
sudah terdapat di dalam produk pangan dan tidak dapat dicegah hanya dengan
pengemasan saja dan kerusakan yang tergantung dari lingkungan sekitar yang
kemungkinan dapat dikendalikan dengan adanya pengemasan (Buckle et al.,1985).
Beberapa kerusakan yang dapat terjadi pada kerupuk selama penyimpanan antara
lain penurunan kerenyahan, tumbuhnya kapang dan munculnya flavor tengik.
Penurunan Kerenyahan
Kerupuk merupakan bahan pangan berongga yang memiliki kadar air yang
rendah (kurang dari 3%). Penyimpanan kerupuk yang dikemas polietilen pada suhu
ruang biasanya mengalami perubahan fisik yaitu terjadinya penyerapan air. Tingkat
penyerapan air tergantung pada kondisi lingkungan. Lingkungan yang memiliki RH
tinggi, mengakibatkan kerupuk akan lebih cepat menyerap air dari lingkungannya
sebagai reaksi untuk menuju kondisi keseimbangan yang akan menyebabkan
kerupuk menjadi melempem. Katz dan Labuza (1981) menduga air akan melarutkan
dan melunakkan matriks pati dan protein yang ada pada sebagian bahan pangan yang
mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk kerenyahan. Laju penyerapan
air juga dipengaruhi oleh kemampuan air menembus kemasan plastik. Makin besar
pori-pori plastik maka laju penyerapan air akan makin cepat. Laju penyerapan air
akan semakin kecil pada saat kerupuk hampir mencapai kondisi keseimbangan
terhadap lingkungan.
Kapang
Beberapa jenis kapang seperti Mucor, Neurospora dan Rhizopus yang
tumbuh cepat pada bahan pangan yang berkadar air tinggi, tidak menjadi masalah
bila nilai aw bahan pangan tersebut ditentukan jauh dibawah 0,09. Hanya jenis
xerofilik yang dapat tumbuh pada nilai Aw dibawah 0,85 (Purnomo, 1995)
Jenis xerofilik yang banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah
Aspergillus conicus, eremascus albus, eurotium asmtelodam dan Eurotium rubrum,
sedangkan Chrysosporium fasttidium psds nilai aw 0,61. Semua jenis kapang
xerofilik bersifat mikrotoksik, racun ini diproduksi pada nilai aw 0,75 (Purnomo,
1995)
Oksidasi Lemak dan Ketengikan
Lemak merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain
karbohidrat dan protein, oleh karena itu peranan lemak dalam menentukan
karakteristik bahan pangan cukup besar (Apriyantono, 2001). Reaksi yang penting
pada minyak dan lemak adalah reaksi hidrolisis, oksidasi dan hidrogenasi, dimana
reaksi ini akan menurunkan mutu dari minyak atau lemak. Kerusakan lemak yang
paling utama adalah terjadinya reaksi ketengikan yang ditandai dengan timbulnya
bau dan rasa tengik. Reaksi ketengikan terjadi oleh adanya reaksi outooksidasi dari
radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986). Reaksi
outooksidasi diawali dengan periode induksi dimana sebelum tengik, minyak atau
lemak akan mengikat oksigen dari udara secara perlahan-lahan. Autooksidasi radikal
bebas dari lipid ditandai oleh empat tahapan utama yaitu inisiasi (initation),
perambatan (propagation), pembentukan cabang (branching) dan penghentian
(termination) (Purnomo, 1995). Keempat tahap mekanisme oksidasi lipid dapat
digambarkan sebagai berikut:
Inisiasi : RH R● + H●
Perambatan : R● + O2 ROO●
ROO● + RH ROOH● + R
2RH Pembentukan : ROOH RO● + OH● 2R● + ROH + H2O
Cabang (Dekomposisi monomolekuler)
: 2 ROOH ROO● + RO● + H2O
(Dekomposisi bimolekuler)
Penghentian : ROO● + ROO● ROOR + O2
R● + R● R – R
R● + ROO● ROOR
Gambar 3. Mekanisme Oksidasi Lemak
Tahap awal reaksi oksidasi (inisiasi) dimulai dengan terjadi pelepasan
hidrogen dari asam lemak tidak jenuh secara homolitik sehingga terbentuk radikal
alkil yang terjadi karena adanya inisiator (panas, oksigen aktif, logam atau cahaya).
Pada keadaan normal radikal alkil cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal
peroksi dimana radikal peroksi ini bereaksi lebih lanjut dengan asam lemak tidak
jenuh membentuk hidroproksida dan radikal alkil, kemudian radikal alkil yang
terbentuk ini bereaksi dengan oksigen. Laju oksidasi meningkat dengan
meningkatnya jumlah ikatan rangkap pada asam lemak, sebagai contoh, asam
linoleat (18:2) dioksidasi 10 kali lebih cepat daripada asam oleat (18:1).
Hidroperoksida asam lemak tak jenuh yang terbentuk karena oksidasi sangat tidak
stabil dan mudah mengalami pemecahan dan membentuk berbagai senyawa flavor
dan juga produk nonvolatil. Dekomposisi hidroperoksida melibatkan pemutusan
gugus-OOH sehingga terbentuk radikal alkoksi dan radikal hidroksi. Radikal alkoksi
kemudian mengalami pemutusan beta pada rantai C-C sehingga terbentuk aldehid
dan radikal alkil. Berbagai senyawa yang dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya
hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol dan heterosiklik. Oksidasi
lipid disamping dapat menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna dan tersedia
sebagai sumber energi juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal. Senyawa-
senyawa radikal dalam bahan pangan dapat terserap ke dalam tubuh kemudian dapat
memicu terbentuknya senyawa radikal dalam tubuh.
Uji ketengikan dilakukan untuk menentukan derajat ketengikan dengan
mengukur senyawa-senyawa hasil oksidasi. Pengukuran yang dapat dilakukan adalah
dengan menentukan bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji asam
thiobarbiturat, dan uji oven Schaal (Winarno, 1997).
Bilangan Peroksida. Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Cara yang sering
digunakan untuk menentukan bilangan peroksida adalah berdasarkan pada reaksi
antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang
dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan
peroksida ini kurang baik apabila dibandingkan dengan cara iodometri meskipun
peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida
jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Disamping itu dapat terjadi kesalahan yang
disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren,1986)
Bilangan TBA. Ketengikan dalam bahan pangan dapat diukur menggunakan uji
thiobarbiturat (TBA). Uji ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen berwarna merah
sebagai hasil kondensasi antara dua molekul thiobarbiturat dengan satu molekul
malonaldehid, intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat ketengikan
makanan yang diperiksa, yang ditentukan dengan alat pengukur intensitas warna
(spektofotometer) pada panjang gelombang 528 nm (Syarief dan Halid, 1993).
Persenyawaan malonaldehida secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan di-
peroksida pada gugus pentadehida yang disusul dengan pemutusan rantai molekul
atau dengan cara oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang dihasilkan dari penguraian
monohidro peroksida.
Uji TBA ini merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak
jenuh (P.U.F.A), dan baik diterapkan untuk uji terhadap lemak pangan yang
mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi. Hal tersebut
terjadi pada kasus bahan pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat
ketidakjenuhan yang lebih tinggi dari asam linoleat, yang dapat mempengaruhi
stabilitas flavour (Ketaren, 1986).
Keuntungan dari uji ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk
menguji lemak dalam suatu bahan tanpa mengekstrasi fraksi lemaknya. Kelemahan
uji TBA adalah terdapatnya beberapa persenyawaan selain hasil oksidasi lemak
berupa asam yang ikut tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat
dilakukan uji TBA.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitan ini dilakukan di Laboratorium Bagian Pengolahan Pangan Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Laboratorium Pilot Plan, PAU-IPB dan Laboratorium
Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan Februari sampai Maret 2008.
Materi
Alat yang digunakan pada pembuatan kerupuk daging sapi meliputi oven,
blender, food prosessor, timbangan, panci, kompor, loyang, pisau, wajan dan
kantong platik Polypropilen (PP). Alat yang digunakan untuk uji kimia meliputi,
cawan alumunium, labu kjeldahl, bunsen, labu Elenmeyer, labu penyulingan, labu
destruksi, buret, desikator, kondensor, ekstrasi Soxhlet, kertas saring, cawan porselin,
AAS, labu volumetrik, stomacer dan pipet.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk daging adalah daging
sapi segar, tepung tapioka, garam, air, gula, bawang putih, dan soda kue. Bahan yang
digunakan untuk uji kimia adalah H2SO4, NaOH, pelarut hexana, larutan asam
HClO4, HNO3, H2SO4, akuades, antifoam, pereaksi TBA.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan dua rancangan percobaan. Rancangan pertama
adalah Rancangan Acak Lengkap (untuk kerupuk mentah dan kerupuk yang baru
digoreng sebelum penyimpanan). Perlakuan yang digunakan sebanyak empat jenis
yaitu persentase penambahan tepung daging yang berbeda (0%, 10%, 20%, 30%) dan
ulangan dilakukan tiga kali. Peubah yang dianalisis meliputi kadar air kerupuk
mentah serta kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat dan
kandungan Fe kerupuk goreng
Rancangan kedua adalah Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial (untuk
kerupuk goreng selama penyimpanan). Rancangan Acak Lengkap Pola Faktorial ini
menggunakan empat perlakuan yaitu persentase penambahan tepung daging yang
berbeda (0%, 10%, 20%, 30%) serta empat periode penyimpanan (H-0, H-14, H-28,
H-42) dan ulangan dilakukan tiga kali. Peubah yang dianalisis meliputi perubahan
bilangan TBA dan kadar air kerupuk goreng selama penyimpanan.
Model matematika untuk rancangan acak lengkap adalah sebagai berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan
µ = Rata-rata umum
αi = Pengaruh taraf penambahan tepung daging sapi ke-i (0%, 10%, 20% dan
30%)
εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan taraf penambahan tepung daging
sapi ke-i
Model matematika untuk rancangan acak lengkap pola faktorial adalah
sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yij = Hasil pengamatan
µ = Rata-rata umum
αi = Pengaruh taraf penambahan tepung daging sapi ke-i (0%, 10%, 20%
dan 30%)
βj = Pengaruh lama penyimpanan ke-j (j = 0, 14, 28 dan 42 hari)
(αβ)ij = Pengaruh interaksi pada taraf penambahan tepung daging sapi ke-i
dengan lama penyimpanan pada taraf ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan kombinasi konsentrasi tepung
daging sapi ke-i dan lama penyimpanan hari ke-j
Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dilakukan uji asumsi yang meliputi
kehomogenan ragam, kenormalan data, keaditifan data dan kebebasan galat
menggunakan software Minitab 14. Data yang memenuhi asumsi diolah
menggunakan uji parametrik yaitu analisis keragaman (ANOVA). Perlakuan yang
menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey
untuk mengetahui perlakuan mana yang memberikan pengaruh yang berbeda dengan
menggunakan software Statistix 8. Data yang tidak lolos uji asumsi, dianalisis
dengan menggunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Persamaan statistik non
parametrik Kruskal-Wallis yaitu sebagai berikut :
H= 12/N(N+1) x ∑ Ri2 / Ni - 3 (N+1)
Keterangan :
Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
N = Jumlah total pengamatan
Perlakuan yang menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut
menggunakan uji beda rataan ranking menurut Hollander dan Wolfe (1973). Rumus
yang digunakan yaitu:
|Ri-Rj| ≤ Zα (K(N+1) / 6)0,5
Keterangan :
Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i
Ni = Jumlah pengamatan dalam perlakuan ke-i
Zα = Nilai Z untuk pembanding lebih dari 2 rata-rata (0,05 dan 0,01)
N = Jumlah total pengamatan
K = Jumlah taraf dalam perlakuan
Jika nilai |Ri-Rj| ≤ Zα (K(N+1) / 6)0,5 maka perlakuan Ri dan Rj dikatakan
berbeda pada taraf α.
Metode
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap penelitian. Penelitian tahap pertama
adalah pembuatan tepung daging menggunakan oven dengan pemanasan 600C
selama 24 jam. Penelitian tahap kedua adalah aplikasi penggunaan tepung daging
dalam pembuatan produk olahan kerupuk dan penyimpanan kerupuk selama enam
minggu.
Penelitian Tahap Pertama
Pembuatan tepung daging dilakukan dengan pengeringan menggunakan oven
pada suhu 600C selama 24 jam. Tepung daging yang dihasilkan pada penelitian tahap
pertama dianalisis proksimat untuk mengetahui kandungan kimia dari tepung daging.
Setelah itu tepung daging digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan kerupuk.
Skema pembuatan tepung daging dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daging Sapi
Penelitian Tahap Kedua
Tepung daging yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan diaplikasikan
pada pembuatan produk olahan berupa kerupuk (sebagai bahan tambahan dalam
adonan). Pembuatan kerupuk dengan bahan dasar 100 gram tepung tapioka dan
campuran tepung daging dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
sebagian tepung tapioka (25 gram), sebagian air (± 40 gram), soda kue, garam, gula,
bawang putih dipanaskan sampai terbentuk biang. Selanjutnya ditambahkan dengan
tepung daging dan diaduk sampai homogen. Sisa tepung tapioka dicampurkan sambil
ditambahkan sedikit demi sedikit air yang telah dihangatkan (70-80ºC) sambil diaduk
dengan tangan sampai adonan homogen dan kalis.
Dicuci dan dilakukan pembuangan lemak
Dikeringkan dalam oven pada suhu 600C selama 24 jam
Digiling menggunakan blender sampai halus
Diayak dengan ayakan 40 mesh
Tepung daging Sapi
Daging sapi beku
Dilakukan thawing dalam refrigerator
Daging sapi segar
Digiling dengan menggunakan food processor lalu diratakan dalam loyang.
Setelah kalis, adonan kerupuk tersebut diletakkan dalam loyang cetakan
alumunium dan dikukus sampai matang (± 120 menit). Tanda adonan telah matang
yaitu tidak lengket pada garpu atau lidi yang ditusuk ke dalam adonan. Setelah
matang kemudian diangin-anginkan pada suhu ruang (± 2 jam). Selanjutnya
didinginkan dalam refrigerator selama 18 jam. Tujuan penyimpanan adonan kerupuk
dalam refrigerator setelah pengukusan agar diperoleh adonan kerupuk dengan
tekstur yang agak kenyal, kompak, dan mudah diiris. Adonan selanjutnya diiris tipis-
tipis dengan ketebalan maksimal 3 mm dan dikeringkan dalam oven bersuhu 500C
selama 18 jam. Penggorengan kerupuk dilakukan secara deep frying pada suhu 180-
2000C selama 10-20 detik. Setelah kerupuk mengembang diangkat dari wajan dan
ditiriskan. Kerupuk dibungkus dengan plastik Polypropilen (PP) dan disimpan pada
suhu ruang. Skema pembuatan kerupuk dapat dilihat pada Gambar 5. Komposisi
bahan-bahan yang digunakan dalam membuat kerupuk daging sapi dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Bahan untuk Pembuatan Kerupuk Daging Sapi
Komposisi
Bahan 1 2 3 4
gram % gram % gram % gram %
Tepung tapioka 100 94,34 100 86,2 100 79,4 100 73,5
Tepung daging 0 0 10 8,6 20 15,9 30 22,1
Garam 3 2,8 3 2,6 3 2,3 3 2,2
Gula 1,5 1,4 1,5 1,3 1,5 1,2 1,5 1,1
Bawang putih 1 0,86 1 0,86 1 0,79 1 0,73
Soda kue 0,5 0,4 0,5 0,43 0,5 0,39 0,5 0,36
Total 106 116 126 136 Keterangan : 1. = 0 gram tepung daging dan 100 gram tapioka 2. = 10 gram tepung daging dan 100 gram tepung tapioka 3. = 20 gram tepung daging dan 100 gram tepung tapioka 4. = 30 gram tepung daging dan 100 gram tepung tapioka
Gambar 5. Diagram Alir Proses Penelitian Pembuatan Kerupuk Daging Sapi (Modifikasi Dari Wiriano 1984)
Dihomogenkan
Pembuatan adonan dengan penambahan sisa tapioka sambil ditambahkan air sedikit demi sedikit sampai adonan kalis
Adonan kerupuk dicetak dalam loyang dan dikukus selama 120 menit
Didinginan dalam refrigerator 18 jam
Diiris dengan ketebalan 3 mm
Dikeringkan pada oven dengan suhu 500C selama 18 jam
Dilakukan penggorengan (180-2000C, 10-20 detik)
Dilakukan penyimpanan sesuai perlakuan (0, 14, 28, 42 hari)
Dipanaskan sampai terjadi gelatinisasi sebagian
Diangin-anginkan pada suhu ruang selama 2 jam
Tepung daging
Air 40%, gula, garam, bawang putih, soda kue dan ¼ bagian tapioka
Adonan matang
Kerupuk goreng
Kerupuk mentah kering
Dikemas dalam plastik PP
Pengukuran kadar air kerupuk mentah
Pengukuran kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat dan kandungan Fe kerupuk goreng
Pengukuran kadar air dan bilangan TBA selama penyimpanan
Pengukuran Peubah
Peubah yang diukur adalah sifat kimia kerupuk goreng. Pengujian terhadap
sifat kimia meliputi kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar karbohidrat dan
kandungan Fe kerupuk goreng. Pengukuran kadar air dilakukan pada kerupuk
mentah. Penurunan mutu pada kerupuk diketahui dengan melakukan pengukuran
terhadap kadar air dan bilangan TBA kerupuk goreng selama penyimpanan. Sebagai
data tambahan dilakukan pengukuran terhadap bilangan peroksida kerupuk goreng
secara komposit
Kadar Air. Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven
(AOAC, 1984). Pengujian terhadap kadar air dilakukan pada kerupuk mentah
sebelum digoreng dan kerupuk setelah digoreng. Sebanyak satu gram sampel
kerupuk ditimbang dalam cawan alumunium yang berat keringnya telah diketahui
sebelumnya. Wadah beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 105oC
selama 8 jam. Kemudian didiamkan dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar air
dihitung dengan persamaan dibawah ini.
Berat sampel (segar-kering) (gram) Kadar Air (%BB) = X 100% Berat sampel segar (gram)
Kadar Protein. Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl
(AOAC, 1984). Sampel kerupuk sebanyak 0,25 gram, dimasukkan ke dalam labu
kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 0,25 gram Selenium dan 3 ml H2SO4 pekat.
Kemudian di lakukan destruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama satu
jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin ditambahkan 50 ml
akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu
Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom
Cresol Green- Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan
(destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau biruan, destilasi dihentikan dan
dilakukan titrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang
sama dilakukan juga terhadap blanko. Kadar protein dihitung dengan rumus dibawah
ini.
(S-B) x 0,014 x N HCl x 6,25 Kadar Protein Kasar = X 100% w
Keterangan :
S : volume titran sampel (ml)
B : volume titran blanko (ml)
w : bobot sampel kering (mg)
Kadar Lemak. Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode Soxhlet
(AOAC 1984). Labu yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Sebanyak dua gram sampel
kerupuk disebar diatas kapas yang beralaskan kertas saring dan digulung membentuk
thimble, lalu dimasukkan ke dalam alat ekstrasi Soxhlet. Kemudian dilakukan
ekstrasi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut lemak berupa heksana sebanyak
150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C
selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya
ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan persamaan di bawah ini.
Berat lemak (gram) Kadar Lemak (% BB) = X 100% Berat sampel (gram)
Kadar Abu. Sampel kerupuk sebanyak satu gram ditempatkan dalam cawan porselin
dan dibakar sampai tidak berasap kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 6000C
selama 1 jam. Kadar abu di hitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
Berat abu (g) Kadar Abu (% BB) = X 100%
Berat sampel (g)
Kadar Karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar karbohidrat (%) = 100% - % (protein + lemak + air +abu)
Kadar Zat Besi (Apriyantono et al., 1989). Pengukuran kadar besi dilakukan
dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometry (AAS). Sampel
sebanyak 2-5 gram dimasukkan ke dalam labu destruksi kemudian diuapkan.
Sebanyak 10 ml larutan asam HClO4 + HNO3 + H2SO4 dengan perbandingan (6 : 6 :
1) ditambahkan kedalam labu destruksi berisi sampel tersebut. Sampel didestruksi
sampai larutan berwarna jernih. Sampel yang sudah didinginkan kemudian
diencerkan dalam labu volumetrik 50 ml. Absorban sampel kemudian diukur dengan
menggunakan AAS pada panjang gelombang 256. Kadar zat besi ditentukan dengan
menggunakan kurva standar yang diperoleh melalui pengukuran larutan standar.
Analisis Bilangan TBA (Tarladgis et al., 1960). Pengukuran bilangan TBA
dilakukan untuk mengetahui terjadinya ketengikan melalui pengukuran kadar
malonildehida yang terbentuk. Sampel kerupuk ditimbang sebanyak tiga gram, lalu
dimasukkan ke dalam waring blender kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan
dihancurkan selama dua menit. Larutan dipindahkan ke dalam labu destilasi 1000 ml
sambil dicuci dengan 48,5 ml akuades. Larutan ditambahkan 1,5 ml HCl (4 mol)
sampai pH menjadi 1,5 lalu tambahkan batu didih dan sedikit bahan pencegah buih
(antifoam) ke dalam labu destilat. Dilakukan destilasi dengan pemanasan selama 10
menit hingga diperoleh destilat sebanyak 50 ml. Destilat yang diperoleh disaring
kemudian diambil 5 ml lalu dipindahkan dalam labu erlenmeyer berukuran 50 ml.
Tambahkan 5 ml reagen TBA lalu ditutup (reagen TBA terdiri dari 0,02 M
thiobarbituric-acid dalam 90% asam asetat glasial). Tabung ditutup dan dipanaskan
selama 35 menit dalam air mendidih, selanjutnya didinginkan. Absorbansi destilat
diukur pada panjang gelombang pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan
blanko sebagai titik nol. Larutan blanko dibuat dari campuran 5 ml air suling
ditambah 5 ml pereaksi TBA. Bilangan TBA dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Bilangan TBA (mg malonaldehida /kg) = 7.8 x absorbansi
Bilangan Peroksida. Kerupuk ditimbang sebanyak lima gram lalu dimasukkan ke
dalam labu erlenmeyer berukuran 250 ml. Kemudian ditambahkan 30 ml larutan
asam asetat dan kloroform dengan perbandingan (3 : 2). Larutan digoyangkan sampai
bahan terlarut semua, lalu ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI, didiamkan satu
menit kemudian tambahkan 30 ml akuades. Setelah itu dititrasi dengan 0,1 N
Na2S2O3 sampai warna kuning hilang lalu ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1%.
Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. Bilangan peroksida dinyatakan dalam
mili-ekiuvalen dari peroksida dalam setiap 1000 g contoh.
ml Na2S2O3 x N thiosulfat x 1000 Bilangan Peroksida (meq/kg) = berat sampel (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama
Pembuatan Tepung Daging Sapi
Dalam penelitian tahap pertama dilakukan pembuatan tepung daging sapi
yang digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan kerupuk. Pengeringan
dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 600C. Daging sapi yang telah kering
digiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Analisis proksimat dilakukan untuk
mengetahui kandungan gizi tepung daging. Komposisi kimia tepung daging sapi
yang dihasilkan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tepung Daging Sapi dan Tepung Tapioka
Parameter Tepung Daging
Tepung Tapioka * SNI Tepung Ikan**
Kadar Air (%) 5,98 12,00 Maks 10
Kadar Lemak (%bb) 6,30 0,30 Maks 8
Kadar Abu (%bb) 3,98 0,30 Maks 20
Kadar Protein (%bb) 81,62 0,50 Min 65
Kadar Karbohidrat (%bb) 2,14 86,90 -
Kandungan Fe (ppm) 64,41 - - Sumber * = Departemen Kesehatan RI (1981)
** = SNI 01-2715-1992
Kadar air merupakan faktor penting dalam menentukan mutu tepung daging
sapi. Kadar air pada produk tepung sangat erat hubungannya dengan stabilitas
produk dan umur simpannya. Kadar air dari produk tepung daging sapi adalah
sebesar 5,98%. Pengeringan daging bertujuan untuk menurunkan kadar air dari
produk, sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang
biak. Pengeringan daging juga bertujuan untuk mempermudah penyimpanan.
Ketentuan untuk standar maksimal kadar air pada tepung ikan yang digunakan
sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah sebesar 10%.
Kadar air pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini sudah
memenuhi syarat mutu produk tepung.
Kadar lemak pada tepung daging adalah sebesar 6,30% (bb), sedangkan
kandungan lemak pada tepung tapioka adalah sebesar 0,30%. Pembuangan lemak
(triming) terlebih dahulu dilakukan sebelum daging dikeringkan hal ini dilakukan
untuk mencegah ketengikan pada saat pengeringan berlangsung, selain itu triming
juga bertujuan untuk mengurangi kandungan lemak pada tepung daging sapi.
Ketentuan untuk standar maksimal kadar lemak pada tepung ikan yang digunakan
sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah sebesar 8%
(bb). Kadar lemak pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini sudah
memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.
Abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu bahan makanan dibakar dengan
sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan banyaknya
mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap (Sediaoetama, 1996).
Kandungan abu pada tepung tapioka sangat rendah hanya sebesar 0,05% (bb)
sedangkan pada tepung daging sapi mencapai 3,98% (bb). Hal ini disebabkan karena
kandungan mineral pada tepung daging lebih tinggi daripada tepung tapioka.
Natrium, kalium, dan fosfor terdapat pada jumlah yang besar dalam jaringan otot
(deMan, 1997). Ketentuan standar maksimal untuk kadar abu pada tepung ikan yang
digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI 01-2715-1992 adalah
sebesar 20% (bb). Kadar abu pada tepung daging sapi yang dihasilkan dari penelitian
ini sudah memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.
Protein merupakan komponen terbesar dari tepung daging sapi yaitu sebesar
81,62% (bb), sedangkan protein yang terdapat dalam tapioka hanya 0,30% (bb).
Kandungan protein tepung daging sapi meningkat secara signifikan apabila
dibandingkan dengan protein daging segar yaitu sekitar 18% (bb), hal ini disebabkan
oleh adanya penurunan kadar air yang diakibatkan pengeringan. Tepung daging sapi
dapat digunakan sebagai bahan tambahan sumber protein. Menurut SNI 01-2715-
1992 standar minimal kadar protein pada tepung ikan yang digunakan sebagai
pembanding adalah sebesar 65% (bb). Kadar air pada tepung daging sapi yang
dihasilkan dari penelitian ini sudah memenuhi syarat mutu tepung sumber protein.
Kandungan karbohidrat yang terkandung dalam tepung daging sapi adalah
sebesar 2,14% (bb). Karbohidrat yang menyusun daging berupa glikogen.
Karbohidrat adalah penyusun terbesar dari tepung tapioka yaitu sebesar 86,9% (bb).
Karbohidrat dalam tepung tapioka terdiri dari amilosa dan amilopektin. Tahir (1985)
menyatakan bahwa amilopektin merupakan salah satu komponen yang dapat
mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi
dari kandungan amilosanya akan memberikan kecenderungan pengembangan
kerupuk yang lebih besar dibandingkan dengan kandungan amilosa tinggi.
Zat besi (Fe) merupakan mineral mikro penting bagi tubuh yang banyak
terdapat dalam hemoglobin dan sel-sel otot khususnya mioglobin. Sumber zat besi
bahan pangan yang berasal dari hewani adalah hati, daging, dan kuning telur. Zat
besi yang berasal dari hasil ternak lebih mudah diserap dibandingkan dari hasil
nabati. Kandungan zat besi pada tepung daging sapi adalah sebesar 64,41 ppm.
Penelitian Tahap Kedua
Penelitian tahap kedua dilakukan pembuatan kerupuk menggunakan proses
panas yang dimodifikasi dari metode Wiriano (1984) dan penyimpanan kerupuk
selama 6 minggu. Proses ini terlebih dahulu diawali dengan pembuatan biang untuk
adonan kerupuk dengan memanaskan ¼ bagian tepung tapioka. Penambahan tepung
daging yang digunakan adalah masing-masing 0%, 10%, 20%, dan 30% dari total
tepung tapioka. Analisis yang dilakukan terhadap kerupuk mentah berupa kadar air.
Analisis yang dilakukan terhadap kerupuk goreng meliputi kadar air, kadar protein,
kadar lemak, kadar abu, kadar Fe, dan kadar karbohidrat. Untuk mengetahui adanya
indikasi penurunan mutu dari kerupuk, dilakukan analisis terhadap kadar air,
bilangan TBA dan bilangan peroksida kerupuk goreng selama penyimpanan.
Penyimpanan kerupuk dilakukan selama 42 hari. Gambar 6 menunjukkan kerupuk
dengan campuran tepung daging sapi pada taraf yang berbeda.
Gambar 6. Kerupuk dengan Campuran Tepung Daging Sapi pada Taraf yang Berbeda
Analisis Proksimat
Nilai gizi dari suatu produk merupakan parameter yang sangat penting
karena dapat menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan
terhadap makanan. Salah satu cara untuk menentukan kandungan gizi suatu produk,
adalah dengan analisis proksimat. Kandungan kimia kerupuk daging sapi yang diberi
perlakuan penambahan tepung daging sapi dengan konsentrasi yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Kimia Kerupuk Daging Sapi yang Diberi Perlakuan Penambahan Tepung Daging Sapi dengan Konsentrasi yang Berbeda
Paremeter Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Umum
0 10 20 30
Kadar Air Kerupuk Mentah (%)
8,30±0,46 8,67±0,94 8,39±1,38 7,91±0,25 8,32± 0.31
Kadar Protein (%bk)
0,39±0,03a 5,79±0,19ab 9,47±1,50ab 13,55±2,97b -
Kadar Lemak (%bk)
32,09±3,43 25,79±1,47 36,54±7,79 29,05±4,56 30,87±4,57
Kadar Abu (%bk)
2,50±0,29a 2,57±0,49a 1,36±0,50b 1,17±0,22b -
Kadar Karbohidrat (%bk)
62,64±1,36a 64,19±1,09a 50,22±4,84b 54,85±1,56b -
Kadar Fe (ppm)
25,56±0,41a 30,10±1,29ab 32,09±1,15ab 41,27±4,43b -
Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan pengaruh yang berbeda (P<0,05)
Kadar Air Kerupuk Mentah
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air
mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Kadar air dalam bahan
makanan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut
(Winarno 1997). Kadar air dalam bahan adalah jumlah air bebas yang terikat secara
fisik pada bahan tersebut (Apriyantono et al.,1989). Kadar air kerupuk mentah sangat
mempengaruhi mutu kerupuk saat di goreng, karena kadar air yang terikat dalam
kerupuk sebelum digoreng sangat menentukan volume pengembangan kerupuk
matang. Hasil analisis kadar air kerupuk mentah dapat dilihat pada Tabel 5.
Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kadar air kerupuk mentah. Kadar air kerupuk daging memiliki nilai rata-rata 8,32%.
Pengamatan Muliawan (1991) terhadap kerupuk sagu, menunjukkan bahwa
pengembangan maksimal kerupuk sagu terjadi pada kadar air 9%. Kadar air kerupuk
daging sapi mentah berasal dari air yang terkandung dalam bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan kerupuk seperti tepung tapioka, tepung daging sapi dan
air. Pengeringan kerupuk dilakukan dengan oven pada suhu 500C selama 18 jam,
pada saat proses pengeringan akan terjadi pelepasan air dalam produk menjadi uap
air. Pengeringan dilakukan menggunakan oven listrik sehingga memungkinkan panas
yang dihasilkan konstan dan menyebar pada produk. Apabila dilihat dari kadar
airnya, kerupuk daging sapi mentah masih memenuhi SNI 01-2713-1999. Dalam SNI
01-2713-1999 mensyaratkan kadar air maksimal pada kerupuk mentah adalah 12%.
Kadar Protein Kerupuk Goreng
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting dalam tubuh bagi
setiap sel yang hidup. Selain berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Masalah utama
pada produk kerupuk yang ada di pasaran adalah rendahnya kandungan protein.
Penambahan tepung daging diharapkan mampu meningkatkan kandungan gizi
khususnya protein. Hasil analisis kadar protein dapat dilihat pada Tabel 5.
Kadar protein pada kerupuk matang berkisar 0,39-13,55% (bk) (Tabel 5).
Kerupuk tanpa penambahan tepung daging memiliki kandungan protein terendah
yaitu sekitar 0,39% (bk), sedangkan kerupuk dengan penambahan 30% tepung
daging sapi memiliki kandungan protein paling tinggi yaitu sekitar 13,55% (bk).
Lavlenisa (1995) menyatakan kandungan protein pada kerupuk dapat menurunkan
volume pengembangan pada kerupuk saat digoreng.
Penambahan tepung daging sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar
protein kerupuk daging sapi. Kadar protein kerupuk daging sapi meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi penambahan tepung daging sapi. Pada kerupuk
tanpa penambahan tepung daging sapi protein hanya berasal dari tepung tapioka yang
mempunyai kandungan protein sekitar 0,03% (bb).
Uji lanjut beda rataan ranking menunjukkan bahwa kerupuk tanpa
penambahan tepung daging sapi berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan
30% tepung daging sapi. Untuk kerupuk dengan penambahan tepung daging sapi
10% tidak berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan 20% tepung daging
sapi. Tepung daging sapi memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu sekitar
81,62% (bb) sehingga mengakibatkan perbedaan kandungan protein antara kerupuk
tanpa penambahan tepung daging sapi dengan kerupuk dengan penambahan tepung
daging sapi.
Ketentuan untuk standar minimal kandungan protein pada kerupuk ikan yang
digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI. 01-2713-1999 adalah
minimal 6%. Kadar protein kerupuk daging sapi yang dihasilkan dari penelitian ini
sudah memenuhi syarat mutu kerupuk sumber protein hewani terutama kerupuk
dengan campuran 20% tepung daging sapi dan kerupuk campuran tepung daging sapi
30%.
Kadar Lemak Kerupuk Goreng.
Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif apabila
dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau lemak dapat
menghasilkan 9 Kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4
Kkal/gram. Hasil analisis kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 5.
Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap kadar
lemak kerupuk daging sapi. Kadar lemak kerupuk daging sapi memiliki rata-rata
30,87% (bk). Kadar lemak dari tepung daging sendiri sebesar 6,30% (bb). Kadar
lemak pada produk-produk deep-fried sangat ditentukan oleh penyerapan minyak
selama penggorengan (Pinthus et al., 1993). Robertson (1967) menyatakan selama
proses penggorengan minyak meresap ke dalam permukaan bahan yang digoreng dan
mengisi sebagian ruang kosong akibat hilangnya air. Proses penggorengan
memberikan kontribusi besar dalam kandungan lemak pada produk akhir kerupuk.
Menurut Ketaren (1986) aktivitas penggorengan akan mempengaruhi penampakan,
flavor, citarasa, banyaknya lemak yang terserap dan stabilitas penyimpanan serta
faktor ekonominya. Tingginya kadar lemak pada kerupuk akan menyebabkan produk
rentan pada kerusakan berupa oksidasi lemak yang mengakibatkan ketengikan.
Ketentuan untuk standar maksimal kandungan lemak pada kerupuk ikan yang
digunakan sebagai pembanding yang tercantum pada SNI. 01-2713-1999 adalah
sebesar 0,5% (bb) untuk kerupuk mentah. Pengukuran kadar lemak pada penelitian
ini dilakukan pada kerupuk daging sapi goreng, sehingga perlu dilakukan penelitan
lebih lanjut untuk menentukan kadar lemak kerupuk daging sapi mentah.
Kadar Abu Kerupuk Goreng.
Abu adalah sisa yang tertinggal bila suatu bahan makanan dibakar dengan
sempurna di dalam suatu tungku pengabuan. Kadar abu menggambarkan banyaknya
mineral yang tidak dapat terbakar dari zat yang dapat menguap (Sediaoetama, 1996).
Umumnya komponen-komponen abu terdiri dari kalium, natrium, besi, mangan, dan
magnesium (Desrosier 1988). Hasil analisis kadar abu dapat dilihat pada Tabel 5.
Penambahan tepung daging sapi memberikan pengaruh nyata(P<0,05)
terhadap kadar abu dari kerupuk daging sapi. Peningkatan konsentrasi penambahan
tepung daging sapi akan menurunkan kadar abu dari kerupuk. Hal ini disebabkan
oleh penurunan konsentrasi garam dalam adonan dengan meningkatnya konsentrasi
penambahan tepung daging. Garam memberikan kontribusi yang besar pada kadar
abu kerupuk. Garam yang digunakan dalam adonan adalah 3 g.
Uji Lanjut Tukey menunjukkan bahwa kerupuk dengan penambahan 0% dan
10% tepung daging sapi berbeda dengan kerupuk yang ditambahkan 20% dan 30%
tepung daging sapi. Garam yang digunakan dalam adonan adalah sekitar 2,8% pada
adonan, sehingga peningkatan konsentrasi penambahan tepung daging akan
menurunkan konsentrasi garam dalam adonan kerupuk.
Kerupuk yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki kadar abu berkisar
1,17% (bk) -2,57% (bk), sedangkan SNI. 01-2713-1999 mensyaratkan kadar abu
tanpa garam yang diijinkan adalah sebesar 1%. Kadar abu dari kerupuk yang
dihasilkan dalam penelitian ini belum menggambarkan kadar abu tanpa garam
sehingga belum dapat dipastikan apakah kerupuk-kerupuk tersebut telah memenuhi
persyaratan SNI.
Kadar Karbohidrat Kerupuk Goreng.
Karbohidrat sebagai zat gizi merupakan nama kelompok zat-zat organik yang
mempunyai struktur molekul yang berbeda, meskipun terdapat persamaan dari sudut
kimia dan fungsinya. Kadar karbohidrat ditentukan dari hasil pengurangan 100%
dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein (by difference) sehingga
kadar karbohidrat sangat tergantung dari faktor pengurangnya. Hasil analisis kadar
karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5.
Penambahan tepung daging sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar
karbohidrat dari kerupuk daging sapi. Penambahan tepung daging sapi pada adonan
kerupuk secara umum menurunkan kadar karbohidratnya. Penurunan ini disebabkan
karena penambahan tepung daging sapi akan meningkatkan kadar protein secara
signifikan, sedangkan aktivitas penggorengan menaikkan kadar lemaknya. Sumber
karbohidrat utama dari produk kerupuk daging sapi adalah pati yang berasal dari
tepung tapioka. Persentase kandungan karbohidrat pada tepung tapioka adalah
86.90%(bk). Uji Lanjut Tukey menunjukkan bahwa kerupuk dengan penambahan 0%
dan 10% tepung daging sapi berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan
20% dan 30% tepung daging sapi
Kadar Zat Besi Kerupuk Goreng.
Zat besi merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam
pembentukan dan metabolisme sel darah merah sebagai pembawa oksigen yang
diperlukan oleh sel ke paru-paru (Nasoetion dan Kariadi, 1991). Zat besi sangat
penting peranannya dalam mencegah anemia. Hasil analisis kadar zat besi dapat
dilihat pada Tabel 5.
Kandungan zat besi pada kerupuk tepung daging sapi berkisar antara 25,56-
41,27 ppm. Kadar zat besi tertinggi adalah kerupuk dengan penambahan tepung
daging sebanyak 30% yaitu sebesar 41,27 ppm dan kandungan zat besi terendah
adalah kerupuk tanpa penambahan tepung daging sapi yaitu sebesar 25,56 ppm.
Penambahan tepung daging sapi berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
kandungan zat besi pada kerupuk daging sapi. Peningkatan konsentrasi penambahan
tepung daging sapi akan meningkatkan kandungan zat besi kerupuk daging sapi
goreng. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan zat besi pada tepung daging
yaitu sebesar 64,41 ppm apabila dibandingkan dengan tepung tapioka, sehingga
mengakibatkan peningkatan kandungan zat besi pada kerupuk dengan penambahan
tepung daging sapi. Menurut Lawrie (1998), persentase komposisi gizi (protein,
lemak, abu) pada daging yang telah dikeringkan mengalami peningkatan, hal ini
disebabkan karena selama pengeringan terjadi pengurangan kadar air yang dapat
menyebabkan komposisi gizi seperti protein, lemak, dan abu meningkat.
Uji lanjut beda rataan ranking menunjukkan bahwa kerupuk tanpa
penambahan tepung daging sapi berbeda nyata dengan kerupuk yang ditambahkan
30% tepung daging sapi. Untuk kerupuk dengan penambahan tepung daging sapi
10% tidak berbeda nyata dengan kerupuk dengan penambahan 20% tepung daging
sapi. Tepung daging sapi memiliki kandungan Fe yang sekitar 64,41 ppm sehingga
mengakibatkan perbedaan kandungan Fe antara kerupuk tanpa penambahan tepung
daging sapi dengan kerupuk dengan penambahan tepung daging sapi.
Mutu Kerupuk Goreng Selama Penyimpanan
Penyimpanan bahan pangan pada kondisi lingkungan tertentu akan
menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan pangan diakibatkan penyesuaian
terhadap kondisi lingkungan. Penurunan mutu yang biasa terjadi pada kerupuk yang
disimpan pada suhu ruang adalah penurunan kerenyahan dan munculnya flavor
tengik.
Kadar Air Selama Penyimpanan.
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air
mempengaruhi tekstur serta cita rasa makanan. Kadar air dalam bahan makanan ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan makanan tersebut (Winarno, 1997).
Hasil analisis kadar air kerupuk daging sapi goreng selama penyimpanan dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kadar Air (%) Selama Penyimpanan Kerupuk Daging Sapi Goreng
Penyimpanan Tepung Daging Rataan umum 0% 10% 20% 30%
0 hari 3,21± 0,78 1,67± 0,87 1,74± 0,44 1,38± 0,22 1,99±0,92a
14 hari 3,58± 0,55 5,74 ± 1,12 4,84± 0,19 3,41± 0,09 4,39±1,32b
28 hari 7,65± 1,60 7,45± 0,58 5,81 ± 0,27 5,91± 0,04 6,80±1,43c
42 hari 7,83 ±1,79 7,21 ± 0,79 5,95 ± 1,29 5,66 ±1,04 6, 66±1.44c
Rataan umum
5,57±2,53 5,53±2,62 4,58±1,88 4,01±1,97
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan lama penyimpanan sebagai perlakuan
Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air
kerupuk daging sapi (P>0,05). Kerupuk daging sapi yang disimpan pada suhu ruang
akan mengalami kesetimbangan dengan lingkungan sekitarnya. Hasil analisis ragam
menunjukkan kadar air kerupuk daging sapi goreng dipengaruhi oleh lama
penyimpanan (P<0,05). Kadar air kerupuk daging sapi mengalami peningkatan
seiring dengan bertambahnya lama penyimpanan. Hal ini disebabkan penyerapan
uap air dari lingkungan sekitar. Laju penyerapan air akan menurun setelah kerupuk
mengalami kondisi kesetimbangan dengan kondisi lingkungan. Penurunan laju uap
air pada penelitian ini terjadi pada penyimpanan H-28. Berdasarkan penelitian
Basuki Rahmat (1999) diketahui bahwa kerupuk kulit akan kehilangan kerenyahan
pada kadar air 6,8%.
Uji lanjut perbandingan rataan rangking menunjukkan, kadar air kerupuk
pada penyimpanan H-0 berbeda dengan kerupuk pada penyimpanan H-14 dan H-28.
Perbedaan kadar air ini disebabkan adanya peningkatan kadar air karena penyerapan
uap air dari lingkungan oleh kerupuk daging sapi. Kadar air kerupuk pada
penyimpanan H-28 tidak berbeda apabila dibandingkan dengan kadar air kerupuk
pada H-42 hal ini disebabkan kerupuk telah mengalami kondisi kesetimbangan
dengan lingkungan sehingga terjadi penurunan laju penyerapan uap air pada kerupuk.
Semakin banyak uap air yang terserap oleh kerupuk akan menyebabkan
semakin berkurangnya kerenyahan dari produk. Katz dan Labuza (1981) menduga air
akan melarutkan dan melunakkan matriks pati dan protein yang ada pada sebagian
bahan pangan yang mengakibatkan perubahan kekuatan mekanik termasuk
kerenyahan. Air dalam produk kerupuk goreng akan mempercepat proses oksidasi
dari kerupuk. Ketaren (1989) menyatakan keterlibatan uap air pada jenis makanan
berminyak akan mempercepat terjadinya proses perubahan minyak menjadi asam
lemak bebas dan gliserol yang akan menimbulkan ketengikan pada produk.
Ketengikan
Kerupuk daging sapi merupakan bahan pangan yang memiliki kandungan
lemak yang tinggi yaitu sekitar 30,87% (bk) sehingga kerusakan yang sering terjadi
adalah oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan. Reaksi ketengikan terjadi oleh
adanya reaksi outooksidasi dari radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam
minyak (Ketaren, 1986). Reaksi outooksidasi diawali dengan periode induksi dimana
sebelum tengik, minyak atau lemak akan mengikat oksigen dari udara secara
perlahan-lahan sehingga akan terbentuk peroksida dalam bahan pangan, dan proses
ini berlangsung terus sampai maksimum. Adanya senyawa peroksida dalam bahan
pangan dapat diketahui dengan pengukuran bilangan peroksida (PV). Grafik
perubahan bilangan peroksida pada kerupuk daging sapi dapat dilihat pada Gambar
7.
Gambar 7. Grafik Perubahan Bilangan Peroksida Kerupuk Daging Sapi Selama Penyimpanan.
Dari Gambar 7 dapat dilihat kenaikan bilangan peroksida dimulai dari
penyimpanan H-0 dan mencapai maksimum pada penyimpanan H-14 untuk
konsentrasi penambahan tepung daging 0% 10% dan 20%, setelah mencapai
maksimum pada penyimpanan H-14 bilangan peroksida menunjukkan adanya
penurunan pada penyimpanan H-28. Peningkatan bilangan peroksida secara nyata
selama penyimpanan menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi oksidasi pada produk.
Proses oksidasi dapat terjadi bila ada kontak antara minyak atau lemak dengan
oksigen. Oksidasi ini terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Dalam
minyak atau lemak pembentukan peroksida akan berlangsung terus-menerus sampai
maksimal, setelah mencapai maksimal kandungan peroksida akan menurun karena
peroksida yang terbentuk akan mengalami reaksi lanjutan yaitu terurainya peroksida
secara hidrolitik yang menghasilkan senyawa-senyawa aldehid, keton asam hidroksi
dan asam lemak bebas.
Pengukuran hasil dari proses oksidasi lemak berupa senyawa malonaldehid
dapat dilakukan dengan menentukan bilangan TBA. Salah satu keuntungan dari uji
TBA ini adalah dapat mendeteksi produk oksidasi lipid dengan kadar malonaldehid
yang rendah dan mempunyai prosedur yang sederhana (Jacobson, 1993).
Thiobarbituric acid (TBA) akan bereaksi dengan malonaldehid menghasilkan warna
merah, intensitas warna merah yang terbentuk dapat diukur dengan spektofotometer
pada panjang gelombang 532 nm. Hasil analisis bilangan TBA dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Bilangan TBA (malonaldehid/gram) Selama Penyimpanan Kerupuk Daging Sapi Goreng
Penyimpanan Tepung Daging Rataan Umum 0% 10% 20% 30%
H-0 0,06 ±0,01 0,06 ±0,02 0,05±0,04 0,07 ± 0,02 0.06±0.02a
H-14 0,07±0,002 0,05 ±0,02 0,04 ± 0,02 0,01 ± 0,01 0,04±0,02a
H-28 0,14 ±0,11 0,08 ±0,02 0,08 ± 0,01 0,11 ± 0,06 0,10±0.06b
H-42 0,09 ±0,04 0,13±0,01 0,17±0,02 0,22±0,02 0,15±0,05c
Rataan Umum
0.09±0.06 0,08±0,03 0,08±0,05 0,10±0,09
Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan penyimpanan sebagai perlakuan
Penambahan tepung daging sapi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan
TBA kerupuk (P>0.05). Hasil analisis ragam menunjukkan bilangan TBA kerupuk
daging sapi dipengaruhi oleh lama penyimpanan (P<0,05). Kerupuk pada
penyimpanan H-42 memiliki nilai bilangan TBA tertinggi yaitu sekitar 0,15
malonaldehid/gram. Senyawa peroksida yang dihasilkan selama proses otooksidasi
bersifat labil, sehingga senyawa peroksida akan melepaskan dua atom hidrogen yang
mengakibatkan terbentuknya ikatan rangkap baru dan menghasilkan deretan
persenyawaan aldehid yang mengakibatkan peningkatan jumlah malonaldehid pada
kerupuk daging sapi selama penyimpanan.
Uji lanjut perbandingan rataan rangking menunjukkan, kadar air kerupuk
pada penyimpanan H-0 tidak berbeda dengan kerupuk pada penyimpanan H-14.
Bilangan TBA kerupuk pada penyimpanan H-14 berbeda dengan kerupuk pada
penyimpanan H-28 dan H-42. Perbedaan ini diakibatkan adanya peningkatan kadar
malonaldehid pada kerupuk daging sapi dengan bertambahnya lama penyimpanan.
Nawar (1985) menjelaskan bahwa malonaldehida terbentuk dari penguraian
senyawa peroksida yang mempunyai lebih dari dua buah ikatan rangkap. Sampai
pada penyimpanan hari ke 42 kerupuk belum menunjukkan tanda-tanda ketengikan.
Batas maksimum bilangan TBA pada produk makanan sehingga bisa dikatakan
tengik adalah 2 malonaldehid/g.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penambahan tepung daging sapi dalam adonan pada pembuatan kerupuk
tapioka berpengaruh terhadap sifat kimia kerupuk terutama kadar protein dan
kandungan Fe. Semakin besar konsentrasi tepung daging yang ditambahkan dalam
adonan akan meningkatkan kadar protein dan kadar Fe, sedangkan untuk kadar abu
dan kadar karbohidrat mengalami penurunan.
Kerupuk yang disimpan selama 42 hari sudah menunjukkan adanya
penurunan mutu seperti berkurangnya kerenyahan dan kenaikan bilangan TBA.
Kadar air dan bilangan TBA kerupuk daging sapi goreng tidak dipengaruhi oleh
perbedaan jumlah penambahan tepung daging sapi, akan tetapi dipengaruhi oleh
lama penyimpanan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik mikrobiologis
pada produk kerupuk daging selama penyimpanan, serta perlu dilakukan pengukuran
terhadap aktivitas air dari kerupuk daging selama penyimpanan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam untuk nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Semoga amal ibadah
penulis dapat diridhoi oleh Allah SWT. Amin.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang
tua yang telah memberikan cinta, kasih sayang, doa, semangat serta dukungan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi
dan menjadi orang yang lebih baik dalam kehidupan. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada kedua adik tercinta Purnomo A.S dan Ina. S yang telah
memberikan doa, dukungan bagi penulis sehingga membuat penulis menjadi lebih
bersemangat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si
dan Ir. B. N. Polii, S.U sebagai dosen pembimbing atas segala masukan, arahan, dan
nasihatnya selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi. Ucapan terima
kasih kepada Ir. Abdul Djamil.,M.Si dan Ir. Komariah., M.Si sebagai penguji ujian
lisan dan masukan kritik dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ir
Salundik., M.Si sebagai dosen pembimbing akademik. Semoga Allah SWT memberi
balasan atas segala kebaikannya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Rohmah, Ditha, Tria, Ari, Tofan, Budiman, Ian yang selalu
membantu peneliti dan memeriahkan suasana ketika penelitian berlangsung.
Terimakasih kepada anak-anak THT 41 dan THT 40 yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu. Untuk Tami, Indri, Isna dan Nayla penulis ucapkan terima kasih atas
waktu, tawa, dukungan, semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada para staf Bagian Teknologi Hasil
Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, staf Laboratorium Pilot Plan,
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Kimia Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2008
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro, D. C. 2007. Sifat fungsional protein tepung daging sapi dengan metode pengeringan yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. The Association of Official of Analytical Chemist (14th Ed). AOAC, Arlington, Virginia.
Apriyantono, A., D. Fardiaz, dan N. Puspitasari. 1989. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor
Apriyantono, A. 2001. Perubahan Sifat Kimia Pangan Selama Pengolahan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Buckle, K. A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan. H. purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia-Press, Jakarta
Damayanthi, E. 1998. Biokimia Gizi Serealia. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
deMan J. M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung, Bandung
Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Muchji Mulyoharjo. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Djumali, Z., I. Nasution, Sailah dan M. S. Ma´arif. 1982. Teknologi Kerupuk. Buku Pegangan Petugas Lapang Penyebarluasan Teknologi Sistem Padat Karya. FATEMATETA-IPB. Bogor..
Jacobson, G.A. 1993. Evaluation of Oxidized Lipid in Food. Inform. 4 (7) : 811-819.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1996. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Ketaren, S. 1986. Peranan Lemak dalam Bahan Pangan. Teknologi Industri Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Katz, E. E. dan Labuza. 1981. Effect of water activity on the sensory crispness and mechanical deformation of snack food product. J. Food. Sci. 46 : 403
Lawrie, R. A. 1998. Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan : Amminuddin P. Dan Yudha A. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lavlinesia. 1995. Kajian beberapa faktor pengembangan volumetrik dan kerenyahan kerupuk ikan. Tesis. Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mohammed, S. N. Abdullah dan M. K. Muthu. 1988. Food Science and Technology in Industrial Development. Proccending of the Food Conference” 88. Bangkok, Thailand. 24-26 Oktober 1988.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Muliawan, D. 1991. Pengaruh berbagai tingkat kadar air terhadap pengembangan kerupuk sagu goreng. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nawar, W.W. 1985. Lipids. Dalam : O.R. Fennema (ed). Food Chemisrty. Marcel Dekker. Inc., New York.
Pangkulun, R. dan A. Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Penebar Swadaya, Jakarta
Pinthus, E. J., P. Weinberg., and I. S, Saguy. 1995. Deep-fat fried potato product oil uptake as affected by crust physical-properties. J. Food. Sci, 60 : 770.
Purnomo. H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press, Jakarta.
Rahmat, B. 1999. Pendugaan umur simpan kerupuk kulit goreng. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Robertson J. D Ratcliff. PE Bouton , PV Harris, dan WR Shorthose, 1986. Comparison of some properties of meat from young buffalo (Bubalis bubalis) and Catle. J. Food. Sci 51: 45
Rusmono, M. 1983. Mempelajari pengaruh derajat kehalusan pulp dan jumlah air pengekstrak terhadap mutu tepung tapioka. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Setiawan, H. 1988. Mempelajari karakteristik fisiko kimia kerupuk dari berbagai taraf formulasi tapioka, tepung kentang dan tepung jagung. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siaw, C.L., A. Z. Indrus and S.Y. Yu. 1985. Intermediate technology for fish craker (keropok ) production. J. Food Tech. 20 : 17-21.
Soediaoetama. 1996. Kimia Pangan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press, Yogyakarta
Standar Nasional Indonesia. 1994. SNI. 01-2713-1999 Kerupuk Ikan. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 1994. SNI. 01-3924-1994 Tapioka. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta
Standar Nasional Indonesia. 1999. SNI. 01-2715-1992. Tepung Ikan. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. Jakarta
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. PT gramedia Pustaka, Jakarta.
Suarman, W. 1996. Kajian pembuatan dan kerupuk secara mekanis. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta.
Tahir. S. 1985. Mempelajari pembuatan dan karakteristik kerupuk dari tepung sagu (Metroxylon Sagu R.). Skripsi Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanudin, Ujung Pandang
Targladis, B. G. B. M, Watts, M. T. Younathan and L. R. Duggan. 1960. A distillation method for the quantitative determination of malonaldehyde in rancid foods. Journal of American Oil Chemists’Society, 37, 44.
Winarno, F. G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institute Pertanian Bogor
Wiriano, H. 1984. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Pengembangan Makanan Phytokimia, Badan Penelitian dan Pengembangan Indusrti, Departemen Perindustrian, Jakarta
Yu, S. Y., J. R. Mitchell and Abdullah. 1993. Effect of rice starch on the linier expansion of fish crackers (keropok). Tropical Science 33 (3) : 319-321.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Syarat Mutu Kerupuk Sesuai dengan Badan Standarisasi Nasional Indonesia (1999)
Kriteria Uji Kerupuk non sumber protein Kerupuk sumber protein
Keadaan
• Bau normal normal
• Rasa normal normal
• Warna normal normal
Keutuhan min 95% min 95%
Benda-benda asing tidak nyata tidak
nyata
dan potonganya
Air (%, b\b) maks 12% maks 12%
Abu tanpa garam (%, b\b) maks 1 maks 1
Protein (N x 6,25) (% b\b) - min 5
Bahan tambahan makanan
• Pewarna sesuai aturan(*) sesuai
aturan(*)
Cemaran logam (mg\kg)
• Timbal (Pb) maks. 1 maks. 1
• Tembaga (Cu) maks. 10 maks. 10
• Seng (Zn) maks. 40 maks. 40
• Raksa (Hg) maks. 0.05 maks 0.05
Arsen (As) (mg\kg) maks0.05 maks 0.05
Cemaran mikroba
• E. Coli (APM\gr) < 3 <3
• Kapang (koloni\gr) maks. 1.104 maks.
1.104
(*) sesuai SNI 0222-M dan peraturan Menkes No. 722/ MENKES/ PER/ IX/
Lampiran 2. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Mentah
Sumber
keragaman
db JK KT F hitung P
Perlakuan 3 0,90 0,30 0,39 0,76
Error 8 6,11 0,76
Total 11 7,01
Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng
Sumber
keragaman
db JK KT F hitung P
Perlakuan 3 6,09 2,03 5,03 0,03*
Error 8 3,23 0,40
Total 11 9,32
Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 4. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
0% 2,67 a
10% 1,33 ab
20% 1,56 ab
30% 1,00 b Keterangan : Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
α = 0,05
Standar Error untuk perbandingan = 0,5270
Nilai Q kritis = 4,527
Nilai kritis untuk perbandingan = 1,6872
Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Kadar Lemak Kerupuk Daging Sapi Goreng
Sumber
keragaman
db JK KT F hitung P
Perlakuan 3 188,32 62,77 2,63 0,12
Error 8 190,74 23,84
Total 11 379,06
Lampiran 6. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Kadar Protein Kerupuk Daging Sapi Goreng
Taraf
Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
0% 3 0,39 2,0 -2,50
10% 3 5,79 5,0 -0,83
20% 3 9,47 8,3 1,02
30% 3 13,55 10,7 2,31
Total 12 6,5
H = 9,97 DF = 3 P = 0,019
Lampiran 7. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadar Protein Kerupuk Daging Sapi Goreng
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
0% 2,00 a
10% 5,00 ab
20% 8,17 ab
30% 10,83 b Keterangan : Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
α = 0,05
Nilai Z kritis = 2.64
Nilai kritis untuk perbandingan = 7.77
Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Kadar Abu Kerupuk Daging Sapi Goreng
Sumber
keragaman
db JK KT F hitung P
Perlakuan 3 4,85 1,62 10,4 0,004*
Error 8 1,25 0,16
Total 11 6,10 Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 9. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Abu Kerupuk Daging Sapi Goreng
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
0% 2,00 a
10% 2,33 a
20% 0,67 b
30% 0,67 b Keterangan : Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
α = 0,05
Standar Error untuk perbandingan = 0.4082
Nilai Q kritis = 4,527
Nilai kritis untuk perbandingan = 1.306
Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging Sapi Goreng
Sumber
keragaman
db JK KT F hitung P
Perlakuan 3 390,67 130,22 18,0 0,001
Error 8 57,82 7,23
Total 11 448,49 Keterangan: Simbol * menunjukkan nyata (P<0,05)
Lampiran 11. Hasil Uji Lanjut Tukey pada Kadar Karbohidrat Kerupuk Daging Sapi Goreng
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
0% 62,00 a
10% 64,00 a
20% 54,33 b
30% 49,67 b Keterangan : Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
α = 0,05
Standar Error untuk perbandingan = 2.1858
Nilai Q kritis = 4,527
Nilai kritis untuk perbandingan = 6.9972
Lampiran 12. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Kandungan Fe Kerupuk Daging Sapi Goreng
Taraf
Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
0% 3 25,56 2,0 -2,50
10% 3 30,10 5,3 -0,65
20% 3 32,09 7,7 0,65
30% 3 41,27 11,0 2,50
Total 12 6,5
H = 9,97 DF = 3 P = 0,019
Lampiran 13. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadungan Fe Kerupuk Daging Sapi Goreng
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
0% 2,00 a
10% 5,33 ab
20% 7,67 ab
30% 11,00 b Keterangan : Grup kesamaan yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
nyata (P<0,05)
α = 0,05
Nilai Z kritis = 2.638
Nilai kritis untuk perbandingan = 7.7668
Lampiran 14. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Gorengn dengan Penambahan Tepung Daging Sapi Sebagai Perlakuan
Taraf Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
0% 12 5,57 27,6 0,88
10% 12 5,53 28,3 1,10
20% 12 4,58 22,0 -0,73
30% 12 4,01 20,1 -1,25
Total 48 24,5
H = 3,05 DF = 3 P = 0,384
Lampiran 15. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan Sebagai Perlakuan
Taraf
Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
H-0 12 1,99 6,9 -5,02
H-14 12 4,39 19,8 -1,33
H-28 12 6,80 35,8 3,21
H-42 12 6, 66 35,5 3,14
Total 48 24,5
H = 35,43 DF = 3 P = 0,001
Lampiran 16. Hasil Uji Perbandingan Rataan Ranking pada Kadar Air Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan Sebagai Perlakua
Konsentrasi Tepung Daging Sapi Rataan Group Kesamaan
H-0 6,9167 a
H-14 20,417 b
H-28 35,167 c
H-42 35,500 c
α = 0,05
Nilai Z kritis = 2,638
Nilai kritis untuk perbandingan = 15,079
Lampiran 17. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging Sapi Gorengn dengan Penambahan Tepung Daging Sapi Sebagai Perlakuan
Taraf
Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
0% 12 0.09 25,6 0,31
10% 12 0,08 24,7 0,05
20% 12 0,08 21,9 -0,74
30% 12 0,10 25,8 0,38
Total 48 24,5
H = 0,59 DF = 3 P = 0,898
Lampiran 18. Hasil Uji Kruskal-Wallis untuk Bilangan TBA Kerupuk Daging Sapi Goreng dengan Penyimpanan Sebagai Perlakuan
Taraf
Perlakuan
N Median Rataan Rank Nilai Z
H-0 12 0,06 16,9 -2,17
H-14 12 0,04 11,1 -3,83
H-28 12 0,10 29,7 1,48
H-42 12 0,15 40,3 4,52
Total 48 24,5
H = 31,52 DF = 3 P = 0,001
Top Related