UNIVERSITAS BAITURRAHMAHPADANG
DYSPNEAHaya Septani Lestari (13-054)
PEMBIMBING:
Dr. Nilas Warlem SpP
2015-2016
[Gangguan napas sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang berobat ke dokter .Di sini akan dibahas tentang diagnosis dan tatalaksana salah satu keluhan utama sistim pernapasan; Dispnea/rasa sesak]
FAKULTAS KEDOKTERAN
Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkatrahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudulu ³Dyspnea (sesak
napas)´. Makalah ini berisikan pengertian Dyspnea, bagaimana mekanismenya,
penyebab,klasifikasi,hingga penatalaksanaan dyspnea.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat untuk
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Padang, 8 Februari 2015
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara umum yang dimaksud dengan dispneu adalah kesulitan bernapas.
Kesulitan bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi otot-otot pernapasan
tambahan. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula
terjadi dengan cepat. Kesulitan bernapas disebabkan karena suplai oksigen
kedalam jaringan tubuh tidak sebanding dengan oksigen yang dibutuhkan oleh
tubuh.
Dispneu, sensasi sesak napas atau pernapasan tidak memadai, adalah
keluhan yang paling umum dari pasien dengan penyakit kardiopulmonari.
Evaluasi keluhan rumit oleh fakta bahwa dalam beberapa keadaan sesak napas
adalah konsekuensi normal menguras tenaga. Lebih jauh lagi, persepsi sesak
napas bervariasi antara individu-individu pada tingkat yang sama kebugaran
dan bekerja dan bahkan dalam individu yang sama melakukan pekerjaan yang
sebanding pada waktu yang berbeda. Pada penyakit Negara, persepsi dispneu
dapat sangat bervariasi diantara individu. Akibatnya, penilaian subyektif sensasi
dispneu harus menyeimbangkan konsep kerja dan ventilasi fisiologis
permintaan dengan persepsi individu sesak napas.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar
DISPNEA (RASA SESAK)
Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan
penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa rasa tidak
nyaman di dada yang bisa membaik sendiri yang membutuhkan bantuan napas
yang serius (severe air hunger) sampai yang fatal Tabel di bawah mencantumkan
sebagian besar penyebab sesak. Hal ini dapat diketahui dengan anamnesis teliti,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang foto torak dan spirometri
Dispnea atau sesak nafas merupakan keadaan yang sering ditemukan
pada penyakit paru maupun jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang
paling dominan pada penyakit paru. Akan tetapi kedua gejala ini jelas dapat
dilihat pada emboli paru,bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada
payah jantung.
Secara umum yang dimaksud dispnea adalah kesulitan
bernapas,kesulitan bernapas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot
pernapasan tambahan. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan
tetapi dapat pula terjadi dengan cepat.
Berat ringannya dispnea tidak dapat diukur dan kadang-kadang sulit
untuk dinilai, sehingga dokter yang memeriksa akan timbul pertanyaan sebagai
berikut:
Dispnea merupakan suatu perasaan yang subyektif dari pasien atau
berhubungan dengan suatu penyakit.
Apakah yang dinilai ini bukannya suatu takipnea atau hiperpnea atau suatu
tipe pernapasan yang lain, misalnya pernapasan cheyne stoke.
Apakah yang terjadi bukannya hanya suatu rasa nyeri saja, sehingga
penderita takut untuk bernapas dalam.
Sulit untuk menilai apakah suatu dispnea bersifat fisiologi atau patologi.
Akan tetapi terdapat beberapa pegangan untuk menilai dispnea yang patologi,
yakni sebagai berikut:
Berdasarkan riwayat penyakit apakah dispnea tersebut terjadi secara
mendadak.
Apakah dispnea tersebut terjadi secara berulang (recurrent).
4
Waktu terjadinya dispnea menentukan pula apakah setelah bekerja berat
atau terjadi tiba-tiba pada tengah malam.
Sedangkan berdasarkan riwayat penyakit yang mendukung terjadimya
dispnea yang bersifat subyektif, yakni bila terjadinya dispnea berhubungan
banyak dengan umur, seperti misalnya dalam menjalankan pekerjaan yang
tidak sebanding dengan usia.
2.1.1 Klasifikasi Dispnea
Dispnea dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Inspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu inspirasi
yang disebabkan oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-
paru.
Ekspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu
ekspirasi yang disebabkan oleh karena sulitnya udara yang keluar
dari paru-paru.
Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan primer penyakit
jantung.
Exertional dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena
olahraga.
Exspansional dispnea, dispnea yang disebabkan oleh karena
kesulitan exspansi dari rongga toraks.
Paroksismal dispnea, yakni dispnea yang terjadi sewaktu-waktu,
baik pada malam maupun siang hari.
Ortostatik dispnea, yakni dispnea yang berkurang pada waktu posisi
duduk.
Pembagian tersebut di atas tidak berdasarkan atas klasifikasi
etiologi maupun tipe dispnea, akan tetapi istilah-istilah tersebut sering
dipergunakan.
Berdasarkan etiologi maka dispnea dapat dibagi menjadi 4
bagian, yakni:
Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena adanya
kelainan pada jantung.
Pulmunal dispnea, dispnea yang terjadi pada penyakit jantung.
5
Hematogenous, dispnea yang disebabkan oleh karena adanya asidosis,
anemia atau anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan dengan
exertional (latihan).
Neurogenik, dispnea terjadi oleh karena kerusakan pada jaringan otot-
otot pernapa
2.1.2 Fisiologi
Yang dimaksud dengan dispnea adalah kesulitan bernapas yang
disebabkan karena suplai oksigen ke dalam jeringan tubuh tidak
sebanding dengan oksigen kedalam jaringan tubuh tidak sebanding
dengan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh.
2.1.3 Patofisiologi dari dispnea yakni:
Kekurangan oksigen (O2)
a. Penyebab dari kekurangan oksigen dapat di bagi atas:
Tekanan oksigen inspirasi yang rendah, misalnya pada
tempat yang sangat tinggi, respirasi dengan gas-gas yang
berbahaya, ruang dekompresi, atau karena bertambahnya
volume dead space.
Gangguan konduksi maupun difusi gas ke paru-paru.
Gangguan pertukaran gas dan hipoventilasi.
b. Pertukaran gas di dalam paru-paru normal, tetapi kadar oksigen
didalam paru-paru berkurang.
c. Stagnasi dari aliran darah.
Kelebihan Karbon Dioksida (CO2)
Karena terdapatnya shunting pada COPD sehingga menyebabkan
terjadinya aliran dari kanan ke kiri.
Tingkat-Tingkat Dispnea
Dispnea dapat dibagi atas dua dasar, yakni:
Atas dasar klinis
Pembagian ini berdasarkan New York Heart Association dan dapat
dibagi menjadi empat tingkatan, yakni:
Tingkat 1 : bila dispnea tidak membatasi aktivitas artinya kebutuhan
oksigen baik pada masa istirahat maupun pada masa setelah latihan
dapat dikompensasi oleh paru-paru.
Tingkat 2 : terjadi pembatasan yang ringan darin fungsi paru,
artinya pada penderita yang melakukan aktivitas fisik dapat terjadi
dispnea, akan tetapi pada waktu istirahat tidak terjadi dispnea.
6
Tingkat 3 : aktivitas fisik penderita sangat terbatas dan dengan
aktivitas fisik yang ringan saja sudah dapat menimbulkan sesak
napas.
Tingkat 4 : dispnea terjadi pada keadaan istirahat. Kerja yang ringan
akan memperberat keadaan dispneanya.
Atas Dasar Pemeriksaan Paru-Paru
Dispnea dapat dibagi menjadi dua, yakni:
Obstruksi dispnea, yakni dispnea yang terjadi karena adanya
kelainan dari fungsi obstruksi paru.
Berdasarkan nilai restriktif maka dispnea dapat dibagi atas
(angka-angka di bawah adalah presentase dari normal):
- Restriktiif normal
- Restriktif ringan sampai sedang
- Restriktif sedang
- Restriktif berat
Atas Dasar Terjadinya
Dispnea dapat dibagi menjadi dua, yakni:
o Dispnea yand terjadi mendadak, biasanya disebabkan oleh
karena emboli paru, pneumothoraks, atau obstruksi jalan napas.
o Dispnea yang terjadi secara perlahan-lahan, biasanya disebabkan
oleh karna payah jantung dan efusi pleura.
Atas Dasar Respirasi
Dispnea dapat dibagi menjadi dua, yakni:
o Dispnea inspirasi
o Dispnea ekspirasi
Evaluasi
Dari pemeriksaan fisik terlihat bahwa pasien menggunakan otot-otot
pernapasan tambahan. Ekspirasi maupun inspirasi tergantung kepada
tipe dari dispnea. Pemeriksaan yang dilakukan adalah sangat luas,
akan tetapi dapat digolongkan menjadi 7 bagian, yakni:
o Tanda-tanda yang menyokong pada paru-paru
- Wheezing
- Ronchi
o Tanda-tanda yang menyokong adanya dispnea
- Cuping hidung yang bergerak
- Sianosis
7
o Pemeriksaan laboratorium
- EKG
o Pemeriksaan fungsi paru dan analisis gas.
o Pemeriksaan skantigrafi.
o Pemeriksaan pemeriksaan infasif jantung.
SESAK NAPAS
SUMBATAN TRAKTUS TRAKEO-BRONKIAL
Sesak napas (dyspnea) ialah sukar ber napas yang dirasakan oleh pasien, jadi
subyektif. Bila oleh pemeriksa tampak pasien sukar bernapas, jadi ini secara obyektif.
maka disebut gawat napas (respiratory distress).
Keadaan sesak napas dan gawat napas dapat disebabkan oleh sumbatan saluran napas
(dari hidung-faring laring trakea-bronkus sampai alveolus) dan kelainan paru (seperti
pneumonia. penyakit paru obstruktif menahun, asma bronkial), kelainan vaskuler
paru dan lain-lain (sepert pneumotoraks, kelemahan otot pernapasan emboli paru
akut).
Sesak napas di bidang THT tent ama disebabkan oleh sumbatan saluran napas atas
(hidung sampai lanng) dan saluran napas bawah (trakeo bronkus).
Sumbatan trakea antara lain disebabkan oleh trakeomalasia. benda asing tumor, tumor
dan stenosis trakea.
Sumbatan bronkus secara mekanik di- sebabk.an oleh gangguan ventilasi dan drenase
sekret bronkus. Secara fisiologis bronkus yang tidak tersumbat sangat erat
hubungannya dengan ventilasi dan drenase paru, daya per- tahanan paru, tekanan
intrapulmonal. kesimbangan sirkulasi dan tekanan karbondioksida Drenase paru
secara normal, bila terdapat infeksi traktus trakeobronkial dilakukan de ngan a) gerak
silia, b) batuk, c) mendeham. sehingga sekret yang terkumpul dapat dikeluar sebelum
terjadi penyempitan saluran napas.
Apa pun yang mempengaruhi mekanisme fisiologik tersebut menyebabkan terjadinya
sumbatan bronkus Faktor lain ialah silia yang tertutup oleh edema mukosa dan oleh
sekret kental yang disebabkan oleh peradangan Dipertukan batuk dan mendeham ntuk
me ngeluarkan sekret kental itu.
FAKTOR PENYEBAB SUMBATAN BRONKUS
Faktor penyebab sumbatan bronkus ialah:
1) aspirasi amnion intra-uterin pada neonatus
2) sekret dan eksudat (benda asing endogen)
3) peradangan yang menyebabkan edema mukosa, fibrosis dan sikatriks,
4) obat-obat seperti opiat dan sulfas atropin yang menye- babkan Bekret kental
sehingga sukar dibatuk kan ke luar,
8
5) pembedahan Dalam tindakan pembedahan yang dapat menyebabkan sumbatan
saluran napas ialah a) obat premedikasi. seperti sulfas atropin. b) obat pasca-bedah,
seperti obat antitusif. pembedahan dengan narkosis umum yang terlalu lama,
sehingga drenase sekret tidak lancar, d) pengisapan sekret di traktus trakeobronkial
yang kurang sempuma pasca bedah e) pembedahan di rongga toraks dan abdomen
Rasa nyen waktu bernapas dan batuk pada menyebabkan pasien takut membatukkan
sekretnya ke luar, posisi tidur pascabedah yang menyukarkan aliran sekret.
Faktor penyebab sumbatan lain ialah
6) tumor jinak atau ganas yang terdapat di dalam lumen atau di luar lumen yang
menekan dinding bronkus,
7) kelenjar getah bening yang menekan dinding bronkus.
8) alemi. seperti pada asma.
9) benda asing eksogen,
10) faktor predisposisi, seperti umur, jenis kelamin dan kelainan anatomi traktus
trakeobronkiare"
Bayi mempunyai kekuatan batuk yang lemah, terdapat sekret kental sehingga bila
sukar dibatukkan ke luar. Ditambah tagi lumen bronkus sempit. Lumen bronkus bayi
dameter- nya 4 milimeter. Bila terdapat edema mukosa satu milimeter saja dari
seluruh lumen. maka diameter lumen hanya tinggal dua milimeter. Dengan adanya.
sekret yang kental, maka kmen yang sudah sempit itu akan mudah tertutup sama
sekali.
LOKASI PENYEBAB SUMBATAN BRONKUS
Sumbatan bronkus dapat disebabkan oleh 1) sumbatan di dalam lumen bronkus, 2)
kelainan dinding traktus trakeobronkial, 3) kelainan di luar traktus trakeobronkial
Sumbatan di dalam lumen bronkus, seperti oleh a) benda asing eksogen, yaitu benda
asing yang berasal dar luar traktus trakeobronkial (misal: gigi yang copot). atau benda
asing yang berasal dari luar tubuh. b) Benda asing endogen. yaitu benda asing yang
berasal dan dalam traktus trakeobronkial. seperti sekret kental. darah. nanah, krusta .
Kelanan dinding traktus trakeobronkial yang dapat menyebabkan terjadinya sumbatan
lumen, seperti : a) peradangan, edema mukosa, ulkus, penebalan mukosa. jaringan
granuIasi, b) kelainan cincin trakea dan bronkus seperti adanya penonjolan, c)
kelainan kelenjar limfa di mukosa dan submukosa, d) kelainan pembuluh darah pada
dinding trakea dan bronkus, penebalan pembuluh darah. e) tumor di dinding bronkus,
f) jaringan sikatriks.
Kelainan di luar traktus trakeobronkial yang menekan lumen. seperti a) penekanan
oleh pembuluh darah aorta pada aneurisma aorta. arteri pulmonalis, b) pembesaran
kelenjar tiroid dan kelenjar timus, c) pembesaran kelenjar limfa di sekitar trakea,
bronkus dan mediastinum d) kelainan di daerah mediastinum dan jantung, seperti
tumor mediastinum, pembesaran atrium kanan, e) benda asing di esofagus.
9
MACAM-MACAM SUMBATAN BRONKUS
Jackson (1936) membagi sumbatan bronkus 4 tingkat .
1. Sumbatan sebagian dari bronkus (by pass valve obstruction a katup bebas) Pada
sumbatan ini inspirasi dan ekspirasi masih dapat terlaksana, akan tetapi salurannya
sempit, sehingga terdengar bunyi napas (mengi), seperti pada pasien asma bronkia.
Penyebab benda asing di dalam bronkus. penekanan bronkus dari luar, edema dinding
bronkus, serta tumor di dalam lumen bronkus.
2 Sumbatan seperti pentil Ekspirasi terhambat, atau katup satu arah (expiratory check
valve obstruction katup penghambat eksprasi), Pada waktu inspirasi udara napas
masih dapat lewat, akan tetapi pada eksplrasi terhambat. karena kontraksi otot
bronkus. Bentuk sumbatan ini menahan udara di bagan distal sumbatan, dan proses
yang berulang pada tiap pemapasan mengakibatkan terjadinya emfisema paru
obstruktif.
Penyebab: benda asing di bronkus edema dinding bronkus pada bronkitis.
3. Sumbatan seperti pentil yang lain, ialah inspirasi yang terhambat (inspiratory check
valve obstruction katup penghambat inspirasi). Pada keadaan ini inspirasi terhambat,
sedangkan ekspirasi masih dapat terlaksana. Udara yang terdapat di bagian distal
sumbatan akan diabsorpsi. sehingga terjadi atelektasis paru.
Penyebab benda asing di dalam lumen bronkus, gumpalan ingus (mucous plug).
tumor yang bertangkai
4. Sumbatan total (stop valve obstruction katup tertutup) sehingga inspirasi dan
ekspirasi tidak dapat terlaksana Akibat keadaan ini ialah atelektasis paru.
Penyebab benda asing yang menyumbat lumen bronkus, trauma dinding bronkus dan
peradangan berat bronkus .
Kelenjar limfa peribronkial (A) menyebabkan 3 tipe obstruksi bronkus.
Dari kiri ke kanan (lihat gambar)
1. Kompresi menyebabkan masih yang dapat dilalui oleh udara inspirasi dan ekspirasi
(b.c). Akibatnya terdengar bunyi mengi.
2 Beberapa bulan kemudian massa makin membesar akibatnya terjadi stenosis. Pada
inspirasi tetapi (e) udara dapat lewat. pada ekspirasi (f) tidak dapat lewat. Akibatnya
terjadi emfisema paru
3 Beberapa bulan kemudian masih terus massa membesar, sehingga menekan din
ding bronkus, dan menutup lumen bronkus dengan demikian pada inspirasi (k) atau
ekspirasi (m) udara tidak dapat lewat Akibatnya terjadi atelektasis.
Diagnosis sumbatan bronkus
Diagnosis sumbatan bronkus ditentukan dengan pemeriksaan fisik dan pemerksaan
radiologik.
Sumbatan bronkus dapat ditemukan pada hampir semua penyakit bronkopneumonia.
Gejalanya tergantung pada luas sumbatan. dari yang ringan sampai berat. Yang
ringan ialah rasa tidak nyaman ketika bemapas, sedangkan yang berat ialah
terdapatnya asfiksia. Jadi gejalanya ialah 1) suara mengi terdengar di mulut, 2)
dyspnea, 3) asfiksia.
10
Pada pemeriksaan fisik mungkin terdapat emfisema Gambar radioatelektasis atau
paru. logik juga memperlihatkan gambaran atelek tasis atau emfisema paru.
Komplikas sumbatan bronkus
1, atelektasis 2, emfisema paru 3, bronkopneumonia 4. bronkiektasis 5. abses paru
DIAGNOSIS
Anamnesis
Keluhan awal. Keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis
akut seperti serangan asma bronkial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard
Serangan berkepanjangan selama berjam jam hingga berhari-hari lebih sering akibat
eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau perkembangan proses sedikit demi sedikit
seperti pada efusi pleura atau gagal jantung kongesti.
Gejala yang menyertai. a) Nyeri dada yang disertai dengan sesak kemungkinan
disebabkan oleh emboli panu infark miokard atau penyakit pleura b) Batuk yang
disertai dengan sesak, khususnya sputum purulen mungkin disebabkan oleh infeksi
napas atau proses radang kronik (misalnya bronkitis atau radang mukosa saluran
napas lainnya): c), Demam dan menggigil mendukung adanya suatu infeksi; d).
Hemoptisis mengisyaratkan ruptur kapiler/vaskular, misalnya karena emboli paru
tumor atau radang saluran napas
Terpajan keadaan lingkungan atau obat tertentu. a). Alergen seperti serbuk, jamur
atau zat kimia mengakibatkan terjadinya bronkospasme dengan bentuk keluhan sesak
Anamnesis harus mencakup riwayat terpapar penyebab alergi; b) Debu. asap dan
bahan kimia yang menimbulkan intasi jalan napas berakibat terjadinya bronkospasme
pada pasien yang sensitif Menghindari penyebab alergi tersebut mencegah tenadinya
penyakit ini: c) obat-obatan yang dimakan atau injeksi dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang menyebabkan sesak. Riwayat gangguan yang sama dapat
menyingkat daftar penyebab penyakit. khususnya bila pasien tahu nama penyakitnya
dan dapat menceritakan bentuk pengobatan terdahulu. Riwayat penyakit pada tabel
berikut sebaiknya otomatis ditanyakan karena mungkin pasien tidak khusus
menceritakan kecuali bila dokter menanyakannya.
PEMERIKSAAN FISIS
Tanda vital Tekanan darah temperatur, frekuensi nadi dan frekuensi napas
menentukan tingkat keparahan penyakit Seorang pasien sesak dengan tanda-tanda
vital normal biasanya hanya menderita penyakit kronik atau ringan, sementara pasien
yang memperlihatkan adanya perubahan nyata pada tanda-tanda vital biasanya
menderita gangguan akut yang memerlukan evaluasi da pengobatan segera
11
a. Temperatur di bawah 35°C (95 F) atau di atas 41 C 105,8 F) atau tekanan darah
sistolik di bawah 90 mm Hg menandakan keadaan gawat darurat
b. Pulsus paradoksus pada fase inspirasi terjadi peningkatan tekanan arterial lebih
besar dan 10 mm Hg-tanda ini bermanfaat dalam menentukan adanya kemungkinan
udara teperangkap (air trapping) pada keadaan asma dan PPOK eksaserbasi akut.
Ketika obstruksi saluran napas memburuk, variasi itu meningkat dan ketika obstruksi
membaik pulsus paradoxus menurun
c. Frekuensi napas kurang dari 5 kali/ menit mengisyaratkan hipoventilasi dan
kemungkinan besar respiratory arrest. Bila lebih dan 35kali/menit menunjukkan
gangguan yang parah, frekuensi yang lebih cepat dapat terlihat beberapa jam sebelum
otot otot napas menjadi lelah dan terjadi gagal napas
Pemeriksaan Umum
Tampilan Umum. Pasien dapat memberikan isyarat atas diagnosis tersebut. Seorang
Pasien Yang mengantuk dengan napas Yang Lambat Dan Pendek Bisa disebabkan
obat tertentu, retensi CO2 atau Gangguan Sistem Saraf Pusat (misalnya Strok. Edema
serebral pendarahan subaraknoid). Seorang Pasien Yang Gelisah dengan napas yang
cepat dan dalam bisa disebabkan hipoksemia Berat karena primer penyakit
paru/saluran napas ,Jantung atau Bisa juga serangan cemas (anxiety attack), histerical
attack.
Kontraksi Otot bantu napas. Dapat mengungkapkan adanya tanda obstruksi saluran
napas otot bantu pernapasan (accessory muscles) di leher dan otot-otot interkostal
akan berkontraksi/digunakan pada keadaan adanya obstruksi saluran napas moderat
hingga parah Asimetri gerakan dinding dada atau deviasi trakeal dapat pula dideteksi
selama pemeriksaan otot-otot napas. Pada tension pneumothorax- suatu keadaan
darurat-sis gawat yang terkena akan membesar pada setiap inspirasi dan trakea akan
terdorong kesisi yang sebelahnya.
Tekanan vena jugularis harus dicatat. Peninggiannya menandakan adanya
peningkatan tekanan atrium kanan.
Palpasi. a. Tertinggalnya pengembangan suatu hemitoraks yang dirasakan dengan
palpasi bagian lateral bawah rib cage paru bersangkutan menunjukkan adanya
gangguan pengembangan pada hemitoraks tersebut Hal ini bisa akibat obstruksi salah
satu bronkus utama pneumotoraks atau efusi pleura. b) Fremitus taktil. Menurunnya
fremitus taktil yang diperoleh dengan memerintahkan pasien menyebutkan tujuh
puluh tujuh (77) berulang-ulang terpalpasi pada area yang mengalami atelektasis
seperti yang terjadi pada bronkus yang tersumbat atau area yang ada efusi pleura.
Meningkatnya fremitus disebabkan oleh konsolidasi parenkim pada suatu area yang
mengalami inflamasi.
Perkusi. a). Hipersonor akan ditemukan pada hipennflasi paru seperti terjadi selama
serangan asma akut, emfisema, juga pada pneumotoraks. b) Redup (dullness) pada
perkusi menunjukkan konsolidasi paru atau efusi pleura.
Auskultasi. a). Berkurangnya intensitas suara napas pada kedua bidang paru
12
menunjukkan adanya obstruksi saluran napas. Keadaan ini dapat terdengar pada
konsolidasi, efusi pleura atau pneumotoraks. b) Ronki kasar dan nyaring (coarse rales
and wheezing) sesuai dengan obstruksi parsial atau penyempitan saluran mapas, c).
Ronki basah halus (fine, moisf rales) terdengar pada parenkim paru yang berisi
cairan. Ronki bilateral (bilateral rales) disertai dengan rama gallop sesuai dengan
gagal jantung kongestif Ronki setempat sesuai dengan adanya konsolidasi paru di
tempat itu. d). Adanya egofoni (diucapkan huruf T seperti e' datan menandakan
konsolidasi. e). Pada pasien dengan sesak dan rasa sakit di dada harus dipikirkan
kemungkinan adanya friction rub, bila 2 komponen merupakan citi pleuritis dan suara
3 komponen seperti perikarditis.
2.2. PENATALAKSANAAN
TATALAKSANA SESAK NAPAS
Penanganan sesak pada dasarnya mencakup tatalaksana yang tepat atas penyakit yang
melatarbelakanginya. Akan tetapi apabila kondisi pasien memburuk hingga mungkin terjadi gagal
napas akut, maka lebih baik perhatian ditujukan pada keadaan daruratnya dulu sebelum dicari
penyebab yang melatar belakanginya. Diagnosis gagal napas akut dengan analisis gas darah ditentukan
ketika PaO2, kurang dan 50 mm Hg atau PaCO2, lebih besar dan so mm Hg dengan pH di bawah
normal.
SALURAN NAPAS
Periksalah orofaring untuk memastikan saluran napas tidak tersumbat karena pembengkakan (edema)
atau suatu benda asing. Intubasi endotrakeal dapat dilakukan apabila pasien mengalami henti napas
atau mengarah kepada gagal napas progresif.
OKSIGEN
oksigen harus diberikan kecuali apabila ada bukti bahwa retensi CO2 yang akan memburuk karena
tingginya oksigen yang diberikan (FIO2). Sistem Venturi mask delivery dengan FIO2, sebesar 24%
atau 28% biasanya aman. Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan Pao, sebesar 60-70 mm Hg
dengan kenaikan minimal pada PaCO2.
Ventilasi mekanis. Pasien yang diintubasi untuk sementara dapat diberi oksigen melalui Ambu bag
sambil mempersiapkan suatu ventilator sebagai kelanjutannya.
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus kepada
manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi
sekarang ini, riwayat perawatan dahulu, riwayat keluarga dan riwayat
psikososial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien, dimana aspek
biografi yang sangat erat hubungannya dengan gangguan oksigenasi
mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama yang berhubungan
dengan kondisi tempat kerja) dan tempat tinggal. Keadaan tempat tinggal
13
mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau
dengan orang lain yang nantinya berguna bagi perencanaan pulang
(“Discharge Planning”).
a. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan
mengkaji pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan
utama yang biasa muncul pada klien gangguan kebutuhan oksigen dan
karbondioksida antara lain : batuk, peningkatan produksi sputum,
dyspnea, hemoptysis, wheezing, Stridor dan chest pain.
1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit
sistem pernafasan. Tanyakan berapa lama klien batuk (misal 1
minggu, 3 bulan). Tanyakan juga bagaimana hal tersebut timbul
dengan waktu yang spesifik (misal : pada malam hari, ketika
bangun tidur) atau hubungannya dengan aktifitas fisik. Tentukan
batuk tersebut apakah produktif atau non produktif, kongesti,
kering.
2) Peningkatan Produksi Sputum.
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama
dengan batuk atau bersihan tenggorok. Trakeobronkial tree secara
normal memproduksi sekitar 3 ons mucus sehari sebagai bagian
dari mekanisme pembersihan normal (“Normal Cleansing
Mechanism”). Tetapi produksi sputum akibat batuk adalah tidak
normal. Tanyakan dan catat warna, konsistensi, bau dan jumlah
dari sputum karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan
dari proses patologik. Jika infeksi timbul sputum dapat berwarna
kuning atau hijau, sputum mungkin jernih, putih atau kelabu. Pada
keadaan edema paru sputum akan berwarna merah mudah,
mengandung darah dan dengan jumlah yang banyak.
3) Dyspnea
Dyspnea merupakan suatu persepsi kesulitan untuk
bernafas/nafas pendek dan merupakan perasaan subjektif klien.
Perawat mengkaji tentang kemampuan klien untuk melakukan
aktifitas. Contoh ketika klien berjalan apakah dia mengalami
dyspnea ?. kaji juga kemungkinan timbulnya paroxysmal nocturnal
14
dyspnea dan orthopnea, yang berhubungan dengan penyakit paru
kronik dan gagal jantung kiri.
4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan
dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari
paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari
paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru
distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB
Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli
paru, pneumonia, kanker paru dan abses paru.
5) Chest Pain
Chest pain (nyeri dada) dapat berhubungan dengan
masalah jantung dan paru. Gambaran yang lengkap dari nyeri dada
dapat menolong perawat untuk membedakan nyeri pada pleura,
muskuloskeletal, cardiac dan gastrointestinal. Paru-paru tidak
mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, tetapi iga, otot,
pleura parietal dan trakeobronkial tree mempunyai hal tersebut.
Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, perawat harus
menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah yang
menimbulkan nyeri timbul.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Menanyakan tentang riwayat penyakit pernafasan klien. Secara
umum perawat menanyakan tentang :
1) Riwayat merokok : merokok sigaret merupakan penyebab penting
kanker paru-paru, emfisema dan bronchitis kronik. Semua
keadaan itu sangat jarang menimpa non perokok. Anamnesis harus
mencakup hal-hal :
a) Usia mulainya merokok secara rutin.
b) Rata-rata jumlah rokok yang dihisap perhari.
c) Usia melepas kebiasaan merokok.
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada tiga, yaitu :
15
1) Penyakit infeksi tertentu : khususnya tuberkulosa, ditularkan
melalui satu orang ke orang lainnya; jadi dengan menanyakan
riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat diketahui sumber
penularannya.
2) Kelainan alergis, seperti asthma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu; selain itu serangan asthma
mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau kenalan dekat.
3) Pasien bronchitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi
udaranya tinggi. Tapi polusi udara tidak menimbulkan bronchitis
kronik, hanya memperburuk penyakit tersebut.
2. Review Sistem (Head to Toe)
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien pada posisi
duduk.
2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang
lainnya.
3) Tindakan dilakukan dari atas (apex) sampai ke bawah.
4) Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan kondisinya,
skar, lesi, massa, gangguan tulang belakang seperti : kyphosis,
scoliosis dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan
pergerakan dada.
6) Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung atau
pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I)
dan fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini normalnya 1 : 2. Fase
ekspirasi yang memanjang menunjukkan adanya obstruksi pada
jalan nafas dan sering ditemukan pada klien Chronic Airflow
Limitation (CAL)/COPD
8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior
(AP) dengan diameter lateral/tranversal (T). ratio ini normalnya
berkisar 1 : 2 sampai 5 : 7, tergantung dari cairan tubuh klien.
9) Kelainan pada bentuk dada :
a) Barrel Chest
16
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi
peningkatan diameter AP : T (1:1), sering terjadi pada klien
emfisema.
b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum.
Hal ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar,
yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat timbul pada
ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat kecelakaan kerja.
c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana
terjadi peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan
kyphoscoliosis berat.
d) Kyphoscoliosis
Terlihat dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan
mengganggu pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien
dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal lain yang
mempengaruhi thorax.
Kiposis : meningkatnya kelengkungan normal kolumna
vertebrae torakalis menyebabkan klien tampak bongkok.
Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke lateral,
disertai rotasi vertebral
10) Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan
atau tidak adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit
pada paru atau pleura.
11) Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama inspirasi,
yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit dan
mengetahui vocal/tactile premitus (vibrasi).
Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji
saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh
nyeri.
Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara.
17
c. Perkusi
Melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner,
organ yang ada disekitarnya dan pengembangan (ekskursi)
diafragma.
Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal :
Resonan
(Sonor)
Dullness
Tympany
: bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal.
: dihasilkan di atas bagian jantung atau paru.
: musikal, dihasilkan di atas perut yang berisi udara.
Suara Perkusi Abnormal :
Hiperresonan
Flatness
: bergaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang
abnormal berisi udara.
: sangat dullness dan oleh karena itu nadanya lebih
tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah paha,
dimana areanya seluruhnya berisi jaringan.
d. Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan suara nafas normal, suara tambahan (abnormal), dan
suara.
Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui
jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih
Suara nafas normal :
a) Bronchial : sering juga disebut dengan “Tubular sound” karena
suara ini dihasilkan oleh udara yang melalui suatu tube (pipa),
suaranya terdengar keras, nyaring, dengan hembusan yang lembut.
Fase ekspirasinya lebih panjang daripada inspirasi, dan tidak ada
henti diantara kedua fase tersebut. Normal terdengar di atas trachea
atau daerah suprasternal notch.
b) Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara nafas
bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar nyaring dan dengan
intensitas yang sedang. Inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
Suara ini terdengar di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.
18
c) Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin sepoi-sepoi.
Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi, ekspirasi terdengar seperti
tiupan.
Suara nafas tambahan :
d) Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan
karakter suara nyaring, musikal, suara terus menerus yang
berhubungan dengan aliran udara melalui jalan nafas yang
menyempit.
e) Ronchi : terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, karakter
suara terdengar perlahan, nyaring, suara mengorok terus-menerus.
Berhubungan dengan sekresi kental dan peningkatan produksi
sputum
f) Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi.
Karakter suara : kasar, berciut, suara seperti gesekan akibat dari
inflamasi pada daerah pleura. Sering kali klien juga mengalami
nyeri saat bernafas dalam.
g) Crackles
Fine crackles : setiap fase lebih sering terdengar saat inspirasi.
Karakter suara meletup, terpatah-patah akibat udara melewati
daerah yang lembab di alveoli atau bronchiolus. Suara seperti
rambut yang digesekkan.
Coarse crackles : lebih menonjol saat ekspirasi. Karakter suara
lemah, kasar, suara gesekan terpotong akibat terdapatnya cairan
atau sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah
ketika klien batuk.
3. Pengkajian Psikososial
Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan
berpengaruh terhadap fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory
timbul akibat stress.
Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam
peran keluarga dan hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah
keuangan, pekerjaan atau ketidakmampuan.
Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji
reaksi klien terhadap masalah stres psikososial dan mencari jalan
keluarnya.
19
4. Diagnosa
Diagnosa yang berhubungan dengan gangguan oksigenasi yang
mencakup ventilasi, difusi dan transportasi, sesuai dengan klasifikasi
NANDA (2005) dan pengembangan dari penulis antara lain :
1. Bersihan Jalan nafas tidak efektif (Kerusakan pada fisiologi
Ventilasi)
Adalah suatu kondisi dimana individu tidak mampu untuk batuk secara
efektif.
2. Kerusakan pertukaran gas (Kerusakan pada fisiologi Difusi)
Kondisi dimana terjadinya penurunan intake gas antara alveoli dan
sistem vaskuler
3. Pola nafas tidak efektif (Kerusakan pada fisiologi Transportasi)
Adalah Suatu kondisi tidak adekuatnya ventilasi berhubungan dengan
perubahan pola nafas. Hiperpnea atau hiperventilasi akan
menyebabkan penurunan PCO2
PENANGGULANGAN SUMBATAN TRAKEA
Tujuannya ialah untuk memperlancar saluran napas (traktus trakeo-bronkial).
Pada benda asing, dilakukan bronkoskopi untuk mengeluarkan benda asing
Pada trakeomalasia primer, yang disebabkan oleh deformitas kongenital dan cincin
trakea, napas pasien berbunyi (stridor) dan kesukaran bernapas tergantung pada
uasnya kelainan Bronkoskop serat optik dipakai untuk melihat lumen trakea ketika
bernapas pada pasien tidak tidur (tanpa anestesia, hanya dengan analgesia) Biasanya
tampak dinding trakea anterior kolaps ke komponen bagian posterior
Pada kasus ini umumnya tidak perlu tindakan. Oleh karena pada kebanyakan kasus
dapat sembuh sendiri dalam pertumbuhannya tetapi pada keadaan gawat dapat d but
trakeos. tomi, sebagai penyanggah (stent) pada trakea. selama pertumbuhannya
(sampai agak besar) Trakeomalasia sekunder biasanya di- sebabkan oleh faktor
ekstinsk, seperti anomal pembuluh darah atau sebagai komplikasi operasi pada fistula
trakeo esofagus.
Pada tumor trakea intubasi endotrakea tidak mungkin dikerjakan, karena berbahaya
dapat menyebabkan sumbatan komplit saluran napas, terutama pada tumor yang
terdapat di bagian proksimal .
Cara menolongnya ialah dengan memberikan oksigen dan obat sedatif dengan
berhati-hati. Sebaiknya hal ini dilakukan di kamar operasi. dengan mempersiapkan
obat obatan, bronkoskop kaku, dilatator. teleskop. cunam biopsi dan olat trakeostomi
Anestesia diberikan dengan hati-hati. diberi obat inhalasi yang cukup, sehingga
bronkoskopi dapat dikenakan selama 20 menit.
Bronkoskop kaku dimasukkan melalui rima glotis dan berhenti setelah sampai di atas
tumor. Teleskop kaku dimasukkan melalui bronkoskop melalui rongga di celah tumor
20
dengan dinding takea untuk memantau besar tumor yang menyumbat.Tumor
dikeluarkan dengan memakai cunam biopsi. Bila terdapat perdarahan maka
bronkoskop kaku dimasukkan untuk ventilasi dan tampon terhadap perdarahan. Bila
luas saluran takea sudah cukup, barulah direncanakan operasi elektif.
PENANGGULANGAN SUMBATAN BRONKUS
Tujuan penanggulangan sumbatan bron kus ialah untuk mengembalikan fisiologi,
yaitu ventilasi dan drenase sekret, dengan memperbaiki gerakan silia, kekuatan batuk
dan mendeham.
Pada sumbatan bronkus yang disebabkan oleh peradangan, pengobatan selain
terhadap infeksinya, ditujukan juga untuk drenase paru . Diberikan obat
ekspektoransia dan mukolitik. agar mengurangi adhesi-kohesi dan sekret, sehingga
mudah dibatukkan ke luar. Pada ke- adaan ini tidak dibenarkan memberikan obat
penahan batuk (antitusif) dan pasien dilarang meminum alkohol .
Bila sekret mengental. mengering dan melekat, maka mekanisme gerakan silia dan
batuk tidak mampu untuk mengeluarkan sekret yang lekat dan mengental itu. Di
daerah akan terjadi atetektasis dan mudah itu terjadi infeksi. Berdasarkan koadaan itu
perlu dilakukan bronkoskopi.
Kegunaan bronkoskopi pada sumbatan saluran napas ialah :
1. melihat keadaan mukosa
2 mengambil biopsi pada tumor
3 mengambil sekret untuk pemeriksaan mikrobiologik dan Stologik
4 mengambil benda asing yang menyumbat
5 mengambil tumor jinak dan lumen
6. memperluas lumen yang menyempt (striktur dengan melakukan dilatasi
Jadi indikasi bronkoskopi pada sumbatan trakea dan bronkus ialah untuk menegakkan
diagnosis (peradangan. tumor. striktur) dan untuk terapi (mengeluarkan sekret kental.
benda asing mengambil tumor jinak. mendilatasi struktur lumen).
Bronkoskopi merupakan salah satu tindakan endoskopi di bagian ilmu penyakit
telinga. hidung dan tenggorok untuk melihat langsung lumen trakea dan bronkus.
Pada tindakan ini endoskop dimasukkan ke dalam saluran atau rongga
yang akan diperiksa, maka dapat dilihat lumen serta selaput lendir
(dinding) dan saluran atau rongga itu dengan teliti.
EVALUASI LABORATORIUM
Pemeriksaan dahak pemeriksaan dahak harus mencakup pemeriksaan bilasan sputum
gram (gram stoined smear) untuk membuktikan adanya radang saluran as bawah dan
penentuan jenis gram patogen.
2 Analisis gas darah arterial pengukuran gas darah arterial dilakukan pada evaluasi
awal seluruh pasien sesak yang memperlihatkan tekanan darah sistolik kurang dari 90
mm Hg, suatu frekuensi napas lebih dari 35 kali/menit atau kurang dari 10 kali/menit
21
atau sianosis. Apabila gas darah arterial tidak diukur pada p.asien memburuk di
bawah tahap awal dan kondisi perawatan analisis gas darah tersebut harus tetap perlu
diperiksa Nilai ini berguna sebagai petunjuk penggunaan suplemen oksigen dan
keputusan untuk penggunaan ventilasi mekanis 3 Spirometri/Peak Flow Meter (Peak
Expiratory Flow Rate PEFR). Pada pasien yang mengalami eksaserbasi asma atau
PPOK, spirometn memberi kita informasi beratnya obstruksi dan dapat digunakan
untuk menentukan seriusnya keadaan penyakit tersebut Pengukuran PEFR bisa
menggantikan pengukuran sprometri untuk menentukan berat ringannya obstruksI
hasilnya dinyatakan dalam liter per menit. Nilai normal ditentukan untuk setiap
individu menurut jenis kelamin usia dan tinggi badan Nilai kurang dari 50% yang
diperkirakan menunjukkan obstruksi yang parah Pemeriksaan PEFR ini harus
diulangi setiap 30 menit untuk menentukan penalanan penyakit.
Pencitraan (imaging). Pembuatan foto toraks postero- anterior dan lateral dilakukan
apabila dicurigai adanya kelainan pada pleura. parenkim paru atau jantung Adanya
bula, kista, paru emfisematus atau diafragma yang mendatar (flattened diagraph)
mendukung diagnosis PPOK Adanya kardiomegali mendukung kemungkinan
penyebab sesak yang berkaitan dengan jantung
2.3 Prinsip Pemberian Obat
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat secara umum
adalah sebagai berikut :
1. Tepat Penderita
Dalam memberikan obat, harus memastikan dan memeriksa
identitas klien pada setiap kali pemberian obat. Apakah obat yang diberikan
sesuai dengan penderitanya.
2. Tepat Obat
Sebelum memberikan obat pada klien, perlu membaca kembali label
obat serta interaksi obat dan memastikan kembali bahwa klien menerima
obat yang telah diresepkan sesuai dengan penyakit yang derita.
Dalam memberikan obat pada klien, sebaiknya mengecek obat pada
saat menerima resep, akan memberikan pada klien dan pada saat pemberian
pada klien agar tidak terjadi kesalahan memberikan obat.
3. Tepat Dosis
Memastikan dan memeriksa dosis tertentu yang telah diresepkan
dokter untuk klien dengan penyakit tertentu agar tidak terjadi over dosis
22
‘Free draw’You can draw a shape/table with a pen.
atau under dosis yang dapat menimbulkan efek yang tidak dingin (efek
skunder)
4. Tepat Waktu
Memberikan obat yang telah diresepkan pada waktu-waktu tertentu
serta memperhatikan kapan obat tersebut diberikan, sebelum makan atau
sesudah makan. Misal: obat x diberikan dengan dosis harian 2 x sehari
sebelum makan
5. Waspada
Waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan obat.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan napas sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang
berobat ke dokter. Salah satu keluhan utama sistim pernapasan adalah dispnea/rasa
sesak,Dispnea atau sesak merupakan keadaan yang sering ditemukan pada penyakit
paru maupun penyakit jantung. Bila nyeri dada merupakan keluhan yang paling
dominan dalam infark jantung, maka dispnea (sesak napas) merupakan hal yang
dominan pada emboli paru,bahkan sesak napas merupakan gejala utama pada payah
jantung.
Secara umum yang dimaksud dengan dispnea adalah kesulitan bernafas.
Kesulitan bernafas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernapasan
tambahan. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan tetapi dapat pula
terjadi dengan cepat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Soepardi,Efiaty Arsyad.dkk.Buku Ajar THT Kepala & Leher Edisi VII.Jakarta.FKUI
Tabrani. 1996.Prinsip Gawat Paru Edisi II. Jakarta: EGC
Setiati,Siti.dkk.2014.Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam Edisi VI Jilid II.Jakarta.Interna
Publishing.
http://www.dexamedica.com/ourproducts/prescriptionproducts/detail.php?
id=55&idc=8
http://www.hexpharmjaya.com/page/ketorolac.aspx
http://blogs.unpad.ac.id/irman/?p=3
25