Download - Sepsis Pras

Transcript

SEPSIS

1. DefinisiSepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi oleh karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme. Ditandai dengan panas, takikardia, takipnea, hipotensi dan disfungsi organ berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah. Sepsis sindroma klinik yang ditandai dengan :

Derajat Sepsis :1. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), ditandai dengan 2 gejala sebagai berikut :a. Hyperthermia (>100.4 F atau 38 C) atau hypothermia (20/menit), atau PaCO2(tekanan parsial dari karbondioksida dalam arteri darah) < 32 mmHgc. Tachycardia (pulse >100/menit)d. jumlah sel darah putih yang abnormal : leukosit darah >12000/mm3 (leukositosis), 10%2. Sepsis : Infeksi disertai SIRS3. Sepsis Berat : Sepsis yang disertai MODS/MOF, hipotensi, hipoperfusi, Asidosis laktat , oligouri bahkan anuria dan penurunan kesadaran.

4. Syok sepsis adalah subset dari sepsis berat, yang didefinisikan sebagai hipotensi yang diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai hipoperfusi jaringan.Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu metabolisme sel/jaringan.Syok sepsis merupakan keadaaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

2. EtiologiPenyebab terbesar adalah bakteri gram negatif dengan presentase 60 70 % kasusyang menghasilkanberbagai produkyang dapat menstimulasi sel imun yang terpacu untuk melepaskan mediatorinflamasi.5 Produk yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (tumor necrosis factor/ TNF) dan interleukin 1(IL-1), IL-6, dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering mengikat sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

Tabel 1. Etiologi Sepsis Staphylococci, pneumococci, streptococcus, dan bakteri gram negatif lainnya menyebabakan sepsis. Selain itu jamur opoortunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (Falcifarum malariae) dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.Bakteri gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dari semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman , misalnya -hemolisin (S.Aurens), E.colihemolisin (E.coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara langsung.

3. PatogenesisSepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin. Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis. Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-) yang membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10, yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang berlebihan.

Gambar 1. Patogenesis sepsisEndotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS pada dindingnya.Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagaiAntigen Presenting Cell(APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dariMajor Histocompatibility Complex(MHC). Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+ (limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-, IL-2 dan M-CSF (Macrophage Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN- merangsang makrofag mengeluarkan IL-1 dan TNF-. IFN-, IL-1 dan TNF- merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat peningkatan kadar IL-1 dan TNF- dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan TNF- selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1 sebagai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel terdiri dari 3 langkah, yaitu :2 Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin neutrofil dalam mengikat ligan respektif. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil sehingga terjadi syok sepsis yang berakhir dengan kematian.Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-, TNF- dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian syok sepsis pada sepsis dapat dicegah.

4. Patofisiologi Syok sepsisEndotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat seluler pada berbagai organ.Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga terjadi penurunan curah jantung.Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi (myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan .

5. Gejala Klinis SepsisGejala klinis biasanya tidak spesifik, dengan gejala klinis berupa demam, menggigil, gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan, takikardia, takipneu, kesadaran menurun dan oliguria harus dicurigai terjadinya sepsis (tersangka sepsis). Pada keadaan sepsis gejala yang nampak adalah gambaran klinis keadaan tersangka sepsis disertai hasil pemeriksaan penunjang berupa lekositosis atau lekopenia, trombositopenia, granulosit toksik, hitung jenis bergeser ke kiri, CRP (+), LED meningkatdan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau (-).Keadaan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis disertai tanda tanda syok(nadi cepat dan lemah, ekstremitas pucat dan dingin, penurunan produksi urin, dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. Perubahan hemodinamiktanda karakteristik sepsis berat dan syok septik pada awal adalah hipovolemia, baikrelatif (oleh karena venus pooling) maupun absolut (oleh karena transudasi cairan). Kejadian ini mengakibatkan status hipodinamik, yaitu curah jantung rendah, sehingga apabila volume intravaskular adekuat, curah jantung akan meningkat. Pada sepsis berat kemampuan kontraksi otot jantung melemah, mengakibatkan fungsi jantung intrinsik (sistolik dan diastolik) terganggu. Meskipun curah jantung meningkat (terlebih karena takikardia daripada peningkatan volume sekuncup), tetapi aliran darah perifer tetap berkurang. Status hemodinamika pada sepsis berat dan syok sepsis yang dulu dikira hiperdinamik (vasodilatasi dan meningkatnya aliran darah), pada stadium lanjut kenyataannya lebih mirip status hipodinamik(vasokonstriksi dan aliran darah berkurang).Tanda karakterisik lain pada sepsis berat dan syok sepsis adalah gangguan ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah perifer, sehingga kemampuan untuk meningkatkan ekstraksi oksigen perifer terganggu, akibatnya VO2 (pengambilan oksigen dari mikrosirkulasi) berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya gangguan oksigenasi jaringan. Karakteristik lain sepsis berat dan syok sepsis adalah terjadinya hiperlaktataemia, mungkin hal ini karena terganggunya metabolisme piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energi dalam keterbatasan oksigen).Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut, penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan granulositopenia. Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi : Sindrom distress pernapasan pada dewasa Koagulasi intravaskular Gagal ginjal akut Perdarahan usus Gagal hati Disfungsi sistem saraf pusat Gagal jantung Kematian 6. Diagnosisa. RiwayatMenentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi :51. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi2. Hipotensi, oliguria, atau anuria3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas4. Perdarahan

b. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.5

c. LaboratoriumHitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah, sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat. Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

7. Penatalaksanaan

RESUSITASI AWAL DAN PENANGANAN INFEKSI

Resusitasi awal (6 jam pertama) Mulailah segera resusitasi pada pasien dengan hipotensi atau peningkatan serum laktat serum > 4mmol / L ; jangan tunda tertundamasuk ICU Tujuan resusitasi (1C) CVP 8 - 12 mmHg Tekanan Arteri rata-rata (MAV) >65 mmHg. Urin output > 0,5 mL/Kg/Jam. Saturasi oksigen vena sentral (vena cava superior) > 70% atau mixed venous > 65% Pada pasien dengan peningkatan kadar laktat, targer resusitasi adalah menormalkan kadar laktat (2C).

Skrining Sepsis dan Peningkatan Performa Skrining rutin terhadap pasien kritis yang berpotensi berkembang menjadi sepsis berat untuk mendapatkan implementasi terapi lebih awal Upaya peningkatan performa penanganan sepsis berat di Rumah Sakit

Diagnosa Memperoleh antibiotik sesuai kultur sebelum memulai antibiotik yang tersedia ini tidak secara signifikanmemperlambat administrasi antimikroba (1C). Setidaknya dapatkan 2 set kultur darah (aerob dan anaerob) sebelum terapi antimikroba dimulai dengan 1 set diambil secara perkutaneus dan 1 set lain diambil melalui akses vaskuler, kecuali akses vaskuler digunakan < 48 jam. (1C) Penggunaan 1,3 beta-D-glucan assay (2B), mannan and anti-mannan antibody assays (2C), jika tersedia dan kandidiasis invasif merupakan diagnosa diferensial dai penyebab infeksi Pemeriksaan radiologis dilakukan di awal untuk mengkonfirmasi sumber infeksi (UG)

Terapi Antimikroba Mulailah antibiotik intravena seawal mungkin dan selalu dalam jam pertamaterdiagnosa dengan syok sepsis (1B) dan sepsis berat tanpa syok sepsis (1C) Terapi antiinfeksi empiris awal dengan satu atau lebih jenis obat yang bekerja terhadap kemu ngkinan patogen (bakteri dan/atau jamur atau virus) dan yang mempunyai konsentrasi adekuat untuk masuk ke jaringan yang diduga menjadi sember infeksi (1B) Regimen antimikroba harus dinilai ulang setiap hari untuk menilai adanya deeskalasi (1B) Penggunaan kadar prokalsitonin yang rendah atau biomarker lain untuk membantu pemberhentian terapi antibiotik empiris pada pasien yang awalnya terlihat sepsis, tapi tidak mempunyai tanda terjadinya infeksi (2C) Kombinasi terapi empiris pada pasien sepsis berat dengan neutropenia (2B) dan pasien yang sulit diterapi, bakteri dengan multidrug resistant seperti Acinetobacter dan Pseudomonas, spp. (2B). Untuk pasien dengan infeksi berat yang berhubungan dengan gagal nafas dan syok sepsis, kombinasi terapi dengan beta laktam spektrum luas dan aminoglikosida atau fluorokuinolon untuk bakterimia P. Aeruginosa (2B). Kombinasi beta laktam dan makrolida untuk pasien dengan syok sepsis dari infeksi Streptococcus pneumoniae (2B) Durasi terapi biasanya 7-10 hari, pengguanaan yang lebih lama mungkin cocok pasien dengan respon lambat, tempat infeksi yang tidak terpasang drainase, bakteremia dengan S.aureus, beberapa infeksi jamur dan virus atau defisiensi imunologis, termasuk neutropenia (2C) Terapi antiviral dimulai seawal mungkin pada pasien sepsis berat dan syok sepsis yang disebabkan oleh virus (2C) Agen antimikroba tidak digunakan pada pasien dengan inflamasi berat yang bukan disebabkan oleh infeksi

Source Control Tempat anatomi spesifik dari infeksiharus ditetapkan secepat mungkin dandalam 12 jam pertama setelah diagnosa ditegakkan, bila memungkinkan (1C) Saat nekrosis peripankreatik terinfeksi diduga menjadi sumber infeksi, intervensi definitif sebaiknya ditunda sampai terjadi demarkasi dari jaringan viabel dan yang tidak viabel (2B) Ketika dibutuhkan source control terhadap pasien sepsis berat, intervensi efektif yang berefek fisiologis minimal harus digunakan (misal drainase abses perkutaneus daripada drainase surgical) Jika akses intravaskuler merupakan dugaan sumber infeksi sepsis berat atau syok sepsis, harus dilepas setelah akses vaskuler lain terpasang (UG)

Pencegahan Infeksi Dekontaminasi oral dan digestif selektif harus diperkenalkan sebagai suatu metode untuk menurunkan insiden terjadinya VAP (2B) Klorheksidin Glukonat oral digunakan sebagai dekontaminasi orofaringeal untuk menurunkan resiko terjadinya VAP pada pasien sepsis berat yang dirawat di ICU (2B)

DUKUNGAN HEMODINAMIK DAN TERAPI ADJUNGTIF

Terapi Cairan Kristaloid merupakan pilihan untuk resusitasi sepsis berat dan syok sepsis (1B) Tidak digunakan HES untuk resusitasi pasien dengansepsis berat atau syok sepsis (1B) Albumin digunakan dalam resusitasi pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis ketika pasien membutuhkan kristaloid dalam jumlah banyak (2C) Fluid challenge awal pada pasien dengan hipoperfusi yang disebabkan sepsis dengan dugaan hipovolemia adalah 30 mL/kg kristaloid (sebagian dapat berupa ekuivalen albumin). Pemberian yang lebih cepat dan lebih banyak mungkin dibutuhkan pada sebagian pasien (1C) Cara pemberian fluid challenge dapat digunakan secara kontinu selama terdapat peningkatan hemodinamik berdasarkan variabel dinamik (perubahan pulse pressure, variasi stroke volume) atau variabel statik (arterial pressure, heart rate)

Vasopressors Menjaga MAP > 65 mm Hg (1C) Norepinefrin adalah vasopressors pilihan awal (1B) Epinephrine (ditambahkan atau menggantikan norepinephrine) ketika agen tambahan diperlukan untuk menjaga tekanan darah adekuat (2B) Vasopressin 0,03 unit/menit dapat ditambahkan ke norepinephrine (NE) dengan tujuan untuk menaikkan MAP atau mengurangi dosis NE (UG) Vasopresin dosis rendah tidak direkomendasikan sebagai vasopresor awal tunggal untuk menangani hipotensi yang disebabkan sepsis dan vasopressin dengan dosis diatas 0,03-0,04 unit/menit sebaiknya hanya digunakan untuk terapi penyelamat (kegagalan untuk mencapai MAP yang adekuat dengan agen vasopressor lain) (UG) Dopamin sebagai agen vasopressor alternatif norepinephrine digunakan hanya untuk pasien yang selektif (pasien dengan resiko rendah terjadinya takiaritmia dan bradikardia relatif atau absolut) (2C) Phenylephrine tidak direkomendasikan sebagai terapi syok sepsis terkecuali pada keadaan norepinephrine dihubungkan dengan aritmia serius, CO diketahui tinggi dan tekanan darah tetap rendah, dan sebagai terapi penyelamat ketika kombinasi inotropik/vasopressor dan vasopreein dosis rendah gagal mencapai target MAP (1C) Jangan gunakan dopamin dosis rendah untuk perlindungan ginjal (1A) Pada pasien yang membutuhkan vasopressors, memasukkan kateter arteri sesegera mungkin (1D)Terapi Inotropik Gunakan dobutamin infus sampai 20 mcg/kg/BB/menit atau ditambahkan pada vasopressor (jika sedang digunakan) pada pasien dengan disfungsi miokard yang disertai oleh peningkatanmengisi tekanan jantung dan output jantung yang rendah (1C) Jangan meningkatkan Cardiac indeks ke tingkat supranormal yang telah ditentukan (1B)

Steroid Pertimbangkan hidrokortison intravena untuk syok sepsis dewasa ketika terjadi respon yang buruk pada hipotensi setelah resusitasi cairan dan vasopressors yang adekuat dengan dosis hidrokortison tunggal 200 mg per hari (2C) ACTH stimulation test tidak dianjurkan untuk mengidentifikasi subset dari orang dewasa dengan syok sepsis siapa yang harus menerima hidrokortison (2B) Terapi steroid dapat di tapering bila vasopressors tidak lagi diperlukan (2D) Ketika hirokortison digunakan, gunakan continuous flow (2D) Jangan menggunakan kortikosteroid untuk mengobati sepsis tanpa adanya shock (1D)

TERAPI SUPORTIF LAIN UNTUK SEPSIS BERAT

Pemberian produk darah Ketika hipoperfusi sudah ditangani dan tidak adanya kejadian khusus (misalnya, iskemia miokard, hipoksemia berat, perdarahan akut, penyakit jantung iskemik, atau asidosis laktat) Berikan sel darah merah pada saat hemoglobin turun < 7,0 g/dL (70 g/L) untuk target hemoglobin 7,0-9,0 g/dL pada orang dewasa (1B) Jangan menggunakan erythropoietin untuk mengobati anemia yang berhubungan dengan sepsis berat. (1B) Jangan gunakanfresh frozen plasmauntuk memperbaiki kelainan pembekuan dari laboratorium kecuali ada perdarahan atau dirancanakan prosedur invasif (2D) Jangan gunakan terapi antithrombin sebagai terapi syok berat atau syok sepsis (1B) Pada pasien dengan sepsis berat, diberikankan platelet ketika (2D)a. Hitungan < 10.000/mm3(10 x 109/ L) tanpa pendarahan.b. Hitungan < 20.000/mm3 (20 x 109/L) dan ada risiko pendarahan yang signifikan.c. Hitung platelet tinggi > 50.000 / mm3[50 x 109/L]) adalah diperlukan untuk operasi atau prosedur invasive

ImunoglobulinTidak menggunakan imunoglobulin intravena pada pasien dewasa dengan sepsis berat atau syok sepsis (2B)

SeleniumTidak menggunakan selenium intravena pada pasien dewasa dengan sepsis berat (2C)

Tentang rekomendasi mengenai penggunaan Recombinant Activated Protein C (rhAPC)Tidak ada rekomendasi penggunaan rhAPC (tidak lagi tersedia)

Ventilasi mekanik untuk sepsis-induced ALI / ARDS

Target tidal volume 6 mL / kg (diprediksi) berat badan pada pasien dengan ARDS yang disebabkan sepsis (1A vs 12 mL/kg) Target tekanan batas atas tekanan plateu pada pasien ARDS < 30 cm H2O. (1B) Set PEEP untuk menghindarikolaps paru-paru yang luas pada end-ekspiration (1B) Strategi berdasarkan kadar PEEP yang lebih tinggi dibanding yang lebih rendah yang digunakan pada pasien dengan ARDS sedang-berat yang disebabkan sepsis (2C) Manuver rekrutmen digunakan pada pasien sepsis dengan hipoksemia refraker berat (2C) Pasien sepsis dengan ventilasi mekanik harus diposisikan dengan kepalaterangkat 30-45o untuk membatasi resiko aspirasi dan mengurangi resiko terjadinya VAP (1B) Pertimbangkan menggunakan posisi prone untuk pasien ARDS Pao2/Fio2 ratio 100 mm Hg pada fasilitas yang terbiasa melakukan praktek ini (2B) Masker ventilasi noninvasive dapat dipertimbangkan pada sebagian kecil pasien ALI / ARDS dengan kegagalan pernapasan hypoxemic ringan sampai sedang yang mana keuntungannya sudah dipertimbangkan dan diperkirakan melebihi resiko (2B) Gunakan protokol weaning dan SBT (Spontaneous Breathing Trial) secara teratur untuk mengevaluasi potensi menghentikan ventilasi mekanik (1A)a. Arousableb. Hemodynamic stabil tanpa vasopressorsc. Tidak memiliki kondisi baru yang berpotensi seriusd. Mempunyai low ventilatory dan tekanan end-expiratory yang memenuhi syarat Memiliki level FIO2 yang dapat dengan aman dirubah dengan pemakaian sungkup muka atau nasal kanul Jangan menggunakan pulmonary artery cateteruntuk pemantauan secara rutin terhadap pasien dengan ALI / ARDS (1A) Gunakan strategi cairan konservatif untuk pasien dengan terdiagnosa ARDS yang tidak memiliki klinis hypoperfusion jaringan (1B)Sedasi, analgesia, dan blokade neuromuskular pada sepsis

Gunakan sedasi bolus intermiten atau infus kontinu untuk hasil akhir yang telah ditentukan (skala sedasi), (1B) Hindari neuromuskuler blocker pada pasien tanpa ARDS jika mungkin dikarenakan resiko blokade neuromuskuler yang panjang setelah pemberhentian. Jika NMBA harus digunakan, monitor kedalaman blok dengan train-of-four saat blokade (1C) NMBA singkat tidak lebih dari 48 jam pada pasien dengan ARDS dan Pao2/Fio2 < 150 mm Hg (2C)

Kontrol Glukosa Suatu pendekatan manajemen gula darah di ICU pada pasien dengan sepsis berat menggunakan insulin saat pemeriksaan gula darah dua kali berturut-turut > 180 mg/dL. Pendekatan ini harus mempunyai target batas atas glukosa < 180 mg/dL, daripada target batas atas < 110 mg/dL (1A) Sediakan sumber kalori glukosa dan pantau glukosa darah setiap 1-2 jam (4 jam setelah stabil) pada pasien yang menerima insulin intravena (1C) Interpretasi dengan hati-hati saat memperoleh kadar glukosa rendah kapiler dengan point of care testing, karena teknik ini tidak dapat memberikan akurasi yang tinggi nilai darah arteri atau plasma glukosa (1B)

Renal replacement Intermittent hemodialysis dan CRRT dianggap setara (2B) Penggunaan CRRT menawarkan manajemen balans cairan lebih mudah pada pasien hemodynamik yang tidak stabil (2D)

Terapi bikarbonat Jangan gunakan terapi bikarbonat untuk tujuan memperbaiki hemodinamik atau mengurangi persyaratan vasopressor ketika merawat hypoperfusion-induced lactat acidemia dengan > pH 7,15 (1B)

Profilaksis deep vein thrombosis Pasien dengan sepsis berat harus mendapat farmakoprofilasis terhadap VTE (1B). Hal ini dicapai dengan pemberian LMWH subkutan harian (1B vs UFH dua kali sehari, 2C vs # kali sehari UFH). Jika klirens kreatinin < 30 mL/menit, gunakan dalteparin (1A) atau LMWH lain yang mempunyai metabolisme ginjal berderajat rendah (2C) atau UFH (1A) Pasien dengan sepsis berat diterapi dengan kombinasi terapi farmakologis dan alat kompresi pneumatik intermiten ketika memungkinkan (2C) Pasien sepsis dengan kontraindikasi penggunaan heparin(trombositopenia, koagulopati berat, perdarahan aktif, perdarahan intraserebral baru) bisa tidak diberikan terapi farmakologis (1B) tapi mendapat terapi profilaksis mekanik seperti stoking kompresi atau alat kompresi intermiten (2C), kecuali mempunyai kontraindikasi. Ketika resiko menurun mulai terapi farmakologis (2C)

Profilaksis stress ulcer Profilaksis stress ulcer menggunakan H2 blocker atau PPI diberikan pada pasien sepsis berat/syok sepsis yang mempunyai resiko perdarahan (1B) Ketika profilaksis stress ulcer digunakan, PPI daripada H2RA (2D) Pasien yang tidak mempunyai faktor resiko tidak diberikan profilaksis (2B)

Nutrisi Pemberian oral atau enteral (jika dibutuhkan) feeding, daripada puasa total atau hanya glukosaintravena dalam 48 jam setelah diagnosa sepsis berat atau syok sepsis ditegakkan (2C) Hindarkan pemberian nutrisi tinggi kaloti pada minggu pertama, tapi naikkan secara perlahan (pemberian awal maksimum 500 kalori perhari) (2B) Penggunaan glukosa IV dan nutrisi enteral daripada TPN tunggal atau nutrisi parenteral yang digabungkan dengan nutrisi enteral pada 7 hari pertama setelah didiagnosa sepsis berat atau syok sepsis (2B) Gunakan nutrisi tanpa suplemen imunomodulasi spesifik daripada nutrisi yang mengandung suplemen imunomodulasi spesifik pada pasien dengan sepsis berat (2C)

Penetapan Tujuan Perawatan Diskusikan tujuan akhir perawatan dengan pasien dan keluarga pasien (1B) Masukkan tujuan akhir perawatan ke penanganan dan terapi dan perencanaan perawatan end-of-life, gunakan perawatan paliatif dengan sesuai (1B) Lakukan tujuan akhir perawatan seawal mungkin, tapi tidak lebih dari 72 jam sejak pasien masuk ke ICU (2C)

19