Download - sepsis neonatorum.docx

Transcript
Page 1: sepsis neonatorum.docx

SEPSIS NEONATORUM

Oleh : HARSOENI

PENDAHULUAN

Sepsis pada BBL (sepsis neonatal) masih merupakan masalah yang belum dapat

terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Di negara berkembang, hampir

sebagian besar BBL yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang

sama ditemukan di negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif BBL.

Disamping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis BBL.

Dalam laporan WHO yang dikutip Child Healt Research Project Special Report :

Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian

BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus

neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Disamping Tetanus neonatorum, case

fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak

faktor resiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.1

Sepsis yang disebabkan bakteri masih menjadi penyebab utama kesakitan dan

kematian neonatus. Sepsis neonatorum sangat berbahaya dan bayi yang tetap hidup bisa

mengalami cacat neurologis yang signifikan karena menyangkut SSP, syok septik atau

paru yang menetap. Sepsis neonatorum merupakan penyakit pda neonatus yang secara

klinis sakit dan menunjukkan kultur darah positif.2

Patogen yang berkaitan dengan sepsis neonatorum bervariasi di berbagai negara

dan pada waktu yang berbeda. Di Indonesia, Denmark dan negara-negara Amerika Latin,

kuman gram-negatif merupakan patogen paling sering ditemui. Di USA dan Europa

Barat, streptokokus group B (GBS) merupakan kuman yang paling sering ditemukan.2

1 | P a g e

Page 2: sepsis neonatorum.docx

DEFINISI

Sepsis neonatal merupakan sindrom klinis penyakit sistemik akibat infeksi yang

terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan.3

Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai

dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang

atau air kemih.1

Sejak adanya konsensus dari America College of Chest Physician/Society of

Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) telah timbul berbagai istilah dan definisi di

bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada kelompok BBL dan penyakit anak.1

Istilah/definisi tersebut antara lain :1

Sepsis merupakan sindrom respons inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory

Respons Syndrome- SIRS) yang terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus,

jamur ataupun parasit.

Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang yang disertai disfungsi organ

kardiovaskular dan gangguan nafas akut atau terdapat gangguan dua organ lain

(seperti gangguan neurologi, hematologi, urogenital, dan hepatologi).

Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi walaupun telah

mendapatkan cairan adekuat.

Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu lagi

mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi perubahan fungsi dua atau

lebih organ tubuh.

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian/insiden sepsis dinegara yang sedang berkembang masih cukup

tinggi (1,8-18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran). Pada

bayi laki-laki risiko sepsis 2 kali lebih besar dari bayi perempuan. Kejadian sepsis juga

meningkat pada BKB dan BBLR. Pada bayi berat lahir amat rendah (<1000 g) kejadian

sepsis terjadi terjadi pada 26 perseribu kelahiran dan keadaan ini berbeda bermakna

dengan bayi berat lahir antara 1000-2000 g yang angka kejadiannya antara 8-9 perseribu

kelahiran. Demikian pula risiko kematian BBLR penderita sepsis lebih tinggi bila

dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan.1

2 | P a g e

Page 3: sepsis neonatorum.docx

Secara nasional kejadian/insidensi sepsis neonatal belum ada. Laporan angka

kejadian di Rumah Sakit menunjukkan jauh lebih tinggi khususnya bila Rumah sakit

tersebut merupakan tempat rujukan. Di RS Cipto Mangunkusumo misalnya, angka

kejadian sepsis neonatal memperlihatkan angka yang tinggi dan mencapai 13,7%

sedangkan angka kematian mencapai 14%.1

Dari tahun ketahun sinsiden sepsis tidak banyak mengalami perbaikan,

sebaliknya angka kematian memperlihatkan perbaikan yang bermakna. Di Inggris, angka

kematian sepsis neonatal pada tahu 1985-1987 (25-30%) menunjukkan penurunan yang

bermakna dibandingkan dengan tahun 1996-1997 (menjadi 10%). Hal ini terjadi karena

kemajuan teknologi kedokteran serta penemuan berbagai macam antibiotika baru.

Perbaikan angka kematian ini tidak disertai dengan perubahan insidensi sepsis pada

waktu tersebut.1

Dalam 5-10 tahun terakhir ini terdapat informasi baru mengenai patogenesis

sepsis. Informasi ini memberikan juga cakrawala baru dalam pencegahan dan manajemen

bayi. Beberapa studi melaporkan cara diagnosis dan tata laksana sepsis yang lebih efisien

dan efektif pada bayi yang beresiko. Cara terakhir ini membutuhkan teknlogi kedokteran

yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau untuk Negara

berkembang.1

ETIOLOGI

Bakteri, virus, jamur, dan protozoa (jarang) dapat menyebabkan sepsis pada

neonatus. Penyebab yang paling sering dari sepsis awitan dini adalah streptokokus group

B (SGB) dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Sepsis awitan lanjut

dapat disebabkan oleh Streptokokus Group B (SGB), virus herpes simpleks (HSV),

enterovirus dan E.Coli K1. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, candida

dan stafilokokus koagulase-negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada

sepsis mulai akhir.4

Bakteri patogen paling sering menyebabkan sepsis:2

3 | P a g e

Page 4: sepsis neonatorum.docx

Sepsis Awitan Dini

Streptokokus Group B

Kuman gram-negatif enterik

Enterococcus sp

Stafilokokus koagulasi-negatif

Sepsis Awitan Lanjut

Stafilokokus koagulasi-negatif

Stafilokokus aureus (MSRA)

Kuman gram-negatif enterik

Streptokokus Group B.

FAKTOR RESIKO

Pada sepsis awitan dini faktor risiko dikelompokkan menjadi:1,5

1. Faktor ibu

a. Persalinan dan kelahiran kurang bulan

b. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam

c. Chorioamninitis

d. Persalinan dengan tindakan

e. Demam pada ibu (>38,4oC)

f. Infeksi saluran kencing pada ibu

g. Faktor social ekonomi dan gizi pada ibu.

h. Asfiksia antenatal atau intrapartum.2

i. Cairan ketuban hijau keruh atau berbau.

j. Kehamilan kembar.6

2. Faktor bayi

a. Asfiksia perinatal

b. Berat lahir rendah

c. Bayi kurang bulan

d. Prosedur invasif

e. Kelainan bawaan.1

f. Neonatus dengan selang endotrakea, akses vena sentral, kateter infus

4 | P a g e

Page 5: sepsis neonatorum.docx

g. Neonatus yang minum susu formula.2

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan

beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan

kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu :1

1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang di derita ibu dapat mencapai janin melalui

aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini

ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listerida dll.

2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik misalnya

saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis.

Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan

amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.

3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih

berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam

rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan

ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir

akan meningkat apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.

Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat beratnya sepsis

tampaknya tidak banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi. Sepsis biasanya akan

dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan gambaran proses inflamasi,

koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya menimbulkan gangguan sirkulasi dan

perfusi yang berakhir dengan gangguan fungsi organ.1

Informasi dalam patogenesis dan perjalanan penyakit penderita sepsis ini merupakan

konsep patogenesis infeksi yang banyak dibahas akhir-akhir ini dan dikenal dengan

konsep “systemic inglamatory response syndrome” (SIRS). Dalam konsep ini diajukan

adanya gambaran klinik infeksi dengan respon sistemik yang ada pada stadium lanjut

menimbulkan perubahan fungsu sebagai organ tubuh yang disebut Multi Organ

Dysfunction Syndrome (MODS). Patofisiologi cascade inflamasi ini berbeda dengan

gambaran yang di anut sebelumnya dan hal ini merubah pula definisi berbagai keadaan

5 | P a g e

Page 6: sepsis neonatorum.docx

yang ditemukan pada cascade tersebut. Pada mulanya konsep ini lebih banyak diteliti

pada pasien dewasa, tetapi patofisiologi mengenai SIRS dan MODS ini mulai dibahas

pula dalam bidang pediatri dan BBL. Berlainan dengan pasien dewasa, pada BBL

terdapat berbagai tingkat defisiensi system pertahanan tubuh, sehingga respons sistemik

pada janin dan BBL akan berlainan dengan pasien dewasa. Sebagai contoh, pada infeksi

awitan dini respon sistemik pada BBL mungkin terjadi saat bayi masih didalam

kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflamatory response syndrome (FIRS),

yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi kuman vagina-ascending

infection-atau infeksi yang menjalar secara hematogen dari ibu yang menderita infeksi.

Dengan demikian konsep infeksi pada BBL, khusus pada infeksi awitan dini, penjalaran

penyakit bermula dengan FIRS kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan septik,

disfungsi multi organ dan akhirnya kematian.1

Pada infeksi awitan lambat perjalanan penyakit infeksi tidak berbeda dengan definisi

pada anak. Dengan kesepakatan terakhir ini, definisi sesis neonatal ditegakkan apabila

terdapat keadaan SIRS/FIRS yang dipicu infeksi baik berbentuk tersangka (suspected)

infeksi ataupun terbukti (proven) infeksi. Selanjutnya dikemukakan, sepsis BBL

ditegakkan bila ditemukan satu atau lebih kriteria FIRS/SIRS yang disertai dengan

gambaran klinis sepsis.1

Gambaran klinis sepsis BBL tersebut bervariasi, karena itu kriteria diagnostik harus

pula mencakup pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun

pemeriksaan khusus lainnya. Kriteria tersebut terkait dengan perubahan yang terjadi

dalam perjalanan penyakit infeksi. Perubahan tersebut dapat dikelompokkan dalam

berbagai variabel antara lain variabel klinik (seperti suhu tubuh, laju nadi, dll), variabel

hemodinamik (tekanan darah), variabel perfusi jaringan (capilary refill) dan variabel

inflamasi (gambaran leukosit, trombosit, IT ratio, sitokon dll).1

Berbagai variabel inflamasi tersebut di atas merupakan respons sistemik yang

ditemukan pada keadaan FIRS/SIRS yang antara lain terlihat adanya perubahan system

hematologik, system imun tubuh dll. Dalam sistem imun, salah satu respon sistemik yang

penting pda pasien SISR/FIRS adalah pembentukan sitokin. Sitokin yang terbentuk dalam

proses infeksi berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflamasi atau

trauma. Sebagian sitokin (Pro Inflamatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-α) dapat

memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (inti-inflamatory cytokine` seperti

IL-4 dan, IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempertahankan hmeostasis organ vital

tubuh. Selain berperan dalam regulasi proses inflamasi, pembentukan sitokin dapat pula

6 | P a g e

Page 7: sepsis neonatorum.docx

digunakan sebagai penunjang diagnostik sepsis neonatal. Kuster dkk (1998) melaporkan

bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum

gejala klinis sepsis muncul. Pelaporan ini bermanfaat dalam manajement pasien karena

pada bayi beresiko tata laksana sepsis dapat dilakukan dengan lebih efisien.1

Perubahan sistem imun penderita sepsis menimbulkan perubahan pula pada system

koagulasi. Pada sistem koagulasi tersebut terjadi peningkatan pembentukan Tissue Factor

(TF) yang bersama dengan faktor VII darah akan berperan pada proses koagulasi. Kedua

faktor tersebut menimbulkan aktivasi faktor IX dan X sehingga terjadi proses

hiperkoagulasi yang menyebabkan pembentukan trombin yang berlebihan dan

selanjutnya meningkatkan produksi fibrin dari fibrinogen. Pada pasien sepsis, respon

fibrinolisis yang biasa terlihat pada bayi normal juga terganggu. Supresi fibrinolisis

terjadi karena meningkatnya pembentukan plasminogen-activator inhibitor-1 (PAI-1)

yang dirangang oleh mediator proinflamasi (TNF alpha). Demikian pula pembentukan

trombin yang berlebihan berperan dalam aktivasi thrombin-activable fibrinolysis inhibitor

(TAFI) yaitu faktor yang menimbulkan supresi fibrinolisis. Kedua faktor yang berperan

dalam supresi ini mengakibatkan akumulasi fibrin darah yang dapat menimbulkan

mikrotrombi pada pembuluh darah kecil sehingga terjadi gangguan sirkulasi. Gangguan

tersebut mengakibatkan hipoksemia jaringan dan hipotensi sehingga terjadi disfungsi

berbagai organ tubuh. Manifetasi disfungsi multiorgan ini secara klinis dapat

memperlihatkan gejala-gejala sindrom distres pernafasan, hipotensi, gagal ginjal dan bila

tidak teratasi akan diakhiri engan kematian pasien.1

KLASIFIKASI

Sepsis dibedakan menjadi:3

Early Onset Sepsis (EOS), timbul dalam 3 hari pertama, berupa gangguan

multisistem dengan gejala pernafasan yang menonjol; ditandai dengan awitan

tiba-tiba dan cepat berkembang menjadi syok septik dengan mortalitas tinggi

Late Onset Sepsis (LOS), timbul setelah umur 3 hari, lebih sering di atas 1

minggu. Pada sepsis awitan lambat, biasanya ditemukan fokus infeksi dan sering

disertai dengan meningitis

Sepsis Nosokomial, ditemukan pada bayi risiko tinggi yang dirawat,

berhubungan dengan monitor invasif dan berbagai teknik yang digunakan diruang

rawat intensif.

7 | P a g e

Page 8: sepsis neonatorum.docx

MANIFESTASI KLINIS

Temuan klinis dapat tidak spesifik dan seringkali “subtle”. Temuannya adalah sebagai

berikut :2

Gawat nafas: apnea, takipnea dan sianosis (paling sering)

Gejala gastrointestinal seperti muntah, diare, distensi abdomen, ileus dan sulit

minum

Hipotermia (paling sering) atau hipertermia

Hepatomegali

Ikterus

Hipoglikemia atau hiperglikemi

Letargi

Irritability

Kejang

Fontanela menonjol atau penuh

Hipotensi

Ketidakstabilan vasomotor

Syok

Disseminated Intravascular Coagulopathy (DIC).

DIAGNOSIS

Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain:1

Faktor resiko

Gambaran klinik

Pemeriksaan penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien karena salah satu

faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien.

Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada

awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun kelahiran

dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal.

Berlainan dengan awitan dini, pd pasien awitan lambat, infeksi terjadi karena sumber

infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.1

8 | P a g e

Page 9: sepsis neonatorum.docx

Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan dan

prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam kelangsungan hidup

bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu, diagnosis

sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala sepsis klasik

yang ditemukan pada anak` lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala

sepsis neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada BBL.

Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai pegangan

tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.1

Anamnesis

Yang perlu ditanyakan pada anamnesis yaitu:3

Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan infeksi

berat atau ketuban pecah dini

Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang

higienis

Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah

Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium

Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat

Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas berkurang atau iritabel/rewel,

muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang.

Pemeriksaan fisik

Yang perlu diketahui pada pemeriksaan fisik yaitu:3

Keadaan umum:

Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermi)

Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang

Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik

Iritabel atau rewel

Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis.

Gastrointestinal

Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali

Tanda mulai muncul sesudah hari keempat.

9 | P a g e

Page 10: sepsis neonatorum.docx

Kulit

Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, sklerema, ikterik.

Kardiopulmonal

Takipnu, distres resporasi (nafas cuping hidung, merintih, retraksi)

takikardi, hipotensi.

Neurologis

Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku

kuduk sesuai engan meningitis.

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium :3

Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial utuk menilai

perubahan akibat infeksi, adanya leukositosis atau leukopeni, neutropeni,

peningkatan rasio netrofil imatur/total (I/T) lebih dari 0,2

Peningkatan protein fase akut (C-reactive protein), peningkatan IgM.

Ditemukan kuman pada pemeriksaan kultur dan pengecatan Gram pada sampel

darah, urin dan cairan serebrospinal serta dilakukan uji kepekatan kuman

Analisis gas darah: hipoksia, asidosis metabolik, asidosis laktat

Pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan peningkatan jumlah leukosit

terutama PMN, jumlah leukosit ≥20/mL (umur kurang dari 7 hari) atau ≥10/mL

(umur lebih dari 7 hari), peningkatan kadar protein, penurunan kadar glukosa

serta ditemukan kuman pada pengecatan Gram. Gambaran ini sesuai dengan

meningitis yang sering terjadi pada sepsis awitan lambat

Gangguan metabolik hipoglikemi, asidosis metabolik

Peningkatan kadar bilirubin.

Radiologis

Foto thoraks dilakukan jika ada gejala distres pernafasan. Pada foto torak dapat

ditemukan :3

Pneumonia kongenital berupa konsolidasi bilateral atau efusi pleura

10 | P a g e

Page 11: sepsis neonatorum.docx

Pneumonia karena infeksi intrapartum, berupa infiltrasi dan destruksi jaringan

bronkopulmoner, atelektasis segmental atau lobaris, gambaran retikulogranular

difus (seperti penyakit membran hialin) dan efusi pleura

Pada pneumonia karena infeksi pascanatal, gambarannya esuai dengan pola

kuman setempat.

Pemeriksaan penunjang lain

Pemeriksaan plasenta dan selaput janin dapat menunjukkan adanya korioamnionitis yang

merupakan potensi terjadinya infeksi pada neonatus.6

Jika ditemukan gejala neurologis, dapat dilakukan CT scan kepala, dapat

ditemukan obstruksi aliran cairan serebrospinal, infark atau abses. Pada ultrasonografi

dapat ditemukan vertikulitis.3

TATALAKSANA SEPSIS

Sepsis Neonatorum Awitan Dini

Profilaksis Antimikroba Intrapartum (PAI)

Rekomendasi terkini untuk terapi antimikroba intrapartum termasuk:2

Persalinan kurang bulan <37 minggu

Ketuban pecah dini > 18 jam

Demam intrapartum pada ibu (≥38oC)

Anak sebelumnya terkena infeksi GBS simptomatik

Bakteriuria GBS pada ibu selama kehamilan ini.

Neonatus yang lahir dari ibu yang mendapatkan PAI termasuk :2

Jika bayi menunjukkan tanda sepsis, ambil kultur dan mulai berikan antibiotika

Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan ≥35 minggu dan ibu

mendapatkan sedikitnya 2 dosis antibiotika, amati bayi dengan ketat. Tidak perlu

kultur ataupun antibiotika.

11 | P a g e

Page 12: sepsis neonatorum.docx

Jika bayi tidak menunjukkan tanda sepsis, kehamilan <35 minggu atau ibu bayi

hanya mendapatkan satu dosis antibiotika, periksa darah tepi lengkap dan kultur

darah dan lakukan observasi. Tidak perlu antibiotika.

Neonatus dengan kecurigaan klinis terkena sepsis:2

Harus lakukan kultur terlebih dahulu

Organisme yang menjadi sasaran terapi adalah GBS, kuman gram-negatif dan

Listeria monositogenes

Antibiotika yang dianjurkan adalah ampicilin dan gentamicin

Cephalosporin generasi ketiga (cefotaxim atau ceftazidime) bisa menggantikan

gentamicin jika ada kecurigaan klinis meningitis atau jika gram-negatif dominan

di unit ini.

Ampicilin secara tunggal tidak dapat digunakan lagi karena 100% resisten

terhadap semua kuman penyebab sepsis.

Sepsis Neonatorumin Awitan Lanjut :2

Staphylococcus sp. Merupakan penyebab predominan infeksi nosokomial awitan

lanjut

Vancomycin atau sodium oxacillin bersamaan dengan gentamicin atau

chepalosporin harus dipertimbangkan pada kasus resistensi penisilin

Methicillin juga dapat digunakan

Data kuman penyebab sepsis awitan lambat dari rumah sakit DR Cipto

Mangunkusumo tahun 2005 sama seperti diatas.

Infeksi Anaerobik

Clindamycin.

Infeksi Jamur

Amphotericin-B.

Terapi Pendukung

Inotropika :pada disfungsi miokardial

12 | P a g e

Page 13: sepsis neonatorum.docx

Terapi cairan dan elektrolit

Nutrisi enteral atau parenteral menurut kebutuhan neonatus.

PENGOBATAN TAMBAHAN

Walaupun pemberian antibiotik masih merupakan tatalaksana utama pengobatan

sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan tambahan (adjunctive therapy, adjuvant

therapy) banyak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayi.1

Pengobatan tambahan atau terapi inkonvesional semacam ini selain mengatasi

berbagai defisiensi dan sebelum matangnya fungsi pertahanan tubuh BBL, juga dalam

rangka mengatasi perubahan yang terjadi dalam perjalanan penyakit dan cascade

inflamasi pasien sepsis neonatal. Beberapa terapi inkonvesional yang sering diberikan,

antara lain:1

1. Pemberian imunoglobulin secara intravena (Intravenous Immunoglobulin-

IVIG)

Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan

antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih.

Manfaat pemberian IVIG sebagai tatalaksana tambahan pada penderita sepsis

neonatal masih kontroversi. Penurunan mortalitas ditemukan secara bermakna

pada suatu penelitian tetapi pada penelitian lain IVIG tidak memperlihatkan

perbedaan. Suatu studi multisenter memperlihatkan terdapat penurunan mortalitas

neonatal sepsis pada 7 hari pertama pemberian, tetapi kelangsungan hidup

selanjutnya tidak berbeda bermakna. Dalam suatu studi metanalisa yang

dilakukan terdapat 4933 bayi yang mendapatkan profilaksis IVIG dan 110 bayi

menerima IVIG sebagai terapi sepsis dilaporkan bahwa pemberian IVIG tersebut

lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususnya pada bayi

BBLR) dibandingkan bila pakai sebagai terapi standar sepsis.

2. Pemberian Fresh frozen plasma (FFP)

Perubahan hematologik dan gangguan koagulasi ditemukan pula pada perjalanan

penyakit sepsis neonatal. Pemberian FFP diharapkan dapat mengatasi gangguan

koagulasi yang diderita pasien. Salah satu gangguan koagulasi yang mungkin

ditemukan antara lain pembekuan intravaskular menyeluruh (Disseminated

Intravascular Coagulation-DIC). Disamping faktor koagulasi, FFP juga

mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein

13 | P a g e

Page 14: sepsis neonatorum.docx

dan fibronectin. Walaupun FFP mengandung antibodi ptotektif tertentu namun

pemberian FFP dengan tujuan meningkatkan kadar proteksi bayi, tidak akan

banyak berfaedah. Dalam suatu studi bahkan dilaporkan bahwa FFP pada

kenyataan hanya meningkatkan IgA dan IgM bayi tanpa meningkatkan kadar

IgG. Selanjutnya dikemukakan dengan tersedianya gammaglobulin intravena

(Intravena Immunoglobulin-IVIG), pemberian IVIG ini akanauh lebih aman

dalam menghindarkan efek samping pemberia FFP.

3. Tindakan tranfusi tukar

Tindakan ini merupakan terapi tambahan yang tidak jarang dilakukan pada

beberapa klinik dalam menaggulangi sepsis neonatal, tindakan ini bertujuan

untuk:1

a. Mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-

mediator penyebab sepsis

b. Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas

oksigen dalam darah

c. Memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan berbagai

antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

DAFTAR PUSTAKA

1. Amirullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Dalam : Kosim M.S, Yunanto A,

Dewi R., Sarosa G.I, Usman A Penyunting. Buku Ajar Neonatologi, Edisi

Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008. Hal 171-183.

14 | P a g e

Page 15: sepsis neonatorum.docx

2. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik. DEPARTEMEN KESEHATAN

RI. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Komprehensif. Jakarta:

2008. Hal 215-219.

3. Pudjiadi A.H, Hegar B, Handryastuti.S, Idris N.S, Gandaputra. E.P,

Harmoniati ED, Yuliarti K Editor. Sepsis Neonatorum. Pedoman

Pelayanan Medik. Jilid I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Hal:

263-268.

4. Gotoff S.P. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Dalam : Behrman R.E,

Kliegman R, Arvin A.M, Wahab A.S. Editor Bahasa Indonesia. Buku

Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol. 1. EGC.2000. Hal 653-

655.

5. Rosalina D.R, Idham A, Nasrulloh M.H, Suryani. Faktor Resiko pada

Sepsis Neonatorum Awitan Dini. Sari Pediatri, Vol.14, No.6, April

2013:363-368.

6. Pusponegoro T.S. Sepsis pada Neonatus. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 2,

Agustus 2000: 96-102.

15 | P a g e