BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nikel merupakan salah satu barang tambang yang penting, manfaatnya
begitu besar bagi kehidupan sehari – hari, seperti pembuatan logam anti karat,
campuran pada pembuatan stainless steel, baterai nickel – metal hybride, dan
berbagai jenis barang lainnya. Keserbagunaan ini pula yang menjadikan nikel
sangat berharga dan memiliki nilai jual tinggi di pasaran dunia. Setidaknya sejak
1950 permintaan akan nikel rata – rata mengalami kenaikan 4% tiap tahun, dan
deperkirakan sepuluh tahun mendatang terus mengalami peningkatan.
Bijih nikel diperoleh dari endapan nikel laterit yang terbentuk akibat
pelapukan batuan ultramafik yang mengandung nikel 0,2 – 0,4 % (Golightly,
1981). Jenis – jenis batuan tersebut antara lain batuan yang banyak mengandung
mineral olivin, piroksen, dan amphibole (Rajesh, 2004). Nikel laterit umumnya
ditemukan pada daerah tropis, dikarenakan iklim yang mendukung terjadinya
pelapukan, selain topografi, drainase, tenaga tektonik, batuan induk, dan struktur
geologi (Elias, 2001).
Endapan nikel terbentuk melalui suatu proses yang panjang dan memakan
waktu lama. Proses pembentukan endapan laterit nikel dimulai ketika batuan
mengalami pengangkatan sehingga tersingkap di permukaan bumi, batuan tersebut
akan terurai. Adanya pelapukan kimiawi dan fisika menghancurkan batuan
tersebut hingga menjadi tanah (soil). Apabila batuan tersebut mengandung nikel
maka pelapukan akan menyebabkan kandungan nikel semakin tinggi. Proses
1
pembentukan bijih laterit nikel dimulai dari proses pelapukan batuan ultrabasa
(Dunit atau Peridotit).
Batuan ultrabasa tersusun atas atas mineral olivine, piroksen, amfibol, dan
mika. Olivin pada batuan ini mempunyai kandungan nikel sekitar 0,3 %. Batuan
ultrabasa yang mengandung nikel ini mengalami proses serpentinisasi, yaitu
proses terisinya retakan atau kekar oleh mineral serpentin yang kemudian
mengalami proses kimiawi yang disebabkan karena adanya pengaruh dari tanah.
Selanjutnya oleh pengaruh iklim setempat batuan induk mengalami pelapukan
fisika dan kimiawi. Proses tersebut mengakibatkan terbentuknya endapan laterit
nikel (Prasetiawati, 2004). Oleh karena itu, karena prosesnya yang panjang dan
memakan waktu yang tidak sebentar serta proses pembentukannya, hal inilah yang
menjadi dasar faktor apa saja yang mempengaruhi proses pembentukan endapan
nikel laterit tersebut.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari pembuatan makalah ini adalah Untuk menerapkan dan
mengembangkan teori yang didapatkan pada bangku kuliah khususnya mata
kuliah yang mempelajari tentang Pengantar Teknologi Mineral.
Menambah pengetahuan tentang Nikel Laterit, sehingga bisa tahu baik
proses terbentuknya.
2
1.3. Rumusan masalah
Apa Pengertian nikel laterit ?
Bagaimana Sifat-sifat nikel laterit ?
Bagaimana genesa endapan nikel laterit ?
Apa saja faktor-faktor utama dalam pembentukan nikel laterit ?
1.4. Batasan masalah.
Tulisan ini akan membatasi pembahasan berdasarkan aspek genesa dan
pembentukan endapan nikel laterit.
3
BAB II
DASAR TEORI
Batuan beku yang terdapat di daerah penelitian pada awalnya terbentuknya
jauh di kerak samudera serta pada kondisi tekanan dan temperatur yang tinggi.
Dengan terjadinya tektonik pada kerak samudera, maka batuan tersebut terangkat
dan tersingkap di permukaan bumi.
Batuan dasar yang tersingkap di permukaan bumi, hampir semua telah
berubah. Disebabkan oleh tekanan dan temperatur pada awal terbentuknya. Maka
secara perlahan lahan batuan ini akan mengalami perubahan untuk mencapai
kesetimbangan yang baru. Pelapukan pada batuan merupakan proses perubahan
fisik maupun kimia batuan, proses ini terjadi karena perubahan lingkungan.
Proses pelapukan pada batuan dapat di bedakan menjadi dua yaitu
pelapukan kimia dan pelapukan mekanik.
2.1. Pelapukan mekanik
Pelapukan mekanik terjadi karena perubahan fisik, dimana tidak ada
perubahan kimia pada batuan tersebut. Disebabkan karena perbedaan temperatur
yang besar pada waktu siang dan malam, maka batuan tersebut akan mengalami
ketegangan ketegangan yang menyebabkan batuan tersebut pecah.
4
2.2. Pelapukan kimia
pelapukan kimia merupakan proses yang mengubah struktur dalam mineral
dengan pengurangan ataupun penambahan unsur pada mineral tersebut. Batuan
yang mengalami pelapukan kimia akan mengalami proses perubahan komposisi
mineral pada batuan mineral.
Proses pelapukan yang terjadi pada daerah penelitian didominasi oleh
proses pelapukan secara kimia. Pelapukan tersebut telah mengubah komposisi
mineral pada awal pembentukan menjadi mineral baru. Dalam proses pelapukan
air menjadi media yang sangat penting dalam mengubah komposisi mineral. Air
akan mengoksidasi mineral dalam batuan yang dilaluinya.
Batuan dasar di daerah penelitian adalah peridotit, merupakan batuan
ultrabasa yang mengandung mineral olivin. Pada daerah tropis, mineral olivin
sangat tidak stabil sehingga lapuk dan mengalami perubahan komposisi mineral.
Mineral olivin terdekomposisi membentuk mineral lain yang kaya akan mineral
ekonomis seperti nikel, besi, dan kobalt.
2.3. Klasifikasi nikel laterit
Klasifikasi nikel laterit berdasarkan perubahan kandungan mineral, dapat di
bedakan menjadi 3 tipe ( Brand et al, 1998 )
2.3.1. Endapan silikat hydrous ( Hydrous silicate deposits)
Endapan silikat hydrous ini adalah endapan nikel laterit yang mempunyai
kadar Ni paling tinggi berkisar 1,8 – 2,5%, saprolit bagian bawah permukaan
horison bijih sedangkan mineral biji adalah silikst Mg-Ni hydrous. Tipe ini
dibentuk oleh alterasi primer batuan seperti perpentinit dan granerit.
5
2.3.2. Endapan silikat lempung ( Clay silicate deposits)
Dalam endapan ini, terjadi pelapukan oleh air tanah Si akan terurai
sebahagian, sebahagian lagi bergabung dengan Fe, Ni, Al akan membentuk
mineral lempung seperti nontronite dan saponite, biasanya terdapat di bagian atas
saprolit dan protolith. Serpentin yang kaya akan Ni juga dapat di gantikan oleh
smektit atau kuarsa jika di pengaruhi oleh air tanah yang cukup lama. Kandungan
Ni rata-rata 1.0-1.5%
2.3.3. Endapan oksida
Endapan laterit oksida, atau dikenal juga dengan endapan limonit. Ni
banyak mengandung oksida Fe, terutama geothite. Terdapat juga oksida Mn yang
di perkaya dengan Co, dimana kandungan Ni, rata-rata 1,0-1,6%
2.4. Faktor Genesa Pembentukan Nikel Laterit
2.4.1. Komposisi protolith
Protolith untuk endapan Ni laterit didominasi oleh batuan ultramefik yang
mengandung kadar olivin forsteritik yang tinggi dengan kandungan Ni antara 0,2
dan 0,4% berat. Beberapa endapan kecil terbentuk dari batuan sedimen, yang
berasal dari pelapukan batuan ultramefik. Jarang sekali, regolith pada tipe batuan
lain memiliki kandungan yang kaya nikel.
Protolith yang paling banyak di jumpai adalah peridotit harzburgitik yang
sebagian atau seluruhnya telah mengalami serpentinisassi. Secara alami protolith
memiliki kendali mendasar terhadap genesis (pembentukan) endapan. Pada
umumnya, batuan ini secara mineralogi dan kimiawi memiliki komposisi terbatas,
6
dan mineral utamanya olivin, serpentin, dan piroksen sangat rentan terhadap
pelapukan dalam lingkungan tropis.
Jenis endapan Ni laterit hanya sebagian di kontrol oleh litologi.tiap jenis
dari ketiga endapan laterit dapat terbentuk pada peridotit, namun pada protolith
dunit, endapan oksida mendominasi. Nikel laterit pada batuan kaya olivin yang
tidak mengalami serpentinisasi tidak terdokumentasi cukup baik, namun
cenderung membentuk endapan oksida dengan unit saprolitik yang tipis dan
berbatu.
Protolith yang mengalami serpentinisasi sebagian atau keseluruhan
biasanya menghasilkan endapan saprolit yang lebih tebal, namun kadarnya
cenderung lebih rendah dengan meningkatnya alterasi. Endapan silikat lempung
dikatakan hanya ditemukan dari peridotit terserpentinisasi yang memiliki potensi
ekonomis. Serpentinisasi juga berperan terhadap karakteristik muka air tanah yang
kurang bagus, yang memiliki efek signifikan dalam genesa smectite. Nikel laterit
sangat jarang terhadao batuan karbonat talk.
2.4.2. Setting tektonik
Nikel larerit terbentuk pada kompleks ophiolit phanerozik, banyak
endapan terdapat di area cretaceous hingga Miocene yang makin melebar.
Kompleks tersebut biasanya berupa patahan dan kekar, dan dipengaruhi oleh
pengangkatan tektonik yang menaikkan topografi dan menurunkan permukaan
aliran air dan intensitas pelapukan. Di kedua daerah tersebut zona pengkayaan
terdapat dengan kadar tertinggi umumnya berasosiasi dengan patahan curam.
Sebaliknya patahan trust besar yang berasosiasi dengan pengisian kompleks
7
ophiolit dan olivin yang stabil cenderung membentuk zona serpentin atau batuan
ultramefik yang kurang bersifat permeable (dapat ditemibus) dan dapat
membentuk penghalang hidromorfik yang mencegah konsentrasi Ni di dalam
regolith.
2.5. Geomorfologi dan topograpi
Topograpi memiliki peranan penting dalam pembentukan nikel laterit
terutama kaitannya dengan struktur, pengaliran, dan posisi permukaan air tanah.
Di area dengan relief tinggi banyak endapan dengan zona pengkayaan kadar yang
tinggi. Terletak di kemiringan bukit. Secara propil permukaan air tanah pada
posisi posisi topograpi yang rendah dan di tambah struktur seperti patahan dan
kekar, memberikan laju dan proses yang maksimum dan pengaliran larutan
sehingga meningkatkan konsentrasi residu dan akumulasi di dalam saprolit.
Keadaan topograpi yang demikian umumnya endapan silikat hydrolus yang
memiliki kadar tertinggi yang terbentuk dalam batuan peridotit.
2.6. Air bawah permukaan dan material organik
Proses kimia air yang berinteraksi dengan propil nikel laterit merupakan
hal yang agak khusus. Di dasar propil hal ini ditandai oleh konsentrasi Mg tinggi
dan Si terlarut serta ph yang tinggi. Analisis air dari New Caledonia dan
Colombia membuktikan bahwa bikarbonat bukan sulfat dan klorida merupakan
anion dominan. Pengamatan ini menunjukkan aktivitas biogenik serta nyawa
organik di dalam tanah tropis kemungkinan memiliki peranan penting dalam
pembentukan propil lapisan atas dari nikel tersebut.
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Nikel
Nikel adalah komponen yang banyak ditemukan dalam meteorit dan
menjadi ciri komponen yang membedakan meteorit dari mineral lainnya. Meteorit
besi atau siderit, dapat mengandung alloy besi dan nikel berkadar 5-25%. Nikel
diperoleh secara komersial dari pentlandit dan pirotit di kawasan Sudbury
Ontario, sebuah daerah yang menghasilkan 30% kebutuhan nikel dunia.
Gambar1.1 Nikel laterit
Unsur nikel berhubungan dengan batuan basa yang disebut norit. Nikel ditemukan
dalam mineral pentlandit, dalam bentuk lempeng-lempeng halus dan butiran kecil
bersama pyrhotin dan kalkopirit. Nikel biasanya terdapat dalam tanah yang
terletak di atas batuan basa. Di indonesia, tempat ditemukan nikel adalah Sulawesi
9
tengah dan Sulawesi Tenggara. Nikel yang dijumpai berhubungan erat dengan
batuan peridotit. Logam yang tidak ditemukan dalam peridotit itu sendiri,
melainkan sebagai hasil lapukan dari batuan tersebut. Mineral nikelnya adalah
garnerit.
Nikel ditemukan oleh A. F. Cronstedtpada tahun 1751, merupakan logam
berwarna putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulur, tergolong dalam
logam peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi
dan kemampuan mempertahankan sifat aslinya di bawah suhu yang ekstrim.
Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti:
pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik,
aplikasi industri pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik
bertenaga gas, pembuat magnet kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom),
kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk pertanian dan berbagai fungsi lain.
3.2. Sifat-sifat Nikel
Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Ni dan nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam keadaan
murni, nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan besi, krom dan logam
lainnya, dapat membentuk baja tahan karat yang keras, mudah ditempa, sedikit
ferromagnetis, dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan
listrik. Nikel tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang dapat menghasilkan
alloy yang sangat berharga.
Sifat fisik nikel laterit:
Putih mengkilat
10
Sangat keras
Tidak berkarat
tahan terhadap asam encer
3.3. Manfaat Penggunaan Nikel
Nikel digunakan dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti:
pelindung baja (stainless steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik,
aplikasi industri pesawat terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik
bertenaga gas, pembuat magnet kuat,pembuatan alat-alat laboratorium (nikrom),
kawat lampu listrik, katalisator lemak, pupuk pertanian, dan berbagai fungsi lain.
3.4. Genesa Endapan Nikel laterit
3.4.1.Endapan Nikel Laterit
Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses
pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit
sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang
dikemukakan oleh M.F.Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan banguna
n. Di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan.
Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama
terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.
Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh
batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami
pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang
masih tampak batuan asalnya.Sebagian besar endapan laterit mempunyai
11
kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh
endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.
Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan
suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil
proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan
tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan
oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.
3.4.2. Ganesa Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan
ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak
mengandung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral-mineral
tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
Tabel 1.1 Unsur yang terkandung dalam batuan beku
Faktor kedua sebagai media transportasi Ni yang terpenting adalah air. Air
tanah yang kaya akan CO2, unsur ini berasal dari udara luar dan tumbuhan, akan
mengurai mineral-mineral yang terkandung dalam batuan harzburgit tersebut.
Kandungan olivin, piroksen,magnesium silikat, besi, nikel dan silika akan terurai
12
dan membentuk suatu larutan, di dalam larutan yang telah terbentuk tersebut, besi
akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida.
Endapan ferri hidroksida ini akan menjadi reaktif terhadap air, sehingga
kandungan air pada endapan tersebut akan mengubah ferri hidroksida menjadi
mineral-mineral seperti goethite (FeO(OH)),hematit (Fe2O3) dan cobalt. Mineral-
mineral tersebut sering dikenal sebagai “besi karat”.
Endapan ini akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah,
sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan
bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung.
Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan leaching. Unsur Ni sendiri
merupakan unsur tambahan di dalam batuan ultrabasa. Sebelum proses pelindihan
berlangsung, unsur Ni berada dalam ikatan serpentine group. Rumus kimia dari
kelompok serpentin adalah X2-3 SiO2O5(OH)4, dengan X tersebut tergantikan
unsur-unsur seperti Cr, Mg, Fe, Ni, Al, Zn atauMn atau dapat juga merupakan
kombinasinya.
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di
zona air sudah tidak dapat turun lagi dan tidak dapat
menembus bedrock (Harzburgit). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO
dan H akan membentuk mineral garnieritdengan rumus kimia
(Ni,Mg)Si4O5(OH)4. Apabila proses ini berlangsung terus menerus, maka yang
akan terjadi adalah proses pengkayaan supergen (supergen enrichment). Zona
pengkayaan supergen ini terbentuk di zona saprolit. Dalam satu penampang
13
vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih dari satu,
hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah,
terutama dari perubahan musim.
Dibawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer
yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering
disebut sebagai zona Hipogen, terdapat sebagai batuan induk yaitu
batuan Harzburgit.
3.4.3.Proses Kimia Pembentukan Endapan Nikel Laterit.
Nikel terbentuk bersama mineral silikat kaya akan unsur Mg (ex;olivin).
Olivin adalah jenis mineral yang tidak stabil selama pelapukan berlangsung.
Saprolite adalah produk pelapukan pertama, meninggalkan sedikitnya 20% fabric
dari batuan aslinya (parent rock). Batas antara batuan dasar, saprolite dan
wathering front tidak jelas dan bahkan perubahannya gradasional.Endapan nikel
laterite dicirikan dengan adanya speroidal weathering sepanjang joints dan
fractures ( boulder saprolite).
Selama pelapukan berlangsung, Mg larut dan Silika larut bersama
groundwater. Ini menyebabkan fabric dari batuan induknya is totally change.
Sebagai hasilnya, Fe-Oxide mendominasi dengan membentuk lapisan horizontal
diatas saprolite yang sekarang kita kenal sebagai Limonite. Benar bahwa Nikel
berasosiasi dengan Fe-Oxide terutama dari jenis Goethite Rata-rata nikel
berjumlah 1.2 %.
14
3.4.3. Faktor-faktor Utama Pembentukan Endapan Nikel Laterit
Faktor-faktor utama pembentukan bijih nikel laterit adalah :
Batuan asal
Merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit, macam
batuan asalnya adalah batuan ultrabasa. Dalam hal ini pada batuan ultrabasa
tersebut terdapat elemen Ni yang paling banyak diantara batuan lainnya,
mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil,
seperti olivin dan piroksin, mempunyai komponen-komponen yang mudah larut
dan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.
Iklim.
Adanya pergantian musim kemarau dan musim penghujan dimana terjadi
ke naikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya
proses pemisahan dan akumulasi unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup
besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan terjadi rekahan-
rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia pada
batuan.
Reagen-reagen kimia dan vegetasi.
Reagen-reagen kimia dan vegetasi adalah unsur-unsur dan senyawa-
senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang
mengandung CO2 memegang peranan penting didalam proses pelapukan kimia.
Asam-asam humus menyebabkan dekomposisi batuan dan dapat merubah pH
larutan dan erat kaitannya dengan vegetasi daerah.
15
Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan : penetrasi air dapat lebih
dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, akumulasi
air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal Keadaan ini merupakan suatu
petunjuk, dimana hutannya lebat pada lingkungan yang baik akan terdapat
endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi
dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis.
Struktur
Struktur kekar (joint) sangat dominan dibandingkan terhadap struktur
patahannya. Seperti diketahui, batuan beku mempunyai porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan
adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan masuknya air dan
berarti proses pelapukan akan lebih intensif.
Topografi.
Tempat akan sangat mempengaruhi sirkulasi air beserta reagen-reagen lain.
Untuk daerah yang landai, maka air akan bergerak perlahan-lahan sehingga akan
mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi lebih dalam melalui
rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi andapan umumnya terdapat
pada daerah-daerah yang landai sampai kemiringan sedang, hal ini menerangkan
bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam,
secara teoritis, jumlah air yang meluncur lebih banyak daripada air yang meresap
ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensi.
16
Waktu
Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan,
transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya
endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan
tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis.
Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif
karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang
saling berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan
sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu,
ketimbang didominasi oleh satu faktor saja.
Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan
kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi. Tingkat
pelapukan kimia bervariasi antara 10 – 50 m per juta tahun, biasanya sesuai
dengan jumlah air yang melalui profil, dan 2 – 3 kali lebih cepat dalam batuan
ultrabasa daripada batuan asam. Disamping jenis batuan asal, intensitas
pelapukan, dan struktur batuan yang sangat mempengaruhi potensi endapan nikel
lateritik, maka informasi perilaku mobilitas unsur selama pelapukan akan sangat
membantu dalam menentukan zonasi bijih di lapangan (Totok Darijanto, 1986).
17
3.5. Profil nikel laterit keseluruhan terdiri dari 4 zona gradasi berikut :
Iron Capping
Merupakan bagian yang paling atas dari suatu penampang laterit.
Komposisinya adalah akar tumbuhan, humus, oksida besi dan sisa-sisa organik
lainnya. Warna khas adalah coklat tua kehitaman dan bersifat gembur. Kadar
nikelnya sangat rendah sehingga tidak diambil dalam penambangan. Ketebalan
lapisan tanah penutup rata-rata 0,3 s/d 6 m. berwarna merah tua, merupakan
kumpulan massa goethite dan limonite. Iron capping mempunyai kadar besi yang
tinggi tapi kadar nikel yang rendah. Terkadang terdapat mineral-mineral hematite,
chromiferous.
Limonite Layer
Merupakan hasil pelapukan lanjut dari batuan beku ultrabasa.
Komposisinya meliputi oksida besi yang dominan, goethit, dan magnetit.
Ketebalan lapisan ini rata-rata 8-15 m. Dalam limonit dapat dijumpai adanya akar
tumbuhan, meskipun dalam persentase yang sangat kecil. Kemunculan bongkah-
bongkah batuan beku ultrabasa pada zona ini tidak dominan atau hampir tidak
ada, umumnya mineral-mineral di batuan beku basa-ultrabasa telah terubah
menjadi serpentin akibat hasil dari pelapukan yang belum tuntas. fine grained,
merah coklat atau kuning, lapisan kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh
area. Lapisan ini tipis pada daerah yang terjal, dan sempat hilang karena erosi.
Sebagian dari nikel pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide,
lithiophorite. Terkadang terdapat mineral talc, tremolite, chromiferous, quartz,
gibsite, maghemite.
18
Silika Boxwork
Putih – orange chert, quartz, mengisi sepanjang fractured dan sebagian
menggantikan zona terluar dari unserpentine fragmen peridotite, sebagian
mengawetkan struktur dan tekstur dari batuan asal. Terkadang terdapat mineral
opal, magnesite, Akumulasi dari garnierite-pimelite di dalam boxwork mungkin
berasal dari nikel ore yang kaya silika. Zona boxwork jarang terdapat pada
bedrock yang serpentinized.
Saprolite
Zona ini merupakan zona pengayaan unsur Ni. Komposisinya berupa
oksida besi, serpentin sekitar <0,4% kuarsa magnetit dan tekstur batuan asal yang
masih terlihat. Ketebalan lapisan ini berkisar 5-18 m. Kemunculan bongkah-
bongkah sangat sering dan pada rekahan-rekahan batuan asal dijumpai magnesit,
serpentin, krisopras dan garnierit. Bongkah batuan asal yang muncul pada
umumnya memiliki kadar SiO2 dan MgO yang tinggi serta Ni dan Fe yang
rendah. campuran dari sisa-sisa batuan, butiran halus limonite, saprolitic rims,
vein dari endapan garnierite, nickeliferous quartz, mangan dan pada beberapa
kasus terdapat silika boxwork, bentukan dari suatu zona transisi dari limonite ke
bedrock. Terkadang terdapat mineral quartz yang mengisi rekahan, mineral-
mineral primer yang terlapukkan, chlorite. Garnierite di lapangan biasanya
diidentifikasi sebagai kolloidal talc dengan lebih atau kurang nickeliferous
serpentin. Struktur dan tekstur batuan asal masih terlihat.
19
Bedrock
Bagian terbawah dari profil laterit. Tersusun atas bongkah yang lebih
besar dari 75 cm dan blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan
batuan dasar). Batuan dasar merupakan batuan asal dari nikel laterit yang
umumnya merupakan batuan beku ultrabasa yaitu harzburgit dan dunit yang pada
rekahannya telah terisi oleh oksida besi 5-10%, garnierit minor dan silika > 35%.
Permeabilitas batuan dasar meningkat sebanding dengan intensitas
serpentinisasi.Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang membuka, terisi oleh mineral
garnierite dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab adanya root
zone yaitu zona high Grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi.
Berikut skema profil zona laterit.
20
Gambar 1.2 : Skema profil laterit, komposisi kimia dan jalur proses
ekstraksi.
3.6. Studi Kasus
3.6.1. Keterdapatan Nikel pada Suatu Daerah Eksplorasi Di Halmahera
Timur,Pulau Gee dan Pulau Pakal
Endapan nikel laterit merupakan produk dan proses pelapukan lanjut pada
batuan ultramafik pembawa Ni-Silikat, umumnya terdapat pada daerah dengan
iklim tropis sampai dengan subtropis. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
utama penghasil bahan galian di dunia, termasuk nikel. Berdasarkan karakteristik
geologi dan tatanan tektoniknya, beberapa lokasi endapan nikel laterit yang
potensial diIndonesia umumnya tersebar di wilayah Indonesia bagian timur, antara
lain:Pomalaa (Sulawesi Tenggara), Sorowako (Sulawesi Selatan), Gebe
(Halmahera), Tanjung Buli (Halmahera), dan Tapunopaka (Sulawesi Tenggara).
21
Sedangkan beberapa lokasi yang diperkirakan juga memiliki potensi
endapan nikel laterit dan hingga saat ini sedang dilaksanakan kegiatan eksplorasi
terdapat di pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Halmahera, antara lain Pulau Obi,
Pulau Gee, dan Pulau Pakal. Penelitian ini dilakukan berdasarkan data-data
eksplorasi dan data-data pengamatan lapangan yang diperoleh dari Pulau Gee dan
Pulau Pakal, Halmahera Timur, Propinsi Maluku Utara (Gambar 1). Daerah
penelitian ini merupakan bagian dari Kuasa Pertambangan (KP) Eksplorasi PT.
Aneka Tambang. Tbk.
Pada saat ini, aktivitas penambangan di Pulau Gee masih terus
berlangsung, dimana kegiatan eksplorasi telah selesai dilakukan sejak beberapa
tahun yang lalu. Sementara itu, kegiatan eksplorasi di Pulau Pakal masih terus
dilaksanakan secara intensif dengan aktivitas utama berupa pemboran eksplorasi
dengan spasi 25 x 25 meter. Fokus utama dalam penelitian ini adalah identifikasi
keberadaan profil umum (zona) endapan laterit, yaitu zona top soil, zona limonit,
zona low saprolit ore zone (LSOZ), zona high saprolit ore zone (HSOZ) dan zona
bedrock. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui pola hubungan antar
parameter utama yang mempengaruhi pembentuka endapan nikel laterit
khususnya morfologi (pola topografi), struktur lokal (dalam hal ini rekahan),
iklim, vegetasi dan yang tidak kalah pentingnya adalah pola hubungan kadar.
Masing-masing parameter tersebut diperkirakan berkaitan erat satu sama
lain dan merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga dengan
mempelajari pola hubungan antar elemen ini diharapkan dapat diketahui kontrol
utama pembentukan nikel laterit sehingga dapat dimanfaatkan dalam kegiatan
eksplorasi.
22
Gambar 1.3 Lokasi Penelitian
3.6.2 Kondisi Geologi
Sebagian Halmahera Timur merupakan batuan ultrabasa yang merupakan
batuan asal (bedrock) yang kemudian mengalami pelapukan dan terakumulasi
menjadi endapan nikel laterit. Komplek batuan ultrabasa ini terdiridari serpentinit,
piroksen, dan dunit (Apandi & Sudana, 1980).
Mendala geologi Halmahera Timur terutama dibentuk oleh satuan batuan
ultrabasa (Ub). Batuan sedimen berumur Kapur (Kd) danPaleosen-Eosen (Tped,
Tpec, dan Tpel) diendapkan tidak selaras di atas batuan ultrabasa. Sejak Eosen
Akhir hingga Oligosen Awal terjadi aktivitas gunung api dan membentuk
material-material vulkanik sebagai Formasi Bacan (Tomb). Bersamaan dengan
itu terbentuk batugamping Formasi Tutuli (Tomt). Setelah itu terbentuk cekungan
yang luas yang berkembang sejak Miosen Atas sampai Pliosen. Di dalam
cekungan tersebut, diendapkan batupasir berselingan dengan napal, tufa,
konglomerat sebagai Formasi Weda (Tmpw), batuan konglomerat (Tmpc), dan
batugamping Formasi Tingteng (Tmpt).
23
Pada bagian barat Halmahera, terendapkan batuan gunungapi Oligo-
Miosen Formasi Bacan (Tomb). Batuan sedimen dan karbonat berumur Miosen-
Pliosen tersebar luas, dimana kebanyakan batuan sedimen tersebut bersifat tufaan.
Selain itu, pada bagian utaranya ditemukan batuan gunung api Kuarter (Qpk dan
Qht). Menurut Apandi & Suandi (1980), struktur lipatan berupa sinklin dan
antiklin terlihat pada Formasi Weda (Tmpw) yang berumur Miosen Tengah-
Pliosen Awal. Struktur sesar yang terdiri dari sesar normal dan sesar naik,
umumnya berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. Kegiatan tektonik
kemungkinan dimulai pada Kapur Akhir dan Tersier Awal, ditandai dengan
adanya komponen batulempung yang berumur Kapur,serta batuan ultrabasa di
dalam konglomerat yang membentuk Formasi Dorosagu (Tped).
3.6.3. Penentuan Horizon Laterit
Pada penelitian ini, penentuan zona laterit pada endapan nikel laterit
didasarkan atas komposisi kadar Ni dan Fe dengan asumsi sebagai berikut: top
soil (kadar Ni < 1% dan Fe < 30%), zona limonit (kadar 1,0% < Ni < 1,4% dan Fe
>40%), low saprolit ore zone (LSOZ, kadar 1,4% < Ni < 1,8% dan Fe < 40%)
serta high saprolit ore zone (HSOZ, kadar Ni >1,8% dan Fe < 30%).
Basis data yang digunakan dalam studi ini adalah data-data pemboran
eksplorasi yang telah diverifikasi dan diolah dengan menggunakan teknik
komposit. Distribusi data kadar Ni dan Fe pada masing-masing lokasi studi dapat
dilihat pada Gambar 2, 3, 4, dan 5. Histogram kadar Ni terhadap semua data assay
memperlihatkan distribusi data kadar pada Pulau Gee dan Pulau Pakal yang
mengumpul pada kadar kecil dari 4% Ni. Histogram kadar Fe secara umum
terlihat adanya 2 populasi, yaitu populasi kadar Fe rendah dan populasi kadar Fe
24
tinggi. Populasi Fe kadar tinggi diinterpretasikan merupakan zona limonit yang
didominasi oleh mineral-mineral yang kaya akan Fe, misalnya goethite, hematite,
dan magnetit. Berdasarkan karakteristik endapan nikel laterit tipe Mg- silicate,
kadar Fe akan semakin berkurang pada zona saprolit.
Pembuatan komposit kadar dilakukan terhadap data awal yang berupa data
individual dengan interval 1 meter, yang kemudian dilakukan konstruksi zona-
zona laterit berdasarkan optimasi komposit data secara sistematik. Ketebalan zona
top soil di Pulau Pakal mencapai hingga lebih dari 30 m dan terdistribusi baik
hingga ketebalan top soil mencapai 17 m. Zona top soil di Pulau Pakal lebih tebal
daripada zona top soil di Pulau Geeyang hanya mencapai ketebalan maksimum
9m.
Gambar 1.4. Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Ge.
25
Gambar 1.5 Distribusi kadar Ni pada keseluruhan data Pulau Pakal.
Gambar 1.6. Distribusi kadar Fe pada keseluruhan data Pulau Gee.
26
Gambar 1.7. Distribusi kadar fe pada keseluruhan data pulau pakal.
3.7. Hubungan Kemiringan Lereng dan Morfologi dalam Distribusi
Ketebalan Horizon Laterit pada Endapan Nikel Laterit.
Sedangkan pada zona limonit, zona LSOZ dan zona HSOZ secara umum
kedua pulau memiliki distribusi ketebalan yang mirip. Pada zona limonit dan
LSOZ tebalnya berkisar antara 1 m hingga 10 m dengan data mengelompok pada
ketebalan rendah. Sedangkan zona HSOZ data terdistribusi secara merata hingga
ketebalan 20m untuk Pulau Gee dan 25 m untuk Pulau Pakal.
Distribusi kadar Ni pada zona top soil menjadi sangat rendah akibat
mengalami mobilisasi dan berpindah pada zona dibawahnya. Distribusi kadar Ni
pada zona bedrock terkumpul pada kadar 0,6% - 1% untuk Pulau Gee dan 0,4% -
1% untuk Pulau Pakal. Sedangkan populasi kadar Ni yang tinggi (Ni > 1%) terjadi
akibat batas antara zona saprolit dengan zona bedrock yang eratik dan
perubahannya terjadi secara gradual. Distribusi kadar Fe pada masing-masing
zona akan mengalami pergeseran dimana pada zona top soil kadar Fe akan lebih
27
tinggi dari pada kadar Fe di zona limonit dan demikian seterusnya hingga pada
zona bedrock akan memiliki kadar Fe paling rendah dibandingkan dengan zona
lainnya.
3.8. Profil Horizon Laterit
Profil nikel laterit Pulau Pakal memiliki tebal zona top soil hampir 3 kali
lipat ketebalan zona top soil Pulau Gee, dan bedrock Pulau Pakal juga lebih dalam
dibandingkan dengan di Pulau Gee, hal ini disebabkan tingkat pelapukan yang
lebih tinggi di Pulau Pakal. Profil nikel laterit ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Selain itu kadar Fe pada endapan nikel laterit di Pulau Gee lebih tingggi daripada
kandungan Fe di Pulau Pakal. Model kadar nikel laterit untuk Pulau Gee
memperlihatkan bahwa Fe lebih banyak terakumulasi pada lapisan limonit.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena zona top soil yang tipis sehingga
iron cap terletak di daerah perbatasan zona top soil dengan limonit. Pada zona
limonit ini terakumulasi mineral-mineral yang kaya akan Fe, misalnya magnetit,
goethite, dan hematite, sehingga secara kuantitatif menyebabkan zona limonit
menjadi kaya akan Fe. Model distribusi kadar pada masing-masing horizon laterit
ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Gambar 1.8. Perbandingan profil laterit Pulau Gee
28
(kiri) dan Pulau Pakal (kanan).
Gambar 1.9. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon
laterit di Pulau Gee.
Gambar 2.0. Model distribusi kadar Ni dan Fe pada masing-masing horizon
laterit di pulau pakal.
29
3.8.1 Hubungan Kemiringan Lereng Dengan Profil Horizon Laterit.
Pada kondisi kemiringan topografi berbeda akan terbentuk ketebalan
endapan yang berbeda-beda. Perilaku ini disebabkan oleh kondisi lingkungan
pembentukan yang berbeda akibat perbedaan kemiringan topografi. Hubungan
persen lereng dengan ketebalan zona endapan laterit memperlihatkan bahwa
ketebalan zona limonit akan berbanding terbalik dengan kondisi kemiringan
topografi. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas utama yang terjadi pada daerah
dengan kemiringan topografi terjal adalah pengikisan (erosi) sehingga unsur-unsur
penyusun limonit tidak akan terakumulasi melainkan tererosi sehingga zona
limonit tidak akan terbentuk. Kondisi yang sama terjadi pada LSOZ dan HSOZ
dimana ketebalan zona ini akan berbandingterbalik dengan kondisi kemiringan
topografi.
Pembentukan masing-masing zona pada endapan nikel laterit berada pada
daerah dengan kemiringan lereng yang moderat. Histogram persen lereng
(Gambar 9 dan Gambar 10) memperlihatkan bahwa pada daerah dengan
kemiringan lereng yang sangat landai (0% - 35%) besar kemungkinan tidak akan
terbentuk zona yang umum terdapat pada endapan nikel laterit, walau tidak
menutup kemungkinan terbentuknya horizon ini. Artinya pada daerah dengan
kemiringan lereng yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat terbentuk masing-
masing zona namun dapat pula tidak ditemukan adanya zona-zona umum yang
berada pada endapan nikel laterit. sementara untuk daerah dengan kemiringan
30
yang berkisar antara 18% sampai 52% maka sangat besar kemungkinan
terbentuknya zona-zona yang terdapat pada endapan nikel laterit
(Gambar 9 dan Gambar 10).
Gambar 2.1. Histogram yang memperlihatkan frekuensi
kemunculan horizon High Saprolit (HSOZ) di Pulau Gee.
31
Gambar 2.2. Histogram yang memperlihatkan frekuensi kemunculan
horizon High Saprolit (HSOZ) di Pulau Pakal.
Sehingga untuk dapat menentukan kemiringan topografi yang paling
prospek sebagai tempat pembentukan endapan nikel maka dilakukan dengan cara
mengiriskan batasan kemiringan dimana zona endapan nikel laterit tidak terbentuk
dan kemiringan dimana zona endapan nikel laterit akan terbentuk. Hal ini
dilakukan sebagai solusi yang diambil mengingat ditemukannya kenyataan bahwa
pada kemiringan yang berkisar antara 0% sampai 35% dapat terbentuk endapan
nikel laterit, namun dapat pula tidak ditemukan endapan nikel laterit. Sebagai
hasil dari irisan ini maka didapatkan suatu kemiringan topografi sebagai tempat
yang paling ideal untuk terbentuknya suatu endapan nikel laterit yakni pada
kemiringan antara 35% sampai 52%.
3.9. Kondisi Pembentukan Endapan Nikel Laterit Pada Topografi Landai
Endapan nikel laterit akan terbentuk pada daerah yang pada permukaan
tanahnya tidak mengalir air permukaan yang cukup kencang, karena bila hal ini
32
terjadi maka besar kemungkinan bahwa air tidak memiliki waktu yang cukup lama
untuk dapat melakukan penetrasi kearah bawah. Penetrasi inilah yang
menyebabkan unsur - unsur mobile akan terbawa bersama aliran air dan akhirnya
akan terakumulsi pada suatu tempat yang cukup ideal. Namun bila aliran air
permukaan cukup kecil, maka air permukaan yang dapat berasal dari air hujan
akan memiliki waktu yang cukup banyak untuk dapat melakukan penetarasi ke
arah bawah. Bersamaan dengan aktivitas penetrasi tersebut maka unsur – unsur
mobile yang cukup penting sebagai unsur pembentuk endapan nikel laterit dapat
terakumulsi pada suatu tempat yang cukup ideal.
Namun dari hasil analisis lainnya diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada
daerah dengan kemiringan lereng yang cukup kecil/landai maka endapan nikel
laterit juga tidak terbentuk secara optimal. Pada kondisi topografi yang berkisar
antara 0% - 35 % endapan nikel laterit tidak dapat terbentuk. Penyebab utama
yang sangat mempengaruhi adalah bagaimana kemampuan air untuk dapat
melakukan penetrasi kebagian bawahnya. Komposisi tanah penutup (top soil)
yang sebahagian besar didominasi oleh material berupa lempung mengindikasikan
bahwa proses laterisasi berlangsung intensif pada kuantitas air yang cukup,
sehingga menyebabkan terbentuk akumulasi lempung.
Hal ini didukung oleh sebaran titik bor dengan ketebalan top soil yang
beragam yang terdapat pada Pulau Pakal dan Pulau Gee. Dari sebaran titik bor ini
didapatkan kenyataan bahwa titik bor yang mengandung top soil sebahagian besar
tersebar pada daerah yang bertopografi landai sampai sedang di Pulau Gee dan
Pulau Pakal (Gambar 10 dan 11).
33
3.10. Perulangan Profil Laterit
Pada kegiatan eksplorasi di lapangan seringkali ditemukan profil endapan
nikel laterit yang tidak terbentuk secara ideal dan sempurna, artinya pada satu
lubang bor tidak ditemukan profil yang berurut dari top soil sampai bed rock.
Pada banyak lubang bor ditemukan suatu profil yang berulang, dimana
berdasarkan aktivitas pembentukan yang terjadi maka tidak mungkin terbentuk
profil yang berulang. Sebagai contoh: Pada bagian atas suatu log bor ditemukan
profil limonit, selanjutnya pada bagian bawah terbentuk profil low saprolit ore
zone. Namun setelah profil low saprolit ore zone ini ditemukan kembali profil
yang berupa limonit.
Berdasarkan proses pembentukannya maka kasus ini tidak mungkin terjadi,
karena profil yang terbentuk pada endapan nikel laterit seharusnya berurut dari
top soil sampai bedock. Sedangkan pada kenyataanya kondisi ideal seperti ini
tidak selalu ditemukan di lapangan. Besar kemungkinan bahwa daerah yang dibor
ini merupakan endapan hasil transportasi dari berbagai tempat. Setelah endapan
limonit diendapkan selanjutnya dari daerah lain diendapkan pula low saprolit ore
zone. Namun setelah endapan low saprolit ore zone ini diendapkan, limonit yang
merupakan hasil transportasi dari daerah lain kembali diendapkan. Hal inilah yang
sering membuat terjadinya kerancuan deskripsi profil pada endapan nikel laterit
dan kasus ini dapat terjadi pada semua profil/ zona yang terdapat pada endapan
nikel laterit.
Bila dilihat dari sebaran titik bor dimana terbentuk perulangan profil maka
sebagian besar sebarannya akan terakumulasi pada daerah dengan topografi landai
di Pulau Gee dan Pulau Pakal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12 dan 13.
34
Hal ini disebabkan pada daerah landai terakumulasi semua jenis horizon yang
berasal dari daerah lain melalui proses transportasi. Walaupun berada pada elevasi
yang cukup tinggi namun daerah tersebut merupakan daerah dengan kondisi
kemiringan topografi yang sangat landai. Kondisi ini akan berlaku sama baik pada
Pulau Gee maupun pada Pulau Pakal, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
lubang bor yang menunjukkan perulangan akan terletak pada daerah dengan
kondisi topografi yang sangat landai dan horizon yang terbentuk bukan
merupakan endapan insitu melainkan hasil akumulasi dan sedimentasi pada saat
proses pembentukannya.
3.11. Identifikasi Kontrol Struktur
Pada beberapa lubang bor ditemukan kadar Ni yang relatif sangat tinggi
dibandingkan dengan kadar Ni yang ada pada lubang bor di sekitarnya.
Keberadaan kadar Ni yang relatif sangat tinggi ini diperkirakan akibat intensitas
keberadaan mineral garnierit.
Rekahan yang terdapat pada Pulau Gee menunjukkan suatu pola kelurusan.
Pada zona rekahan kadar Ni yang terkandung sangat besar karena pada zona ini
banyak terdapat garnierit yang memiliki kandungan Ni yang sangat besar.
Rekahan yang terdapat pada Pulau Pakal lebih banyak dibandingkan pada Pulau
Gee. Tentu saja hal ini akan mengakibatkan kadar Ni yang cukup tinggi akan
lebih banyak tersebar pada Pulau Pakal.
Seperti telah diketahui bahwa batuan beku memiliki porositas dan
permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air akan sangat sulit. Oleh
karena itu dengan hadirnya rekahan-rekahan akan lebih memudahkan masuknya
air dan mengakibatkan proses pelapukan akan lebih intensif. Selain itu struktur
35
yang ada (terutama rekahan) akan menjadi tempat terakumulasinya unsur-unsur
Ni sehingga akan mengakibatkan terbentuknya mineral-mineral garnierit.
Unsur-unsur Ni yang mengalami pencucian (leaching) akan bergerak dari
atas menuju arah bawah sampai pada suatu kondisi yang paling ideal dimana
unsur-unsur Ni yang tertransport tadi akan terakumulasi membentuk mineral
garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)]. Selain garnierit, pada rekahan juga akan
terbentuk banyak mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang mengalami sedikit
pencucian dari atas kebawah akan terendapkan berupa Si dengan ukuran yang
sangat halus dan membentuk mineral krisopras. Unsur-unsur Si yang mengalami
pelarutan akan kembali terakumulasi pada rekahan berupa material pengisi (filling
material) dan selanjutnya membentuk krisopras.
Secara umum, bila pada suatu daerah ditemukan mineral dengan kadar
unsur Ni yang sangat tinggi maka kemungkinan besar 6 mineral tersebut adalah
garnierit, karena kandungan unsur Ni yang terdapat pada mineral garnierit bisa
mencapai 10%. Sementara mineral-mineral pembawa unsur Ni yang berupa hasil
leaching dari mineral-mineral serpentin dan peridotit tidak akan memiliki
kandungan unsur Ni yang sangat besar seperti yang terdapat pada garnierit.
Dengan kata lain kehadiran mineral garnierit akan membuat rentang kadar Ni
yang terdapat pada daerah penelitian akan semakin besar, sehingga bila rekahan
ini terdapat pada suatu lubang bor maka akan mengakibatkan data yang
muncul/diperoleh akan menjadi sangat eratik.
36
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan dan Saran
37
Ada pun kesimpulan dari pembahasan ini adalah :
1. Nikel adalah unsur kimia metalik dalam tabel periodik yang memiliki simbol
Ni dan nomor atom 28, dan banyak ditemukan dalam meteorit .
2. Sifat fisik nikel laterit:
Putih mengkilat
Sangat keras
Tidak berkarat
Tahan terhadap asam encer
3. Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan
ultrabasa, dalam hal ini adalah batuan induk peridotit. Batuan ini banyak meng
andung olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi, mineral- mineral tersebut
tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.
4. faktor faktor utama dalam pembentukan nikel laterit.
Batuan asal
Iklim
Struktur
Topografi
Reagen-reagen
Waktu
5. Semakin besar persen lereng (kemiringan) suatu daerah
ketebalan endapan yang terbentuk akan semakin tipis, sebaliknya bila
besar persen lereng suatu daerah lebih kecil (landai) maka ketebalan
38
endapan yang terbentuk akan semakin besar (tebal). Sementara
kondisi kemiringan lereng yang paling ideal sebagai tempat
pembentukan endapan nikel laterit berada pada daerah dengan
kemiringan lereng yang sedang, artinya tidak terlalu landai dan juga
tidak terlalu terjal (antara 35% - 52%).
39
40