“Bandoeng Laoetan Api”Nama Anggota: 1. Auliadri Perdana
2. Bagus Prawira 3. Irwan Julyan T 4. Khaliza Nafia F
Pada 12 Oktober 1945,tentara
sekutu pimpinan Brigadir
McDonald memasuki kota
Bandung. Tentara sekutu bersama
tentara NICA(Nederlandsch Indië
Civil Administratie) menduduki dan
menguasai kantor kantor penting.
Di gedung Denis,jalan Braga terjadi
insiden perobekan warna biru
bendera Belanda,sehingga
warnanya tinggal merah putih dan
menjadi warna bendera Indonesia.
Perobekan itu dilakukan oleh
pemuda Indonesia bernama
Mohammad Endang Karmas dan
dibantu oleh Moeljono.
Pada 21 November 1945,tentara sekutu mengeluarkan
Ultimatum Pertama yang berisi “Bagian utara kota
Bandung harus dikosongkan dan juga menyerahkan
senjata yang dirampas dari tentara Jepang oleh pihak
Indonesia selambatnya tanggal 29 November 1945.”.
Ancaman itu tidak digubris oleh pejuang Indonesia .
Malam 24 November 1945, TKR dan badan perjuangan
melancarkan serangan ke markas sekutu di bagian
utara,termasuk Hotel Homann dan Hotel Preanger.
Sejak saat itu sering terjadi pembrontakan senjata
antara TKR dengan tentara sekutu. Kota Bandung
yang terbagi menjadi dua,Bandung Utara dan
Bandung Selatan. Oleh karena persenjataan yang
tidak memadai,pasukan TKR tidak dapat
mempertahankan Bandung Utara dan akhirnya
dikuasai oleh sekutu.
Pada 23 Maret 1946,tentara sekutu mengeluarkan Ultimatum
kedua. Mereka menuntut agar semua masyarakat dan para
pejuang TRI mengosongkan bagian selatan Bandung paling
lambat malam hari tanggal 24 Maret 1946. Perlu diketahui
sejak 24 Januari 1946,TKR berubah nama menjadi TRI.
Demi pertimbangan politik dan keselamtan
rakyat,Pemerintah RI memerintahkan TRI dan para pejuang
lainnnya untuk mundur dan mengosongkan Bandung
Selatan.
Tokoh pejuang seperti Aruji Kartawinata, Suryadarma
dan Panglima TRI Kolonel Abdul Harris Nasution
segera bermusyawarah melalui Madjelis Perstoean
Perdjoangan Priangan(MP3). Mereka sepakat untuk
mematuhi perintah dari pemerintah pusat.
Namun,mereka tidak mau menyerahkan bagian selatan
kota Bandung itu secara utuh kepada musuh.
Rakyat diungsikan keluar kota Bandung. Para anggota TRI
dengan berat hati meninggalkan Bandung Selatan.
Sebelum ditinggalkan ,Bandung selatan dibumihanguskan
oleh para pejuang dan anggota TRI dengan maksud agar
sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas
militer mereka.
Walau demikian, pertempuran tetap berlangsung. Anggota
TRI dan pemuda menggunakan taktik gerilya. Pertempuran
yang besar terjadi di Desa Dayeuhkolot yang terdapat
Gudang Amunisi besar milik Sekutu.
Ditengah pertempuran di desa Dayeuhkolot ,ada seorang
pemuda 19 tahun Mohammad Toha dan teman nya
Mohammad Ramdan yang berhasil menjalankan misi mereka
meledaakan gudang persenjataan dengan granat tangan.
Keduanya rela mengorbankan nyawa nya sehingga gugur
dalam ledakan dahsyat itu. Kejadian ini terjadi pada tanggal
24 Maret 1946,kurang dari jam 21.00 staff pemerintahan
Bandung mengevakuasi warga keluar kota Bandung. Kurang
dari pukul 24.00 Bandung sudah kosong tetapi api masih
membakar kota ,sehingga Bandung menjadi lautan api.
Istilah Bandung Lautan Api muncul di harian Suara
Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Seorang wartawan
yaitu Atje Bastaman ,menyaksikan kebakaran dari
bukit Gunung Leutik di Pamengpeuk,Garut. Dari
puncak itu Atje melihat Bandung Memerah.
Setelah tiba di Tasikmalaya,Atje segera menulis berita
dengan judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun
karena kurang ruang untuk tulisan judul,diperpendek
menjadi Bandoeng Laoetan Api.
Ketika Bandung Selatan yang sudah menjadi lautan api
pada saat itu ,seperti yang dilihat oleh wartawan Atje ,
Jendral A.H Nasution juga melihat pemandangan yang
sama yang dilihat Atje ,ketika seluruh kota Bandung
penuh dengan api . Akhirnya A.H Nasution melakukan
pertemuan dengan Sjahrir,pada saat itu Rukana memberi
pendapat untuk meladakkan Sang Hyang Tikoro yaitu
pintu sungai Citarum di daerah Rajamandala ,agar api di
Kota Bandung lebih cepat padam.
Jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu di Regentsweg, di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbul pendapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan.” Yang dia sebut lautan api, akan menjadi lautan air” – A.H Nasution
Top Related