SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA
PONDOK PESANTREN DAARUL MUTTAQIEN
JABON MEKAR - PARUNG BOGOR (1989 – 2006)
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAKSI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Metode Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Sistematika Penulisan
BAB II. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DESA JABON MEKAR
PARUNG BOGOR
A. Letak Geografis Desa Jabon Mekar
B. Mata Pencaharian dan Kependudukan
C. Kondisi sosial Keagamaan Masyarakat Jabon Mekar
BAB III. SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN DARUL
MUTTAQIEN
A. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Darul Muttaqien
B. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Darul Muttaqien
C. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Darul Muttaqien
BAB IV. PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN
A. Bidang Keagamaan
B. Bidang Kependidikan
C. Bidang Sosial Kebudayaan
BAB V. PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ABSTRAKSI
Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam yang berasal dari
lembaga pengajian yang dipimpin oleh seorang kyai. Sejak awal berdirinya
pesantren mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan
masyarakat. Pada zaman penjajahan, pesantren mampu memimpin, menggerakan,
dan melakukan perjuangan bersama masyarakat dalam mengusir penjajah.
Pesantren selain sebagai lembaga pendidikan, juga mampu berperan dalam
kehidupan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Peranan pesantren ini bukan
sesuatu yang baru, karena pesantren sudah bertahun-tahun telah berbaur sehingga
mengakar di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Begitu pula dengan pesantren
Darul Muttaqien Parung yang sejak berdirinya sampai sekarang, telah ikut
mengadakan kegiatan-kegiatan pendidikan, serta ikut berperan aktif dalam
masyarakat sebagai bentuk dari pengembangan sosial di masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) mendeskripsikan kehidupan keagamaan
masyarakat parung sebelum adanya pesantren Darul Muttaqien, (2) untuk
mengetahui sejarah berdirinya pesantren Darul Muttaqien Parung, (3) untuk
mengetahui peranan pesantren Darul Muttaqien pada masyarakat, baik dalam segi
agama, ekonomi, sosial, maupun budaya.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian sejarah,
yaitu merekonstruksi kembali sosok sejarah pesantren Darul Muttaqien Parung,
melalui tahapan heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Sedangkan teknik
yang digunakan untuk mengumpulkan data ialah melalui telaah pustaka,
wawancara, dan observasi langsung ke lokasi penelitian.
Dari hasil penelitian ini akan diperoleh gambaran singkat tentang
kehidupan keagamaan, sosial, ekonomi, maupun budaya masyarakat sekitar
lingkungan pesantren serta diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang peranan
pesantren Darul Muttaqien dalam kehidupan masyarakat di wilayah Parung
Bogor.
No : Istimewa
Lamp : 1 (satu) Bundel
Hal : Pengajuan Proposal Skripsi
Kepada yang terhormat,
Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Di Tempat
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam hormat dan silaturahmi saya sampaikan kepada Bapak, semoga
senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT.
Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nurkholilah
NIM : 102022024380
Fakultas : Adab dan Humaniora
Jurusan :Sejarah dan Peradaban Islam
Bermaksud mengajukan proposal skripsi dengan judul “SEJARAH
BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA PONDOK PESANTREN DAARUL
MUTTAQIEN JABON MEKAR – PARUNG – BOGOR (1989 – 2006)”.
Sebagai bahan pertimbangan saya lampirkan:
1. Outline
2. Abstraksi
3. Daftar Pustaka (sementara)
Demikianlah surat pengajuan ini saya sampaikan. Atas segala perhatian
dan persetujuan Bapak, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mengetahui,
Dosen Pembimbing Seminar Proposal Hormat Saya
Drs.H. Azhar Saleh, MA Nurkholilah
NIP: 1500254960 NIM: 102022024380
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “SEJARAH BERDIRI DAN
BERKEMBANGNYA PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN
JABON MEKAR PARUNG BOGOR (1989 – 2006)” telah diujikan dalam
sidang munaqosyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 8 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program
studi Sejarah dan Peradaban Islam.
Jakarta, 8 Desember 2009
Sidang Munaqosyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. M. Ma,ruf Misbah, MA Usep Abdul Matin, S.Ag. MA. MA
NIP. 195 912 221 991 031 003 NIP. 150 288 304
Anggota
Penguji Pembimbing
Dra. Hj. Tati Hartimah, MA Drs. H. M. Ma,ruf Misbah, MA
NIP. 150 240 484 NIP. 195 912 221 991 031 003
SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA PONDOK
PESANTREN DARUL MUTTAQIEN JABON MEKAR
PARUNG BOGOR (1989 – 2006)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mendapat
Gelar Sarjana Humaniora (S-1)
Oleh
NURKHOLILAH
NIM. 102022024380
Dibawah Bimbingan
Drs.H. M. Ma'ruf Misbah, MA
Nip. 150 247 010
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pamulang, Agustus 2009
Yang Membuat Pernyataan
Nur kholilah
102022024380
Kata pengantar
Alhamdulillah berkat hidayah dan inayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi persyaratan mendapatkan gelar
sarjana pada Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad saw.
Skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan moril maupun
materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Abd Chair, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.
2. Bapak Drs. H. M. Ma’ruf Misbah, MA., selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam, sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Usep Abdul Matin, SAg. MA. MA., selaku Sekretaris Jurusan
Sejarah dan Peradaban Islam.
4. Bapak Drs. Azhar Saleh, MA., selaku dosen pembimbing akademik.
5. Keluarga Besar Pondok Pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung
Bogor.
6. Ayah (H. Naman Djauhari) dan Bunda (Hj. Mardiyah) yang selalu
memberikan bantuan dan dukungan serta dorongan semangat sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Suami (Ubaydillah) dan anakku (Kayla Hullyatunnisa) tercinta yang selalu
mendampingi penulis dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi
ini.
8. Pamanda Drs. Madhari yang selalu memberikan dukungan sehingga
penulis dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
9. Pamanda Drs. Emin Salimin dan Jamaludin S.Psi, yang telah mendukung
dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan.
10. Kawan – kawan SPI 2002, terutama Mahyuni S.Hum, Syarifah Roziah,
Shanty Mulyasari, Nia Octaviani dan Mahriani Silvana.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala bantuan dan dukungan serta saran yang
diberikan kepada penulis mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan sebagai
bahan pertimbangan bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis dan pembaca pada umumnya.
Pamulang, Agustus 2009
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pesantren Merupakan Lembaga Pendidikan Tradisional asli Indonesia1.
Pondok pesantren sebagai suatu institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat
mempunyai peranan penting dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pesantren tidak saja memberikan pengetahuan dan keterampilan (di
setiap sekolah memiliki berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler, begitu pun
halnya dengan pesantren, misalnya nasyid, seni bela diri atau karate dan lain
sebagainya), tetapi juga menanamkan nilai-nilai moral dan agama. Hal ini telah
disepakati oleh mayoritas para peneliti, seperti Karel Steenbrink, Clifford Geerts,
Martin Van Bruinnessen dan lainnya.2
Pondok pesantren merupakan rangkaian kata yang terdiri dari pondok dan
pesantren. Perkataan pondok diambil dari bahasa arab yaitu funduk (ق ج ���دق��� )
yang berarti ruang tempat tidur atau wisma sederhana. Karena pondok pada
umumnya memang merupakan tempat penampungan sederhana bagi para pelajar
yang jauh dari tempat asalnya. Sedangkan perkataan pesantren berasal dari kata
dasar santri yang dibubuhi awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal
para santri.3 Pesantren yang lazim dikenal dengan sebutan pondok pesantren ini
secara sederhana dapat diartikan sebagai wadah atau tempat bagi para santri untuk
1 Amin Haidari, Masa Depan Pesantren, (Jakarta:IRD Press,2004 ), hlm 2
2 Mastuki HS, Intelektualisme Pesantren , (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm 7
3 Manfred Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan Sosi al, (Jakarta: P3M, 1986) Cet, ke-1,
h 98-99
menimba ilmu agama sebanyak-banyaknya dari seorang kyai yang dianggap
kompeten dalam bidangnya, di samping fungsi yang lain yaitu pesantren
dinobatkan sebagai media pemberdayaan masyarakat. Pesantren merupakan
tempat mendidik dan menggembleng para santri agar menjadi juru dakwah yang
mahir sebelum diterjunkan langsung ke masyarakat luas4 sebagai lembaga
pendidikan Islam Tradisional yang mempunyai ciri khas,dalam memberikan
pelajaran agama dengan kitab kuning sebagai rujukan.5
Sedangkan dalam Sistem Pendidikan Nasional pasal 30 ayat 2 pondok
pesantren diposisikan sebagai lembaga keagamaan yang berbentuk ajaran diniyah
yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu
agama.6
Pada umumnya berdirinya pondok pesantren diawali dari adanya
pengakuan masyarakat akan keunggulan dan ketinggian ilmu seorang guru atau
kyai.7 Kewibawaan seorang kyai di Pondok Pesantren Darul Muttaqien sangat
berpengaruh sekali. Menurut KH. Mahrus Amin (Pendiri Darunnajah dan Darul
Muttaqien), KH. Drs. Mad Rodja Sukarta adalah seorang yang mampu memimpin
dan mengembangkan pondok pesantren. Beliau merupakan pengurus pondok
pesantren Darunnajah yang telah berpengalaman dalam membina dan mengelola
pesantren. Karena ketinggian ilmunya dan kemampuan memimpin di pesantren
4 Alwi Shihab, Islam Indusi, (Bandung : Mizan, 2002), h. 23
5 Kitab kuning adalah kitab keagamaan berbahasa Arab yang ditulis oleh ulama dan
pemikir masa lampau (al salaf) dari Timur Tengah dan Indonesia dengan penulisan format khusus,
yaitu matan (teks Inti) dan sysrah (teks penjelas), warna kertasnya kuning kuning. Kitab kuning disebut juga kitab gundul atau kitab kuno. Azyumardy Azra, Pendidikan Islam Tradisi &
Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu 2000) 6 Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS,
(Bandung: Citra Umbara, 2003), h. 20 7 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996), h. 128
tersebut. Untuk menuntut dan memperdalam ilmu dari guru tersebut, maka
masyarakat sekitar pun banyak yang ingin belajar di pesantren ini. Bahkan dari
luar daerahpun banyak yang datang kepadanya untuk belajar. Kyai sebagai
panutan masyarakat mempunyai keunggulan salah satunya adalah mampu
merangkul masyarakat yang pro ataupun yang kontra. Kemudian mereka
membangun tempat tinggal sederhana di sekitar tempat tinggal kyai tersebut.
Semakin besar ilmu seorang kyai, semakin banyak pula orang datang dari luar
daerah untuk menuntut ilmu kepadanya dan ini berarti semakin besar pula
pesantrennya.
Untuk menjadi pondok pesantren yang besar, setiap pesantren tidak akan
lahir begitu saja, melainkan tumbuh sedikit demi sedikit melalui kurun waktu
yang cukup lama. Selain itu perkembangan pondok pesantren tidak selalu
menunjukan grafik naik, melainkan mengalami pasang surut. Oleh karena itu para
pendiri pondok pesantren nampaknya memiliki peranan penting atas pasang
surutnya sebuah pesantren.
Hasbullah dalam bukunya Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
menjelaskan bahwa pesantren merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di
Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan kebutuhan zaman, hal ini bisa dilihat
dari perjalanan sejarah, dimana diruntut kembali, sesungguhnya pesantren
dilahirkan atas dasar kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni penyebaran
dan pengembangan dakwah Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama atau
da’i.8 Kalau melihat dari perjalanan Islam masuk ke nusantara sebagaimana
ungkapan Azyumardy Azra dalam buku Jaringan Ulama, proses proses dan alur
8 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: LSIK, 1996), h. 138
historis yang terjadi dalam perjalanan Islam di Nusantara dalam hubungannya
dengan perkembangan Islam di Timur Tengah, dapat dilacak sejak masa-masa
awal kedatangannya dan penyebaran Islam di Nusantara sampai kurun waktu yang
demikian panjang. Yaitu dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan salah
satunya pondok pesantren. 9
Pembangunan sebuah pesantren didorong oleh kebutuhan masyarakat akan
perlunya pendidikan agama, sehingga masyarakat tidak tertinggal dalam moralitas
dan pengetahuan. Karena bagaimanapun kebutuhan akan ilmu pengetahuan dan
keimanan haruslah selaras dan sejalan antara satu dengan yang lainnya. Namun
harus juga diperhatikan bahwa keilmuam seorang Kyai sebagai seorang guru akan
sangat menentukan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu pesantren. Masyarakat
akan menimba ilmunya di pesantren yang mereka tempati karena mereka
memandang bahwa kyai yang menjadi gurunya mampu dalam hal keilmuannya.
Pondok pesantren pada dasarnya adalah sebuah sarana pendidikan Islam
tradisional, dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah
bimbingan seorang guru yang lebih dikenal dengan sebutan kyai. Sedangkan
tempat tinggal para siswa (santri) yang sering disebut dengan pondok atau asrama
berada dalam kompleks pesantren yang letaknya tidak jauh dari rumah guru.
Dalam kompleks pesantren juga ada sebuah Masjid untuk kegunaan pengajian dan
shalat berjamaah.10
Tetapi pada perkembangan selanjutnya di sebuah kompleks
pesantren, sekarang ini kadang dibangun sebuah tempat khusus untuk hal-hal yang
berkenaan dengan pengajaran (proses belajar mengajar).
9 Azyumardy Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara, Abad ke
XVII dan XVIII, Bandung,Mizan, Cetakan IV, November 1998, h. 23 10 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1994), h. 44
Dalam perkembangan pesantren dapat diketahui bahwa pada saat ini
pesantren tidak hanya menyajikan ilmu keagamaan saja, tetapi ilmu pengetahuan
lainnya juga dipelajari di sana. Pesantren berhasil menjadikan dirinya sebagai
pusat pergerakan pembangunan Islam dan negara. Dalam perjalanan sejarahnya
pesantren mengalami kurun waktu yang sangat lama. Pada masa penjajahan
Belanda pesantren dijadikan basis pertahanan dan kekuatan rakyat, sehingga pada
saat itu Belanda sangatlah takut dan segan dengan berdirinya sebuah pesantren.
Belanda sangat mempersulit akan pengembangan kemajuan sebuah pesantren.
Bahkan banyak santri terutama para kyai yang ditangkap karena melakukan
pelawanan terhadap Belanda. Para santri dan kyai dibuang jauh dari
kelompoknya. Bahkan ada juga yang dimasukkan ke penjara kemudian dibunuh.
Pesantren pada zaman kolonial merupakan lembaga pendidikan yang
paling banyak berhubungan dengan masyarakat dan sangat menyatu dengan
kehidupan mereka. Selama masa pendudukan kolonial, pesantren tidak termasuk
pada perencanaan pendidikan yang diadakannya.
Dalam menghadapi kenyataan seperti ini pesantren terus mengembangkan
diri untuk menjadi tumpuan pendidikan bagi umat Islam di pelosok daerah.
Karena diketahui ternyata pesantren ada dan berkembang dari pelosok daerah.
Walaupun keadaan zaman terus berubah namun pesantren tetap mampu
mengembangkan dirinya dalam tantangan tersebut sehingga derajat pesantren
menjadi tinggi di mata bangsa, masyarakat, keluarga, dan anak-anak muda.
Pesantren menjadi tempat bergengsi untuk menimba ilmu dan menjadi harapan
bangsa kita di masa sekarang dan masa yang akan datang.
Pesantren tentunya memiliki elemen-elemen dasar di dalamnya, yaitu;
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab Islam klasik dan kyai. Ini berarti
suatu lembaga pengajian yang telah berkembang hingga memiliki kelima elemen
tersebut, akan berubah statusnya menjadi pesantren. Di seluruh Jawa orang-orang
biasanya membedakan kelas-kelas pesantren ke dalam tiga kelompok, yaitu
pesantren kecil, menengah, dan pesantren besar. Pesantren yang tergolong kecil
biasanya mempunyai santri di bawah seribu orang dan pengaruhnya terbatas pada
tingkatan kabupaten. Pesantren menengah biasanya mempunyai santri antara 1000
sampai dengan 2000 orang, memiliki pengaruh dan menarik santri-santri dari
berbagai kabupaten dan provinsi. Pesantren besar biasanya memiliki santri lebih
dari 2000 yang berasal dari berbagai provinsi bahkan luar Indonesia.11
Melihat elemen-elemen pesantren yang telah disebutkan di atas, maka
sistem pengajian yang ada di pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar
menunjukan sebuah pesantren, karena elemen-elemen tersebut ada di dalamnya
walaupun jumlah santri yang ada kurang dari 1000 orang. Pesantren ini terus
mengalami perkembangan sampai saat ini, hal ini terlihat pada metode pengajaran
dan menejemennya yang semakin modern.
Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di pesantren Darul Muttaqien
dan berdasarkan atas dasar pemikiran di atas, penulis berupaya untuk mengungkap
fenomena sejarah berdiri dan berkembangnya pesantren Darul Muttaqien Desa
Jabon Mekar Parung Bogor sejak 1988 sampai 2006, perkembangan sistem
pendidikan, serta peranannya dalam bidang sosial keagamaan di Desa Jabon
Mekar Kecamatan Parung Kabupaten Bogor.
11 Zamakhsyari Dhofier, op. cit, h. 44
Perkembangan yang dialami pondok pesantren Darul Muttaqien yang
berdiri sejak tahun 1988, terus mengalami peningkatan baik dalam bidang
pendidikan maupun dalam bidang kemasyarakatan. Dengan sistem pendidikan
yang mengintegrasikan pengetahuan agama dengan pengetahuan umum, pondok
pesantren Darul Muttaqien telah banyak mencetak para santri untuk selalu
berbakti pada agama, nusa dan bangsa.
Dengan memperhatikan perkembangan pondok pesantren Darul Muttaqien
yang begitu pesat, maka penulis menganggap perlu untuk memperkenalkan
pondok pesantren ini kepada masyarakat luas sebagai suatu lembaga yang telah
berperan aktif dalam menyiapkan generasi penerus yang beriman dan bertaqwa
serta memiliki ilmu pengetahuan yang memadai dalam rangka membangun
manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu penulis merasa perlu untuk melakukan
suatu kajian khusus tentang sejarah berdiri dan berkembangnya Pondok pesantren
Darul Muttaqien yang telah memiliki peranan yang besar bagi kemajuan agama
Islam, khususnya bagi masyarakat di sekitar lingkungan pondok pesantren. Hal
inilah yang mendorong rasa keingintahuan yang mendalam terhadap keberadaan
pesantren Darul Muttaqien, sehingga penulis mengangkat permasalahan ini
dengan judul “SEJARAH BERDIRI DAN BERKEMBANGNYA PONDOK
PESANTREN DARUL MUTTAQIEN” JABON MEKAR – PARUNG -
BOGOR (1989-2006).
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, untuk memudahkan penelitian ini, penulis
merumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Pesantren Darul Muttaqien?
2. Bagaimana perkembangan Pesantren Darul Muttaqien?
3. Bagaimana Peranan Pesantren pada Masyarakat sekitarnya?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui latar belakang berdirinya Pesantren Darul Muttaqien.
2. Mengetahui perkembangan Pesantren Darul Muttaqien.
3. Mengetahui peranan Pesantren Darul Muttaqien bagi masyarakat sekitarnya.
D. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.12
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode historis. Penelitian historis adalah penelitian yang
mempelajari kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa masa lampau dengan cara
sistematis dan obyektif, yaitu cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi,
serta mensintensiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan untuk memperoleh
kesimpulan yang kuat.
Dalam merekonstruksi peristiwa-peristiwa masa lampau, khususnya
tentang sejarah berdirinya pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung Bogor,
maka penulis menggunakan metode historis agar dapat diperoleh informasi yang
lengkap tentang sejarah berdiri dan berkembangnya pondok pesantren tersebut.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian dengan menggunakan
metode historis meliputi :
12
Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang berusaha mengungkap keadaan yang
bersifat alamiah dan holistik, Sayuti Ali, Metologi Penelitian Agama Pendekatan Teori & Praktek
(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002) h. 58
1. Tahapan Heuristik
Heuristik adalah tahapan kegiatan yang dilakukan penulis dalam rangka
mencari dan mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan yang
akan diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan observasi ke lokasi penelitian dan
melakukan wawancara dengan Ahmad Asastra, S.Sos.I (Sekretaris Pondok
Pesantren Darul Muttaqien), Ahmad Suwardi (Staff Adsministrasi Pondok
Pesantren Darul Muttaqien) dan KH. Mahrus Amin (Pendiri Pondok Pesantren
Darunnajah dan Darul Muttaqien) serta mengumpulkan data-data dari dokumen,
buku-buku, yang ada di Pondok Pesantren Darul Muttaqien atau catatan-catatan
kecil dari masyarakat yang sekiranya mendukung dalam penelitian ini. Data-data
itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan Ahmad Assastra,
S.Sos.I selaku sekretaris Pondok Pesantren. Wawancara juga dilakukan dengan
staf pengajar dan warga sekitar Pondok Pesantren untuk mendapatkan informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Adapun data sekunder diperoleh dari buku-buku yang berkenaan dengan
sejarah dan perkembangan pondok pesantren. Buku-buku tersebut adalah :
a. Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Penerbit: PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta. 1995.
b. Abdurrahman Wahid, Menggerakan tradisi, Penerbit: LKIS, Yogyakarta.
2001.
c. Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Penerbit: LP3ES,
Jakarta.1994.
d. M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, Penerbit: LP3ES, Jakarta.
1995.
e. Sindu Galba, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Penerbit: Rineka Cipta,
Jakarta. 1995.
f. Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Penerbit: LP3ES, Jakarta. 1994.
Selain buku-buku di atas, digunakan juga buku-buku lainnya yang
menunjang serta ada kaitannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini.
2. Tahapan Kritik Sumber
Dalam tahap ini penulis menyeleksi terhadap sejumlah sumber. Pada tahap
ini data-data yang tidak otentik disingkirkan dengan tujuan untuk memudahkan
dukungan sebuah fakta pada penulisan ini. Penulis menguji kembali sumber-
sumber informasi dari jejak masa lampau meliputi aspek intern dan ekstern.
Aspek intern mempersoalkan apakah sumber itu dapat memberikan informasi
yang diperlukan. Sedangkan aspek ekstern mempersoalkan apakah sumber itu
merupakan sumber sejati yang diperlukan. Dalam menilai sumber, kedua aspek ini
dilakukan bersama-sama.
Kritik ekstern harus dapat menjawab tiga pertanyaan, yaitu:
1) apakah sumber itu merupakan sumber yang dikehendaki (soal autentisitas);
2) apakah sumber itu asli atau turunan (soal orisinalitas);
3) apakah sumber itu masih utuh atau sudah diubah-ubah (soal integritas).
Setelah ada kepastian bahwa sumber itu merupakan sumber yang benar-benar
diperlukan dalam bentuk asli dan masih utuh barulah dilakukan kritik intern.
Kritik intern dilakukan untuk membuktikan bahwa informasi yang terkandung di
dalam sumber itu memang dapat dipercaya. Untuk membuktikannya dilakukan
dengan penelitian intrinsik terhadap sumber dan dengan membandingkan
kesaksian-kesaksian berbagai sumber.
Langkah pertama dalam penelitian intrinsik adalah menentukan sifat
sumber itu, apakah resmi (formal) atau tidak resmi (informal). Dalam penelitian
sejarah, sumber tidak resmi dinilai lebih berharga daripada sumber resmi. Hal ini
disebabkan sumber tidak resmi bukan dimaksudkan untuk dibaca orang banyak
(hanya untuk kalangan terbatas) sehingga isinya lebih bersifat apa adanya, terus
terang dan tidak banyak dirahasiakan/disembunyikan, jadi lebih bersifat obyektif.
Langkah kedua dalam penelitian intrinsik adalah menyoroti pengarang
sumber tersebut, sebab dialah yang memberikan informasi yang dibutuhkan.
Harus dipastikan bahwa kesaksiannya dapat dipercaya.
Proses selanjutnya dari kritik intern adalah membandingkan kesaksian dari
berbagai sumber dengan menjajarkan kesaksian para saksi yang tidak
berhubungan satu sama lain (independent witness). Dengan demikian diharapkan
informasi yang diperoleh benar-benar obyektif.
3. Tahap Interpretasi
Pada tahap ini dilakukan penyimpulan kesaksian yang dapat dipercaya
berdasarkan bahan-bahan otentik, setelah terlebih dahulu menafsirkan terhadap
data yang diperoleh dan merangkainya secara keseluruhan. Kegiatan penafsiran
fakta ini ditujukan untuk memberikan makna dan pengertian serta menghidupkan
kembali proses sejarah.
4. Tahap Historiografi
Pada tahap ini penulis menyusun kesaksian yang dapat dipercaya menjadi
suatu kisah atau penyajian yang berarti. Tetapi sebelumnya diadakan dulu
pengolahan data yang dilakukan dengan merekonstruksi masa lampau berdasarkan
data yang diperoleh dengan menempuh ketiga proses di atas terlebih dahulu.
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab, yang masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab. Dalam hal ini penulis uraikan sistimatikanya sebagai berikut :
Bab I merupakan bab pendahuluan yang menguraikan latar belakang
Masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab II, gambaran umum masyarakat desa Jabon Mekar Parung Bogor,
Letak geografis desa Jabon Mekar, mata pencaharian dan kependudukan, kondisi
sosial keagamaan masyarakat Jabon Mekar.
Bab III, menguraikan tentang sejarah berdirinya pondok pesantren Darul
Muttaqien, tokoh pendiri pondok pesantren Darul Muttaqien, dan tujuan
berdirinya pondok pesantren Darul Muttaqien.
Bab IV menguraikan tentang perkembangan pondok pesantren Darul
Muttaqien meliputi faktor-faktor perkembangan Pondok Pesantren Darul
Muttaqien dan bentuk-bentuk perkembangan Pondok Pesantren Darul Muttaqien.
Bab V, menguraikan hasil berupa kesimpulan dan saran-saran yang
diperoleh penulis berkenaan dengan pembahasan sejarah berdiri dan
berkembangnya pesantren Darul Muttaqien sejak 1989 sampai tahun 2006.
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT JABON MEKAR
PARUNG BOGOR
A. Letak Geografis Desa Jabon Mekar
Jabon Mekar merupakan suatu kawasan pedesaan yang terletak di
kecamatan Parung Kabupaten Bogor. Luas wilayahnya 217.095 ha yang terbagi
menjadi wilayah daratan dan persawahan. Wilayah daratan selain sebagai lokasi
pemukiman penduduk dan pendidikan juga berfungsi sebagai perkebunan untuk
menanam buah-buahan yang menjadi ciri khas wilayah parung, yaitu durian
parung. Selain itu masih banyak pohon-pohon produktif yang ditanam di wilayah
ini. Sedangkan wilayah persawahan digunakan untuk daerah pertanian padi dan
sayuran.13
Kegiatan pertanian ini tidak menjadi kegiatan utama masyarakat Jabon
Mekar, tetapi hanya sebagai kegiatan sampingan selama belum mendapat
pekerjaan atau sebagai kegiatan mengisi waktu luang sepulang bekerja atau
berdagang. Kegiatan pertanian ini dilakukan bukan di tanah milik pribadi, tetapi
dilakukan di atas tanah milik orang lain sebagai petani penggarap.
Daerah Jabon Mekar yang dikelilingi oleh perkebunan dan persawahan ini
mengakibatkan daerah ini menjadi daerah buruan orang-orang kota khususnya
Jakarta. Orang-orang ini ingin memiliki tanah di daerah ini karena dapat dijadikan
tempat rekreasi keluarga karena udaranya masih segar sebagaimana umumnya
daerah Bogor. Selain itu tanah di daerah ini dapat dijadikan tempat untuk
13
Hasil wawancara dengan bapak Syarin Syaputra (peran Pondok Pesantren terhadap
pertanian yang ada di masyarakat sekitar sangat tinggi sekali, dibuktikan dengan memberikan bibit
tanaman seperti pohon pisang, singkong, jagung dan lain lain).
menanam pohon yang menghasilkan buah-buahan yang banyak terdapat di daerah
ini.
Secara geografis desa Jabon Mekar dibatasi oleh batas alam berupa saluran
air dan dibatasi pula oleh jalan yang menghubungkan daerah ini dengan daerah
sekitarnya. Batas wilayah ini juga ditandai dengan pembuatan tugu-tugu yang
terbuat dari bata yang dibuat sedemikian rupa.
Sebelah utara Desa Jabon Mekar berbatasan dengan desa Pemagar Sari
Kecamatan Parung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Jampang Kecamatan
Kemang, sebelah barat dengan Desa Iwul kecamatan Parung, dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Kalisuren Tajur Halang kecamatan Kemang. Kondisi
geografis Desa Jabon Mekar berada pada ketinggian 300 meter di atas permukaan
laut dengan curah hujan cukup tinggi sekitar 2000 – 3000 milimeter/tahun, dan
termasuk pada topografi dataran rendah. Desa ini berada di kecamatan Parung
dengan jarak 15 kilometer dan termasuk dalam Kabupaten Bogor dengan jarak 20
kilometer.
Letak geografis Jabon Mekar yang tidak jauh dari kota kecamatan
menyebabkan mobilitas kehidupan masyarakat desa ini berjalan dengan cepat. Hal
ini juga didukung oleh sarana pendidikan yang ada di desa ini sehingga pola pikir
masyarakat semakin maju dan berkembang dan sebagian besar masyarakat telah
mendapatkan pendidikan, bahkan ada di antara mereka yang bisa menamatkan
pendidikan di perguruan tinggi.
B. Mata Pencaharian dan Kependudukan
Kehidupan perekonomian penduduk desa Jabon Mekar diwarnai oleh
berbagai macam mata pencaharian, sehingga untuk meneliti kehidupan ekonomi
masyarakat Jabon Mekar, ruang lingkup penelitiannya adalah hubungan antara
ekonomi dan struktur sosial masyarakat yang ada relevansinya dengan kehidupan
ekonomi masyarakat Jabon Mekar.
Secara garis besar dapat diketahui oleh penulis pada saat meneliti yang
hasilnya menyimpulkan bahwa kita dapat menyebut dua unit sosial yang menjadi
pusat kehidupan ekonomi, yaitu kota dan desa. Dilihat dari sudut kehidupan
ekonomi, maka kota-kota merupakan pusat-pusat pengambilan bahan-bahan
mentah dari daerah pertanian pedesan atau merupakan tempat transito bahan
mentah untuk diteruskan ke kota yang lebih besar. Dengan perdagangan yang
lebih intensif, kota merupakan pusat peredaran uang yang relatif cepat dan dalam
volume yang relatif besar. Kehidupan yang kompleks dari kota tidak hanya
mempunyai aspek ekonomi, melainkan mempunyai aspek politik, sosial, dan
kebudayaan mempunyai interdependensi satu dengan lainnya.
Dari data monografi desa Jabon Mekar diketahui bahwa jumlah
penduduknya sebanyak 7.615 jiwa yang terdiri dari 3.857 orang laki-laki, dan
3.758 orang perempuan dan terbagi ke dalam 1.924 kepala keluarga dan mendiami
lahan seluas 217.092 hektar. Jumlah penduduk di desa ini mengalami penambahan
setiap tahun, dimana pada tahun sebelumnya (Tahun 2005) berjumlah 7583 jiwa
dengan jumlah laki-laki 3841, perempuan 3742 yang terbagi ke dalam 1913
kepala keluarga.14
Jumlah penduduk yang tidak terlalu besar ini tidak menimbulkan
kesukaran bagi pemerintah setempat untuk mengikat dan memobilisasikan
mereka. Hal ini disebabkan masyarakatnya merupakan masyarakat yang
14 Monografi Desa Jabon Mekar Tahun 2005 dan 2006
beragama, sehingga mereka menyadari arti penting dari ketaatan kepada Allah,
ketaatan kepada Rasul, dan ketaatan kepada Ulil Amri (pemerintah) yang dapat
membawa mereka kepada jalan yang benar.
Sebagian besar masyarakat yang tinggal di desa ini bermata pencaharian
sebagai pedagang di pasar. Hal ini disebabkan karena lokasi desa yang tidak
terlalu jauh dari pasar tradisional Parung dan pasar Ciseeng. Selain berdagang di
pasar, masyarakat Jabon Mekar juga mempunyai mata pencaharian sebagai buruh
di pabrik-pabrik dan ada juga yang berprofesi sebagai wiraswasta, misalnya
dengan membuat tahu dan tempe yang hasilnya ada yang dipasarkan sendiri di
pasar dan ada yang dipasarkan oleh orang lain.
Selain mata pencaharian yang telah disebutkan di atas, ada juga sebagian
masyarakat yang memiliki lahan pekerjaan di bidang jasa dengan mengadakan
sarana transportasi berupa mobil angkot dan truk baik untuk angkutan manusia
ataupun barang sehingga mempermudah arus perpindahan manusia dan barang
dari desa ke lokasi yang diinginkan. Dari beberapa sektor kegiatan ekonomi
masyarakat Jabon Mekar, sebagian kecil ada yang berpenghasilan sebagai
peternak. Hewan yang diternakan oleh mereka di antaranya ayam kampung, ayam
ras, itik, domba, dan kerbau.
Terhadap mata pencaharian masyarakat sekitar pondok pesantren Darul
Muttaqien pun mempunyai peran. Misalnya ibu – ibu manjadi tukang cuci untuk
para santri. Masing – masing ibu untuk satu santri. Kemudian bapak – bapaknya
ada yang menjadi tukang bersih – bersih kebun dan taman, dan ada juga yang
menjadi petani penggarap di lahan milik pesantren dan ada juga yang beternak
ikan. Kemudian untuk pedagang keliling seperti Bakso, Mie Ayam, Rujak dan
lain-lain diperbolehkan untuk berjualan di dalam lingkungan pesantren Darul
Muttaqien.15
Faktor penunjang perekonomian desa Jabon Mekar dapat difahami dan
dijelaskan dari jenis-jenis pekerjaan masyarakat yang di antaranya: (1) pegawai
negeri sipil 117 orang, (2) TNI/POLRI 3 orang, (3) pegawai swasta 213 orang, (4)
pedagang atau wiraswasta 182 orang, (5) petani 184 orang, (6) buruh bangunan
273 orang, (7) buruh tani 342 orang, (8) jasa 554 orang, (9) pensiunan 15 orang,
(8) lain - lain 362 orang.16
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi di lapangan, dapat
diketahuai bahwa taraf kehidupan perekonomian masyarakat desa Jabon Mekar
dikategorikan ke dalam kategori masyarakat perekonomian menengah. Hal ini
dapat dilihat dari bangunan-bangunan rumah mereka yang sudah permanen
menggunakan batu bata yang oleh masyarakat setempat disebut dengan rumah
gedong.
C. Kondisi Sosial Keagamaan Masyarakat Jabon Mekar
Agama memberi makna dalam kehidupan individu dan kelompok; juga
memberikan harapan tentang kelanggengan hidup sesudah mati. Demikian pula
halnya dengan agama Islam, sebagai agama wahyu yang diturunkan Allah kepada
Rasul-Nya (Muhammad), merupakan agama yang mengatur hubungan dalam
kehidupan, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan
manusia dengan Tuhan sebagai Penciptanya. Maka tidak mengherankan jika Islam
disebut sebagai agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi sekalian alam.
15
Hasil wawancara dengan bapak Ahmad Suwardi (staff administrasi pondok pesantren
Darul Muttaqien) tanggal 14 Desember 2009 16 Monografi Desa Jabon Mekar Tahun 2006
Secara garis besar hal-hal yang terkandung dalam pengertian Agama Islam
dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok ajaran dan kelompok
non-ajaran. Kelompok ajaran meliputi ibadat, fiqih, tauhid, tafsir, hadis dan
akhlak. Pesantren (Pondok Pesantren Darul Muttaqien) memberikan pelayanan
kepada masyarakat berbentuk ta’lim mengadakan pengajian secara umum kepada
masyarakat. Yang bertujuan untuk membentuk budaya masyarakat pembelajar
(Learning society) yaitu masyarakat senantiasa belajar atau belajar sepanjang
hayat (life long education). Pesantren memiliki banyak bentuk pendidikan, yaitu :
Pendidikan Formal persekolahan seperti : RA/TK/, SD, MTS, MA. Sementara
Non Formal yaitu pesantren mengadakan pengajian rutin untuk ibu - ibu dan
untuk bapak - bapak. Sedangkan pelayanan secara Ubudiyah yaitu pesantren
bertujuan untuk syi’ar Islam di Lingkungan Pesantren maupun luar Pesantren
seperti : Pengelolaan ZIS, Pengembangan Wakaf , Pengurusan jenazah,
Bimbingan Manasik Haji, Pelaksanaan qur’ban dan aqikah, Profesi Khatib,
Profesi Qori, Kegiatan kelompok Zikir.
Sementara pelayanan secara muamalah pesantren ini memberikan pelayan
terhadap masyarakat sekitar dalam bentuk sebagai berikut : Memberikan
pelayanan bank syariah, Pelayanan pengelolaan UKM (Usaha Kecil Menengah),
Pengelolaan Perdagangan, Pengelolaan Pertanian, Pengelolaan Perkebunan,
Pelayanan Wartel dan Pelayanan kesehatan (Poliklinik)17
17
Amin Haedari, & Ishom El–Saha, Pesantren & Madrasah Diniyah, (Jakarta, Diva
Pustaka) 2006, h. 58-59.
Yang termasuk kelompok non-ajaran di dalamnya termasuk sejarah,
kebudayaan dan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang masuk ke dalam Islam
sebagai hasil dari perkembangan Islam dalam pentas sejarah.18
Islam sebagai agama wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sepanjang masa, adalah agama
yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Islam yang datang secara
damai diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia.
Penerimaan yang baik oleh bangsa Indonesia terhadap ajaran Islam
menyebabkan Islam berkembang dengan pesat di wilayah Indonesia sehingga
menjadikan agama Islam menjadi agama yang dianut oleh mayoritas penduduk
Indonesia. Karena agama Islam tidak hanya mengatur aspek ritual semata, akan
tetapi mengatur pula aspek kemasyarakatan yang mengatur hubungan antar
manusia, maka pemeluknya akan selalu berpegang teguh pada ajarannya dalam
setiap kegiatan yang dilakukan sehingga agama menjadi bagian dalam kehidupan
masyarakat dan selalu mewarnai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemeluknya.
Kondisi seperti ini dapat dilihat dalam kehidupan masyarakat yang ada di desa
Jabon Mekar sebagai wujud akulturasi ajaran Islam dengan budaya masyarakat
setempat.
Masyarakat desa Jabon Mekar adalah masyarakat yang hidup dengan
penuh rasa kegotong-royongan dan kekeluargaan. Berat sama dipikul ringan sama
dijinjing. Pekerjaan yang menyangkut kepentingan masyarakat biasa mereka
kerjakan bersama-sama. Toleransi yang tinggi selalu ada dalam diri masyarakat
dan melekat kuat di hati mereka. Kenyataan ini dapat terlihat apabila ada
18
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press: 1984), h.
113
pekerjaan yang menyangkut kepentingan umum seperti pembangunan rumah
ibadah atau gotong royong pembetulan jalan, mereka selalu mengerjakannya
bersama-sama. Demikian pula jika ada anggota masyarakat yang ditimpa musibah
mereka akan saling membantu dengan semangat kekeluargaan. Sikap dari hidup
penuh kegotongroyongan ini juga dapat dilihat dari acara hajatan yang ada di desa
ini. Pada saat hajatan dilaksanakan oleh salah seorang warga masyarakat, maka
masyarakat yang lain berdatangan untuk memberikan ucapan selamat dan
memberikan pertolongan dalam berbagai bentuk baik moril maupun materil.
Warga masyarakat Jabon Mekar merupakan masyarakat pedesaan yang
sistem kehidupannya memakai sistem kekeluargaan yang merupakan ciri khas
kehidupan pedesaan. Tolong-menolong dan saling membantu sudah menjadi
tradisi dalam kehidupan masyarakat baik dalam urusan yang bersifat keduniaan
maupun yang bersifat akherat. Hal ini menunjukan solidaritas yang begitu tinggi
dari setiap anggota masyarakat.
Dalam wawancara penulis dengan warga Jabon Mekar terdapat jawaban
demikian: “Tolong-menolong dan gotong royong sudah menjadi tradisi
masyarakat di sini. Misalnya kalau ada warga yang hajatan, masyarakat ikut
membantu dengan memberikan sumbangan baik uang maupun barang kepada
orang yang hajatan. Selain itu tolong-menolong juga bisa kita lihat jika ada warga
yang kena musibah, warga yang lain juga turut membantu meringankan musibah
dengan memberi bantuan baik moril dan materil dan ikut menemani yang kena
musibah sampai malam.19
19 Wawancara dengan Bapak Syarin Saputra, 13 Nopember 2006
Kegiatan gotong royong bukan hanya terlihat dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan. Dalam kegiatan keagamaan pun warga masyarakat Jabon Mekar
terlibat aktif dalam proses pelaksanaannya, misalnya pada saat pembangunan
masjid, peringatan hari-hari besar Islam, penyantunan terhadap anak yatim dan
dhuafa, bahkan sampai kegiatan mengurus jenazah bila ada anggota keluarga yang
meninggal dilakukan dengan penuh keikhlasan dengan semangat gotong-royong
dan saling membantu sesama warga masyarakat.
Kehidupan keagamaan masyarakat Jabon Mekar masih terpelihara dengan
baik, artinya budaya masyarakatnya masih belum terpengaruh oleh budaya luar
yang masuk ke dalamnya, namun persoalannya adalah bagaimana menjaga dan
menumbuhkembangkan budaya tersebut sehingga dapat diwariskan kepada
generasi penerus sehingga generasi penerus memiliki kepribadian yang mantap
dan tidak kehilangan nilai-nilai luhur yang selama ini telah dijalankan oleh para
pendahulunya.
Keadaan demikian menuntut para ulama untuk berperan aktif dalam
membina masyarakat, seperti memberikan ceramah-ceramah dan contoh-contoh
yang baik. Melihat kenyataan ini, tokoh-tokoh agama, seperti para ulama dan
ustadz yang ada di lingkungan Pondok Pesantren Darul Muttaqien merasa
terpanggil untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada warga masyarakat
dengan tujuan untuk mencegah perbuatan kemusyrikan, serta mengajak
masyarakat untuk hidup sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Al-Hadits.
Kegiatan ini dilakukan melalui pengajian-pengajian yang dilakukan baik di
lingkungan pondok pesantren maupun di rumah-rumah warga yang dilakukan
secara bergantian dalam setiap minggunya.
Banyaknya kegiatan-kegiatan pengajian di lingkungan masyarakat Jabon
Mekar ini karena kondisi masyarakatnya sebagian besar (lebih dari 95 %)
beragama Islam. Hal inilah yang menjadi dasar diadakanya kegiatan-kegiatan
yang bersifat keagamaan di desa ini. Agama telah melandasi setiap tingkah laku
warga masyarakat seakan telah menyatu dengan tradisi yang dijalankan oleh
anggota masyarakat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, di Desa Jabon Mekar
terdapat dua buah masjid dan tiga buah mushalla, tiga buah TPA, satu buah TK
Islam, satu MI, satu MTs, satu MA, dua buah SD Negeri, dan satu buah SMP
Terpadu, dan satu Pondok Pesantren. Sebagian besar sekolah yang ada di desa
Jabon Mekar terdapat di lingkungan Pondok Pesantren Darul Muttaqien dan
pegelolaannya merupakan tanggung jawab pondok pesantren. Lembaga
pendidikan di luar pondok pesantren di antaranya adalah dua buah TPA dan dua
buah SD Negeri.
Tingkat pendidikan di desa Jabon Mekar tahun 1989 masih sangat rendah.
Itu dikarenakan masyarakat setempat tingkat kepedulian terhadap pendidikan
masih sangat kurang. Tetapi perkembangan zaman merubah masyarakat tahun
demi tahun. Dari hasil penelitian yang penulis dapat bahwa pada tahun 2006
jumlah penduduk yang tidak tamat SD adalah 153 orang, tamat SD berjumlah
3647 orang, tamat SLTP 1105 orang, tamat SLTA 2317, tamat Akademi 68 dan
yang lulus sarjana 38 orang.20
20 Data tingkat pendidikan desa Jabon Mekar tahun 2006
BAB III
SEJARAH BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
DARUL MUTTAQIEN
A. Latar Belakang Berdirinya Pondok Pesantren Darul Muttaqien
Kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah selalu
membutuhkan agama, bahkan dalam kehidupan sekarang pun – dengan kemajuan
teknologi yang supermodern - manusia tak luput dari agama. Agama memperkuat
norma-norma kelompok serta nilai-nilai yang menjadi landasan keseimbangan
masyarakat.21
Begitu pula dengan agama Islam, sebagai agama wahyu yang diturunkan
oleh Allah kepada rasul-Nya (Muhammad), merupakan agama yang mengatur
hubungan itu semua, baik hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan
alam, dan manusia dengan Tuhan sebagai Penciptanya. Maka tidak dapat
disangkal lagi bila Islam disebut sebagai agama yang sempurna dan rahmat bagi
sekalian alam.
Islam sebagai agama wahyu disampaikan kepada seluruh umat sepanjang
waktu, merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia. Agama
Islam ini diturunkan di tanah Arab yang kemudian disebarkan ke seluruh penjuru
21 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), h. 119
dunia oleh pemeluknya sehingga sampai di Indonesia dan diterima dengan baik
oleh bangsa Indonesia.
Seperti halnya Hindu dan Budha yang datang ke Indonesia, agama Islam
yang datang ke Indonesia diterima dengan damai tanpa melalui penjajahan atau
kekuatan fisik. Pendapat yang banyak diterima mengatakan bahwa Islam masuk
ke Indonesia melalui ajaran sufi sehingga dengan sukses memperoleh jumlah
pemeluk lebih dari 85 % penduduk Indonesia saat ini. Sufisme dikatakan
memainkan peranan penting yang lebih dominan dalam penyebaran Islam di
samping disiplin ilmu keislaman lainnya.22
Dari kenyataan ini dapat diketahui
bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia, agama Hindu dan Budha telah
berkembang luas di Indonesia.
Tidak dapat disangkal bahwa Islam merupakan komponen penting yang
turut membentuk dan mewarnai corak kehidupan masyarakat Indonesia.
Keberhasilan Islam menembus dan mempengaruhi kehidupan masyarakat
Indonesia serta menjadikan dirinya sebagai agama utama bangsa ini merupakan
hasil yang luar biasa. Hal ini terutama bila dilihat dari segi letak geografis, dimana
jarak antara Indonesia dengan jazirah Arab cukup jauh. Apalagi jika dilihat sejak
proses penyebaran Islam itu sendiri di Indonesia, belum terdapat suatu metode
atau organisasi dakwah yang dianggap cukup mapan dan efektif untuk
memperkenalkan Islam kepada masyarakat luas.23
Dalam sejarah diketahui bahwa lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia
tidak terlepas dari lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sebelum timbulnya
sekolah-sekolah dan universitas-universitas yang dikenal dengan lembaga
22
Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1998), h. 8 23 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta:LSIK, 1996), h. 1
pendidikan formal, dalam dunia Islam telah berkembang lembaga-lembaga
pendidikan yang sifatnya non formal, seperti pesantren yang dalam proses belajar
mengajarnya dilaksanakan di masjid, surau atau lainnya yang dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan belajar.
Pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan dan
keagamaan Islam yang berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pesantren
merupakan salah satu pendidikan sektoral yang umurnya cukup tua, tetapi
memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapi perkembangan dan
perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat. Pesantren merupakan wujud
dari perkembangan belajar mengajar yang dulu dikenal dengan pengajian, dan
kemudian dikenal dengan lembaga pendidikan tradisional. Sejak sebelum
kemerdekaan, banyak terdapat lembaga pesantren yang memegang peranan
penting di Indonesia, terutama di Jawa.
Bentuk pondok pesantren di Indonesia yang telah ada sejak 300 – 400
tahun yang lalu, khususnya di Jawa Barat, bervariasi. Padahal jika diusahakan
dengan baik, pesantren dapat dijadikan sekolah unggulan. Secara makro,
keterlibatan pesantren dalam melaksanakan konsep unggulan dan terpadu, dapat
dijadikan aset yang potensial dalam upaya peningkatan sumber daya manusia dan
menunjang keberhasilan pembangunan nasional.24
Salah satu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat adalah Pondok
Pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung Bogor. Sejarah pendirian Pondok
Pesantren Darul Muttaqien dilatarbelakangi oleh munculnya ide-ide besar untuk
mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang mencukupi standar dalam hal
24
Pupuh Fathurrahman, Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu, (Bandung: Tunas
Nusantara, 2000), h. 12
kualifikasi mutu lulusan, pelayanan dan manajemen pengelolaannya. Ide besar
tersebut sesungguhnya muncul sebagai respon langsung terhadap kenyataan yang
telah lama ada dalam lingkungan pondok pesantren, yang pada kenyataannya
produk lulusan pondok pesantren pada saat itu masih jauh dari harapan.
Keprihatinan tersebut kemudian menggerakkan hati H. Mohammad Nahar,
seorang wartawan senior Kantor Berita Antara untuk berbuat sesuatu sebagai
wujud kepedulian langsung terhadap nasib ummat. H. Mohammad Nahar
kemudian bertekad kuat untuk mewakafkan tanahnya untuk dijadikan tempat
pendirian pondok pesantren yang pada perkembangan selanjutnya pondok
pesantren ini diberi nama “Darul Muttaqien”.
B. Tokoh Pendiri Pondok Pesantren Darul Muttaqien
Pendirian pondok pesantren Darul Muttaqien tidak terlepas dari peran serta
beberapa tokoh agama maupun para hartawan dan dermawan yang ikut berperan
aktif dalam kegiatan pembangunan, baik dalam bentuk sumbangan moril maupun
materil. Salah satu tokoh yang berperan adalah H. Mohamad Nahar, seorang
wartawan senior Kantor Berita Antara. Beliau mewakafkan tanahnya seluas 1,8
hektar yang terletak di tepi Jalan Raya Jakarta Bogor KM 31 (sekarang kampus
Pondok Pesantren Darul Muttaqien) untuk didirikan lembaga pendidikan Islam.
Setelah bertukar fikiran dan berkonsultasi dengan KH. Sholeh Iskandar, yang
pada saat itu menjabat sebagai Ketua BKSPPI (Badan Kerja Sama Pondok
Pesantren se-Indonesia), kemudian KH. Sholeh Iskandar menyarankan agar tanah
tersebut dijadikan sebagai tempat didirikannya lembaga pendidikan Islam dengan
model pondok pesantren. Model ini dipilih karena dalam pendidikan pondok
pesantren terdapat nilai-nilai unggul yang dapat dikembangkan khususnya
kemandirian, self relience, dan entrepreneurship.
Setelah disepakati model lembaga pendidikan yang akan dibentuk,
kemudian dilakukanlah kerjasama dengan KH. Abdul Manaf Mukhayar dan Drs.
KH. Mahrus Amin (pendiri Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta). Setelah itu
dirintislah Pondok Pesantren Darul Muttaqien, tepatnya pada tanggal 18 Juli 1988.
Sejak didirikan secara operasional kegiatan Pondok Pesantren Darul Muttaqien
berada sebagai filial Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Baru kemudian
setelah empat tahun berjalan tepatnya pada tanggal 29 Januari 1992 atas inisiatif
dan usul Drs. KH. Mad Rodja Sukarta dibentuklah sebuah yayasan tersendiri
dengan nama “Yayasan Darul Muttaqien”.
Adapun penamaan Darul Muttaqien atas inisiatif dari KH. Mahrus Amin
yang diambil dari nama KH. Endang Zaenal Muttaqien, seorang ulama besar Jawa
Barat yang meninggal bersamaan dengan dimulainya kegiatan pembangunan
pondok pesantren Darul Muttaqien, sebagai rasa ta’zim dan tafa’ulan, membangun
harapan dan optimisme.25
C. Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Darul Muttaqien
Pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan dan keagaman
Islam yang berada di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pesantren merupakan
salah satu pendidikan sektoral yang umurnya cukup tua, tetapi memiliki
kemampuan yang cukup untuk menghadapi perkembangan dan perubahan-
perubahan yang terjadi pada masyarakat. Pesantren merupakan wujud dari
25
Sekretariat Pondok Pesantren Darul Muttaqien, Profil Lembaga Pendidikan Islam
Pondok Pesantren Darul Muttaqien, (tidak diterbitkan, 2006). h. 1
perkembangan belajar mengajar yang dulu dikenal dengan pengajian, dan
kemudian dikenal dengan lembaga pendidikan tradisional.
Gagasan pendirian Pondok Pesantren Darul Muttaqien timbul karena
melihat kenyataan yang ada bahwa sebagian masyarakat muslim parung dalam
tindakan sehari-hari masih jauh dari nilai-nilai Islam. Hal ini terlihat dari
kenyataan mereka yang masih terbiasa melakukan penyiapan makanan (sesajen)
ketika hendak melakukan acara-acara tertentu seperti hajatan dan sebagainya.
Kebiasaan lainnya seperti memberikan makanan kesenangan kepada orang yang
meninggal sesuai dengan kesukannya. Kenyataan ini merupakan penyimpangan
dari ajaran Islam yang murni sehingga harus di ubah dengan cara memberikan
penyuluhan-penyuluhan agama melalui kegiatan pengajian baik yang dilakukan di
lingkungan Pondok Pesantren maupun di lingkungan masyarakat. Kebiasaan
seperti ini terjadi sebelum berdirinya pondok pesantren Darul Muttaqien sekitar
tahun 1940. Kemudian setelah berdirinya pondok pesantren Darul Muttaqien
kebiasaan ini sudah berkurang dan sampai sekarang masyarakatnya sudah tidak
melakukan kebiasaan tersebut.
Kenyataan lain adalah masih ada anggapan (image) masyarakat luar bahwa
wilayah parung terkenal dengan dunia malamnya yang dihiasi wanita penghibur.
Banyaknya wanita penghibur ini disebabkan karena Wilayah Parung merupakan
daerah perlintasan yang menghubungkan Jakarta dengan Bogor sehingga banyak
dilalui kendaraan baik dari Jakarta maupun Bogor. Karena ramainya jalur ini,
maka kemudian banyak didirikan tempat-tempat peristirahatan dan kemudian
berkembang menjadi tempat prostitusi yang lebih dikenal dengan sebutan warung
remang-remang.
Para pedagang yang membuka tempat peristirahatan itu umumnya adalah
para pendatang yang mencoba mengadu nasib di wilayah Parung. Karena
keterbatasan keahlian yang dimiliki sedangkan roda kehidupan harus terus
berjalan, maka kemudian para pendatang yang umumnya wanita itu menjadi
wanita pekerja sek komersil yang biasa mangkal di tepian jalan Jakarta-Bogor
yang melintasi Pondok Pesantren Darul Muttaqien. Hal ini merupakan tantangan
bagi masyarakat dan para tokoh ulama setempat untuk mengubah anggapan
masyarakat luar terhadap wilayah Parung.26
Melihat kondisi seperti itu Kyai
beserta Santri merasa bertanggung jawab untuk berdakwah dengan beberapa
tindakan antara lain pendekatan persuasive untuk menyadarkan mereka dari
perbuatan yang salah. Bahkan Pesantren selalu memberikan penyuluhan tentang
bahayanya melakukan sex bebas. Dan memberikan bimbingan kerohanian apa
yang mereka lakukan bertentangan dengan nilai-nilai Agama. 27
Selain kenyataan di atas, para pendiri Pondok Pesantren Darul Muttaqien
merasa prihatin terhadap produk-produk lulusan pondok pesantren pada saat itu
yang oleh para pendiri Pondok Pesantren Darul Muttaqien dianggap masih jauh
dari yang diharapkan, sehingga membangkitkan keprihatinan dari para pendiri.
Pondok Pesantren Darul Muttaqien yang pada akhirnya memberikan inspirasi
untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam yang standar, baik dari segi
kualifikasi mutu lulusan, pelayanan dan menejemen pengelolaannya. Lembaga
yang didirikan ini selanjutnya diberi nama Pondok Pesantren Darul Muttaqien.
26
Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Asastra, S. Sos. I, Sekretaris Pondok
Pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung Bogor (tanggal 14 Oktober 2006). 27
Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Asastra, S. Sos. I, Sekretaris Pondok
Pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung Bogor (tanggal 14 Desember 2009)
Pondok Pesantren Darul Muttaqien sebagaimana yang telah tertuang
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Yayasan Darul
Muttaqien, menjadi pusat kegiatan penyelenggaraan pelayanan sosial dalam
bentuk pengelolaan lembaga pendidikan.
Banyak kemajuan dan prestasi yang telah dicapainya, baik dari segi
kualitatif maupun kuantitatif. Dalam rangka menghadapi masa depan yang lebih
kompleks, para pengelola khususnya telah melakukan kajian ulang dan perbaikan
program dari seluruh unit kerja yang ada di pesantren.
Masih dalam rangka menjawab tuntutan dan tantangan dunia pendidikan,
memasuki tahun 2001 Pondok Pesantren Darul muttaqien telah melakukan
serangkaian kegiatan dalam bentuk: seminar, loka karya, pelatihan, dan penataran
(seperti seminar tentang kurikulum, KTSP dan lain – lain) dengan mengundang
beberapa pakar dan ahli dari Universitas Terbuka untuk memberikan masukan
dalam membangun Visi dan Misi Darul Muttaqien dengan maksud memudahkan
pencapaian target-target yang akan ditempuh Pondok Pesantren Darul Muttaqien
di masa yang akan datang.
BAB IV
PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN
DARUL MUTTAQIEN
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang besar dan ada hampir di
semua wilayah Indonesia telah banyak memberikan sumbangan yang sangat
berarti bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia yang religius.
Pesantren sebagai suatu lembaga telah banyak berkiprah baik pada masa lalu,
masa sekarang, dan juga pada masa yang akan datang. Peranan pesantren di masa
lalu, selain sebagai lembaga pendidikan juga sebagai penggerak perjuangan rakyat
dalam mengusir penjajah. Pada masa sekarang ini pesantren selain sebagai
lembaga pendidikan keagamaan, juga berperan dalam pembangunan masyarakat
baik bersifat sosial, ekonomi, maupun budaya.
Perhatian yang diberikan pondok pesantren sebenarnya menunjukkan
bahwa di lapangan dan bidangnya sendiri pesantren memiliki peranan yang cukup
berarti. Peranan itu dapat dikategorikan pada peranan murni yang bersifat
keagamaan, dan yang bersifat kultural (budaya), sosial, dan ekonomi.28
Sesuai dengan visi dan misi pesantren; mencetak kader-kader yang
beriman, berilmu dan berakhlak mulia, serta misinya amar ma’ruf nahi munkar.
Pesantren Darul Muttaqien merasa bertanggung jawab untuk memberikan
bimbingan keagamaan dan mempersatukan kultur (budaya) dengan lingkungan
sekitar agar seimbang dalam penyampaiannya.
28 Abdurrahman Wahid, Penggerak Tradisi, (Yogyakarta : LKIS 2001) h. 77
Pondok pesantren Darul Muttaqien dibangun atas dasar keinginan para
tokoh ulama untuk meningkatkan mutu para lulusan pondok pesantren sehingga
dapat memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan kualitas sumber daya
manusia khususnya kaum muslimin. Upaya ini dilakukan melalui kegiatan
pembelajaran baik yang berupa kajian-kajian teoritis maupun melalui praktek
yang dilakukan oleh para santri di bawah bimbingan para ustadz (guru) yang
kompeten di bidangnya. Hal ini merupakan tujuan utama pondok pesantren yang
telah dituangkan dalam AD/ART Yayasan Darul Muttaqien yang bertujuan untuk
menjadikan pondok pesantren sebagai pusat kegiatan penyelenggaraan pelayanan
sosial dalam bentuk pengelolaan lembaga pendidikan.
A. Faktor-faktor Perkembangan Pondok Pesantren Darul Muttaqien
Tantangan kehidupan dunia yang semakin mengglobal memerlukan
penyesuaian-penyesuaian dalam segala aspek kehidupan sehingga diperlukan
beberapa kompetensi yang diharapkan dapat memudahkan dalam menghadapi
tantangan kehidupan. Kompetensi ini tidak hanya diperlukan bagi manusia
sebagai pelaku kehidupan, akan tetapi kompetensi ini juga diperlukan bagi suatu
lembaga yang ingin tetap eksis dalam kehidupan masyarakat, baik kehidupan
masyarakat lingkungan pesantren maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas
lagi.
Pesantren sebagai lembaga pendidikan harus memiliki dan meningkatkan
kompetensi untuk mengikuti kecenderungan globalisasi yang kian melanda
kehidupan masyarakat, semakin banyak kompetensi yang dimiliki suatu pesantren
akan menjadikan pesantren tersebut lebih siap dalam menghadapi dan
mengendalikan perubahan masa depan.
Terdapat sepuluh kompetensi yang terkait dengan tuntutan penyesuaian di
era globalisasi; Pertama, kompetensi lingkungan, yaitu kemampuan memahami
lingkungan baik lingkungan tempat tinggal maupun lingkungan internasional.
Kedua, kompetensi analitik, yaitu kemampuan untuk menganalisis peluang-
peluang untuk diberdayakan demi kemajuan pesantren. Ketiga, kompetensi
strategik, yaitu kemampuan menyusun dan mengembangkan strategi didasarkan
analisa ke depan dan ke belakang (backward and forward linkages). Keempat,
kompetensi fungsional, yaitu kemampuan untuk merancang program dalam
mengantisipasi setiap peluang dan perubahan yang mungkin terjadi. Kelima,
kompetensi manajerial, yaitu kemampuan untuk mengelola setiap kegiatan yang
diarahkan pada peningkatan kualitas diri dan lembaga. Keenam, kompetensi
profesi, yaitu kemampuan menguasai keterampilan secara profesional atau
keahlian pada suatu bidang tertantu. Ketujuh, kompetensi sosial, yaitu
kemampuan untuk menyesuaikan dan beradaptasi dengan suasana baru dalam
setiap perubahan. Kedelapan, kompetensi intelektual, yaitu kemampuan untuk
mengembangkan intelektualitas dan daya nalar yang sangat dibutuhkan agar
mampu membangun konsepsi demi tegaknya sebuah peradaban. Kesembilan,
kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk mengarahkan dan menggunakan
segenap kemampuan yang dimiliki. Kesepuluh, kompetensi perilaku yaitu
kemampuan untuk bersikap baik dalam setiap kesempatan sesuai dengan ajaran
Islam.29
Sepuluh kompetensi ini merupakan modal dasar yang harus dimiliki
suatu lembaga agar dapat bertahan lama dan siap menghadapi perubahan serta
29
Mad Rodja Sukarta, Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren, (DM Grafika: 2009), h. 135
– 137.
mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan yang ada tanpa harus
mengorbankan nilai-nilai luhur yang telah diperjuangkan sejak berdirinya suatu
lembaga.
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab berkembangnya
Pondok Pesantren Darul Muttaqien, diantaranya adalah:
1. Memiliki landasan dan nilai yang kuat
Nilai-nilai yang kuat dan dipegang teguh oleh semua individu yang
terkait dengan pesantren akan menjadi energi dan motor pengerak agar
tetap semangat dalam menjalankan tugas di pesantren. Nilai ini merupakan
nilai-nilai yang dilandasi oleh semangat keislaman, seperti keikhlasan,
kemandirian, persaudaraan, kesungguhan, kesabaran, dan keinginan untuk
maju merupakan nilai-nilai yang harus tertanam sangat kuat dalam hati
setiap individu yang tinggal di pesantren.
2. Memiliki visi yang jelas
Sebuah pesantren harus memiliki visi yang jelas yang dapat
diimplementasikan dalam setiap tindakan dan program yang terukur. Visi
atau tujuan jangka panjang akan menjadi cita-cita yang berdampak pada
sikap optimisme dan harapan di masa yang akan datang.
Pondok Pesantren Darul Muttaqien memiliki visi dan misi yang
jelas sehingga dapat dijadikan motor penggerak dalam setiap kegiatan
yang dilakukan di pondok pesantren. Visi Pesantren Darul Muttaqien
adalah ``Dalam rangka menyiapkan generasi muslim yang berkualitas,
Pondok Pesantren Darul Muttaqien menerapkan Pendidikan Islam Terpadu
dengan pendekatan ‘’learning process’’ serta berkomunikasi berbahasa
Arab dan Inggris melalui manajemen terpadu dan peningkatan hubungan
kemitraan.’’
Visi Pondok Pesantren Darul Muttaqien tersebut dijabarkan dalam
bentuk misi Pesantren yang dijabarkan melalui langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menerapkan Manajemen Terpadu
b. Menerapkan Pendidikan Islam Terpadu
c. Menggunakan Bahasa Arab dan Inggris dalam berkomunikasi
d. Mengembangkan dan meningkatkan jaringan kerjasama
e. Meningkatkan hubungan kekeluargaan
f. Menerapkan ‘’learning process’’ yang mendorong kreatifitas dan
kemandirian
g. Mengembangkan potensi-potensi yang dapat digunakan sebagai
sumber dana.30
Adapun strategi yang diterapkan untuk mencapai visi Darul
Muttaqien adalah:
a. Mensosialisasikan perbaikan yang sudah ditetapkan
b. Membentuk tim yang akan menciptakan opini perubahan
c. Merancang program-program perubahan secara sistemik,
sistematik, dan terus menerus
d. Meningkatkan penghargaan (reward) melalui penerapan merit
system
30
Mad Rodja Sukarta, Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren, (DM Grafika: 2009), h. 327
– 329.
e. Mewajibkan secara bertahap penggunaan Bahasa Arab dan
Inggris
f. Menginformasikan keunggulan kompetitif yang dimiliki
g. Melakukan pendekatan formal dan informal dalam membangun
kerjasama dan hubungan kemitraan
h. Melakukan efisensi kerja
i. Meningkatkan pelayanan kepada para pengguna
j. Mewajibkan setiap individu membuat kontrak perubahan
k. Merancang perubahan-perubahan bersama.
3. Sensitif terhadap lingkungan
Pesantren harus memiliki kepekaan terhadap perubahan lingkungan
sekitarnya. Pesantren harus dapat membaca tanda-tanda zaman.
Sensitifitas terhadap lingkungan ini diwujudkan dalam bentuk kemampuan
pesantren untuk selalu belajar dan beradaptasi dengan berbagai perubahan
yang terjadi di lingkungannya sehinga mampu mengarahkan perubahan
yang terjadi ke arah yang lebih baik.
Salah satu bentuk sensitifitas Pesantren Darul muttaqien adalah
pembinaan moral keagamaan terhadap masyarakat, pelayanan pendidikan,
dan bakti sosial.
4. Memiliki identitas dan jati diri yang kuat
Identitas dan jati diri merupakan modal dasar yang harus dimiliki
oleh suatu organisasi termasuk pesantren. Agar pesantren dapat berumur
panjang pesantren harus memiliki kemampuan untuk membangun
integritas dan jati diri lembaga yang melekat dan tergambar pada sikap dan
perilaku para pengurus pesantren dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian akan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap lembaga tersebut.
5. Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu melaksanakan
proses desentralisasi kewenangan berdasarkan rasa saling percaya
Sikap toleran terhadap segala macam perbedaan yang ada akan
menjadikan suatu lembaga semakin kuat dan dapat menggunakan segala
bentuk potensi yang dimiliki karena dibalik perbedaan yang ada terdapat
potensi besar yang dapat diarahkan untuk kemajuan suatu lembaga.
Toleransi akan menimbulkan rasa saling percaya antara sesama civitas
akademika pesantren dan akan menjadi kekuatan besar yang diperlukan
untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan.
6. Melakukan kaderisasi
Pondok Pesantren Darul Muttaqien selalu melakukan kaderisasi
dalam struktur pengelolaan yang dijalankan. Kaderisasi ini dilakukan
karena keterbatasan usia manusia dan adanya tuntutan perubahan yang
menghendaki adanya pembaruan dalam manajemen yang dijalankan di
Pesantren. Kaderisasi ini juga dilakukan sebagai suatu upaya pewarisan
budaya dari para pendahulu sehingga visi dan misi yang disepakati dapat
dijaga dengan baik.
7. Menggunakan manajemen keuangan yang rasional
Penggunaan manajemen keuangan yang rasional akan
menumbuhkan rasa saling percaya diantara civitas akademika pesantren
sehinga kegiatan yang dilakukan di lingkungan pesantren tidak dikotori
oleh rasa curiga dan rasa tidak percaya diantara sesama individu yang ada
di lingkungan pesantren karena pengelolaan keuangan dilakukan dengan
penuh kehati-hatian dan terhindar dari segala macam bentuk spekulasi.31
Tapi Malik Fajar berpendapat ada tiga kelemahan pesantren dalam
merespon perkembangan zaman. Pertama, segi kepemimpinan; pesantren
masih sentralistik dan hirarkis yang terpusat pada tokoh sentral seorang kyai.
Kedua dibidang Metodologi; pesantren memiliki tradisi yang kuat dalam
tranformasi keilmuan klasik, sehingga berdampak pada lemahnya kreatifitas.
Ketiga, terjadinya disorientasi; pesantren tidak mampu memposisikan diri di
tengah realitas social. Dalam pemberdayaan potensi pesantren ketiga hal
tersebut hendaknya dilakukan inovasi yang quality oriented. Menurut
Mastuhu, pendidikan Islam di Indonesia masih terfokus pada nalar Islami
klasik, sementara yang dibutuhkan sekarang adalah nalar Islami kontemporer,
yaitu sebuah paradigma keilmuan yang dapat dimanisfestasikan ke dalam
kehidupan nyata. Cara efektif untuk merekontruksikan nalar Islami klasik
adalah dengan membreak-down (menurunkan) kebenaran universial dari nalar
Islami klasik ke dalam kehidupan nyata.32
Azyumardy Azra mengatakan
bahwa selama ini transmisi keilmuan di lingkungan pesantren umumnya
berlangsung lama melalui penanaman ilmu (knowledge implantation) dari
pada pengembangan ilmu. Kenyataan ini berkaitan erat dengan dua fungsi
pesantren yaitu transmisi ilmu pengetahuan dan memelihara tradisi Islam.33
31
Mad Roja Sukarta, Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren, (DM Grafika: 2009), h. 191 – 194.
32 Mastuhu ,”Pendidikan Islam di Indonesia Masih Berkutat pada Nalar Islami Klasik”
dimuat dalam ,Menuju Pendidikan Islami Pluralis, Jurnal tashwirul Afkar Edisi No 11 Th 2001 ,
Hlm 77-83. 33
Azyumardy Azra, Esai esai Intelektual Muslim dan pendidikan Islam (Jakarta : Logos
Wacana Ilmu, 1998),hlm 89
B. Bentuk-bentuk Perkembangan Pondok Pesantren Darul Muttaqien
a. Bidang Keagamaan
Istilah agama disebut dalam sumber utama ajaran Islam, yaitu Qur’an
dan Hadits Nabi dengan kata-kata din. Pengertian din dalam Islam adalah ajaran
yang diwahyukan Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai petunjuk
untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat.34
Ajaran agama Islam sudah barang tentu diajarkan dan dipraktekkan di
setiap pondok pesantren, termasuk pondok pesantren Darul Muttaqien. Dalam hal
ini pondok pesantren Darul Muttaqien mengajarkan agama yang bersumber dari
wahyu Illahi yang berfungsi memberi petunjuk dan meletakkan dasar keimanan
dalam hal ketuhanan (ketauhidan), memberi semangat, dan nilai ibadah yang
meresapi seluruh kegiatan kehidupan masyarakat dalam hubungannya dengan
Allah, sesama manusia, dan alam semesta.
Pondok pesantren Darul Muttaqien sebagai lembaga keagamaan
mempunyai fungsi pemeliharaan, pengembangan, penyiaran, dan pelestarian
Islam. Pondok pesantren Darul Muttaqien sebagai lembaga keagamaan, telah
menjadikan fungsi masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan, seperti mengadakan
pengajian, silaturohim, siraman rohani, serta menentukan perencanaan segala
kegiatan di dalam pesantren.
Peranan pondok pesantren Darul Muttaqien dalam merealisasikan ajaran
keislaman pada santri dan masyarakat ialah dengan cara mengadakan pengajian.
Pada tahap awal, pengajian ini hanya difokuskan pada pengajian untuk santri
yang dilakukan setiap hari dan dilaksanakan setiap selesai shalat berjamaah.
34 Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan: 1998), h. 116
Setelah tahun 1999 kegiatan pengajian diperluas lagi bukan hanya untuk
santri, tetapi diperuntukkan juga bagi masyarakat yang dilaksanakan bertahap dan
dalam waktu yang telah ditentukan, yaitu; (1) pengajian kaum Bapak yang
dilaksanakan seminggu sekali setiap malam Jum’at, (2) pengajian kaum Ibu yang
dilaksanakan seminggu sekali setiap hari Kamis, (3) pengajian bulanan yang
dilaksanakan setiap minggu kedua tiap bulannya. Pada awalnya pengajian ini
hanya diikuti oleh warga sekitar yang dekat dengan pesantren saja dan jumlahnya
pun kecil. Tetapi semakin lama banyak kaum ibu dan bapak yang ikut serta dalam
pengajian ini Pengajian ini diikuti oleh masyarakat yang ada di sekitar lingkungan
pondok pesantren Darul Muttaqien. Hingga dilakukannya penelitian ini kegiatan
pengajian tersebut masih tetap dilaksanakan secara intensif.35
b. Bidang Kependidikan
Urgensi pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari pengertian pendidikan
agama Islam itu sendiri. Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa
pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam
meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan Agama Islam. Sedangkan
menurut : Drs Ahmad D Marimba : Pengertian pendidikan Islam adalah
bimbingan Jasmani utama menurut ukuran-ukuran Islam. 36
Tetapi Abdurahman
Nahlawi mengartikan bahwa pendidikan Islam adalah : pengaturan pribadi dan
masyarakat sehingga dapat memeluk Islam secara logis dan sesuai secara
keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun kolektif. Sementara di sisi
lain Drs Burlian Shomad mendefinisikan bahwa pendidikan Islam adalah
35
Hasil Wawancara dengan Bapak Ahmad Asastra, S. Sos. I, Sekretaris Pondok
Pesantren Darul Muttaqien Jabon Mekar Parung Bogor (tanggal 14 Oktober 2006). 36
Drs H. Hamdani Ihsan, Filsafat pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia 1998, hal
15.
pendidikan yang bertujuan membentuk individu menjadi mahluk yang bercorak
diri berderajat tinggi menurut ukuran Allah. 37
Menurut imam Al-ghazali pendidikan Agama Islam adalah : proses
memanusiakan manusia sejak kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui
berbagai ilmu pengetahuan yang di sampaikan dalam bentuk pengajaran secara
bertahap, dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan
masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia
sempurna. 38
Usaha pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah/pesantren
diharapkan mampu memberikan sebuah solusi bagi masyarakat yang ada di
sekitarnya, untuk membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus kesalehan sosial
sehingga pendidikan agama Islam jangan sampai: (1) Menumbuhkan semangat
fanatisme; (2) Menumbuhkan sikap intoleran dikalangan peserta didik dan
masyarakat Indonesia; dan (3) Memperlemah kerukunan hidup beragama serta
persatuan dan kesatuan nasional (Menteri Agama RI, 1996). Walhasil pendidikan
agama Islam diharapkan mampu menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas,
yaitu ukhuwah fi al-‘ubudiyah, ukhuwah fi al-insaniyah, ukhuwah fi al-
wathaniyah wa al-nasab, dan ukhuwah fidin al-Islam.39
Dalam konteks
masyarakat Indonesia yang pluralistik, dalam arti masyarakat yang serba plural,
baik dalam agama, ras, etnis, budaya dan sebagainya, pembelajaran pendidikan
Agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas
tersebut. Sungguhpun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan
37
Drs H. Hamdani Ihsan, Filsafat pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia 1998, hal 15 38 Drs Abiddin Ibnu Rusn Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta Pustaka
Pelajar 1998 hal 5 39 http://suhatman-ate.blogspot.com/2009/01
budaya, tetapi melalui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan yang rukun,
damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam
membangun bangsa Indonesia40. Salah satu solusi bagi masyarakat adalah
pesantren.
Dari perspektif pendidikan dikenal adanya pesantren salafi (salafiyah) dan
khalafi/pesantren Modern (khalafiyah). Pesantren salafi yaitu pesantren yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab kuning (kitab Klasik) sebagai inti
pengajaran dengan menggunakan metode sorogan atau bandungan.
Berbicara tentang pesantren, di Indonesia selama ini bukan saja selalu
actual dan menarik tetapi juga telah memunculkan dimensi-dimensi baru sesuai
dengan perubahan lingkungan strategis yang terjadi baik pada tingkat lokal,
nasional maupun global. Demikian halnya dengan pesantren Darul Muttaqien,
sebagaimana yang telah dimuat pada bab sebelumnya, bahwa Darul Muttaqien
berdiri berlandaskan rasa keterpanggilan, keprihatinan dan semangat perjuangan
untuk membantu peningkatan kualitas pendidikan generasi muslim, baik secara
khusus yang berada di lingkar pesantren maupun generasi muslim pada umumnya.
Hal ini terbukti bahwa santri Darul Muttaqien tidak hanya berasal dari daerah
sekitar Bogor, melainkan dari berbagai daerah di Indonesia.
Memasuki tahun ke 18, lembaga ini mengalami pasang surut. Pasang surut
yang dimaksudkan antara lain karena silih bergantinya para dewan guru sejak
berdiri hingga kini. Awal berdiri pondok pesantren ini hanya diajarkan oleh 3
orang guru dengan sekitar 10 santri yang berasal dari lingkar pesantren
Darunnajah Jakarta. Namun kini sekalipun telah silih berganti guru, namun
40
Prof.Dr.Irwan Abdullah, Kontruksi dan Reproduksi Kebudayaan,Pustaka
Pelajar,Yogyakarta:hal 161
berdasarkan data sekretariat lembaga jumlah guru Darul Muttaqien sudah
mencapai 104 orang.
DATA GURU MA DARUL MUTTAQIEN TAHUN AJARAN 2003 – 2004
NOMOR
URT KODE
NAMA GURU
PENDIDIKAN
TERAKHIR
BIDANG STUDY /
JABATAN
1 6 Yasin Dahlan, SE S1 Ekonomi Kepala Sekolah
2 23 Budi Sulistono MA Staf Tata Usaha
3 54 Yayat Ru’yat MA Staf Tata Usaha
4 53 Samsudin MA DM Staf Tata Usaha
5 1 Drs. H. Sunardi S1 Tarbiyah Qur’an Hadits
6 2 Suprayitmo, ST S1 Tehnik Sipil Matematika
7 3 Drs. Aqshodi Rakadi, M.Pd.I S2 Pendidikan B. Arab
8 4 H. Iwan Dahwani KMI Gontor Aqidah Akhlak
9 9 Tasirun Sulaiman, S.Ag S1 Ushuludin Tata Negara
10 10 Asnawi MA, S.Ag S1 Ushuludin Usul Fiqh / Fiqh
11 8 Yudo Haryanto S1 Syari’ah Fiqh
12 14 Martatik, S.Ag S1 Adab B. Arab
13 17 Henrizal Rosyid KMI Gontor B. Inggris
14 18 Martini, S.Ei S1 Ekonomi Islam Ekonomi/Akuntansi
15 19 Imron Rosyadi, SE S1 Ekonomi Ekonomi/Akuntansi
16 25 Yusriyanti, SE S1 Ekonomi Ekonomi/Akuntansi
17 26 Euis Nurlaela, S.Ag S1 Tarbiyah Geografi
18 28 Dra. Titik Murtiningsih S1 MIPA Fisika
19 33 Ahmad Assastra, S.Sos/I S1 Komunikasi Sosiologi
20 34 Salim RD, S.Sos.I S1 KPI PPKn
21 35 Iwan Bagja Nurmawan, S.Sos/I S1 KPI SKI
22 36 Asep Mulyana, S.Pd S1 MIPA Kimia
23 37 Zuliar, S.Pd S1 Biologi Biologi
24 43 Drs. Syarif Hidayatullah S1 MIPA Fisika
25 44 Heni Yuliana, S.P S1 MIPA Matematika
26 47 Roudhotul Janah D3 MIPA Biologi
27 48 Endang Iriawan, M.Si S2 MIPA Fisika
28 50 Nurul Hidayah, S.Pd.I S1 FPBS B. Indonesia
29 52 Amaliah Herawati, S.Pd S1 B. Inggris B. Inggris
30 58 Achyar Subaktiyar, S.Sos.I S1 KPI Antropologi
31 59 Abdullah Hudri, S.S S1 Adab B. Arab
DATA GURU MTs DARUL MUTTAQIEN TAHUN AJARAN 2003-2004
NOMOR
URT KODE
NAMA GURU PENDIDIKAN
TERAKHIR
BIDANG STUDY /
JABATAN
1 11 Turhamun, S.Ag S1 Tarbiyah Kepala MTs
2 27 Herry Azhary MA Staf Tata Usaha
3 20 Asep Qomarudin MA DM Staf Tata Usaha
4 55 Maghfiroh SMK Staf Tata Usaha
5 2 Suprayitno, ST S1 Tehnik Sipil Metematika
6 4 H. Iwan Dahwani KMI Gontor Ushul Fiqh
7 7 Wahyuni, S.Ag S1 PAI / Tarbiyah B. Arab
8 13 Rina Mufidah Hidayah MA Matematika
9 14 Martatik, S.Ag S1 Adab B. Arab
10 15 Siti Nurjalilah, S.Hi S1 PAI B. Arab
11 16 Sa’diyah D2 PGSD Fiqh
12 17 Henrizal Rosyid KMI Gontor B. Inggris
13 18 Imron Rosyadi, SE S1 Ekonomi IPS / Ekonomi
14 21 Abd. Hasan, S.Ag S1 Tarbiyah Fisika
15 22 Samuji MA Al-Islam IPS / Sejarah
16 24 Abdil Fathir KMI Gontor Qur’an Hadits
17 26 Euis Nurlaela, S.Ag S1 Tarbiyah PPKn
18 28 Dra. Titik Murtiningsih S1 MIPA Matematika
19 29 Acep Nugraha MA DM B. Arab
20 30 Kamaludin MA DM B. Inggris
21 32 Duklan Wastim MA DM SKI
22 33 Ahmad Assastra, S.Sos.I S1 Komunikasi B. Indonesia
23 35 Iwan Bagja Nurmawan, S.Sos.I S1 KPI Aqidah Akhlak
24 37 Siti Zuliar, S.Pd S1 Biologi Biologi
25 38 Ahmad Suwardi MA DM B. Indonesia
26 39 Sriyono MA DM Fisika
27 40 Imron Wachidi MA DM B. Arab
28 41 Andi Permana MA DM IPS / Geografi
29 42 Sidiq Asngadi MA DM B. Arab
30 45 Yogasmana, S.Pd S1 MIPA Matematika
31 46 Zuhriya Wahidah, S.Pd S1 Pertanian Biologi
32 48 Endang Iriawan, M.Si S2 MIPA Fisika
33 49 Misbahun MA DM Biologi
34 50 Nurul Hidayah S1 FPBS B. Indonesia
35 52 Amaliah Herawati, S.Pd S1 B. Inggris B. Inggris
36 56 Ummu Habibah S1 PAI B. Inggris
37 59 Abdullah Hudri, S.S S1 Adab B. Arab
Area Darul Muttaqien sejak wakaf pertama 1,8 ha kini telah mengalami
perluasan hingga hampir 9 ha dengan ditunjang berbagai fasilitas. Diantara
fasilitas yang tersedia adalah : ruang belajar, asrama, kamar mandi, masjid putra
dan putri, wartel, jasa fotokopy, kantin, BMT, perpustakaan, lab MIPA, bahasa,
multimedia, dan komputer, aula pertemuan umum, asrama guru, ruang guru, dan
perkantoran pimpinan dan administrasi, balai kesehatan, sarana musik, sarana olah
raga (2 lapangan bola, 1 lapangan futsal, volley, tenis meja, bulu tangkis, basket),
ruang audio visual. Fasilitas yang dimiliki pada masa awal berdirinya Pondok
Pesantren ini hanya terdiri dari satu unit gedung untuk kegiatan belajar, dua unit
asrama untuk santri, dan satu unit masjid untuk kegiatan peribadatan para santri.
Hingga tahun 2006 Pesantren Darul Muttaqien menyelenggarakan kegiatan
belajar dari mulai RA / TK Islam, SD Islam Terpadu, Madrasah Tsanawiyah (MTs),
Madrasah Aliyah (MA). Pesantren Salafiyah, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA).
Yang mana pada awal berdirinya pesantren ini hanya menyelenggarakan pendidikan
untuk tingkat MTs dan hanya memiliki sekitar 10 santri yang merupakan santri asal
pesantren Darunnajah.
Secara keseluruhan jumlah santri mengalami peningkatan. Faktor utama
penambahan jumlah santri seiring penambahan jenjang pendidikan yang dibuka.
Hingga kini Darul Muttaqien telah memiliki hampir 1000 siswa, dengan perincian :
MA : 165, MTs : 293, SDIT : 373, TK : 47, TPA : 35.
Berbagai prestasi pernah diraih Darul Muttaqien baik prestasi tingkat daerah
maupun nasional. Misalnya TK pernah menjadi juara I lomba presenter dalam
rangka hari anak Nasional di Jakarta, juara umum lomba kretifitas anak dalam
rangka hari Kartini se kec. Parung, juara umum lomba cerdas cermat guru TK
tingkat Nasional dan juara I guru Teladan tingkat kab. Bogor. Kemudian tingkat
SD, kepala sekolah SDIT Drs. M. As’ari pernah menjadi juara I lomba mewarnai
animax SCTV Jakarta, juara I olympiade MIPA matematika tingkat SD kec.
Parung, juara I dan II mengarang : Aku dan Teknologi di Pelita Insani, sedangkan
tingkat MTs dan MA pernah menjadi juara I debat SLTA se Jabodetabek di UIN
Jakarta, juara I lomba karya ilmiah SLTA se Jabodetabek, juara favorit PASUS
Pramuka di Mantingan Jawa Timur, juara I lomba cerdas cermat matematika se kab.
Bogor, dan MTs terbaik se KKM Parung. Berikut daftar prestasi akademik per
tahun:
1991 Juara tata upacara sekolah se KKM Bogor
1992 Juara umum Porseni se KKM Bogor
1993 Juara umum Jambore Nasional Oxford Course
Juara umum lomba pidato bahasa Arab dan Inggris tingkat profinsi Jawa
Barat
1994 Juara umum lomba pidato 3 bahasa se kab. Bogor
1995 Juara umum lomba pidato3 bahasa se Jabotabek
NEM tertinggi dari 182 sekolah MTs se kab. Bogor
NEM tertinggi dari 76 sekolah tingkat MA se KKM Bogor
1996 Juara lomba pidato pada Apresiasi Seni dan Budaya Islam di UIKA Bogor
1997 Juara umum lomba silat pada Darunnajah Open
2000 MTs terbaik se KKM Bogor
Juara 1 Penata laksanaan sekolah TK tingkat kab. Bogor
Juara 1 lomba penataan lingkungan kategori pondok pesantren se Jawa Barat
2001 Juara umum pencak silat tingkat nasional
2003 Juara umum Porseni antar pesantren se kab. Bogor
Juara 1 pidato Bahasa Indonesia tingkat MA se Kab. Bogor
Juara 1 lomba kreasi Paskibra
Juara umum GAGAK III (perlombaan Pramuka tingkat Penggalang dan
Penegak) se kab. Bogor
2005 Juara I lomba siswa berprestasi se kec. Parung
Juara I dan II lomba MIFA se kec. Parung
Juara harapan I pidato se kec. Parung
Juara I melukis se kec. Parung
Juara harapan II paduan suara se kec. Parung
Juara III Futsal di Ekselensia DU Republika Jampang Bogor
2006 Juara II paduan suara se kab. Bogor
Juara III mewarnai pada Porseni RA se kab. Bogor
Juara harapan II lomba Tari Kreasi se kab. Bogor
a. TMI (Tarbiyatul Mu’alimin Wal’mualimat Al Islamiyah)
Lembaga ini menyelenggarakan dua jenjang pendidikan yaitu :
Tsanawiyah dan Aliyah. Madrasah Tsanawiyah (MTs)Darul Muttaqien berdiri
pada tahun 1988. Sedangkan Madrasah Aliyah (MA) Darul Muttaqien berdiri
pada tahun 1992.
Adapun tujuan di dirikannya lembaga ini adalah agar peserta didik dapat
mengaktualisasikan, mempraktekkan, mengamalkan dan menjalankan ibadah
dengan baik, dari ilmu-ilmu kepesantrenan yang di pelajari kepada santri, selain
itu masih banyak ilmu ilmu lain yang di pelajari antara lain : ilmu-ilmu agama
lainnya, seperti Fiqih, Nahwu, Tafsir, Tauhid, Hadist dan lain-lain. Biasanya
mereka mempergunakan rujukan kitab turost atau yang dikenal dengan kitab
kuning. Di antara kajian yang ada, materi Nahwu dan Fiqih mendapat porsi
mayoritas. Hal itu karena mereka memandang bahwa ilmu Nahwu adalah ilmu
kunci. Seseorang tidak dapat membaca kitab kuning bila belum menguasai nahwu.
Sedangkan materi fiqih karena dipandang sebagai ilmu yang banyak berhubungan
dengan kebutuhan masyarakat (sosiologi). Tidak heran bila sebagian pakar
menyebut sistem pendidikan Islam pada pesantren dahulu bersifat “fiqih
orientied” atau “nahwu oriented”.
Sementara kurikulum yang diterapkan oleh lembaga ini adalah kurikulum
terpadu. 41
Kurikulum terpadu adalah bentuk operasional yang memadukan semua
mata pelajaran ke dalam bentuk-bentuk pembelajaran yang ada di lembaga itu
sendiri. Kurikulum terpadu pondok pesantren ini adalah melibatkan rancangan
kegiatan Harian, Mingguan, Bulanan, dan Tahunan serta pengenalan model
pembelajaran yang dinamis serta menyenangkan. Metode yang diterapkan di TMI
Darul Muttaqien dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode dan pendekatan
learning process sebagai upaya menumbuhkan kemampuan intelektual,
psikomotorik dan emosional secara seimbang.
TMI Darul Muttaqien memiliki luas arel 60.000 m² dan memiliki fasilitas
ruang belajar 22 ruang, asrama 6 lokal, perpustakaan 1 ruang, lab IPA/ biologi 1
ruang, lab komputer 1 ruang, lab bahasa 1 ruang, lab multimedia 1 ruang, aula 1
ruang, asrama guru 5 lokal, ruang guru 5 lokal, kantor pimpinan 1 ruang, kantor
kepala TMI 1 ruang, ruang organisasi santri 2 ruang.
41
Kurikulum terpadu adalah kurikulum yang mengintegrasikan materi pembelajaran yang
terdapat di dalam kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, kurikulum Departemen Agama
dengan kurikulum pondok pesantren. Dengan keterpaduan kurikulum diharapakan peserta didik
menguasai pengetahuan yang tercakup dalam kurikulum pemerintah serta menguasai pengetahuan
agama yang merupakan ciri khas pesantren dan diharapkan siswa memiliki nilai tambah dalam
belajar, serta lulusan MA dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi Agama maupun Umum.
DATA SANTRI MTs
PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN
KELAS I KELAS II KELAS III Lulusan
TAHUN Awal Akhir Mutasi Awal Akhir Mutasi Awal Akhir Mutasi L P
JML
1988 - 1989 20 20 0
1989 - 1990 179 119 60 20 16 4
1990 - 1991 198 99 99 119 109 10 16 11 5 9 2 11
1991 - 1992 158 140 18 99 90 9 106 96 13 33 63 96
1992 - 1993 129 121 8 140 111 29 90 89 1 40 49 89
1993 - 1994 163 156 7 121 91 30 111 104 7 50 54 104
1994 - 1995 177 156 21 156 134 22 91 89 2 38 51 89
1995 - 1996 136 101 35 156 109 47 134 108 26 52 56 108
1996 - 1997 135 111 24 101 92 9 109 106 3 55 51 106
1997 - 1998 128 97 31 111 80 31 92 87 5 48 39 87
1998 - 1999 91 73 18 97 86 11 80 78 2 41 37 78
1999 - 2000 121 107 14 73 64 9 86 86 0 42 44 86
2000 - 2001 184 136 48 107 91 16 64 63 1 30 33 63
2001 - 2002 188 160 28 136 116 20 91 85 6 41 44 85
2002 - 2003 109 95 14 160 152 8 116 115 1 60 55 115
2003 - 2004 136 119 17 95 88 7 152 148 4 81 67 148
2004 - 2005 102 93 9 119 97 22 88 81 7 48 33 81
2005 - 2006 103 103 0 93 93 0 97 97 0 48 49 97
1443
DATA SANTRI MA
PONDOK PESANTREN DARUL MUTTAQIEN
KELAS I KELAS II KELAS III LULUSAN
TAHUN
Awal Akhir Mutasi Awal Akhir Mutasi Awal Akhir Mutasi L P
JML
1992 - 1993 69 58 11
1993 - 1994 73 62 11 58 57 1
1994 - 1995 80 74 6 62 56 6 57 56 1 33 23 56
1995 - 1996 60 51 9 74 60 14 56 46 10 23 23 46
1996 - 1997 89 85 4 51 45 6 60 56 4 33 23 56
1997 - 1998 77 51 26 85 69 16 45 39 6 25 14 39
1998 - 1999 47 42 5 51 49 2 69 58 11 34 24 58
1999 - 2000 53 52 1 42 39 3 49 49 0 25 24 49
2000 - 2001 70 58 12 50 48 2 38 38 0 24 14 38
2001 - 2002 122 100 22 58 4 54 48 48 0 24 24 48
2002 - 2003 100 89 11 100 64 36 54 54 0 32 22 54
2003 - 2004 97 65 32 89 76 13 64 64 0 32 32 64
2004 - 2005 74 55 19 65 65 0 76 76 0 43 33 76
2005 - 2006 50 50 0 55 55 0 65 60 5 30 30 60
644
DATA ALUMNI MA DARUL MUTTAQIEN
L P NO
TAHUN
PELAJARAN IPA IPS IPA IPS
JUMLAH
1 1994 – 1995 20 36 56
2 1995 – 1996 19 27 46
3 1996 – 1997 13 16 14 13 56
4 1997 – 1998 6 15 6 12 39
5 1998 – 1999 21 7 30 58
6 1999 – 2000 8 16 10 15 49
7 2000 – 2001 7 4 10 17 38
8 2001 – 2002 8 19 10 11 48
9 2002 – 2003 9 20 9 16 54
10 2003 – 2004 7 21 7 29 64
11 2004 – 2005 14 28 13 21 76
12 2005 - 2006 8 29 12 11 60
80 228 98 238 644
b. TK (Taman Kanak Kanak) Islam Dan TPA (Taman Pendidikan Al
Qur’an)
Lembaga Taman Kanak-kanak (TK), meskipun sebagai lembaga pendidikan
formal sangat berbeda dengan lembaga pendikan SD, SMP, dan seterusnya. Nama
lembaganya menggunakan kata “taman” dan bukan “sekolah”. Sebutan “Taman”
pada Taman Kanak-kanak mengandung makna “tempat yang aman dan nyaman
(safe and comfortable) untuk bermain” sehingga pelaksanaan pendidikan di TK
harus mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman dan nyaman sebagai
wahana tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan tahap
tumbuh kembang anak didik, kesesuaian dan keamanan alat dan sarana bermain,
serta metode yang digunakan dengan mempertimbangkan waktu, tempat, serta
teman bermain.
TK ini di dirikan pada tahun 1994 yang di kelola sebanyak 7 orang guru dan
2 orang karyawan, sementara luas area tanah yang digunakan seluas 144 M2
dengan sarana penunjang terdiri dari 3 ruang belajar, 1 ruang perpustakaan, 1
ruang guru dan 1 ruang kantor kepala sekolah, taman bermain. Jumlah murid
sekitar 74 siswa pada tahun 2003/2004 dengan 7 guru dan 1 orang karyawan.
Jenjang Pendidikan TK Pesantren Darul Muttaqien
Anak yang dapat ditampung di TK adalah usia 4 – 6 tahun dengan lama
pendidikan 1 atau 2 tahun. Dan, pendidikan dikelompokkan menjadi dua yaitu
kelompok A bagi anak usia 4 – 5 tahun dan kelompok B untuk anak usia 5 – 6
tahun. Pengelompokkan ini bukan merupakan jenjang yang harus diikuti oleh
setiap anak didik. Dengan kata lain, bahwa setiap anak didik dapat berada selama
1 (satu) tahun pada Kelompok A atau Kelompok B, atau selama 2 (dua) tahun
pada Kelompok A dan Kelompok B.
Tujuan Pendidikan TK Pesantren Darul Muttaqien
• Membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut
(Pasal 1.14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003).
• Mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik (Penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003).
• Membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap,
pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak
didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk
pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya (Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990).
Jumlah Murid RA/TK Islam Darul Muttaqien
JUMLAH SISWA
NO TAHUN
A B
1 1993 - 1994 11 10
2 1994 - 1995 13 12
3 1995 - 1996 22 22
4 1996 - 1997 29 29
5 1997 - 1998 21 20
6 1998 - 1999 25 25
7 1999 - 2000 30 29
8 2000 - 2001 19 19
9 2001 - 2002 28 29
10 2002 - 2003 26 25
11 2003 - 2004 29 29
12 2004 - 2005 23 23
13 2005 - 2006 24 23
TPA Pesantren Darul Muttaqien
Berbeda dengan TK Islam Darul Muttaqien yang lebih formal, TPA Darul
Muttaqien adalah program pendidikan yang hanya diselenggarakan untuk
masyarakat terutama masyarakat sekitar pondok. Fasilitas di TPA ini pun hanya
sekedarnya saja. TPA Darul Muttaqien telah berdiri sebelum pondok Pesantren
Darul Muttaqien di dirikan dan merupakan cikal bakal pendirian pondok
pesantren tersebut. Hingga saat ini Darul Muttaqien telah mendirikan 3 buah TPA
yang berlokasi di masjid Jabon Mekar, Aula Putra Darul Muttaqien dan Kampung
Sawah. Jumlah santri di TPA ini sebanyak 35 orang. TPA ini lah yang kemudian
dijadikan sebagai labotarium pendidikan pondok pesantren karena guru gurunya
kebanyakan para santri dari pondok itu sendiri
c. Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien
Sekolah Dasar Islam Terpadu Darul Muttaqien berdiri tahun 1999
sebagai upaya untuk menyiapkan lulusan sekolah dasar yang bermutu sesuai
dengan kebutuhan. Dengan menerapkan model Full Day School siswa SDIT
Darul Muttaqien diharapkan memiliki nilai tambah dari segi-segi
pengembangan kemampuan intelektual, psikomotorik, emosional dan spiritual.
Kompetensi dasar yang hendak dicapai adalah anak memiliki sikap mental
yang baik dengan mengembangkan kemampuan intelektual, emosional dan
spiritual didukung dengan menanamkan aqidah shahihah dan akhlaqul karimah
melalui praktek-praktek ibadah di sekolah.
SDIT Darul Muttaqien memiliki keunggulan dalam hal pelaksanaan
kurikulum yang mengintegrasikan kurikulum agama (Depag) dengan
kurikulum umum (Diknas). Sinergi tersebut diharapkan nantinya membekali
siswa-siswinya setelah lulus punya pemahaman dasar tentang ilmu-ilmu
keagamaan dan ilmu-ilmu umum. Pelaksanaan pendidikan yang diterapkan
menggunakan metode Pakem (pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan).
Pola pendidikan lain yang menjadi unggulan SDIT Darul Muttaqien adalah
pendidikan baca Al-Qur’an yang menggunakan metode Qiro’ati. Selain itu
pembekalan dalam hal agama adalah pemberian doa-doa keseharian,
bimbingan dalam shalat sunnah dhuha, shalat dzuhur jamaah bersama
pendidik, juga ada latihan pidato, tari dan musik daerah (bambu dan angklung),
dan pendidikan komputer.
SDIT Darul Muttaqien pada awal berdirinya dikelola oleh 7 orang guru,
1 tenaga tata usaha dan 1 tenaga karyawan. Setelah melihat perkembangannya
SDIT pada tahun ajaran 2003-2004 menambah jumlah tenaga pengajar
menjadi 13 orang guru, tata usaha 2 orang dan karyawan 2 orang. Kemudian
untuk menunjang penyelenggaraan SDIT menggunakan lahan seluas ± 5000
M² dengan sarana penunjang yaitu 7 ruang kelas dan 2 ruang kantor untuk
kepala sekolah dan guru.
Pada tahun pendidikan 2005-2006, SDIT Darul Muttaqien terus berupaya
untuk meningkatkan pelayanan pendidikan pada seluruh siswa. Hal ini
dimaksudkan agar seluruh siswa benar-benar mempunyai bekal ilmu yang baik.
Oleh karena itu, sarana prasarana terus ditingkatkan. Sampai saat ini sarana
penunjang meliputi : 1 ruang kepala sekolah, 1 ruang guru, 15 ruang kelas,
Perpustakaan, Taman dan Ruang makan, serta 10 Toilet.
DATA SISWA SDIT DARUL MUTTAQIEN TAHUN 1998 – 2006
NO TAHUN AWAL AKHIR MUTASI JUMLAH
L P L P L/P
1 1998 - 1999 11 12 11 9 3 20
2 1999 - 2000 41 33 37 28 8 65
3 2000 - 2001 70 59 66 57 6 123
4 2001 - 2002 96 88 93 85 6 178
5 2002 - 2003 120 122 - - - 242
6 2003 - 2004 60 318 - 318
7 2004 - 2005 60 354 - 354
8 2005 - 2006 73 373 - 373
d. Pesantren Salafy
Selain pendidikan formal seperti TPA, TK Islam, SDIT, MTs dan MA,
pondok pesantren Darul Muttaqien menyelenggarakan program pesantren
Salafiyah. Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumya bahwa
pesantren Salafiyah adalah pesantren yang mempelajari khusus ilmu bahasa
Arab dan kitab-kitab kuning (salaf). Pesantren salafiyah yang dibuka pada
bulan Maret 1999 berjumlah 25 orang santri. Selain pesantren Salafiyah, di
pondok pesantren Darul Muttaqien terdapat pula program anak asuh yang di
beri nama Ashabul Muttaqien.
c. Bidang Sosial Kebudayaan
Pondok Pesantren Darul Muttaqien telah mengalami perkembangan dan
perluasan. Memasuki tahun pendidikan 2003 – 2004 lokasi Pondok Pesantren ini
mengalami perluasan sehingga luasnya menjadi ± 5,4 hektar. Dalam rangka
meningkatkan pelayanan terhadap santri, maka Darul Muttaqien telah membangun
dan melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang secara bertahap demi terciptanya
suasana dan lingkungan yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar.
Pada tahun 2002 – 2003 Pondok Pesantren Darul Muttaqien telah
melaksanakan program-program sebagai berikut :
1. Membangun 10 buah kamar mandi
2. Membangun ruang Laboratorium Bahasa, Laboratorium MIPA, Laboratorim
Komputer, dan Laboratorium Multimedia.
3. Melakukan pengerasan jalan seluas 3 x 550 meter
4. Membuat lapangan Sepak Bola dengan luas 70 x 50 meter
5. Membuat jemuran untuk santriwati baru
6. Merehab rumah dinas guru
7. Merehab 8 ruang asrama putra dan 7 ruang asrama putri yang seluruhnya
diperuntukan untuk asrama santri baru.
Pada tahun pendidikan 2003 – 2004 Darul muttaqien membangun 6 lokal
ruang belajar yang akan dipergunakan untuk kelas santri putri.
Sedangkan program jangka panjang yang akan dilaksanakan adalah sebagai
berikut :
1. Pembuatan jaringan komputer antar kantor intern pondok pesantren Darul
Muttaqien.
2. Penyediaan sarana laboratorium matematika, fisika, kimia, dan biologi.
3. Pembangunan masjid berkapasitas 3000 jamaah dengan biaya yang
dibutuhkan sebesar 10.700.000.000,- (Sepuluh milyar tujuh ratus juta rupiah)
dengan jangka waktu selama 10 tahun.
Kelengkapan sarana yang dimiliki menjadikan pembinaan pendidikan
terhadap para santri menjadi lebih maksimal. Kenyataan ini dibuktikan dengan
banyaknya prestasi yang telah diraih oleh pondok pesantren dengan menjadi juara
dalam setiap perlombaan yang diikuti.
Selain prestasi-prestasi akademik yang telah diraih, Pondok Pesantren
Darul Muttaqien juga memiliki orientasi pendidikan kemasyarakatan, artinya pola
pendidikan yang diterapkan adalah mendidik santri yang siap memimpin dan
dipimpin. Mereka dilatih untuk hidup bermasyarakat sebagaimana layaknya.
Mereka dibimbing untuk dapat mengetahui keadaan masyarakat sebagai suatu
lingkungan yang menuntut mereka untuk bisa beradaptasi. Kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan diberikan sebagai sarana latihan. Hal ini memperlihatkan bahwa
pesantren ini merupakan pesantren yang aktif dalam masalah sosial
kemasyarakatan. Selain secara teoritis mengajarkan tentang permasalahan sosial
terhadap santrinya, pesantren ini juga secara empiris terjun langsung ke dalam
lingkungan masyarakat untuk merealisasikan ajaran sosial keagamaan dengan
memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat yang bersifat materi.
Peranan aktif yang dilakukan Pondok Pesantren Darul Muttaqien yang
berada di tengah-tengah masyarakat, selain sebagai pusat pendidikan agama
Islam, juga mempunyai peranan dalam aspek sosial. Peranan sosial yang
dilakukan oleh Pondok Pesantren Darul Muttaqien terhadap masyarakat
sekitarnya meliputi :
a. Memberikan sumbangan kepada anak-anak yatim dan kurang mampu.
Kegiatan ini dilakukan oleh Pondok Pesantren Darul Muttaqien sebagai
bentuk pengamalan dari ajaran Islam (A-Qur’an dan Sunnah). Sumbangan
atau santunan yang diberikan tersebut meliputi: (1) pembebasan biaya
pendidikan (sekolah), anak yatim piatu yang tinggal di Pondok Pesantren
baik yang mengikuti pendidikan formal maupun yang mengikuti program
pendidikan Pesantren Salafy. Mereka dibebaskan dari pungutan
pembiayaan sekolah (SPP). (2) memberikan sumbangan berupa uang dan
pakaian bagi anak yatim piatu yang tinggal di sekitar masyarakat Jabon
Mekar.
b. Menerima titipan zakat, infak, dan shodaqoh. Kegiatan ini dilakukan setiap
saat, adapun zakat fitrah dilakukan setahun sekali bertepatan dengan bulan
suci Ramadhan. Zakat, infak, dan shodaqoh ini kemudian disalurkan
kepada masyarakat yang berhak menerimanya. Dalam hal ini Pondok
Pesantren hanya bertindak sebagai koordinator.
c. Mengadakan kegiatan pengobatan gratis. Dalam kegiatan ini pihak
Pesantren mendatangkan dokter untuk mengobati penyakit-penyakit yang
biasa menyerang masyarakat.
d. Mengadakan khitanan massal. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang
dilakukan bagi masyarakat kurang mampu yang ada di sekitar Pondok
Pesantren terutama anak yatim. Pesantren bertindak sebagai fasilitator,
selain itu tidak menutup kemungkinan membuka peluang bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dengan menyumbangkan sebagian hartanya di jalan
Allah. Setiap anak yang dikhitan diberikan seperangkat pakaian Islami,
uang, dan makanan. Kegiatan ini biasanya dilakukan bersamaan dengan
hari raya Iedul Adha.
Keberhasilan Pondok Pesantren Darul Muttaqien dalam melaksanakan
peranannya dalam bidang sosial keagamaan tidak lain karena adanya dukungan
dan peran serta masyarakat. Dukungan ini timbul dari kesadaran mereka akan
pentingnya menjalankan kewajiban agama, dan merasakan adanya manfaat dari
kesadaran melaksanakan kewajiban agama sehingga dapat terhindar dari
kesusahan.
Selain berperan aktif dalam bidang sosial keagamaan, Pondok Pesantren
Darul Muttaqien juga turut aktif dalam rangka pembinaan akhlak masyarakat
dengan melakukan pembinaan-pembinaan kepada masyarakat sekitarnya untuk
membentengi masyarakat dari unsur-unsur budaya luar yang kurang baik.
Langkah yang ditempuh oleh Pondok Pesantren ini adalah dengan melakukan
peran aktif dengan cara memberikan pengarahan langsung melalui metode
ceramah dan pengajian-pengajian yang dilakukan oleh para ustadz dan santri di
lingkungan masyarakat sekitar serta memperlihatkan contoh etika (akhlak) yang
baik pada masyarakat agar mereka dapat meneladaninya.
Langkah kongkrit yang ditempuh para santri dan kyai Pondok Pesantren
Darul Muttaqien dalam membendung budaya yang tidak sesuai dengan ajaran
Islam dan memurnikan ajaran agama Islam dari pengaruh kepercayaan lain
diantaranya:
1. Memberikan ceramah ketauhidan dan akhlak dengan berkeliling kepada
masyarakat baik ke masjid-masjid maupun ke rumah-rumah penduduk.
2. Memberikan pengertian tentang bahaya syirik kepada masyarakat.
3. Memberikan contoh akhlak yang baik kepada masyarakat.
4. Menjelaskan pentingnya mempelajari, memahami, dan mengamalkan
ajaran-ajaran Al-Qur’an dan al-Sunnah secara betul.
5. Memberikan dan mengajarkan doa-doa yang dicontohkan oleh Rasulullah
saw, agar doa-doa yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat
ditinggalkan.42
Keberhasilan Pondok Pesantren Darul Muttaqien dalam melaksanakan
peran dan fungsinya dalam masyarakat Jabon Mekar khususnya dalam segala
aspek kehidupan, merupakan keberhasilan yang tidak terlepas dari peran para
santri dan kyai serta masyarakat yang saling berkesinambungan, juga dengan
adanya peran aktif dari pemerintah setempat yang turut membantu dalam
kelancaran dakwah-dakwah yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Darul
Muttaqien.
42
Hasil Wawancara dengan Ahmad Assastra, S.Sos.I, Sekretaris Pondok Pesantren Darul
Muttaqien. (14 Oktober 2006).
BAB V
KESIMPULAN
Pendirian Pondok Pesantren Darul Muttaqien dilatarbelakangi oleh
munculnya ide-ide besar untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan Islam
yang standar, baik dari segi kualifikasi mutu lulusan, pelayanan dan manajemen
pengelolaannya. Ide-ide itu muncul sebagai respon terhadap kenyataan yang ada
pada saat itu bahwa lulusan pondok pesantren masih jauh dari harapan. Hal inilah
yang menggerakkan hati H. Mohamad Nahar untuk mewakafkan tanahnya seluas
1,8 hektar yang terletak di tepi Jalan Raya Jakarta-Bogor KM 31 untuk dijadikan
tempat pendidikan agama Islam. Setelah berkonsultasi dengan KH. Sholeh
Iskandar, yang pada saat itu menjabat ketua BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok
Pesantren se-Indonesia) kemudian tanah tersebut disarankan untuk didirikan
lembaga pendidikan Islam model pondok pesantren.
Bekerjasama dengan KH. Abdul Manaf Mukhayar dan Drs. KH. Mahrus
Amin (pendiri pondok pesantren Darunnajah Jakarta), kemudian dirintislah
Pondok Pesantren Darul Muttaqien, tepatnya pada tanggal 18 Juli 1988. Sejak
didirikan secara operasional kegiatan Pondok Pesantren Darul Muttaqien berada
sebagai filial Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Setelah berjalan empat tahun
tepatnya pada tanggal 29 Januari 1992 atas inisiatif dan usul Drs. KH. Mad Rodja
Sukarta dibentuklah sebuah yayasan tersendiri dengan nama “Yayasan Darul
Muttaqien”.
Adapun penamaan Darul Muttaqien diambil dari nama KH. Endang
Zaenal Muttaqien, seorang ulama besar Jawa Barat yang meninggal bersamaan
dengan berdirinya Pondok Pesantren Darul Muttaqien, sebagai rasa ta’zim dan
tafa’ulan, membangun harapan optimis.
Pondok Pesantren Darul Muttaqien sebagaimana yang telah tertuang
dalam AD/ART Yayasan Darul Muttaqien, menjadi tempat kegiatan
penyelenggaraan pelayanan sosial dengan bentuk pengelolaan lembaga
pendidikan.
Banyak kemajuan dan prestasi yang telah dicapainya, baik dari segi
kualitatif maupun kuantitatif. Dalam rangka menghadapi masa depan yang lebih
kompleks, para pengelola khususnya telah melakukan serangkaian kajian ulang
dan perbaikan program dari seluruh unit kerja yang ada di pondok pesantren.
Pelayanan bidang pendidikan merupakan salah satu tujuan didirikannya
Pondok Pesantren Darul Muttaqien, demikian pula pelayanan sosial. Tujuan
utama Pondok Pesantren Darul Muttaqien adalah membentuk kader-kader yang
bertaqwa, berakhlaq karimah, berpengetahuan luas, berketerampilan dan
berkhidmat pada agama, masyarakat dan bangsa.
Hingga saat ini kegiatan pendidikan yang telah dilaksanakan di Pondok
Pesantren Darul Muttaqien meliputi : TK Islam, SD Islam Terpadu, Madrasah
Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Pondok Pesantren Salafiyah, serta Taman
Pendidikan Anak-anak (TPA). Untuk program MTs, MA dan Pondok Pesantren
Salafy dalam pelaksanaannya menggunakan sistem asrama.
Masih dalam rangka menjawab tuntunan dan tantangan dalam bidang
pendidikan, sejak tahun 2001 Pondok Pesantren Darul Muttaqien telah melakukan
serangkaian kegiatan dalam bentuk seminar, loka karya, pelatihan, dan penataran
dengan mengundang beberapa pakar dan ahli untuk memberikan masukan untuk
membangun visi dan misi Pondok Pesantren Darul Muttaqien dengan tujuan
memudahkan pencapaian target-terget yang akan ditempuh di masa yang akan
datang.
Pondok Pesantren Darul Muttaqien tidak hanya melaksanakan perannya
dalam melaksanakan pendidikan yang diberikan kepada para santri, tetapi turut
berperan aktif dalam pembinaan dan pengembangan masyarakat baik dalam
bidang agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Peran ini dilaksanakan oleh para
santri dan Kyai serta para ustadz dalam rangka meningkatkan pemahaman
masyarakat terhadap ajaran agama Islam.
Keberhasilan yang dicapai oleh Pondok Pesantren Darul Muttaqien tidak
terlepas dari dukungan dan peran aktif masyarakat yang sadar akan keadaan
dirinya dan kesadaran akan manfaat ajaran agama bagi kehidupan. Keberhasilan
ini juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang selalu memberikan
motivasi serta perlindungan hukum terhadap pelaksanaan kegiatan yang diadakan
oleh Pondok Pesantren Darul Muttaqien.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Ali, Sayuti, Metodologi penelitian agama pendekatan teori dan praktek, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002
Azyumardy Azra, Esai esai Intelektual Muslim dan pendidikan Islam (Jakarta :
Logos Wacana Ilmu, 1998
Azyumardy azra, Pendidikan Islam ,tradisi dan modernisasi Menuju Milinium
Baru,(Jakarta : Logos wacana Ilmu dan Pemikiran,2000)
Azyumardy Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara,
Abad ke XVII dan XVIII, Bandung,Mizan, Cetakan IV, November 1998
Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Abdurrahman, Dudung, Metode penelitian Sejarah, Jakarta: Logos, 1999
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1994
Diandjosandjoto, Pranjoto, Memelihara Umat, Jakarta: LKIS, 1999
Fathurrahman, Pupuh, Alternatif Sistem Pendidikan Islam Terpadu Abad XXI,
Bandung: Tunas Nusantara, 2000
Galba, Sindu, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1995
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, 1986
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: LSIK, 1996
Haedari, Amin & Ishom El – Saha, Pesantren & Madrasah Diniyah,(Jakarta: Diva
Pustaka)2006
Ibnu Rusn, Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998
Ihsan, Hamdani, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998
Ja’cub, Hamzah, Etika Islam, Jakarta: Publicia, 1978
Kartodirdjo, Santono, Sejarah Pergerakan Nasional Jilid 2, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 1999
Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000
Maksum, Madrasah, Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Logos, 1999
Mastuki HS, Intelektualisme Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2006
Mastuhu ,”Pendidikan Islam di Indonesia Masih Berkutat pada Nalar Islami
Klasik” dimuat dalam Menuju Pendidikan Islami Pluralis, Jurnal tashwirul Afkar
Edisi No 11 Th 2001
Mustopo, Habib, Ilmu Budaya Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1989
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985
Notowidagdo, Rohiman, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan al-Qur’an dan Hadits,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996
Rahardjo, Dawam, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1995
Razak, Nasarudin, Dienul Islam, Bandung: PT. Al-Maarif, 1989, cet. Ke-10
Sukarta, Mad Rodja, Catatan Untuk Para Pejuang, Bogor : DM Grafika Press,
2008, cet ke-1
Sukarta, Mad Rodja, Menjaga Visi dan Tradisi Pesantren, Bogor : DM Grafika
Press, 2008, cet ke-1
Sukarta, Mad Rodja, Saatnya Umat Islam Bangkit, Bogor : DM Grafika Press,
2008, cet ke-1
Suryanegara, Mansyur, Pergerakan Nasional Indonesia, Bandung: Pustaka, 1998
Steenbrink, A. Karel, Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997
Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1998
Shihab, M. Quraish, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, cet. ke-3
Wahid, Abdurrahman, Penggerak Tradisi, Yogyakarta: LKIS, 2001
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997
Yunus, Mahmud, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Jakarta: PT.
Hidakarya
Agung, 1978, cet. ke-2
Ziemek, Manfred, Pesantren dalam perubahan social, Jakarta: P3M, 1986
http://Suhatman-ate.blogspot.com/2009/01
Top Related