Download - Screening CA Cervix Dengan Pap Smear

Transcript
  • dr. Cordova ArridhoPPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYAPALEMBANG2014

  • DefinisiKanker primer yang terjadi pada jaringan leher rahim (serviks) Lesi prakanker, adalah kelainan pada epitel serviks akibat terjadinya perubahan sel-sel epitel, namun kelainannya belum menembus lapisan basal (membrana basalis).

  • Infeksi kronik leher rahim oleh satu atau lebih virus HPV (Human Papiloma Virus)HPV tipe low risk (6, 11, 42, 43, 44, 53, 54,55). HPV tipe intermediate risk (30, 31, 33, 35, 39, 51, 52, 58, 66). HPV tipe high risk (16, 18, 45, 56) ditemukan pada kanker invasif. mengakibatkan perubahan sel-sel leher rahim menjadi lesi intra-epitel derajat tinggi (high-grade intraepithelial lesion/ LISDT)

  • Lesi prekanker dan kanker stadium dini biasanya asimtomatik

    Konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi penunjang diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal

  • Di seluruh dunia >1 juta wanita menderita kanker leher rahim3-7 juta perempuan memiliki lesi prekanker derajat tinggi (high grade dysplasia) Penelitian WHO tahun 2005 >500.000 kasus baru, 260.000 kasus kematian akibat ca cervix 90% di negara berkembang. Isidens tertinggi Amerika bagian tengah dan selatan, Afrika timur, Asia selatan, Asia tenggara dan Melanesia.Indonesia Kasus keganasan dan kematian tertinggi pada perempuan

  • Di negara maju kasus cenderung menurunDi negara berkembang cenderung tetap

  • Lesi prekanker dapat sembuh hampir 100%

    Ca Stadium dini memberi harapan hidup 92%

  • WHO: 25-35 tahun yang belum pernah menjalani Pap smear sebelumnya, atau pernah Pap smear 3 tahun sebelumnya atau lebih. yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya dengan perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal lainnya yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya

  • WHO merekomendasikan1 : Bila skrining hanya mungkin dilakukan 1 kali seumur hidup usia 35-45 tahun. usia 25-49 tahun skrining hendaknya dilakukan 3 tahun sekali (bila sumber daya memungkinkan) >50 tahun 5 tahun sekali > 65 tahun, Bila 2 x berturut-turut hasil skrining negatif, tidak perlu menjalani skrining. Tidak semua perempuan direkomendasikan melakukan skrining setahun sekali

  • Belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas100% (absolut). Oleh karena itu, dalam pemeriksaan skrining, setiap wanita harus mendapat penjelasan dahulu (informed consent)

  • Sitologi konfensionalSitologi berbasis cairan atau liquidPemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau porsio (displasia) sebagai tanda awal keganasan serviks atau prakanker .

  • Diperkenalkan oleh Dr. George papanicolau sejak 1943Sensitifitas 78-93%Positif palsu 16-37%Negatif palsu 7 40% berkurang dengan LBC

  • Alat-alat:spekulum cocor bebekspatula ayrecytobrushkaca objekalcohol 95%

  • Persiapan: 24 jam sebelumnya Menghindari coitus, penggunaan tampon, pil vagina, mandi berendam. Untuk menghindari kontaminasiTidak sedang menstruasi

  • Siapkan alat, cuci tangan dan gunakan handsconePasien diminta kosongkan kandung kemihPasien diposisikan litotomiPastikan pencahayaan cukupBersihkan genitalia externa dengan air DDTInspeksi dan palpasiGunakan spekulum dengan gel hingga cervix tampak jelasInspeksi discharge, perdarahan, erosi atau kelainan lain.Ektocervix Ambil spatula Ayre, tempel dan putar 360o searah jarum jamAmbil segera cytobrush, masukkan ke kanalis servikalis, putar 180O-360o searah jarum jam, keluarkan perlahan tanpa menyentuh jaringan sekitarnya

  • Oleskan spatula Ayre pada objek glass dilanjutkan mengoleskan cytobruss di bagian atasnya berlawanan arah jarum jamKeluarkan spekulumFiksasi dengan larutan fiksasi (etanol 95%) minimal 20 menit, keringkanKirim ke bagian sitologi patologi anatomi

  • Sampel tidak memadai karena sebagian sel tertinggalpada brus Subyektif dan bervariasikualitas preparat yang dihasilkan tergantung pada operator yangmembuat usapan pada kaca bendaKemampuan deteksi terbatas (sebagian sel tidak terbawa dan preparat yang bertumpuk dankabur karena kotoran/faktor pengganggu)

  • Sampel memadai hampir 100 % sel yang terambil dimasukkan ke dalam cairan dalam tabungsampelProses terstandardisasi karena menggunakan prosesorotomatis, sehingga preparat (usapan sel pada kacabenda) representatif, lapisan sel tipis, serta bebas darikotoran/penggangguMeningkatkan kemampuan/keakuratan deteksi awal adanya kelainan sel leher rahimSampel dapat digunakan untuk pemeriksaan HPV-DNA

  • Klasifikasi Papanicolaou:Kelas I tidak ada sel abnormal.Kelas II terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.Kelas IIIgambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang.Kelas IV gambaran sitologi dijumpai displasia berat.Kelas V keganasan

  • Klasifikasi CIN oleh Richart RM tahun 1973 :CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium.CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang telah melibatkan sampai ke basement membran dari epitelium

  • Klasifikasi Bethesda 2001 :Sel skuamosaAtypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US)Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL)High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL)Squamous Cells CarcinomaSel glandularAtypical Endocervical CellsAtypical Endometrial CellsAtypical Glandular CellsAdenokarsinoma Endoservikal In situAdenokarsinoma EndoserviksAdenokarsinoma EndometriumAdenokarsinoma EkstrauterinAdenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS)

  • Burke L, Antonioli DA, Ducatman BS. 1991. The normal cervix.Dalam:Colcoscopy text and atlas: Appleton & Lange; p.29-45Ferenczy A. 1997. Anatomy and histology of the cervix. Dalam:Blaustein A,ed, Pathology of the female genital tract, New York : Springer Vierlag Inc; p.102-10Jordan JA. 1976. Scanning electrons microscopy of the physiological pithelial.Dalam:Jordan JA, Singer A, eds. The cervix. London: Wb Saunders; p.44-50Andrijono, Kanker Leher rahim, Divisi Onkologi, Dep.Obstetri-Ginekologi FKUI.2007Bosch FX, Manos MM, Munos N, et al. Prevalence of human papilloma virus in cervical cancer : A worldwide prespective. International biological study on cervical cancer (IBSCC) Study group. J Natl Cancer Inst 1995;87:796-802. Walboomers JM, Jacobs MV, Manos MM, Bosch FX, Kummer JA, Shah KV, rt.al. Human Papillomavirus is a necessary cause of invasive cervical cancer worldwide. J Pathol 1999;189:12-9Preventing cervical cancer in low-resources settings. Outlook. Volume 18, number 1, September 2000.Petignat P, Roy M.. Diagnosis and management of cervical cancer. BMJ 2007;335:765-768.

  • Sankaranarayanan R, Budukh AM, Rajkumar R, Effective Screening programmes for cervical cancer in low- and middle-income developing countries. Bulletin of the World Health Organization, 2001; 79:954-962Nasiell K et al. Behaviour of mild dysplasia during long term follow-up. Obstetrics and Gynaecology, 1986, 67:665-669. Holowaty P et al. Natural History of dysplasia of the uterine cervix. Journal of the National Cancer Institute, 1999, 91:252-268.Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging Classifications and clinical practice guidelines of gyneecologic cancers. Int J Gynecol Cancer. 2000;70:207-312

  • ************************************