Download - SAP Siap Print

Transcript
Page 1: SAP Siap Print

MAKALAH SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN

“Membangun Kultur Madrasah Untuk Mewujudkan Jiwa

Entrepeneurship”

Disusun oleh :

Faza Amaliya (14303241031)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETEHAUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2015

Page 2: SAP Siap Print

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini, program aksi untuk peningkatan mutu sekolah secara

konvensional senantiasa menekankan pada aspek peningkatan mutu proses belajar

mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, dan

sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Untuk itu perlu dikaji

untuk melakukan pendekatan in-konvensional yakni, meningkatkan mutu dengan

sasaran mengembangkan kultur sekolah (Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2002: 4).

Melalui kultur sekolah diharapkan dapat diperbaiki kinerja sekolah, baik

oleh kepala sekolah, para guru, para siswa, karyawan dan lain-lain; hal tersebut

dapat terwujud manakala kualifikasi kurtur tersebut bersifat sehat, solid, kuat,

positif dan profesional. Sehingga kultur sekolah menjadi komitmen luas di

sekolah, menjadi jati diri sekolah, menjadi kepribadian sekolah. Kultur yang baik

akan secara efektif menghasilkan kinerja yang baik pada masing-masing individu,

kelompok kerja atau unit kerja, sekolah sebagai institusi, dan hubungan sinergis

diantara ketiga level kinerja tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13 Tahun 2007

tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah menegaskan bahwa seorang kepala

sekolah/madrasah harus memilki kompetensi kewirausahaan dari lima dimensi

kompetensi minimal yang harus dikuasai guna menunjang keprofesiannya dalam

melaksanakan tugasnya.

Salah satu peran kepala sekolah/madrasah dalam meningkatkan mutu

pendidikan di sekolah/madrasah yang mampu mewujudkan kualitas siswa yang

kreatif, inovatif, berpikir kritis dan berjiwa kewirausahaan (enterpreunership).

Dan tidak kalah penting adalah kepala sekolah dapat membimbing, menjadi

contoh dan menggerakkan guru dalam peningkatan mutu pendidikan di

sekolah/madrasah.

Page 3: SAP Siap Print

Dalam rangka menciptakan wirausaha-wirausaha tersebut, salah satu

caranya adalah dengan memberikan pendidikan kewirausahaan kepada peserta

didik pada semua jenjang pendidikan.

Pendidikan kewirausahaan kedepannya bisa menciptakan wirausaha-

wirausaha yang handal. Apabila pemerintah Indonesia tidak mampu membentuk

wirausaha-wirausaha baru yang handal maka diperkirakan akan semakin banyak

jumlah pengangguran di Indonesia, dan hal ini tentu akan berimbas pada

penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka dari itu dirasa sangat

penting untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kewirausahaan agar

mampu mencetak wirausaha-wirausaha baru yang handal. Hal ini tentu saja tidak

menjadi tanggung jawab pemerintah semata, atau guru semata namun menjadi

tanggung jawab bagi semua pihak yang terkait di dalamnya termasuk juga

stakeholder/masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dapat diambil adalah :

1. Apa yang dimaksud kultur Madrasah?

2. Apa yang dimaksud dengan entrepreneurship?

3. Apa pentingnya entrepeneurship bagi Madrasah?

4. Bagaimana cara membangun kultur madrasah agar peserta didik

memiliki jiwa entrepreneurship?

C. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kultur madrasah

2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan entrepreneurship

3. Mengetahui pentingnya entrepreneurship

4. Mengetahui cara membangun kultur madrasah agar peserta didik

memiliki jiwa entrepreneurship

Page 4: SAP Siap Print

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kultur Sekolah

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu

kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang

tercermin baik dalam ujud fisik maupun abstrak. Kultur ini juga dapat dilihat

sebagai suatu perilaku, nilai-nilai, sikap hidup, dan cara hidup untuk melakukan

penyesuaian dengan lingkungan, dan sekaligus cara untuk memandang persoalan

dan memecahkannya. Oleh karena itu, suatu kultur secara alami akan diwariskan

oleh satu generasi kepada generasi berikutnya. Sekolah merupakan lembaga

utama yang yang didesain untuk memperlancar proses transmisi kultural antar

generasi tersebut.

Sekolah/Madrasah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang

sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,

kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi untuk

peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa menekankan pada

aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar mengajar, sedikit

menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, dan sama sekali tidak

pernah menyentuh aspek kultur sekolah. Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak

terlalu salah, karena aspek itulah yang paling dekat dengan prestasi siswa. Namun,

sejauh ini bukti-bukti telah menunjukkan, bahwa sasaran peningkatan kualitas

pada aspek PBM saja tidak cukup. Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan

pendekatan in-konvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran

mengembangkan kultur sekolah.

Dalam dunia pendidikan, semula kultur suatu bangsa (bukan kultur

sekolah) yang diduga sebagai faktor yang paling menentukan kualitas sekolah.

Tetapi berbagai penelitian menemukan bahwa pengaruh kultur bangsa terhadap

prestasi pendidikan tidak sebesar yang diduga selama ini. Bukti terakhir, hasil

Page 5: SAP Siap Print

TIMSS (The Third international Math and Science Study) menunjukkan bahwa

siswa dari Jepang, dan Belgia sama-sama menempati pada rangking atas untuk

mata pelajaran matematik, padahal kultur negara-negara tersebut berbeda. Oleh

karena itu, para peneliti pendidikan lebih memfokuskan pada kultur sekolah,

bukannya kultur masyarakat secara umum, sebagai salah satu faktor penentu

kualitas sekolah. Faktor penentu kualitas pendidikan tidak hanya dalam ujud fisik,

seperti keberadaan guru yang berkualitas, kelengkapan peralatan laboratorium dan

buku perpustakaan, tetapi juga dalam ujud non-fisik, yakni berupa kultur sekolah.

Pengaruh kultur sekolah atas prestasi siswa di Amerika Serikat telah

dibuktikan lewat penelitian empiris. Kultur yang “sehat” memiliki korelasi yang

tinggi dengan a) prestasi dan motivasi siswa untuk berprestasi, b) sikap dan

motivsi kerja guru, dan, c) produktivitas dan kepuasan kerja guru. Namun

demikian, analisis kultur sekolah harus dilihat sebagai bagian suatu kesatuan

sekolah yang utuh. Artinya, sesuatu yang ada pada suatu kultur sekolah hanya

dapat dilihat dan dijelaskan dalam kaitan dengan aspek yang lain, seperti, a)

rangsangan untuk berprestasi, b) penghargaan yang tinggi terhadap prestasi, c)

komunitas sekolah yang tertib, d) pemahaman tujuan sekolah, e) ideologi

organisasi yang kuat, f) partisipasi orang tua siswa, g) kepemimpinan kepala

sekolah, dan, h) hubungan akrab di antara guru. Dengan kata lain, dampak kultur

sekolah terhadap prestasi siswa meskipun sangat kuat tetapi tidaklah bersifat

langsung, melainkan lewat berbagai variabel, antara lain seperti semangat kerja

keras dan kemauan untuk berprestasi.

Di Indonesia belum banyak diungkap penelitian yang menyangkut kultur

sekolah dalam kaitannya dengan prestasi siswa. Hasil penelitian di Amerika

Serikat tersebut perlu mendapatkan perhatian, paling tidak dapat dijadikan

jawaban hipotetis bagi persoalan pendidikan di Indonesia.

Page 6: SAP Siap Print

B. Pengertian Entrepreneurship

Kewirausahaan merupakan terjemahan dari kata entrepreneurship yang

diartikan sebagai the backbone economy, yaitu syarat pusat perekonomian atau

sebagai tailbone of economy, yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa.

Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa, dan kemampuan untuk menciptakan

sesuatu yang baru sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain.

Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif

berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka

meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya.

Sikap kewirausahaan yang tangguh sangat dibutuhkan oleh setiap

penyelenggara sekolah sekarang dan ke depan dalam rangka menghadirkan

sebuah lembaga sekolah yang murah namun berkualitas dan produktif.

Kewirausahaan atau entrepreneurship merupakan sikap untuk melakukan suatu

usaha dimana terampil memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia tanpa

mengabaikan sumber daya yang dimilikinya, sedangkan pelaku yang

mengendalikan badan usaha dan memiliki karakteristik di atas disebut

entrepreneur atau wirausahawan.

Wirausahawan adalah  seseorang yang memiliki daya kreatifitas dan

inovasi yang sangat tinggi. Mereka terampil dalam menemukan ide-ide baru serta

berusaha kerja keras mengikuti (mewujudkan) ide-ide tersebut. Pengelola sekolah

yang memiliki kreatifitas tinggi akan mudah menemukan peluang, konsekuensi

serta alternatif tindakannya, juga dapat menggambarkan masa depan dari sekolah

yang dikelolanya. Pengelola sekolah yang berjiwa wirausaha harus mampu

melihat dan memanfaatkan peluang mengumpulkan potensi dan kemampuan

lembaga yang dipimpinnya serta masyarakat yang ada di sekitarnya untuk

mengacu pada motif pencapaian tujuan, disiplin, waktu, kerja keras, cara

mendelegasikan, terampil, percaya diri, spekulasi pasar, berani mengambil resiko,

institusi swasta, belajar dari kesalahan, pandai meyakinkan orang pelayanan yang

memuaskan berbagai pihak, tidak suka sistem, memecahkan masalah di luar

Page 7: SAP Siap Print

sistem. Selain itu, pola tingkah laku kewirausahaan mencakup kemampuan untuk

menggunakan sumber daya yang dimilki orang lain, serta keahlian, ide-ide dan

bakat-bakatnya, serta memutuskan sumber daya apa saja yang dapat digunakan

dalam rangka mengembangkan sekolah serta mengawasinya.

1. Karakteristik seorang entrepreneur adalah:

Tidak mudah menyerah. Adanya hambatan dan masalah justru

membuat mereka merasa lebih tertantang untuk menguasainya.

Berani mencoba sesuatu yang baru, melakukan revolusi perubahan

yang dapat membuka sumber pasok bagi suatu produk dan jasa.

Mampu melihat peluang bisnis yang tidak dilihat atau tidak

diperhitungkan oleh orang lain, serta memiliki visi untuk menciptakan

sesuatu yang baru

Dapat menjadi inovator, dengan mengubah keadaan yang tidak/kurang

menyenangkan menjadi keadaan seperti yang diinginkan

Berani mengambil risiko. Baik risiko yang bersifat finansial (rugi)

maupun mental (gagal)

Menurut Ciputra, “Semangat belajar seorang entrepreneur adalah

semangat yang tidak berhenti sekedar belajar, tetapi harus mempunyai

visi yang jauh kedepan disertai tindakan yang konkret. Ia harus

mempunyai antusiasme yang tidak terbatas akan ide-idenya yang

mungkin saja tidak dimengerti orang lain.”

C. Pentingnya Wirausaha Bagi Sekolah/Madrasah

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1995 Tanggal 30 Juni 1995 tentang

Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan,

mengamanatkan kepada seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia untuk

mengembangkan program program kewirausahaan. Pemerintah menyadari betul

bahwa dunia usaha merupakan tulang punggung perekonomian nasional, sehingga

harus diupayakan untuk ditingkatkan secara terus menerus. Melalui gerakan ini

diharapkan karakter kewirausahaan akan menjadi bagian dari etos kerja

Page 8: SAP Siap Print

masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkan wirausahawan-

wirausahawan baru yang handal, tangguh, dan mandiri.

Dalam konteks ini, pendidikan  kewirausahaan  harus mampu  mengubah

pola pikir para peserta didik. Pendidikan kewirausahaan akan mendorong  para

pelajar agar mulai mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Pola pikir

yang selalu berorientasi menjadi karyawan diputarbalik menjadi berorientasi

untuk mencari karyawan. Dengan demikian kewirausahaan dapat diajarkan

melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang akan membentuk karakter dan

perilaku untuk berwirausaha agar para peserta didik kelak dapat mandiri dalam

bekerja atau mandiri usaha. Pendidikan yang berwawasan kewirausahaan ditandai

dengan proses pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke

arah pembentukan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didiknya melalui

kurikulum terintegrasi yang dikembangkan di sekolah.

Pendidikan Kewirausahaan dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai

kewirausahaan kepada peserta didik, nilai-nilai tersebut antara lain jujur, percaya

diri, kreatif, kepemimpinan, inovatif, dan berani menanggung resiko. Nilai-nilai

tersebut merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan karakter. Sehingga

pendidikan kewirausahaan menyumbangkan penanaman nilai-nilai pendidikan

karakter yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa, sesuai dengan

tujuan dari pendidikan kewirausahaan yaitu untuk membentuk manusia secara

utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan

ketrampilan sebagai wirausaha.

Penanaman nilai-nilai kewirausahaan melalui pendidikan kewirausahaan

di semua jenjang pendidikan akan membentuk karakter wirausaha peserta didik,

dan karena diimplementasikan mulai dari jenjang pendidikan terendah (PAUD)

hingga tertinggi (Perguruan Tinggi) maka nilai-nilai kewirausahaan (yang

termasuk nilai-nilai karakter) tersebut akan melekat kuat di benak dan hati peserta

didik dan pada akhirnya peserta didik tersebut (sebagai generasi penerus bangsa)

Page 9: SAP Siap Print

akan memiliki nilai-nilai karakter yang kuat dan pada akhirnya akan membentuk

karakter bangsa.

Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang

harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak

kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau

kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman

usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah

seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan

berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan

sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau

kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara

riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up),

kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan

kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian

untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan

ide dan meramu sumber daya

D. Membangun Kultur Sekolah agar Peserta Didik Memiliki Jiwa

Entrepreneurship

Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan

secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan

pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga

kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu

komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum

dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat

merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam

kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di

sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek:

1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi dalam Seluruh Mata Pelajaran

Page 10: SAP Siap Print

Pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses 

pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke

dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan

pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan

nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari

melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di

luar kelas pada semua mata pelajaran. Langkah pengintegrasian ini bisa

dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran

maupun melalui sistem penilaian.

Penanaman nilai nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap

dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi

penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut

diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata

pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang

paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan.

Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata

pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)  nilai pokok yaitu: mandiri,

kreatif, berani mengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan

dan kerja keras.

Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran

dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan,

silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan

pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai

kewirausahaan. Silabus yang diintegrasikan dengan nilai-nilai

kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada

dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-

nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan untuk RPP

dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan

menambahkan panah materi, langkah-langkah pembelajaran atau

penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.

Page 11: SAP Siap Print

Pendidikan kewirausahaan dapat diintegrasikan pada mata

pelajaran seperti berikut ini:

a. Pendidikan Kewarganegaraan (PKN), nilai kewirausahaan yang

dapat ditanamkan yaitu kepemimpinan dan orientasi pada tindakan.

b. Matematika, nilai kewirausahaan yang dapat ditanamkan yaitu

mandiri, kreatif, berani mengambil resiko dan kerja keras.

c. Bahasa Indonesia, nilai kewirausahaan yang dapat ditanamkan yaitu

kreatif.

d. Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), nilai kewirausahaan yang dapat

ditanamkan yaitu mandiri, kreatif, orientasi pada tindakan, dan kerja

keras.

e. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), nilai kewirausahaan yang dapat

ditanamkan yaitu kreatif, orientasi pada tindakan, dan kerja keras.

f. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), nilai kewirausahaan yang dapat

ditanamkan yaitu mandiri, kepemimpinan, berorientasi pada

tindakan, dan kerja keras.

g. Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK), nilai

kewirausahaan yang dapat ditanamkan yaitu mandiri, berani

mengambil resiko, berorientasi pada tindakan, dan kerja keras.

2. Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu dalam Kegiatan Ekstra

Kurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata

pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan

peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka

melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan

atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di

sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya

potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian

dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga

dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah

Page 12: SAP Siap Print

kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan,

potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang

memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas

melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.

 Pendidikan kewirausahaan terpadu dalam kegiatan ekstra kurikuler

misalnya:

a. Pramuka, nilai kewirausahaan yang bisa diterapkan pada kegiatan ini

adalah kepemimpinan, kreatif, dan mandiri.

b. Paskibra, nilai kewirausahaan yang bisa diterapkan pada kegiatan ini

adalah mandiri, kepemimpinan, kreatif, dan berorintasi pada tindakan.

c. Olahraga (Voli, Basket, Sepak bola, Bulu tangkis), nilai

kewirausahaan yang bisa diterapkan pada kegiatan ini adalah berani

mengambil resiko dan kerja keras.

d. Kesenian (Menari, Menyanyi, Musik), nilai kewirausahaan yang bisa

diterapkan pada kegiatan ini adalah kreatif, mandiri, dan kerja keras.

3. Pendidikan Kewirausahaan melalui Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata

pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah.

Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter

termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang

dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan

masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan

pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.

Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan

pengembangan  kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari

peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan

kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri

sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan

perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi

sekolah/madrasah.

Page 13: SAP Siap Print

Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan

peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas,

kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan

keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan

perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian.

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram.

Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta

didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak

terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga

kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan

pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian

kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business

day’ (bazar, karya peserta didik, dll)

Melalui kegiatan pengembangan diri seperti bazaar, mading, dan

prakarya siswa dapat menumbuhkan nilai-nilai kewirausahaan seperti

kreatif, mandiri, dan kerja keras.

4. Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke

Praktik

Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada

pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter

wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar

pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan

pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata

pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung

dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran

tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit)

mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu

menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai

tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang

Page 14: SAP Siap Print

mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan

dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.

5. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar

Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling

berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses

pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata

mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task)

yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi

yang berarti.          Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat

dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas

maupun evaluasi. Misalnya guru dalam setiap kegiatan pembelajaran

hendaknya dapat menyelipkan atau memasukkan jiwa kewirausahaan

pada setiap pembelajaran seperti nilai kewirausahaan mandiri, kreatif,

dan kerja keras.

6. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Sekolah

Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana

peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor

dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar

anggota kelompok masyarakat sekolah.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam

budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala

sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi

dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran,

tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di

lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas

berwirausaha di lingkungan sekolah).

Page 15: SAP Siap Print

7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal

Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang

bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat

karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya

setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada

akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar

(life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan

lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di lngkungan sekitar

pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk

mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian

diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh

pendapatan.

Page 16: SAP Siap Print

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kultur merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu

kelompok masyarakat, yang mencakup cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang

tercermin baik dalam ujud fisik maupun abstrak. Oleh karena itu, suatu kultur

secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi berikutnya.

Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk memperlancar

proses transmisi kultural antar generasi tersebut.

Kewirausahaan adalah suatu sikap, jiwa, dan kemampuan untuk

menciptakan sesuatu yang baru sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan

orang lain. Pendidikan kewirausahaan akan mendorong  para pelajar agar mulai

mengenali dan membuka usaha atau berwirausaha. Dengan demikian

kewirausahaan dapat diajarkan melalui penanaman nilai-nilai kewirausahaan yang

akan membentuk karakter dan perilaku untuk berwirausaha agar para peserta didik

kelak dapat mandiri dalam bekerja atau mandiri usaha. Pendidikan kewirausahaan

yang diterapkan dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis

kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan

direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

Page 17: SAP Siap Print

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-

Lembaga Islam di Indonesia. Jakarta: Gramedia WidiasaranaIndonesia. hal. 155.

Anwar Arif Wibowo. 2010. Strategi Pondok Pesantren dalam

Menumbuhkan Semangat Jiwa Kewirausahaan Masyarakat. Undergraduate

Theses. UIN Sunan Kalijaga www.digilib-unisuka.ac.id (diakses tanggal: 28

Agustus 2010)

Bakhtiar, Nurhasanah. 2009. Pola Pendidikan Pesantren: Studi Terhadap

Pesantren se-Kota Pekanbaru. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau

www.uinsuska.info (diakses 28 Agustus 2010)

Depdiknas, Pedoman Pembinaan Pengembangan Kewirausahaan Siswa

SMK, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Dirjen Dikdasmen

Depdiknas, 2001.

Depdiknas, Kewirausahaan (Enterpreneurship) dalam Pendidikan: Materi

Pelatihan Calon Kepala Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah

Umum Dirjen Dikdasmen Depdiknas, 1998.

Endang Mulyani, “Model Pendidikan Kewirausahaan di Pendidikan

Dasar dan Menengah” , April, 2011.

Hanun Asrahah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Logos

Wacana Ilmu. hal. 190.

Hasyim, Wahid. 2009. Manajemen Pengembangan Peran Santri Dalam

Perubahan Global. dari www.prilam‟s- wordpress (diakses tanggal 20 Agustus

2010)

https://akhmadsudrajat.wordpress.com.//2011/06/29/konsep-

kewirausahaan-dan-pendidikan/ 7 Desember 2015 12.05 .

Page 18: SAP Siap Print

Ikhs, Khoerusalim. 2005. To Be The Moslem Entrepreneur: Kiat Sukses

di Usia Muda. Jakarta: Pustaka Al- Kautsar

Imam Bawani. 1988. Tradisionalisme dalam Pendidikan Islam. Surabaya:

alIkhlas. hal. 95-96.

Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan

Kurikulum (Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal. 6.

Oemar Hamalik, Edukasi dan Pembelajaran, cet. V. Jakarta: Bumi

Aksara, 2005. hal:7-8

Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan

Kewirausahaan; Bahan Pelatihan  Penguatan Metodologi Pembelajaran

Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter

Bangsa. Jakarta, 2010.

S. Nasution, 1991. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1991. hal. 4.

S. Nasution. 1995. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

hal. 5

Susilo Priyono & Soerata, Kiat Sukses Wirausaha, Jogjakarta: Alinea

Printika, 2004.

Witjaksono, M. 1995. Kewirausahaan untuk Koperasi. Malang: Lima Sekawan.