OTORITAS JASA KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 15 /POJK.03/2017
TENTANG
PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung terciptanya stabilitas
sistem keuangan, diperlukan sistem perbankan yang
sehat;
b. bahwa sebagai bagian dari upaya penyehatan perbankan,
permasalahan yang timbul dalam bank perlu diatasi
secara dini, dengan meningkatkan langkah pengawasan
terhadap bank sejak dalam pengawasan normal yang
kemudian berpotensi menjadi pengawasan intensif;
c. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis
Sistem Keuangan, perlu penyempurnaan ketentuan
mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan
bank umum;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a sampai dengan huruf c perlu menetapkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan
Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum;
- 2 -
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4420) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4963);
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4867);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5253);
5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5872);
- 3 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG
PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN
BANK UMUM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud
dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, termasuk kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri.
2. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat
LPS adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan Menjadi Undang-Undang.
3. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK
adalah lembaga yang independen, yang mempunyai
fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.
4. Bank Sistemik adalah Bank yang karena ukuran aset,
modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas
- 4 -
transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan
sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya
sebagian atau keseluruhan Bank lain atau sektor jasa
keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika
Bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
5. Bank Penerima adalah Bank selain bank perantara yang
menerima pengalihan aset dan/atau kewajiban dari bank
asal.
6. Pemegang Saham Pengendali bagi Bank yang selanjutnya
disingkat PSP adalah badan hukum, orang perseorangan,
dan/atau kelompok usaha yang:
a. memiliki saham perusahaan atau Bank sebesar 25%
(dua puluh lima persen) atau lebih dari jumlah saham
yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara; atau
b. memiliki saham perusahaan atau Bank kurang
dari 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah saham
yang dikeluarkan dan mempunyai hak suara namun
yang bersangkutan dapat dibuktikan telah
melakukan pengendalian perusahaan atau Bank,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Direksi adalah:
a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan
Terbatas adalah direksi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan
Umum Daerah atau Perusahaan Perseroan Daerah
adalah direksi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
c. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah
pengurus sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian;
- 5 -
d. bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri adalah pimpinan kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri yaitu pemimpin
kantor cabang dan pejabat satu tingkat di bawah
pemimpin kantor cabang.
8. Dewan Komisaris adalah:
a. bagi Bank berbentuk badan hukum Perseroan
Terbatas adalah dewan komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
b. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan
Umum Daerah adalah dewan pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
c. bagi Bank berbentuk badan hukum Perusahaan
Perseroan Daerah adalah komisaris sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
d. bagi Bank berbentuk badan hukum Koperasi adalah
pengawas sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian.
9. Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM
adalah giro wajib minimum sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai giro
wajib minimum.
- 6 -
Pasal 2
(1) Status pengawasan Bank ditetapkan oleh OJK.
(2) Status pengawasan Bank sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas:
a. pengawasan normal;
b. pengawasan intensif; atau
c. pengawasan khusus.
Pasal 3
(1) Bank dalam pengawasan intensif ditetapkan oleh OJK
dalam hal Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha.
(2) Bank dinilai memiliki potensi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi satu atau lebih
kriteria:
a. rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sama dengan atau lebih besar dari 8% (delapan
persen) namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil
risiko Bank yang wajib dipenuhi oleh Bank;
b. rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase
tertentu yang ditetapkan oleh OJK;
c. rasio GWM dalam rupiah sama dengan atau lebih
besar dari rasio yang ditetapkan untuk GWM dalam
rupiah yang wajib dipenuhi oleh Bank, namun
berdasarkan penilaian OJK Bank memiliki
permasalahan likuiditas mendasar;
d. rasio kredit bermasalah secara neto (Non Performing
Loan/NPL net) atau rasio pembiayaan bermasalah
secara neto (Non Performing Financing/NPF net) lebih
dari 5% (lima persen) dari total kredit atau total
pembiayaan;
e. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat
komposit 4 (empat) atau peringkat komposit 5 (lima);
dan/atau
f. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit
3 (tiga) dan tata kelola dengan peringkat faktor tata
- 7 -
kelola 4 (empat) atau peringkat faktor tata
kelola 5 (lima).
Pasal 4
(1) Bank dalam pengawasan intensif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ditetapkan oleh OJK untuk jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal surat
pemberitahuan OJK.
(2) Jangka waktu pengawasan intensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang oleh OJK
paling banyak 1 (satu) kali dan paling lama 1 (satu) tahun
hanya untuk Bank dalam pengawasan intensif yang
memenuhi kriteria:
a. rasio kredit bermasalah secara neto (NPL net) atau
rasio pembiayaan bermasalah secara neto (NPF net)
lebih dari 5% (lima persen) dari total kredit atau total
pembiayaan, dan penyelesaiannya bersifat kompleks;
b. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat
komposit 4 (empat) atau peringkat komposit 5 (lima);
dan/atau
c. tingkat kesehatan Bank dengan peringkat
komposit 3 (tiga) dan tata kelola dengan peringkat
faktor tata kelola 4 (empat) atau peringkat faktor tata
kelola 5 (lima).
(3) Perpanjangan jangka waktu Bank dalam pengawasan
intensif karena kriteria sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b atau huruf c disertai peningkatan
tindakan pengawasan.
Pasal 5
(1) Bank ditetapkan oleh OJK dalam pengawasan khusus
dalam hal Bank yang ditetapkan dalam pengawasan
intensif atau Bank dalam pengawasan normal, dinilai
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usaha.
- 8 -
(2) Bank dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usaha sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam hal memenuhi satu atau lebih kriteria:
a. rasio KPMM kurang dari 8% (delapan persen);
dan/atau
b. rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang
ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib
dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan penilaian OJK:
1. Bank mengalami permasalahan likuiditas
mendasar; atau
2. Bank mengalami perkembangan likuiditas yang
memburuk dalam waktu singkat.
(3) Bank ditetapkan oleh OJK dalam pengawasan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat
pemberitahuan OJK.
BAB II
BANK SELAIN BANK SISTEMIK
Bagian Kesatu
Bank selain Bank Sistemik dalam Pengawasan Normal yang
Dinilai Memiliki Permasalahan Signifikan
Pasal 6
(1) Dalam hal Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan
normal dinilai memiliki permasalahan signifikan, Bank
selain Bank Sistemik wajib menyampaikan rencana tindak
(action plan) kepada OJK.
(2) Tata cara penyampaian rencana tindak (action plan) dan
langkah perbaikan yang akan dilaksanakan oleh Bank
selain Bank Sistemik yang dimuat dalam rencana tindak
(action plan) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada ketentuan OJK mengenai penilaian tingkat
kesehatan bank umum dan ketentuan OJK mengenai
penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit
usaha syariah.
- 9 -
Bagian Kedua
Bank selain Bank Sistemik dalam Pengawasan Intensif
Pasal 7
(1) Bank selain Bank Sistemik ditetapkan oleh OJK dalam
pengawasan intensif dalam hal memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Bank selain Bank Sistemik yang ditetapkan dalam
pengawasan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan secara tertulis oleh OJK mengenai:
a. penetapan Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan intensif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3; atau
b. penetapan perpanjangan jangka waktu Bank selain
Bank Sistemik dalam pengawasan intensif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
disertai dengan alasan penetapan serta langkah atau
tindakan pengawasan yang wajib dilakukan oleh Bank
selain Bank Sistemik.
Pasal 8
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan intensif
wajib melaksanakan tindakan pengawasan yang
diperintahkan oleh OJK.
(2) Tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. menghapusbukukan kredit atau pembiayaan atau
penyaluran dana yang tergolong macet dan
memperhitungkan kerugian Bank selain Bank
Sistemik dengan modal Bank selain Bank Sistemik;
b. membatasi pembayaran remunerasi atau bentuk lain
yang dipersamakan dengan itu kepada anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau dewan
pengawas syariah, atau imbalan kepada pihak
terkait;
- 10 -
c. tidak melakukan pembayaran kembali atau
pelunasan instrumen modal inti tambahan atau
instrumen modal pelengkap;
d. tidak melakukan atau menunda distribusi laba;
e. memperkuat atau menambah modal Bank selain
Bank Sistemik termasuk melalui setoran modal;
f. tidak melakukan transaksi tertentu dengan pihak
terkait dan/atau pihak lain yang ditetapkan oleh
OJK;
g. membatasi pelaksanaan rencana penerbitan produk
dan/atau pelaksanaan aktivitas baru;
h. tidak melakukan atau membatasi pertumbuhan aset,
penyertaan, dan/atau penyediaan dana baru;
i. menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau
kewajiban Bank selain Bank Sistemik kepada bank
dan/atau pihak lain;
j. tidak melakukan ekspansi jaringan kantor;
k. tidak melakukan kegiatan usaha tertentu;
l. menutup jaringan kantor Bank selain Bank Sistemik;
m. tidak melakukan transaksi antar bank;
n. melakukan penggabungan (merger) atau peleburan
(konsolidasi) dengan bank lain;
o. mengganti Direksi dan/atau Dewan Komisaris Bank
selain Bank Sistemik;
p. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kegiatan Bank selain Bank Sistemik kepada pihak
lain;
q. menjual Bank selain Bank Sistemik kepada pembeli
yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban
Bank selain Bank Sistemik;
r. menempatkan pengelola statuter; dan/atau
s. tindakan pengawasan lain.
Pasal 9
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan intensif
wajib:
a. menyampaikan rencana tindak (action plan) sesuai
permasalahan yang dihadapi;
- 11 -
b. menyampaikan realisasi rencana tindak (action plan);
c. menyampaikan daftar pihak terkait secara lengkap;
dan
d. melakukan tindakan lain dan/atau melaporkan
hal-hal tertentu yang ditetapkan oleh OJK.
(2) Dalam hal Bank selain Bank Sistemik ditetapkan dalam
pengawasan intensif karena permasalahan permodalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan
huruf b, selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Bank selain Bank Sistemik
dan/atau PSP wajib menyampaikan rencana perbaikan
permodalan (capital restoration plan) guna mengatasi
permasalahan permodalan Bank selain Bank Sistemik.
Pasal 10
Bank selain Bank Sistemik wajib menyampaikan rencana
tindak (action plan) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi
dan menyampaikan daftar pihak terkait secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan
huruf c paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak Bank selain
Bank Sistemik ditetapkan dalam pengawasan intensif.
Pasal 11
(1) Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a paling sedikit memuat
rencana perbaikan sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi Bank selain Bank Sistemik disertai jangka waktu
penyelesaian.
(2) Rencana tindak (action plan) sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dievaluasi oleh OJK paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak rencana tindak (action plan) diterima secara lengkap.
(3) Dalam hal rencana tindak (action plan) yang disampaikan
ditolak oleh OJK, Bank selain Bank Sistemik wajib
mengajukan revisi rencana tindak (action plan) paling lama
5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan penolakan.
- 12 -
Pasal 12
(1) Bank selain Bank Sistemik dan/atau PSP wajib
menyampaikan rencana perbaikan permodalan (capital
restoration plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2) kepada OJK paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
sejak Bank selain Bank Sistemik ditetapkan dalam
pengawasan intensif.
(2) Rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
menggambarkan kemampuan Bank selain Bank Sistemik
untuk mencapai dan memelihara rasio KPMM yang
ditetapkan oleh OJK dalam jangka waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(3) Rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan)
Bank selain Bank Sistemik dinilai oleh OJK paling
lama 5 (lima) hari kerja sejak rencana perbaikan
permodalan (capital restoration plan) diterima secara
lengkap.
(4) Dalam hal rencana perbaikan permodalan (capital
restoration plan) Bank selain Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditolak, Bank selain Bank Sistemik
wajib mengajukan revisi rencana perbaikan permodalan
(capital restoration plan) paling lama 5 (lima) hari kerja
sejak tanggal penolakan.
Pasal 13
(1) Bank selain Bank Sistemik wajib menyampaikan kepada
OJK realisasi rencana tindak (action plan) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dan/atau
realisasi rencana perbaikan permodalan (capital
restoration plan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (2), setiap akhir bulan paling lama pada hari kerja
ketujuh bulan berikutnya.
(2) Realisasi rencana tindak (action plan) dan/atau realisasi
rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling
sedikit:
- 13 -
a. permasalahan Bank selain Bank Sistemik;
b. tindakan perbaikan yang telah dilakukan oleh Bank
selain Bank Sistemik; dan
c. waktu pelaksanaan perbaikan.
Pasal 14
(1) Bank selain Bank Sistemik ditetapkan tidak lagi berada
dalam pengawasan intensif dalam hal kondisi Bank selain
Bank Sistemik membaik dan tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Penetapan sebagai Bank selain Bank Sistemik yang tidak
lagi berada dalam pengawasan intensif diberitahukan
secara tertulis oleh OJK kepada Bank selain Bank
Sistemik.
Bagian Ketiga
Bank selain Bank Sistemik dalam Pengawasan Khusus
Pasal 15
(1) Bank selain Bank Sistemik ditetapkan oleh OJK dalam
pengawasan khusus dalam hal memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Penetapan Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan secara tertulis oleh OJK.
(3) Selain pemberitahuan kepada Bank selain Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penetapan status
dalam pengawasan khusus diberitahukan oleh OJK
kepada LPS.
(4) Pemberitahuan kepada Bank selain Bank Sistemik
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat penetapan
Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
disertai dengan alasan penetapan serta langkah atau
tindakan pengawasan yang wajib dilakukan oleh Bank
selain Bank Sistemik.
- 14 -
Pasal 16
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
wajib melakukan penambahan modal untuk memenuhi
rasio KPMM dan/atau kewajiban pemenuhan GWM sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi oleh Bank selain Bank Sistemik dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3).
Pasal 17
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
wajib melakukan tindakan pengawasan yang
diperintahkan oleh OJK.
(2) Tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh OJK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
a. melarang Bank selain Bank Sistemik menjual atau
menurunkan jumlah aset tanpa persetujuan OJK
kecuali untuk Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat
Bank Indonesia Syariah, Sertifikat Deposito Bank
Indonesia, Surat Berharga Bank Indonesia Valuta
Asing, giro pada Bank Indonesia, tagihan antar Bank,
dan/atau Surat Berharga Negara;
b. melarang Bank selain Bank Sistemik mengubah
kepemilikan bagi:
1. pemegang saham yang memiliki saham Bank
selain Bank Sistemik sebesar 10% (sepuluh
persen) atau lebih; dan/atau
2. PSP termasuk pihak yang melakukan
pengendalian terhadap Bank selain Bank
Sistemik dalam struktur kelompok usaha Bank
selain Bank Sistemik,
kecuali telah memperoleh persetujuan OJK; dan/atau
c. memerintahkan Bank selain Bank Sistemik untuk
melaporkan setiap perubahan kepemilikan saham
Bank selain Bank Sistemik kurang dari 10% (sepuluh
persen) kepada OJK.
- 15 -
Pasal 18
(1) Selain tindakan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17, OJK berwenang
memerintahkan Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus untuk melakukan tindakan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2).
(2) Tindakan pengawasan yang ditetapkan pada saat Bank
selain Bank Sistemik dalam pengawasan intensif
dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 19
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
wajib menyampaikan kepada OJK:
a. laporan keuangan terkini berupa neraca dan laporan
laba rugi serta rekening administratif;
b. rincian aset produktif terkini yang dikelompokkan
berdasarkan kualitas;
c. peringkat komposit tingkat kesehatan Bank selain
Bank Sistemik yang terkini;
d. informasi dan dokumen mengenai:
1. daftar terkini simpanan nasabah secara agregat
yang dikelompokkan berdasarkan nilai nominal;
2. daftar terkini rincian tagihan dan kewajiban
Bank selain Bank Sistemik kepada pihak terkait;
dan
3. informasi lain yang diperlukan OJK;
e. laporan keuangan terkini dari perusahaan yang
memperoleh penyertaan modal dari Bank selain Bank
Sistemik selain penyertaan modal sementara dalam
rangka restrukturisasi kredit atau pembiayaan;
f. laporan struktur terkini kelompok usaha terkait Bank
selain Bank Sistemik, termasuk badan hukum
pemegang saham Bank selain Bank Sistemik sampai
dengan ultimate shareholders; dan
g. laporan proyeksi arus kas untuk jangka waktu
1 (satu) bulan mendatang atau berdasarkan periode
- 16 -
laporan lain, yang terinci secara harian dan dengan
frekuensi sesuai dengan yang ditetapkan oleh OJK.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
disampaikan kepada OJK paling lama 3 (tiga) hari kerja
sejak Bank selain Bank Sistemik ditetapkan dalam
pengawasan khusus.
Pasal 20
(1) OJK membatasi kegiatan usaha tertentu Bank selain Bank
Sistemik dalam pengawasan khusus paling lama 1 (satu)
bulan dalam periode pengawasan khusus, apabila:
a. OJK menilai kondisi Bank selain Bank Sistemik
semakin memburuk; dan/atau
b. terjadi pelanggaran ketentuan perbankan yang
dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dewan
pengawas syariah dan/atau PSP.
(2) Pembatasan kegiatan usaha tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan oleh OJK kepada
Bank selain Bank Sistemik dan LPS.
Pasal 21
(1) Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
yang dikenakan pembatasan kegiatan usaha tertentu
dapat diumumkan oleh OJK pada situs OJK.
(2) Pengumuman Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan:
a. alasan pembatasan kegiatan usaha tertentu; dan
b. tindakan perbaikan yang wajib dilakukan oleh Bank
selain Bank Sistemik dan/atau larangan yang
diperintahkan oleh OJK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
(3) Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang telah melakukan perbaikan sehingga tidak
memenuhi kriteria Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 5,
diumumkan oleh OJK pada situs OJK.
- 17 -
Pasal 22
(1) Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 wajib memberitahukan kepada seluruh jaringan
kantor mengenai kegiatan usaha tertentu yang dikenakan
pembatasan dan perintah yang ditetapkan OJK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17.
(2) Pemberitahuan kepada seluruh jaringan kantor
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan
pada tanggal diterimanya pemberitahuan pembatasan
kegiatan usaha tertentu dari OJK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (2).
Pasal 23
Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
ditetapkan oleh OJK tidak dapat disehatkan, apabila:
a. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) belum terlampaui namun kondisi Bank selain
Bank Sistemik menurun sehingga:
1. rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 4%
(empat persen) dan dinilai tidak dapat ditingkatkan
menjadi 8% (delapan persen); dan/atau
2. rasio GWM dalam rupiah sama dengan 0% (nol
persen) dan dinilai tidak dapat diselesaikan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
atau
b. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) terlampaui dan:
1. rasio KPMM Bank selain Bank Sistemik kurang
dari 8% (delapan persen); dan/atau
2. rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang
ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib
dipenuhi oleh Bank selain Bank Sistemik.
Pasal 24
Dalam hal Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan
khusus memenuhi kriteria sebagai Bank selain Bank Sistemik
- 18 -
yang tidak dapat disehatkan, OJK memberitahukan secara
tertulis kepada:
a. Bank selain Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
yang ditetapkan tidak dapat disehatkan; dan
b. LPS untuk memperoleh keputusan terhadap penyelesaian
Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
Pasal 25
(1) Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 yang diselamatkan oleh LPS, tetap wajib
melaksanakan tindakan pengawasan yang telah
ditetapkan oleh OJK.
(2) Bank selain Bank Sistemik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 yang diselamatkan oleh LPS, dikecualikan dari
penetapan sebagai Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan intensif atau Bank selain Bank Sistemik
dalam pengawasan khusus.
Pasal 26
Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan
penyelamatan terhadap Bank selain Bank Sistemik, OJK
melakukan pencabutan izin usaha Bank selain Bank Sistemik
setelah memperoleh pemberitahuan keputusan dari LPS.
BAB III
BANK SISTEMIK
Bagian Kesatu
Bank Sistemik dalam Pengawasan Normal yang Dinilai
Memiliki Permasalahan Signifikan
Pasal 27
(1) Dalam hal Bank Sistemik dalam pengawasan normal
dinilai memiliki permasalahan signifikan, Bank Sistemik
wajib:
- 19 -
a. menerapkan rencana aksi (recovery plan) untuk
permasalahan keuangan; dan/atau
b. menyampaikan rencana tindak (action plan) kepada
OJK untuk permasalahan selain permasalahan
keuangan.
(2) Tata cara penyampaian rencana tindak (action plan) dan
langkah perbaikan yang akan dilaksanakan oleh Bank
Sistemik yang dimuat dalam rencana tindak (action plan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
ketentuan OJK yang mengatur mengenai penilaian tingkat
kesehatan bank umum atau ketentuan OJK yang
mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan bank
umum syariah dan unit usaha syariah.
Bagian Kedua
Bank Sistemik dalam Pengawasan Intensif
Pasal 28
(1) Bank Sistemik ditetapkan dalam pengawasan intensif
dalam hal memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3.
(2) Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan
intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan secara tertulis oleh OJK mengenai:
a. penetapan Bank Sistemik dalam pengawasan intensif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3; atau
b. penetapan perpanjangan jangka waktu Bank
Sistemik dalam pengawasan intensif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
disertai dengan alasan penetapan serta langkah atau
tindakan pengawasan yang wajib dilakukan oleh Bank
Sistemik.
Pasal 29
(1) Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan
intensif, wajib:
a. menerapkan rencana aksi (recovery plan) untuk
mengatasi permasalahan keuangan; dan/atau
- 20 -
b. menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk
mengatasi selain permasalahan keuangan.
(2) Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan intensif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga wajib
menyampaikan daftar pihak terkait secara lengkap.
(3) Ketentuan mengenai penyampaian rencana tindak (action
plan) dan laporan realisasi rencana tindak (action plan)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, wajib
mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dan Pasal 13.
Pasal 30
Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan intensif
selain menerapkan rencana aksi (recovery plan) dan rencana
tindak (action plan), wajib melaksanakan tindakan pengawasan
yang diperintahkan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2).
Pasal 31
(1) Dalam rangka persiapan penanganan permasalahan
solvabilitas, OJK memberitahukan penetapan Bank
Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan intensif
kepada LPS.
(2) Dalam rangka persiapan penanganan permasalahan
solvabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penilaian aset dan/atau kewajiban (due diligence) Bank
Sistemik dalam pengawasan intensif dilakukan oleh LPS
setelah berkoordinasi dengan OJK.
Pasal 32
(1) Bank Sistemik ditetapkan tidak lagi berada dalam
pengawasan intensif dalam hal kondisi Bank Sistemik
membaik dan tidak memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3.
(2) Penetapan sebagai Bank Sistemik yang tidak lagi berada
dalam pengawasan intensif diberitahukan secara tertulis
oleh OJK kepada Bank Sistemik yang bersangkutan.
- 21 -
(3) Pemberitahuan penetapan sebagai Bank Sistemik yang
tidak lagi berada dalam pengawasan intensif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) karena permasalahan solvabilitas
disampaikan juga kepada LPS.
Bagian Ketiga
Bank Sistemik dalam Pengawasan Khusus
Pasal 33
Bank Sistemik ditetapkan oleh OJK dalam pengawasan khusus
apabila memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5.
Pasal 34
Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan khusus
wajib menerapkan rencana aksi (recovery plan) untuk
mengatasi permasalahan keuangan.
Pasal 35
(1) Penetapan Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
diberitahukan secara tertulis oleh OJK kepada Bank
Sistemik yang bersangkutan.
(2) Pemberitahuan kepada Bank Sistemik yang ditetapkan
dalam pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disertai dengan alasan penetapan serta langkah
atau tindakan pengawasan yang wajib dilaksanakan oleh
Bank Sistemik.
(3) Selain pemberitahuan kepada Bank Sistemik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penetapan Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus diberitahukan oleh OJK kepada LPS.
Pasal 36
(1) Dalam hal Bank Sistemik ditetapkan dalam pengawasan
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, OJK
meminta LPS untuk meningkatkan intensitas persiapan
penanganan permasalahan solvabilitas Bank Sistemik
- 22 -
yang ditetapkan sebagai Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus.
(2) Dalam rangka peningkatan intensitas persiapan
penanganan permasalahan solvabilitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), LPS dapat melakukan langkah
yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, setelah berkoordinasi dengan OJK.
Pasal 37
(1) Bank Sistemik dalam pengawasan khusus wajib
melakukan penambahan modal untuk memenuhi rasio
KPMM dan/atau kewajiban pemenuhan GWM sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penambahan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
Pasal 38
(1) Bank Sistemik dalam pengawasan khusus wajib
melakukan tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh
OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18.
(2) Bank Sistemik yang ditetapkan dalam pengawasan
khusus wajib menyampaikan laporan, data atau informasi
kepada OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Pasal 39
(1) OJK meminta penyelenggaraan Rapat Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) dalam hal Bank Sistemik dalam
pengawasan khusus memenuhi kriteria:
a. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) belum terlampaui namun:
1. rasio KPMM sama dengan atau lebih dari 4%
(empat persen) namun kurang dari 8% (delapan
persen) dan OJK menilai Bank Sistemik sudah
tidak dapat disehatkan; dan/atau
2. rasio GWM dalam rupiah sama dengan 0% (nol
persen) dan dinilai tidak dapat diselesaikan
- 23 -
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; atau
b. jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3) terlampaui dan:
1. rasio KPMM Bank Sistemik kurang dari 8%
(delapan persen); dan/atau
2. rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang
ditetapkan untuk GWM dalam rupiah yang wajib
dipenuhi oleh Bank Sistemik.
(2) OJK meminta penyelenggaraan Rapat KSSK untuk
menetapkan langkah penanganan permasalahan Bank
Sistemik dalam pengawasan khusus yang memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 40
Dalam hal Bank Sistemik dalam pengawasan khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) diputuskan
oleh KSSK diserahkan kepada LPS untuk dilakukan
penanganan berdasarkan Undang-Undang mengenai
pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan dan
Undang-Undang mengenai lembaga penjamin simpanan, OJK
memberitahukan kepada Bank Sistemik mengenai keputusan
KSSK tersebut.
BAB IV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 41
Penyampaian laporan dan informasi sebagaimana diatur dalam
Peraturan OJK ini disampaikan kepada OJK dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank, Departemen Pengawasan
Perbankan Syariah atau Kantor Regional OJK di Jakarta,
bagi Bank yang berkantor Pusat di wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta; atau
b. Kantor Regional atau Kantor OJK setempat, bagi Bank
yang berkantor pusat di luar wilayah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
- 24 -
BAB V
SANKSI
Pasal 42
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11
ayat (3), Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (4), Pasal 13 ayat (1),
Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2),
Pasal 22, Pasal 25 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 29, Pasal 30,
Pasal 34, Pasal 37 ayat (1), Pasal 37 ayat (2) dan/atau Pasal 38
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa:
a. teguran tertulis; dan/atau
b. pemberhentian anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris Bank.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku, jangka waktu bagi
Bank yang sebelumnya telah ditetapkan dalam pengawasan
intensif dan jangka waktu Bank yang telah ditetapkan dalam
pengawasan khusus tetap mengacu pada jangka waktu yang
telah ditetapkan sebelumnya oleh OJK.
- 25 -
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Dengan berlakunya Peraturan OJK ini:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/3/PBI/2011 tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5190); dan
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 93, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5417),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 45
Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
- 26 -
Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum
ttd Yuliana
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 April 2017
KETUA DEWAN KOMISIONER
OTORITAS JASA KEUANGAN,
ttd
MULIAMAN D. HADAD
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 April 2017
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 65
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 15 /POJK.03/2017
TENTANG
PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM
I. UMUM
Sistem perbankan yang sehat merupakan salah satu prasyarat untuk
mendukung terciptanya stabilitas sistem keuangan, pertumbuhan
perekonomian nasional serta terpeliharanya kepercayaan masyarakat
terhadap industri perbankan.
Oleh karena itu setiap permasalahan Bank perlu diselesaikan dengan
cepat agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan dan menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat.
Penanganan terhadap permasalahan Bank dilakukan bukan hanya
pada saat Bank ditetapkan dalam pengawasan intensif namun sejak saat
Bank dalam pengawasan normal memiliki permasalahan signifikan dan
berpotensi ditetapkan menjadi Bank dalam pengawasan intensif. Hal
tersebut merupakan langkah preventif yang bertujuan untuk mengatasi
permasalahan Bank sedini mungkin sehingga tidak akan mengganggu
kelangsungan usaha Bank dan stabilitas sistem keuangan.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan, Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) dibentuk. KSSK menyelenggarakan pencegahan
dan penanganan krisis sistem keuangan untuk melaksanakan kepentingan
dan ketahanan negara di bidang perekonomian. Setiap anggota KSSK,
bertindak untuk dan atas nama lembaga yang dipimpinnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 2 -
Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan mekanisme tindak lanjut
penanganan permasalahan Bank Sistemik (systemically important bank)
melalui perubahan peraturan mengenai penetapan status dan tindak lanjut
pengawasan bank umum.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pengawasan normal” adalah
pengawasan terhadap Bank yang tidak memenuhi kriteria
sebagai Bank yang dinilai memiliki potensi kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha atau tidak memenuhi
kriteria sebagai Bank yang dinilai mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usaha.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “pengawasan intensif” adalah suatu
peningkatan proses pengawasan terhadap Bank yang
sebelumnya berada dalam pengawasan normal dengan
tujuan untuk mengembalikan kondisi Bank.
Tindakan untuk mengembalikan kondisi Bank dilakukan
dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory
actions) yang sesuai dengan permasalahan Bank.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pengawasan khusus” adalah suatu
peningkatan proses pengawasan terhadap Bank yang
sebelumnya berada dalam pengawasan normal atau intensif
dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi Bank.
Tindakan untuk mengembalikan kondisi Bank dilakukan
dengan menetapkan tindakan pengawasan (supervisory
actions) yang sesuai dengan permasalahan Bank.
- 3 -
Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Kewajiban Bank untuk memiliki rasio KPMM sesuai dengan
profil risiko Bank mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum bank umum dan ketentuan OJK yang
mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
bank umum syariah.
Huruf b
Perhitungan rasio modal inti (tier 1) sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum dan
ketentuan OJK yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum syariah.
Modal inti (tier 1) bagi kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri adalah dana usaha yang telah
dialokasikan menjadi Capital Equivalency Maintained Assets
(CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK yang
mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
bank umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “GWM dalam rupiah” adalah GWM
primer bagi bank umum dan GWM dalam rupiah bagi bank
umum syariah.
Ketentuan mengenai GWM dalam rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai giro wajib minimum.
Yang dimaksud dengan “permasalahan likuiditas mendasar”
adalah:
1. perubahan posisi Bank di pasar uang dari posisi
pemberi pinjaman (net lender) menjadi posisi penerima
pinjaman (net borrower);
- 4 -
2. posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat
maturity mismatch yang besar, terutama pada skala
waktu jangka pendek;
3. upaya Bank untuk memperoleh dana di pasar uang
dengan suku bunga atau tingkat imbalan yang lebih
tinggi dari suku bunga wajar atau suku bunga pasar;
4. ketergantungan pada agunan untuk memperoleh dana;
5. peningkatan pencairan deposito sebelum jatuh tempo;
dan/atau
6. permasalahan likuiditas mendasar lain.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kredit bermasalah (NPL) atau
pembiayaan bermasalah (NPF)” adalah kredit atau
pembiayaan yang memiliki kualitas kurang lancar,
diragukan, atau macet sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
penilaian kualitas aset bank umum dan ketentuan OJK
mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah dan
unit usaha syariah.
Formula perhitungan rasio kredit bermasalah secara neto
(NPL net) adalah:
Kredit Bermasalah - Cadangan Kerugian Penurunan
Nilai (CKPN) Kredit Bermasalah
Total Kredit
Formula perhitungan rasio pembiayaan bermasalah secara
neto (NPF net) adalah:
Pembiayaan Bermasalah – CKPN Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan
Huruf e
Yang dimaksud dengan “peringkat komposit tingkat
kesehatan Bank” adalah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan OJK yang mengatur mengenai penilaian tingkat
kesehatan bank umum dan ketentuan OJK yang mengatur
mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah
dan unit usaha syariah.
- 5 -
Huruf f
Yang dimaksud dengan “peringkat faktor tata kelola” adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai
penerapan tata kelola bagi bank umum dan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan
good corporate governance bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah.
Pasal 4
Ayat (1)
Perhitungan jangka waktu Bank dalam pengawasan intensif
paling lama 1 (satu) tahun termasuk jangka waktu penyusunan
dan revisi rencana tindak (action plan).
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “penyelesaian bersifat kompleks”
antara lain penyelesaian kredit bermasalah (NPL) atau
pembiayaan bermasalah (NPF) untuk kredit sindikasi atau
pembiayaan sindikasi dan/atau kredit atau pembiayaan
yang direstrukturisasi secara menyeluruh yang mencakup
kegiatan usaha dari hulu sampai dengan hilir.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “peringkat komposit tingkat
kesehatan Bank” adalah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan OJK yang mengatur mengenai penilaian tingkat
kesehatan bank umum dan ketentuan OJK yang mengatur
mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah
dan unit usaha syariah.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “peringkat faktor tata kelola” adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK yang
mengatur mengenai penerapan tata kelola bagi bank umum
dan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum
syariah dan unit usaha syariah.
- 6 -
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peningkatan tindakan pengawasan”
adalah peningkatan jumlah tindakan pengawasan dan/atau
penerapan tindakan pengawasan yang berdampak lebih berat
bagi Bank dari tindakan pengawasan yang ditetapkan
sebelumnya.
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “rasio KPMM” adalah rasio
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kewajiban penyediaan
modal minimum bank umum dan ketentuan OJK yang
mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum
bank umum syariah.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “rasio GWM dalam rupiah” adalah
rasio sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai giro wajib minimum.
Angka 1
Yang dimaksud dengan “permasalahan likuiditas
mendasar” adalah:
a) perubahan posisi Bank di pasar uang dari posisi
pemberi pinjaman (net lender) menjadi posisi
penerima pinjaman (net borrower);
b) posisi arus kas yang semakin buruk sebagai akibat
maturity mismatch yang besar, terutama pada skala
waktu jangka pendek;
c) upaya Bank untuk memperoleh dana di pasar uang
dengan suku bunga atau tingkat imbalan yang
lebih tinggi dari suku bunga wajar atau suku
bunga pasar;
d) ketergantungan pada agunan untuk memperoleh
dana;
- 7 -
e) peningkatan pencairan deposito sebelum jatuh
tempo; dan/atau
f) permasalahan likuiditas mendasar lain.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “Bank mengalami
perkembangan likuiditas yang memburuk” adalah
apabila kecenderungan dari rasio GWM Bank semakin
menurun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Bank selain Bank Sistemik dalam
pengawasan normal dinilai memiliki permasalahan signifikan”
adalah Bank yang memperoleh penilaian tingkat kesehatan
dengan peringkat komposit 3 (tiga) namun berpotensi ditetapkan
dalam pengawasan intensif sebagaimana diatur dalam
ketentuan OJK mengenai penilaian tingkat kesehatan bank
umum dan ketentuan OJK mengenai penilaian tingkat
kesehatan bank umum syariah dan unit usaha syariah. Rencana
tindak (action plan) memuat langkah perbaikan yang akan
dilaksanakan oleh Bank selain Bank Sistemik dalam rangka
mengatasi permasalahan signifikan yang dihadapi beserta target
waktu penyelesaian permasalahan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Tindakan pengawasan yang diperintahkan oleh OJK disesuaikan
dengan permasalahan Bank selain Bank Sistemik.
- 8 -
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Bagi Bank selain Bank Sistemik umum konvensional, yang
dimaksud dengan “remunerasi” adalah remunerasi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai tata
kelola dalam pemberian remunerasi bagi bank umum.
Bagi Bank selain Bank Sistemik umum syariah, yang
dimaksud dengan “remunerasi” adalah imbalan yang
ditetapkan dan diberikan kepada anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, anggota dewan pengawas syariah
dan/atau pegawai baik yang bersifat tetap maupun variabel
dalam bentuk tunai maupun tidak tunai sesuai dengan
tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai batas maksimum
pemberian kredit bagi bank umum.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “distribusi laba“ antara lain berupa
pembayaran dividen dan pembayaran bonus kepada Direksi
dan/atau Dewan Komisaris.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “transaksi tertentu“ antara lain
pencairan dana, pemberian fasilitas penyediaan dana seperti
kredit atau pembiayaan, surat berharga, letter of credit,
standby letter of credit, atau yang sejenis dengan itu.
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai batas maksimum
pemberian kredit bagi bank umum.
- 9 -
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah orang
perseorangan atau badan hukum tertentu yang bukan pihak
terkait.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “penerbitan produk dan/atau
pelaksanaan aktivitas“ antara lain penerbitan surat utang,
sekuritisasi aset, dan kerjasama pemasaran.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha” adalah usaha bank
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai
perbankan dan Undang-Undang mengenai perbankan
syariah.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Cukup jelas.
Huruf o
Penggantian Direksi dan/atau Dewan Komisaris Bank selain
Bank Sistemik dapat dilakukan sebagian atau seluruh
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Yang dimaksud dengan “pengelola statuter” adalah pengelola
statuter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK yang
mengatur mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
pada lembaga jasa keuangan.
- 10 -
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Contoh tindakan lainnya antara lain mengkinikan rencana
bisnis (business plan).
Ayat (2)
Rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) dapat
merupakan bagian dari rencana tindak (action plan).
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
- 11 -
Pasal 16
Ayat (1)
Penambahan modal Bank selain Bank Sistemik dapat dilakukan
baik oleh pemegang saham Bank selain Bank Sistemik maupun
dari investor baru.
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum, ketentuan OJK yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum bank umum syariah, dan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai giro wajib
minimum.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Angka 1
Yang dimaksud dengan “memiliki” adalah:
a. pemegang saham yang secara sendiri atau
bersama-sama dengan pemegang saham terkait
lain;
b. pemegang saham yang bertindak atas nama
pemegang saham lain yang menyebabkan
pemegang saham tersebut; atau
c. pemegang saham yang memiliki hak opsi atau hak
lain untuk memiliki saham yang apabila
digunakan akan menyebabkan pemegang saham
tersebut,
mempunyai saham Bank selain Bank Sistemik
sebesar 10% (sepuluh persen) atau lebih. Termasuk
pemegang saham yang secara bersama-sama dengan
- 12 -
pemegang saham terkait lain sebagaimana dimaksud
dalam huruf a adalah pemegang saham yang
mempunyai keterkaitan dengan pemegang saham lain
dalam bentuk hubungan kepemilikan, hubungan
keluarga sampai dengan derajat kedua, dan/atau
melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama
dalam mengendalikan Bank selain Bank Sistemik
(acting in concert).
Angka 2
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Laporan struktur kelompok usaha memuat orang
perseorangan dan/atau badan hukum pemegang saham
Bank selain Bank Sistemik sampai dengan ultimate
shareholders.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “laporan proyeksi arus kas” adalah
laporan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK
mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum.
- 13 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Tindakan membatasi kegiatan usaha tertentu dimaksudkan
antara lain untuk meminimalisasi dampak kerugian, memberikan
perlindungan kepada nasabah, dan/atau meminimalisasi
gangguan terhadap stabilitas sistem keuangan.
Yang dimaksud dengan “kegiatan usaha Bank” adalah kegiatan
usaha Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan atau Undang-Undang mengenai perbankan
syariah.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kondisi Bank semakin memburuk”
yaitu:
1) rasio KPMM Bank selain Bank Sistemik menurun
dengan cepat dan dinilai tidak dapat ditingkatkan
menjadi 8% (delapan persen); dan/atau
2) GWM dalam rupiah Bank selain Bank Sistemik
menurun dengan cepat dan tidak dapat diselesaikan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai giro wajib minimum.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
- 14 -
Pasal 23
Huruf a
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan
perundang-undangan” adalah ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai giro wajib minimum.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Pilihan bentuk penyelamatan oleh LPS dilakukan dengan
mengacu pada Undang-Undang mengenai pencegahan dan
penanganan krisis sistem keuangan dan Undang-Undang
mengenai lembaga penjamin simpanan, seperti penyertaan modal
sementara, pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau
kewajiban Bank selain Bank Sistemik kepada Bank Penerima,
atau pengalihan sebagian atau seluruh aset dan/atau kewajiban
Bank selain Bank Sistemik kepada bank perantara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Bank Sistemik dalam pengawasan
normal dinilai memiliki permasalahan signifikan” adalah Bank
Sistemik yang memperoleh penilaian tingkat kesehatan dengan
peringkat komposit 3 (tiga) namun berpotensi ditetapkan dalam
pengawasan intensif sebagaimana diatur dalam ketentuan OJK
- 15 -
yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan bank
umum dan ketentuan OJK yang mengatur mengenai penilaian
tingkat kesehatan bank umum syariah dan unit usaha syariah.
Huruf a
Penerapan rencana aksi (recovery plan) mengacu kepada
ketentuan OJK mengenai rencana aksi (recovery plan) bagi
Bank Sistemik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “permasalahan selain permasalahan
keuangan” adalah permasalahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e dan huruf f.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Penerapan rencana aksi (recovery plan) untuk mengatasi
permasalahan terkait kesulitan keuangan bertujuan agar
Bank Sistemik dalam status pengawasan intensif dapat
kembali menjadi Bank Sistemik dalam status pengawasan
normal.
Huruf b
Rencana tindak (action plan) memuat langkah perbaikan
untuk mengatasi permasalahan yang tidak terkait dengan
kesulitan keuangan dan bertujuan agar Bank Sistemik
dalam status pengawasan intensif dapat kembali dalam
pengawasan normal.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” adalah pihak terkait
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai batas maksimum pemberian
kredit bagi bank umum.
- 16 -
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Persiapan penanganan permasalahan solvabilitas antara lain
berupa pelaksanaan penilaian aset dan/atau kewajiban Bank
Sistemik (due diligence).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Penambahan modal Bank Sistemik dapat dilakukan oleh
pemegang saham Bank Sistemik atau dari investor baru.
Ayat (2)
Cukup jelas.
- 17 -
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Angka 1
Bank Sistemik dinilai sudah tidak dapat disehatkan
apabila penerapan rencana aksi (recovery plan) selama
jangka waktu Bank Sistemik dalam pengawasan
khusus sudah tidak memungkinkan lagi untuk
meningkatkan rasio KPMM menjadi paling sedikit
sesuai profil risiko.
Angka 2
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Top Related