Download - RTRWP Sumut 2003-2018

Transcript

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Upaya peningkatan hasil-hasil pembangunan daerah harus terus menerus dilakukan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan yang lebih terpadu dan terarah, agar seluruh sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Salah satu hal pokok yang dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut adalah melalui keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang dalam matra ruang yang tertata secara baik.

Untuk memberikan arahan pemanfaatan ruang dalam pembangunan wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara, telah ditetapkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara nomor 4 tahun 1993 tentang Rencana Struktur Tata Ruang Propinsi (RSTRP) Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

Selama kurun waktu sepuluh tahun sejak disusunnya RSTRP Daerah Tingkat I Sumatera Utara, telah berlangsung perkembangan pembangunan yang digerakkan oleh instansi sektoral, Pemerintah Daerah, investor swasta, dan masyarakat. Sebagian dari pembangunan tersebut dilangsungkan berdasarkan paket deregulasi dan debirokratisasi yang merupakan upaya terobosan terhadap tatanan yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk mempercepat tercapainya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta persiapan menghadapi era globalisasi.

Beberapa perubahan kebijaksanaan dan implementasi pembangunan tersebut antara lain adalah pengembangan Kawasan Perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang (MEBIDANG), rencana pengembangan Bandar Udara Kuala Namu, dan rencana pengembangan Kawasan Industri serta rencana pengembangan Kawasan Pantai Barat Sumatera Utara. Perubahan lain adalah diformulasikannya kebijaksanaan pembangunan daerah yang berbasis pada wilayah perdesaan dan sektor pertanian melalui pendekatan ekonomi kerakyatan dalam rangka memperkuat basis perekonomian wilayah dan pengentasan kemiskinan.

Persoalan lingkungan hidup juga merupakan agenda penting bagi Propinsi Sumatera Utara yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah. Kerusakan dan okupansi hutan oleh permukiman dan kegiatan budidaya menimbulkan permasalahan terhadap penurunan fungsi lindung, antara lain terancamnya daerah bawahan oleh gangguan tata air sehingga menurunkan debit sumberdaya air, meningkatnya erosi dan sedimentasi, serta timbulnya bahaya banjir. Pada tahun 1997 telah dilakukan pemaduserasian TGHK dengan RSTRP Sumatera Utara, namun hal tersebut masih perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan lebih rinci serta implementasinya. Hasil paduserasi tersebut perlu dituangkan ke dalam peta rencana pemanfaatan ruang, sehingga dapat secara efektif dijadikan dasar kebijaksanaan pembangunan daerah yang memiliki kekuatan hukum.

Secara eksternal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan penyempurnaan Rencana Umum Tata Ruang Pulau Sumatera (RUTRPS) pada tahun 1997/1998 juga memberikan pengaruh terhadap rencana pemanfaatan ruang Propinsi Sumatera Utara, dimana ditetapkan kawasan andalan, kawasan tertentu dan beberapa Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di Propinsi ini.

Selain itu pada tahun 1998 dilakukan pemekaran daerah kabupaten/kota yaitu berdasarkan UU nomor 12 Tahun 1998 dibentuknya Kabupaten Toba Samosir sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten Mandailing Natal dari Kabupaten Tapanuli Selatan; berdasarkan Undang-undang nomor 4 Tahun 2001 dibentuknya Kota Padangsidimpuan sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan; serta UU nomor 9 tahun 2003 dibentuknya Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Pakpak Bharat sebagai pemekaran dari Kabupaten Dairi dan Nias Selatan sebagai pemekaran dari Kabupaten Nias. Diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan implikasi terhadap fungsi dan lingkup RTRWP dalam pembangunan Propinsi Sumatera Utara, terutama dalam penyusunan tata ruang yang memerlukan kesepakatan dengan kabupaten/kota.

RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 dimaksudkan untuk mengakomodasikan seluruh kecenderungan perubahan dan perkembangan yang berlangsung selama ini serta kebutuhan pembangunan bagi Daerah Propinsi Sumatera Utara pada masa 15 tahun yang akan datang.

1.2Kondisi Fisik

1.2.1Letak Geografis

Secara geografis Propinsi Sumatera Utara terletak di bagian Utara Pulau Sumatera pada 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur yang merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan palung Barat Pasifik. Posisinya memanjang dari arah Barat Laut ke arah Tenggara. Secara administrasi Propinsi Sumatera Utara terdiri dari 16 (enam belas) kabupaten, yaitu Nias, Nias Selatan, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Pak-pak Bharat, Karo, Deli Serdang, dan Langkat, serta 7 (tujuh) kota, yaitu Sibolga, Padangsidimpuan, Tanjungbalai, Pematangsiantar, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai.

Propinsi Sumatera Utara berbatasan di :

Sebelah Utara, berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

Sebelah Timur, berbatasan dengan Selat Malaka,

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat,

Sebelah Barat, berbatasan dengan Samudera Indonesia

Propinsi Sumatera Utara memiliki luas sekitar 71.680 km2 atau 3,73% dari luas Indonesia yang meliputi kawasan darat di pantai Timur, dataran tinggi yang melintang di bagian Tengah, dan kawasan pantai Barat. Di samping kawasan darat, Propinsi Sumatera Utara juga mencakup kawasan perairan laut yang berbatasan sejauh 12 mil laut dari garis pantai.

Gambar 1.1 memperlihatkan peta administrasi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara Letak geografis Sumatera Utara sangat strategis dan merupakan modal dasar bagi pengembangan kegiatan yang bersifat regional dan internasional karena berada pada jalur perdagangan internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura dan Malaysia sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya lebih pesat.

Gambar 1.1

Peta Administrasi Propinsi Sumatera Utara

1.2.2Kondisi Topografi

Secara topografis wilayah pantai Timur Sumatera Utara relatif datar, bagian Tengah bergelombang dan berbukit yang merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan, dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah pantai Barat potensial untuk pengembangan sektor perikanan laut, perkebunan dan hortikultura; wilayah pantai Timur potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan; serta wilayah dataran tinggi potensial untuk pengembangan tanaman hortikultura. Gambar 1.2 memperlihatkan karakteristik fisik Propinsi Sumatera Utara.1.2.3Iklim

Suhu udara di wilayah Sumatera Utara berkisar antara 18-32 0C, yang bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat. Musim penghujan berlangsung antara bulan September hingga Februari dan musim kemarau berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus.

Curah hujan tahunan rata-rata tercatat sebesar 2.100 mm. Pada wilayah kering, curah hujan tahunan rata-rata kurang dari 1.500 mm yang tercatat di beberapa bagian wilayah Simalungun, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Utara, sedang curah hujan tinggi berkisar antara 2.000 sampai 4.500 mm berlangsung sepanjang tahun di daerah Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Tapanuli Tengah, dan sebagian besar Tapanuli Selatan.

1.2.4Kondisi Geologi

Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh formasi Bahorok, formasi tuffa Toba, bentangan alluvial, serta formasi Klue dan Kuantan. Formasi Bahorok didominasi oleh batuan breksi dan konglomeratan yang pada tahap awal akan membentuk tanah litosol.

Gambar 1.2

Karakteristik Fisik Propinsi Sumatera Utara

Setelah mengalami perkembangan lebih lanjut, maka terbentuk tanah podsolik. Pada bahan konglomeratan yang kandungan luasannya di atas 60% akan terbentuk tanah regosol yang umumnya bersifat masam dan bertekstur sedang sampai kasar. Formasi tuffa Toba didominasi oleh abu vulkan. Pada awalnya tanah ini berkembang dari podsolik coklat, podsolik coklat kelabu kekuningan dan regosol, dan di beberapa wilayah akan membentuk tanah andosol coklat. Tanah ini umumnya bersifat agak masam sampai masam dan bertekstur bervariasi mulai dari halus sampai kasar. Formasi bentangan alluvial umumnya terbentuk di sepanjang pantai Timur Sumatera Utara. Dari bentangan alluvial akan terbentuk tanah-tanah alluvial, regosol, dan organosol. Tekstur tanah alluvial tergantung dari bahan asalnya, pada umumnya sedang sampai kasar, sedangkan tanah regosol bertekstur kasar. Tanah organosol teksturnya tergantung tingkat kematangan gambut dan umumnya bersifat masam. Formasi Klue dan Kelantan umumnya didominasi oleh batu sasak, turbidite, batu pasir, batu gamping, dan lain-lain. Dari bahan ini umumnya terbentuk tanah litosol, podsolik, dan regosol dengan tekstur kasar dan bersifat kimia masam dan miskin unsur hara. Formasi Nias umumnya dibentuk dari batuan kapur yang akan berkembang menjadi tanah-tanah renzina yang mempunyai tekstur kasar dan sifat kimia agak basis.

Sumatera Utara didominasi oleh tanah litosol, podsolik, dan regosol, yaitu seluas 1.601.601 ha atau sekitar 22,34 % dari luas total Sumatera Utara yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Nias Selatan dan Tapanuli Selatan. Tanah ini sesuai untuk dikembangkan bagi komoditi perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan tanaman keras lainnya. Jenis tanah lainnya yang banyak dijumpai adalah podsolik merah kuning (16,35%), hidromorfik kelabu, glei humus, dan regosol (11,54 %). Jenis tanah podsolik merah kuning terdapat di Kabupaten Labuhan Batu, Langkat, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah. Tanah hidromorfik kelabu terdapat di Kabupaten Asahan, Deli Serdang, Labuhan Batu, Langkat, Tebing Tinggi, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara dan Toba Samosir.

1.2.5 Kondisi Hidrologi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 39/PRT/1989 tentang pembagian wilayah sungai, maka sungai-sungai di Propinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) Satuan Wilayah Sungai (SWS), yaitu SWS Wampu-Besitang, SWS Belawan-Belumai- Ular, SWS Bah Bolon, SWS Asahan, SWS Barumun Kualuh, dan SWS Batang Gadis-Batang Toru. Selain itu terdapat 2 (dua) satuan wilayah sungai lintas propinsi sebagian wilayah Sumatera Utara yang merupakan daerah tangkapan sungai, masuk dalam SWS Singkil pada wilayah Propinsi Aceh dan sebagian wilayah Sumatera Utara yang merupakan daerah tangkapan sungai dalam SWS Rokan pada wilayah Propinsi Riau dan Sumatera Barat. Tabel 1.1 menyajikan satuan wilayah sungai di Propinsi Sumatera Utara.

Gambar 1.3

Peta SWS Propinsi Sumatera Utara

Di samping itu terdapat badan air berupa danau yang besar yaitu Danau Toba yang terletak di dataran tinggi di wilayah Tengah dengan luas 110.260 ha. Danau Toba berfungsi sebagai sarana pengairan sawah, pembangkit listrik pada PLTA Lau Renun, peleburan biji nikel PT. Inalum, pelestarian alam, dan daerah tujuan wisata bagi Sumatera Utara. Pada waktu ini kondisi daerah tangkapan air Danau Toba dan DAS Lau Renun sangat memprihatinkan, dimana ketersediaan air di Danau Toba dan Sungai Lau Renun berkurang secara drastis. Hal ini disebabkan oleh penggundulan kawasan hutan dan lahan masyarakat di sekitar Danau Toba. Selanjutnya, dapat dilihat pada Gambar 1.3 tentang peta satuan wilayah sungai dan permukaan air Danau Toba.

Tabel 1.1

Satuan Wilayah Sungai (SWS) di Propinsi Sumatera Utara

NoNamaDASPanjangDebit (m3/det)

Wilayah Sungai(km2)Sungai (km)Min.Rata2Banjir

I.

1.

2.

3.

4.Wampu BesitangS. Besitang

S. Lepan

S. Btg.Serangan

S. Wampu1.703,00

422,80

5.658,2585,00

80,40

95,00

135,002,82

1,39

57,3110,89

4,66

110,51241,31

53,45

1.499,75

II.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Belawan Belumai- UlarS.Karang Gading

S. Belawan

S. Deli

S. Percut

S. Serdang

S. Kenang

S. Ular

S. Perbaungan

S. Hulu

S. Sialang Buah

S. Belutu

S. Padang160,00

310,75

353,20

278,00

703,20

1.235,00

184,90

942,6027,00

53,00

74,00

60,00

40,00

75,00

14,20

61,009,79

3,79

5,67

3,10

29,80

2,17

8,6815,93

6,34

9,22

15,56

38,30

5,75

15,20241,87

92,09

103,04

337,00

227,00

113,49

213,86

III.

1.

2.

3.

4.Bah BolonS. Kiri

S. Kuala Tanjung

S. Bah Bolon

S. Suka

1.415,00

326,90

21,00

23,00

12,80

110,00

291,40

7,50

4,42

10,74

14,60165,94

206,00

IV.

1.

2.AsahanS. Asahan

S. Silau

5.921,00

15,88115,20

114,8019,84

31,15

430,68

V.

1.

2.

3.

4.Barumun KualuhS. Barumun

S. Bilah

S. Kualuh

S. Aek Ledong

9.329,00

3.949,00

3.492,9055,00

170,00

315,00

60,0018,22

13,0242,20

22,47592,32

333,62

VI.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30Bt. Gadis Bt. ToruBt. Gadis

S. Aek Batu Mundan

S. Aek Bt. Toru

S. Batang Angkola

S. Bt. Kunkun

B.Bintuas

B. Natal

B. Batahan

S. Pinang Sori

Aek Badiri

Aek Pandan

Aek Sibuluhan

Aek Sihopo - hopo

Aek Doras

Aek Muara Mete

Aek Hajoran

S. Aek Kolang

S. Aek Sibundong

Aek Sibaru

Aek Sirahar

Aek Batu Garsi

Aek Silang

S. Aek Siburuh

S. Taping

S. Aek.Simangga

Lae Ordi

Lae Kombih

Lae Batu batu

Lae Sembillin

Lae Renun1.250,00

5.069,00

3.320,2072,50

676,30

1.308,40

213,00

610,00

1.292,50

100,00

324,45

322,00

420,00

927,0060,00

168,00

142,00

17,50

25,20

57,50

120,10

10,20

53,00

80,00

30,00

46,35

46,00

60,00

103,0012,13

17,08

17,24

15,53

19,90

17,14

17,8026,10

37,03

28,05

25,57

36,25

30,30

23,71361,76

384,16

389,20

464,31

533,05

496,48

358,25

Sumber : Dinas Pengairan Propsu Tahun 2003

1.3Kedudukan RTRWP Sumatera Utara

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara 2003-2018 disusun berlandaskan UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 serta Peraturan Daerah dan ketentuan lain yang berkaitan dengan tata ruang. RTRWP Sumatera Utara merupakan perwujudan rencana spasial pengembangan Daerah Propinsi Sumatera Utara 15 tahun ke depan pada tingkat ketelitian skala 1 : 250.000. Gambar 1.4 memperlihatkan kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara dalam konstelasi perencanaan tata ruang wilayah nasional dan kabupaten/kota.

RTRWP Sumatera Utara merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang meliputi :

a) tujuan pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan dan keamanan;

b) struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara;

c) pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Secara fungsional RTRWP Sumatera Utara merupakan suatu kebijaksanaan pokok pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara yang diwujudkan ke dalam bentuk rencana struktur yang menunjukkan :

a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Sumatera Utara;

b) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan wilayah Propinsi Sumatera Utara dengan sekitarnya, khususnya wilayah Sumatera bagian Selatan, serta keserasian antar sektor;

c) pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat;

d) pengarahan (guidance) bagi pengembangan yang bersifat lintas kabupaten/kota.

Jangka waktu perencanaan pada RTRWP Sumatera Utara adalah 15 tahun. Selanjutnya untuk menjaga kesinambungan pelaksanaan pembangunan berdasarkan RTRWP Sumatera Utara, maka RTRWP Sumatera Utara akan dievaluasi pelaksanaannya setiap 5 tahun.

RTRWP Sumatera Utara merupakan suatu dokumen terintegrasi yang ditetapkan dan disahkan dalam satu Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 tahun 2003.

Dalam pemanfaatan ruang, RTRWP Sumatera Utara dijabarkan dalam Rencana Program Pembangunan Daerah dalam jangka waktu lima tahunan. Selanjutnya Propeda dimaksud dijabarkan ke dalam program tahunan pemanfaatan ruang. Dengan demikian, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara merupakan bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sumatera Utara menunjukkan suatu rencana struktur dari kebijaksanaan umum pengembangan Propinsi Sumatera Utara, mencakup pemanfaatan ruang pada skala propinsi, terutama yang menyangkut dua atau lebih daerah kabupaten dan daerah kota. Substansi yang direncanakan dalam RTRWP Sumatera Utara dipertimbangkan atas dasar kepentingan bersama pada skala Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Gambar 1.4

RTRW Propinsi Sumatera Utara Dalam Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kabupaten/Kota

Keterangan :

UMATERA

=Wewenang Pemerintah Pusat

=Wewenang Pemerintah Propinsi

=Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

=Produk yang saat ini belum tersedia, tetapi dimungkinkan tersedia

1.4Tujuan dan Sasaran Penyempurnaan RTRWP Sumatera Utara

Tujuan dilakukannya penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara adalah untuk pemutakhiran arahan pemanfaatan ruang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan permasalahan yang berlangsung di Daerah Propinsi Sumatera Utara. Selain itu juga ditujukan untuk mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi akibat penyesuaian terhadap kebijaksanaan pembangunan nasional dan kebijaksanaan pembangunan daerah.

Sedang sasaran yang hendak dicapai adalah :

a) Mengidentifikasi permasalahan pengembangan wilayah di Propinsi Sumatera Utara untuk masa 15 tahun mendatang.

b) Menetapkan visi dan misi pengembangan wilayah yang ingin dicapai di Propinsi Sumatera Utara.

c) Menetapkan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah Propinsi Sumatera Utara.

d) Mempersiapkan kebijaksanaan dan strategi pengembangan dan pemanfaatan ruang bagi Propinsi Sumatera Utara.

e) Mempersiapkan dukungan ruang bagi pertambahan penduduk dan aktivitasnya melalui penetapan struktur dan pola pemanfaatan ruang serta alokasi melalui penetapan ruang bagi kebutuhan setiap kawasan di Propinsi Sumatera Utara.

f) Mempersiapkan rencana pengendalian pemanfaatan ruang Propinsi Sumatera Utara.

PERANAN, POTENSI, DAN

PERMASALAHAN POKOK

PROPINSI SUMATERA UTARA2.1Peranan Propinsi Sumatera Utara

2.1.1Peranan dalam Lingkup Internasional

Peranan Propinsi Sumatera Utara secara internasional dipengaruhi oleh keterkaitan fungsi perdagangan dengan wilayah lain di luar Indonesia, terutama melalui aktifitas ekspor impor barang dan jasa. Kondisi perdagangan luar negeri sebagian besar dapat dilihat dari kegiatan ekspor impor melalui Pelabuhan Belawan. Selama kurun waktu 1993-1998 nilai ekspor dan impor menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan, terutama periode tahun 1993-1997. Sedangkan tahun 1998 nilai ekspor maupun impor mengalami penurunan yang tajam, terutama untuk kegiatan impor. Tabel 2.1 memperlihatkan perkembangan kegiatan ekspor dan impor tahun 1997-2001.

Tabel 2.2 memperlihatkan perkembangan penanaman modal di Sumatera Utara. Dalam hal penanaman modal, baik PMA maupun PMDN juga memperlihatkan kecenderungan peningkatan mulai tahun 1994 sampai 1997. Sedangkan tahun 1998 akibat terjadinya krisis perekonomian, realisasi nilai investasi mengalami penurunan yang tajam sampai dengan tahun 2002. Penanaman modal terbesar terjadi pada tahun 1995 dimana nilai PMA meningkat tajam, bahkan melebihi nilai PMDN pada tahun yang sama. Dibandingkan propinsi lainnya di Sumatera, intensitas penanaman modal di Sumatera Utara termasuk tinggi, walaupun bukan yang tertinggi.

Tabel 2.1

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Melalui Pelabuhan Belawan

TahunEkspor

Berat Nilai

(ton) ( 000.US$)Impor

Berat Nilai

(ton) ( 000.US$)

1997

1998

1999

2000

20014,886,759 3,443,555

4,401,819 2,713,611

5,150,993 2,606,216

5,166,654 2,437,764

5,492,341 2,294,7962,139,307 1,024,559

959,311 415,830

2,601,042 699,577

2,620,166 775,287

2,830,242 860,758

Sumber : Indikator Ekonomi Sumatera Utara 2001

Tabel 2.2

Perkembangan Realisasi Nilai PMA dan PMDN

di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1993 2002

TahunPMA PMDN

Jumlah

T. Kerja 1)Investasi

(000 US$)Jumlah

T. Kerja 1)Investasi

(Juta.Rp)

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001 2)

2002 2)1.741

1.872

2.297

1.821

3.745

1.826

2.005

3.703

481

23055,661.97

57,954.26

89,699.40

57,099.80

47,448.05

58,191.52

49,393.95

43,361.58

7,717.00

5,453.684.366

3.067

2.410

3.190

1.879 683

470

2.370

618

-441.531,49

309.781,99

443.599,24

490.249,16

440.692,55

29.118,55

39.979,80

56.057,02

226.383,47

-

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

1) Termasuk tenaga kerja asing - 2) LPJ Gubsu Tahun 1998-2003

Dilihat dari nilai ekspor -impor dan nilai penanaman modal, keterlibatan Sumatera Utara dalam lingkup internasional relatif memiliki arti, sesuai dengan besarnya nilai ekspor serta tingginya tingkat investasi, terutama oleh PMA. Pengembangan peran Propinsi Sumatera Utara di masa datang ditingkatkan dalam rangka kerjasama ekonomi regional IMT-GT dan kerjasama perdagangan lainnya, di mana secara geografis Sumatera Utara merupakan propinsi yang terdekat dan berada pada jalur pelayaran internasional, sehingga memiliki keuntungan komparatif dibandingkan propinsi lainnya. Selain itu, Sumatera Utara juga memiliki sumberdaya yang berorientasi dan potensial bagi pasar internasional serta berbagai infrastruktur yang mendukung.

2.1.2Peranan dalam Lingkup Nasional

Propinsi Sumatera Utara dengan dukungan prasarana yang memadai mampu menempatkan diri sebagai pusat koleksi dan distribusi barang untuk lingkup yang lebih luas, terutama Sumatera bagian Utara. Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan ekspor impor dan interinsuler di Sumatera Utara melayani pergerakan barang antara Sumatera Utara dengan wilayah lain di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan indikasi pergerakan arus penumpang dan barang, peranan Pelabuhan Belawan menunjukkan perkembangan seiring dengan meningkatnya jumlah penumpang dan volume barang, walaupun perkembangannya cenderung fluktuatif.

Gambar 2.1

Arus Penumpang Melalui Pelabuhan Belawan Tahun 1998- 2000

Sumber : Kanwil Perhubungan Sumut, 2001

Sumatera Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.3

Arus Penumpang Menurut Pelabuhan diusahakan

Tahun 1998 - 2001 (orang)

TahunAntar Negara/Internasional

Turun NaikAntar Negara/Antar Pulau

Turun Naik

1998

1999

2000

2001113.699 96.616

118.585 152.195

130.491 140.974

154.793 143.900359.120 379.309

565.392 698.335

550.861 646.293

500.712 566.756

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2001

Dukungan prasarana dan sarana transportasi yang terpadu antara prasarana transportasi darat baik jalan raya maupun kereta api, dengan transportasi laut dan udara memberi nilai tambah bagi Sumatera Utara untuk melakukan hubungan dengan propinsi lain, termasuk keberadaan pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Polonia.

Gambar 2.2

Arus Barang Melalui Pelabuhan Belawan Tahun 1998 - 2001

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.4

Arus Barang Menurut Pelabuhan diusahakan

Tahun 1998 - 2001 (orang)TahunAntar Negara/Internasional

Bongkar MuatAntar Negara/ antar Pulau

Bongkar Muat

1998

1999

2000

20011.308.816 2.887.717

2.679.282 4.809.520

2.724.998 5.425.720

2.897.839 6.072.3912.859.130 1.801.242

5.263.186 2.156.673

7.046 091 1.783.183

7.507.917 1.694.885

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2001

Untuk indikator PDRB dengan migas atas harga berlaku, pada tahun 2000 berdasarkan Statistik Indonesia 2001, secara nasional Sumatera Utara merupakan propinsi dengan PDRB (dengan migas) terbesar ke enam setelah DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur. Untuk lingkup Pulau Sumatera merupakan terbesar diikuti Riau, Sumatera Selatan, NAD dan Lampung. Dengan demikian Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi termaju di Pulau Sumatera. Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara juga merupakan kota ke tiga terbesar setelah Jakarta dan Surabaya dalam lingkup nasional. Sebelum terjadinya krisis perekonomian, sektor industri di Medan berkembang dengan pesat, terutama untuk kegiatan industri menengah besar.

Dilihat dari pendapatan perkapita pada tahun 1999-2001, Sumatera Utara merupakan daerah yang relatif kaya dalam lingkup nasional, yaitu berada pada urutan ke delapan dengan sektor migas dan urutan ke lima tanpa sektor migas. Dalam lingkup pulau Sumatera, Propinsi Sumatera Utara berada pada posisi ke tiga setelah Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan sektor migas dan pada posisi pertama jika tanpa sektor migas. Perkembangan perekonomian Sumatera Utara terutama didukung oleh subsektor perkebunan dengan komoditi kelapa sawit dan sektor industri.

Gambar 2.3

PDRB Harga Berlaku Menurut Propinsi di Pulau Sumatera

Tahun 1998 2001

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001Gambar 2.4

PDRB Perkapita Menurut Propinsi di Pulau Sumatera

Tahun 1998 2001

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

Tabel 2.5

PDRB dengan Harga Berlaku menurut Propinsi

di Pulau Sumatera Tahun 2000

NoPropinsiDengan Migas

(Rp)Tanpa Migas

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.NAD

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung28.625.759

68.212.374

22.367.811

55.429.837

9.061.211

45.688.901

4.539.983

23.252.521

-28.625.759

68.212.374

22.367.811

55.429.837

9.061.211

45.688.901

4.539.983

23.252.521

-

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

Tabel 2.6

PDRB per Kapita menurut harga berlaku Menurut Propinsi

di Pulau Sumatera Tahun 2000

NoPropinsiDengan Migas

(Rp)Tanpa Migas

(Rp)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.NAD

Sumatera Utara

Sumatera Barat

Riau

Jambi

Sumatera Selatan

Bengkulu

Lampung

Bangka Belitung7.137.054

5.943.775

5.290.271

11.709.008

3.774.026

5.887.819

3.231.167

3.494.332

-3.711.877

5.876.684

5.290.271

4.922.962

3.373.222

4.076.368

3.231.176

3.494.332

-

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

2.2Permasalahan Pokok Propinsi Sumatera Utara

2.2.1 Kependudukan

A. Pertambahan dan Distribusi Penduduk

Jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun terakhir meningkat dengan cukup pesat. Pada tahun 1980 jumlah penduduk Propinsi Sumatera Utara tercatat berjumlah 8,3 juta jiwa dan meningkat menjadi 11,1 juta jiwa pada tahun 1995. Sensus Penduduk tahun 2000 mencatat jumlah penduduk Sumatera Utara sebesar 11,5 juta jiwa dan pada tahun 2001 jumlah penduduk menjadi 11.722.548 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu 1980-1990 adalah sekitar 2,06 % pertahun dan mengalami penurunan pada kurun waktu 1990-1995 yaitu sebesar 2,03 % per tahun. Laju pertumbuhan penduduk Propinsi Sumatera Utara tahun 2000 yaitu sebesar 1,02 % relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan penduduk nasional di tahun yang sama yaitu 1,49 %.

Gambar 2.5

Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Tahun 1995 - 2001

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata pada masing-masing daerah kabupaten/kota, jumlah penduduk Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2018 diperkirakan akan mencapai lebih dari 14,073 juta jiwa. Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut berarti dalam 15 tahun mendatang Propinsi Sumatera Utara akan menampung tambahan penduduk sekitar 2.26 juta jiwa. Pertambahan penduduk tersebut akan menimbulkan masalah yang serius apabila tidak terdistribusi secara memadai terhadap kemampuan ruang untuk menampungnya.

Distribusi penduduk Propinsi Sumatera Utara menurut daerah kabupaten/kota pada tahun 2001 didasarkan pada pemekaran kabupaten/kota menjadi 23 daerah kabupaten/kota, serta laju pertambahan penduduk untuk setiap daerah kabupaten/kota. Kabupaten Deli Serdang dan Tanjungbalai mencatat laju pertumbuhan penduduk paling tinggi yaitu di atas 2 % per tahun diatas rata rata laju pertumbuhan penduduk propinsi. Sementara laju pertumbuhan penduduk terendah tercatat di Tapanuli Utara dan Toba Samosir yaitu sekitar 0,5 % per tahun.

Gambar 2.6

Prakiraan Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Hingga Tahun 2018

Sumber : Hasil Analisis

Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.7

Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 1995-2001 (jiwa)

Kabupaten/Kota1995199619971998199920002001

N i a s*628.469624.345631.588639.675701.800678.347699.157

Tapanuli Selatan*1.030.8651.034.8191.048.008721.8951.148.800728.799749.012

Tapanuli Tengah231.920243.973245.603249.856262.300244.091249.672

Tapanuli Utara*724.960714.045714.285421.233731.300405.323407.837

Labuhan Batu770.827795.232801.710812.033930.600840.382863.449

Asahan903.072914.937923.015926.884966.900935.233943.834

Simalungun842.343850.312858.519866.762877.200855.591863.690

D a i r i*293.115294.848294.186298.313305.200307.766295.327

K a r o261.451264.968276.763280.486290.000279.470287.857

Deli Serdang1.791.1981.826.2001.877.0011.921.9581.963.1001.957.2262.021.047

Langkat858.400865.800872.400878.700899.600892.533921.923

Sibolga77.09578.10578.90081.00082.30081.71884.035

Tanjungbalai111.968115.679116.357118.638118.600132.032136.623

Pematangsiantar232.667239.280241.410245.946240.300240.831245.102

Tebing Tinggi116.746116.746116.933117.027141.300125.081126.304

M e d a n1.909.7001.942.0001.974.3002.005.0002.068.4001.899.3271.933.771

B i n j a I199.526203.217206.150209.475227.700213.222219.125

Toba Samosir---299.651304.600304.015306.377

Mandailing Natal

Padangsidimpuan-

--

--

-347.903

-380.100

-359.849

-368.405

-

Sumatera Utara10.984.32211.124.50611.277.12811.442.43411.955.40011.513.97311.722.548

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan

Sumatera Utara Dalam Angka 2001, Sensus Penduduk 2000.

BPS Propinsi Sumatera Utara, Kantor Statistik Kabupaten/Kota

Tabel 2.8

Prakiraan Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Daerah Kabupaten/Kota

Tahun 2000 - 2018 (jiwa)

Kabupaten/Kota20002001200820132018

N i a s*678.347699.157 758.287 797.757 839.281

Tapanuli Selatan*728.799749.012 812.358 854.643 899.128

Tapanuli Tengah244.091249.672 270.788 284.882 299.711

Tapanuli Utara*405.323407.837 442.329 465.353 489.575

Labuhan Batu840.382863.449 936.474 985.218 1.036.500

Asahan935.233943.834 1.023.657 1.076.940 1.132.995

Simalungun855.591863.690 936.735 985.493 1.036.789

D a i r i*307.766295.327 320.304 336.976 354.526

K a r o279.470287.857 312.202 328.452 345.549

Deli Serdang1.957.2262.021.047 2.191.974 2.306.068 2.426.102

Langkat892.533921.923 998.893 1.051.939 1.106.693

Sibolga81.71884.035 91.142 95.886 100.877

Tanjungbalai132.032136.623 148.178 155.890 164.005

Pematangsiantar240.831245.102 265.831 279.668 294.225

Tebing Tinggi125.081126.304 136.986 144.116 151.618

M e d a n1.899.3271.933.771 2.097.316 2.206.484 2.321.334

B i n j a i213.222219.125 237.657 250.027 263.042

Toba Samosir304.015306.377 332.288 349.584 367.781

Mandailing Natal

Padangsidempuan355.285

-368.405

-399.562

-420.360

-442.240

-

Sumatera Utara11.476.27211.722.548 12.715.970 13.377.750 14.073.976

Sumber:* termasuk kabupaten yang dimekarkan

Hasil analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.9

Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 1990 - 2001 (jiwa/km2)

Kabupaten/KotaLuas 1990199519982001

N i a s*5.318111122120131

Tapanuli Selatan*18.89751565861,0

Tapanuli Tengah2.18898109114114

Tapanuli Utara* 7.16566686956,9

Labuhan Batu9.32379908792,6

Asahan4.581193202202206

Simalungun4.369184192198197

D a i r i*3.14688939494

K a r o2.127121129131135,3

Deli Serdang4.339369411442465

Langkat6.262130137140147

Sibolga116.5366.9947.3637.639

Tanjungbalai581.8981.9862.0812.355,6

Pematangsiantar703.1333.2843.5133.501

Tebing Tinggi313.7674.1693.7754.074

M e d a n2656.5317.1777.5667.297

B i n j a i902.0212.2802.3272.434

Toba Samosir---6689,1

Mandailing Natal---5455,7

Sumatera Utara71.680144156159.6163,5

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan

Hasil analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka 2001

Tabel 2.10

Prakiraan Kepadatan Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten Kota

Tahun 2000 - 2018 (jiwa/km2)

Kabupaten/KotaLuas (km2)200020012003200820132018

N i a s5.318127,56131,5134,2142,6150,0157,8

Tapanuli Selatan12.27762,4161,062,366,269,673,2

Tapanuli Tengah2.188111,56114,1116,4123,8130,2137,0

Tapanuli Utara7.1657056,958,161,764,968,3

Labuhan Batu9.32390,1492,694,5100,4105,7111,2

Asahan4.581204,15206,0210,3223,5235,1247,3

Simalungun4.369195,83197,7201,7214,4225,6237,3

D a i r i3.14697,8393,995,8101,8107,1112,7

K a r o2.127131,35135,3138,1146,8154,4162,5

Deli Serdang4.339451,08465,8475,3505,2531,5559,1

Langkat6.262142,53147,2150,2159,7168,0176,7

Sibolga117.428,917.639,67.796,28.285,68.716,99.170,6

Tanjungbalai582.270,412.355,62.403,92.554,82.687,82.827,7

Pematangsiantar703.440,443.501,53.573,33.797,63.995,34.203,3

Tebing Tinggi314.034,874.074,34.157,94.418,94.648,94.890,9

M e d a n2657.167,277.297,27.446,97.914,48.326,48.759,8

Binjai902.369,132.434,72.484,62.640,62.778,12.922,7

Toba Samosir3.44088,3889,190,996,6101,6106,9

Mandailing Natal

Padangsidimpuan6.620

-55

57,9255,7

-56,8

-60,4

-63,5

-66,6

-

Sumatera Utara71.680164163,5 167177,4186,6196,3

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan

Hasil Analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Berdasarkan tabel 2.8 di atas dan gambar 2.6 diatas dapat dilihat hasil proyeksi jumlah penduduk di propinsi Sumatera Utara tahun 2003-2018. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan angka pertumbuhan sebesar 1,02% yaitu sama dengan angka pertumbuhan selama tahun 1990-2000. Angka pertumbuhan penduduk ini digunakan dengan asumsi tidak terdapat faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk Sumatera Utara secara signifikan di masa yang akan datang.

Metode yang digunakan dalam memproyeksi pertumbuhan penduduk ini adalah metode pertumbuhan penduduk geometrik/bunga berganda dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:Pn =Jumlah penduduk pertengan tahun ke-n

Po = Jumlah penduduk pertengahan tahun dasar

n =Selang tahun proyeksi

r =Angka laju pertumbuhan penduduk

Berdasarkan tabel 2.9 dapat dilihat bahwa kabupaten/kota dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Medan dan Kota Sibolga. Sedangkan kabupaten/kota dengan kepadatan terendah adalah Kabupaten Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Hasil proyeksi kepadatan penduduk hingga akhir tahun rencana 2018 dapat dilihat pada tabel 2.10.

Jika dilihat dari struktur umur penduduk pada tahun 2001, jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara sebagian besar (> 50 %) seperti terlihat pada gambar 2.7 terdiri dari penduduk dengan usia di bawah 20 tahun. Dengan adanya penurunan laju pertumbuhan penduduk, diharapkan komposisi penduduk menurut usia menjadi lebih proporsional, sehingga piramida penduduk tidak lagi bersifat ekspansif, melainkan konstruktif. Dengan demikian, dalam kurun waktu perencanaan kebutuhan lapangan kerja dapat terdistribusi menurut waktu, sehingga kemampuan untuk menampung angkatan kerja yang ada menjadi lebih proporsional.

Distribusi penduduk di Sumatera Utara cenderung terkonsentrasi di pantai Timur, yakni lebih dari 60 % menghuni pantai Timur propinsi ini. Secara umum jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan sebesar 56,9 % yaitu sekitar 6.67 juta jiwa dan yang tinggal di perkotaan sebesar 5,05 juta jiwa yaitu mencapai 43,10 % yang lebih banyak terdistribusi di wilayah pantai Barat. Kota Medan merupakan konsentrasi utama penduduk perkotaan di Sumatera Utara dengan proporsi lebih dari 40 % yang mengindikasikan Kota Medan merupakan Primate City di Sumatera Utara. Hal ini juga merupakan pencerminan konsentrasi kegiatan industri dan jasa di kota tersebut.

Gambar 2.7

Piramida Penduduk Propinsi Sumatera Utara menurut

Kelompok Umur Tahun 2001

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.11

Jumlah Penduduk Perkotaan dan Perdesaan di Propinsi Sumatera Utara

Tahun 2001 (jiwa)

NoKabupaten/

KotaPenduduk Perkotaan

Jiwa Persentase Penduduk Perdesaan

Jiwa Persentase

1N i a s*21.7080,4677.44910,2

2Tapanuli Selatan*109.8902,2639.1229,6

3Tapanuli Tengah29.9230,6219.7493,3

4Tapanuli Utara*41.6450,8366.1925,5

5Labuhan Batu169.9443,4693.50510,4

6Asahan252.4344,9691.40010,4

7Simalungun196.5543,9667.13610,0

8D a i r i*35.6860,7259.6413,9

9K a r o66.9691,3220.8883,3

10Deli Serdang1.118.74922,1902.29813,5

11Langkat194.7793,9727.14410,9

12Sibolga84.0351,7--

13Tanjungbalai133.3962,63.2270,1

14Pematangsiantar245.1024,9--

15Tebing Tinggi126.3042,5--

16M e d a n1.933.77138,3--

17B i n j a i204.5064,014.6190,2

18Toba Samosir41.1660,8265.2133,9

19Mandailing Natal46.4960,9321.9094,8

20Padangsidimpuan- ---

Sumatera Utara5.053.057100,006.669.491100,00

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan

Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Gambar 2.8

Peta Prakiraan Kepadatan Penduduk Propinsi Sumatra Utara Tahun 2018

B. Kesejahteraan PendudukDalam tabel 2.12 dapat dilihat perkembangan jumlah dan proporsi tenaga kerja di Sumatera Utara menurut lapangan usahanya. Pada tahun 1995, jumlah tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara berjumlah 4,43 juta jiwa yang merupakan 38 % dari jumlah penduduk Sumatera Utara. Lapangan kerja utama adalah sektor pertanian, yang menyerap lebih dari setengah jumlah tenaga kerja yang terdapat di Sumatera Utara. Sektor utama penampung tenaga kerja lainnya adalah perdagangan dan jasa, sedangkan sektor industri baru menampung sekitar 7 % dari jumlah tenaga kerja.

Tabel 2.12

Jumlah Tenaga Kerja di Propinsi Sumatera Utara di Propinsi Sumatera Utara

Tahun 1997 - 2001 (jiwa)

Sektor19971998199920002001

Jumlah Orang%Jumlah Orang%Jumlah

Orang%Jumlah Orang%Jumlah Orang%

Pertanian2.425.56252,22.579.35153,32.679.07853,12.650.39652,62.749.21255,2

Pertambangan18.1370,425.6530,524.9960,520.2850,48.0090,2

Industri390.6958,4309.8246,4366.5637,3382.9997,1416.1458.4

Listrik, Gas dan

Air19.5990,429.4710,612.0450,212.3690,210.8770,2

Konstruksi159.9393,5178.3703,7153.4533,1156.5523,1181.2653.6

Perdagangan716.87915,5844.37417,5823.75616,4873.24017,3817.41816,5

Transportasi201.2174,3229.6444,7241.7334,8248.3664,9256.9335,2

Keuangan23.0780,524.0830,514.7730,317.8120,416.3790,3

Jasa676.34214,6616.94012,7700.94813,9696.11813,8520.57410,4

Lain-lain11.3180,24.5170,120.1850,49.4000,25110.0

T o t a l4.642.7661004.837.7101005.037.5001005.037.5001004.977.323100

Sumber : Badan Pusat Statistik, Susenas 1997 dan 1998

Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2001

Jumlah tenaga kerja tersebut meningkat menjadi sekitar 4,84 juta jiwa pada tahun 1998. Untuk sektor pertanian, pada kurun waktu 1995-1997 tidak terjadi peningkatan yang cukup berarti, namun pada tahun 1998 mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sekitar 150.000 jiwa. Namun pada sektor industri, yang pada kurun waktu 1995-1997 mengalami peningkatan sekitar 90.000 jiwa, justru mengalami penurunan sekitar 80.000 jiwa pada tahun 1998. Dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja di sektor ini pada tahun 1995 mengalami peningkatan yang terbatas. Kondisi tersebut terjadi sebagai dampak krisis ekonomi yang mengakibatkan sebagian tenaga kerja di sektor industri kehilangan pekerjaan. Akibatnya tenaga kerja sektor industri sebagian kembali bekerja di sektor pertanian atau beralih ke sektor perdagangan, termasuk sektor informal. Tenaga kerja pada sektor perdagangan mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu meningkat sekitar 200.000 jiwa pada tahun 1998.

Peningkatan jumlah tenaga terjadi sampai tahun 1999 dan mengalami penurunan sebesar 1,7 % pada tahun 2001. Proporsi tenaga kerja terbesar terus berada pada sektor pertanian. Walaupun secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja menurun dari pada tahun 2001, tetapi ada empat sektor dimana tenaga kerjanya malah mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2001, yaitu tenaga kerja di sektor pertanian meningkat sebesar 98.800 jiwa, sektor industri bertambah sekitar 133.000 jiwa, sektor konstruksi bertambah sekitar 44.700 jiwa dan sektor pengangkutan bertambah sebesar 8.567 jiwa.

Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Salah satu indikator yang dianggap cukup valid untuk mengetahui tingkat kesejahteraan adalah jumlah keluarga sejahtera dan prasejahtera yang terdapat di suatu daerah. Adapun klasifikasi kelas keluarga sejahtera dan prasejahtera adalah sebagai berikut :

Tabel 2.13

Klasifikasi Pentahapan Keluarga Sejahtera

Keluarga Pra SejahteraBelum mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya, seperti sandang, pangan, dan papan

Keluarga Sejahtera Tahap IMampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis keluarga seperti pendidikan, KB, transportasi, dll.

Keluarga Sejahtera Tahap IIMampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya, kebutuhan sosial psikologis tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan untuk pengembangan keluarganya seperti menabung dan memperoleh informasi.

Keluarga Sejahtera Tahap IIIMampu memenuhi kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan kepada masyarakat seperti sumbangan sosial, keagamaan, pendidikan dll.

Keluarga Sejahtera Tahap III+Mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya, baik yang bersifat mendasar dan sosial psikologis, dan juga memenuhi kebutuhan untuk pengembangan keluarganya serta mampu memberikan sumbangan bagi masyarakat

Dalam melakukan perencanaan wilayah Propinsi Sumatera Utara, jumlah dan proporsi keluarga miskin yang terdapat di tiap kabupaten/kota penting mendapat perhatian. Berikut ini proporsi keluarga miskin di tiap kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2001.

Tabel 2.14

Jumlah Keluarga Pra - Sejahtera di Sumatera Utara Tahun 2001

Kabupaten/KotaPersentase Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera IPersentase Keluarga Sejahtera II, III dan III+

Nias*88,411,6

Tapanuli Selatan*51,049,0

Tapanuli Tengah48,551,5

Tapanuli Utara*48,451,6

Labuhan Batu37,862,2

Asahan28,671,4

Simalungun36,563,5

Dairi*53,646,4

Karo22,777,3

Deli Serdang31,868,2

Langkat44,155,9

Sibolga51,748,3

Tanjungbalai57,142,9

Pematangsiantar30,070,0

Tebing Tinggi26,973,1

Medan31,568,5

Binjai28,571,5

Toba Samosir48,851,2

Mandailing Natal60,439,6

Sumber : Kantor BKKBN Prop. Sumatera Utara, 2002

Berdasarkan tabel 2.14 dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat di Propinsi Sumatera Utara telah berada pada tahap keluarga sejahtera II, III dan III+ yaitu sebesar 59,3 %. Kabupaten yang masyarakatnya dapat dikatakan paling sederhana adalah Kabupaten Karo dimana sebesar 77,3 % jumlah keluarga yang terdapat di kabupaten tersebut berada pada tahap sejahtera II, III dan III+. Sedangkan proporsi keluarga pra sejahtera dan sejahtera I terbesar terdapat di Kabupaten Nias yaitu sebesar 88,4 %.

2.2.2 Ketersediaan Ruang Wilayah

A. Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan HidupKawasan lindung di Propinsi Sumatera Utara mencakup :

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terutama berkaitan dengan fungsi hidrorologis untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan fungsi peresapan bagi air tanah. Kawasan ini berada pada ketinggian 1.000 meter d.p.l. dengan kelerengan lebih dari 40 %, bercurah hujan tinggi, dan mampu meresapkan air ke dalam tanah; termasuk di dalamnya kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung.

2. Kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan margasatwa untuk melindungi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam.

Termasuk di dalamnya adalah cagar alam Sibolangit (Deli Serdang); Liang Balik dan Batu Ginurit (Labuhan Batu); Dolok Di samping itu juga suaka margasatwa Karang Gading (Deli Serdang dan Langkat); Siranggas (Dairi); Dolok Surungan (Toba Samosir); Dolok Saut (Tapanuli Utara), Barumun (Tapanuli Selatan) dan Nias serta huran mangrove di pantai timur. Untuk kawasan pelestarian alam termasuk juga di dalamnya adalah Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat; Taman Hutan Raya Bukit Barisan (Deli Serdang, Simalungun, Karo, dan Langkat) Taman Wisata Alam di Sibolangit (Deli Serdang), Holiday Resort (Labuhan Batu), Lau Debuk-debuk (Karo), Deleng Lancuk (Karo), Si Cikeh-cikeh (Dairi), Sijaba Hutan Ginjang (Tapanuli Utara), dan Muara (Tapanuli Utara).

Kawasan ini mencakup juga lahan gambut di Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah serta hutan mangrove di Pantai Timur seluas 435 km2 dengan ketebalan rata rata 325 meter.

3. Kawasan rawan bencana, yaitu yang mengalami bencana alam seperti gerakan tanah, longsoran, runtuhan, banjir bandang, dan rayapan.

Termasuk dalam kawasan ini sekeliling Danau Toba, Tapanuli Selatan bagian Selatan, Utara Sibolga, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Tapanuli Tengah, bagian selatan Mandailing Natal, Asahan, Labuhan Batu, Langkat, Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah. Sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara - Selatan pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang.

4. Kawasan perlindungan setempat yang berfungsi melestarikan fungsi badan perairan dan kerusakan oleh kegiatan budidaya.

Termasuk sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air, kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.

5. Kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang bernilai tinggi maupun yang memiliki bentuk geologi alami yang khas.

6. Pulau-pulau kecil dengan luasan maksimal 10 km2.

7. Beberapa lokasi yang berdasarkan proses pemaduserasian pemanfaatan ruang di arahkan sebagai kawasan lindung.

Pada waktu ini sedang dilakukan proses verifikasi luasan kawasan lindung dan budidaya untuk lingkup kabupaten/kota. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa kawasan budidaya menjadi lebih luas dari yang direncanakan, dimana penggunaan sektor budidaya kehutanan menjadi sedikit lebih rendah dibandingkan dengan hasil paduserasi (1997) dan penggunaan lainnya meningkat. Peningkatan ini terjadi adanya perubahan beberapa kawasan budidaya hutan dan atau areal penggunaan lain menjadi budidaya lain yang digunakan untuk pengembangan pantai Barat Propinsi Sumatera Utara (industri dan perkebunan) yang juga merupakan kawasan menurut paduserasi tahun 1980 sebagian areal penggunaan lain dan eks HPH (untuk pelepasannya masih memerlukan penetapan Menteri Kehutanan). Selanjutnya perkembangan luas kawasan lindung dan kawasan budidaya Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2.15. Sedangkan berdasarkan peta RTRWP 2003-2018 telah ditetapkan kawasan lindung seluas 2.076.287,00 Ha dan kawasan budidaya seluas 5.091.513 Ha.

Penetapan tersebut belum menjamin dapat dipertahankannya fungsi lindung dari kawasan hutan, oleh karena kondisi di lapangan menunjukkan terjadinya perambahan hutan yang meningkat, sehingga pengurangan luas hutan menjadi lebih luas dari yang tercatat. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara mencatat sekitar 125.000 Ha hutan telah dimutasikan selama periode 1982-1997. Diperkirakan kondisi di lapangan menunjukkan angka yang lebih besar, yaitu sekitar 400.000 Ha. Proses pemaduserasian tata guna hutan dengan kegiatan budidaya skala besar maupun perambahan yang dilakukan masyarakat menjadi kepentingan yang signifikan untuk memprakirakan daya dukung lahan Propinsi Sumatera Utara secara lebih realistis.

Permasalahan utama dari penurunan fungsi lindung adalah terancamnya daerah bawahan dan terganggunya spesies yang dilindungi beserta habitatnya. Keadaan seperti itu dapat menggangu keseimbangan lingkungan yang selanjutnya menimbulkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya.

Gambaran pada peta berikut memberikan perhatian, bahwa pemantapan dan pengawasan terhadap okupasi kawasan lindung perlu diperketat. Alokasi kawasan lindung di setiap kabupaten yang telah disepakati antar-sektor akan menjadi acuan bersama dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang kawasan budidaya. Selanjutnya Peta RTRWPSU Tahun 2003 2018 dapat dilihat pada gambar 2.9.

Tabel 2.15

Luas Kawasan Lindung dan Budidaya Propinsi Sumatera Utara

NoFungsi KawasanBerdasarkan Peta RTRWPSU

Tahun 2003 2018 (Ha)1)

1.

2. Kawasan Lindung

a. Hutan Lindung

b. Lain - lain (HSA, HK) Kawasan Budidaya

a. Hutan (HPT, HP, HPK)

b. Lain-lain

2.076.287,00

1.481.737,69

594.549,31 2) 5.091.713,00

1.835.267,43

3.256.445,57

Total Luas 7.168.000,00

Sumber:Kanwil Kehutanan dan Perkebunan Sumatera Utara, 1998

1) Hasil planimetri dari Dinas Kehutanan Propsu & BPKH Wil. I, 2003

2) Termasuk kawasan perlindungan setempatyang tidak tergambar dala peta skala 1:250.000 (diperhitungkan)

Keterangan :

HSA:Hutan Suaka Alam

HK:Hutan Konservasi

HPT:Hutan Produks i Terbatas

HP:Hutan Produksi Tetap

HPK:Hutan Produksi KonversiGambar 2.9

Peta RTRWP SU 2003 2018

Tabel 2.16

Potensi Kawasan Lindung dan Budidaya Hutan

di Propinsi Sumatera Utara

KabupatenKawasan LindungKawasan Hutan Budi DayaJumlah 1)

HKHL/KLHPTHPHPK

Langkat

Deli Serdang

Karo

Dairi

Pakpak Bharat

Simalungun

Asahan

Labuhan Batu

Toba Samosir

Tapanuli Utara

Hbg Hasundutan

Tapanuli Tengah

Tapanuli Selatan

Mandailing Natal

Nias Utara

Nias Selatan

Medan223.505,00

23.395,00

20.240,00

575,00

5.657,00

2.007,80

-

1.964,56

23.800,00

39,00

500,00

-

52.300,00

-

-

8.350,00

-3.120,90

10.596,07

70.786,29

61.855,65

43.936,61

88.544,25

73.826,54

106.048,69

226.260,37

45.623,60

81.788,27

57.034,00

262.354,48

195.511,06

83.696,98

70.438,85

315,0854.017,43

17.547,56

4.878,08

71.892,90

48.894,00

10.382,15

21.216,15

60.085,87

14.764,36

98.989,01

25.015,66

51.252,70

154.759,68

171.525.17

24.524,41

21.409,94

-41.327,12

63.091,82

13.494,63

11.213,73

7.916,71

89.021,57

11.214,16

96.711,17

31.916,43

103.097,07

70.564,87

5.761,90

279.924,74

36.358,84

4.478,97

70.767,39

--

1.041,89

-

-

-

-

16.840,54

1.875,88

-

-

-

-

1.421,78

-

7.282,20

18.788,95

-321.970,45

115.792,34

109.399,00

145.137,28

106.404,32

189.955,77

123.097,39

266.686,17

296.741,16

247.748,68

177.868,80

114.048,60

750.760,68

403.395,07

119.982,56

189.755,13

315,08

T o t a l362.333,361.481.737,69851.155,07936.861,1247.251,243.679.338,48

Sumber : Hasil Analisis & Perhitungan secara Planimetris Peta RTRWP SU 2003-2018 skala 1:250.000

Dinas Kehutanan Propsu BPKH Wil - I, 2003 1) Belum termasuk kawasan perlindungan setempat yang tidak tergambar dalam peta (diperhitungkan)Potensi kawasan hutan di Popinsi Sumatera Utara mencapai 3.679.338,48 ha yang terdiri dari kawasan lindung seluas 1.844.071,05 ha dan kawasan budidaya hutan seluas 1.835.267,43 Ha. Selanjutnya peta tentang kawasan lindung dan budidaya hutan dapat dilihat pada gambar 2.9a.B. Pemanfaatan RuangPropinsi Sumatera Utara memiliki kawasan darat seluas 71.680 km2 serta kawasan laut sepanjang 12 mil laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Menurut catatan Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, pemanfaatan lahan di Propinsi Sumatera Utara tahun 1998 didominasi oleh kegiatan pertanian seluas 31.926,76 km2 atau sekitar 44,54 % dan oleh kegiatan hutan seluas 24.416,10 km2 atau sekitar 34,06 %. Tabel 2.17 menggambarkan penggunaan lahan di Propinsi Sumatera Utara tahun 2003.

Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terbesar berada di wilayah Pantai Timur, yaitu meliputi areal seluas lebih kurang 57% dari luas areal pertanian Sumatera Utara. Sebagian besar lahan hutan berada di wilayah Pantai Barat, yaitu seluas lebih kurang 69 % dari luas hutan Sumatera Utara. Kegiatan pertanian mendominasi wilayah Pantai Timur, sedangkan wilayah Pantai Barat didominasi oleh kegiatan pertanian dan hutan secara relatif berimbang.

Dalam distribusi ruang, wilayah yang pada saat ini masih memiliki kawasan hutan yang juga berfungsi untuk perlindungan daerah bawahannya ataupun fungsi ekologis lainnya, perlu menyiapkan pengendalian terhadap alih fungsi hutan, baik oleh perambahan maupun pemanfaatan untuk usaha ekonomi formal terutama dalam rangka perolehan PAD. Konflik kepentingan dalam kondisi keterbatasan lahan budidaya perlu diatasi melalui kesepakatan yang mengikat dalam pelestarian kawasan hutan yang berfungsi lindung. Untuk itu, salah satu dasar pengendalian adalah menyesuaikan pengembangan kegiatan pada lahan dengan kemampuan yang memadai.

Gambar 2.9A

Peta Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Hutan

Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 26.360 km2 atau 36,8 % dari luas wilayah Sumatera Utara merupakan wilayah yang subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi, dan curah hujan juga relatif tinggi, meliputi Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Kota Binjai, Medan, dan Tebing Tinggi. Wilayah Pantai Barat meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Nias, Nias Selatan dan Kota Sibolga. Kegiatan di wilayah Pantai Timur umumnya heterogen, dengan kawasan perkotaan yang relatif besar dan prasarana wilayah yang memadai. Wilayah ini sesuai untuk pengembangan berbagai jenis kegiatan budidaya, terutama perkebunan dan tanaman pangan. Kegiatan perkotaan juga cenderung berkembang dengan pesat, terutama di daerah Medan dan sekitarnya.

Meskipun wilayah Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara saat ini belum dikembangkan secara optimal, namun memiliki potensi yang besar bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya, seperti perikanan laut, perkebunan, dan hortikultura. Sedang wilayah Tengah yang merupakan dataran tinggi dengan tingkat kesuburan yang bervariasi potensial untuk dikembangkan bagi tanaman hortikultura.

Selain memiliki enam SWS dan dua SWS lintas propinsi dimana danau dengan debit air yang cukup besar yang potensial bagi sistem pengairan, Propinsi Sumatera Utara juga memiliki air terjun yang potensial sebagai sumber energi.

Jenis tanah di Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh tanah litosol, podsolik, dan regosol (22,34 % luas Propinsi) yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, dan Tapanuli Selatan, Mandailing Natal. Tanah jenis ini sesuai bagi pengembangan budidaya perkebunan.

Tabel 2.17

Penggunaan Lahan di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 (dalam Ha)

Kabupaten/KotaPermukimanIndustriPertam

banganPersawahanPert. Tanah

KeringKebunPerkebunanSemakHutanPerairan

DaratTanah TerbukaLain lainLuas

Wilayah

Asahan 26.7251.06220752.40620.53714.108226.9514.26273.134122509.00817.425458.075

D a i r i12.0861.145 -14.16642.20919.40043.19245.658119.36010413.1934.097314.610

Deli Serdang

Labuhan Batu

K a r o

Langkat

N i a s*

Simalungun

Tapanuli Selatan*

Mandailing Natal

Tapanuli Tengah

Tapanuli Utara*

Toba Samosir

Binjai

Medan

Pematangsiantar

Sibolga

Tanjungbalai

Tebing Tinggi30.2832.00125092.73748.68617.045187.1851.02146.6474540-9.399439.794

29.8942.789-89.33446.96421.085385.78333.382218.2743755727.27029.986922.318

4.25860111215.19652.97720.64022.58416.05558.11996613.8117.406212.725

39.9061.171-57.36115.70520.635204.4116.908256.4921140999811.333626.329

11.811621-22.33544.70829.885124.83528.401214.5861218629.56213.143532.073

14.9761.098-53.46450.79128.978165.10134.64168.91272149619.482438.660

35.5251.542-49.16045.66146.581239.761137.851664.429501623.68420.9721.270.182

17.327752-23.97822.27022.720116.94167.235324.068244611.55210.229619.518

10.591624-17.9478.77215.46955.76914.24575.695106001.8137.275218.800

23.1649718136.16443.19915.02046.295111.100176.62166.2903.99160.396583.292

18.9527956729.58935.34412.28937.87790.900144.50854.2373.26649.414477.238

2.221144-2.3644131.7701.343--4-7749.033

16.550360-3.1001.76583233288669728-2.18526.510

2.174202-2.252664824877--95-9117.999

88812---8----461231.077

1.778184-6701862.270-749642-7466.052

2.015128-424574107-20-112-4033.783

Sumatera Utara301.12416.202717562.647481.425289.6661.858.938592.0412.441.610219.303138.690265.6997.168.068

Sumber : Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, 2003

* Termasuk Kabupaten yang dimekarkanGambar 2.10

Peta Penggunaan Lahan Propinsi Sumatera Utara

C. Kendala Fisik Terhadap Pemanfaatan Ruang

Kawasan bagian Tengah dan Pantai Barat Sumatera Utara seluas 45.320 km2 atau 63,2% dari luas Sumatera Utara sebagian besar merupakan pegunungan. Kawasan dengan variasi tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi, dan kontur; tercatat sebagai daerah gempa tektonik, vulkanik, dan daerah yang struktur tanahnya labil; memiliki danau, sejumlah sungai dan air terjun yang meliputi kawasan sepanjang Bukit Barisan, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Simalungun, Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Kota Pematangsiantar. Dataran tinggi di kawasan Tengah relatif terbatas bagi pengembangan, oleh karena sebagian merupakan hutan berfungsi lindung. Aktifitas ekonomi juga cenderung homogen. Sedang kawasan Pantai Barat merupakan wilayah yang relatif belum berkembang dengan prasarana yang terbatas. Walaupun demikian memiliki berbagai potensi sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan bagi perkembangan wilayah.

Di Sumatera Utara terdapat kawasan yang rentan terhadap gerakan tanah (gambar 2.11). Lokasi spesifik yang potensial mengalami longsoran, runtuhan, banjir bandang, dan rayapan adalah di sekeliling Danau Toba, Tapanuli Selatan bagian Selatan, Utara Sibolga, dan di Selatan Pulau Nias. Sedang kawasan yang rentan terhadap rayapan adalah di bagian Tengah Pulau Nias. Sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara-Selatan pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran, maupun banjir bandang. Lokasi-lokasi spesifik yang rentan gerakan tanah tersebar di dataran tinggi di bagian Tengah Sumatera Utara.

Kawasan pesisir di Pantai Timur dan Barat merupakan dataran banjir. Sedangkan kawasan yang secara geologis relatif mantap berada di Pantai Timur berbatasan dengan pesisir, di sekitar Danau Toba, serta sekeliling Pulau Nias.

Kondisi daerah tangkapan air di Danau Toba dan DAS Lau Renun pada saat ini dalam kondisi memprihatinkan yang berpotensi mengurangi ketersediaan air. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan fungsi lindung bagi kawasan tersebut.

Gambar 2.11

Peta Penafsiran Gerakan Tanah di Propinsi Sumatera Utara

D. Kesesuaian LahanPenilaian kesesuaian lahan dilakukan untuk keperluan alternatif pemanfaatan lahan. Secara umum kesesuaian lahan di Propinsi Sumatera Utara dibagi dalam 6 (enam) kategori, yaitu :

a. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah

Sebagian besar lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah berada di kawasan Pantai Timur dan sekitar DAS di pantai Timur Kabupaten Langkat, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan, Karo, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Mandailing Natal, Dairi, Tapanuli Tengah. Untuk kawasan bagian Tengah, hanya terdapat di sebelah Selatan Danau Toba, dan sebagian kecil lainnya terdapat di wilayah pesisir pantai Barat, wilayah pesisir Pulau Nias, pantai Barat Pulau Pini dan pantai Barat Pulau Tanahmasa (gambar 2.12).

b. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering

Lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan lahan kering sebagian besar berada di wilayah bagian Timur, yaitu di Langkat, Toba Samosir, Simalungun, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan bagian Selatan, dan wilayah sekitar Danau Toba terutama di Dairi. Sebagian kecil lainnya terdapat di sekitar Kabanjahe, Langkat, pesisir pantai Barat, pesisir Pulau Nias, pantai Barat Pulau Pini dan pantai Barat Pulau Tanahmasa (gambar 2.13).

c. Kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan (perkebunan)

Lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman tahunan atau perkebunan meliputi hampir dua per tiga wilayah Sumatera Utara, terutama di wilayah bagian Timur, kawasan sekitar Danau Toba, wilayah bagian Selatan, pantai Barat, serta di pulau-pulau kecil. Sedangkan kawasan yang tidak sesuai untuk perkebunan berada di bagian Tengah di sebelah Utara Danau Toba, sepanjang pantai Barat, Mandailing Natal bagian Selatan, Tapanuli Selatan bagian Utara, dan beberapa tempat di Labuhan Batu yang tidak dilalui DAS (gambar 2.14).

d. Kesesuaian lahan untuk kawasan hutan

Lahan yang sesuai untuk kawasan hutan meliputi kawasan yang sesuai untuk perkebunan, tanaman pangan lahan kering, dan kawasan tanaman pangan lahan basah yang tidak berada di sekitar aliran sungai atau di sekitar pantai. Kawasan tersebut meliputi sebagian besar kawasan di bagian Timur, jalur Tengah, wilayah bagian Selatan, pantai Barat, di Pulau Nias secara terbatas dan pulau-pulau kecil lainnya. Kawasan ini tidak termasuk kawasan pinggir pantai yang sesuai untuk lahan basah. Peta kesesuaian hutan produksi tertera pada gambar 2.15.

e. Kesesuaian lahan untuk peternakan

Lahan yang sesuai untuk budidaya peternakan mengikuti kawasan perkebunan, kawasan tanaman pangan lahan kering, dan kawasan tanaman pangan lahan basah yang tidak berada di sekitar pantai.

f. Kesesuaian lahan untuk perikanan

Lahan yang sesuai untuk perikanan, khususnya perikanan laut berada di kawasan pantai Barat Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Medan, serta sepanjang pantai Asahan dan Labuhan Batu, Tanjungbalai, Madina. Selain itu juga terdapat di wilayah pantai di Teluk Tapanuli di Sibolga dan Tapanuli Tengah, beberapa lokasi di wilayah pantai Mandailing Natal, pantai Pulau Nias, pantai Pulau Pini, dan pantai Pulau Tanahmasa (gambar 2.12), perikanan danau di kabupaten yang memiliki kawasan Danau Toba (Toba Samosir, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Simalungun, Karo) dan Tapanuli Selatan (Danau Siais).

Gambar 2.12

Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Basah dan Perikanan

Gambar 2.13

Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Kering

Gambar 2.14

Peta Kesesuaian Lahan Perkebunan

Gambar 2.15

Peta Kesesuaian Lahan Hutan Produksi

2.2.3 Perekonomian Wilayah

A. Pertumbuhan Ekonomi

Sumatera Utara merupakan kawasan yang secara ekonomi berkembang paling pesat di Pulau Sumatera. Berdasarkan Statistik Indonesia Tahun 2001 PDRB dengan harga konstan Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2000 mencapai Rp 24.016,652 milyar. Dalam lingkup Pulau Sumatera total PDRB Sumatera Utara dengan harga berlaku adalah tertinggi yaitu Rp 68.212,374 milyar dan dalam lingkup nasional PDRB dengan migas berada pada urutan ke enam setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.

Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Utara sebelum terjadinya krisis perekonomian berkisar pada angka 9% per tahun, yaitu di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 1996-1997 laju pertumbuhan mengalami penurunan menjadi 4,76%, walaupun jumlah absolut PDRB masih tetap mengalami peningkatan. Sedangkan pada tahun 1997-1998 penurunan laju pertumbuhan PDRB mencapai 10.98% dengan nilai total PDRB yang juga mengalami penurunan menjadi Rp. 21.862,89 milyar.

Gambar 2.16

Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara

Tahun 1994 2002

Sumber : Kantor BPS Sumatera Utara, 2003

Dengan menurunnya laju pertumbuhan PDRB hingga posisi negatif pada tahun 1998, pertumbuhan sektor-sektor juga mengalami pertumbuhan negatif kecuali sektor pertanian. Pada awal terjadinya krisis perekonomian pada tahun 1997 sektor yang mengalami penurunan pertumbuhan terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor lainnya menurun secara terbatas, bahkan sektor listrik, gas, dan air minum masih mengalami peningkatan laju pertumbuhan. Namun pada tahun 1998 dampak krisis ekonomi dan moneter mengena pada seluruh sektor, terutama sektor bangunan dan keuangan, kecuali sektor pertanian yang bertahan dengan pertumbuhan positif, yaitu sebesar 1,26%. Sektor industri yang selama ini berkembang pesat mengalami penurunan pertumbuhan hingga 11,47%. Perkembangan laju pertumbuhan sektoral di Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 2.16.

Laju pertumbuhan sektor pertanian yang positif terutama disebabkan oleh perkembangan subsektor perkebunan, di mana industri pengolahan hasil perkebunan sebagai konsumen hasil perkebunan ternyata mampu bertahan terhadap krisis dengan orientasi produksi yang lebih ditekankan kepada ekspor. Sektor pertanian yang selama ini mulai ditinggalkan nyatanya lebih mampu bertahan terhadap goncangan perekonomian dan sejak itu mulai memperoleh perhatian, terutama kegiatan pertanian rakyat.

Gambar 2.17

Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar HargaKonstan

Menurut Lapangan Usaha di Sumatera Utara Tahun 2000 2002

Sumber : Kantor BPS sumatera Utara, Tahun 2003

Secara sektoral perekonomian Sumatera Utara terutama ditunjang oleh kegiatan di sektor pertanian, industri, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi sektor-sektor tersebut terhadap PDRB Sumatera Utara. Krisis perekonomian yang terjadi pada dua tahun terakhir tidak mempengaruhi struktur kontribusi PDRB menurut lapangan usaha. Dalam kurun waktu tersebut sektor pertanian tetap memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDRB Sumatera Utara, walaupun mengalami penurunan sejak sebelum masa krisis ekonomi dan moneter. Sedangkan sektor industri berada pada urutan kedua terbesar setelah sektor pertanian dengan angka yang tidak jauh berbeda dan kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Gambaran kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 2.18.

Setelah melewati masa krisis ekonomi, di tahun 2001 sektor pertanian tetap memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 26,68% diikuti sektor industri sebesar 26,89% dan sektor perdagangan menyumbang sebesar 19,41%. Sektor lainnya yang mengalami peningkatan adalah sektor jasa dan komunikasi masing masing sebesar 7,39% dan 5,60%.

Perkembangan di atas mengindikasikan bahwa perkembangan sektor industri di masa datang adalah prospektif jika ditunjang oleh kondisi perekonomian yang stabil. Sehingga dengan kondisi perekonomian yang kurang menguntungkan akhir-akhir ini, sektor industri mengalami tantangan yang berat untuk tetap bertahan. Dalam kondisi seperti di atas, kegiatan usaha pada sektor primer atau yang berbasis pada sektor primer nyatanya lebih mampu bertahan terhadap gejolak perekonomian. Kegiatan ini lebih mengarah pada pemanfaatan dan pengolahan di sektor hulu, diantaranya adalah kegiatan usaha yang berbasis pada pertanian dan pertambangan. Sedangkan kegiatan pada sektor lainnya seperti perdagangan, pengangkutan, dan jasa yang umumnya merupakan derivat kegiatan primer sangat tergantung pada kondisi sektor primer.

Gambar 2.18

Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

Sumatera Utara Tahun 2000 - 2002

Sumber : Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2001

Sektor Pertanian

Sektor pertanian di Sumatera Utara terutama di dukung oleh subsektor perkebunan dengan kontribusi mencapai 12,07 % pada tahun 2001 dan pertanian tanaman pangan dengan kontribusi 10,56 %. Dalam rentang tahun 1998-2002, rata-rata laju pertumbuhan sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan secara berurutan mencapai 11,57 % dan 10,52 %. Hal ini disebabkan karena terjadinya peralihan penggunaan lahan dari tanaman pangan ke perkebunan. Dengan adanya krisis perekonomian, pertanian tanaman pangan kembali diperhatikan sebagai alternatif kegiatan ekonomi bagi tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan. Hal ini terbukti dengan peningkatan kontribusi pertanian tanaman pangan yang cukup tinggi pada tahun terakhir.

Kemampuan sektor pertanian untuk bertahan dengan laju pertumbuhan positif juga didukung oleh subsektor peternakan, kehutanan, dan perikanan. Rata-rata laju pertumbuhannnya tahun 2001 secara berurutan adalah 2,83 %, 1,44 %, dan 3,15 %. Terjadinya El Nino dan la Nina berpengaruh positif terhadap hasil perikanan Indonesia khususnya dan wilayah Pasifik pada umumnya. Secara rinci pertumbuhan dan kontribusi subsektor pertanian terhadap PDRB dapat dilihat dalam tabel 2.18.

Tabel 2.18

Kontrabusi Sektor dan Subsektor Pertanian dalam PDRB

Tahun 1995-2002 (dalam %)

Sektor/Subsektor19951996199719981999200020012002

Pertanian24,8525,0024,7925,4430,6229,6830,0529,10

Tanaman Pangan 9,008,868,609,7611,1310,6810,5610,30

Perkebunan9,7210,229,619,7612,7211,6812,0711,58

Peternakan2,352,392,882,752,932,902,832,75

Kehutanan1,381,281,191,121,271,371,441,32

Perikanan2,392,252,512,062,563,053,153,15

Sumber : Program Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara, 2001-2005

Kantor BPS Sumatera Utara Tahun 2003

Tabel 2.19

Laju Pertumbuhan Sektor dan Subsektor Pertanian dalam PDRB

Tahun 1995-2002 (dalam %)

Sektor/Subsektor19951996199719981999200020012002

Pertanian8,618,718,982,105,544,783,60,05

Tanaman Pangan13,229,77-0,413,672,266,441,246,20

Perkebunan7,958,0712,014,046,844,495,682,53

Peternakan-5,8012,398,51-14,3614,004,513,751,73

Kehutanan18,126,798,710,325,360,286,581,52

Perikanan6,385,0931,935,324,433,602,286,60

Sumber : Program Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara, 2001-2005

Kantor BPS Sumatera Utara Tahun 2003

Subsektor perkebunan sebagai penyumbang terbesar PDRB Sumatera Utara memiliki sejarah perkembangan sejak lama. Luas areal perkebunan sampai tahun 1997 mencapai lebih dari 1,5 juta ha dengan produksi mencapai 3.085.692,41 ton. Lebih dari 75 % produksi perkebunan tersebut merupakan produksi kelapa sawit. Kabupaten yang memiliki luas areal perkebunan yang besar diantaranya adalah Kabupaten Labuhan Batu, Asahan, Tapanuli Selatan, Deli Serdang, Simalungun, dan Langkat, yang pada umumnya berada di Pantai Timur Sumatera Utara. Secara keseluruhan kegiatan perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara/swasta di Sumatera Utara memiliki luas yang hampir sama. Namun produksi perkebunan besar jauh lebih besar karena diutamakan pada pengembangan perkebunan kelapa sawit. Luas lahan untuk kelapa sawit pada perkebunan besar dua kali lebih besar dibandingkan luas kelapa sawit pada perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat luas lahan perkebunan terbesar adalah untuk komoditi karet yang memiliki hasil produksi lebih kecil dibandingkan kelapa sawit. Komoditi perkebunan lainnya yang dikembangkan dengan produksi yang cukup besar adalah kelapa, coklat, dan kopi. Berdasarkan hasil analisis I-O, kegiatan perkebunan selama ini telah memiliki kaitan yang kuat dengan sektor sekunder dan tersier, sehingga dapat menciptakan tata-kaitan yang cukup baik antara sektor-sektor tersebut. Komoditi yang memiliki pasar internasional adalah minyak sawit, kopi, dan tembakau Deli.

Subsektor lain yang memiliki kontribusi besar pada sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan, dengan produksi terbesar berasal dari tanaman padi, baik padi sawah maupun padi ladang. Luas baku sawah sampai tahun 1997 adalah sebesar 525.143 Ha dan 55 % diantaranya merupakan sawah irigasi. Produksi padi tahun 2001 mencapai 3.248.291 ton dengan produksi tertinggi berasal dari Deli Serdang. Daerah lainnya yang memiliki produksi besar adalah Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Simalungun, Asahan, Langkat, Labuhan Batu, dan Tapanuli Utara/Toba Samosir. Gambaran ini menunjukkan bahwa tanaman padi pada umumnya juga berkembang di wilayah pantai Timur. Produktifitas padi yang telah mencapai 4 ton/Ha atau lebih hanya terdapat di Pematangsiantar, Simalungun, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tebing Tinggi, Medan, Deli Serdang, Asahan, Tanjung Balai, dan Karo. Sedangkan di daerah lain produktifitasnya masih di bawah 4 ton/ha. Peningkatan produktifitas tanaman padi dapat dilakukan melalui intensifikasi pengolahan lahan, oleh karena tidak memungkinkan lagi untuk melakukan ekstensifikasi.

Propinsi Sumatera Utara secara keseluruhan telah mencapai swasembada beras, namun belum mencakup seluruh kabupaten/kota. Dengan perhitungan standar kebutuhan beras 150 kg/jiwa/tahun, maka beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dapat memproduksi padi melebihi kebutuhan daerahnya, yaitu Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara/Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, dan Langkat.

Subsektor perikanan walaupun memiliki kontribusi yang kecil terhadap pembentukan PDRB, namun memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi, dan dalam masa krisis menunjukkan laju tertinggi. Kontribusi sub sektor ini dalam PDRB tahun 2001 sebesar 3,15 % dan laju pertumbuhan pada tahun 1998-2002 mencapai 2,80 %. Dari gambaran tersebut terlihat, bahwa subsektor perikanan memiliki ketahanan terhadap goncangan perekonomian, sehingga berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut. Potensi kelautan Sumatera Utara yang meliputi kawasan laut yang berbatasan sejauh 12 mil laut dari garis pantai dengan sumber daya yang dimilikinya hingga kini belum digarap secara optimal sebagaimana wilayah lain di Indonesia. Pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing memerlukan tindakan pengamanan yang lebih serius. Subsektor perikanan di Sumatera Utara lebih didominasi oleh perikanan laut yang meliputi hampir 90 % dari produksi ikan keseluruhan, di mana Asahan dan Medan merupakan penghasil ikan laut yang utama, yaitu sekitar 40 % dari hasil laut. Namun, hasil dari daerah lain juga tidak dapat diabaikan, seperti Sibolga, Deli Serdang, Tanjung Balai, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan/Mandailing Natal. Sedangkan perikanan darat terdiri atas perikanan budidaya di mana Deli Serdang merupakan penghasil utama dan perikanan di perairan umum dengan Asahan dan Tapanuli Selatan/Mandailing Natal merupakan penghasil terbesar.

Subsektor peternakan juga merupakan kegiatan usaha lain yang dapat dikembangkan, walaupun kontribusinya terhadap perekonomian Sumatera Utara selama ini masih terbatas. Kegiatan ini membutuhkan investasi yang lebih besar dengan risiko yang lebih tinggi, terutama serangan hama penyakit, namun tidak memerlukan lahan yang luas, kecuali untuk jenis peternakan besar yang membutuhkan padang penggembalaan. Kontribusi sub sektor ini di dalam PDRB pada tahun 2002 sebesar 2,75 % dengan laju pertumbuhan 1998-2002 sebesar 8,58 %.

Subsektor kehutanan di Sumatera Utara lebih banyak dikembangkan di wilayah dengan kemiringan yang lebih tinggi, yaitu wilayah Tengah yang merupakan kawasan pegunungan bukit barisan. Di samping hutan lindung, terdapat beberapa jenis hutan produksi yang menghasilkan beberapa produk ekspor, seperti kayu olahan dan kayu lapis. Pengembangan pada subsektor kehutanan dilakukan secara lebih terbatas, sehingga kawasan hutan dapat dimanfaatkan tanpa merusak kelestariannya. Kontribusi subsektor kehutanan di dalam PDRB pada tahun 2001 yaitu sebesar 1,44 dengan laju pertumbuhan 1998-2001 sebesar 2,76 %.Sektor Pertambangan

Walaupun sektor pertambangan bukan merupakan sektor utama di Sumatera Utara dengan kontribusi terhadap PDRB yang terbatas, namun memiliki peluang usaha yang dapat dikembangkan. Sebagai sektor primer, kegiatan pertambangan merupakan kegiatan ekonomi alternatif yang dapat dilakukan disamping pertanian. Selama ini kegiatan usaha pertambangan lebih didominasi oleh kegiatan pertambangan bahan galian golongan C, dimana yang terbesar terdapat di Kabupaten Langkat. Di kabupaten ini juga terdapat pengembangan kegiatan pertambangan migas. Selain itu untuk bahan galian golongan A terdapat di Kabupaten Labuhan Batu berupa batu bara, gambut, timah putih dan bahan galian B berupa bauksit, dan arsen. Dalam keterbatasannya, produksi kegiatan pertambangan Sumatera Utara telah memasuki pasar internasional dengan komoditi pasir silika dan pasir alam lainnya, serta hasil migas dari Langkat. Kontribusi sub sektor Pertambangan dalam PDRB pada tahun 2002 yaitu sebesar 1,67 % dengan laju pertumbuhan antara 1998-2002 sebesar 9,16 %.

Sektor Industri

Sektor industri di Sumatera Utara merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian. Dengan jenis industri yang sangat beragam, Sumatera Utara berkembang menjadi wilayah industri terbesar di Pulau Sumatera dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5 % pertahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 1997, jenis industri terbesar yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri kecil (lebih dari 95 %) diikuti oleh aneka industri.

Dengan jenis industri yang sangat beragam, Sumatera Utara berkembang menjadi wilayah industri terbesar di Pulau Sumatera dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6,376% pertahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2002, jenis industri terbesar yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri kecil (lebih dari 90 %) diikuti oleh aneka industri.

Investasi di sektor industri meningkat seiring dengan peningkatan jumlah industri dengan laju pertumbuhan 1999-2000 sebesar rata-rata 3,5 % per tahun. Investasi terbesar selama ini adalah pada jenis industri mesin dan logam dasar yang mencapai sekitar 45 % dari investasi di sektor industri secara keseluruhan. Pada posisi kedua diikuti oleh jenis aneka industri yang menyerap sekitar 35 % dari investasi keseluruhan.

Penyerapan tenaga kerja di sektor industri juga berkembang dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,15% per tahun. Jumlah tenaga kerja terbesar diserap oleh jenis industri kecil (sekitar 65%) dan aneka industri (sekitar 25%).

Sedangkan nilai produksi dari sektor industri meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,80 % per tahun. Nilai produksi terbesar dihasilkan oleh jenis aneka industri yang mencapai Rp 3.504.120 juta pada tahun 1997, yakni hampir 50 % dari nilai produksi industri keseluruhan. Kedua terbesar adalah industri mesin dan logam dasar yang mencapai Rp 2.325.390 juta atau sekitar 33 %.

Dari gambaran di atas, dapat diindikasikan terjadinya kesenjangan, di mana penyerapan tenaga kerja terbesar berada pada jenis industri kecil yang memiliki nilai tambah terbatas. Sedangkan nilai produksi tinggi terdapat pada jenis industri yang menyerap investasi besar, seperti industri mesin dan logam dasar serta aneka industri yang melibatkan lebih sedikit tenaga kerja. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan industri belum mendistribusikan nilai tambah secara berarti bagi masyarakat luas.

Dilihat menurut kabupaten/kota, jumlah kegiatan usaha terbesar pada tahun 1997 berada di Tapanuli Utara/Toba Samosir, Medan, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, dan Deli Serdang. Sedangkan industri yang menyerap tenaga kerja terbesar berlokasi di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang. Industri dengan nilai investasi dan produksi besar cenderung terkonsentrasi di Medan, Asahan, Deli Serdang, serta di Tapanuli Utara/Toba Samosir. Jika dilihat rasio antara nilai produksi terhadap nilai investasi, Asahan, Deli Serdang, dan Tapanuli Utara/Toba Samosir memiliki rasio lebih tinggi, sedangkan Medan memiliki rasio yang lebih rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa jenis industri yang berlokasi di Medan merupakan industri biaya tinggi dengan peningkatan nilai produksi yang membutuhkan waktu yang lebih panjang.

Krisis perekonomian memberikan dampak lebih besar terhadap industri besar dan sedang, dimana pada tahun 1997 jumlah unit usaha dan tenaga kerja mengalami penurunan yang berarti. Jenis industri besar dan sedang sebagian besar berlokasi di Kab. Deli Serdang, Medan, dan Asahan.

Sektor Pariwisata

Sebagai salah satu sektor andalan di Sumatera Utara, sektor pariwisata merupakan sektor yang rawan terhadap masalah keamanan. Dengan obyek wisata yang memiliki pasar internasional, seperti kawasan Danau Toba dan sekitarnya, kawasan Brastagi dan Tanah Karo, serta Pulau Nias dan sekitarnya, Sumatera Utara memiliki potensi besar dalam pengembangan pariwisata. Dukungan infrastruktur yang memadai, keberadaan akomodasi dan fasilitas lainnya sangat menunjang dalam percepatan perkembangan pariwisata. Namun masalah keamanan nasional dan kawasan sekitar Sumatera Utara dapat menjadi kendala bagi peningkatan kunjungan wisatawan, terutama wisatawan mancanegara.

Perdagangan

Sektor perdagangan merupakan sektor yang cukup potensial dengan sumbangan ketiga terbesar terhadap PDRB propinsi setelah sektor pertanian dan industri. Kegiatan perdagangan, terutama perdagangan luar negeri atau ekspor dan impor dari tahun ke tahun selalu surplus. Hingga tahun 2001, volume ekspor mengalami peningkatan volume mencapai 5.492.341 ton tetapi nilainya menurun, yaitu mencapai 2,294 juta US$. Sedangkan volume impor pada tahun 2001 mengalami penurunan. Kondisi ini berlanjut hingga tahun 2002, di mana kegiatan ekspor maupun impor mengalami penurunan yang tajam, di mana nilai ekspor tetap surplus terhadap nilai impor.

Komoditi utama yang menjadi andalan ekspor Sumatera Utara adalah hasil industri hasil perkebunan (minyak kelapa sawit) dan hasil perikanan (ikan dan udang), serta aluminium, hasil hutan, dan hasil perkebunan lain (kopi dan coklat). Sedangkan barang impor yang utama adalah barang modal dan bahan baku penolong, seperti mesin dan alat pengangkutan, dan barang-barang produk industri.

Investasi

Investasi di Sumatera Utara pada tahun 1995 terutama berasal dari PMDN dengan nilai terbesar pada sektor industri dan perhotelan. Sedangkan PMA lebih diinvestasikan pada sektor jasa, di mana pada tahun sebelumnya lebih diutamakan pada sektor pertanian dan industri. Jika dilihat kecenderungan hingga tahun 1995, nilai investasi yang ditanamkan senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Krisis perekonomian mengakibatkan investasi di Sumatera Utara mengalami penurunan.

B. Kesenjangan Wilayah

Dilihat berdasarkan kabupaten/kota, penyumbang terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara adalah Kota Medan dengan sumbangan mencapai 23,63 % dari nilai PDRB propinsi pada tahun 2001. Penyumbang terbesar lainnya untuk tahun yang sama adalah Kabupaten Deli Serdang yang mencapai 11,65 % dan Kabupaten Asahan sebesar 13,14 %. Pada tahun 1997 sampai 2001, kontribusi setiap kabupaten/kota terhadap PDRB propinsi menunjukkan besaran yang hampir sama setiap tahun. Hal ini menunjukkan tidak terjadi perubahan kegiatan perekonomian yang signifikan di setiap daerah.

Berdasarkan kontribusi kabupaten/kota dapat dilihat bahwa wilayah di pantai Timur memiliki kontribusi yang lebih tinggi terhadap PDRB propinsi dibandingkan dengan wilayah di pantai Barat. Kabupaten/kota yang memiliki kontribusi tinggi dan sedang di antaranya adalah Medan, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Simalungun, dan Langkat. Sedangkan kabupaten/kota lainnya memiliki kontribusi lebih rendah (gambar 2.19).

Kesenjangan kontribusi PDRB tersebut mencerminkan jenis kegiatan perekonomian yang berkembang di setiap daerah. Di kawasan pantai Timur lebih berorientasi pada kegiatan perekonomian utama, seperti kegiatan perkebunan, pertanian tanaman pangan, dan industri, di mana kondisi fisik lahan dan dukungan infrastruktur sangat menunjang untuk perkembangan permukiman dan kegiatan usaha. Sedangkan di kawasan Tengah yang secara fisik memiliki keterbatasan cenderung dikembangkan kegiatan pertanian lahan kering, tanaman keras, serta kehutanan (hutan produksi), di samping terdapat kawasan hutan lindung. Dan di kawasan pantai Barat dengan kondisi fisik yang juga memiliki keterbatasan, kegiatan perekonomian utama yang berkembang adalah perikanan laut dan kehutanan.

Kawasan perkotaan pada umumnya memiliki PDRB per kapita tinggi, seperti Tanjung Balai, Pematangsiantar, Medan dengan nilai di atas Rp 7 juta, di mana PDRB per kapita rata-rata tercatat sebesar Rp 8.801.232. Kawasan dengan PDRB per Kapita kurang dari Rp 7 juta adalah Kota Sibolga, Tebing Tinggi dan