Download - Rpp Pend Kejuruan

Transcript
Page 1: Rpp Pend Kejuruan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH

NOMOR………….TAHUN…………….

TENTANG

PENDIDIKAN KEJURUAN, VOKASI, DAN PROFESI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem                     Pendidikan Nasional mengamanatkan ditetapkannya Peraturan                     Pemerintah tentang Pendidikan Kejuruan, Vokasi, dan Profesi;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang- Undang dasar Negara Republik Indonesia                       Tahun 1945;                   2. Undang- undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan                       Nasional (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78 Tambahan                       Lembaran Negara Nomor 4301);                   3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang                       Pemerintahan Daerah                   4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor1 Tahun 2004 tentang                       Perbendaharaan Negara                   5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang                       Ketenagakerjaan                  6. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang                      Pemeriksaan, Penglolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA                      TENTANG PENDIDIKAN KEJURUAN, VOKASI,                      DAN PROFESI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.

2. Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana

3. Pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus

4. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi

5. Jalur pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang

6. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan sistem pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggaran dan/atau satuan pendidikan yang belaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia

Page 2: Rpp Pend Kejuruan

7. Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan;

8. Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disebut SPM adalah ketentuan minimal yang harus dipenuhi untuk pendirian dan penyelenggaraan satuan pendidikan.

9. Standar kompetensi lulusan pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kemampuan minimal peserta didik, yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotorik, dan afektif, yang harus dimilikinya untuk dapat dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.

10. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada satuan pendidikan tertentu.

11. Siswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah 12. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi. 13. Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang dipakai sebagai acuan

untuk merencanakan, mengembangkan program dan penyelenggaran kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi yang bersangkutan, berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan pengembangan peraturan umum di perguruan tinggi yang bersangkutan.

14. Evaluasi pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur kinerja institusi pendidikan termasuk pengelolaan pendidikan, program pendidikan, atau satuan pendidikan pada setiap jenjang, jalur dan jenis pendidikan yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

15. Standarisasi kompetensi adalah proses merumuskan, menetapkan, memberlakukan, menerapkan dan mengembangkan standar kompetensi.

16. Sertifikat Kompetensi adalah jaminan tertulis atas penguasaan kompetensi pada bidang dan jenjang profesi tertentu, yang diberikan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi profesi yang telah diakreditasi

17. Uji kompetensi adalah kegiatan penilaian atas kompetensi yang dimiliki oleh seseorang yang merujuk pada standar kompetensi bidang dan jenjang profesi tertentu.

18. Ujian adalah salah satu bentuk penilaian pendidikan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada suatu satuan pendidikan.

19. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

20. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum efektif dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.

21. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.

22. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. .

23. Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan yang selanjutnya disebut LPMP adalah unit pelaksana teknis Departemen yang berkedudukan di provinsi dan bertugas untuk membantu Pemerintah Daerah dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan non formal, dalam pengendalian mutu pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan;

24. Akreditasi adalah penilaian kelayakan satuan atau program pendidikan berdasarkan standar nasional pendidikan

25. Badan Akreditasi Sekolah Nasional yang selanjutnya disebut BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program pendidikan dan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

26. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAN-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program pendidikan dan satuan pendidikan jalur pendidikan non formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

27. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut BAN-PT adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program pendidikan dan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

28. Badan Akreditasi tingkat Provinsi untuk sekolah dan madrasah yang selanjutnya disebut BAP-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program pendidikan dan satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal pada tingkat Provinsi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan

29. Badan Akreditasi Tingkat Provinsi untuk Pendidikan Non Formal yang selanjutnya disebut BAP-PNF adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program pendidikan

Page 3: Rpp Pend Kejuruan

dan satuan pendidikan jalur pendidikan non formal pada tingkat Provinsi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan

30. Pengelolaan pendidikan adalah pengaturan tentang perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pendidikan.

31. Dana pendidikan adalah sumber daya yang diperlukan untuk menyelenggarakan pendidikan.

32. Pendanaan pendidikan adalah pengaturan tentang penghimpunan, penyimpanan, pengalokasian, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana pendidikan.

33. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendi-dikan secara teratur dan berkelanjutan.

34. Departemen adalah departemen yang bertanggung jawab di bidang pendidikan 35. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan.

BAB II

PENDIDIKAN KEJURUAN

Bagian Kesatu

Tujuan dan Fungsi

Pasal 2

(1) Pendidikan kejuruan bertujuan:

a. mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berperasaan halus, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis dalam sikap dan perilaku serta memahami sistem ketatanegaraan demokratis, memiliki tanggung jawab sosial, memiliki wawasan kebangsaan, menghargai pluralisme dan hak-hak asasi manusia, peduli pada pelestarian lingkungan, memiliki integritas dan taat kepada hukum termasuk kesadaran membayar pajak dan sikap antikorupsi, serta tidak tercabut dari akar budaya Indonesia;

b. membentuk manusia berkualitas secara spiritual, emosional, intelektual, dan fisik, yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta memiliki sikap wirausaha untuk mendukung peningkatan daya saing bangsa, dan

c. memberikan bekal kompetensi keahlian kejuruan kepada peserta didik untuk bekerja dalam bidang tertentu.

(2) Pendidikan kejuruan berfungsi untuk:

a. menyiapkan peserta didik menjadi manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1). b. menyiapkan peserta didik menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri atau mengisi

lowongan pekerjaan yang ada di dunia kerja sebagai tenaga kerja tingkat menengah. c. menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetisi,

beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminatinya.

d. menyiapkan peserta didik untuk mampu mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Karakteristik Pendidikan Kejuruan

Pasal 3

(1) Pendidikan kejuruan dikembangkan berdasarkan tuntutan kebutuhan dunia kerja (demand driven) dan menciptakan lapangan kerja baru (market driven). (2) Pendidikan kejuruan menganut sistem terbuka (multi entry-multi exit dan permeable). (3) Pendidikan kejuruan dikembangkan berbasis kompetensi yang dalam pelaksanaannya terutama menggunakan pendekatan pemelajaran berbasis produksi. (4) Proses pemelajaran berbasis kompetensi dan produksi pada pendidikan kejuruan disesuaikan dengan proses produksi di dunia industri/dunia kerja dan dalam kehidupan nyata sesuai dengan

Page 4: Rpp Pend Kejuruan

kebutuhan serta tuntutan kompetensi. (5) Penyelenggaraan pendidikan kejuruan menggunakan pendekatan pendidikan sistem ganda. (6) Pendidikan kejuruan dirancang secara berkesinambungan dengan jenjang pendidikan vokasi (seamless education). (7) Pendidikan kejuruan menyelenggarakan program community college. (8) Pendidikan kejuruan memungkinkan perpindahan jalur antar jenis dan bidang pendidikan yang setara. (9) Pengembangan pendidikan kejuruan memperhatikan keunggulan lokal dan perkembangan global.

Bentuk Satuan Pendidikan

Pasal 4

(1) Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat. (2) Pendidikan kejuruan terdiri atas program pendidikan 3 tingkat (level) dan atau program pendidikan 4 tingkat (level) sesuai dengan tuntutan kompetensi di dunia kerja.

Pasal 5

(1) Pendidikan kejuruan yang diselenggarakan oleh pemerintah dapat berbentuk badan hukum pendidikan milik negara. (2) Pendidikan kejuruan yang diselenggarakan oleh swasta dapat berbentuk badan hukum pendidikan milik swasta.

Bagian Kedua

Pendirian dan Penutupan Satuan Pendidikan

Pasal 6

(1) Pendirian SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota dan/atau masyarakat setelah memperoleh persetujuan dari pemerintah provinsi. (2) Pendirian SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat bertarap internasional dilakukan oleh Pemerintah. Pendirian oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan/atau masyarakat dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Pemerintah. (3) Syarat-syarat untuk memperoleh persetujuan pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) meliputi:

a. adanya hasil studi yang menggambarkan kelayakan pendirian sekolah; b. memiliki Rencana Induk Pengembangan Sekolah (RIPS); c. tersedia calon peserta didik; d. memiliki pengelola yang bertanggung-jawab dalam pengelolaan program pendidikan; e. tersedia sarana dan prasarana yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan

pemelajaran; f. memiliki pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan; g. memiliki kurikulum ”sekolah” yang dikembangkan mengacu pada kerangka dasar dan

struktur kurikulum standar nasional pendidikan, dan h. memiliki sumber pembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan.

(4) Penutupan SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dapat dilakukan apabila:

a. sudah tidak memenuhi persyaratan penyelenggaraan sekolah, dan atau b. sudah tidak melaksanakan kegiatan pemelajaran.

(5) Persyaratan penyelenggaraan sekolah dan sekolah bertarap internasional sebagaimana dimaksud ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. (6) Penutupan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang dibuka sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota melaporkan penutupan

Page 5: Rpp Pend Kejuruan

tersebut kepada pemerintah provinsi. (7) Penutupan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang dibuka sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan oleh Pemerintah. Penutupan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari Pemerintah.

Pembukaan dan Penutupan Program kejuruan

Pasal 7

(1) Pembukaan program kejuruan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat didasarkan pada hasil studi kelayakan. (2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut tentang:

a. kebutuhan dunia kerja, baik kebutuhan dunia industri/usaha maupun peluang membuka usaha mandiri, atau untuk kepentingan pelestarian;

b. kebijakan pembangunan daerah, termasuk pertimbangan keunggulan lokal; c. kebijakan departemen/menteri lain yang terkait; d. ketersediaan sumber daya pendidikan baik internal maupun eksternal, dan e. ketersediaan calon peserta didik.

(3) Penetapan pembukaan program kejuruan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan kelengkapan hasil studi kelayakan dan peta program kejuruan.

Bagian Ketiga

Penyelenggaraan Pendidikan

Peserta Didik

Pasal 8

(1) Peserta didik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat adalah anggota masyarakat yang telah lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Paket B, satuan pendidikan lainnya yang sederajat atau telah bekerja dan memenuhi persyaratan. (2) Persyaratan bagi anggota masyarakat yang telah bekerja sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal pembina. (3) Peserta didik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang dapat pindah program kejuruan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara sesuai dengan persyaratan. (4) Ketentuan pindah program kejuruan sebagaimana dimaksud ayat (3) ditetapkan oleh Direktur Jenderal pembina.

Standar Pendidikan Kejuruan

Pasal 9

(1) Standar pendidikan kejuruan disusun dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan dan standar kompetensi kerja. (2) Standar pendidikan kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari standar nasional pendidikan. (3) Standar pendidikan kejuruan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, penilaian, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum

Pasal 10

(1) Kurikulum SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas:

Page 6: Rpp Pend Kejuruan

a. kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; b. kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; c. kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; d. kelompok mata pelajaran estetika; e. kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

(2) Kurikulum SMK/MAK sebagaimana pada ayat (1) dikelompokkan menjadi:

a. Komponen program normatif; b. Komponen program adaptif, dan c. Komponen program produktif.

(3) Setiap komponen program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan dan dilaksanakan secara holistik dengan memperhatikan aspek:

a. etika; b. logika, dan c. estetika.

(4) Semua komponen program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta didik. (5) Pelaksanaan semua komponen program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan tingkat perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.

Pasal 11

(1) Komponen program normatif minimal meliputi:

a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; c. bahasa Indonesia, dan d. pendidikan jasmani dan olah raga.

(2) Komponen program normatif pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, diamalkan sehari-hari oleh peserta didik di dalam dan di luar sekolah dan contoh pengamalan diberikan oleh setiap pendidik dan tenaga kependidikan lainnya dalam interaksi sosial di dalam dan di luar sekolah, serta dikembangkan menjadi bagian dari budaya kehidupan sekolah.

Pasal 12

(1) Pendidikan agama pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk pencerahan diri dan peningkatan potensi spiritual, dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan keagamaan untuk pembentukan akhlak mulia. (2) Pendidikan kewarganegaraan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik sebagai individu, sebagai warga negara dan warga dunia, serta pembentukan karakter bangsa. (3) Bahasa Indonesia pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan mengekspresikan diri, menumbuhkan jati diri bangsa serta membentuk jiwa Nasionalisme. (4) Pendidikan jasmani dan olah raga pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan memelihara kebugaran, pembentukan karakter yang bertumpu pada nilai-nilai sportivitas, membangun sikap disiplin dan kerja sama.

Pasal 13

(1) Komponen program adaptif minimal meliputi:

a. Matematika; b. Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya;

Page 7: Rpp Pend Kejuruan

c. Ilmu Pengetahuan Alam; d. Teknologi Informasi dan Komunikasi, dan e. Kewirausahaan.

(Catatan penjelasan: kedalaman komponen program adaptif disesuaikan dengan tingkat atau jenis kejuruannya)

(2) Bahasa asing lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan pilihan yang terkait dengan peluang kerja secara global sesuai dengan program kejuruan. (3) Komponen program adaptif pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk membekali peserta didik kemampuan menyesuaikan dan mengembangkan diri secara berkelanjutan dan untuk mendukung penguasaan kompetensi produktif.

Pasal 14

(1) Matematika pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis dan kritis dalam memecahkan masalah serta mendukung penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTES). (2) Bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan mengekspresikan diri dalam masyarakat global, terutama di dunia kerja dan pengembangan diri secara berkelanjutan. (3) Teknologi Informasi dan Komunikasi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan mencari, menyeleksi, mengolah, dan menggunakan informasi dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dan proses penguasaan IPTES. (4) Ilmu Pengetahuan Alam pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan analisis dan kepekaan terhadap lingkungan dan alam sekitar, dalam menunjang kehidupan sehari-hari maupun pengembangan keahliannya. Pendidikan IPA berisi muatan dan/atau kegiatan fisika, kimia dan atau biologi disesuaikan dengan program kejuruan masing-masing.

Pasal 15

(1) Komponen program produktif pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, merupakan kumpulan paket-paket pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan kompetensi kemahiran bekerja dalam bidang pekerjaan tertentu. (2) Paket pendidikan dan pelatihan pada komponen program produktif seperti dimaksud pada ayat (1) merupakan formulasi kompetensi-kompetensi kemahiran yang dituangkan dari standar kompetensi kerja dan dikemas dalam bentuk paket-paket pendidikan dan pelatihan utuh bermakna.

Pasal 16

(1) Lingkup materi dan tingkat kompetensi pada SMK/MAK atau satuan pendidikan lain yang sederajat, dituangkan dalam bentuk standar kompetensi lulusan dan silabus pemelajaran sesuai program kejuruan. (2) Lingkup materi dan tingkat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk indikator pencapaian hasil belajar. (3) Ketentuan mengenai lingkup materi dan tingkat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan oleh Direktorat Jenderal pembina berdasarkan standar nasional pendidikan dan ditetapkan oleh Menteri.

Penjurusan

Pasal 17

(1) Penjurusan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berbentuk bidang kejuruan. (2) Setiap bidang kejuruan terdiri atas 1 (satu) atau lebih program kejuruan. (3) Pengembangan jenis program kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada perkembangan IPTES, dunia industri/dunia usaha, ketenagakerjaan baik secara nasional, regional maupun global. (4) Pengembangan program kejuruan yang terkait dengan upaya-upaya pelestarian tidak harus

Page 8: Rpp Pend Kejuruan

mengikuti ketentuan pada ayat (3). (Catatan penjelasan: pelestarian meliputi pelestarian seni budaya dan pelestarian kemahiran tertentu) (5) Penataan dan pengembangan spektrum program kejuruan dilaksanakan oleh Pemerintah setelah mendapatkan masukan dari stakeholders, khususnya asosiasi profesi dan dunia kerja terkait. (6) Ketentuan penataan dan pengembangan spektrum program kejuruan ditetapkan oleh Direktur Jenderal pembina atas nama Menteri.

Beban Belajar

Pasal 18

(1) Beban belajar pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat ditetapkan berdasarkan tuntutan kebutuhan penguasaan standar kompetensi lulusan. (2) Beban belajar untuk SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur formal standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester. (3) Beban belajar untuk SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur formal mandiri dinyatakan dalam satuan kredit semester. (4) Jumlah beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah antara 120 (seratus dua puluh) satuan kredit semester sampai dengan 136 (seratus tiga puluh enam) satuan kredit semester. (5) Satu satuan kredit semester yang selanjutnya disebut SKS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) setara dengan beban belajar bagi peserta didik setiap minggu yang terdiri atas 1 (satu) jam pelajaran tatap muka, 1 jam penugasan terstruktur, dan 1 jam tutorial selama 18 minggu. (6) 1 (satu) jam pelajaran sebagaimana yang dimaksud pada ayat (5) adalah 45 (empat puluh lima) menit. (7) Proporsi waktu pemelajaran untuk SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menurut komponen program adalah sebagai berikut:

a. komponen program normatif berkisar 15 % sampai dengan 20 %; b. komponen program adaptif berkisar 20 % sampai dengan 40 %, dan c. komponen program produktif berkisar 40 % sampai dengan 65 %.

(8) Prosentase waktu pemelajaran untuk masing-masing komponen program sebagaimana dimaksud ayat (5) disesuaikan dengan kekhasan masing-masing satuan pendidikan dan karakteristik program kejuruan. (9) Total waktu pemelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus 100% (seratus prosen). (10) Pemelajaran di industri dilaksanakan selama 4 sampai dengan 12 bulan, menggunakan alokasi waktu beban belajar komponen program produktif.

Kalender Akademik

Pasal 19

(1) Kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif, waktu pemelajaran efektif, dan hari libur. (2) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk jeda waktu pemelajaran selama-lamanya 2 (dua) minggu. (3) Waktu pemelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dituangkan dalam kalender akademik, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

Kurikulum Satuan Pendidikan

Pasal 20

(1) Kurikulum satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan berdasarkan standar nasional pendidikan kejuruan, kerangka dasar dan struktur kurikulum sesuai dengan peraturan pemerintah ini, dan standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan perkembangan IPTES, potensi peserta didik, kebutuhan industri, karakteristik daerah, serta akar sosiokultural komunitas setempat.

Page 9: Rpp Pend Kejuruan

(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada pasal (1) merupakan kurikulum implementatif yang disusun oleh sekolah/madrasah bersama komite sekolah/ madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan propinsi/kota/Kantor Departemen Agama kabupaten/kota. (3) Panduan penyusunan kurikulum satuan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikembangkan oleh Direktorat Jenderal pembina dengan mempertimbangkan masukan dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) departemen yang bertanggung-jawab di bidang pendidikan. (4) Panduan penyusunan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi panduan penyusunan kurikulum satuan pendidikan, panduan penyusunan program pemelajaran, panduan implementasi kurikulum, panduan pengembangan bahan ajar, dan panduan penilaian hasil belajar sebagai satu kesatuan. (5) Panduan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memuat tentang:

a. model-model kurikulum untuk SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar, dan

b. model-model kurikulum untuk SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori mandiri.

(6) Model-model kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan model kurikulum sistem paket, model kurikulum sistem modular, atau model lain yang lebih sesuai.

Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan

Pasal 21

(1) Penyelenggaraan Diklat pada SMK/MAK dan bentuk lain yang sederajat meliputi pengkajian kelayakan pembukaan program kejuruan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari re-engineering pendidikan menengah kejuruan, penyusunan kurikulum satuan pendidikan, pelaksanaan Diklat, pelaksanaan ujian dan sertifikasi kompetensi, dan penyaluran lulusan. (2) Penyelenggaraan Diklat sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip pendidikan sistem ganda.

Pasal 22

(1) Pelaksanaan Diklat pada SMK/MAK dan bentuk lain yang sederajat mengacu pada kurikulum satuan pendidikan sebagaimana dimaksud Pasal 20 ayat (1) dan (2). (2) Kurikulum satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pasal (1) dapat berupa hasil penyesuaian model kurikulum terhadap tuntutan kebutuhan daerah di mana sekolah berada; meliputi penyesuaian penajaman program kejuruan, penyesuaian substansi atau materi pemelajaran, dan penyesuaian strategi pemelajaran.

Pasal 23

(1) Implementasi kurikulum pada SMK/MAK dan bentuk lain yang sederajat adalah kegiatan pemelajaran peserta Diklat untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum satuan pendidikan. (2) Implementasi kurikulum meliputi penyusunan program pemelajaran, pelaksanaan pemelajaran, dan penilaian hasil belajar. (3) Penyusunan program pemelajaran adalah kegiatan merencanakan proses pemelajaran berupa rencana pencapaian kompetensi oleh peserta Diklat. (4) Rencana pemelajaran merupakan rancangan strategi pemelajaran yang mengintegrasikan substansi instruksional dan noninstruksional, dengan menerapkan prinsip-prinsip pemelajaran berbasis produksi (production based learning and training) dan pendidikan sistem ganda.

Pasal 24

(1) Pelaksanaan pemelajaran adalah proses kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, untuk mencapai penguasaan kompetensi. (2) Pemelajaran dapat dilaksanakan di sekolah dan atau di dunia kerja. (3) Proses pemelajaran di sekolah dimaksudkan untuk mengembangkan potensi akademis dan

Page 10: Rpp Pend Kejuruan

kepribadian peserta didik, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan seni sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan dunia kerja. (4) Proses pemelajaran dan atau pelatihan di dunia kerja dimaksudkan agar peserta didik menguasai kompetensi terstandar, mengembangkan dan menginternalisasi sikap dan nilai profesional sebagai tenaga kerja yang berkualitas unggul, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumber daya belajar yang tersedia.

Evaluasi Hasil Belajar

Pasal 25

(1) SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik sebagai bagian dari proses penjaminan mutu. (2) Evaluasi yang dimaksudkan untuk pengendalian mutu, dilaksanakan oleh lembaga/badan atau asosiasi profesi yang ditunjuk untuk menerbitkan sertifikat kompetensi.

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pasal 26

(1) Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pemelajaran, sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. (2) Kompetensi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kompetensi keilmuan yang dibuktikan dengan ijazah atau sertifikat keahlian yang relevan. (3) Kompetensi sebagai agen pemelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial sesuai Standar Nasional Pendidikan. (4) Kompetensi pedagogik sebagaimana dimaksud ayat (3) adalah kompetensi mendidik. (5) Kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud ayat (3) dibuktikan dengan hasil pengukuran psikologis atau cara lain yang lebih tepat dan relevan. (6) Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan/atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan, dapat diangkat menjadi pendidik setelah lulus uji kelayakan dan kesetaraan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi akademik dan kompetensi sebagaimana dimaksud ayat (1) sampai ayat (5) dikembangkan oleh BSNP berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 27

(1) Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat terdiri atas guru mata Diklat, instruktur praktik kejuruan, dan guru bimbingan konseling. (2) Penugasan pendidik sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing kepala satuan pendidikan sesuai dengan keperluan. (3) Pendidik sebagaimana dimaksud ayat (1) minimal memiliki kualifikasi pendidikan sarjana (Strata1) atau yang sederajat sesuai dengan kejuruan yang diajarkan, dan memiliki sertifikat kompetensi pendidik yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan terakreditasi. (4) Ketentuan mengenai sertifikasi kompetensi pendidik dikembangkan BSNP dan ditetapkan oleh Menteri. (5) Rasio guru mata Diklat dan instruktur praktik kejuruan terhadap peserta didik adalah 1 guru/instruktur untuk sebanyak-banyaknya 18 peserta didik.

Pasal 28

(1) Tenaga kependidikan pada SMK dan MAK atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi praktik, dan tenaga kebersihan. (2) Ketentuan lebih lanjut tentang tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh Menteri.

Sarana dan Prasarana Pendidikan

Page 11: Rpp Pend Kejuruan

Pasal 29

(1) Setiap SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat menyediakan sarana dan prasarana pendidikan sesuai dengan tujuan dan fungsi satuan pendidikan, tujuan program kejuruan, serta potensi dan perkembangan peserta didik. (2) Sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi lahan, bangunan, sarana belajar, sarana praktik, sarana pengembangan dan kegiatan bakat dan minat, sarana ibadah, sarana kebersihan dan kesehatan. (3) Ketentuan mengenai sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dan ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 30

(1) Penyediaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan dan dapat memperoleh bantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan atau masyarakat. (2) Sarana dan prasarana pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat harus memenuhi persyaratan standar nasional pendidikan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diimplementasikan bertahap dan sudah memenuhi paling lambat 10 tahun sejak ditetapkan peraturan pemerintah ini.

Pengelolaan

Pasal 31

(1) Penanggung jawab pengelolaan penyelenggaraan pendidikan di SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat adalah Gubernur. (2) Rincian tanggung jawab sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Pengelolaan dan Pembiayaan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang No. 20 tahun 2003.

Pasal 32

(1) Penanggung-jawab pengelolaan satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat adalah kepala satuan pendidikan. (2) Kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) bertanggung-jawab menyediakan layanan pendidikan dan pelatihan. (3) Dalam melaksanakan tugas kepala satuan pendidikan sebagaimana dimaksud ayat (2) dibantu minimal oleh tiga wakil yang masing-masing membidangi akademik, sarana dan prasarana, dan kesiswaan. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Pasal 32 ini diatur dalam standar nasional pendidikan.

Pasal 33

(1) Pengawasan terhadap SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan pendidikan dan pelatihan diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pemberian sanksi sebagaimana diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dilaksanakan secara transparan dan akuntabel. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Pembiayaan

Pasal 34

(1) Sumber pembiayaan satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat adalah APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, kontribusi masyarakat, dan atau sumber lain.

Page 12: Rpp Pend Kejuruan

(2) Biaya yang berasal dari luar negeri disalurkan melalui APBN dan APBD Provinsi atau bentuk lain yang disepakati lembaga donor. (3) Satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat menghimpun sumber pembiayaan dari hasil pemanfaatan sumber daya yang dimiliki melalui kegiatan unit produksi barang/jasa.

Pasal 35

(1) Pengelolaan dana satuan pendidikan SMK/MAK negeri atau bentuk lain yang sederajat mengacu pada peraturan perundangan tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. (2) Pengelolaan dana satuan pendidikan SMK/MAK swasta atau bentuk lain yang sederajat yang berasal dari pemerintah mengacu pada peraturan perundangan tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara. (3) Pengelolaan dana yang bersumber dari hasil kegiatan unit produksi barang/jasa dikelola secara mandiri oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 36

(1) Standar biaya operasi satuan pendidikan SMK/MAK negeri atau bentuk lain yang sederajat mengatur komponen dan besaran biaya operasi satuan pendidikan. (2) Komponen biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji; b. bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan c. biaya operasi pendidikan tidak langsung seperti enerji/daya, air, jasa telekomunikasi,

pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, dan asuransi.

(3) Komponen biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk:

a. investasi untuk sarana, prasarana dan pengembangan sumber daya manusia, dan b. biaya personal pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti

proses pemelajaran secara teratur dan berkelanjutan seperti pakaian, transport, buku pribadi, konsumsi, dan akomodasi.

(4) Standar jumlah biaya operasi satuan pendidikan per peserta didik ditetapkan dalam Peraturan Menteri dan berlaku untuk 1 (satu) tahun. (5) Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus sudah ditetapkan 3 (tiga) bulan sebelum awal tahun pelajaran.

Bagian Keempat

Penjaminan dan Pengendalian Mutu

Pasal 37

(1) Setiap satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat melakukan penjaminan mutu pendidikan agar bisa memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. (3) Program penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dari rencana kerja tahunan dan rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan.

Pasal 38

Page 13: Rpp Pend Kejuruan

Pengendalian mutu pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilakukan melalui evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.

Evaluasi

Pasal 39

Evaluasi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat meliputi:

a. evaluasi hasil belajar peserta didik oleh pendidik sebagai bagian dari proses penjaminan mutu;

b. evaluasi hasil belajar peserta didik oleh badan/lembaga atau asosiasi profesi yang memiliki kewenangan memberikan sertifikat kompetensi sebagai bagian dari proses pengendalian mutu;

c. akreditasi oleh BASNAS untuk menentukan kelayakan program pendidikan dan/atau satuan pendidikan;

d. akreditasi oleh lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menentukan kelayakan program pendidikan dan/atau satuan pendidikan;

e. evaluasi kinerja pendidikan yang dilakukan oleh satuan pendidikan (self evaluation) sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dan

f. evaluasi kinerja pendidikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah.

Pasal 40

(1) Evaluasi pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, dilakukan untuk pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan. (3) Evaluasi hasil belajar peserta didik terdiri atas penilaian hasil belajar dan uji kompetensi. (4) Penilaian hasil belajar dilaksanakan sesuai dengan prinsip ketuntasan pencapaian standar kompetensi lulusan yang dilakukan secara bertahap, berkesinambungan, dan terbuka. (5) Uji kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan atau lembaga sertifikasi profesi yang terakreditasi. (6) Evaluasi hasil belajar untuk menentukan kelulusan dan pengakuan terhadap kompetensi peserta didik dilaksanakan dalam bentuk ujian akhir satuan pendidikan, ujian akhir nasional dan uji kompetensi.

Pasal 41

(1) Pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilakukan penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan hasil belajar, dan pencapaian kompetensi. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

a. menilai proses dan kemajuan belajar peserta didik untuk bahan pembinaan; b. menentukan pencapaian penguasaan kompetensi oleh peserta didik; c. bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan d. menentukan kelulusan peserta didik.

(3) Untuk mengikuti ujian akhir satuan pendidikan, peserta didik harus sudah menyelesaikan seluruh program pemelajaran pada satuan pendidikan yang bersangkutan. (4) Panduan pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik pada SMK/MAK atau satuan pendidikan yang sederajat diatur oleh Direktur Jenderal pembina.

Pasal 42

(1) Untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, diselenggarakan ujian secara nasional.

Page 14: Rpp Pend Kejuruan

(2) Ujian secara nasional sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan secara obyektif, berkeadilan, akuntabel, dan apa adanya.

Pasal 43

(1) Setiap peserta didik pada SMK/MAK atau satuan pendidikan lain yang sederajat berhak mengikuti ujian secara nasional dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus. (2) Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu kali ujian secara nasional tanpa dipungut biaya. (3) Ujian secara nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun Diklat.

Pasal 44

(1) Ujian secara nasional pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat, mencakup mata Diklat Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan kompetensi kemahiran kejuruan yang menjadi ciri khas program kejuruan. (2) Soal/perangkat uji ujian secara nasional dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan dari mata Diklat/kompetensi yang diujikan. (3) Standar kompetensi lulusan pada mata Diklat yang diujikan dan kriteria kelulusan ditetapkan oleh Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang ujian secara nasional ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 45

(1) Untuk menentukan pencapaian Standar Nasional Pendidikan oleh peserta didik, satuan pendidikan, dan atau program pendidikan, pada SMK/MAK atau satuan pendidikan yang sederajat, dilakukan evaluasi oleh lembaga evaluasi mandiri. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala, menyeluruh, transparan, sistemik, mandiri, independen, obyektif, dan profesional. (3) Metoda dan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada publik dan dilaporkan kepada Menteri.

Pasal 46

(1) Pada satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilakukan ujian sekolah/madrasah pada akhir masa belajar untuk semua mata Diklat selain bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, dan kompetensi kemahiran kejuruan, untuk menentukan ketamatan dan kelulusan peserta didik. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur oleh Menteri mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Akreditasi

Pasal 47

(1) Terhadap satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dan program pendidikan yang diselenggarakannya, dilakukan akreditasi oleh badan akreditasi mandiri untuk menentukan kelayakan, memantau kinerja, membina, dan menentukan status satuan/program pendidikan. (2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 4 (empat) tahun sekali. (3) Akreditasi dilakukan secara obyektif, adil, transparan, akuntabel, dan komprehensif berdasarkan Standar Nasional Pendidikan. (4) Hasil akreditasi mempertimbangkan nilai rata-rata tahunan hasil ujian nasional yang dicapai peserta didik satuan pendidikan dan diumumkan secara terbuka kepada publik. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai akreditasi ditetapkan oleh Menteri mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Pasal 48

Page 15: Rpp Pend Kejuruan

(1) Akreditasi satuan dan program pendidikan pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Sekolah Nasional dan Badan Akreditasi Sekolah Provinsi. (2) Badan Akreditasi Sekolah Nasional merumuskan kebijakan akreditasi secara nasional. (3) Badan Akreditasi Sekolah Provinsi melaksanakan akreditasi SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat di wilayah yang menjadi kewenangannya.

Pasal 49

Badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada pasal 48 ayat (1) dapat mencabut atau menurunkan status hasil akreditasi satuan/program pendidikan sebelum berakhir masa berlaku suatu hasil akreditasi, apabila:

a. satuan/program pendidikan terbukti memberikan data dan/atau informasi tidak benar kepada badan akreditasi;

b. satuan/program pendidikan yang memperoleh akreditasi kondisional, sampai batas waktu yang ditetapkan tidak memenuhi kondisi yang melekat pada status akreditasi, dan atau

c. terjadi peristiwa luar biasa yang menimpa satuan/program pendidikan sehingga status akreditasi yang melekat tidak dapat mencerminkan tingkat mutunya.

Sertifikasi

Pasal 50

(1) Sertifikasi pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat berupa ijazah dan sertifikat kompetensi. (2) Ijazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh satuan pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat yang terakreditasi kepada peserta didik, sebagai bukti bahwa yang bersangkutan telah lulus ujian. (3) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh satuan pendidikan SMK/MAK dan atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi kepada peserta didik setelah lulus uji kompetensi, sebagai pengakuan atas kompetensi yang dikuasai. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi kompetensi mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Kelima

Peran Serta Masyarakat

Pasal 51

(1) Peran serta masyarakat terhadap SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dunia usaha/industri dan organisasi kemasyarakatan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan untuk membantu penyelenggaraan pendidikan. (3) Pelaksanaan peran serta masyarakat dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang peran serta masyarakat.

Pasal 52

(1) Penyelenggara SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat dapat menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan lain baik di dalam maupun di luar negeri. (2) Kerja sama dengan lembaga pendidikan luar negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan sepanjang program pendidikan dari lembaga pendidikan luar negeri telah terakreditasi di negaranya. (3) Ketentuan pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur oleh Menteri atau menteri lain yang terkait.

Page 16: Rpp Pend Kejuruan

BAB III

PENDIDIKAN VOKASI

Bagian Kesatu

Fungsi dan Karakteristik Pendidikan Vokasi

Fungsi

Pasal 53

Pendidikan vokasi berfungsi mengembangkan peserta didik di jenjang pendidikan tinggi agar memiliki pekerjaan keahlian terapan tertentu sesuai persyaratan pasar kerja dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Karakteristik Pendidikan Vokasi

Pasal 54

(1) Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang mengarahkan mahasiswa untuk mengembangkan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang pekerjaan tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja. (2) Pendidikan vokasi menganut sistem terbuka dan multi makna yang berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan kerja (3) Pendidikan Vokasi berorientasi pada kecakapan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja.

Bagian Kedua

Bentuk Satuan Pendidikan, Pendirian dan Penyelenggaraan

Bentuk Satuan Pendididikan

Pasal 55

(1) Pendidikan vokasi merupakan pendidikan keahlian terapan yang diseleng-garakan di perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, universitas, dan institut. (2) Pendidikan vokasi terdiri atas program Diploma I, Diploma II, Diploma III, dan Diploma IV .

Pasal 56

(1) Pendidikan Vokasi yang diselenggarakan pemerintah dan atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan (BHP) (2) Ketentuan mengenai Badan Hukum Pendidikan mengacu kepada Undang- undang tentang Badan Hukum Pe3ndidikan.

Pendirian

Pasal 57

Persyaratan dan tatacara pendirian pendidikan vokasi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah tentang Pendidikan Tinggi.

Penyelenggaraan Pendidikan

Page 17: Rpp Pend Kejuruan

Pasal 58

(1) Pendidikan vokasi yang diselenggarakan pemerintah atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan (2) Ketentuan mengenai Badan Hukum Pendidikan mengacu kepada Undang- undang tentang Badan Hukum Pendidikan.

Peserta Didik

Pasal 59

(1) Peserta didik pada pendidikan vokasi adalah para lulusan pendidikan SMA, MA, SMK, MAK, Paket C atau satuan pendidikan lainnya yang sederajat dan memenuhi persyaratan. (2) Peserta didik pada pendidikan vokasi dapat pindah ke program studi lain sesuai dengan pesyaratan yang mengacu pada standar nasional pendidikan vokasi.

Bagian Ketiga

Standar Nasional Pendidikan Vokasi

Pasal 60

(1) Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kerja nasional dan/atau internasional. (2) Standar nasional pendidikan vokasi digunakan sebagai acuan dalam pengembangan isi dan proses kurikulum, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan vokasi (3) Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan dengan melibatkan unsur penyelenggara pendidikan vokasi, organisasi profesi/bidang keahlian, dunia usaha dan industri dan unsur departemen yang relevan

Kurikulum

Pasal 61

Kurikulum pendidikan vokasi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan

Pasal 62

(1) Pengembangan kurikulum pendidikan vokasi dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan vokasi untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan vokasi untuk masing-masing program studi mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (3) Kurikulum pendidikan vokasi merupakan rencana dan pengaturan pendidikan yang terdiri atas: standar kompetensi, indikator pencapaian, analisis bahan kajian, strategi pengajaran, cara penilaian dan kelompok pemrakarsa yang relevan untuk mencapai kompetensi pendidikan vokasi. (4) Kurikulum pendidikan vokasi yang menjadi dasar penyelenggaraan program studi terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional. (5) Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan matakuliah yang harus dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku sacara nasional. (6) Kurikulum institusional merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang merupakan bagian dan kurikulum pendidikan tinggi, terdiri atas tambahan dan kelompok ilmu dalam kurikulum inti yang disusun dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. (7) Kurikulum inti terdiri atas:

a. kelompok bahan kajian Pengembangan Kepribadian (MPK); b. kelompok bahan kajian Keterampilan Vokasional (MKV);

Page 18: Rpp Pend Kejuruan

c. kelompok bahan kajian Keterampilan Berkarya (MKB); d. kelompok bahan kajian Perilaku Berkarya (MPB); e. kelompok bahan kajian Berkehidupan Bersama (MBB).

Beban Belajar

Pasal 63

(1) Beban belajar program pendidikan diploma I minimal 36 (tiga puluh enam) SKS dan maksimal 40 (empat puluh) SKS. (2) Beban belajar program pendidikan diploma II minimal 72 (tujuh puluh dua) SKS dan maksimal 80 (delapan puluh) SKS. (3) Beban belajar program pendidikan diploma III minimal 108 (seratus delapan) SKS dan maksimal 120 (seratus dua puluh) SKS. (4) Beban belajar program pendidikan diploma IV minimal 144 (seratus empat puluh empat) SKS dan maksimal 160 (seratus enam puluh) SKS.

Kalender Akademik

Pasal 64

(1) Waktu pembelajaran pendidikan vokasi dituangkan dalam kalender akademik mengikuti ketentuan Standar Nasional Pendidikan (3) Waktu pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) yang dituangkan dalam kalender akademik untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut oleh masing-masing perguruan tinggi

Penjurusan

Pasal 65

(1) Penjurusan pada pendidikan vokasi dilaksanakan dalam bentuk program studi. (2) Program studi pada pendidikan vokasi dikembangkan dengan memperhatikan tujuan program studi yang akan dicapai, kompetensi peserta didik yang diharapkan, kontribusi terhadap pembangunan nasional, kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat dan keunggulan pendidikan vokasi tersebut dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (3) Penataan dan pengembangan program studi dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan setelah mendapat masukan dari asosiasi profesi, dunia kerja/industri terkait, masyarakat dan pemerintah (4) Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disusun berdasarkan Standar Nasional Pendidikan.

Bagian Keempat

Pengendalian Mutu

Pasal 66

(1) Setiap satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan vokasi melakukan penjaminan mutu pendidikan agar bisa memenuhi atau melampaui Standar Nasional pendidikan. (2) Pengendalian mutu dilakukan melalui evaluasi, standarisasi, penjaminan mutu, akreditasi , dan sertifikasi (3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan

Evaluasi

Pasal 67

Page 19: Rpp Pend Kejuruan

(1) Evaluasi pendidikan vokasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan vokasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi pendidikan vokasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan vokasi. (3) Evaluasi hasil belajar peserta didik pendidikan vokasi terdiri atas penilaian hasil belajar dan uji kompetensi. (4) Uji kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi mandiri sesuai dengan otoritas keahlian masing-masing.

Pasal 68

Standar kompetensi lulusan pendidikan vokasi ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mempertimbangkan dinamika lapangan kerja.

Pasal 69

Kelulusan peserta didik pendidikan vokasi ditetapkan secara otonom oleh masing-masing satuan perguruan tinggi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Vokasi

Sertifikasi

Pasal 70

(1) Peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan vokasi diberikan ijazah setelah menyelesaikan semua persyaratan kelulusan. (2) Sertifikat kompetensi diberikan kepada peserta didik pada pendidikan vokasi setelah mengikuti uji kompetensi oleh lembaga pendidikan atau lembaga sertifikasi profesi mandiri yang terakreditasi (3) Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dalam penyelesaian jenjang pendidikan vokasi setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. (4) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan vokasi dan lembaga sertifikasi profesi mandiri sebagai pengakuan atas kompetensi yang dikuasai. (5) Sistem sertifikasi kompetensi ditetapkan oleh lembaga sertifikasi profesi mandiri. (6) Lembaga pendidikan atau lembaga yang berhak memberikan sertifikat kompetensi adalah lembaga yang telah diakreditasi oleh BAN-PT.

Akreditasi

Pasal 71

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan penyelenggaraan program studi pendidikan vokasi. (2) Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi menetapkan kebijakan dan melaksanakan akreditasi program studi pendidikan vokasi pada perguruan tinggi

Penjaminan Mutu

Pasal 72

(1) Setiap satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan vokasi melakukan penjaminan mutu pendidikan agar bisa memenuhi atau melampaui Standar Nasional pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan

Bagian Kelima

Pengelolaan Pendidikan

Page 20: Rpp Pend Kejuruan

Pasal 73

(1) Pengelolaan pendidikan vokasi secara nasional merupakan tanggung jawab Menteri. (2) Menteri menetapkan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan vokasi untuk menjamin mutu pendidikan vokasi. (3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan vokasi yang dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. (4) Pengelolaan pendidikan vokasi mengikuti ketentuan Undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan dan peraturan pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan

Pasal 74

(1) Pengawasan dilakukan untuk menjamin agar pelaksanaan pendidikan vokasi diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (2) Pengawasan dan pemberian sanksi terhadap setiap bentuk pelanggaran sebagaimana dimasksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri, dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pasal 75

Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan vokasi ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing dengan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sarana dan Prasarana

Pasal 76

(1) Setiap satuan pendidikan vokasi menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan penguasaan kompetensi. (2) Standar prasarana dan sarana pendidikan vokasi mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan

Pendanaan

Pasal 77

(1) Pendanaan pendidikan vokasi menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dunia kerja (dunia usaha/industri) dan masyarakat. (2) Pengelolaan dana pendidikan mengacu pada Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan

Bagian Keenam

Peran Serta Masyarakat

Pasal 78

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan vokasi meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, dunia usaha dan industri, dan organisasi kemasyarakatan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai penyedia sumber belajar, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Dunia usaha dan industri dapat berperanserta dalam ikut menentukan kompetensi kerja lulusan pendidikan vokasi, memberi masukan pada pengembangan kurikulum, menyediakan kesempatan praktek dan menilai pencapaian kompetensi sesuai standar yang ditetapkan

Page 21: Rpp Pend Kejuruan

Pasal 79

(1) Satuan pendidikan yang menyelengarakan pendidikan vokasi dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun diluar negeri. (2) Kerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga pendidikan luar negeri sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilaksanakan dengan program pendidikan dari lembaga pendidikan atau lembaga pendidikan luar negeri telah terakreditasi di negaranya. (3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus berkenaan dengan kerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga lain diluar negeri diatur oleh Menteri.

BAB IV

PENDIDIKAN PROFESI

Bagian Kesatu

Fungsi dan Karakteristik Pendidikan Profesi

Fungsi

Pasal 80

Pendidikan profesi berfungsi untuk mempersiapkan peserta didik di jenjang pendidikan tinggi agar dapat bekerja secara mandiri atau mengisi lowongan kerja dalam bidang tertentu dengan persyaratan keahlian keprofesian khusus, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.

Karakteristik Pendidikan Profesi

Pasal 81

(1) Pendidikan profesi merupakan pendidikan yang mengarahkan peserta didik mengembangkan keahlian khusus, beradaptasi pada bidang keahlian khusus dan dapat menciptakan peluang kerja. (2) Pendidikan profesi berorientasi pada kecakapan kerja khusus dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan kebutuhan profesinya.

Bagian Kedua

Bentuk Satuan Pendidikan, Pendirian dan Penyelenggaraan

Bentuk Satuan Pendididikan

Pasal 82

(1) Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki keahlian khusus yang dilaksanakan di sekolah tinggi, institut, dan universitas. (2) Bentuk penyelenggaraan pendidikan profesi ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara perguruan tinggi penyelenggara dengan organisasi profesi.

Pendirian

Pasal 83

Persyaratan dan tatacara pendirian pendidikan profesi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam peraturan pemerintah tentang Pendidikan Tinggi.

Page 22: Rpp Pend Kejuruan

Penyelenggaraan

Pasal 84

(1) Pendidikan Profesi yang diselenggarakan pemerintah atau masyarakat berbentuk Badan Hukum Pendidikan (2) Ketentuan mengenai Badan Hukum Pendidikan mengacu kepada Undang- undang tentang Badan Hukum Pendidikan.

Peserta Didik

Pasal 85

Peserta didik pada pendidikan profesi adalah lulusan sarjana atau setara sarjana dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, Institut, dan/atau universitas sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan profesi.

Standar Nasional Pendidikan Profesi

Pasal 86

(1) Standar nasional pendidikan profesi dikembangkan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional di bidang profesi masing-masing dan mengacu pada ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan (2) Standar nasional pendidikan profesi digunakan sebagai acuan pengem-bangan isi dan proses kurikulum, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan profesi (3) Standar nasional pendidikan profesi dikembangkan dengan melibatkan unsur penyelenggara pendidikan profesi, organisasi profesi/bidang keahlian, dunia usaha dan industri dan unsur departemen yang relevan

Kurikulum

Pasal 87

Kurikulum pendidikan profesi dikembangkan oleh perguruan tinggi bekerjasama dengan organisasi profesi yang bersangkutan dengan mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan Profesi

Pasal 88

(1) Pengembangan kurikulum pendidikan profesi dilakukan oleh penyelenggara pendidikan profesi bekerjasama dengan organisasi profesi dan mengacu pada standar nasional pendidikan profesi untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (2) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan profesi untuk masing-masing program studi mengacu pada kebutuhan profesi.

Beban Belajar

Pasal 89

Beban belajar pendidikan profesi berkisar antara 36-60 sks ditetapkan oleh perguruan tinggi penyelenggara berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi yang disepakati antara penyelengara pendidikan dan organisasi profesi

Kalender Akademik

Pasal 90

Page 23: Rpp Pend Kejuruan

(1) Waktu pembelajaran yang dituangkan dalam kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur. (2) Waktu pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam kalender akademik untuk pendidikan profesi yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi penyelenggara pendidikan profesi.

Penjurusan

Pasal 91

(1) Penjurusan pada pendidikan profesi dilaksanakan dalam bentuk program spesialisasi yang ditetapkan oleh penyelenggara pendidikan profesi dan/atau organisasi profesi. (2) Program studi pada pendidikan profesi dikembangkan dengan memperhatikan tujuan program studi yang akan dicapai, kompetensi peserta didik yang diharapkan, kontribusi terhadap pembangunan nasional, kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat dan keunggulan pendidikan profesi tersebut dari sisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (3) Penataan dan pengembangan program studi dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan setelah mendapat masukan dari organisasi profesi, dunia kerja/industri terkait, masyarakat dan pemerintah. (4) Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) disusun berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Profesi

Bagian Keempat

Pengendalian Mutu

Pasal 92

(1) Setiap satuan pendidikan penyelenggara program pendidikan profesisi melakukan penjaminan mutu pendidikan agar bisa memenuhi atau melampaui Standar Nasional pendidikan. (2) Pengendalian mutu dilakukan melalui evaluasi, standarisasi, penjaminan mutu, akreditasi , dan sertifikasi (3) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan

Evaluasi

Pasal 93

(1) Evaluasi pendidikan profesi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan profesi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (2) Evaluasi pendidikan profesi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan profesi. (3) Evaluasi hasil belajar peserta didik pendidikan profesi terdiri atas penilaian hasil belajar dan uji kompetensi. (4) Uji kompetensi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi mandiri sesuai dengan otoritas keahlian masing-masing.

Sertifikasi

Pasal 94

(1) Pada akhir pendidikan profesi diberikan ijazah sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian oleh lembaga penyelenggara pendidikan profesi yang terakreditasi. (2) Pada akhir pendidikan profesi diberikan sertifikat kompetensi sebagai pengakuan terhadap pencapaian kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi oleh lembaga penyelenggara pendidikan profesi yang terakreditasi dan atau lembaga sertifikasi profesi mandiri

Page 24: Rpp Pend Kejuruan

Akreditasi

Pasal 95

(1) Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan penyelenggaraan program spesialisasi pendidikan profesi. (2) Akreditasi terhadap penyelenggaraan pendidikan profesi dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi dan/atau lembaga akreditasi yang berwenang (3) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. (4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT)

Penjaminan Mutu

Pasal 96

(1) Setiap satuan pendidikan melakukan penjaminan mutu pendidikan agar bisa memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. (2) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas. (3) Program penjaminan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian dari rencana kerja tahunan dan rencana kerja jangka menengah sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) dan (2).

Bagian Kelima

Pengelolaan

Pasal 97

(1) Pengelolaan pendidikan profesi secara nasional merupakan tanggung jawab Menteri. (2) Pengelolaan pendidikan profesi mengikuti ketentuan Undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan

Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pasal 98

Pendidik dan tenaga kependidikan pada pendidikan profesi ditetapkan oleh perguruan tinggi masing-masing dengan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Sarana dan Prasarana

Pasal 99

Setiap satuan pendidikan profesi menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan penguasaan kompetensi profesi masing-masing dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan

Bagian Kelima

Peran Serta Masyarakat

Pasal 100

Page 25: Rpp Pend Kejuruan

(1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan profesi meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai penyedia sumber belajar, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan.

Pasal 101

Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan profesi dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun diluar negeri.

BAB V

KETENTUAN LAIN

Pasal 102

(1) Pihak asing dapat mengadakan dan menyelenggarakan satuan dan/atau kegiatan pendidikan kejuruan, vokasi, dan profesi di Indonesia, sejauh tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan dalam pelaksanaannya diatur dengan Keputusan Menteri setelah melakukan konsultasi dan koordinasi dengan menteri lain terkait (2) Satuan pendidikan kejuruan, vokasi, dan profesi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menerima peserta didik warga negara Indonesia. (3) Syarat-syarat dan tatacara pendirian, bentuk satuan pendidikan, lama pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Menteri lain, dan Kepala Daerah terkait.

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 103

(1) Pemerintah atau pemerintah daerah wajib memberikan izin paling lambat dua tahun kepada satuan pendidikan kejuruan,vokasi, profesi, yang telah berjalan pada saat peraturan pemerintah untuk menyesuaikan dengan ketentuan yang baru. (2) Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan kejuruan, vokasi, profesi yang ada pada saat diberlakukan Peraturan Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 104

(1) Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan peraturan pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak diberlakukan. (2) Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini peraturan Pemerintah nomor 29 tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah dan Peraturan Pemerintah nomor 30 tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara tahun 1990 nomor 38, tambahan Lembaran Negara nomor 3414) sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 57 tahun 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 nomor 92, tambahan Lembaran Negara nomor 3765), dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2860), dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 105

Page 26: Rpp Pend Kejuruan

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta Pada Tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

 

Diundangkan di Jakarta Pada Tanggal ......................

MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

....................................................................

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ....NOMOR.........