Download - Road Map Sawit

Transcript
Page 1: Road Map Sawit

1

ROADMAP INDUSTRI SAWIT

Oleh :

FATMAYATI, ST

NUR ASMA DELI, ST

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT

POLITEKNIK KAMPAR

BANGKINANG

2008

Page 2: Road Map Sawit

2

I. PENDAHULUAN

Perkembangan perkebunan sawit yang pada tahun 79/80’an baru seluas 257

ribu ha dan hanya diusahakan dalam bentuk sebagai usaha perkebunan besar, yang

kemudian pada tahun 2004 telah menjadi sekitar 5.448 ribu ha, yang didalamnya

termasuk yang diusahakan dalam bentuk sebagai perkebunan rakyat, bukan

merupakan satu kebetulan melainkan merupakan upaya terencana disertai

berbagai fasilitas pendukung dan kesiapan berbagai pihak terkait. Berbagai upaya

yang ditempuh secara garis besar seperti disampaikan pada uraian berikut ini:

1. Sesuai ciri usaha budidaya perkebunan sawit yang merupakan investasi jangka

panjang, maka upaya pengembangannya yang diarahkan dengan titik berat

sebagai usaha perkebunan rakyat disediakan dukungan fasilitas pendanaan

berupa kredit lunak jangka panjang;

2. Mempertimbangkan berbagai keterbatasan kemampuan pelayanan, utamanya

pada wilayah bukaan baru dan ciri usaha perkebunan kelapa sawit yang harus

terkait dengan unit pengolahan, maka untuk mengantarkan kesiapan petani

menjadi petani perkebunan sawit maka ditempuh pendekatan pengembangan

perkebunan rakyat melalui pola PIR;

3. Sesuai dengan fungsi BUMN perkebunan pada waktu itu yaitu sebagai

unitusaha dan agen pembangunan, yang kondisinya pada waktu itu telah

memiliki berbagai kelebihan dibanding kelompok usaha perkebunan lainnya,

maka pada tahap awal pengembangan perkebunan rakyat melalui pola PIR

yang mendapat tugas sebagai Perusahaan Inti adalah BUMN Perkebunan/PTP;

4. Dengan maksud mempercepat dan meningkatkan jangkauan perkebunan

rakyat melalui pola PIR, dengan pertimbangan jumlah BUMN perkebunan

terbatas, maka mulai tahun 1986 diundang kesediaan sektor dunia usaha kuat

untuk turut serta bertindak sebagai Perusahaan Inti pengembangan perkebunan

sawit rakyat melalui pola PIR – TRANS;

5. Berlangsungnya kesiapan dukungan paket teknologi dan pendampingan

penerapan pelaksanaannya secara pro-aktif oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(PPKS) serta dukungan ketersediaan benih sawit;

Page 3: Road Map Sawit

3

6. Sesuai ciri investasi pengembangan perkebunan sawit yang bersifat lintas

fungsi/lintas sektor, melalui upaya penumbuhan saling membantu dan

mendukung, maka terselenggara kesiapan pelayanan oleh berbagai unit

fungsional terkait

7. Berkembangnya kemampuan pelayanan berbagai unit fungsional terkait serta

dukungan berbagai kemudahan, termasuk penyediaan insentif permodalan

untuk pengembangan Perkebunan Besar, baik sebagai perusahaan inti maupun

sebagai kebun sendiri. Insentif permodalan bersumber dari bantuan luar negeri

untuk BUMN Perkebunan dan perbankan dalam negeri untuk PBSN.

Melalui berbagai upaya terencana tersebut, maka pembangunan perkebunan

sawit, selain secara umum mampu mencapai berbagai sasaran seperti yang

diharapkan, sekaligus mempersembahkan berbagai manfaat terkait, khususnya

dalam rangka implementasi kebijakan pembangunan ekonomi nasional dan

pembangunan daerah.

Sejalan dengan upaya pengembangan tanaman, penerimaan devisa dari

ekspor CPO juga meningkat dengan cukup tajam, walaupun peningkatan

konsumsi di dalam negeri juga berlangsung dengan pesat. Kalau pada tahun 1980

ekspor produk sawit (minyak sawit, inti sawit dan bungkil sawit) kita baru sekitar

13.048 ribu ton, pada tahun 2005 meningkat menjadi 10.376 ton. Dari segi nilai

ekspor juga telah mengalami peningkatan lebih dari 143 kali lipat, yaitu dari US$

23,9 juta pada tahun 1969 menjadi US$ 3.441 juta pada tahun 2005. Negara

tujuan ekspor CPO Indonesia terbesar saat ini adalah India.

Page 4: Road Map Sawit

4

II. MANFAAT DAN PROSPEK

Komoditas sawit yang memiliki berbagai macam kegunaan baik untuk

industri pangan maupun non pangan/oleochemical serta produk samping/limbah

yang dapat dimanfaatkan, antara lain:

1. Produk pangan berasal dari minyak sawit/CPO dan minyak inti sawit antara

alin emulsifier, margarine, minyak goreng, minyak makan merah, shortening,

susu kental manis, vanaspati, confectioneries, es krim, yoghurt,dll.

2. Produk non pangan/Oleochemicals berasal dari minyak sawit/CPO dan

minyak inti sawit antara lain senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi, biodiesel,

pelumas, asam lemak sawit, fatty alkohol, fatty amina, senyawa epoksi,

senyawa hidroksi, dll.

3. Produk samping/limbah antara lain tandan kosong sawit untuk pulp dan

kertas, kompos, karbon, rayon; cangkang untuk bahan bakar dan karbon; serat

untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan batang

sawit untuk furniture, pulp & kertas, pakan ternak; bungkil inti sawit untuk

akan ternak; sludge untuk pakan ternak.

Khusus untuk biodiesel (energi terbarukan) sebagai energi alternatif,

permintaan akan produk ini pada beberapa tahun mendatang akan semakin

meningkat, terutama dengan diterapkannya kebijaksanaan di beberapa negara

Eropa dan Jepang untuk menggunakan renewable energy dan ramah lingkungan.

Seperti disampaikan dimuka, komoditas sawit memiliki berbagai macam

kegunaan baik untuk industri pangan maupun non pangan. Prospek

pengembangannya tidak saja terkait dengan pertumbuhan permintaan minyak

nabati dalam negeri dan dunia, namun terkait juga dengan perkembangan sumber

minyak nabati lainnya, seperti kedelai, rape seed dan bunga matahari. Dari segi

daya saing, minyak sawit mempunyai kemampuan daya saing yang cukup tinggi

dibanding minyak nabati lainnya, karena: (a) Produktivitas per-hektar cukup

tinggi; (b) Merupakan tanaman tahunan yang cukup handal terhadap berbagai

perubahan agroklimat; dan (c) Ditinjau dari aspek gizi, minyak sawit tidak

terbukti sebagai penyebab meningkatnya kadar kolesterol, bahkan mengandung

beta karoten sebagai pro-vitamin A.

Page 5: Road Map Sawit

5

Persaingan dalam perdagangan minyak sawit (CPO) sebenarnya hanya

terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Nigeria sebagai produsen nomor tiga lebih

banyak mengalokasikan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Malaysia yang merupakan produsen dan eksportir terbesar akhir-akhir ini

berusaha secara konsisten mengolah minyak sawitnya sehingga volume ekspornya

dalam bentuk minyak sawit (CPO) diperkirakan akan mulai menurun.

Keterbatasan lahan yang sesuai serta tingginya upah, juga akan menahan

perluasan areal di Malaysia sehingga akan memperlambat laju ekspor. Di sisi lain,

Indonesia yang sampai saat ini sebagai negara produsen dan eksportir terbesar ke

dua mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspornya. Indonesia dikenal

sebagai negara paling efisien dalam memproduksi minyak sawit sehingga CPO

Indonesia sangat kompetitif di pasar internasional. Dengan ketersediaan lahannya

yang relatif luas, Indonesia berpeluang untuk meningkatkan produksi sehingga

memacu pertumbuhan ekspor.

Dari gambaran tersebut dapat disampaikan bahwa prospek sawit masih

sangat luas, tidak saja untuk pemenuhan kebutuhan minyak makan, tetapi juga

untuk kebutuhan produk-produk turunannya. Untuk lebih meningkatkan daya

saing produk sawit dan turunannya agar lebih mempunyai daya saing, keterpaduan

penanganan sejak dari kegiatan perencanaan, kegiatan on-farm, offfarm, dukungan

sarana dan prasarana serta jasa-jasa penunjangnya sangat diperlukan.

2.1 Menudukung Pembangunan Sawit Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan intinya adalah layak secara

ekonomi, layak secara sosial dan ramah lingkungan. Keragaan capaian

pengembangan perkebunan sawit dengan ruang lingkup manfaat seperti

disampaikan pada uraian sebelumnya, pada dasarnya telah dalam bingkai

pembangunan berkelanjutan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka untuk tertib

penyelenggaraannya disiapkan paket tata cara, persyaratan dan pendekatan

pengembangan yang perlu dipedomani oleh semua pihak yang terkait. Dengan

berpedoman kepada berbagai paket ketentuan yang dimaksud, maka

Page 6: Road Map Sawit

6

pengembangan perkebunan sawit yang sudah dan sedang berjalan, secara umum

menunjukkan:

a. Layak secara ekonomi; pengembangan perkebunan sawit dari berbagai

indikator yang ada menunjukkan secara ekonomi layak, seperti antara lain:

petani memperoleh sumber pendapatan, karyawan memperoleh upah sesuai

ketentuan yang berlaku, perusahaan mendapatkan keuntungan yang terbukti

dari menguatnya minat investasi, Bank mau membiayai karena dinilai layak,

Pemerintah memperoleh devisa, penyedia bahan baku industri pangan dan

oleochemical.

b. Layak secara sosial; sesuai dengan ciri usaha perkebunan sawit yang

merupakan investasi jangka panjang, bersifat padat modal dan padat karya,

yang harus dimulai dengan penanaman, diikuti pemeliharaan dan pemanenan

sampai satu siklus umur teknis tanaman, maka akan melekat kelayakan sosial

untuk dapat mendukung kelangsungan usaha. Persyaratan pokok kelayakan

msosial antara lain adalah terciptanya kesempatan kerja, terbuka menjadi

petani peserta, berkembangnya fasilitas kesehatan, pendidikan, sosial dan

fasilitas umum serta berbagai fasilitas kemudahan lainnya.

c. Ramah lingkungan; pada usaha perkebunan sawit, sepanjang mengikuti tertib

paket ketentuan yang telah digariskan, maka pengusahaannya akan dilakukan

pada lahan yang telah memperoleh persetujuan peruntukkannya dan

pengelolaannya memenuhi ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan

pelestarian lingkungan hidup. Disamping itu, agar mampu mempersembahkan

produksi dan produktivitas sesuai potensinya, pada dasarnya telah melekat

penerapan kaidah-kaidah konservasi pada pengelolaan usahanya.

d. Dari sisi pelestarian lingkungan hidup, tanaman sawit yang merupakan

tanaman tahunan berbentuk pohon (tree crops) dapat berperan dalam

penyerapan efek gas rumah kaca seperti (CO2) dan mampu menghasilkan O2.

Page 7: Road Map Sawit

7

2.2 Pemanfaatan Limbah dan Hasil Samping

Produk samping dan limbah antara lain: (1) tandan kosong sawit untuk pulp

dan kertas, kompos, karbon, rayon; (2) cangkang untuk bahan bakar dan karbon;

(3) serat untuk medium density atau fibre board dan bahan bakar; pelepah dan

batang sawit untuk furniture, pulp dan kertas, pakan ternak; (4) bungkil inti sawit

untuk pakan ternak; (5) sludge untuk pakan ternak.

Page 8: Road Map Sawit

8

III. PERMASALAHAN

Pengembangan sawit yang akan berlangsung pada era globalisasi dan

perdagangan bebas merupakan salah satu faktor kegiatan yang perlu dipacu upaya

pengembangannya. Oleh sebab itu menjadi perlu ditempuhnya paket upaya agar

semua pemangku kepentingan disemua tingkatan agar dapat saling mendukung

dan mengisi dalam memanfaatkan peluang dan prospek yang ada tersebut sesuai

dengan potensi dan pengalaman yang tesedia.

Dalam rangka penumbuhan paket upaya yang dimaksud beberapa

permasalahan yang dipandang perlu untuk mendapat perhatian diantaranya

adalah:

a. Kelanjutan pengembangan perkebunan sawit harus tetap dapat menyediakan

akses seluas-luasnya bagi sumberdaya lokal. Untuk maksud ini salah satu

upaya terencana yang perlu mendapat perhatian khusus ialah fasilitasi agar

pengembangan perkebunan rakyat sawit dapat tetap merupakan bagian

integral dari arah pengembangan ke depan.

b. Peningkatan upaya fasilitasi dan kemampuan pelayanan agar pengembangan

usaha perkebunan sawit tertib penyelenggaraan pengelolaannya dapat

berlangsung seperti yang diharapkan, semakin profesional dan hasil

produksinya semakin mendekati pemenuhan persyaratan yang diinginkan oleh

pasar.

c. Pengembangan kerjasama sesama produsen sawit agar setiap langkah yang

ditempuh dapat saling mengisi dan saling membantu agar memiliki posisi

tawar yang kuat pada pemasaran hasil pada umumnya dan khsusnya

menghadapi berbagai isue negatif yang ada.

Page 9: Road Map Sawit

9

IV. ROAD MAP PENGEMBANGAN SAWIT

TAHUN 2025

FAKTOR INTERNAL

Kebijakan Nasional

Kapasitas R & D

Ketersediaan Dana

Kelembagaan Pelaku Agribisnis

Infrastruktur Memadai

Indonesia

Produsen CPO

& Produk

Turunan CPO

Terbesar Dunia

PROSES

PROFIL

KOMODITAS

SAWIT

SAAT INI

SUBYEK

Petani

Swasta /

BUMN

Pemerintah

LSM

OBYEK

Struktur

Agribisnis

sawit

METODE

Peremajaan

Rehabilitasi

Intensifikas

i

Perluasan

PROFIL

KOMODITAS

SAWIT

UNGGULAN

LINGKUNGAN STRATEGIS

Global

Regional

Nasional

Lokal

Tantangan dan Peluang

Pendapatan

Tinggi

Produktivita

s dan

Kualitas

Produk

Sawit

Produk

Sawit yang

Berdaya

Saing Tinggi

UMPAN BALIK

Page 10: Road Map Sawit

10

ALUR PIKIR ROAD MAP PENGEMBANGAN SAWIT

TAHUN 2025

KONDIS

I 2005

STRATEGI PENGEMBANGAN TUJUAN

2006 - 2010

KONDIS

I IDEAL

2025

PERBAIKA

N BAHAN

TANAH

PERCEPATAN

REPLANTING

ON -

FARM

PERBAIKA

N

TEKNOLOG

I

DIVERSIFIKASI /

INTERCROPPING

G

PENINGKATA

N EFISIENSI

Dengan memperhatikan permasalahan yang dihadapi, potensi dan peluang

pengembangan serta berbagai kecenderungan dan tuntutan pembangunan

perkebunan, maka sasaran umum pengembangan sawit pada tahun 2025 adalah

sebagai berikut :

a. Luas areal sawit Indonesia akan mencapai 9 juta ha (asumsi pangan dan

oleochemical seluas 6 juta ha dan biodiesel seluas 3 juta ha).

b. Produksi sawit Indonesia akan mencapai 27 juta ton minyak sawit/CPO (TBM

32% terdiri dari 8% TBM-0, 8% TBM-I, 8% TBM-II, 8% TBM-III; TM

68%).

c. Produktivitas rata-rata sawit harus meningkat menjadi 24 ton TBS/ha/th

dengan rendemen minyak sawit 24%, inti sawit 6%, (potensi produksi 8 ton

CPO, sekarang tahun 2005 posisi 3,4 ton/ha/th sasaran tahun 2025 menjadi 4,8

ton/ha/th atau 60% dari potensi).

d. Menggunakan bahan tanaman sawit yang toleran terhadap hama penyakit

(khususnya toleran terhadap Ganoderma) dan bernilai gizi tinggi.

Page 11: Road Map Sawit

11

e. Alokasi untuk konsumsi dalam negeri mencapai 8,2 juta ton CPO (asumsi

biodisel 15% = 1,2 juta ton CPO, minyak makan + oleochemical 25 kg/kapita

jumlah penduduk 277,2 juta jiwa asumsi tumbuh 1,3%/th = 7 juta ton CPO).

f. Ekspor minyak sawit tersedia 16,6 juta ton CPO.

g. Pendapatan Petani Pekebun mencapai US$ 3.000 - 4.000/KK/Tahun (asumsi

kepemilikan kebun seluas 2-4 ha/KK). Pendapatan ini terkait dengan harga

yang diterima petani yaitu minimal 75% dari harga FOB dan petani

mempunyai saham di unit pengolahan.

h. Penyerapan tenaga kerja di on farm 4,5 juta tenaga kerja (asumsi rasio 0,5

TK/ha termasuk sektor pendukung), belum termasuk tenaga kerja yang

terserap pada off farm dan jasa lainnya.

i. Kebutuhan benih untuk peremajaan sekitar 50 juta kecambah (asumsi areal

peremajaan seluas 250 ribu ha penanaman tahun 2000).

j. Potensi pemanfaatan batang sawit hasil peremajaan 41 juta m3 (asumsi 250

ribu ha potensi kebun yang diremajakan, 75% dari populasi 128 pohon/ha,

rendemen 1,72 m3/batang).

k. Terwujudnya harmonisasi antara luas kebun sawit dengan jumlah/ kapasitas

olah PKS di suatu kawasan.

Page 12: Road Map Sawit

12

V. ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SAWIT

5.1. Arah Pengembangan Sawit

Memperhatikan pengalaman capaian manfaat keberhasilan pengembangan

perkebunan sawit yang telah berjalan selama ini, berbagai kesiapan dibidang

teknis produksi dan dukungan infrastruktur serta besarnya ketersediaan potensi

pengembangan yang telah ada, yang kemudian ditambah dengan tuntutan

kebutuhan penyediaan bahan baku bioenergi serta semakin berkembangnya

pandangan tentang cukup prospektifnya usaha perkebunan sawit, maka cukup

terbuka peluang pengembangan perkebunan sawit, semakin menguat minat

investasi pengembangan perkebunan sawit dan secara bersamaan berkembang

pula dukungan penciptaan iklim investasi disemua tingkatan.

Mencermati masalah-masalah besar yang membebani pembangunan

ekonomi nasional, utamanya masalah kemiskinan dan pengangguran, maka

menjadi trategis untuk mengupayakan agar penyelenggaraan implementasi dari

kuatnya minat investasi usaha perkebunan sawit sesuai potensi yang tersedia

tersebut, disamping harus cukup kompetitif sesuai era globalisasi dan

perdagangan bebas, perlu terkait langsung dengan pembangunan ekonomi

nasional dan pembangunan daerah.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka arah pengembangan usaha

perkebunan sawit tahun 2006 – 2025 secara garis besar adalah sebagai berikut:

5.1.1 Arah Umum Pengembangan

1) Kelanjutan pengembangan perkebunan sawit

Kelanjutan dan percepatan pengembangan perkebunan sawit didorong

untuk menjadi bagian integral dari langkah implementasi kebijakan:

a. Pembangunan ekonomi nasional; yang intinya pemberian kesempatan

seluas-luasnya kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),

Koperasi dan Petani.

b. Pembangunan daerah; yang intinya pengembangan pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi pada wilayah strategis, khusus, potensial dan

wilayah tumbuh.

Page 13: Road Map Sawit

13

c. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan; yang intinya adalah

pembangunan yang layak secara ekonomi, layak secara social dan ramah

lingkungan.

2) Melakukan fasilitasi dan advokasi agar pengembangan perkebunan rakyat

sawit dapat tetap berlanjut sebagai bagian integral dari kelanjutan

pengembangan sawit, baik pada kegiatan peremajaan maupun perluasan.

3) Mengembangkan dan mensinkronkan mekanisme kemitraan kegiatan usaha

antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat sawit dalam mekanisme

prinsip-prinsip saling membutuhkan dan menguntungkan

5.1.2. Arah Pengembangan Usaha

Hadirnya liberalisasi dan globalisasi perdagangan, selain menuntut

peningkatan kemampuan daya saing, secara bersamaan perlu pengembangan

kemampuan pemenuhan persyaratan produk yang diharuskan. Untuk keperluan

tersebut di atas, arah pengembangan usaha perkebunan sawit yang komprehensif

dan berkelanjutan, yang mampu mengoptimalkan segala peluang yang ada dan

mampu menjawab segala tantangan yang muncul secara garis besar adalah

sebagai berikut:

a. Penggunaan dan penyebaran bahan tanaman unggul

Upaya peningkatan produktivitas sawit rakyat melalui penggunaan bahan

tanaman unggul terus dilakukan secara berkesinambungan agar mendekati

potensi produksi. Dalam melakukan upaya peningkatan produktivitas, tidak

hanya memfokuskan kepada peningkatan produksi persatuan luas, namun juga

menggunakan bahan tanaman yang tahan terhadap penyakit utama, khususnya

terhadap penyakit busuk pangkal batang yang disebabkan Ganoderma dan

juga berusaha semaksimal mungkin menggunakan bahan tanaman yang kaya

gizi seperti beta karotane, vitamin A dan E alami.

b. Perbaikan kondisi lahan marginal untuk perluasan

Dengan pesatnya perkembangan sawit, ketersediaan lahan yang sesuai untuk

sawit akan semakin terbatas sehingga pengembangan perkebunan sawit di

masa mendatang akan mengarah ke lahan-lahan marginal. Lahan marginal

mempunyai berbagai faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman, seperti

Page 14: Road Map Sawit

14

kondisi drainase yang buruk, kesuburan tanah yang rendah, topografi yang

curam, maupun kondisi iklim yang kurang sesuai bagi tanaman sawit. Dengan

demikian maka perlu ada kebijakan perbaikkan kondisi lahan marginal

tersebut sehingga tanaman sawit dapat tumbuh dan berproduksi sesuai dengan

standar tanpa menimbulkan kerusakan pada lingkungan.

c. Peningkatan penerapan Good Agricultural Practices (GAP)

Meningkatnya biaya produksi seperti pupuk dan tenaga kerja, sementara harga

produk sawit relatif stabil memerlukan peningkatan penerapan GAP.

Perkebunan sawit yang mampu meningkatkan efektivitas aplikasi faktor-faktor

produksi tersebut, dapat menekan biaya produksi dan sekaligus meningkatkan

produktivitas tanaman yang berwawasan lingkungan.

d. Pengembangan Produktivitas Usaha

Peningkatan produktivitas usahatani melalui pengembangan berbagai cabang

usahatani yang terintegrasi dengan sawit antara lain dengan ternak, tanaman

pangan.

e. Pengembangan diversifikasi produk sawit

Diversifikasi diarahkan kepada pembuatan produk-produk olahan yang

berdaya saing tinggi dengan memanfaatkan kelebihan dan sifat alami dari

minyak sawit. Penggunaan minyak sawit untuk keperluan oleo pangan, oleo

kimia dan biofuel akan semakin meningkat, baik untuk kebutuhan dalam

negeri maupun pasar internasional. Di samping persaingan antar minyak

nabati yang ketat, produksi minyak sawit Indonesia diharapkan dapat

memenuhi konsumsi dalam dan luar negeri. Guna mengantisipasi hal tersebut,

diperlukan adanya program ke arah diversifikasi produk, agar orientasi ekspor

produk sawit Indonesia tidak hanya berupa minyak sawit mentah (CPO)

semata.

f. Pengembangan industri hilir

Pengembangan sawit juga diupayakan bagi industri kecil, agar petani dapat

menikmati nilai tambahnya. Untuk tujuan tersebut, perlu ada prioritas program

untuk rancang bangun proses dan peralatan pengolahan untuk industri terpadu

meliputi pabrik minyak goreng, pabrik sabun, margarin dan biofuel dalam

berbagai skala usaha bagi produk minyak sawit yang dihasilkan.

Page 15: Road Map Sawit

15

5.1.3. Arah Pengembangan Produksi

Hasil produksi usaha perkebunan sawit, selain sebagai bahan baku industri

minyak goreng yang merupakan salah satu kebutuhan pangan pokok, juga

merupakan bahan baku industri oleochemical yang cukup kompetitif dan luas.

Oleh sebab itu, arah pengembangan produksi perkebunan sawit selama ini adalah

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri dan ekspor. Seiring pesatnya

perkembangan industri berbahan baku hasil produksi sawit (CPO dan PKO),

antara lain untuk biodiesel, maka arah pengembangan produksi adalah pemenuhan

kebutuhan konsumsi dalam negeri dan ekspor, sedangkan untuk kebutuhan

biodiesel perlu dipersiapakan pengembangan baru yang tidak mengganggu

kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

5.2. Kebijakan Pengembangan Perkebunan Sawit

1. Perbaikan kemampuan pelayanan dan fasilitasi serta penyediaan berbagai

stimulan untuk melanjutkan dan meningkatkan laju pengembangan sawit.

2. Percepatan pengembangan perkebunan rakyat dan infrastruktur di daerah

tertinggal.

Pengembangan perkebunan rakyat di daerah tertinggal khususnya di Kawasan

Timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian) beserta

infrastrukturnya yaitu seperti jaringan jalan, pelabuhan, tangki timbun CPO,

energi kelistrikan dan jaringan telekomunikasi sudah sangat mendesak. Hal ini

ditempuh, mengingat potensi pengembangan sawit daerah tersebut cukup

prospektif.

3. Dukungan penyediaan fasilitas sumber dana kredit lunakjangka panjang.

Kebijakan ini ditujukan untuk tersedianya berbagai kemungkinan sumber

pembiayaan yang sesuai untuk pengembangan sawit rakyat, baik yang berasal

dari lembaga perbankan maupun non perbankan, serta perlu dihidupkan

kembali dana Cess yang berasal dari komoditas sawit.

4. Penyediaan petugas pendamping

Kebijakan ini ditujukan agar petani mampu menerapkan paket teknologi serta

pengembangan keserasian kemitraan antara petani dengan perusahaan mitra

(pabrik dan produksi).

Page 16: Road Map Sawit

16

5. Pengembangan sistim pertanian berbasis sawit

Kebijakan ini untuk mengkaji terapan kelayakan teknis dan ekonomis

pengembangan tanaman tumpangsari pangan intensif berkelanjutan sebagai

pengganti fungsi covercrop pada kegiatan peremajaan perkebunan rakyat

sawit, serta integrasi usaha perkebunan sawit dengan ternak.

6. Penyediaan data dan informasi

Kebijakan ini untuk penyediaan data dan informasi tentang sawit yang

mencakup akses untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang

lengkap dan terkini mengenai peluang usaha sawit.

7. Peningkatan pelayanan dalam rangka mendukung penerapan GAP

Kebijakan ini untuk meningkatkan efektifitas aplikasi faktor-faktor produksi

sehingga dapat menekan biaya produksi dan sekaligus meningkatkan

produktivitas tanaman yang berwawasan lingkungan.

8. Pengembangan sistem perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Kegiatan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan pembangunan

kebun sawit bertujuan untuk mengontrol seluruh tahapan kegiatan

pembangunan kebun sawit, agar setiap kegiatan kultur teknis sawit dapat

dilakukan sesuai dengan standar, sehingga pertumbuhan dan produktivitas

tanaman sawit sesuai dengan potensi lahan dan bahan tanaman yang

digunakan.

9. Pemberdayaan petani dan organisasi petani.

Pemberdayaan petani dan organisasi petani sangat diperlukan untuk

pengembangan kemampuan petani dan organisasi petani agar dapat

memperoleh akses dalam memenuhi kebutuhan (modal, teknologi, agro-input,

benih/bibit) dan pengembangan kemitraan antara petani dan pengusaha dalam

berbagai kegiatan di hulu hingga hilir.

10. Harmonisasi luas areal sawit dan PKS.

Penetapan total luasan kebun kelapa sawit dan jumlah/kapasitas olah TBS

PKS yang ideal secara sosial, ekonomi dan lingkungan di suatu kawasan

industri sawit.

Page 17: Road Map Sawit

17

11. Peningkatkan Kerjasama antar Produsen Sawit

Bertujuan untuk menggalang kerjasama disegala bidang baik untuk

menghadapi kampanye negatif dari negara kompetitor, stabilitasi harga,

maupun untuk memantapkan peran strategis komoditas sawit.

Page 18: Road Map Sawit

18

VI. PROGRAM PENGEMBANGAN SAWIT

Dalam mendukung peran sub sektor perkebunan, agribisnis sawit memegang

peranan yang cukup penting terutama untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat pekebun dan menciptakan landasan ekonomi yang kokoh. Dengan

kebijakan yang dirumuskan di atas, maka program pengembangan sawit dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1) Sosialisasi dan penerapan SNI mutu benih dan sistem pengendalian mutu

benih untuk menghindari pemalsuan bahan tanaman.

2) Pembinaan dan pengembangan usaha penangkaran bahan tanaman dengan

sistem waralaba untuk menghindari pemalsuan bahan tanaman.

3) Pemanfaatan dan perbaikan lahan marjinal untuk pengembangan perkebunan

sawit serta penerapan pemupukan sesuai dengan spesifik lokasi

4) Penyediaan bahan baku CPO untuk oleo pangan, oleo kimia dan biofuel

melalui kegiatan program revitalisasi perkebunan.

5) Penyediaan petugas pendamping agar pekebun dapat menerapkan GAP dan

GMP.

6) Sosialisasi dan mendorong pekebun untuk dapat menerapkan prinsip dan

kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) kepada pekebun.

7) Pengembangan sistem informasi mencakup akses untuk memperoleh dan

menyebar luaskan informasi yang lengkap dan terkini mengenai peluang

usaha sawit dan penyusunan serta penyerasian program tahunan.

8) Penumbuhan dan pengembangan kesadaran dan kemampuan petani dalam

pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) sawit sebagai

bagian sistem usahataninya.

9) Pemasyarakatan dan pelembagaan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

kelapa sawit serta penyediaan pedoman penerapan agen hayati untuk

pengendalian OPT sawit.

10) Membuat mapping dan zoning antara luas areal sawit dengan

jumlah/kapasitas olah PKS dalam suatu kawasan tertentu, khususnya untuk

kawasan pengembangan industri sawit yang baru.

Page 19: Road Map Sawit

19

11) Pengembangan layanan penunjang agribisnis sawit, seperti sarana produksi,

alsintan, teknologi dan permodalan.

12) Memfasilitasi investor untuk mempercepat pembangunan perkebunan sawit

rakyat di daerah-daerah pengembangan terutama di Indonesia Timur

(Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian), wilayah perbatasan dan wilayah

khusus lainnya.

13) Memfasilitasi terbangunnya infrastruktur untuk mendukung pengemangan

sawit di daerah tertinggal, wilayah khusus lainnya.

14) Pendidikan, pelatihan dan magang petani maupun petugas.

15) Pendampingan dan pengawalan implementasi teknologi dan kelembagaan

16) Penghimpunan dana peremajaan dalam rangka keberlanjutan usaha.

17) Pemantapan kelembagaan yang mendukung pengembangan agribisnis sawit.

6.1. Proyeksi Luas Areal

Tabel 1. Proyeksi Luas Areal Perkebunan Sawit 2006 - 2025

Tahun Luas Areal (ha)

PIR PBN PBS Nasional

2006 2.017 702 3.254 5.973

2007 2.337 727 3.449 6.513

2008 2.657 752 3.644 7.053

2009 2.977 777 3.839 7.593

2010 3.292 802 3.929 8.023

2015 3.792 927 4.289 9.008

2020 3.792 927 4.289 9.008

2025 3.792 927 4.289 9.008

%th 3,4 1,5 1,5 2,2 Sumber : Ditjen Perkebunan dan PPKS

Page 20: Road Map Sawit

20

6.2. Proyeksi Produksi

Tabel 2. Proyeksi Produksi Minyak Sawit / CPO 2006 - 2025

Tahun Produksi (000 ton CPO)

PIR PBN PBS Nasional

2006 4.588 2.348 7.466 14.402

2007 5.238 2.453 7.942 15.633

2008 5.907 2.561 8.429 16.897

2009 6.954 2.672 8.930 18.196

2010 7.288 2.785 9.254 19.327

2015 8.884 3.304 10.870 23.058

2020 9.571 3.657 11.612 24.840

2025 10.310 3.939 12.511 26.760

%th 4,4 2,8 2,8 3,3 Sumber : Ditjen Perkebunan dan PPKS

6.3. Proyeksi Produktivitas

Tabel 3. Proyeksi Produktivitas Perkebunan Sawit 2006 - 2025

Tahun Produktivitas (kg CPO/ha/th)

PIR PBN PBS Nasional

2006 3.025 3.858 3.689 3.483

2007 3.048 3.905 3.737 3.495

2008 3.052 3.953 3.786 3.513

2009 3.064 4.002 3.837 3.535

2010 3.082 4.052 3.891 3.599

2015 3.286 4.321 4.176 3.799

2020 3.540 4.655 4.501 4.093

2025 3.814 5.015 4.849 4.509

%th 1,2 1,4 1,4 1,2 Sumber : Ditjen Perkebunan dan PPKS

Page 21: Road Map Sawit

21

6.4. Proyeksi Permintaan dan Penawaran Minyak Sawit Indonesia

Tabel 4. Keseimbangan permintaan dan penawaran minyak sawit Indonesia

2006 - 2025

Tahun Stok

Awal

Produksi Impor Ekspor Komsumsi Stok

Akhir

2006 534 14.402 0 10.791 3.727 418

2007 418 15.633 0 11.222 3.969 860

2008 860 16.897 0 11.671 4.227 1.859

2009 1.859 18.196 0 12.045 4.502 12.512

2010 12.512 19.327 0 12.528 4.795 14.516

2015 14.516 23.058 0 15.389 6.570 15.615

2020 15.615 24.840 0 16.496 8.028 15.931

2025 15.931 26.760 0 16.661 8.109 17.921

Pertb % 21,6 3,3 0 2,3 4,2 23,7