MAKALAH
MATA KULIAH INTERAKSI MANUSIA DAN LANSKAP (ARL 523)
KAJIAN HASIL KONFERENSI RIO+20 “THE FUTURE WE WANT”
RIO DE JANEIRO, BRAZIL, 13–22 JUNI 2012
SITI NOVIANTI LUFILAH
A44090029
SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ……..................................................................... 2
1.2 Tujuan ……....................................................................................... 3
1.2 Manfaat ……..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Refleksi Dokumen “The Future We Want”....................................... 4
2.2 Agenda “The Future We Want” Mengulang/ Tidak Nasib“Caring
for the Earth: A Strategy for Sustainable Living (1992)”................. 5
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan .......................................................................................... 6
3.2 Saran ................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 7
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era modernisasi dan globalisasi timbul kesadaran dari
masyarakat dunia mengenai pentingnya pemanfaatan sumberdaya alam maupun
sosial tanpa merusak kepentingan generasi yang akan datang. Inilah yang
kemudian dikenal dengan istilah “pembangunan berkelanjutan” (sustainable
development). Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berkonsentrasi pada isu-
isu lingkungan, tetapi juga mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu (1)
pembangunan ekonomi, (2) pembangunan sosial, dan (3) perlindungan
lingkungan. Hal tersebut telah disebutkan pada Dokumen-dokumen PBB,
terutama dokumen hasil World Summit 2005 yang menyebut ketiga hal tersebut
saling terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Sebagai upaya untuk mewujudkannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyelenggarakan KTT Bumi atau yang dikenal sebagai United Nations
Conference on Envitonment and Development (UNCED) di Rio de Janeiro, Brazil,
pada tanggal 3–14 Juni 1992. Berbagai isu yang dibahas dalam konferensi ini
antara lain:
1. Pengawasan sistematis pada pola produksi, khususnya pada produksi
komponen beracun seperti timbal dalam bensin atau limbah radioaktif;
2. Sumber-sumber energi alternatif yang menggantikan penggunaan bahan
bakar fosil yang terkait dengan perubahan iklim global;
3. Ketergantungan baru pada sistem transportasi publik untuk mengurangi
emisi gas buang kendaraan, kemacetan di kota-kota dan masalah kesehatan
yang disebabkan oleh polusi udara dan asap; dan
4. Kelangkaan air.
KTT Bumi telah menghasilkan beberapa dokumen, seperti Deklarasi Rio
tentang Lingkungan dan Pembangunan, Agenda 21, dan Prinsip-Prinsip Hutan.
Selain itu terdapat pula dua perjanjian yang diperkenalkan dan dibuka untuk
ditandatangani oleh para negara peserta, yaitu (1) Konvensi Keaneka Ragaman
Hayati dan (2) Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
1
(UNFCCC) (Anonim 2012a). Namun dalam realisasinya, tidak semua tujuan KTT
Bumi dapat diwujudkan. KTT Bumi menuai banyak kritik yang menyatakan
bahwa berbagai hal fundamental dalam perjanjian tersebut seperti mengentaskan
kemiskinan dan membersihkan lingkungan belum benar-benar terwujudkan. Oleh
karena itu, sebagai upaya tindak lanjut dari KTT Bumi 1992 silam, PBB kembali
menyelenggarakan Konferensi mengenai Pembangunan Berkelanjutan (United
Nations Conference on Sustainable Development (UNCSD) atau yang dikenal
dengan nama Rio+20 di kota yang sama, Rio de Janeiro, Brazil, pada tanggal 20–
22 Juni 2012.
Konferensi Rio+20 yang mengusung tema “The Future We Want”
merupakan sebuah tonggak penting dalam rangkaian konferensi utama PBB
setelah dua puluh tahun sejak KTT Bumi diadakan. Melalui konferensi ini, PBB
berusaha menyatukan kembali para pemerintah, institusi internasional dan
berbagai kelompok masyarakat lainnya untuk mendukung terwujudnya tujuan
Konferensi Rio+20, yaitu untuk membentuk kebijakan baru dalam mendorong
kemakmuran global, mengurangi kemiskinan, serta memajukan kesetaraan sosial
dan perlindungan lingkungan hidup (Anonim 2012b).
1.2 Rumusan Masalah
Hasil penyelenggaraan Konferensi Rio+20 ternyata tidak mutlak
memberikan kepuasan bagi semua pihak terkait (dalam hal ini negara peserta).
Beberapa masalah terkait hasil Konferensi Rio+20, di antaranya:
1. Refleksi Dokumen “The Future We Want” yang memihak dan dinilai
masih lemah.
2. Agenda “The Future We Want” dinilai memiliki kecenderungan bernasib
sama dengan Agenda “Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable
Living (1992)”
2
1.3 Tujuan
Tujuan dari kajian ini di antaranya:
1. Menidentifikasi arah refleksi hasil Konferensi Rio+20, yaitu Dokumen
“The Future We Want” dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
2. Menganalisis tingkat keberhasilan Dokumen “The Future We
Want”dibandingkan dengan Dokumen “Caring for the Earth: A Strategy
for Sustainable Living (1992)”
1.4 Manfaat
Manfaat dari kajian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana Dokumen
“The Future We Want”dapat menyelesaikan masalah-masalah lingkungan global
agar dapat meningkatkan budaya demokrasi di tatanan dunia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Refleksi Dokumen “The Future We Want”
Secara umum, Dokumen “The Future We Want” memuat kesepahaman
pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan
penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan (renewing
political commitment). Di dalamnya berisi kesepahaman aturan mengenai politik,
ekonomi, pembangunan berkelanjutan, isu-isu lingkungan hidup, dan
implementasi dalam hal teknologi, finansial, capaciy-building, dan perdagangan.
Terdapat tiga isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang
termuat dalam Dokumen ini, yaitu: (i) Green Economy in the context of
sustainable development and poverty eradication, (ii) pengembangan kerangka
kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global (Institutional Framework
for Sustainable Development), serta (iii) kerangka aksi dan instrumen
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan (Framework for Action and Means of
Implementation) (Kartakusuma 2012).
Berdasarkan kajian terhadap isi Dokumen Rio+20 “The Future We Want”,
dapat diketahui bahwa refleksi dokumen tersebut lebih menekankan pada
kepentingan pihak antroposentrisme (shallow-ecology) daripada pihak ekologisme
(deep ecology). Dokumen tersebut tidak menjawab problem utama kerusakan
bumi yang kini menjadi permasalahan utama, namun justru akan
‘melanggengkan’ sistem ekonomi neoliberal dengan sekadar menempelkan kata
“green” tanpa mengubah orientasi pembangunan yang eksploitatif. Sistem
ekonomi hijau (green economy) yang dibicarakan justru akan memperluas
privatisasi, komodifikasi, dan finansialisasi sumber daya alam, merampas sumber-
sumber kehidupan rakyat, serta menghancurkan keragaman hayati, termasuk
perdagangan karbon, tukar guling kawasan (biodiversity offset) yang menjadi isu
dalam perundingan-perundingan global.
4
2.2 Agenda “The Future We Want” Mengulang/ Tidak Nasib “Caring for
the Earth: A Strategy for Sustainable Living (1992)”?
Sejauh ini, isi Dokumen Rio+20 cukup diterima banyak pihak meski tidak
sepenuhnya memuaskan. Dokumen Rio+20 ”The Future We Want” dinilai
memberi refleksi bahwa negara-negara di dunia memiliki perhatian pada
pembangunan berkelanjutan. Namun, bagi negara berkembang hal tersebut tidak
akan mudah dilaksanakan mengingat keterbatasan tenaga yang dimiliki, terutama
nmembantu negara berkembang agar mencapai target pembangunan
berkelanjutan.
Jika ada kekhawatiran pihak-pihak terkait terhadap kekuatan isi Dokumen
Rio+20 ”The Future We Want” maka memang wajar mengingat dokumen
sebelumnya yaitu “Caring for the Earth: A Strategy for Sustainable Living
(1992)” gagal mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Terlebih lagi, banyak
hal-hal krusial yang tidak tercantum dalam dokumen ini, seperti agenda perubahan
iklim, penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan Hak Asasi
Perempuan, serta ekonomi berkeadilan. Jika tidak didukung konsistensi para
pemangku kepentingan, terutama PBB sebagai organisator dunia, dalam
mewujudkan aspek-aspek yang telah dirumuskan, maka dokumen tersebut adapat
dipastikan akan mengulang kegagalan deklarasi Pembangunan Berkelanjutan
1992 silam.
5
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sekilas isi Dokumen Rio+20 memang tampak ideal dengan
menyeimbangkan kepentingan antroposentris dan ekologis. Namun apabila
diperhatikan lebih jauh lagi, implementasi dokumen lebih menitikberatkan pada
kepentingan antroposentris dan neo-liberalis. Selain itu, masih banyak kekurangan
dalam isi dokumen yang mengundang kritikan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, diharapkan hasil KTT Rio+20 tidak menjadi instrumen untuk lebih
memperburuk kondisi pembangunan dan lingkungan hidup di dunia.
3.2 Saran
Hasil KTT Rio+20 harus ditindaklanjuti dengan aksi konkret yang
bermanfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat (people-centered
development). Perlu tinjauan ulang mengenai isi dokumen dan agenda konferensi
lanjutan serta mendorong pemerintah agar mengimplementasikan pasal-pasal guna
menjamin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
6
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012a. KTT Bumi. [Internet]. Diunduh pada 28 Desember 2012.
Tersedia dalam http://id.wikipedia.org/wiki/KTT_Bumi.
Anonim. 2012b. Rio+20: Konferensi PBB untuk pembangunan berkelanjutan
dimulai dengan seruan tindakan. [Internet]. Diunduh pada 28 Desember
2012. Tersedia dalam http://www.unic-jakarta.org/index.php/id/home-
bahasa/65-bahasa-categories/info-terkini/juni-2012/459-rio-20-konferensi-
pbb-untuk-pembangunan-berkelanjutan-dimulai-dengan-seruan-tindakan.
Kartakusuma DA. 2012. Konferensi PBB untuk pembangunan berkelanjutan
(rio+20): “masa depan yang kita inginkan”. [Internet]. Diumduh pada 29
Desember 2012. Tersedia dalam http://www.menlh.go.id/konferensi-pbb-
untuk-pembangunan-berkelanjutan-rio20-masa-depan-yang-kita-inginkan/.
7