Download - Rinitis Hormonal

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

Rhinitis diderita hampir 25% dari populasi di seluruh dunia. Rhinitis

bukan merupakan penyakit tunggal melainkan kumpulan dari berbagai macam

gangguan dengan berbagai macam mekanisme patofisiologi yang bukan selalu

karena inflamasi. Gejalanya terdiri dari satu atau lebih dari hal berikut : rinorhea,

bersin, gatal-gatal dan/atau sumbatan pada hidung yang menyebabkan penurunan

dari indera penciuman.

Penyebabnya lebih dari satu, misalnya obstruksi anatomis, infeksi,

underlying systemic disease, inflamasi alergi ataupun non-alergik. Walaupun

gejala klinis dari rhinitis alergik dan non-alergik bisa sama, subtipe ini dapat

dibedakan secara klinis. Sebagai contoh, penyebab dari rhinitis non-alergik adalah

rhinitis karena infeksi, rhinitis medikamentosa, rhinitis non-alergik persisten

dengan atau tanpa eosinofilia (NARES), rhinitis atropik, drug-induced rhinitis dan

rhinitis hormonal. Rhinitis hormonal.

Rhinitis hormonal sendiri merupakan rhinitis yang disebabkan oleh adanya

ketidakseimbangan hormon, terutama hormon esterogen sehingga biasanya

rhinitis hormonal diderita oleh wanita yang sedang menopause, wanita hamil.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 ANATOMI

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas

kebawah:1

1. pangkal hidung (bridge),

2. dorsum nasi,

3. puncak hidung,

4. ala nasi,

5. kolumela dan

6. lubang hidung (nares anterior).

Gambar 1.1 Anatomi Hidung Bagian Luar

Sumber : http//:visualdictionaryonline.com

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari:1

1. tulang hidung (os nasalis),

2. prosesus frontalis os maksila dan

3. prosesus nasalis os frontal

1

Gambar 1.2. Anatomi Kerangka Hidung

Sumber

:

http://4.bp.blogspot.com/_bdoZHdubEbw/TH6LLZ1mCEI/AAAAAAAA

AKY/ZCH7f0VbYnk/s1600/externalnoseparts.jpg

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang

rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu:1

1. sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

2. sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago alar mayor),

3. beberapa pasang kartilago alar minor dan

4. tepi anterior kartilago septum.

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan

kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum

nasikanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut

2

naresanterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana)

yangmenghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi,

tepatdibelakang nares anteriror, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh

kulityang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang

yangdisebut vibrise.1

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior.Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum dibentuk

oleh tulangdan tulang rawan. Bagian tulang adalah lamina perpendikularis os

etmoid, vomer,krista nasalis os maksila dan krista nasalis os palatina. Bagian

tulang rawan adalahkartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.1

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan danperiostium

pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi pula oleh mukosahidung. Bagian

depan dinding lateral hidung licin, yang disebut ager nasi dandibelakangnya

terdapat konka-konka yang mengisi sebagian besar dinding lateralhidung.1

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan

letaknyapaling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah

konka media,lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut

konkasuprema. Konka suprema disebut juga rudimenter.1

3

Gambar 1.3. Anatomi Hidung Bagian Dalam

Sumber

:

http://lh5.ggpht.com/_I0UHlGxoP6A/SaVl7Jfr_KI/AAAAAAAAAtQ/yupDo2elr

uw/clip_image0024.jpg

4

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os

maksiladan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema

merupakanbagian dari labirin etmoid.Di antara konka-konka dan dinding lateral

hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus,

ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior

terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga

hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis.

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris

dan infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit

melengkung dimana terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoid

anterior.1

Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan

konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. Dinding

inferior merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os maksila dan os

palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh

lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung.1

2. 1. 1. PENDARAHAN

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika, sedangkan a.oftalmika

berasal dari a.karotis interna.1

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang

a.maksilaris interna, di antaranya ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina

yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki

rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.1

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

a.sfenopalatina, a.etmoid anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang

disebut pleksus Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah

5

cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis terutama pada

anak.1

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung

bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena

di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk

mudahnya penyebaran infeksi sampai ke intrakranial.1

Sumber: biologimediacenter.com

2. 1. 2. PERSARAFAN

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal

dari n.oftalmikus. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan

sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatina.1

Ganglion sfenopalatina, selain memberikan persarafan sensoris,

jugamemberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa

hidung.Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila, serabut

parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari

n.petrosus profundus.Ganglion sfenopalatina terletak di belakang dan sedikit di atas

ujung posterior konka media.1

6

Fungsi penghidu berasal dari Nervus olfaktorius. Saraf ini turun melalui

lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir

pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas

hidung.1

Sumber: biologimediacenter.com

2. 1. 3. MUKOSA HIDUNG

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional

dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu

(mukosa olfaktorius).Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga

hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudo

stratified columnar epithalium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat

sel-sel goblet.1

Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan

kadang-kadang terjadi metaplasia, menjadi sel epitel skuamosa. Dalam keadaan

normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut

lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh

kelenjar mukosa dan sel-sel goblet.1

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang

penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan

didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk

7

membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang

masuk ke dalam rongga hidung.1

Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul

dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.Gangguan gerakan silia dapat

disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan

obat-obatan. Di bawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung

pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.1

Pembuluh darah pada mukosa hidung mempunyai susunan yang khas.

Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika propria dan tersusun

secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan pendarahan pada

anyaman kapiler perigalnduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman

kapiler ini membuka ke rongga sinusoid vena yang besar yang dindingnya dilapisi

oleh jaringan elastik dan otot polos. Pada bagian ujungnya sinusoid ini

mempunyai sfingter otot. Selanjutnya sinusoid akan mengalirkan darahnya ke

pleksus vena yang lebih dalam lalu ke venula. Dengan susunan demikian mukosa

hidungmenyerupai suatu jaringan kavernosus yang erektil, yang mudah

mengembang dan mengerut. Vasodilatasi dan vasokontriksi pembuluh darah ini

dipengaruhi oleh saraf otonom.1

II. 2 FISIOLOGI HIDUNG

Berdasarkan teori structural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi

fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:1

1. Fungsi respirasi

Untuk mengatur kondisi udara, humidikasi, penyeimbang dalam

pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik local.

2. Fungsi penghidu

Terdapatnya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk

menampung stimulus penghidu.

3. Fungsi fonetik

Yang berguna untuk resonanasi suara, membantu proses bicara dan

mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

4. Fungsi static dan mekanik

8

Untuk meringankan beban kepala.

5. Reflex nasal.

2. 2. 1 FUNGSI RESPIRASI

Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares

anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke

arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.1

Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada

musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan

udara inspirasi oleh palut lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi

sebaliknya.1

Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius.

Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas.1

Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan

disaring dihidung oleh:1

a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b. Silia

c. Palut lender

Debu dan bakteri akan melekat pada palu lender dan partikel-partikel

yang besar akan dikeluarkan dengan reflex bersin.

2.2.2 FUNGSI PENGHIDU

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya

mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian

atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi

dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat. 1

Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk

membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti

perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan

rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam jawa.1

9

2.2.3 FUNGSI FONETIK

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).1

Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan

menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang,

sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses

pembentukan konsonan nasal (m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka

dan palatum mole turun untuk aliran udara.1

2.2.4 REFLEKS NASAL

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan

saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan

refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan

sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.1

II. 3 DEFINISI

Rhinitis hormonal didefinisikan rhinitis akibat sebagai ketidakseimbangan

hormon. Estrogen diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom dengan

meningkatkan sejumlah faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin transferase, dan

kontenasetil kolin, dan juga meningkatkan penghambatan sistem simpatik.2

II. 4 ETIOLOGI

Penyebab paling umum adalah karena ketidakseimbangan hormon yang

terutama dialami oleh wanita saat kehamilan, menstruasi, pubertas dan pemakaian

esterogen eksogen. Pada saat hamil, rhinitis hormonal biasanya bermanifestasi

pada bulan kedua dan akan terus berlanjut selama kehamilan. Dimana estrogen

diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom dengan meningkatkan sejumlah

faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin transferase, dan kontenasetil kolin, dan

juga meningkatkan penghambatan sistem simpatik.2

10

Hipotiroid adalah juga diketahui menyebabkan rhinitis hormonal. Pada

hipotiroidisme, terjadi peningkatan pelepasan TSH menyebabkan edema dari

turbinate. Hidung tersumbat dan pilek adalah gejala yang paling umum dari

Rhinitis Hormonal.2

Esterogen merangsang kongesti vaskular membrana hidung dan juga

pembesaran uterus, umumnya memuncak pada fase premenstrual segera di mana

kongesti panggul paling maksimum, sehingga beberapa wanita dapat menyadari

kongeti hidung pada saat ini. Selama kehamilan, dengan meningkatnya kadar

esterogen, maka gejala-gejala kongesti hidung biasanya dimulai pada bulan

keempat atau kelima dan semakin hebat menjelang persalinan, seiring dengan

peningkatan produksi sterogen. Gejala-gejala umumnya menghilang spontan saat

persalinan. Dengan cara yang sama, pil KB dapat menyebabkan pembengkakan

dalam hidung. Penyebab endokrin lain dari pembengkakan hidung adalah

hipotiroidisme atau miksedema. Gejala dapat diredakan dengan pemberian ekstrak

tiroid. Sebaliknya, obat antitiroid dapat menyebabkan kongesti hidung. 3

II. 5 PATOFISIOLOGI

Selama kehamilan, plasenta memproduksi estrogen dalam jumlah besar.

Estrogen dikenal dapat memperburuk produksi lendir dan dapat menyebabkan

lendir menjadi sangat tebal atau sangat tipis. Estrogen juga menyebabkan turbinat

dalam hidung(kecil, bentuk tulang yang memegang mukosa) menjadi bengkak,

yang dapat mengganggu pernapasan. Kejadian rhinitis yang sama juga dialami

wanita yang memakai pil KB dan menjalani terapi hormon pengganti.4

Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa rinitis akibat

kehamilan yang dialami oleh 22%, dan 69% diantaranya perokok. Esterogen

meningkatkan jumlah asam hyaluronic dalam mukosa hidung, edema jaringan

yang dihasilkan meningkat dan hidung tersumbat. Peningkatan sekresi kelenjar

lendir di hidung selama kehamilan, dengan peningkatan pada mukosa dan silia

menurun. Selain itu, baikβ-estradiol dan progesteron memiliki reseptor di mukosa

hidung faktor ini juga berkontribusi terhadap kongesti nasal di kalangan wanita

hamil. 4

11

Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kadar estrogen selama

fertilisasi in vitro (IVF) pada wanita sehat menyebabkan hiperaktivitas mukosa

hidung. Namun, tidak adapeningkatan pembengkakan mukosa hidung. 5

II. 6 GEJALA KLINIS

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 70% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis

saja. Gejalanya terdiri dari satu atau lebih dari hal berikut : rinorhea, bersin, gatal-

gatal dan/atau sumbatan pada hidung yang menyebabkan penurunan dari indera

penciuman.5

Dan gejala biasanya dialami oleh wanita saat kehamilan, menstruasi,

pubertas dan pemakaian esterogen eksogen. Pada saat hamil, rhinitis hormonal

biasanya bermanifestasi pada bulan kedua dan akan terus berlanjut selama

kehamilan. Dimana estrogen diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom

dengan meningkatkan sejumlah faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin

transferase, dan kontenasetil kolin, dan juga meningkatkan penghambatan sistem

simpatik.2

Hipotiroid adalah juga diketahui menyebabkan rhinitis hormonal. Pada

hipotiroidisme, terjadi peningkatan pelepasanTSH menyebabkan edema dari

turbinate. Hidung tersumbat dan pilek adalah gejala yang paling umum dari

Rhinitis Hormonal. 2

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik hidung

serta pemeriksaaan penunjang. Pemeriksaan hidung dan nasofaring dengan

endoskopi telah menjadi rutinitas dalam hasil pemeriksaan diagnostik pasien

dengan keluhan hidung dan sinus.1

Anamnesis

Anamnesis pada penderita yang dicurigai rinitis dimulai dengan

menanyakan riwayat penyakit secara umum dan dilanjutkan dengan

pertanyaan yang lebih spesifik meliputi gejala di hidung termasuk

keterangan mengenai tempat tinggal, tempat kerja, dan pekerjaan pasien.3

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi

dihadapan pemeriksa. Hampir 70% diagnosis dapat ditegakkan dari

anamnesis saja. Gejalanya terdiri dari satu atau lebih dari hal berikut :

12

rhinorea, bersin, gatal-gatal dan/atau sumbatan pada hidung yang

menyebabkan penurunan dari indera penciuman yang biasanya muncul

saat enam minggu atau lebih pada masa kehamilan.1,3

Ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal (serangan yang

memburuk pada pagi hari sampai siang hari dan membaik saat malam

hari). Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan

rinitis, riwayat atopi di keluarga, faktor pemicu timbulnya gejala, riwayat

pengobatan, serta riwayat gejala yang sama sebelum kehamilan.1,3

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya

edema dari konka media atau inferior yang diliputi sekret encer bening,

mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan anatomi hidung lainnya

seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.1,3

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan rinitis alergi. Test kulit (skin test) biasanya negatif atau

positif lemah, serta kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang

ditemukan juga eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah

yang sedikit. Infeksi yang sering menyertai ditandai dengan adanya sel

neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan

mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus

apabila sinus telah terlibat.

Adapun alur diagnosis untuk mendeteksi rhinitis alergi atau non alergi tertera

pada gambar 4.6

13

Gambar 4. Alogaritma diagnosis rinitis

II. 7 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosa banding dari rhinitis hormonal adalah sebagai berikut:

Rhinitis vasomotor

Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor

rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non-

Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis. Rhinitis vasomotor

mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi sehingga sulit untuk

dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung tersumbat,

ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang. Etiologi

yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan

keseimbangan fungsi vasomotor dimana sistem saraf parasimpatis relatif

lebih dominan. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang berlangsung temporer, seperti emosi, posisi tubuh,

kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya,

yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai

gangguan oleh individu tersebut.1,3

Rhinitis medikamentosa

14

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan

respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor

topikal (tetes hidung atausemprot hidung) dalam waktu yang lama dan

berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap.

Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia

karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan

penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang

bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-

adrenoreseptor oral,  inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan

antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara

vasokontriktor  hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah

rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh

penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-

obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced

rhinitis).1,3

Rinitis Alergi

Rinitis alergi merupakan suatu kumpulan gejala kelainan hidung yang

disebabkan proses inflamasi yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)

akibat paparan alergen pada mukosa hidung. Gejala klinis yang timbul

berupa rhinorea yang hilang timbul, bersin-bersin, obstruksi nasi, pruritus

pada mukosa hidung, konjungtiva, dan orofaring. 1,3

II. 8 TATALAKSANA

Rhinitis pada kehamilan sangat sulit untuk ditangani dan tidak ada

penanganan khusus. Dekongestan topikal awalnya mengurangi keluhan hanya

sementara, tetapi dengan penggunaan dekongestan topikal yang terus menerus

bisa mengakibatkan hiperaktivasi dan hipertrofi dari mukosa hidung, yang dapat

mengakibatkan rhinitis medikamentosa. Pengaruh dekongestan topikal pada fetus

juga masih didiskusikan. Steroid topikal merupakan pengobatan paling efektif

untuk segala jenis rhinitis,seperti rhinitis alergik, rhinitis persisten non-alergik,

rhinitis medikamentosa dan polip hidung. Walaupun begitu, pengobatan ini

15

digunakan juga untuk rhinitis saat kehamilan, penilitian menunjukkan tidak ada

efek dari steroid hidung bila dibandingkan dengan placebo.5

Penatalaksanaan dari rhinitis pada wanita hamil tidak selalu efektif.

Walaupun begitu, ada beberapa obat yang daat digunakan untuk mengurangi

keluhan. Wanita hamil harus mendiskusikan pengobatan dengan dokter sebelum

menerima pengobatan selama menderita rhinitis.6

Irigasi Nasal

Pada penatalaksanaan ini digunakan saline untuk membantu mengeluarkan

mukus dari saluran hidung, meningkatkan kenyamanan serta melegakan

pernapasan. Saline juga membantu melumasi mukosa di hidung yang dapat

bekerja secara efektif seterusnya. Caranya adalah dengan meneteskan saline

pada seluruh bagian hidung.

Antihistamin

Antihistamin membantu meurangi keluhan hidung tersumbat, bersin serta

hidung berair. Antihistamin chlorpheniramine aman digunakan selama masa

kehamilan.

Dekongestan Oral

Dekongestan oral dihindari selama masa kehamilan karena ditakutkan dapat

memberi efek samping pada bayi yang di kandung. Penelitian baru di

Swedia menunjukkan bahwa dekongestan oral aman digunakan dan

bermanfaat untuk menyembuhkan wanita hamil dengan rhinitis. Pada

penelitian tersebut, wanita yang mengkonsumsi dekongestan oral selama

masa kehamilan melahirkan bayi seperti wanita normal pada umumnya.

Bahkan, wanita tersebut menurunkan kemingkinan bayi lahir preterm.

Sebelum mengkonsumsi dekongestan oral perlu didiskusikan dengan

dokter.6

Pengobatan terbaik untuk gejala rhinitis selema masa kehamilan adalah

dengan perawatan diri. Berikut adalah hal-hal yang dapat dilakukan uuntuk

meringkankan keluhan saat berada di rumah :6

Mengkonsumsi banyak air putih. Menghindari minuman berkafein

karena dapat menyebabkan dehidrasi.

16

Meningkatkan tingkat kelembaban dari rumah agar dapat

menghindari keluhan hidung terasa kering.

Menghindari iritan seperti asap rokok

Olahraga dapat membantu untuk mengurangi keluhan hidung

tersumbat.

II. 9 PROGNOSIS

Rhinitis saat kehamilan tidak berbahaya untuk ibu hamil atau bayi, hanya

saja dapat ketidaknyaman. Secara khusus, rhinitis saat kehamilan cenderung

mempengaruhi kualitas tidur, yang dapat membuat penderitanya sangat lelah dan

letih. Rinitis Kehamilan juga dapat meningkatkan peluang penderita untuk

menderita infeksi telinga atau sinusitis kronis.6

17

BAB IIIKESIMPULAN

Rhinitis hormonal merupakan salah satu jenis dari rhinitis non alergik,

dimana rhinitis hormonal disebabkan karena ketidaseimbangan hormon dan sering

dialami oleh wanita saat kehamilan, menstruasi, pubertas dan pemakaian

esterogen eksogen. Estrogen diketahui mempengaruhi sistem saraf otonom

dengan meningkatkan sejumlah faktor termasuk parasimpatik, asetil kolin

transferase, dan kontenasetil kolin, dan juga meningkatkan penghambatan sistem

simpatik. Selain esterogen, hipotiroid adalah juga diketahui menyebabkan rhinitis

hormonal. Pada hipotiroidisme, terjadi peningkatan pelepasan TSH menyebabkan

edema dari turbinate. Hidung tersumbat dan pilek adalah gejala yang paling

umum dari Rhinitis Hormonal.

Rhinitis pada kehamilan sangat sulit untuk ditangani dan tidak ada

penanganan khusus. Dekongestan topikal awalnya mengurangi keluhan hanya

sementara, tetapi dengan penggunaan dekongestan topikal yang terus menerus

bisa mengakibatkan hiperaktivasi dan hipertrofi dari mukosa hidung, yang dapat

mengakibatkan rhinitis medikamentosa. Pengaruh dekongestan topikal pada fetus

juga masih didiskusikan. Steroid topikal merupakan pengobatan paling efektif

untuk segala jenis rhinitis,seperti rhinitis alergik, rhinitis persisten non-alergik,

rhinitis medikamentosa dan polip hidung.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi

ke Enam. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

2. Vijay R Ramakrishnan,MD,Assistant Professor, Department of

Otolaryngology, University of Colorado School of Medicine.

Pharmacotherapy for Nonallergic Rhinitis.

3. George L. Adams,M.D, Lawrence R. Boeis,Jr., M.D, Peter A. Higler,

M.D. Buku Ajar Penyakit THT. Alih bahasa : dr. Caroline Wijaya. Edisi

ke Enam. 1997. EGC. Jakarta

4. Byron J. Bailey,Jonas T. Johnson,Shawn D. NewlandsBailey BJ et al.

Head and neck Surgery-Otolaryngology: Third Edition. 2001.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

5. Karin Toll. Pregnancy rhinitis : pathophysiological effects of esterogen

and treatment with oral decongestant.

6. http://www.pregnancy-info.net/rhinitis.html

19