Brave New World; Album ke-12 Iron Maiden yang Telah Mengubah Hidup
Umur saya saat itu sama dengan urutan pembuatan album Brave New World, 12 tahun. Kira-
kira masih duduk di kelas 2 SMP. Takdir mempertemukan saya dengan salah satu tokoh
“agama” yang kelak akan saya anut sampai ajal menjemput. Sepulang sekolah siang itu,
televisi saya hidupkan untuk menonton acara musik di salah satu televisi swasta. Salah satu
klip Iron Maiden yang berjudul The Wickerman sedang ditayangkan saat itu. Untuk pertama
kalinya saya mengetahui wujud asli para personel Iron Maiden. Ketika itu, saya hanya tahu
kata “Iron Maiden” beserta wajah bengis Eddie The Head dari kaos yang dijual para
pedagang kaki lima di pinggir jalan. Begitu terperangahnya saya melihat enam prajurit gagah
di dalam klip tersebut, ditambah keberadaan Eddie yang berseliweran sepanjang durasi video
klip. Tanpa pikir panjang sesudahnya, saya langsung berniat untuk menabung demi
mendapatkan kaset tape album Brave New World tersebut. Dan minggu depan kaset tersebut
sudah berhasil didapat, selanjutnya menjadi alunan wajib sebelum berangkat sekolah, pulang
sekolah, dan sebelum tidur
Album Brave New World merupakan album ke-12 Iron Maiden yang ditandai dengan
kembalinya Adrian Smith (gitar) dan Bruce Dickinson (vokal) ke dalam line-up band. Bruce
masuk kembali di tahun 1999 untuk menggantikan Blaze Bayley, suksesornya yang masuk
pada 1994, setahun setelah Bruce meninggalkan Iron Maiden untuk merintis solo karirnya.
Sedangkan pada divisi gitar, Iron Maiden masih mempertahankan Jannick Gers yang masuk
menggantikan Adrian yang keluar pada tahun 1988. Dengan demikian, tiga gitaris digunakan
dalam formasi reuni Iron Maiden yang bertahan sampai sekarang, yaitu Bruce Dickinson
(vokal), Steve Harris (Bass), Dave Murray (gitar), Jannick Gers (gitar), Adrian Smith (gitar),
Nicko McBrain (drum). Album ini mulai digarap pada November 1999 di Paris dengan Kevin
Shirley sebagai produser. Secara keseluruhan di album ini nampak sekali bahwa kembalinya
dua punggawa lama tersebut semakin memperkuat energi dan nuansa New Wave of British
Heavy Metal yang digencarkan sejak akhir 70-an. Banyak ditemukan lagu dengan durasi
yang cukup panjang dengan progresi chord dan beat yang variatif dengan lirik-lirik lagu
bertemakan fantasi ataupun sebuah misteri. Track yang menjadi andalan di album ini adalah
The Wickerman dan Out of The Silent Planet.
1. The Wickerman
Album ini dibuka dengan track berjudul The Wickerman, diawali dengan sayatan
guitar Jannick yang kemudian disahut dengan hentakan pattern drum Nicko yang
masih setia dengan single pedalnya, dan tentunya berbarengan dengan dentuman bass
oleh sang pendiri band, Steve Harris! “Hand of fate is moving and the finger points to
you! He knocks you to your feet and so what are you gonna do!”, Bruce memekikkan
lirik seolah berkata kepada para pendengar, “I’m coming back!!!” Dave dan Adrian
saling mengisi part gitar pada track ini. Sampai pada bagian reffrain terdengar suara
gitar satu-dua oleh mereka yang sangat khas ketika Bruce melantunkan lirik “your
time will come! your time will come!” dengan iringan derap konstan single pedal dari
Nicko berbarengan bersama sound bass Steve dengan tone yang terdengar setengah
kering. Pada part solo gitar seperti secara spontan diambil Adrian tanpa ijin dari Dave.
Dua part solo gitar pada ketukan berbeda disikat habis oleh Adrian yang nampak puas
melihat Jannick dan Dave yang masih memainkan porsi rhythm dengan muka masam.
Pada bagian coda lagu, tarikan pita suara Bruce membuat para pendengarnya secara
otomatis melakukan sing along. Pada bagian lirik “say goodbye to gravity and say
goodbye to death, hello to eternity and live for every breath”, Bruce sepertinya ingin
menyampaikan bahwa jangan pernah takut dan menyerah untuk tetap melanjutkan
kehidupan sekalipun engkau sedang diikat dan bersiap dibakar di altar pengorbanan
layaknya Ibrahim yang membangkang terhadap Namrud.
2. Ghost of Navigator
Petikan melodi gitar Jannick Gers mengalun lembut dengan iringan rhythm Dave
mengawali track ini yang sekaligus membawa imajinasi kita kepada sebuah
perjalanan laut diatas kapal dengan kondisi lautan yang sunyi dan langit yang gelap
tidak bersahabat. Usai intro gitar oleh Jannick dan Dave, Sayatan distorsi gitar Adrian
muncul perlahan bersamaan dengan kawalan Steve dan Nicko. Suasana lagu semakin
mencekam seluruh personel (minus Bruce) memainkan bagiannya pada intro lagu.
Warna vokal Bruce terdengar sangat tegar menghadapi hantu pelaut yang setiap saat
siap untuk menerkam keberadaan mereka di kapal. “Take my heart and set it free,
carried forward by the waves”, ujar Bruce pada pre-chorus seolah menantang para
hantu yang bersembunyi di sebuah pulau kecil tak berpenghuni di tengah samudera.
Jannick memimpin dua gitaris lainnya dalam lagu berdurasi hampir 7 menit ini. Porsi
solo gitar diselesaikan gitaris yang sangat terinspirasi Ritchie Blackmore ini dengan
tenang dengan iringan rhythm section yang sangat dark oleh keempat kawannya yang
lain, sampai dengan vokal Bruce masuk kembali pada bagian pre-chorus. Secara
keseluruhan, nuansa gelap dan mencekam berhasil dimunculkan pada lagu ini, seiring
dengan lirik lagu yang membuat orang akan berpikir dua kali untuk bercita-cita
menjadi seorang bajak laut.
3. Brave New World
Di track yang dipakai sebagai judul album ini, Iron Maiden nampak ingin
mengungkapkan keprihatinannya terhadap tatanan dunia saat ini. Lagu yang juga
dipakai sebagai judul album ini dibuka dengan petikan gitar dengan efek clean-delay
oleh Dave Murray dengan iringan Jannick dan Steve di belakangnya. Lagu berlanjut
dengan tempo middle dan akan semakin cepat ketika memasuki verse kedua setelah
reffrain dan pada part solo gitar. Bagian ini diawali oleh Jannick yang selanjutnya
dilanjutkan oleh Dave hingga Bruce meneriakkan kembali “Our brave new world! In
a brave new world!” Secara umumdalam album ini, track ini memang kalah
“komersil” dibanding dengan The Wickerman. Namun setelah saya dengarkan
berulang-ulang, lagu ini memiliki soul yang kuat pada setiap peralihan verse menuju
reff. Part gitar solo pada lagu ini adalah bagian terfavorit saya, Dave dan Jannick
mampu bermain bergantian dan bersahutan dengan apik. Adrian hanya diberi porsi
riff gitar “pupuk bawang” pada track ini, seperti dipaksa beradaptasi lagi oleh
kekompakan Dave dan Jannick yang telah 12 tahun bermain bersama di band.
4. Blood Brothers
Pada track gubahan Steve Harris ini, Iron Maiden berusaha memadukan unsur
orkestra dan ballads ke dalam akar musik mereka. Jadilah “Blood Brothers!” Lagu ini
dipersembahkan Steve untuk mendiang ayahnya. Hal tersebut dapat diketahui melalui
lirik “Just for a second a glimpse of my father I see, and in a movement he beckons to
me, and in a moment the memories are all that remain”. Seluruh personel memainkan
komposisi kalem ini dengan anteng bersama iringan suasana orkestra. Suasana lagu
mungkin akan semakin syahdu ketika Dave Murray mau memilih riff melodi yang
lebih melankolis pada bagian solo gitar. Disini Iron Maiden juga ingin menyampaikan
kepada pendengar tentang efek yang terjadi akibat perang dan sebuah fanatisme.
Semuanya niscaya akan sia-sia, because we’re blood brothers! Ketika lagu ini
dibawakan pada konser, akan selalu dipersembahkan kepada para korban tragedi-
tragedi yang pernah terjadi di dunia.
5. The Mercenary
Terinspirasi dari keberadaan tentara bayaran pada perang dunia yang pernah terjadi,
Jannick dan Steve selaku penggubah lagu mencoba untuk menggiring kita kepada
suasana perang kota pada perang dunia pertama. Lirik lagu ini akan membawa kita
pada tema yang sama dengan salah satu hit klasik, “Aces High.” Tempo cepat
langsung disuguhkan sejak detik awal lagu dimulai. Komposisi ini terdengar sangat
kental dan khas ala Iron Maiden. Bruce Dickinson berusaha menyemangati para
tentara bayaran dengan liriknya pada reff: “Nowhere to run, nowhere to hide, you've
got to kill to stay live!” Tanpa melihat live concert pun kita akan langsung
mengetahui bahwa seorang penggila Jimi Hendrix sedang memainkan solo gitar awal
pada lagu ini, Dave Murray! Segera setelahnya, Adrian melanjutkan dengan teknik
shredding guitar nya. Sesudahnya, Bruce memimpin sisa lagu dengan meneriakkan
“Show them no fear! Show them no fear!”
6. Dream of Mirrors
Melalui nomor berdurasi 9.21 menit ini, Iron Maiden kembali menyajikan suasana
ballads untuk para pendengarnya dengan tema lagu yang mendekati salah satu single
lawasnya “The Clairvoyant”. Di awal lagu, Bruce seperti sedang menceramahi
umatnya tentang makna sebuah mimpi. Iron Maiden kembali menunjukkan
kematangannya dalam memasukkan unsur ballads pada lagu ini. Kira-kira memasuki
dua pertiga durasi lagu, dengan segera mereka menaikkan tensi lagu dengan
mempercepat tempo. Terlihat jelas kesaktian Nicko dalam menggunakan single pedal
pada bagian tersebut. Segera setelah solo gitar oleh Jannick, lagu kembali ke tempo
awal untuk kembali membuai para pendengar. “The dream is true, the dream is true,
The dream is true, the dream is true”
7. The Fallen Angel
Menceritakan tentang manusia yang sedang dalam keadaan sakaratul maut dimana
iblis dan malaikat kematian sedang mengelilinginya, band ini menggunakan ketukan
ganjil untuk melingkupi komposisi lagu ini. Iron Maiden masih terdengar sangat
tipikal, meskipun sayangnya kurang ada aroma yang dapat mencuri perhatian pada
lagu berdurasi empat menit ini. Pada bagian interlude lagu, tiga gitaris sangat akur
berbagi porsi melodi, diawali dengan Dave, disusul Adrian, diakhiri oleh Jannick.
Disini Iron Maiden seperti menegaskan juga bahwa mereka bukan band satanis seperti
yang diduga orang setelah banyak melihat artwork dari band. Melalui lirik “You and
only God would know what could be done, you and only God will know I am the only
one” mereka menegaskan hal tersebut.
8. The Nomad
Seperti ingin melanjutkan sensasi padang pasir di Mesir yang tersaji melalui single
“Powerslave”, Maiden kembali membawa nuansa mitos dan legenda tentang kaum
nomaden melalui aransemen musik yang megah dengan Bruce seperti sedang
melakukan story telling untuk anak kecil menjelang tidur. Kalau saya tidak salah
menginterpretasi, sepertinya lagu ini terinspirasi oleh sepak terjang bangsa Mongolia
di masa lalu. Tipe lagu seperti “The Nomad” ini sangat melekat dengan “Dream of
Mirrors”, “Blood Brothers”, dan “Brave New World” sebagai nomor yang khas dari
album ini. Lagu berdurasi 9.06 menit ini pasti akan terasa sangat membosankan bagi
mereka yang baru mengenal Maiden. Tiga orang gitaris Maiden kembali akur berbagi
porsi untuk membangun suasana sakral di lagu ini, sedangkan Steve dan Nicko sangat
disiplin pada rhythm section untuk mengiringi Bruce yang sedang mendongeng
tentang para nomaden yang dapat membunuh seratus orang sekaligus atau nomaden
yang dapat hidup kembali setelah mengalami kematian.
9. Out of The Silent Planet
Terinspirasi dari sebuah film keluaran tahun 1956 dan buku C.S Lewis dengan judul
“Out of The Silent Planet”, Steve Harris mencomot judul tersebut untuk dijadikan
judul lagu. Melalui komposisi ini, kita akan terbawa pada suasana masa depan saat
jutaan manusia di berbagai negara sedang mengantri untuk bisa masuk ke dalam
pesawat raksasa yang akan membawa mereka bermigrasi dari planet bumi yang sudah
tidak layak lagi untuk dijadikan tempat tinggal. “Save Earth” adalah pesan yang ingin
disampaikan Maiden pada lagu ini. Dengan durasi 6.25 menit, lagu ini dibuka dengan
petikan gitar Jannick dengan iringan dua gitaris lainnya. Sesi itu diteruskan Bruce
dengan menyanyikan: “Out of the silent planet, out of the silent planet we are
Out of the silent planet, out of the silent planet we are.” Memasuki bagian verse lagu,
akan langsung terbayang orang-orang yang berdesakan masuk pada pesawat luar
angkasa dengan Bruce Dickinson sebagai pilot. Bagian chorus yang sangat antemik,
membuat saya menaruh lagu ini sebagai lagu terfavorit di album ini. Suara melodi
gitar satu-dua dari Dave dan Jannick dengan iringan garukan power chord dari Adrian
sangat mewarnai komposisi ini. Keperkasaan Nicko menginjak-injak single pedal
drum terdengar jelas, sejelas usianya saat itu yang menginjak 48 tahun.
10. The Thin Line Between Love and Hate
Jelas sekali nomor penutup di album ini tak dapat dianggap remeh. Suguhan irama
ballads kembali dimunculkan dengan manis, semanis paras Lauren Harris, putri sang
pendiri band. Setelah tiga sampai empat kali mendengar bagian chorus dan coda
nomor ini, dipastikan hal tersebut akan tersimpan rapi dalam memori pendengarnya.
Begitu juga dengan improvisasi lick gitar yang ditebar oleh Dave, Jannick, dan
Adrian. Sound bass yang secara tegas keluar dari amplifier milik Steve tidak
mengurangi khusyuknya suasana lagu ini. “I will hope, my soul will fly, so I will live
forever. Heart will die, my soul will fly, and I will live forever.” Mungkin bulu roma
seluruh penonton pasti akan berdiri dan akan diikuti dengan tetesan air mata saat lirik
tersebut dilantunkan Bruce dengan penuh karisma sebagai lagu penutup pada last
show Iron Maiden.
Top Related