PENGERTIAN
Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti “sendiri” yang ditujukan pada seseorang yang menunjukkan
gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun
kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak
ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan
kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).
Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari
Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11
penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak
biasa dan cara berkomunikasi yang aneh.
Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum
anak itu mencapai usia tiga tahun.
ETIOLOGI dan PATOFISIOLOGI
Berbagai hal yang dicurigai berpotensi untuk menyebabkan Autisme sebagai berikut :
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal
Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di berbagai vaksin yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi
penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini
dioerdebatkan karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari Autisme, tetapi imunisasi ini
diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme.
2. Televisi
Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak-orang tua semakin berkurang karena berbagai hal.
Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bias menjadi penyebab Autisme pada anak, terutama yang menjadi jarang
bersosialisasi karenanya dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan,
namun bahkan kepada masyarakat dan / negara.
3. Genetik
Ini adalah dugaan awal dari penyebab Autisme. Autisme telah lama diketahui bisa diturunkan dari orang tua kepada
anak-anaknya. Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah
bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk menderita Autisme
(walaupun sang ayah normal / bukan Autis)
4. Makanan
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai menjadi penyebab
dari Autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari makanan, para penderita Autisme banyak
yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara drastic.
5. Folic Acid
Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada janin. Dan hasilnya memang cukup
nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar 30 %. Namun, dilain pihak tingkat Autisme jadi meningkat. Pada
saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa dilakukan oleh para ibu hamil
adalah tetap mengkonsumsi Folid Acid, namun tidak dalam dosis yang sangat besar (normalnya wanita hamil
diberikan dosis Folid Acid 4 x lipat dari dosis normal).
6. Sekolah lebih awal
Penelitian menunjukkan bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memacu reaksi Autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat Autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada pada lingkungan
orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda (sekolah play group / pre school),
maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat Autismenya menjadi muncul dengan sangat jelas.
Menurut Sacharin, Rosa M, etiologi dari Autisme adalah :
1. Lingkungan
Terutama sikap orang tua, dan kepribadian mempunyai pengaruh mendasar pada anak. Hal ini didasarkan pada
observasi dalam interaksi social antara orang tua dan anak yang Autistik. Walaupun demikian, penting untuk
mempertimbangkan bagaimana sukarnya bagi seseorang untuk berinteraksi secara normal dengan anak seperti ini dan
karena itu, hal ini pada hakekatnya tidak dipertimbangkan sebagai sebab dari kondisi ini.
2. Penyakit otak organic
Hal ini diterangkan dengan adanya gangguan fungsi otak, misalnya gangguan komunikasi dan gangguan sensorik.
Juga tidak jarang bagi anak ini untuk mengalami perkembangan kejang epilepsi
3. Genetik
Danuatmaja (2003) menyebutkan beberapa hal yang diduga menjadi faktor penyebab terjadinya autisme, yaitu antara
lain:
Gangguan Susunan Saraf Pusat
Ditemukan kelainan neuroanatomi (anatomi susunan saraf pusat) pada beberapa tempat didalam otak anak autis.
Banyak anak autis mengalami pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII. Seharusnya, dilobus VI-VII banyak
terdapat sel purkinje. Namun, pada anak autis jumlah sel purkinje sangat kurang. Akibatnya, produksi serotonin
kurang, menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar-otak. Selain itu, ditemukan kelainan struktur pada
pusat emosi di dalam otak sehingga emosi anak autis sering terganggu. Penemuan ini membantu dokter menentukan
obat yang lebih tepat. Obat-obatan yang banyak dipakai adalah dari jenis psikotropika yang bekerja pada susunan
saraf pusat. Hasilnya menggembirakan karena dengan mengkonsumsi obat-obatan ini pelaksanaan terapi lainnya lebih
mudah. Anak lebih mudah untuk diajak bekerja sama.
Gangguan Sistem Pencernaan
Ada hubungan gangguan pencernaan dengan gejala autis. Tahun 1997, seorang pasien autis, Parker Beck,
mengeluhkan gangguan pencernaan yang sangat buruk. Ternyata, ia kekurangan enzim sekretin. Setelah mendapat
suntikan sekretin, Beck sembuh dan mengalami kemajuan yang luar biasa (Budhiman, 2002). Kasus ini memicu
penelitian-penelitian selanjutnya pada gangguan metabolism pencernaan.
Peradangan Dinding Usus
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi atau peneropongan usus pada sejumlah anak autis yang memiliki pencernaan
buruk ditemukan adanya peradangan usus pada sebagian besar anak (Budhiman, 2002). Dr. Andrew ahli pencernaan
asal Inggris, menduga peradangan tersebut disebabkan virus, mungkin virus campak. Itu sebabnya, banyak orangtua
yang kemudian menolak imunisasi MMR (measles, mumps, rubella) karena diduga menjadi biang keladi autis pada
anak. Temuan Wakefield diperkuat sejumlah riset ahli medis lainnya.
Namun teori ini hingga sekarang masih kontroversial mengenai vaksinasi MMR yang diberikan pada usia 15
bulan, juga teori penggunaan antibiotik, stres, merkuri dan berbagai toksin yang ada di lingkungan. Tetapi semua
mungkin hanya merupakan pemicu saja, yang bias terjadi pada anak yang sudah mempunyai riwayat genetik. Di
antara berbagai teori tersebut, teori yang berhubungan dengan diet sampai sekarang masih ramai dibicarakan (Sari,
2009).
Faktor genetika.
Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun, gejala autisme baru muncul jika terjadi kombinasi banyak
gen. bias saja autisme tidak muncul, meski anak membawa gen autisme. Jadi perlu faktor pemicu lain.Hasil penelitian
terhadap keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam perkembangan autisme.
Pada anak kembar satu telur ditemukan sekitar 36 – 89 %, sedang pada anak kembar dua telur 0 %. Pada penelitian
terhadap keluarga ditemukan 2,5 – 3 % autisme pada saudara kandung, yang berarti 50 - 100 kali lebih tinggi
dibandingkan pada populasi normal (Masra, 2002)
Keracunan logam berat.
Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah ditemukan kandungan logam berat dan beracun
pada banyak anak autis. Diduga, kemampuan sekresi logam berat dari tubuh terganggu secara genetik. Penelitian
selanjutnya menemukan logam berat seperti arsenik (As), antimoni (Sb), kadmium (Cd), raksa (Hg), dan timbal (Pb)
adalah racun otak yang sangat kuat. Tahun 2000, Sallie Bernard, ibu dari anak autis, menunjukan penelitiannya, gejala
yang diperlihatkan anak-anak autis sama dengan keracunan merkuri. Dugaan ini diperkuat dengan membaiknya gejala
autis setelah anak-anak mlakukan terapi kelasi (merkuri dikeluarkan dari otak dan tubuh mereka) (Budhiman, 2002)
Alergi.
Beberapa penelitian menunjukkan keluhan autisme dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena
manifestasi alergi. Dari penelitian yang pernah dilakukan, dilaporkan bahwa autisme berkaitan erat dengan alergi
(Judarwanto, 2004).
Penelitian lain menyebutkan setelah dilakukan eliminasi makanan beberapa gejala autisme tampak membaik secara
bermakna. Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya perbaikan gejala pada
anak autisme yang menderita alergi, setelah dilakukan penanganan eliminasi diet alergi. Beberapa laporan lain
mengatakan bahwa gejala autisme semakin memburuk bila manifestasi alergi muncul (Judarwanto, 2004).
a. Teori disfungsi metabolik. Amino phenolik banyak ditemukan di berbagai makanan, dan dilaporkan bahwa
komponen utamanya dapat menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada pasien autis. Makanan yang
mengandung amino phenolic itu adalah : terigu (gandum), jagung, gula, coklat, pisang, apel. Sebuah publikasi dari
Lembaga Psikiatri Biologi menemukan bahwa anak autis mempunyai kapasitas rendah untuk menggunakan berbagai
komponen sulfat sehingga anak-anak tersebut tidak mampu memetabolisme komponen amino phenolic. Komponen
amino phenolic merupakan bahan baku pembentukan neurotransmiter; jika komponen tersebut tidak dimetabolisme
baik akan terjadi akumulasi katekolamin yang toksik bagi saraf.
b. Teori infeksi kandida.Ditemukan beberapa Strain candida di saluran pencernaan dalam jumlah sangat banyak saat
menggunakan antibiotik yang nantinya akan menyebabkan terganggunya flora normal anak. Laporan menyebutkan
bahwa infeksi Candida albicans berat bisa dijumpai pada anak yang banyak mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung yeast dan karbohidrat, karena pada makanan tersebut Candida dapat tumbuh subur. Makanan jenis ini
dilaporkan menyebabkan anak menjadi autis. Penelitian sebelumnya menemukan adanya hubungan antara beratnya
infeksi Candida albicans dengan gejala-gejala menyerupai autis, seperti gangguan berbahasa, gangguan tingkah laku
dan penurunan kontak mata. (Adams and Conn, 1997). Tetapi Dr Bernard Rimland, seorang peneliti terkemuka di
bidang autis, mengatakan bahwa sampai sekarang hubungan antara keduanya kemungkinannya masih sangat kecil.
c. Teori kelebihan opiod dan hubungan gluten dan protein kasein. Teori ini mengatakan bahwa pencernaan anak
autis terhadap kasein dan gluten tidak sempurna. Kedua protein ini hanya terpecah sampai polipeptida. Polipeptida
dari kedua protein tersebut terserap ke dalam aliran darah dan menimbulkan efek morfin di otak anak. Di membran
saluran cerna kebanyakan pasien autis ditemukan pori-pori yang tidak lazim, yang diikuti dengan masuknya peptida
ke dalam darah. Hasil metabolisme gluten adalah protein gliadin. Gliadin akan berikatan dengan reseptor opioid C dan
D. Reseptor tersebut berhubungan dengan mood dan tingkah laku. Diet sangat ketat bebas gluten dan kasein
menurunkan kadar peptida opioid serta dapat mempengaruhi gejala autis pada beberapa anak. Dengan demikian
implementasi diet merupakan terobosan yang baik untuk memperoleh kesembuhan pasien.
Protein gluten terdapat pada terigu, sereal, gandum yang biasa dipakai dalam pembuatan bir serta gandum hitam
sedangkan protein kasein ditemukan mempunyai aktivitas opiod saat protein tidak dapat dipecah.
Dari penelitian Whiteley, Rodgers, Savery dan Shattock (1999), 22 anak autis mendapat diet bebas gluten selama 5
bulan dibandingkan dengan 5 anak autis yang tetap diberi diet mengandung gluten dan 6 pasien autis yang digunakan
sebagai kelompok kontrol. Setelah 3 bulan, pada diet bebas gluten terjadi perbaikan verbal dan komunikasi non
verbal, pendekatan afektif, motorik, dan kemampuan anak untuk perhatian serta tidur jadi lebih baik. Sedangkan pada
kelompok makanan yang masih mengandung gluten justru semuanya memburuk. Meskipun penelitian ini masih
menggunakan jumlah pasien yang sangat kecil, tapi cukup bisa diterima sampai sekarang.
Pentingnya penanganan diet pada pasien autis tak kalah pentingnya dari farmakoterapi dan fisioterapi, untuk itulah
masalah alergi makanan pada anak dengan gangguan spektrum autisme harus dilakukan secara holistik.
MANIFESTASI KLINIS
Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang
disebutkan di bawah ini. Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya berbeda
antara masing-masing individu.
Hubungi profesional yang ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme, jika anda mencurigai anak
anda memperlihatkan setidaknya separuh dari gejala-gejala ini :
Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya
Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya
Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata
Tidak peka terhadap rasa sakit
Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.
Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda
Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan
Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau
malah tidak melakukan apapun (terlalu pendiam)
Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka
menggunakan isyarat atau menunjuk dengan tangan
daripada kata-kata
Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang
bersifat rutin
Tidak peduli bahaya
Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama
Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)
Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi
Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli
Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa
Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa
alasan yang jelas
Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti
tidak mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)
Catatan : Daftar di atas bukan pengganti diagnosa. Hubungi profesional yang ahli untuk memperoleh diagnosa
lengkap
Gangguan dalam bidang komunikasi apakah yang dialami anak autis ?
Gangguan dalam bidang komunikasi baik verbal maupun non verbal antara lain :
* Keterlambatan bicara atau tidak dapat bicara.
* Mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti orang lain (‘bahasa planet’).
* Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata sesuai konteksnya.
* Bicara tidak digunakan untuk komunikasi.
* Meniru atau membeo (ekolalia) : anak pandai meniru nyanyian, nada, jinggle iklan maupun kata-kata tertentu tanpa
mengenal artinya.
* Kadang bicaranya monoton seperti robot.
* Mimiknya datar ketika berkomunikasi dengan orang lain.
Apa gejala gangguan di bidang interaksi sosial ?
Gangguan dalam bidang interaksi sosial antara lain :
* Menolak atau menghindar untuk bertatap mata.
* Ketika dipanggil atau disapa tidak menoleh (acapkali dikira tuli).
* Merasa tidak senang atau menolak bila dipeluk.
* Tidak ada usaha untuk berinteraksi dengan orang lain.
* Bila menginginkan sesuatu, anak menarik/menuntun tangan orang terdekat dan mengharapkan orang tersebut
melakukan sesuatu untuknya.
* Bila didekati untuk diajak bermain menolak dan menjauh.
* Tidak dapat berbagi kesenangan dengan orang lain.
Apa gejala gangguan dalam bidang perilaku atau bermain ?
Gejala dalam bidang perilaku atau bermain antara lain :
* Umumnya anak tidak mengerti cara bermain. Pola bermainnya sangat monoton dan streotipik. Misal : anak hanya
senang dengan main mobil-mobilan saja, walau sudah diberikan mainan lain. Memainkan mobil mainannya terlihat
‘aneh’ karena anak bisa berjam-jam memutar ban mobil-mainannya itu. Kesukaan pada benda yang berputar seperti
roda adalah yang khas pada anak autis. Selain itu anak kadang memiliki kedekatan dengan benda tertentu seperti tali,
kartu, karet dsb yang dibawanya kemana-mana.
* Anak juga senang memperhatikan jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar, air yang bergerak dsb.
* Perilaku anak yang ‘ritualistik’, misal : kalau bepergian harus melalui jalan atau rute yang sama, menaruh mainan
atau sepatu selalu di tempat yang sama dengan posisi yang selalu sama.
* Anak berjalan dengan menjinjit atau senang berputar-putar sambil ‘mengepakkan’ tangannya.
* Anak dapat tampak hiperaktif : tidak bisa diam, berlarian kesana kemari, memukul-mukul pintu atau meja,
mengulang-ulang gerakan tertentu sampai pada perilaku yang membahayakan dirinya sendiri seperti memukul kepala
atau membenturkan kepalanya ke dinding (head banging).
* Kadang anak autis dapat juga menjadi terlalu diam. Misal : duduk diam bengong dengan tatap mata kosong atau
duduk diam memperhatikan sesuatu misal bayangan atau benda yang berputar.
Apa gejala gangguan dalam bidang perasaan atau emosi ?
Gejala dalam bidang perasaan atau emosi antara lain :
* Tidak ada atau kurang rasa empati. Misal : melihat anak lain menangis tidak merasa iba, malah merasa terganggu
dan anak yang menangis akan didatangi dan dipukul.
* Anak tertawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab jelas.
* Sering mengamuk bila keinginanannya tidak terpenuhi (tamper tantrum), anak bisa menjadi agresif dan merusak
benda di sekitarnya.
Apa gejala gangguan dalam bidang persepsi sensoris ?
Gejala dalam bidang persepsi sensoris antara lain :
* Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja.
* Bila mendengar suara keras atau suara tertentu (misal : suara mixer, mesin cuci, hair drier dsb) langsung menutup
telinga, berteriak sampai menangis ketakutan.
* Tidak menyukai gendongan, pelukan atau belaian. Bila digendong cenderung merosot untuk melepaskan diri.
* Merasa sangat tidak nyaman bila menggunakan pakaian dari bahan tertentu, sehingga anak senangnya dengan baju
dengan bahan yang itu-itu saja.
KLASIFIKASI
Autisme Masa kanak ( Childhood Autism )
Autisme Masa Kanak adalah gangguan perkembangan pada anak yang gejalanya sudah tampak sebelum anak tersebut
mencapai umur 3 tahun. Perkembangan yang terganggu adalah dalam bidang :
1. Komunikasi : kualitas komunikasinya yang tidak normal, seperti ditunjukkan dibawah ini :
Perkembangan bicaranya terlambat, atau samasekali tidak berkembang.
Tidak adanya usaha untuk berkomunikasi dengan gerak atau mimik muka untuk mengatasi kekurangan dalam
kemampuan bicara.
Tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan atau memelihara suatu pembicaraan dua arah yang baik.
Bahasa yang tidak lazim yang diulang-ulang atau stereotipik.
Tidak mampu untuk bermain secara imajinatif, biasanya permainannya kurang variatif.
2. Interaksi sosial : adanya gangguan dalam kualitas interaksi social :
Kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan ekspresi fasial, maupun postur dan gerak tubuh, untuk
berinteraksi secara layak.
Kegagalan untuk membina hubungan sosial dengan teman sebaya, dimana mereka bisa berbagi emosi,
aktivitas, dan interes bersama.
Ketidak mampuan untuk berempati, untuk membaca emosi orang lain.
Ketidak mampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu
bersama-sama.
3. Perilaku : aktivitas, perilaku dan interesnya sangat terbatas, diulang-ulang dan
stereotipik seperti dibawah ini :
Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk
dipojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.
Adanya suatu kelekatan pada suatu rutin atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci
kaki dulu, sikat gigi, pakai piyama, menggosokkan kaki dikeset, baru naik ketempat tidur. Bila ada satu diatas
yang terlewat atau terbalik urutannya, maka ia akan sangat terganggu dan nangis teriak-teriak minta diulang.
Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti misalnya mengepak-ngepak lengan,
menggerak-gerakan jari dengan cara tertentu dan mengetok-ngetokkan sesuatu.
Adanya preokupasi dengan bagian benda/mainan tertentu yang tak berguna, seperti roda sepeda yang diputar-
putar, benda dengan bentuk dan rabaan tertentu yang terus diraba-rabanya, suara-suara tertentu.
Anak-anak ini sering juga menunjukkan emosi yang tak wajar, temper tantrum (ngamuk tak terkendali), tertawa dan
menangis tanpa sebab, ada juga rasa takut yang tak wajar.
Kecuali gangguan emosi sering pula anak-anak ini menunjukkan gangguan sensoris, seperti adanya kebutuhan untuk
mencium-cium/menggigit-gigit benda, tak suka kalau dipeluk atau dielus.
Autisme Masa Kanak lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.
PDD-NOS
Gangguan Perkembangan Pervasif YTT (PDD-NOS)
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku,
namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada Autisme Masa kanak.
Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata,
ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau.
PDD-NOS
administrator
Gangguan Perkembangan Pervasif YTT (PDD-NOS)
PDD-NOS juga mempunyai gejala gangguan perkembangan dalam bidang komunikasi, interaksi maupun perilaku,
namun gejalanya tidak sebanyak seperti pada Autisme Masa kanak.
Kualitas dari gangguan tersebut lebih ringan, sehingga kadang-kadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata,
ekspresi fasial tidak terlalu datar, dan masih bisa diajak bergurau.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 30 April 2009 16:55 )
Sindroma Rett
Sindroma Rett adalah gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita. Kehamilannya normal,
kelahiran normal, perkembangan normal sampai sekitar umur 6 bulan. Lingkaran kepala normal pada saat lahir.
Mulai sekitar umur 6 bulan mereka mulai mengalami kemunduran perkembangan. Pertumbuhan kepala mulai
berkurang antara umur 5 bulan sampai 4 tahun. Gerakan tangan menjadi tak terkendali, gerakan yang terarah hilang,
disertai dengan gangguan komunikasi dan penarikan diri secara sosial. Gerakan-gerakan otot tampak makin tidak
terkoordinasi.Seringkali memasukan tangan kemulut, menepukkan tangan dan membuat gerakan dengan dua
tangannya seperti orang sedang mencuci baju.. Hal ini terjadi antara umur 6-30 bulan.
Terjadi gangguan berbahasa, perseptif maupun ekspresif disertai kemunduran psikomotor yang hebat.
Yang sangat khas adalah timbulnya gerakan-gerakan tangan yang terus menerus seperti orang yang sedang mencuci
baju yang hanya berhenti bila anak tidur.
Gejala-gejala lain yang sering menyertai adalah gangguan pernafasan, otot-otot yang makin kaku , timbul kejang,
scoliosis tulang punggung, pertumbuhan terhambat dan kaki makin mengecil (hypotrophik). Pemeriksaan EEG
biasanya menunjukkan kelainan.
Pemutakhiran Terakhir ( Sabtu, 03 Januari 2009 09:47 )
Disintegrasi Masa Kanak
Pada Gangguan Disintegrasi Masa Kanak, hal yang mencolok adalah bahwa anak tersebut telah berkembang dengan
sangat baik selama beberapa tahun, sebelum terjadi kemunduran yang hebat. Gejalanya biasanya timbul setelah umur
3 tahun.
Anak tersebut biasanya sudah bisa bicara dengan sangat lancar, sehingga kemunduran tersebut menjadi sangat
dramatis. Bukan saja bicaranya yang mendadak terhenti, tapi juga ia mulai menarik diri dan ketrampilannyapun ikut
mundur. Perilakunya menjadi sangat cuek dan juga timbul perilaku berulang-ulang dan stereotipik.
Bila melihat anak tersebut begitu saja , memang gejalanya menjadi sangat mirip dengan autisme.
Pemutakhiran Terakhir ( Kamis, 30 April 2009 16:55 )
Sindrom Asperger
Seperti pada Autisme Masa Kanak, Sindrom Asperger (SA) juga lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada
wanita.
Anak SA juga mempunyai gangguan dalam bidang komunikasi, interaksi sosial maupun perilaku, namun tidak
separah seperti pada Autisme.
Pada kebanyakan dari anak-anak ini perkembangan bicara tidak terganggu. Bicaranya tepat waktu dan cukup lancar,
meskipun ada juga yang bicaranya agak terlambat. Namun meskipun mereka pandai bicara, mereka kurang bisa
komunikasi secara timbal balik. Komunikasi biasanya jalannya searah, dimana anak banyak bicara mengenai apa yang
saat itu menjadi obsesinya, tanpa bisa merasakan apakah lawan bicaranya merasa tertarik atau tidak. Seringkali
mereka mempunyai cara bicara dengan tata bahasa yang baku dan dalam berkomunikasi kurang menggunakan bahasa
tubuh. Ekspresi muka pun kurang hidup bila dibanding anak-anak lain seumurnya.
Mereka biasanya terobsesi dengan kuat pada suatu benda/subjek tertentu, seperti mobil, pesawat terbang, atau hal-hal
ilmiah lain. Mereka mengetahui dengan sangat detil mengenai hal yang menjadi obsesinya. Obsesi inipun biasanya
berganti-ganti.Kebanyakan anak SA cerdas, mempunyai daya ingat yang kuat dan tidak mempunyai kesulitan dalam
pelajaran disekolah.
Mereka mempunyai sifat yang kaku, misalnya bila mereka telah mempelajari sesuatu aturan, maka mereka akan
menerapkannya secara kaku, dan akan merasa sangat marah bila orang lain melanggar peraturan tersebut. Misalnya :
harus berhenti bila lampu lalu lintas kuning, membuang sampah dijalan secara sembarangan.
Dalam interaksi sosial juga mereka mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Mereka lebih
tertarik pada buku atau komputer daripada teman. Mereka sulit berempati dan tidak bisa melihat/menginterpretasikan
ekspresi wajah orang lain.
Perilakunya kadang-kadang tidak mengikuti norma sosial, memotong pembicaraan orang seenaknya, mengatakan
sesuatu tentang seseorang didepan orang tersebut tanpa merasa bersalah (mis. “Ibu, lihat, bapak itu kepalanya botak
dan hidungnya besar ”). Kalau diberi tahu bahwa tidak boleh mengatakan begitu, ia akan menjawab : “Tapi itu kan
benar Bu.”
Anak SA jarang yang menunjukkan gerakan-gerakan motorik yang aneh seperti mengepak-ngepak atau
melompat-lompat atau stimulasi diri.
Dr. Faisal Yatim mengelompokan autisme menjadi 3 kelompok, yaitu :
Autisme Persepsi
autisme persepsi dianggap autisme asli dan disebut juga autisme internal (endogenous) karena kelainan sudah
timbul sebelum lahir, gejala yang diamati, antara lain:
Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan menimbulkan kecemasan.
Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa ditentukan.
Pada kondisi begini, baru orang tua mulai peduli atas kelainan anaknya, sambil terus menciptakan rangsangan-
rangsangan yang memperberat kebingungan anaknya, mulai berusaha mencari pertolongan
Pada saat ini si Bapak malah sering menyalahkan Si Ibu kurang memiliki keekaan naluri keibuan.
Autisme Reaktif
pada autisme reaktif, penderita membuat gerakan-gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai
kejang-kejang. Gejala yang dapat diamati, antara lain:
autisme ini biasa mulai terlihat pada anak usia lebih besar (6-7 tahun) sebelum anak memasuki tahap berpikir logis.
Namun demikian, bisa saja terjadi sejak usia minggu-minggu pertama.
Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang timbul setelah lahir, baik karena trauma fisisk atau
psikis. Tetapi bukan disebabkan karena kehilangan ibu.
Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang berjiwa rapuh ini, sehingga mempengaruhi
perkembangan normal kemudian harinya.
Autisme Yang Timbul Kemudian
Kalau kelainan dikenal setelah anak agak besar tentu akan sulit memberikan pelatihan dan pendidikan untuk
mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa pengalaman baru dan mungkin diperberat dengan
kelainan jaringan otak yang terjadi setelah lahir.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes PEP – R
Tes ini digunakan untuk anak Autistik yang terganggu perkembangannya dan dipakai pada anak-anak dengan usia
kronologis 6 bulan-7 tahun. Tes PEP-R ini memberikan informasi tentang fungsi perkembangan seperti imitasi,
persepsi, keterampilan motorik halus, keterampilan motorik kasar, koordinasi mata dan tangan, performasi kognitif,
dan kognisi verbal. Tes PEP-R juga dapat mendeteksi masalah-masalah dalam hal relasi dan afeksi, permainan, dan
minat terhadap benda dan respon pengindraan dan bahasa. Skor PEP-R digunakan untuk membuat rencana pendidikan
individual anak sehingga guru dapat tertolong dalam menangani anak Autistik.
2. Vineland Social Maturity Scale
Skala Kematangan Sosial Vineland biasanya juga digunakan sebagai daa tambahan untuk mendukung diagnosa.
Semua versi dari Vineland (dalam Anastasi, 1997) terfokus pada apa yang biasa dilakukan individu dan dirancang
untuk menilai perilaku adaptif. Data diperoleh berdasarkan observasi dan wawancara orang tua. Tes Vineland
mengklasifikasikan respon sosialisasi, respon keterampilan motorik yang kemudian disertai dengan komposit perilaku
adaptif dan maladaptif. Hasil tes Vineland penyandang Autis berada pada kriteria kematangan social yang jauh di
bawah rata-rata anak seusianya.
3. Diagnosa berdasarkan criteria DSM IV
Penegakan diagnosa Autisme perlu diperhatikan :
Diagnosa yang berhubungan dengan mental retardasi
Dalam beberapa kasus, Autisme berhubungan dengan mental retardasi, umumnya pada criteria Moderate Mental
Retarded, IQ 35- 50. Hampir 75 % penyandang Autisme berada pada taraf intelegensi mental retardasi. Terjadi
abnormalitas dalam perkembangan kognitif penyandang Autisme. Sementara menurut Sleeuwen (1996) sekitar 60 %
anak-anak Autistik menderita retardasi mental tingkat moderate
(IQ 35-50) dan 20 % anak mengalami mental retardasi ringan sedangkan 20 % lainnya tidak mengalami mental
retardasi dan memiliki IQ>70 (normal). Beberapa anak memiliki apa yang disebut “ pulau intelegensi “ yang artinya
mereka memiliki bakat khusus di bidang-bidang tertentu seperti musik, berhitung, menggambar, dan sebagainya.
Selanjutnya Sleeuwen menyatakan dalam mendeteksi mental retardasi pada anak Autis dapat dilihat dari kemampuan
umum anak yang jauh di bawah rata-rata anak seusianya ( terbelakang ) dan hambatan dalam komunikasi serta
pemahaman social. Epilepsy yang menyertai juga berkaitan dengan kapasitas intelegensi yang rendah, namun 1 dari
20 anak yang mengalami Epilepsi memiliki fungsi mental yang cukup baik. Retardasi mental dan Autisme muncul
bersamaan dari awal.
Hubungannya dengan hasil laboratorium
Jika Autisme dikaitkan dengan kondisi kesehatan umum, ditemukan bahwa ada perbedaan aktivitas Serotonin, namun
tidak begitu jelas terlihat. Namun hasil pemeriksaan EEG menunjukan abnormalitas.
Hubungannya dengan kondisi kesehatan umum
Beberapa symptom kelainan neurologist terlihat pada penyandang Autis seperti refleks yang primitive, keterlambatan
penggunaan tangan yang dominant, dan sebagainya. Kondisi ini berkaitan dengan kondisi kesehatan umum seperti
enchepalitis, phenylketonuria, fragile X syndrome, anoxia saat kelahiran dan maternal rubella.
4. Diagnosa berdasarkan hasil pemeriksaan medis – neurologist
Faktor biologis diperkirakan juga memberikan andil bagi berkembangnya gangguan Autisme pada anak. Oleh karena
itu untuk mendukung penegakan diagnosa diperlukan pemeriksaan kesehatan dan neurologist yang lengkap dan
terpadu.
Hasil sebuah study yang dipublikasikan oleh Journal of Autism and Developmental Disorder menunjukkan bahwa
cerebellum penyandang Autisme ternyata dalam kondisi normal. Psiatris Melissa Goldberg dari John Hopkins
Children Center melakukan penelitian terhadap 13 anak penyandang High Functional Autism dari usia 7–17 tahun.
Secara spesifik mereka meneliti pergerakan mata mereka setelah memutar tubuh mereka di kursi putar lalu
memiringkan kepala mereka ke depan ketika kursi putar berhenti.
Pada orang normal, pergerakan refleksi mata akan berkurang pada saat kepala mereka ditundukkan ke depan. Reaksi
pada anak penyandang Autisme menunjukkan hal yang sama terjadi pada orang normal. Melissa menyatakan : “ Hal
ini menunjukkan bahwa cerebellum yang mengontrol keseimbangan badan berfungsi normal pada penyandang
Autisme “. “ Dengan mengetahui bagian otak mana yang tidak rusak pada penyandang Autisme maka kita dapat
mengkonsentrasikan penelitian pada sumber penyebab yang lain “.
PENATALAKSANAAN
Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak–anak yang
lainnya, anak Autis terutama belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain,
tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam.
Misalnya orang tua mengajak anak mengitari kamarnya kemudian tuntun mereka ke ruang yang lain. Orang tua perlu
memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk ke dunia luar. Kata-kata pujian karena telah menyelesaikan
tugasnya dengan baik, kadang tidak berarti apa-apa bagi anak Autis. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku
baik dan untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan kesukaannya
jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak Autis belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara
visual (melalui gambar) dan verbal (melalui kata-kata). Masukkan komunikasi augmentative dalam kegiatan rutin
sehari-hari dengan menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu anak
mengutarakan kebutuhan, perasaan, dan gagasannya.
Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak Autis berbicara tetepi sebagian anak Autis tidak dapat bermain
dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata baru dalam permainan. Sebaiknya orang tua tetap berbicara kepada
anak Autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan mereka apakah berupa isyarat, tangan, gambar, foto,
tangan, bahasa tubuh manusia maupun teknologi, jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktifitas favorit serta
teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari system gambar dan membantu anak untuk
berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya.
1. Intensitas penatalaksanaan
Intensitas penatalaksanaan harus dipertimbangkan pada beberapa level, termasuk durasi (yaitu beberapa jam per
minggu, atau beberapa bulan per tahun) dan rasio pegawai yang tersedia. Berkenaan dengan durasi program, ada
beberapa penelitian untuk mendukung fakta bahwa hasil yang diperoleh anak-anak penderita Autis cenderung
berhubungan secara positif dengan jumlah jam dari terapi yang mereka terima setiap minggu. Anak-anak dengan
Autisme memerlukan metode pengajaran yang intensif, yaitu diberikan secara baik ketika siswa mempunyai seorang
guru yang perhatiannya tidak terbagi. Seperti kemajuan siswa, sering perhatian terbaik mereka ada suatu rasio yang
sebanding dengan yang diberikan dalam lingkungan pendidikan selanjutnya.
2. Penatalaksanaan menyeluruh
a. Terapi Psikofarmaka
Kerusakan sel otak di system limbic, yaitu pusat emosi akan menimbulkan gangguan emosi dan perilaku temper
tantrum, agresifitas, baik terhadap diri sendiri maupun pada orang-orang di sekitarnya, serta hiperaktifitas dan
stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak.
Obat-obat yang digunakan antara lain :
- Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor, biasanya digunakan pada anak yang
menampakkan perilaku temper tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu meningkatkan proses
belajar, biasanya digunakan dalam dosis 0,20 mg.
- Fenfluramin
Suatu obat yang mempunyai efek mengurangi kadar Serotonin darah yang bermanfaat pada beberapa anak Autisme.
- Naltrexone
Merupakan obat antagonis opiate yang diharapkan dapat menghambat opioid endogen sehingga mengurangi gejala
Autisme seperti mengurangi cedera pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktifitas.
- Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi, perilaku ritual dan agresifitas, biasanya
digunakan dalam dosis 3,75 mg.
- Lithium
Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif dan mencederai diri sendiri.
- Ritalin
Untuk menekan hiperaktifitas.
- Risperidon
Dengan dosis 2 x 0,1 mg telah dapat mengendalikan perilaku dan konvulsi. Oleh karena efektifitas obat berbeda-beda
antara anak satu dengan lainnya, maka pemakaian obat harus diawasi oleh dokter. Pemeriksaan yang lengkap perku
dilakukan setiap 6 bulan. Pemberian obat hanya sebagai penunjang dari keseluruhan penatalaksanaan Autisme.
b. Terapi Perilaku
Dalam tatalaksana gangguan Autisme, terapi perilaku merupakan tatalaksana yang paling penting. Metode yang
digunakan adalah metode Lovass. Metode Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan
Applied Behavioral Analysis (ABA). ABA juga sering disebut sebagai Behavioral Intervension atau Behavioral
Modification. Dasar pemikirannya, perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau
dibentuk dengan system reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan
punishment akan menurunkan frekuensi perilaku yang tidak diinginkan.
Prinsip dasar ABA ( Applied Behavioral Analysis ) :
Dasar metode ABA adalah semua tingkah laku dipelajari. Baik yang sederhana, seperti kontak mata atau duduk,
sampai yang kompleks, misalnya interaksi social dan kemampuan memahami sudut pandang orang lain. Tingkah laku
kompleks ini dapat dipelajari dengan memecah menjadi komponen-komponen atau kemampuan-kemampuan persyarat
yang lebih sederhana, yang kemudian diajarkan ke anak. Untuk membantu anak belajar, harus diketahui hal apa saja
yang dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk menunjukkan respon seperti yang diinginkan yang dikenal dengan
sebutan reinforcer (penguat). Reinforce positif akan meningkatkan kemungkinan munculnya tingkah laku yang
diinginkan (desirable behavioral). Sebaliknya, reinforce negative meningkatkan kemungkinan tidak munculnya
tingkah laku yang tidak diinginkan (undesirable behavioral). Reinforcer positif berupa akses ke barang atau hal-hal
yang disukai anak, sedangkan reinforcer negative adalah penghilangan hal-hal yang menyenangkan dari diri.
Tujuan ABA ( Applied Behavioral Analysis )
Membuat kegiatan belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Mengajarkan kepada anak agar mampu
membedakan atau mendiskriminasikan stimulus-stimulus yang berbeda. Tanpa kemampuan ini, anak tidak sanggup
merespon secara tetap.
Metode pengajaran ABA ( Applied Behavioral Analysis )
Metode pengajaran yang digunakan adalah DDT ( Discrete Trial Training ) yaitu metode yang berstruktur menuruti
pola tertentu dan bisa ditentukan awal dan akhirnya. DDT terdiri dari instruktur, prompt. respon, konsekuensi, dan
interval waktu antara instruksi yang satu dengan instruksi yang lain. Instruksi harus diberikan setelah anak memberi
perhatian. Latihan dasar adalah latihan kontak mata. Instruksi pada awalnya harus diberikan tepat sama, baik kata-kata
mauoun intonasi, agar anak mudah mengerti. Instruksi yang baik adalah yang jelas pengucapannya, sedikit kata, dan
dalam nada netral atau datar.
Prompt : dimaksudkan agar anak dapat mengetahui respon yang diharapkan darinya.
Konsekuen : yang dimaksud konsekuen adalah apa yang diterima anak setelah berespon. Kalau respon anak tepat,
maka anak akan mendapat reinforcer yang akan meningkatkan kemungkinan bagi anak untuk berespon yang sama di
kemudian hari.
Interval :setelah anak berespon dan mendapat konsekuensi, interval diberikan sekitar 3–5 menit antara konsekuensi
dan intruksi selanjutnya. Gunanya sebagai pemberitahuan pada anak bahwa instruksi yang terdahulu sudah selesai dan
menyiapkan anak untuk instruksi berikutnya. Bila tidak ada interval waktu, anak bisa saja mencampuradukkan
instruksi berikut dengan instruksi sebelumnya.
Enam kemampuan dasar
Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar yaitu :
- Kemampuan memperhatikan ( Attending Skill )
Pada program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang
yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau
objek yang ada di sekelilingnya.
- Kemampuan menirukan (Imitational Skill)
Pada kemampuan imitasi, anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan,
meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi- bunyian.
- Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan
sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
- Bahasa Ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat
bicara), komunikasi dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan akhirnya dengan menggunakan kata- kata atau
komunikasi verbal.
- Kemampuan Pra Akademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan permainan yang mengajarkan anak tentang emosi,
hubungan ketidakteraturan (irregularities), dan stimulus – stimulus di lingkungannya seperti bunyi- bunyian serta
melatih anak untuk mengembangkan imaginasinya lewat media seni seperti menggambar benda – benda yang ada di
sekitarnya.
- Kemampuan mengurus diri sendiri ( Self Help Skill )
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk
bisa makan sendiri, umumnya pada anak yang normal, dia dapat mempelajarinya dengan mudah. Tetapi untuk
penderita Autisme ini membutuhkan waktu yang lama dan bertahap. Yang kedua anak dilatih untuk bisa buang air
kecil atau disebut toilet training. Kemudian tahapan selanjutnya adalah dressing, brushing, or combing hair and tooth
brushing. Pelatihan ini dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap.
c. Teknik Pengajaran
Untuk dapat mengajarkan keterampilan yang komplek pada anak Autistik dapat digunakan teknik shaping dan
prompting. Teknik ini biasanya digunakan karena respon yang mau diajarkan belum dapat dimunculkan oleh si anak
atau tidak cukup sering muncul, sehingga bisa digunakan reinforcer saja.
d. Teknik Shapping
Teknik ini digunakan bila kemampuan yang seharusnya dimiliki anak Y belum ada, sebelum anak dapat
memunculkan respon yang tepat. Pada teknik ini, terapis akan memberi reinforcer pada respon-respon yang dimiliki
oleh anak, yang mirip dengan respon yang tepat. Reinforcer akan diberikan pada respon yang semakin lama semakin
mirip dengan respon target. Sampai akhirnya anak mampu memunculkan respon yang merupakan target awal.
e. Teknik Prompting
Pada teknik ini anak akan diberi bantuan ekstra karena belum mampu memberikan respon yang belum tepat. Prompt
bisa berupa verbal prompt (terapis menyebutkan kata-kata yang tepat), modeling prompt (terapis mendemonstrasikan
kepada anak respon yang tepat) dan physical prompt (terapis membimbing anak secara fisik agar mampu
menunjukkan respon yang tepat). Yang harus dihindari dari teknik ini adalah ketergantungan anak pada prompt,
dimana anak tidak bisa memunculkan respon yang tepat bila tidak diberikan prompt.
f. Teknik Jembatan (Shadowing)
Bila anak kesulitan di sekolah umum, biasanya akan dilakukan teknik inklusi atau integrasi dan teknik shadowing.
Teknik tersebut umumnya dilakukan di masa-masa awal anak mengikuti kegiatan di sekolah umum. Caranya, terapis
(shadow) yang selama ini membantu anak di rumah, ikut hadir di kelas bersama anak. Ia berfungsi untuk
menjembatani atau membantu anak mengerti instruksi-instruksi atau stimulus-stimulus dari lingkungan. Kalau perlu,
shadow akan melakukan prompt terhadap anak. Namun, penggunaan prompt oleh shadow memang dibatasi supaya
anak belajar mandi
g. Terapi Bicara
Gangguan bicara dan berbahasa diderita oleh hampir semua anak Autisme. Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa
harus dilakukan oleh ahlinya karena merupakan gangguan yang spesifik pada anak Autisme. Anak dipaksa untuk
berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian diajarkan berdialog setelah mampu berbicara.
Anak dipaksa untuk memandang terapis, seperti diketahui anak Autistik tidak mau adu pandang dengan orang lain.
Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru gerakan bibir terapis.
h. Terapi Okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik halusnya dengan memperkuat otot-otot jari
supaya anak dapat menulis atau melakukan keterampilan lainnya.
i. Pendidikan Khusus
Anak Autistik mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak
dalam ruangan yang tidak luas dan tidak ada gambar-gambar di dinding atau benda-benda yang tidak perlu, yang
dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil,
kemudian baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi mulai dimasukkan
pendidikan biasa di TK atau SD untuk anak normal.
j. Terapi Alternatif
Yang digolongkan terapi alternative adalah semua terapi baru yang masih berlanjut dengan penelitian.
k. Terapi Detoksifikasi
Terapi ini menggunakan tentang nutrisi dan toksikologi. Terapi ini bertujuan untuk menghilangkan atau nenurunkan
kadar bahan-bahan beracun yang lebih tinggi dalam tubuh anak Autisme disbanding dengan anak normal, agar tidak
mengancam perkembangan otak.
l. Terapi Bermain
Terdapat beberapa contoh penerapan terapi bermain bagi anak-anak Autistik, diantaranya adalah (Landreth, 2001) :
Terapi yang dilakukan Bromfield terhadap seorang penyandang Autisme yang dapat berfungsi secara baik.
Menirukan perilaku obsessif anak untuk mencium/membaui semua objek yang ditemui, menggunakan suatu boneka
yang juga mencium-cium benda. Alat- alat bermain yang digunakan antara lain boneka, catatan-catatan kecil, dan
telepon mainan. Setelah proses terapi yang berjalan 3 tahun, si anak dapat berkomunikasi secara lebih sering dan
langsung.
Lower&Lanyado menerapkan terapi bermain yang menggunakan pemaknaan sebagai teknik utama. Masuk ke
dunia anak dengan memaknai bahasa tubuh dan tanda-tanda dari anak seperti gerakan menunjuk.
Wolfberg&Schuler menyarankan penggunaan terapi bermain kelompok bagi anak-anak Autistik dan menekankan
pentingnya integrasi kelompok yang lebih banyak memasukkan anak-anak dengan kemampuan social yang tinggi.
Jadi mereka memasangkan anak-anak Autistik dengan anak-anak normal dan secara hati-hati memilih alat bermain
dan jenis permainan yang dapat memfasilitasi proses bermain dan interaksi diantara mereka. Fasilitator dewasa hanya
berperan sebagai pendukung dan mendorong terjadinya proses interaksi yang tepat.
Mundschenk & Sasso juga menggunakan terapi bermain kelompok ini. Mereka melatih anak-anak non Autistik
untuk berinteraksi dengan anak-anak Autistik dalam kelompok.
Voyat mendeskripsikan pendekatan multi disiplin dalam penggunaan terapi bermain bagi anak Autisme, yaitu
dengan menggabungkan terapi bermain dengan pendidikan khusus dan melatih keterampilan mengurus diri sendiri.
m. Terapi Makanan
Terapi Diet pada Gangguan Autisme
Sampai saat ini belum ada obat atau diet khusus yang dapat memperbaiki struktur otak atau jaringan syaraf yang kelihatannya mendasari gangguan autisme. Seperti diketahui gejala yang timbul pada anak dengan gangguan autisme sangat bervariasi, oleh karena itu terapinya sangat individual tergantung keadaan dan gejala yang timbul, tidak bisa diseragamkan. Namun akan sulit sekali membuat pedoman diet yang sifatnya sangat individual. Perlu diperhatikan bahwa anak dengan gangguan autisme umumnya sangat alergi terhadap beberapa makanan. Pengalaman dan perhatian orangtua dalam mengatur makanan dan mengamati gejala yang timbul akibat makanan tertentu sangat bermanfaat dalam terapi selanjutnya. Terapi diet disesuaikan dengan gejala utama yang timbul pada anak. Berikut beberapa contoh diet anak autisme.
1. Diet tanpa gluten dan tanpa kasein
Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.
Gluten adalah protein yang secara alami terdapat dalam keluarga “rumput” seperti gandung/terigu, havermuth/oat, dan barley. Gluten memberi kekuatan dan kekenyalan pada tepung terigu dan tepung bahan sejenis, sedangkan kasein adalah protein susu. Pada orang sehat, mengonsumsi gluten dan kasein tidak akan menyebabkan masalah yang serius/memicu timbulnya gejala. Pada umumnya, diet ini tidak sulit dilaksanakan karena makanan pokok orang Indonesia adalah nasi yang tidak mengandung gluten. Beberapa contoh resep masakan yang terdapat pada situs Autis.info ini diutamakan pada menu diet tanpa gluten dan tanpa kasein. Bila anak ternyata ada gangguan lain, maka tinggal menyesuaikan resep masakan tersebut dengan mengganti bahan makanan yang dianjurkan. Perbaikan/penurunan gejala autisme dengan diet khusus biasanya dapat dilihat dalam waktu antara 1-3 minggu. Apabila setelah beberapa bulan menjalankan diet tersebut tidak ada kemajuan, berarti diet tersebut tidak cocok dan anak dapat diberi makanan seperti sebelumnya.
Makanan yang dihindari adalah :
Makanan yang mengandung gluten, yaitu semua makanan dan minuman yang dibuat dari terigu, havermuth, dan oat misalnya roti, mie, kue-kue, cake, biscuit, kue kering, pizza, macaroni, spageti, tepung bumbu, dan sebagainya.
Produk-produk lain seperti soda kue, baking soda, kaldu instant, saus tomat dan saus lainnya, serta lada bubuk, mungkin juga menggunakan tepung terigu sebagai bahan campuran. Jadi, perlu hati-hati pemakaiannya. Cermati/baca label pada kemasannya.
Makanan sumber kasein, yaitu susu dan hasil olahnya misalnya, es krim, keju, mentega, yogurt, dan makanan yang menggunakan campuran susu.
Daging, ikan, atau ayam yang diawetkan dan diolah seperti sosis, kornet, nugget, hotdog, sarden, daging asap, ikan asap, dan sebagainya. Tempe juga tidak dianjurkan terutama bagi anak yang alergi terhadap jamur karena pembuatan tempe menggunakan fermentasi ragi.
Buah dan sayur yang diawetkan seperti buah dan sayur dalam kaleng.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat dipilih yang tidak mengandung gluten, misalnya beras, singkong, ubi, talas, jagung, tepung beras, tapioca, ararut, maizena, bihun, soun, dan sebagainya.
Makanan sumber protein dipilih yang tidak mengandung kasein, misalnya susu kedelai, daging, dan ikan segar (tidak diawetkan), unggas, telur, udang, kerang, cumi, tahu, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang mede, kacang kapri dan kacang-kacangan lainnya.
Sayuran segar seperti bayam, brokoli, labu siam, labu kuning, kangkung, tomat, wortel, timun, dan sebagainya.
Buah-buahan segar seperti anggur, apel, papaya, mangga, pisang, jambu, jeruk, semangka, dan sebagainya.
2. Diet anti-yeast/ragi/jamur
Diet ini diberikan kepada anak dengan gangguan infeksi jamur/yeast. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan jamur erat kaitannya dengan gula, maka makanan yang diberikan tanpa menggunakan gula, yeast, dan jamur.
Makanan yang perlu dihindari adalah :
Roti, pastry, biscuit, kue-kue dan makanan sejenis roti, yang menggunakan gula dan yeast. Semua jenis keju.
Daging, ikan atau ayam olahan seperti daging asap, sosis, hotdog, kornet, dan lain-lain.
Macam-macam saus (saus tomat, saus cabai), bumbu/rempah, mustard, monosodium glutamate, macam-macam kecap, macam-macam acar (timun, bawang, zaitun) atau makanan yang menggunakan cuka, mayonnaise, atau salad dressing.
Semua jenis jamur segar maupun kering misalnya jamur kuping, jamur merang, dan lain-lain.
Buah yang dikeringkan misalnya kismis, aprokot, kurma, pisang, prune, dan lain-lain.
Fruit juice/sari buah yang diawetkan, minuman beralkohol, dan semua minuman yang manis.
Sisa makanan juga tidak boleh diberikan karena jamur dapat tumbuh dengan cepat pada sisa makanan tersebut, kecuali disimpan dalam lemari es.
Makanan tersebut dianjurkan untuk dihindari 1-2 minggu. Setelah itu, untuk mencobanya biasanya diberikan satu per satu. Bila tidak menimbulkan gejala, berarti dapat dikonsumsi.
Makanan yang dianjurkan adalah :
Makanan sumber karbohidrat: beras, tepung beras, kentang, ubi, singkong, jagung, dan tales. Roti atau biscuit dapat diberikan bila dibuat dari tepaung yang bukan tepung terigu.
Makanan sumber protein seperti daging, ikan, ayam, udang dan hasil laut lain yang segar.
Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan (almod, mete, kacang kedelai, kacang hijau, kacang polong, dan lainnya). Namun, kacang tanah tidak dianjurkan karena sering berjamur.
Semua sayuran segar terutama yang rendah karbohidrat seperti brokoli, kol, kembang kol, bit, wortel, timun, labu siam, bayam, terong, sawi, tomat, buncis, kacang panjang, kangkung, tomat, dan lain-lain.
Buah-buahan segar dalam jumlah terbatas.
3. Diet untuk alergi dan inteloransi makanan
Anak autis umumnya menderita alergi berat. Makanan yang sering menimbulkan alergi adalah ikan, udang, telur, susu, cokelat, gandum/terigu, dan bias lebih banyak lagi. Cara mengatur makanan untuk anak alergi dan intoleransi makanan, pertama-tama perlu diperhatikan sumber penyebabnya. Makanan yang diduga menyebabkan gejala alergi/intoleransi harus dihindarkan. Misalnya, jika anak alergi terhadap telur, maka semua makanan yang menggunakan telur harus dihindarkan. Makanan tersebut tidak harus dipantang seumur hidup. Dengan bertambahnya umur anak, makanan tersebut dapat diperkenalkan satu per satu, sedikit demi sedikit.
Cara mengatur makanan secara umum
1. Berikan makanan seimbang untuk menjamin agar tubuh memperoleh semua zat gizi yang dibutuhkan untuk keperluan pertumbuhan, perbaikan sel-sel yang rusak dan kegiatan sehari-hari.
2. Gula sebaiknya dihindari, khususnya bagi yang hiperaktif dan ada infeksi jamur. Fruktosa dapat digunakan sebagai pengganti gula karena penyerapan fruktosa lebih lambat disbanding gula/sukrosa.
3. Minyak untuk memasak sebaiknya menggunakan minyak sayur, minyak jagung, minyak biji bunga matahari, minyak kacang tanah, minyak kedelai, atau minyak olive. Bila perlu menambah konsumsi lemak, makanan dapat digoreng.
4. Cukup mengonsumsi serat, khususnya serat yang berasal dari sayuran dan buah-buahan segar. Konsumsi sayur dan buah 3-5 porsi per hari.
5. Pilih makanan yang tidak menggunakan food additive (zat penambah rasa, zat pewarna, zat pengawet).
6. Bila keseimbangan zat gizi tidak dapat dipenuhi, pertimbangkan pemberian suplemen vitamin dan mineral (vitamin B6, vitmin C, seng, dan magnesium).
7. Membaca label makanan untuk mengetahui komposisi makanan secara lengkap dan tanggal kadaluwarsanya.
8. Berikan makanan yang cukup bervariasi. Bila makanan monoton, maka anak akan bosan.
9. Hindari junk food seperti yang saat ini banyak dijual, ganti dengan buah dan sayuran segar.
Sikap keluarga dalam menghadapi anak autis
Keluarga disini dapat berupa keluarga inti seperti ayah/ibu dan saudara kandungnya, tapi bisa juga keluarga
lain yang mempunyai pengaruh pada pengasuhan anak seperti paman/bibi, kakek/nenek atau pengasuh anak
yang sudah dianggap anggota keluarga.
Orang tua atau keluarga pada saatnya harus menerima keadaan pasien, walau pada awalnya shock
bahkan timbul reaksi penolakan (yang membuat orang tua mencari second opinion pada ahli yang lain).
Keluarga harus terbuka dan menerima segala kekurangan anak tapi di sisi lain harus mengetahui
kelebihan sang anak yang dapat membantu pendekatan terapi. Jadi sebelum serangkaian terapi
dilakukan, di dalam keluarga sendiri sudah ada kesepahaman bagaimana anak autis harus ditangani, hindari
pertentangan antara ayah atau ibu. Misal ayah menghendaki pengobatan alternatif saja sementara ibu
menghendaki anak diterapi di klinik perkembangan anak.
Sesungguhnya orang tua sendiri dapat berperan sebagai terapis setelah mendapat penjelasan dari ahlinya
karena orang tua lebih banyak waktu untuk berinteraksi dengan anak. Terapis di sebuah RS atau klinik lebih
sebagai fasilitator dan pemberi contoh bagaimana metode terapi dilakukan.
Program terapi autis pada anak yang dilakukan secara terpadu membutuhkan kemitraan atau kerjasama
antara orang tua dengan para ahli (dokter anak, psikiater, terapis dll).
Selain dari itu, orang tua atau keluarga harus menyiapkan lingkungan si anak baik di rumah dan
sekolah untuk menerima keberadaan anak yang autis. Teman-teman sebaya anaknya diingatkan untuk
tidak mengolok-olok atau ibu-ibu lain tidak mencibir atau melabel anak autis sebagai anak yang ‘aneh’,
badung atau eksentrik.
Orang tua memang pada awalnya akan menjadi sorotan tetangga atau keluarga besarnya dan selalu harus
siap dengan aneka pertanyaan : mengapa anaknya kok begini, kok begitu, kok ‘aneh’ dsb. Bila dinilai
lingkungan sekolah umum tidak kondusif untuk sang anak, maka orang tua sebaiknya mencari sekolah
khusus untuk anaknya yang autis. Jelaslah disini bahwa peran orang tua atau keluarga sangat menentukan
keberhasilan penanganan anak autis.
Sikap Orang Tua Terhadap Anak Autis
Berikut adalah kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan orangtua anak autis dalam menangani anaknya:
1. Selalu mengikuti kemauan anak agar tidak marah
Hal ini akan membuat anak menjadi semakin menuntut sebab keinginan anak akan semakin meningkat. Sebaiknya
jelaskan kepada anak mengapa tidak terkadang keinginannya tidak boleh dipenuhi.
2. Sering tidak menepati janji tanpa penjelasan sebelumnya
Putro Agus Harnowo - detikHealth
Anak autis sangat tergantung pada rutinitas yang terstruktur. Jadi orangtua harus menjelaskan mengapa tidak bisa
menepati janji.
Jika sering melanggar janji tanpa alasan yang jelas sebelumnya, anak autis bisa menjadi tantrum atau rewel dan tak
lagi percaya orangtanya.
3. Tidak membolehkan sama sekali tingkah laku stimulasi anak
Anak autis memiliki kepekaan indera, baik penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan pembauan. Tapi
bukan berarti anak autis harus dihindarkan dari hal-hal yang mengganggu.
Terkadang anak perlu diajak ke tempat-tempat yang ramai seperti mall atau pusat perbelanjaan untuk meningkatkan
kemampuan berinteraksinya.
4. Menanyai anak autis dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan
Seringkali anak autis merasa kesal dengan tiba-tiba. Apabila hal ini terjadi, jangan ganggu anak dengan pertanyaan-
pertanyaan yang justru membuatnya marah. Biarkan saja sampai moodnya membaik lagi baru kemudian diajak
berkomunikasi.
Sedangkan untuk membantu perkembangan anak autis, dr Adriana juga memberikan tips-tips sebagai
berikut:
1. Sediakan kamar tidur khusus, jangan dibiasakan tidur bersama orangtua
2. Latih kemandiriannya dengan melakukan kebutuhan sehari-hari tanpa dibantu
3. Mengubah penampilan sesuai perkembangan usianya, asal dalam batas anak masih merasa nyaman
4. Hargai keinginan anak, sebab mungkin dari situ bisa diketahui minat dan bakat anak
5. Bantu anak untuk berteman, namun beri waktu untuk dirinya sendiri
6. Jelaskan tentang pendidikan seks apabila sudah mencapai usia puber.
Beberapa Faktor yang Terkait dengan Makanan pada Anak Autis
1. Gangguan pencernaan protein gluten dan kasein
Gluten adalah protein tepung terigu dan kasein adalah protein susu. Anak dengan gangguan autisme sering
mengalami gangguan mencerna gluten dan kasein. Dalam keadaan normal, sebagian besar protein dicerna menjadi
asam amino, sisanya menjadi peptida. Protein gluten dan kasein mempunyai kombinasi asam amino tertentu yang oleh
sistem pencernaan anak dengan gangguan autisme sukar dipecah secara sempurna menjadi asam amino tunggal, tetapi
masih dalam bentuk peptida yang secara biologis masih aktif. Peptida yang tidak tercerna tersebut keluar dari usus
halus dan masuk dalam peredaran darah, yang seharusnya tidak demikian. Kondisi seperti ini disebut leaky gut
(peningkatan permeabilitas usus). Menurut Dr. P. Deufemia anak dengan gangguan autisme banyak mengalami leaky
gut. Pada usus yang normal sejumlah kecil peptida dapat juga merembes ke aliran darah, tetapi sistem imun tubuh
dapat segera mengatasinya.
Peptida berasal dari gluten (gluteomorphin) dan peptida kasein (caseomorphin) yang tidak tercerna sempurna,
bersama aliran darah masuk otak ke reseptor “opioid”. Peningkatan aktivitas opioid akan menyebabkan gangguan
susunan saraf pusat dan dapat berpengaruh terhadap persepsi, emosi, perilaku dan sensitivitas. Opioid adalah zat yang
bekerjanya mirip morphine dan secara alami dikenal sebagai “beta endorphin”. Endorphin adalah penekan/pengurang
rasa sakit yang secara alami diproduksi oleh tubuh. Pada anak dengan gangguan autisme, kadang-kadang endorphin
bekerja terlalu jauh dalam menekan rasa sakit sehingga anak akan tahan terhadap rasa sakit yang berlebihan. Menurut
ilmuwan Christopher Gillberg, pada anak autisme, kadar zat semacam endorphin pada otak meningkat sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada fungsi otak.
Dari beberapa penelitian pemberian diet tanpa gluten dan kasein ternyata memberikan respon yang baik terhadap 81%
anak autisme.
2. Infeksi jamur/yeast
Dalam usus terdapat berbagai jenis mikroorganisme misalnya bakteri dan jamur, yang hidup berdampingan tanpa
mengganggu kesehatan.
Yeast yang dimaksud disini adalah sejenis jamur, berupa organisme bersel tunggal yang hidup pada permukaan buah,
sayuran, butir/bulir, kulit, dan usus. Candida albican adalah sejenis yeast yang hidup dalam saluran cerna, yang dalam
keadaan normal tidak mengganggu kesehatan. Apabila keseimbangan dengan mikroorganisme lain terganggu, maka
salah satu akan tumbuh berlebihan dan dapat menyebabkan penyakit. Pemberian antibiotika seperti amoxicillin,
ampicillin, tetracycline, keflex yang terlalu lama dan sering akan menyebabkan bakteri baik (lactobacillus) akan ikut
terbunuh sehingga akan mengganggu kesehatan. Antibiotik tidak membunuh candida, akibatnya jamur akan tumbuh
subur dan dapat mengeluarkan racun yang melemahkan sistem imun tubuh sehingga mudah terjadi infeksi. Bila sering
terjadi infeksi dengan pengobatan antibiotik maka siklus tersebut akan terus berlangsung seperti berikut :
William Show, Ph, D (1995) dan peneliti lain mengemukakan bahwa autisme sering berhubungan dengan infeksi
yeast, khususnya pada anak yang sering diberi terapi antibiotik karena infeksi, misalnya infeksi telinga.
Pada umumnya, anak autisme mempunyai gangguan saluran cerna seperti diare dan atau sembelit, sakit perut,
kembung, dan banyak gas. Pada pemeriksaan tinja biasanya menunjukkan adanya jamur, bakteri, virus, dan parasit.
Jamur yang tumbuh berlebihan akan menempel pada dinding usus dan dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
usus/usus berpori (leaky gut). Jamur juga menghalangi keluarnya enzim sehingga pencernaan terganggu.
Pemberian antibiotik berulang-ulang karena infeksi telingan misalnya bisa menyebabkan leaky gut, alergi, dan
Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD).
Terapi pada infeksi jamur antara lain pemberian obat anti jamur (yang banyak digunakan adalah nystatin), Colostrum,
Probiotik, dan diet tanpa gula. Pemberian probiotik misalnya lactobacillus acidophilus untuk mengimbangi dan
mencegah infeksi jamur. Lactobacillus acidophilus adalah bakteri baik yang secara alami ada dalam yogurt dan dapat
memerangi candida.
Bila anak didiagnosa infeksi jamur maka harus menghindari makanan yang menggunakan gula dan yeast. Gula dan
karbohidrat sederhana lain dapat merangsang pertumbuhan jamur yang berlebihan.
3. Alergi dan intoleransi makanan
Hal lain yang diduga berperan pada masalah autisme adalah alergi dan intoleransi makanan. Gejalanya bermacam-
macam, misalnya sakit kepala, sakit perut, diare, mual, gangguan tidur, cengeng, hiperaktif, agresif, gampang marah,
infeksi telinga, dan lain-lain.
Apa bedanya alergi dan intoleransi makanan ?
Alergi makanan adalah reaksi tubuh terhadap makanan atau komponen makanan yang menyimpang dari normal,
melibatkan sistem imun, dan menimbulkan gejala yang merugikan tubuh. Semua zat yang menyebabkan reaksi
imunologi disebut alergen. Apabila alergen masuk ke dalam tubuh, maka zat antibodi terhadap alergen tersebut
dilepas sehingga memicu terjadninya alergi. Potensi terjadinya alergi makanan pada seseorang sering merupakan
keturunan. Beberapa makanan yang sering menimbulkan alergi antara lain ikan, udang, telur, dan susu.
Intoleransi makanan merupakan reaksi negatif terhadap makanan dan menimbulkan beberapa gejala, namun tidak
melibatkan sistem imun tubuh. Intoleransi makanan disebabkan kekurangan enzym untuk mencerna zat tertentu dalam
makanan. Misalnya toleransi susu dapat diakibatkan kekurangan enzym laktase yaitu enzym yang memecah laktosa
(gula susu). Makanan yang sering menimbulkan reaksi intoleransi adalah susu, telur, gandum, dan kacang-kacangan,
serupa dengan makanan yang dapat menyebabkan masalah pada anak autisme. Untuk mendiagnosa alergi dan
intoleransi makanan tertentu, orangtua sering mengalami kesulitan karena reaksi dapat terjadi segera atau sampai 72
jam setelah makan.
4. Keracunan logam berat
Ada hubungan yang jelas antara keracunan logam berat dan berbagai gangguan syaraf. Logam berat seperti timbal
(Pb), merkuri (Hg), arsenik, aluminium, dan lainnya masuk ke dalam tubuh secara tidak sengaja melalui udara, air,
makanan, obat, kosmetik, vaksinasi, dan sebagainya. Timbal dipakai misalnya dalam bensin, minyak pelumas, cat
tembok, batu batere, dan aki mobil/motor, sedangkan merkuri (Hg) banyak dipakai dalam bidang kedokteran sebagai
tambal gigi, obat tetes mata, thermometer, tensimeter, kosmetik, juga digunakan dalam mendulang emas, menyamak
kulit, dan mengawetkan gandum supaya tidak berjamur. Aluminium banyak digunakan sebagai alat masak seperti
wajan dan panci.
Logam berat merupakan racun keras terhadap susunan saraf pusat, terutama pada anak karena metabolismenya lebih
cepat.
Keracunan logam berat juga dapat menyebabkan masalah pada sistem organ tubuh. Misalnya, keracunan merkuri
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan sel-sel imun dalam tubuh, mengganggu respon imun terhadap makanan,
dan dapat mengakibatkan kekurangan seng dan selenium.
Tes keracunan logam berat dapat dilakukan melalui darah, rambut, dan urin/air seni. Bila ternyata menderita
keracunan logam berat, maka cara membuang logam beracun dari tubuh antara lain dengan terapi chelasi.
Deteksi Dini Autisme
Bila gejala autisme dapat dideteksi sejak dini dan kemudian dilakukan penanganan yang tepat dan intensif, kita dapat
membantu anak autis untuk berkembang secara optimal.
Untuk dapat mengetahui gejala autisme sejak dini, telah dikembangkan suatu checklist yang dinamakan M-CHAT
(Modified Checklist for Autism in Toddlers). Berikut adalah pertanyaan penting bagi orangtua:
1. Apakah anak anda tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah anak anda dapat menunjuk untuk memberitahu ketertarikannya pada sesuatu?
3. Apakah anak anda pernah membawa suatu benda untuk diperlihatkan pada orangtua?
4. Apakah anak anda dapat meniru tingkah laku anda?
5. Apakah anak anda berespon bila dipanggil namanya?
6. Bila anda menunjuk mainan dari jarak jauh, apakah anak anda akan melihat ke arah mainan tersebut?
Bila jawaban anda TIDAK pada 2 pertanyaan atau lebih, maka anda sebaiknya berkonsultasi dengan profesional yang
ahli dalam perkembangan anak dan mendalami bidang autisme.
Anak mengalami autisme dapat dilihat dengan:
Orang tua harus mengetahui tahap-tahap perkembangan normal.
Orang tua harus mengetahui tanda-tanda autisme pada anak.
Observasi orang tua, pengasuh, guru tentang perilaku anak dirumah, diteka, saat bermain, pada saat
berinteraksi sosial dalam kondisi normal.
Tanda autis berbeda pada setiap interval umumnya.
Pada usia 6 bulan sampai 2 tahun anak tidak mau dipeluk atau menjadi tegang bila diangkat ,cuek menghadapi
orangtuanya, tidak bersemangat dalam permainan sederhana (ciluk baa atau kiss bye), anak tidak berupaya
menggunakan kat-kata. Orang tua perlu waspada bila anak tidak tertarik pada boneka atau binatan gmainan untuk bayi,
menolak makanan keras atau tidak mau mengunyah, apabila anak terlihat tertarik pada kedua tangannya sendiri.
Pada usia 2-3 tahun dengan gejal suka mencium atau menjilati benda-benda, disertai kontak mata yang terbatas,
menganggap orang lain sebagai benda atau alat, menolak untuk dipeluk, menjadi tegang atau sebaliknya tubuh menjadi
lemas, serta relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya.
Pada usia 4-5 tahun ditandai dengan keluhan orang tua bahwa anak merasa sangat terganggu bila terjadi rutin pada
kegiatan sehari-hari. Bila anak akhirnya mau berbicara, tidak jarang bersifat ecolalia (mengulang-ulang apa yang
diucapkan orang lain segera atau setelah beberapa lama), dan anak tidak jarang menunjukkan nada suara yang aneh,
(biasanya bernada tinggi dan monoton), kontak mata terbatas (walaupun dapat diperbaiki), tantrum dan agresi
berkelanjutan tetapi bisa juga berkurang, melukai dan merangsang diri sendiri.