Download - RESUME sistem imun

Transcript
Page 1: RESUME sistem imun

PEMBAHASAN

RESPONS IMUN

TANTANGAN TERHADAP ANTIGEN DAN PENYAKIT

1. Pendahuluan

Imunitas (kekebalan) merupakan terminologi yang digunakan untuk respon spesifik dan

respon imun. Kekebalan terhadap infeksi, baik yang terbentuk mengikuti paparan organisme

penyebab maupun yang dapat dirangsang secara buatan dengan imunitas terutama untuk

resiko terhadap paparan.

Mungkin di antara kita tentu terbiasa berada dalam keadaan sehat dan bebas dari infeksi.

Ketika kita kena infeksi, secara normal akan sembuh karena tubuh mengenali

mikroorganisme sebagai zat asing dan bekerja untuk melawan atau menghancurkan

mikroorganisme tersebut. Kadang sistem imun dapat menyebabkan efek yag tidak

diinginkan (hipersensitifitas).

Dalam pengertian yang paling luas, imunologi mengacu pada semua mekanisme pertahanan

yang dapat dimobilisasi tubuh memerangi ancaman invasi asing. Kulit dan struktur-struktur

yang menyertainya merupakan penghalang yang hebat bagi pertumbuhan dan penetrasi virus

dan bakteri. Keringat dan sekresi-sekresi lainnya cenderung menjaga pH yang rendah di

permukaan epidermis, sehingga mencegah propagasi berbagai jenis patogen. Flora alamiah

bakteri-bakteri yang secara alamiah tumbuh di permukaan kulit serta di dalam lekukan-

lekukan dan duktus-duktus di tubuh. Flora alamiah tersebut saling menjaga pertumbuhan

populasi masing-masing, dan selain itu juga berperan sebagai penghalang bagi pertumbuhan

mikroorganisme-mikroorganisme asing.

Jika terdapat bukaan, struktur-struktur internal yang bersambungan dengan bukaan-bukaan

tersebut dilapisi oleh sebuah lapisan mucus protektif, yang tidak hanya melumasi struktur

tersebut, namun juga bisa menjebak penyerbu dari luar, untuk kemudian diekskresikan.

1

Page 2: RESUME sistem imun

Sekresi di sepanjang saluran-saluran, misalnya duktus air mata, sebenarnya menghancurkan

bakteri-bakteri penyerang.

Seandainya saja barisan pertahanan kulit itu bisa dipenetrasi oleh penyerang, masih ada

berbagai respons internal yang merupakan bagian dari rangkaian sistem-sistem pertahanan

tubuh. Pembentukan interferon terutama dirangsang oleh kehadiran virus. Interferon adalah

protein-protein kecil yang dihasilkan dalam sebuah sel yang diserang oleh virus. Interferon

bekerja melindungi sel-sel yang berdekatan dengan sel tersebut dari invasi virus, dengan cara

melekatkan diri pada sel-sel tersebut untuk mencegah pembentukan protein virus.

2. Definisi Sistem Imun

Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun, baik humoral

maupun selular untuk menghadapi agens asing spesifik, seperti bakteri, virus, toksin, atau zat

lain yang oleh tubuh dianggap ‘bukan bagian diri.’

Sisem imun terdiri dari semua sel, jaringan, dan organ yang diperlukan untuk respons imun.

Fungsi sistem imun adalah melindungi tubuh dari patogen dan menghancurkan sel-sel yang

sudah tidak dikenali sebagai ‘sel tubuh sendiri’. Jika sistem ini tidak bekerja maka dapat

menyebabkan autoimun, defisiensi imun, atau penyakit alergi. Sistem imunlah yang

memungkinkan terjadinya penyembuhan dari infeksi oleh mikroorganisme yag inginvasi

pertahanan permukaan tubuh. Pasien rawat ini lebih berisiko terhadap invasi mikroorganisme

karena penyakit mereka atau karena terapi yang idberikan harus melewati mekanisme

pertahanan normal. Contohnya adalah pada kasus luka bakar, kateterisasi urine, neutropenia

(jumlah sel darah putih/neutrofil rendah, kurangnya flora bakteri normal), dan malnutrisi

pada pasien pascaoperasi atau pasien yang dirawat di perawatan intensif. Lini pertahanan

tubuh pertama adalah kulit. Jika kulit dilewati atau diinvasi, maka akan terjadi respons

inflamasi (peradangan).

Respons inflamasi

Tanda kerja sistem imun yang paling terlihat adalah adanya kemerahan, pembengkatan, dan

nyeri yang dilihat/dirasakan saat terluka atau terinvasi oleh benda asing. Reaksi ini disebut

juga respons inflamasi. Tanda-tanda ini disebabkan oleh:

2

Page 3: RESUME sistem imun

1. Dilatasi pembuluh darah, yang akan meningkatkan aliran darah sehingga lebih banyak

darah mencapai area yang terkena.

2. Meningkatkan permeabilitas kapiler, yang memungkinkan molekul sistem imun yang

berukuran besar dan sel fagosit bermigrasi ke jaringan.

3. Zat kimia, seperti histamin dan limfokin yang dilepaskan dari sel-sel yang rusak.

4. Akumulasi cairan inflamasi ke ruang tertutup, sehingga terjadi peningkatan tekanan.

Efek ini membuat area inflamasi terlokalisasi, dan terjadi pengenceran (dilusi) zat iritasi serta

eliminasi melalui fagositosit. Kondisi inflamasi yang sering terjadi, misalnya pada colitis,

meningitis, pneumonia, dan pleuritis. Kadang respon inflamasi berlangsung lama dan dapat

menyebabkan kematian jaringan, misalnya gangren dan tuberculosis.

3. Karakteristik/Gambaran Penting Sistem Imun Spesifik

Sistem imun mempunyai empat gambaran yang penting, yaitu:

a. Spesifisitas

Respon imun pada mamalia mempunyai spesifisitas untuk satu antigen tertentu.

Umumnya tidak ditemukan reaksi silang dengan yang lain, suatu antigen yang dekat

hubungannya, bahkan suatu perbedaan kandungan kimiawi di antara kedua

antigentersebut hanya berupa perbedaan komparatif kecil dalam struktur molekuler.

Sebagai contoh, kemampuan sistem imun untuk membedakan antigen golongan darah

yang berbeda.

b. Keanekaragaman

Sistem imun kelihatannya memiliki perlawanan terhadap berbagai antigen yang berbeda-

beda sepanjang hidup seorang individu. Karenanya harus dipunyai keanekaragaman

respons yang ditentukan. Keanekanragaman ini sebagian diturunkan dan sebagian didapat

pada waktu maturasi sistem imun.

c. Daya ingat (memory)

Ketika antigen bereaksi dengan sel klon yang berkemampuan imunologi dengan

spesifisitas untuk antigen, terdapat ekspansi dari klon serta adaptasi dari sel untuk

memberi kemungkinan spesifisitas yang tinggi untuk antigen. Selama proses ini

berlangsung, sel memori dilahirkan, sehingga apabila antigen ditemukan untuk kedua

3

Page 4: RESUME sistem imun

kalinya, respons imun akan lebih cepat terjadi dan lebih spesifik. Hal ini merupakan dasar

prosedur imunisasi aktif

d. Pemilihan sistem pertahan yang lain

Mengenal kembali material asing oleh sistem imun, oleh dirinya sendiri, tidak selalu

menghasilkan pengrusakan material tersebut. Sel dari sistem imun melepaskan messenger

kimiawi (seperti sitokin) yang mengambil dan mengaktifkan sel lain (seperti polimorf,

makrofag, dan sel mast) atau sistem kimiawi (seperti komplemen, amine, kinin dan enzim

lisosomal) untuk menghancurkan material asing.

Sistem imun selalu siaga secara konstan dan setiap komponennya harus siap sedia dan dapat

mencapai area yang terserang dengan cepat agar sistem bekerja dengan efektif. Sistem

limfoid menyediakan jaringan dan sel-sel yang dibutuhkan untuk respons imun.

Lokasi utama produksi limfosit adalah pada sumsum tulang dan timus. Limpa, kelenjar getah

bening, dan jaringan yang dekat mukosa, seperti tonsil (organ dan jaringan perifer)

merupakan lokasi dimana sel-sel imun bereaksi dengan antigen. Penyaring terbaik

mikroorganisme adalah limpa. Jika limpa diangkat, maka sistem imun akan kurang efektif.

Limfosit berpindah dari lokasi produksinya ke jaringan perifer melalui darah dan sistem

limfatik. Sekitar 1-2% limfosit akan beresirkulasi setiap jam, tetapi jika terdapat antigen yang

dikenali maka sirkulasinya akan terhenti dan sel-sel yang tersensitisasi oleh antigen dapat

dilokalisasi di kelenjar getah bening tempat antigen pertama ali dikenali. Dengan ara ini

maka respons imun yang baik dapat tercapai dengan cepat.

4. Komponen Respons Imun

a. Antigen

Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen biasanya

berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia, seperti protein dan

polisakarida.

a. Determinan antigenik (epilop) adalah kelompok kimia terkecil dari suatu antigen

yang dapat membangkitkan repons imun. Suatu antigen dapat memiliki satu atau

4

Page 5: RESUME sistem imun

lebih molekul determinan antigenik, satu molekul pun dalam keadaan yang sesuai

dapat menstimulasi respons yang jelas.

b. Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi respons

imun, tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika bersatu dengan carrier yang berat

molekulnya besar, seperti protein serum.

c. Hapten dapat berupa obat, antibiotic, zat tambahan makanan, atau kosmetik. Ada

banyak senyawa dengan berat molekul kecil yang jika berkonjugasi dengan karrier

dalam tubuh dapat membentuk imunogenisitas. Misalnya, pada beberapa orang,

penisilin tidak bersifat antigenik sampai penisilin tersebut bergabung dengan protein

serum dan mampu memicu respons imun.

Antigen merupakan suatu substansi yang mempunyai kemampuan merangsang respons

imun (di dalam kasus ini juga disebut sebagai imonogen), termasuk di dalam respon imun

ini yaitu pembentukan suatu antibodi yang spesifik atau sel-T yang sangat penting.

Untuk lebih tepatnya, suatu antigen juga merupakan substansi yang berasksi dengan

antibodi atau sel-T prima tanpa mengindahkan kemampuannya untuk menurunkan

mereka. Sebagian besar antigen merupakan molekul yang besar. Molekul yang kecil

biasanya tidak mempengaruhi respons imun kecuali bila mengikatkan diri pada molekul

pembawa yang lebih besar. Struktur topografi yang paling kecil pada permukaan molekul

besar yang dapat dikenal oleh sistem imun, disebut hapten, epitope atau penentu

antigenik (antigenic determinant). Sistem imun dapat merespons antigen melalui dua

cara, yaitu dengan imunitas sel perantara (cell mediated immunity: CMI) dan dengan

imunitas homoral (produksi antibodi).

Antigen adalah molekul yang dapat merangsang respons imun spesifik untuk melawan

antigen itu sendiri atau sel yang akan membawanya. Miliaran sel B dan T dihasilkan

selama perkembangan janin dengan kemungkinan berikatan dengan sekurang-kurangnya

100 juta antigen berbeda. Antigen yang dapat berikatan dengan sel T atau B termasuk

antigen yang melekat pada dinding sel bakteri atau mikroplasma, selubung virus, atau

serbuk, debu, atau makanan. Setiap sel tubuh individu memiliki protein permukaan yang

dapat dikenali sebagai antigen asing oleh sel B atau T dari tubuh individu lain. Bila

5

Page 6: RESUME sistem imun

antigen dapat menginaktifkan dan kemudian memperbanyak diri atau berdiferensiasi, hal

ini disebut dengan antigen imunogenik.

Pengenalan antigen

Telah dikatakan bahwa pengenalan antigen (zat asing) merupakan langkah pertama dalam

aktivasi sistem imun. Hal ini berarti sistem imun harus mengenali sel mana yang berasal

dari tubuh sehingga sel tersebut tidak dihancurkan. Semua sel telah diberi label yang

membuatnya dapat dikenali, yaitu suatu penanda protein yang disebut kompleks

histokompatibilitas mayor (mayor histocompatibilitas complx, MHC). Terdapat dua sel

MHC, yaitu kelas I dan kelas II.

Jika suatu mikroorganisme memasuki tubuh untuk pertama kalinya, maka

mokroorganisme tersebut akan difagositosis oleh makrofag kerena mikroorganisme

tersebut tidak dikenali sebagai sel tubuh normal. Mikroorganisme akan dihancurkan atau

diproses sehingga fragmen-fragmen peptida antigen akan terlihat pada permukaan sel

oleh molekul HMC. Makrofag ini kemudian disebut sel presentan antigen (antigen

presenting cell, APC). Istilah APC dapat digunakan untuk setiap sel yang memiliki

bagian dari antigen yang telah diproses pada permukaan selnya. Yang termasuk golongan

APC adalah sel-B baru yang memiliki molekul antibodi pada seluruh membran

permukaan yang dapat terikat secara spesifik pada mikroorganisme. Jika mikroorganisme

difagositosis ke dalam sel, maka mikroorganisme akan diproses. Presentasi APC dapat

dilakukan oleh protein MHC kelas I maupun II, dan keduanya menentukan jenis sel T

yang akan bereaksi.

b. Antibodi

Antibodi diproduksi oleh sel plasma di dalam kelenjar limfe, limpa, dan sumsum tulang.

Sitoplasma bersifat agak basofilik, dan pada pemeriksaan mikroskop electron

memperlihatkan reticulum endoplasmik yang cukup besar, berkaitan dengan produksi

proteinnya untuk dikirim ke luar. Satu sel plasma memproduksi antigen satu kelas yang

bereaksi terhadap satu jenis antigen.

6

Page 7: RESUME sistem imun

Struktur dasar unit imonuglobulin terdiri atas dua pasang rantai polipeptida yang identik.

Pasangan yang besar-rantai berat (the heavy chains) mempunyai berat molekul sekitar

dua kali dari pasangan yang lebih kecil-rantai ringan (the light chains). Apabila molekul

dicerna oleh enzim papain, molekul akan terpotong menjadi dua fragmen Fab, yang

mempunyai tempat untuk mengikat antigen, dan satu fragmen Fc. Fragmen Fc dari

kelompok imunoglobulin tertentu mempunyai peran dalam pengaktifan komplemen.

Dikenal ada lima kelas imunoglobulin yaitu IgG, IgM, IgA, IgD, dan IgE, yang masing-

masing mempunyai karakteristik sesuai dengan perbedaan struktur dari masing-masing

rantai berat, yang juga disebut dengan huruf Yunani sebagai γ, μ, α, δ, dan ε. Hanya ada

dua tipe rantai ringan, yang disebut κ (kappa) dan λ (lambda), dan setiap molekul Ig

hanya mempunyai satu atau tipe lain dari rantai ringan.

Setiap kelas molekul imunoglobulin memiliki fungsi yang berbeda. IgG adalah

imunoglobulin terbanyak dan dapat melintasi plasenta untuk memberi perlindungan

terhadap janin. IgM terdiri dari lima unit dasar dan merupakan lini pertama untuk

menyerang bakteri. IgA terdapat dalam cairan sekresi tubuh, seperti saliva, kolostrum, air

susu dan secret trakeobronkial. IgD terdapat pada permukaan sel B tetapi konsentrasinya

dalam serum darah sangat lemah. IgE dikaitkan dengan reaksi aleri, misalnya asma.

Jumlah relatif setiap kelas. Jumlah relatif setiap kelas imunoglobulin dapat dilihat pada

table.

Bagian pengikat antigen dari molekul Ig ada pada ujung akhir N dari rantai polipeptida

Fab. Daerah ini telah ditunjukkan oleh rangkaian asam amino, yang mengandung region

yang hiperveriabel yang bertanggung jawab terhadap variasi dalam struktur tertier

bagian/tempat pengikat antigen, dan luasnya konsekuensi sesuai dengan spesifitasnya.

Variasi ini dimungkinkan oleh gene rearrangement, yang juga bertanggung jawab pada

berbagai variasi reseptor sel-T antigen.

7

Page 8: RESUME sistem imun

5. Pertahanan Melawan Infeksi

Sistem imun dapat membedakan sel-sel atau komponen tubuh ‘sendiri’ dari zat asing, dimana

zat asing ini disebut juga antigen. Respons imun terjadi berdasarkan pengenalan

zat/komponen asing ini dan eliminasinya.

Ada dua bagian fungisonal sistem imun, yaitu sistem imun alamiah atau intrinsik (innate)

yang bereaksi terlebih dahulu melawan setiap antigen, dan sistem imun dapatan atau adaptif

yang teraktivasi jika sistem imun intrinsik gagal. Kedua sistem ini kemudia bekerja sama.

Respons adaptif bersifat spesifik terhadap antigen khusus, dan sistem imun akan terus

menyimpan memori dan mengingatnya. Hal ini berarti jika respon imun terhadap suatu

antigen telah teraktivasi maka jika suatu saan kita terpapar dengan antigen yang sama untuk

kedua kalinya, akan terjadi respons yang lebih cepat. Sistem imun alamiah maupun dapatan

bergantung pada sel dan komponen terlarut untuk dapat bekerja dengan baik.

Lingkungan hidup kita mengandung berbagai mikroorganisme yang potensial masuk ke

dalam tubuh (misalnya bakteri atau virus). Namun, untungnya tubuh yang sehat mampu

mempertahankan diri terhadap infeksi mikroorganisme melalui mekansime non-spesifik

(bawaan) dan spesifik (didapat).

a. Imunitas Non-Spesifik/Bawaan/Alamiah/Intrinsik

Respons imun bawaan meliputi respons peradangan terhadap infeksi atau cedera dan sel

darah putih yang terlibat antara lain neutrofil, basofil, eosinofil, serta monosit dan

makrofag. Respons peradangan dirangsang setelah terjadi cedera atau infeksi dengan

mengalirkan sel darah putih dan trombosit ke daerah cedera atau radang untuk membatasi

kerusakan dan meningkatkan penyembuhan. Respons peradangan tidak menuntut

spesifisitas atau daya ingat, tetapi respons ini cepat dan efektif.

Banyak mekanisme pertahanan yang non-spesifik yang bekerja menahan invasi

mikroorgansime ke dalam tubuh. Termasuk di dalamnya:

- Faktor mekanikal, misalnya kulit yang utuh dan epitel lapisan mucus yang dalam

kondisi normal tidak dapat ditembus microbial. Di samping itu, gerakan dapat

8

Page 9: RESUME sistem imun

membuang mikroorganisme, seperti pada reflek batuk, bersin, dan muntah, besama-

sama dengan gerak yang konstan seperti bergetarnya silia pada traktus respiratorius

dan peristaltik usus.

- Faktor larutan, yang dikelompokan menjadi dua, yaitu biokimia (lisozim dalam air

mata, sekresi sebaseus, sekresi hidung, ludah, dan cairan intestinal asam lambung,

keasaman vagina, laktoferin, serta asam neuraminik) dan humoral (komplemen,

APP, mediator asal lipid, serta sitokin).

- Faktor seluler, dimana leukosit polimorfonuklear dan makrofag memfagosit dan

menghancurkan mikroorganisme. Sel mast dan basofil memproduksi mediator yang

mudah larut dari respons radang. Subpopulasi limfosit yang disebut sel pembunuh

alami (natural killer cells/NK cells) membunuh sel jaringan yang terinfeksi dengan

cara yang tidak spesifik.

Sistem imun dikontrol oleh sel khusus yang disebut sel darah putih. Sel darah putih

melindungi tubuh dari infeksi kanker serta membantu proses penyembuhan. Sel darah

putih meliputi neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan makrofag, serta limfosit B dan T.

Trombosit adalah fragmen sel yang juga berperan dalam proses penyembuhan. Sel darah

putih dan trombosit diproduksi oleh sel stem (originator) yang disebut sel stem

pluripoten, dalam sumsum tulang. Sel yang dihasilkan kemudian berdiferensiasi dan

menghasilkan satu jenis sel darah.

- Neutrofil, Eosinofil, dan Basofil

Neutrofil, eosinofil, dan basofil disebut granulosit karena penampakannya yang

granular (memiliki butir-butir). Sel-sel ini tetap berada dalam sumsum tulang atau

sirkulasi sampai mereka tertarik ke daerah infeksi, peradangan, atau trauma oleh zat-

zat yang keluar dari jaringan yang rusak, yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau

oleh limfosit B atau T. granulosit mengandung enzim yang penting untuk fagositosis

sisa-sisa sel dan penghancuran mikroorganisme setelah menyelesaikan fungsinya,

granulosit mati. Pada infeksi yang serius, granulosit mungkin hanya dapat bertahan

beberapa jam.

9

Page 10: RESUME sistem imun

Neutrofil adalah sel darah putih pertama yang datang ke tempat cedera atau infeksi

dan berperan penting dalam proses peradangan. Sel-sel ini mulai segera memakan sel

dan sisa-sisa sel. Sel ini juga melepaskan zat-zat kimia yang menarik sel darah putih

lain ke tempat peradangan, dengan proses yang disebut kemotaksis. Neutofil memulai

proses peradangan melalui vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Secara klinis, neutrofil sering dirujuk sebagai sel polimorfonuklear

(polymorphonuclear, PMN) atau neutrofil tersegmen karena kemunculannya yang

tersegmentasi dari inti sel berlobus ganda. Pada orang dewasa, sekitar 50% sel darah

putih yang bersirkulasi adalah neutrofil.

Eosinofil memiliki beberapa fungsi. Pertama, eosinofil ikut berperan dalam respons

alergi. Kedua, eosinofil berfungsi penting dalam pertahanan terhadap infeksi parasit.

Sel-sel ini berfungsi protektif bagi pejamu dengan mengakhiri respons peradangan.

Sel-sel ini memfagositosis sisa-sisa sel dengan tingkat yang lebih rendah daripada

neutrofil. Eosinofi secara normal hanya 1% sampai 3% dalam sel darah putih yang

bersirkulasi. Kadarnya dapat meningkat selama terjadi respons alergi atau infeksi

helmintik (parasit).

Basofil bersirkulasi dalam alian darah dan, apabila diaktifkan oleh cedera atau

infeksi, maka akan mengeluarkan histamin bradikinin, dan serotonin. Zat-zat ini

meningkatkan permeabilitas kapiler dan aliran darah ke daerah/tempat yang

bersangkutan, menuju daerah yang diperlukan mediator lain untuk mengeliminasi

infeksi dan meningkatkan proses penyembuhan. Basofil mengeluarkan bahan alami

antipembekuan heparin, yang memastikan bahwa jalur pembekuan dan koagulasi

tidak terus berlangsung tanpa pengawasan. Basofil juga terlibat dalam pembetukan

respons alergik. Sel-sel ini memiliki fungsi sangat mirip dengan sel mast, yaitu sel

pencetus peradangan jaringan tertentu. Akan tetapi, yang berbeda adalah basofil

beredar dalam darah dengan jumlah basofil dalam sel darah putih yang bersirkulasi

adalah 1%.

- Monosit dan Makrofag

10

Page 11: RESUME sistem imun

Monosit beredar dalam darah dan masuk ke jaringan yang cedera melewati membran

kapiler yang menjadi permeabel sebagai akibat dari reaksi peradangan. Monosit tidak

besifat fagositik, tetapi setelah beberapa jam berada di jaringan, sel ini berkembang

matang menjadi makrofag, makrofag adalah sel besar yang mampu mencerna bakteri

dan sisa sel dalam jumlah yang besar. Makrofag dapat memfagositosis sel darah

merah dan sel darah putih lain yang telah lisis. Sebagian sel makrofag mengkoloni

jaringan, misalnya kulit, kelenjar limfe, dan paru selama berbulan-bulan atau

bertahun-tahun. Sel-sel ini berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme yang

masuk ke dalam tubuh. Sistem sel monosit makrofag disebut sistem retikuloendotel.

Sekitar 3% sampai 7% monosit dalam sel darah putih bersirkulasi ditemukan pada

orang dewasa.

b. Imunitas Spesifik/Didapat

Respons imun spesifik melibatkan pengaktifan sel B dan T. Sel B dan T mampu

merespons secara spesifik dan cermat setiap molekul asing yang terdapat dalam tubuh

sepanjang waktu. Begitu muncul respons terhadap moleku, sel B atau T akan

mengingatnya. Bila muncul respons terhadap molekul asing, sel B atau T akan berespons

lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan respons sebelumnya.

Respon sel B terhadap antigen

Ketika menghadapi antigen spesifik, sel B berikatan dengan antigen tersebut seperti

‘kunci dengan gemboknya’. Hal ini menyebabkan sel B berdiferensiasi menjadi sel

plasma. Sel plasma pada gilirannya mulai mensekresi jutaan molekul antibodi yang

dibentuk secara spesifik untuk melawan antigen. Setelah dibentuk, antibodi yang disebut

imunoglobulin, beredar melalui aliran darah menemukan antigen yang merangsang

pembentukannya, kemudian menghancurkannya. Respons yang diperantarai antibodi

diperlukan sebagai mekanisme pertahanan terhadap bakteri dan virus yang bersirkulasi

serta terhadap toksin yang dihasilkan bakteri.

- Imunogobulin/antibodi

Terdapat lima imunoglobulin spesifik yang dibentuk dalam berespons terhadap

antigen. Antibodi tersebut adalah:

11

Page 12: RESUME sistem imun

IgG, adalah antibodi yang paling banyak ditemukan dan mencakup sekitar 80%

dari semua imunoglobulin dalam darah. IgG adalah antibodi utama yang melintasi

plasenta dari ibu kepada janinnya selama kehamilan. Kadar IgG meningkat secara

lambat selama berespons primer terhadap suatu antigen, tetapi meningkat secara

cepat dan dengan kekuatan yang lebih besar pada pajanan kedua.

IgM, adalah jenis yang pertama kali dibentuk dan paling tinggi konsentrasinya

sewaktu pajanan primer kepada suatu antigen. IgM adalah antibodi yang

berukuran terbesar. IgM, merupakan antibodi pertama yang tiba di sisi infeksi

pada pajanan awal terhadap antigen. Antibodi IgM mengaktivasi komplemen dan

memperbanyak fagositosis, tetapi umur molekul ini relatif pendek. Karena

ukurannya, maka molekul ini menetap pada pembuluh darah dan tidak memasuki

jaringan sekitar.

IgA, paling banyak terdapat dalam sekresi, misalnya air liur, mucus vagina, air

susu, sekresi saluran cerna dan paru, serta semen. IgA lebih bekerja secara lokal

daripada sistemik. IgA ibu disalurkan kepada bayinya sewaktu menyusui (seperti

juga IgG dan IgM dalam jumlah yang lebih sedikit). IgA disekresi sebagai satu

lempeng dari dua molekul Ig yang dihubungkan dengan rantai J (junction). IgA

dijadikan satu ke transport piece, yang disekresikan pada tempat ini; IgA

mempunyai fungsi untuk pertahanan lokal. IgA dapat mengaktifkan komplemen

melalui jalur alternatif.

IgD, dalam serum darah dan limfe relatif sedikit, tetapi banyak ditemukan dalam

limfosit B. Hanya sedikit yang mengetahui fungsinya; molekul ini membantu

memicu respon imun.

IgE, biasanya ditemukan dalam konsentrasi darah yang sangat rendah. Kadarnya

meningkat selama reaksi alergi dan pada penyakit parasitic tertentu. Molekul ini

terikat pada reseptor sel mast dan basophil serta menyebabkan pelepasan histamin

da mediator kimia lainnya.

- Komplemen adalah serangkaian molekul yang menyebabkan inisiasi respons

peradangan dan penghancuran sel pembawa antigen, bila diaktifkan. Seperti

pengaktifan sel NK, pengikatan antigen ke bagian Fab antibodi memungkinkan

12

Page 13: RESUME sistem imun

molekul pertama dalam rantai komplemen (C1) berikatan dengan bagian Fc secara

nonspesifik. Setiap pengikatan menghubungkan sel pembawa antigen ke komplemen,

yang akhirnya terjadi destruksi sel tersebut.

- Stimulasi fagositik terjadi dengan mekanisme serupa; ketika antigen berikatan

dengan bagian Fab antibodi, sel fagositik (biasanya makrofag atau neutrofil)

berikatan dengan bagian Fc nonspesifik yang merangsang fagositosis terhadap

antigen yang terikat termasuk selnya.

- Efek langsung terjadi bila suatu antibodi berikatan dengan virus pada tempat yang

sama dengan tempat ketika virus berikatan dan memasuki sel pejamu sehingga

menginaktivasi virus. Proses serupa terjadi ketika antibodi berikatan dengan toksin

yang dihasilkan oleh bakteri pada tempat yang sama ketika toksin digunakan untuk

berinteraksi dengan sel yang rentan/pejamu. Hal ini dapat mengelimiansi efek toksin.

- Opsonisasi

Pengikatan suatu antibodi ke antigen pada suatu bakteri menyebabkan opsonisasi

bakteri tersebut. Opsonisasi berarti perubahan dinding sel bakteri yang menyebabkan

bakteri yang semula tidak dapat ditembus, menjadi rentan terhadap fagositosis.

Komplemen juga berfungsi sebagai opsonin (suatu bahan yang dapat menyebabkan

opsonisasi).

- Peran sel T ketika sel B berespons terhadap antigen

Untuk meningkatkan serangan antibodi terhadap mikroorganisme, diperlukan

dukungan dari sel T. Sitokinin dihasilkan oleh pengaktifan limfosit T yang memicu

proliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma yang mengahsilkan antibodi.

- Sel pengingat

Sebagian sel B tidak menjadi plasma penghasil antibodi setelah perangsangan

antigen, namun menjadi sel pengingat (memory cell). Sel pengingat akan bersirkulasi

terus-menerus di dalam darah dan menjadi aktif segera setelah terjadi pajanan baru

ke antigen.

13

Page 14: RESUME sistem imun

Respons sel T terhadap antigen

Sewaktu berikatan dengan antigen imunogenik, sel T terangsang untuk matur dan

bereproduksi. Hal ini menghasilkan paling sedikit empat subtipe sel T yang mampu

bekerja pada satu antigen: sel T sitotoksik, sel helper, sel T regulatori, dan sel T

pengingat. Respons sel T terhadap antigen disebut respons diperantarai sel, karena sel T

berespons secara langsung; sel ini tidak perlu menjadi sel plasma dan menghasilkan

antibodi untuk menghancurkan antigen. Kelima jenis sel T akan dibahas di bawah.

- Sel T sitotoksik, secara langsung menghancurkan antigen dengan mengeluarkan

bahan-bahan kimia toksik. Bahan-bahan kimia ini melubangi membran pada sel-sel

yang membawa antigen. Sel T sitotoksik disebut CD8, karena protein spesifik

terdapat pada membran plasma sel.

- Sel T helper mensekresikan peptida, disebut sitokinin, yang bekerja sebagai pemberi

pesan sel (cell messenger) untuk mengkoordinasi respons sel T sitotoksik dan sel B.

Terdapat dua kategori umum sel T helper (Th), yaitu Th1 dan Th2. Sel Th1

melepaskan sitokinin yang proinflamatori dengan mengerahkan neutrofil dan monosit

ke daerah yang cedera atau infeksi yang merangsang fagositosis makrofag. Sitokinin

Th1 menignkatkan pembentukan prostaglandin yang menyebabkan peningkatan

aliran darah dan edema interstisial, dan menginduksi gejala peradangan sistemik

termasuk demam. Sitokinin Th1 memfasilitasi pembentukan sel T sitotoksik dan

menginduksi respons imun yang diperantarai sel. Sel Th2 umumnya mensekresi

sitokinin anti-inflamatori yang mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi

peradangan yang berbahaya. Sel Th2 memfasilitasi pengaktifan respons humoral

(pengontrol sel B). Respons imun Th1 dan Th2 satu sama lain biasanya seimbang.

- Sel T regulatori, bekerja dengan menekan respons imun pejamu, suatu fungsi yang

di satu sisi, dapat meningkatkan resiko infeksi dan di sisi lain, dapat melindungi

pejamu terhadap sistem imun yang terlalu berlebihan. Sel T regulatori terlihat

menekan fungsi imun melalui kontak langsung dengan sel B atau sel T lain, dan/atau

dengan melepaskan sitokinin anti-inflamatori. Defisiensi sel T regulatori ditemukan

telah berkontribusi pada perkembangan penyakit otoimun, sedangkan aktivitas sel T

14

Page 15: RESUME sistem imun

regulatori yang berlebihan dapat melindungi sel tumor dari serangan imun. Hasil riset

menunjukkan bahwa virus tertentu, termasuk human immunodeficiency virus (HIV)

menggali kemampuan sel T untuk menekan respons antivirus tubuh. Sel T regulatori

ditandai dengan adanya reseptor C25 pada membran sel.

- Sel T pengingat, beredar dalam aliran darah sampai bertemu lagi dengan antigen

spesifik yang merangsang pembentukannya. Respons muncul dengan cepat setelah sel

ini bertemu dengan antigen tersebut.

- Peran protein MHC dalam mengontrol imunitas

Setelah sel asing difagositosis oleh makrofag atau berikatan dengan sel B, antigen

dari sel ditampilkan terhadap makrofag atau sel B yang berdekatan dengan antigen

MHC II pejamu. Antigen asing dan antigen MHC II ditampilkan bersama untuk

melewati sel T helper (CD4). Setiap kali melewatinya, sel T helper mambandingkan

antigen asing dengan antigen MHC II pejamu. Bila ketika mambandingkan antigen

tersebut, sel T helper mengenali antigen asing, sel ini akan mensekresi sitokinin yang

mengaktifkan sel B menjadi sel plasma pensekresi antibodi. Bila antigen antigen yang

muncul terlihat oleh sel T helper dan sangat mirip dengan protein MHC II pada sel B

atau makrofag, sel T helper tidak akan teraktivasi, atau mungkin dapat menjadi sel T

regulatori, dan antigen tidak akan diserang.

Untuk pengaktivan sel sitotoksik (CD8), protein MHC I ditampilkan oleh antigen

asing. Semua sel menampakkan protein MHC I sehingga setiap sel dapat

menampilkan antigen asing terhadap sel CD8 untuk dibandingkan. Sel yang terinfeksi

virus menghasilkan protein abnormal seperti yang dilakukan oleh sel kanker. Protein

abnormal ini dikenali sebagai antigen dan ditampilkan bersama dengan protein MHC

I. ketika sel T sitotoksik berhadapan dengan protein abnormal yang dibandingkan

dengan protein MHC I, sel tersebit dirangsang untuk memulai serangan terhadap

antigen.

- Pembentukan toleransi diri

15

Page 16: RESUME sistem imun

Selama masa gestasi, ratusan ribu sel T dan B dibentuk. Sebagian dari sel T dan B ini

bersifat komplementer, dengan demikian mampu bereaksi terhadap antigen-antigen

penjamu, untuk menyingkirkan potensi serangan terhadap sel pejamu, sel T yang

berada di timus dan sel B di sumsum tulang terpajan selama masa kritis

embriogenesis pada banyak jaringan pejamu. Bila ketika itu sel T atau B berhadapan

dengan antigan yang memiliki kecocokan dengan sel tersebut, sel-sel T atau B

deprogram untuk mengalami apoptosis dan destruksi diri. Hal ini menyisakan hanya

sel yang toleran terhadap antigen pejamu. Teori toleransi ini disebut teori delesi

klonal, karena menjelaskan eliminasi klonal sel imun yang bereaski terhadap antigen

sendiri.

Metode lain juga dapat digunakan untuk memastikan eliminasi sel yang berpotensi

menyerang antigen pejamu. Mekanisme ini, yang disebut penginaktifan klonal,

terjadi di luar timus selama perkembangan janin dan sepanjang hidupnya. Dalam

proses ini, antigen MHC II ditampilkan pada sel T helper. Bila sel T helper

menghadapi antigen spesifik dengan kecocokan di antara protein MHC, sel T helper

akan mengalami apoptosis.

Karena sel T helper sangat penting dalam pengaktifan sel B untuk menjadi sel

plasma, delesi klonal dan penginaktifan klonal dari sel T dapat menyingkirkan

imunitas selular dan humoral terhadap antigen sendiri. Dalam proses ini, toleransi

dikenali sebagai proses aktif yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup

(survival) pejamu untuk bertahan. Terkadang toleransi terhadap sel pejamu hilang.

Hal ini mengakibatkan timbulnya respons imun terhadap sel-sel pejamu dan

menyebabkan suatu keadaan yang disebut otoimun.

Respons sel T dan B terhadap antigen asing

Respons sel B melibatkan pengikatan sel B dengan antigen asing. Sel T helper

menampilkan potongan antigen, baik oleh sel B secara langsung ataupun oleh makrofag

yang telah memfagositosis antigen. Bila antigen berbeda dengan protein MHC II yang

ditampilkan oleh sel B atau makrofag, sel T helper melepaskan sitokinin yang

mengaktifkan sel B. Hal ini menyebabkan sel B menjadi sel plasma pensekresi antibodi.

16

Page 17: RESUME sistem imun

Antibodi tersebut akan mengikat antigen ke seluruh tubuh dan menyusun

penghancurannya. Sel T juga merangsang makrofag untuk meningkatkan fagositosis

organisme dan mengaktifkan sel darah putih dan komplemen untuk membantu respons

pertahanan.

Respons diperantarai sel melibatkan proses menampilkan protein asing oleh setiap sel

terinfeksi-organisme atau sel intraselular yang menjadi kanker pada sel T sitotoksik

bersama dengan protein MHC I yang dihasilkannya. Hal ini mengaktifkan sel sitotoksik

yang dapat menghancurkan sel pembawa protein asing.

6. Keadaan penyakit atau cedera

Ada banyak penyakit yang berhubungan dengan perubahan fungsi imun. Salah satu contoh

yang mungkin paling sering kita jumpai adalah alergi.

a. Definisi

Alergi adalah rangsangan berlebihan terhadap reaksi peradangan yang terjadi sebagai

respons terhadap antigen lingkungan spesifik. Suatu antigen yang menyebabkan alergi

disebut dengan alergen. Reaksi alergi dapat diperantarai antibodi atau sel T. Reaksi

hipersensitivitas tipe I adalah contoh alergi yang diperantarai antibodi, sedangkan reaksi

hipersensitifitas tipe IV adalah alergi diperantarai sel T.

Orang dengan respons alergi hipersensitifitas tipe I membentuk banyak antibodi IgE yang

sensitive terhadap alergen. Apabila antigen dijumpai oleh antibodi tersebut, antibodi

akan berespons berlebihan sehingga terjadi dehranulasi sel mast yang luas disertai

pelepasan histamin dan berbagai perantara peradangan lainnya (leukotrien, kemokin, dan

sitokin). Reaksi hipersensitifitas yipe IV terjadi setelah transport alergen transdemal

(menembus kulit) yang ditunjukkan oleh sel T yang tersensitisasi alergen tersebut.

Manifestasi suatu respons alergi bergantung di mana alergen ditemukan; di dalam

makanan, dalam partikel yang terhirup, atau melalui kulit. Waktu reaksi alergi

bermacam-macam bergantung pada apakah respons tipe I (segera) atau tipe IV (lambat).

Reaksi tipe I melibatkan kulit yang disebut dermatitis atopic, sedangkan reaksi tipe IV

disebut dermatitis kontak alergi.

17

Page 18: RESUME sistem imun

b. Penyebab

Penyebab alergi bisa karena predisposisi genetik. Predisposisi tersebut dapat berupa

pengikatan IgE yang berlebihan, mudahnya sel mast dipicu untuk berdegranulasi, atau

respons sel T helper yang berlebihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi sel

T regulatori dapat menyebabkan responsivitas berlebih dari sistem imun dan alergi.

Pajanan berlebihan terhadap alergen-alergen tertentu setiap saat, termasuk selama gestasi,

dapat menyebabkan respons alergi.

c. Gambaran Klinis

- Pembengkakan lokal, gatal, dan kemarahan kulit, pada pajanan alergen ke kulit.

Reaksi tipe IV sering ditandai dengan lepuhan dan pengerasan pada area yang

terkena.

- Diare dan kram abdomen, pada pajanan alergen saluran cerna.

- Rinitis alergi, yang ditandai oleh mata gatal dan pilek encer, pada pajanan alergen

saluran napas. Terjadi pembengkakan dan kongesti. Dapat timbul kesulitan bernapas

akibat konstriksi otot polos bronkiolus pada janan napas yang diinduksi oleh

histamin.

d. Perangkat diagnostik

- Uji kulit membantu diagnosis alergi. Alergen dicurigai yang jumlahnya sedikit

diinjeksikan di bawah kulit. Individu yang alergi terhadap alergen tersebut akan

berespons dengan ditemukannya eritema, bengkak, dan gatat pada area injeksi.

- Analisis imunoglobulin serum dapat menunjukkan peningkatan hitung basofil dan

eosinofil.

e. Komplikasi

- Reaksi alergi yang hebat dapat menyebabkan anafilaksis. Hal ini ditandai oleh

penurunan tekanan darah dan penutupan jalan napas. Gatal, kram, dan diare dapat

terjadi. Tanpa inverse, reaksi yang sangat hebat dapat menyebabkan syok

kardiovaskular, hipoksia, dan kematian.

- Dermatitis kontak alergi dapat menyebabkan infeksi sekunder akibat garukan

berlebihan.

18

Page 19: RESUME sistem imun

f. Penatalakasaan

- Antihistamin dan obat-obatan yang menghambat degranulasi sel mast dapat

mengurangi gejala-gejala alergi.

- Kortikosteroid yang dihirup atau sistemik bekerja sebagai obat anti peradangan dan

dapat mengurangi gejala suatu alergi. Orang yang mengidap alergi perlu

menggunakan obat-obat ini dalam jangka waktu yang panjang sebelum obat menjadi

efektif. Kortikosteroid inhalan hanya berefek di saluran napas dan tidak menimbulkan

efek sistemik.

- Stabilizer sel mast inhalan mengurangi degranulasi sel mast dan dapat menurunkan

gejala alergi tipe I.

- Terapi desensitisasi, berupa penyuntikan berulang alergen dalam jumlah yang kecil

dapat mendorong pasien tersebut membentuk antobodi IgG terhadap alergen.

Antibodi ini dapat bekerja sebagai antibodi penghambat (blocking antibodies).

Sewaktu pasien tersebut kembali terpajan ke alergen, antibodi penghambat dapat

berikatan dengan alergen berhubungan dengan kemampuan alergen untuk berikatan

dengan molekul IgE ganda secara kovalen bersama-sama. Karena pengikatan IgG

tidak menyebabkan degranulasi sel mast yang berlebihan, maka gejala alergi dapat

berkurang. Antibodi IgG dihasilkan setiap kali berikatan dengan alergen dan

terkadang dapat menghentikan respons alergi.

7. Respon Imun Diperantarai Sel

Antibodi efektif dalam melawan patogen dan toksin ekstraseluler, tetapi tidak dapat mengikat

patogen intraseluler, misalnya virus dan toksin. Untungnya terdapat respons sistem imun lain

yang hanya melibatkan sel T, yaitu respons imun yang diperantarai sel. Respons ini tidak

hanya efektif melawan patogen intraseluler, tetapi juga dapat mengenali sel-sel abnormal,

misalnya sel kanker dan sel jaringan organ cangkok (graft). Oleh karena itu, pada

transplantasi organ penting diperhatikan kecocokan jaringan, dan diberikan obat-obatan yang

menekan respons imun sehingga tidak terjadi penolakan terhadap organ donor. Sel T juga

akan meningkatkan jumlah sel lainnya, misalnya makrofag yang akan membantu

pembersihan sel-sel yang terinfeksi. Pada keadaan inflamasi kronik, misalnya tuberculosis,

19

Page 20: RESUME sistem imun

terbentuk granuloma (kumpulan makrofag yang berfusi, sel-sel raksasa, sel epitel, dan sel T)

yang mengalami klasifikasi sehingga menyebabkan gangguan fungsi jaringan.

Sel T matur di dalam timus dan berdiferensiasi menjadi sel T helper dan sel T sitotoksik serta

mensintesis reseptor untuk setiap antigen spesifik, jadi setiap sel T akan memberi respons

pada antigen yang berbeda. Sel T yang baru ini akan memasuki aliran darah dan tetap tidak

aktif sampai bertemu dengan sel presentan antigen dengan kompleks MHC kelas I dan II

pada permukaan selnya yang dapat dikenali oleh sel T.

Pengenalan terhadap kompleks tersebut akan menstimulasi sel T yang tepat (Th/MHC kelas

II, Tc/MHC kelas I) untuk kemudian membelah dan membentuk suatu populasi atau klon sel,

yang sedang bereaksi dengan kompleks antigen yang MHC yang sama. Dengan bantuan sel T

helper, yang memproduksi interleukin, maka klon sel T sitotoksik akan berditerensiasi

menjadi sel efektor dan sel memori yang akan berespons terhadap antigen yang sama.

Interaksi dengan sel yang terinfeksi atau sel asing akan mengaktivasi sel T sitotoksik untuk

membunuh dengan cara melubangi membran plasma dan mensekresi toksin ke se lasing

tersebut. Kemudian sel T sitotoksik bebas menyerang sel lainnya.

20

Page 21: RESUME sistem imun

DAFTAR PUSTAKA

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Volume 1. Edisi 2. Jakarta: EGC.

James, J., Baker, C., dan Swain, H. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:

Erlangga.

Fried, G.H., dan Hademenos, G.J. 2006. Schaum’s Outlines Biologi. Edisi Kedua. Jakarta:

Erlangga.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.

21