KL 4201
Pengendalian Lingkungan Laut
Dosen : Dr. Eng. Hendra Achiari, S.T., M.T.
Pengaruh Stratifikasi Terhadap Kualitas Air di Danau Toba
Nama / NIM :
Essantio Denira / 15508001
Yehezkiel Rogusto Sinaga / 15509024
Fauzi Ahmad Zaky / 15510004
Kevin Kristian Gomeri Hutapea / 15510038
Muhammad Mukhlas / 15510048
Program Studi Teknik Kelautan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
2012
ABSTRAK
Saat ini di Indonesia terdapat 840 danau dan 735 danau kecil serta sekitar 162 waduk,
keseluruhannya membentuk luas genangan air sebesar 1,8 juta ha dengan cadangan sumber daya
air lebih dari 500 juta m3. Permasalahan umumnya pada lingkungan danau di Indonesia adalah
pendangkalan danau, pencemaran air, kerusakan habitat biota dan pemanfaatan yang berlebihan.
Permasalahan-permasalahan tersebut dipicu oleh kurang harmonisnya hubungan timbal balik
antara danau dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga sangat diperlukan pengetahuan tentang
danau itu sendiri sehingga penurunan kualitas air danau bisa dikendalikan, karena danau
merupakan genangan besar dengan umur hidup air yang cukup lama didalamnya. Stratifikasi
merupakan suatu hal penting yang biasa terjadi di air danau karena dengan bisa membaca
stratifikasi air kita dapat mengetahui situasi dan karakteristik dalam badan air tersebut.Danau
Toba adalah perairan di Sumatera Utara yang memiliki peran multisektoral, diantaranya adalah
pusat kepariwisataan, selain memiliki fungsi lain untuk perikanan dan untuk pembangkitan listrik
tenaga air (PLTA) di bagian outletnya. Luas perairan Danau Toba yaitu 1.124 km2 ,kedalaman
maksimum 508 m, volume 256,2x109 m3, dan waktu tinggal air 81 tahun. Telah dilakukan
penelitian kondisi Danau Toba dan beberapa ciri stratifikasinya, dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi sifat perairan Danau Toba. Berdasarkan tingkat kedalaman relatifnya (Zr
= 1,34%), mencirikan perairan tidak stabil, meskipun diperkirakan hanya pada lapisan
permukaan edangkan pada kedalaman >100 m menunjukkan kestabilan. Kadar oksigen terlarut
yang terukur di permukaan relative tinggi, namun menurun drastis pada kedalaman 100m dan
umumnya menunjukkan kondisi sangat minim pada kedalaman 200m dan seterusnya.
ABSTRACT
Currently in Indonesia there are 840 lakes and 735 smaller lakes and around 162
reservoirs, the whole forming a puddle area of 1.8 million ha of water resources with reserves of
more than 500 million m3. Generally on environmental issues in Indonesia, lake is silting of
lakes, water pollution, habitat destruction and the use of excessive biota. The problems are
triggered by a lack of harmony of the interrelationships between the lake with the surrounding
environment. So indispensable knowledge about the lake itself that the decline in lake water
quality can be controlled, since the lake is a large pool of water with a life lived long enough in
it. Stratification is an important thing which is common in the lake water due to the stratification
of the water we could read to find out the situation and characteristics of the water bodies. Danau
Toba in North Sumatra, which has a multisectoral role, including the center of tourism, in
addition to having other functions like fisheries and for the generation of hydroelectric power at
the outlet. Water’s broad of Lake Toba is 1124 km2, maximum depth 508m, volume 256.2x109
m3, and water residcence time of 81 years. Has done research conditions and some characteristics
of Lake Toba’s stratification, in order to obtain properties of the waters of Lake Toba
information. Based on the relative depth (Zr=1.34%), characterizing the unstable waters,
although it is estimated only on the surface layer, while at a depth > 100 m indicates stability.
Dissolved oxygen levels measured at the surface is relatively high, but decreased dramatically at
a depth of 100m and generally shows very minimal conditions at depths of 200m and so on.
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Danau Toba berlokasi di Propinsi Sumatera Utara, merupakan bagian dari tujuh wilayah
kabupaten, yaitu kabupaten Karo, Simalungun, Dairi, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara
dan Humbang Hasundutan, dengan posisi geografi diantara 98o31’2’’-98o9’14’’ Bujur Timur
(BT) dan 2o19’15’’-2o54 2’’ Lintang Utara (LU). Danau Toba adalah perairan daratan yang
memiliki peran multisektoral, baik bagi kepentingan masyarakat lokal maupun kepentingan-
kepentingan yang sifatnya nasional bahkan internasional.
Penelitian awal perairan Danau Toba merupakan bagian pangkal sejarah aktivitas
limnology di Indonesia oleh Ruttner pada tahun 1929. Ruttner membagi perairan Danau Toba
kedalam empat wilayah, yaitu ceruk utara (585 km2), ceruk selatan (438 km2), ceruk Porsea (80
km2) dan ceruk Pangururan (26 km2), sehingga secara keseluruhan luas perairan danau adalah
1129 km2. Ciri-ciri stratifikasi vertical perairan danau, seperti suhu dan ketersediaan oksigen
terlarut akan menunjukkan dinamika perairan, potensi produktivitas dan evolusi kimia di
dalamnya. Dikemukakan oleh Wetzel (1983) bahwa stratifikasi di danau bercampur (mixtic lake)
melalui suatu rangkaian proses yang dimediasi oleh proses-proses fisik dan biologis. Pada skala
waktu tahunan dengan berlangsungnya tahapan penghangatan permukaan air dan aksi angin
menentukan pelapisan panas di dalam kolom air, dan berasosiasi dengan suksesi proses
microbial heterotrofik, sejalan pula dengan dorongan yang mengarahkan untuk evolusi kimia di
wilayah-wilayah lebih dalam. Selanjutnya Stum (1985) mengemukakan bahwa perkembangan
stratifikasi suhu di suatu perairan memainkan peran penting pada seluruh proses ekologis badan
air. Sementara itu dinamika penyebaran oksigen di danau dipengaruhi oleh keseimbangan antara
masukan dari atmosfir dan fotosintesis, serta hilangnya oksigen karena oksidasi biotis dan kimia.
Penyebaran oksigen penting untuk kebutuhan langsung berbagai organisme, mempengaruhi
kelarutan dan ketersediaan unsur hara, oleh karena itu akan mempengaruhi produktivitas
ekosistem perairan. Selanjutnya penyebaran oksigen di air dari danau-danau berstratifikasi panas
dikendalikan oleh kombinasi kondisi kelarutan, hidrodinamika, masukan dari fotosintesis, dan
kehilangan untuk oksidasi metabolis dan kimia (Wetzel, 1983). Penelitian kondisi ciri stratifikasi
vertical perairan Danau Toba yaitu suhu dan oksigen terlarut telah dilakukan, dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi sifat perairan Danau Toba dan sebagai dasar bagi pengelolaan
danau dan penelitian limnologis lebih lanjut.
I.II Identifikasi Masalah
Danau mempunyai peranan pentinsg dalam kehidupan manusia, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung danau mensuplai kebutuhan air, mulai dari untuk
keperluan minum, rumah tangga, pertanian, hingga pengembangan industri. Perairan danau juga
memberikan sumber daya makanan, khususnya ikan yang relative melimpah. Peran tidak
langsung danau terutama dalam hal menyediakan jasa-jasa ekologis, meliputi fungsi habitat yang
mendukung keragaman hayati dan produktivitas perairan, fungsi retensi air yang mengendalikan
kontinuitas ketersediaan air dan resiko banjir di kawasan hilirnya, serta penyeimbang kondisi
iklim mikro di kawasan sekitarnya. Tingkat kerawanan perairan danau yang tinggi terhadap
beban dari bagian tangkapan airnya sebenarnya terkait dengan karakteristik unik ekosistem
danau. Yang pertama adalah adanya interaksi antar komponen yang sangat kuat di lingkungan
danau (integrating nature), sehingga pelaku perubahan ekosistem danau dapat secara langsung
menjadi korban dari perubahan tersebut. Karakter unik kedua adalah waktu tinggal air yang
relative lama di dalam danau, hal ini menyebabkan respon yang relative lambat dari lingkungan
perairan danau terhadap suatu kejadian baik yang bersifat negative seperti pencemar maupun
yang bersifat positif seperti langkah-langkah pemulihan dari akibat pencemaran tersebut.
Karakter ketiga adalah dinamika proses ekologis yang kompleks, dimana keterkaitan satu
komponen dengan yang lainnya terjadi secara tidak langsung sehingga sulit untuk dikenali dan
diantisipasi.
I.III Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah yang kita analisis, kita merumuskan masalah-masalah yang ada
dalam 3 point. Masalah-masalah itu adalah :
1. Mengapa bisa terjadi stratifikasi pada badan air Danau Toba?
2. Apa pengaruh stratifikasi air pada Danau Toba terhadap kualitas badan air ?
3. Bagaimana cara mengendalikan stratifikasi yang buruk pada danau ?
I.IV Tujuan dan Manfaat
Stratifikasi merupakan proses yang dinamis dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata,
sehingga penting untuk mengetahuinya sebagai pengetahuan tambahan. Adapun tujuan dan
manfaat yang ada dalam makalah ilmiah ini adalah.
1. Mengetahui proses stratifikasi pada air khususnya di Danau Toba.
2. Mengetahui dan dapat menganalisa faktor-faktor yang dapat menurunkan kualitas air
karena pengaruh stratifikasi badan air.
3. Mengetahui cara mengendalikan permasalah karena stratifikasi terhadap kualitas air.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.I Stratifikasi Air Danau
Sebagai contoh kita mengambil kejadian-kejadian pada air danau setiap musimnya. Pada
musim gugur, temperatur udara dan angin sekitar cukup dingin sehingga membuat suhu
permukaan air danau menjadi dingin. Ketika air danau dingin pada permukaannya, itu akan
membuat densitas air pada permukaan meningkat sehingga air yang ada dipermukaan akan
otomatis turun kebawah. Seketika akan membuat keseluruhan danau mencapai suhu yang sama.
Ketika air yang di permukaan menjadi lebih dingin lagi, air tersebut densitasnya akan turun dan
akan mengapung dilapisan yang paling atas. Jadi sebenarnya seperti ini, air akan otomatis
membuat membuat lapisan tergantung dari rentang suhu pada lapisan air tersebut. Semakin
kebawah, air akan semakin dingin dengan temperature maksimal 4oC. Densitas air paling tinggi
ada pada suhu tersebut sehingga pasti menempati lapisan air yang paling bawah. Namun apabila
air mencapai suhu dibawah 4oC, contoh es (0oC) akan mengapung ke lapisan paling atas karena
densitasnya kecil. Ketika air bisa mencapai ke bentuk es, kita ambil saja contoh pada musim
salju di yang biasanya terjadi di Benua Eropa dsb., biasanya kejadian stratifikasi yang dijelaskan
diatas disebut Winter Stratification. Stratifikasi pada musim salju ini terjadi stabil dikarenakan
es yang ada dipermukaan mencegah angin dalam Water Mixing yang biasanya disebabkan oleh
angin.
Ketika datang musim semi, es akan mencair dan air dipermukaan akan menghangat.
Densitas dari air yang mulai menghangat ini akan turun ke lapisan bawah dan bercampur dengan
air yang lebih dalam. Proses ini disebut sebagai spring turnover. Pada waktu ini, hampir semua
air danau ada pada temperature yang sama, dan air pada permukaan dan dasar danau bercampur
dengan bebasnya. Danau dengan area permukaan dan khususnya yang terproteksi dari angin,
akan tercampur seluruhnya hanya dengan waktu yang sebentar, biasanya hanya beberapa hari.
Sebagai perbandingan, danau besar sering bersirkulasi selama beberapa minggu.
Ketika musim semi akan berganti dengan musim panas, perbedaan temperatur akan
meningkat antara air di permukaan dengan air yang didalamnya. Di daerah danau yang lebih
dalam dari 10-12 ft, perbedaan temperatur membuat gaya fisik yang cukup untuk menahan
mixing force dari angin (Hanya membutuhkan sedikit perbedaan temperatur dalam Fahrenheit
untuk mencegah mixing). Danau sekarang terstratifikasi menjadi 3 layer, situasi ini disebut
sebagai summer stratification. Lapisan atas yang merupakan layer yang hangat dikarenakan
lebih terang dan terkena sinar matahari, tercampur dengan baik (well-mixed zone) disebut
sebagai epilimnion. Dibawahnya ada lapisan transisi dimana temperatur berubah secara cepat
disebut metalimnion. Thermocline adalah area horizontal didalam metalimnion sampai pada titik
dimana terjadi perubahan temperature yang signifikan. Metalimnion sangat besar daya tahannya
terhadap wind mixing. Dibawah lapisan metalimnion dan memperpanjang sampai ke dasar danau
adalah lapisan hypolimnion. Hypolimnion merupakan lapisan yang lebih dingin (lebih berat
densitasnya), gelap, dan merupakan lapisan yang tidak terganggu.
Gaya yang paling berperan dalam menyebabkan mixing pada danau adalah angin, air
yang masuk dan keluar dari air danau. Ketika angin mempengaruhi permukaan air diseluruh
danau, kemampuan untuk mencampur keseluruhan volum air di danau dalam kondisi summer
stratified akan berkurang cukup besar. Hal ini dikarenakan perubahan temperatur yangcepat dan
densitas didalam metalimnion berlaku seperti perisai diantara epilimnion dan hypolimnion. Itu
akan membutuhkan banyak energi untuk menghancurkannya.
Stabilitas dari stratifikasi air danau bergantung pada banyak faktor, faktor yang paling
penting adalah kedalaman danau, bentuk dan ukuran danau. Juga berperan faktor seperti iklim,
orientasi danau terhadap angin, dan juga inflow/outflow rate pada danau. Sudah dibahas diatas, di
danau yang dangkal (dibawah 10-12 ft), gaya angina biasanya cukup kuat untuk mencampur air
dari permukaan sampai dasar karena merintangi summer stratification. Danau dengan kondisi
banyak air yang keluar masuk juga tidak mengembangkan secara konsistem stratifikasi
termalnya. Ketika gradient temperature dari permukaan air yang hangat ke daerah dasar danau
yang cenderung lebih dingin memang ada di danau, metalimnion sebenarnya tidak terbentuk.
Stratifikasi pada musim panas berlanjut hingga musim gugur ketika air di permukaan mulai
dingin dan tenggelam kebawah. Metalimnion mulai melemah, dan berlanjut sampai danau
mendingin. Energi dari angina membantu mencampur danau lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Ketika keseluruhan danau mencapai temperatur yang sama, gaya angin lagi-lagi mencampur air
danau dari permukaan hingga dasar dalam sebuah proses fall turnover. Transisi dari stratifikasi
musim panas ke gugur dapat terjadi hanya dengan beberapa jam, apalagi dengan angin yang
cukup besar.
II.III Efek dari Stratifikasi
Stratifikasi mempunyai implikasi penting untuk manajemen perikanan, populasi
fitoplankton, dan kualitas suplai air. Beberapa pengaruh dari hasil stratifikasi adalah sebagai
berikut.
Dissolved Oxygen
Seketika setelah terjadinya stratifikasi pada musim panas, hypolimnion kaya akan
dissolved oxygen dari hasil spring mixing. Bagaimanapun, karena metalimnion berperan sebagai
perisai antara epilimnion dan hypolimnion, hypolimnion pada dasarnya terpotong dari pertukaran
oksigen dengan atmosfer dan terlalu sering terlalu gelap untuk tanaman dan alga untuk
berkembang dan memproduksi oksigen dengan fotosintesis. Di sebuah danau dengan nutrient
yang tinggi, hypolimnion akan menjadi anoxic (without oxygen, or anaerobic) ketika musim
panas. Ini terjadi ketika suplai oksigen dikonsumsi oleh bacteria dan organisme yang tinggal
didasar danau lainnya. Kekurangan dissolved oxygen dapat memberikan konsekuensi yang
serius. Fosfor dan Nitrogen dikondisi yang anoxic, nutrient fosfor dan ammonia-nitrogen
menjadi dissolvable dan dilepaskan dari dasar sedimen ke hypolimnion. Sepanjang musim panas,
danau yang terstratifikasi kadang tercampur secara parsial, membuat sebagian dari nutrient-
nutrien untuk “kabur” ke epilimnion dan secara potensial menstimulasi algae blooming. Untuk
alasan yang sama, algae blooming sering terlihat pada fall turnover ketika nutrient yang kaya
dari dasar badan air dibawa ke permukaan danau dimana terdapat pencahayaan matahari yang
baik untuk berkembangnya algae. Ammonia-nitrogen juga memiliki pengaruh pada ikan. Ikan
sangat sensitive pada ammonia dan menolak untuk jumlah ammonia yang tinggi didalam air.
Logam dan Senyawa Lainnya
Beberapa senyawa besi dan lainnya seperti besi, mangan, dan sulfur (Hidrogen Sulfida)
juga menjadi meningkat kelarutannya dan dilepaskan dari anoxic sedimen dasar danau. Senyawa
ini menyebabkan masalah rasa dan bau dari air. Hal ini merupakan masalah danau sebagai suplai
air minum. Sebagai tambahan, hydrogen sulfide memiliki konsentrasi diatas 1 mg/L adalah
mematikan bagi banyak ikan serta beberapa zooplankton (hewan mikroskopis yang merupakan
makanan penting bagi ikan).
Ikan
Level oksigen yang rendah akan membatasi ruang gerak ikan disepanjang areal danau,
dan juga membatasi tipe dan jumlah dari ikan di daerah hypolimnion. Ikan air hangat
membutuhkan setidaknya 5 mg/L dari dissolved oxygen untuk bertahan hidup, dimana ikan air
dingin membutuhkan 6-7 mg/L. Di danau eutrofik, ketika sedang musim panas dan jumlah
dissolved oxygen menjadi terlalu rendah di hypolimnion, ikan terperangkap di daerah epilimnion
dan sebuah porsi pada metalimnion.
Temperatur
Di danau yang terstratifikasi oleh musim panas, temperature air berkurang dari
permukaan sampai dasar danau. Seperti yang telah dibahas diatas, lapisar air hangat(Epilimnion)
mengampung pada lapisan air yang lebih dingin (hypolimnion). Spesies ikan yang berbeda
menentukan temperature air yang berbeda. Jadi variasi temperature sangat penting menentukan
tipe dan jumlah ikan yang akan ada dan hidup di area tersebut. Ketika danau yang bersuhu
dingin, lapisan yang lebih dalam dari hypolimnion mempunyai oksigen yang cukup, lalu area
tersebut akan menyedakan tempat untuk tinggal untuk ikan yang tinggal pada air dingin.
Bagaimanapun, jika DO menjadi terlalu rendah di hypolimnion dan ikan terpaksa untuk pergi ke
air permukaan yang lebih panas, spesies ikan tersebut tidak akan dapat bertahan.
II.II Kondisi Air di Danau Toba
Stratifikasi air terjadi salah satunya akibat perbedaan suhu di permukaan dan bagian dasar
danau. Pada umumnya danau mempunyai lapisan air permukaan, yang disebut epilimnion lebih
hangat dibanding dengan suhu di lapisan bawahnya (hypolimnion). Adanya dua lapisan perairan
ini menyebabkan berbagai bahan pencemar yang mengendap terjebak di lapisan bawah. Sebagai
contoh adalah pola stratifikasi suhu pada kolom air danau yang dipengaruhi oleh berbagai faktor
yaitu diantaranya radiasi cahaya matahari, kedalaman danau, pola arus, dan angin. Pola
stratifikasi ini sangat dinamis dan tidak dapat diamati secara kasat mata, padahal fenomena ini
sangat penting karena sangat terkait dengan pola sirkulasi nutrient dan bahan kimia lain dalam
air danau. Pada banyak kasus hal ini menyebabkan penurunan kandungan oksigen hingga kondisi
anaerob dan menimbulkan bencana masal di lapisan permukaan pada saat air teraduk. Hal ini
terutama terlihat pada kasus-kasus kematian massal ikan budidaya jaring apung di berbagai
waduk dan danau.
Parameter karakter stratifikasi perairan yang diamati adalah suhu dan oksigen terlarut
yang diukur secara vertical pada 6 stasiun yang tersebar di wilayah perairan danau.
Pengukuran penciri stratifikasi ini dilakukan pada bulan April 2009 dan Oktober 2009, masing-
masing pada kolom air dengan kedalaman tertentu (0,100,200,300,400 m; sesuai kedalaman
maksimum setiap stasiun). Menggunakan kammerer water sampler kemudian diukur dengan
temperature/DO mester YSI, sedangkan pada kolom air 0-40 meter digunakan temperature
logger YSL. Data variable-variable yang diukur untuk penentuan stratifikasi di Danau Toba ini
berdasarkan makalah ilmiah yang berjudul “Kajian Kondisi Morfometri dan Beberapa
Stratifikasi Perairan Danau Toba” dari jurnal Limnotek (2010).
BAB III
PEMBAHASAN
III.I Penyebab Stratifikasi di Danau Toba
Berdasarkan perhitungan dari pengukuran Batimetri dan deliniasi citra landsat
memberikan karakteristik morfometri Danau Toba sebagai berikut :
No
.
Parameter Dimensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Luas Permukaan (Km2)
Keliling (Km)
Panjang maksimum (Km)
Lebar maksimum (Km)
Kedalaman maksimum (m)
Volume (x109 m3)
Kedalaman rata-rata (m)
Kedalaman relative (Zr) (%)
Luas Daerah Tangkap Air (DTA) (Km2)
Rasio DTA / Luas Permukaan
Pengembangan garis pantai (SLD)
1.124
428,7
50,2
26,8
508
256,2
228
1.34
2.486
2,21
3,61
Luas dan kedalaman maksimum Danau Toba relative besar disbanding danau-danau
lainnya di Indonesia, seperti Poso (A : 36.892 ha; Zmaks :384,5 m), Towuti (A: 56108 ha;
Zmaks: 203 m),dll. Karakteristik Danau Toba membentuk dua cekungan besar, utara dan selatan,
yang dipisahkan oleh adanya Pulau Samosir. Daerah cekung utara relative lebih luas disbanding
cekung selatan, demikian pula volume air yang terukurpun lebih tinggi. Wilayah cekung selatan
diperkirakan lebih dinamis dibandingkan dengan cekung utara, terkait sebaran sungai-sungai
yang menjadi inlet danau yang dominan di wilayah selatan dan outlet danau yaitu Sungai Asahan
juga berada selatan. Jadi waktu tinggal air di cekungan utara diperkirakan akan lebih panjang.
Luasan DTA telah diketahui memberikan peran terhadap tingkat sedimentasi di danau,
tidak hanya sedimentasi, luas DTA juga mempengaruhi pasokan material lainnya. Diperkirakan
waktu tinggal air di Danau Toba yaitu 81,24 tahun, masa simpan air ini cukup panjang bila
dibandingkan danau-danau lainnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan rata-rata pengeluaran debit
air danau toba ada pada kisaran 100 m3/dt, sementara itu dengan volume Danau Toba yang
mencapai 256,2x109 m3. Waktu tinggal air di Danau Toba sangat panjang tampaknya terkait
dengan rasio antara DTA dan luas danaunya yang relative kecil untuk Danau Toba. Waktu
tinggal air tersebut mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam proses-proses yang terjadi
di danau, diantaranya efisiensi perangkapan sedimen dan nutrient. Berdasarkan tingkan
kedalaman relatifnya (Zr= 1,34%), Danau Toba mencirikan perairan tidak stabil, sebagian besar
danau memiliki nilai Zr dibawah 2 persen yang menandakan bahwa perairan tidak stabil. Danau
yang memiliki stabilitas tinggi Zr>4 biasanya memiliki luas permukaan sempit. Dengan kondisi
stabilitas yang rendah, Danau Toba akan mudah sekali mengalami pengadukan dengan adanya
gangguan dari luar seperti hembusan angin yang kuat. Hal ini akan membuat perairan yang tidak
stabil itu hanya terjadi mixing pada kolom air 1-100 meter. Sehingga terbentuk lapisan
epilimnion, metalimnion dan hipolimnion.
III.II Pengaruh Stratifikasi Air Danau Toba Terhadap Kualitas Air
Suhu Perairan
Berdasarkan data pengukuran profil suhu pada bulan April 2009 di enam stasiun
kecenderungan kestabilan suhu berada pada kedalaman >= 100m. Kondisi suhu perairan danau,
dari permukaan hingga kedalaman 100m, suhu menurun secara bertahap dari antara 26-28oC
hingga pada kisaran 24-25oC, setelah itu suhu relative stabil.
Variasi suhu terjadi berdasarkan waktu pengukuran, yaitu pada pengukuran bulan
Oktober 2009, suhu air permukaan cenderung lebih rendah dari pengukuran di bulan April 2009.
Kondisi ini menunjukkan suhu yang cenderung menjadi homogeny, tetapi di lapisan dalam
masih dalam kondisi yang sama dan masih menunjukkan adanya stratifikasi suhu antara
permukaan dan lapisan dalam. Gambar bisa dilihat dibawah.
Berdasarkan profil-profil vertical suhu tersebut, diperkirakan lapisan epilimnion akan
berada pada strata kedalaman 0-30m, lapisan metalimnion pada strata kedalaman 30-100 meter,
lapisan hipolimnion berada pada strata kedalaman >= 100 m. Dari sumber perhitungan
morfometrik ditentukan bahwa tingkat kedalaman relative adalah 1,34%. Hal ini mencirikan
perairan Danau Toba tidak stabil, dan akan mudah sekali mengalami pengadukan dengan adanya
pengaruh dari luar, diperkirakan hanya berlangsung pada kolom air antara 1-100 meter.
Kondisi stabilitas Danau Toba terdapat stratifikasi suhu pada sebagian besar periode
dalam setahun namun terdapat pendinginan pada interval tak tentu dalam perioda sirkulasi yang
terbilang jarang.
Stratifikasi suhu yang cenderung permanen di perairan Danau Toba, namun cenderung
dinamis di bagian permukaan. Sebagaimana dengan teori bahwa dengan tidak adanya tutupan es,
suatu kombinasi pemanasan matahari, pendinginan radiasi dan dorongan angina menghasilkan
suatu lapisan eplimnion yang relatif tercampur baik. Lapisan ini terpisah dari lapisan dingin yang
relative tenang, yaitu hypolimnion, oleh suatu lapisan thermocline (metalimnion).
Kedalaman 0-100 meter yang diperkirakan merupakan wilayah yang relative dinamis
dengan adanya pencampuran vertical. Pencampuran vertical tersebut akan mempengaruhi siklus
fosfor diantara sedimen dan kolom air, sebagai mana variasi oksigen terlarut yang berpengaruh
terhadap pelepasan nutrient pada sekat antara air-sedimen.
Ketersediaan Oksigen Terlarut
Kadar oksigen terlarut yang terukur di permukaan relatif tinggi ( 6 – 7 mg/l),
namun menurun drastis pada kedalaman 100 m dan umumnya menunjukkan
kondisi sangat minim (< 2 mg/l) pada kedalaman 200 m dan seterusnya
(Gambar 7). Kondisi ini terkait dengan proses fotosintesis yang berlangsung di
permukaan perairan, khususnya pada kedalaman antara 0 – 30 meter, terkait
kedalaman eufotik perairan. Namun pada kedalaman 100 meter dan selanjutnya
adalah proses respirasi yang intensif, terutama karena berlangsungnya
perombakan bahan organic yang juga intensif.
Kadar oksigen terlarut di lapisan hipolimniom memngkinkan untuk lebih
rendah dibanding epilimnion, karena akan lebih intensif sementara itu
pencampuran air dari permukaan ke bagian dalam dibatasi oleh stratifikasi
panas, yang umumnya di wilayah iklim sedang terjadi pada musim panas.
Penenggelaman dan perombakan lebih lanjut bahan organik ini
merangsang depplesi oksigen di perairan bagian dasar. Oksigen dikonsumsi
selama respirasi dan remineralisasi bahan organik, nitrifikasi dan reaksi redoks.
Aktivitas respirasi sendiri dapat dibagi diantara respirasi basal (istirahat), yang
dikaitkan dengan biosintesis dari biomassa dan yang mendukung perilaku.
Remineralisasi bahan organic mengkonsumsi oksigen baik secara langsung
melaui respirasi oksik dan secara tidak langsung melalui oksidasi berbagai
metabolit di dalam perairan tersebut. Lebih lanjut Welsh & Eller (1991),
mengemukakan bahwa stratifikasi suhu, sebagaimana terjadi di Danau Toba ini,
dapat meningkatkan deplesi oksigen terlarut di wilayah dasar karena kebutuhan
oksigen pada kolom air dan sedimen.
III.III Pengendalian Stratifikasi Badan Air Danau Toba
Plankton Feeder
Eutrofikasi menjadi masalah bagi danau Toba. Hal ini dikenali dengan kualitas air di perairannya
menjadi sangat rendah diikuti oleh rendahnya konsentrasi oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan
ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi kematian massal
ikan. Untuk memperbaiki kualitas perairan danau Toba, salah satu caranya adalah dengan
penggunaan bio-cleaning agent yaitu ikan yang memanfaatkan plankton (plankton feeder) yang
blooming di danau. Pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder) merupakan
pengendalian pencemaran biologis. Pengendalian secara biologis adalah pengendalian dengan
menggunakan mahluk hidup secara alami, misalnya ikan sebagai sarana pengendalian.
Pengendalian secara biologis berarti pengrusakan atau penghambatan terhadap suatu organisme
oleh organisme lain. Cara yang dilakukan sebagai pengendalian secara biologis adalah dengan
penebaran/budidaya ikan-ikan penting ke perairan danau/waduk. Beberapa jenis ikan pemakan
tumbuhan dapat memakan alga atau fitoplankton sehingga kandungan-kandungan pencemar
penyebab eutrrofikasi dapat dikendalikan. Manfaat lain dari penanaman ikan-ikan tersebut
adalah masyarakat dapat memanennya dari waduk sebagai sumber pendapatan tambahan. Jenis
ikan yang sangat efektif untuk pengendalian pencemaran adalah ikan mola, bandeng, nila, nilem,
tawes dan oskar.
IV. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Stratifikasi air terjadi salah satunya akibat perbedaan suhu di permukaan dan bagian dasar
danau. Stratifikasi air di Danau Toba tersebut menyebabkan lapisan bawah danau (hypolimnion)
akan menjadi anoxic ( tidak ada oksigen atau anaerobik) karena bagian bawah terlalu gelap untuk
tanaman dan alga untuk berkembang dan memproduksi oksigen dengan fotosintesis. Jika ikan-
ikan tidak dapat bertahan hidup maka akan terjadi kematian massal ikan dan terjadi penumpukan
unsur hara dari dekomposisi kematian massal ikan. Penumpukan unsur hara hasil dekomposisi
bahan organik yang berlebihan di perairan danau, akan menimbulkan permasalahan karena,
unsur hara yang berlebihan akan menyebabkan perairan mengalami pengkayaan oleh unsur hara
(eutrofikasi). Dekomposisi bahan organik yang berlebihan juga akan menyebabkan perairan
mengalami kekurangan oksigen (anoxia).
Untuk mengurangi penumpukan unsur hara maka penggunaan bio-cleaning agent yaitu
ikan yang memanfaatkan plankton (plankton feeder) di danau Toba. Beberapa jenis ikan
pemakan tumbuhan dapat memakan alga atau fitoplankton sehingga kandungan-kandungan
pencemar penyebab eutrrofikasi dapat dikendalikan.
Saran
Perlu pemilihan jenis ikan untuk mengendalikan kelimpahan fitoplankton sangat tergantung dari
jenis fitoplankton yang melimpah serta jenis ikan dipilih yang berkualitas baik dan tidak
mengandung penyakit.
Top Related