Download - Resume Ekologi

Transcript

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 1/11

 

TUGAS EKOLOGI

PELESTARIAN HUTAN MANGROVE

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE

BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT

Isnin Aulia Ulfah Mu’awanah 

10/309360/PPA/3416

PROGRAM PASCASARJANA ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2010

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 2/11

9

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN

PENDEKATAN MASYARAKAT

Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai

atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh

pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di

sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang

di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992). Menurut FAO,

hutan mangrove adalah komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.

Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.

Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi

mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah

yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)

yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan

kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan

ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada

bagian arah daratan (Kusmana, 1994). Bersifat dinamis karena hutan mangrove

dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai dengan

perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali rusak 

dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.

Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove seperti

Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah

hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di

muara sungai yang dicirikan oleh : (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi

pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak 

mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api

( Avicenia sp), pedada (Sonneratia), bakau ( Rhizophora sp), lacang ( Bruguiera sp),

nyirih ( Xylocarpus sp), nipah ( Nypa sp), dan lain-lain.

Hutan mangrove merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat di

manfaatkan secara rasional. Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990)

menyatakan bahwa ekosistem mangrove mencakup:   fungsi fisik ; menjaga agar

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 3/11

10

garis pantai tetap stabil, melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi dan

abrasi, mengolah limbah beracun, penghasil O2

dan penyerap CO2. Fungsi

biologis; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air,

tempat bersarangnya burung; habitat alami berbagai jenis biota. Fungsi ekonomi;

sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan

garam, dan bahan bangunan.

Namun dewasa ini sudah terlihat adanya degradasi dari hutan mangrove

akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui batas kelestariannya. Hutan

mangrove telah diubah menjadi berbagai kegiatan pembangunan seperti perluasan

areal pertanian, pengembangan budidaya pertambakan, pembangunan dermaga

dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutama terdapat di Aceh, Sumatera, Riau,

pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur.

Tekanan pada ekosistem mangrove yang berasal dari dalam, disebabkan

karena pertumbuhan penduduk dan yang dari luar sistem karena reklamasi lahan

dan eksploitasi mangrove yang makin meningkat telah menyebabkan perusakan

menyeluruh atau sampai tingkat-tingkat kerusakan yang berbeda-beda. Menurut

Soesanto dan Sudomo (1994), kerusakan ekosistem mangrove dapat disebabkan

oleh berbagai hal, antara lain: Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem

mangrove, tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat atau

sebagai bagian dari ekosistem mangrove, karena pertimbangan ekonomi lebih

dominan daripada pertimbangan lingkungan hidup.

Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan mangrove untuk 

berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian alam telah

mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup drastis.

Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan hutan

seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra landsat  (1992)

luasnya tersisa 3,812 juta ha (Ditjen INTAG dalam Martodiwirjo, 1994); dan

berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2

 juta ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun

demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 4/11

9

kondisi rusak parah, di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha

di luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th.

Hampir sama dengan kondisi Indonesia pada umumnya, kondisi hutan

mangrove di Sumatera Barat juga sedang mengalami degradasi. Berdasar data

Ditjen RRL (1999), total luas hutan mangrove di Sumatera Barat 51.915,14 ha. Di

daratan Sumatera Barat, hutan mangrove yang terletak dalam kawasan hutan

6.060,98 ha dan di luar kawasan hutan 13.253,76 ha, sedangkan sisanya terletak di

Kepulauan Mentawai 32.600,00 ha. Dari luasan hutan mangrove yang berada di

daratan Sumatera Barat tersebut hanya 4,7% (909,82 ha) yang kondisinya baik,

sementara 95,3% (18.404,92 ha) dalam keadaan rusak (Tabel 1).

Menurut Wetlands Internasional Indonesia Programme (WIIP, 2006); luas

lahan mangrove di NAD (Nangroe Aceh Darussalam ) adalah sekitar 53,512 ha

(termasuk hasil konversi mangrove menjadi tambak seluas 27,592 ha). Hingga

kini data mengenai luas kerusakan lahan tambak di NAD akibat tsunami sangat

bervariasi, diantaranya BRR (2005) menyatakan, luasan tambak yang rusak akibat

tsunami adalah 20,000 ha sedangkan data DKP (2005), menyatakan sekitar 14,523

ha tambak yang rusak akibat tsunami.

Kawasan mangrove di sekitar Cagar Budaya Pitung Jakarta Utara juga

mengalami perubahan. Pada tahun 1998 tercatat 8,5 ha, dengan kondisi kawasan

yang masih relatif baik ditinjau dari habitat dan kehadiran jenisnya. Namun

demikian hasil evaluasi tahun 2000, kawasan seluas tersebut di atas kini telah

berubah total menjadi hamparan pertambakan. Hal ini terjadi pula di pantai

pasuruan, dimana telah terjadi perubahan luas hutan mangrove yang sangat besar,

yaitu 528,2 ha (78,72 %) pada kurun waktu tahun 1981 -1994.

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 5/11

10

Pengamatan sebaran dan luas hutan mangrove di wilayah pesisir Teluk 

Pising Utara Pulau Kabaena propinsi Sulawesi Tenggara (April, 2006),

menunjukkan adanya beberapa lokasi hutan mangrove yang sudah ditebang oleh

penduduk setempat, seperti terlihat pada gambar 1; banyak hutan mangrove

(warna hijau) yang sudah bolong (berwarna coklat kehitaman), ini juga terlihat

banyanya bekas-bekas potongan mangrove di lokasi tersebut seperti tampak juga

dalam gambar 2.

Gambar 1. Peta sebaran mangrove di wilayah pesisir Teluk Pising utara pulau Kabaena

Sulawesi Tenggara

Kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantai dan hutan

mangrovenya, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu dengan

memperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menata

sempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hutan mangrove untuk 

perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan, udang,

kerang, dan penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi air laut.

Gambar 2. Foto hutan mangrove yang ditebang di pesisir pantai Teluk Pising UtaraPulau Kabaena Propinsi Sulawesi Tenggara, hasil survei April 2006

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 6/11

9

Upaya merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis

mangrove sebenarnya sudah dimulai sejak tahun sembilan-puluhan. Data

penanaman mangrove oleh Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga

2003 baru terealisasi seluas 7.890 ha (Departemen Kehutanan, 2004), namun

tingkat keberhasilannya masih sangat rendah. Data ini menunjukkan laju

rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973 ha/tahun.

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara

restorasi/rehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi

lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Secara umum, semua habitat

bakau dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15-20 tahun jika:

(1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan (2) ketersediaan biji dan bibit

serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi.

Pemulihan kualitas lingkungan ini dapat dilakukan melalui:

1.  Penilaian kawasan konservasi, yaitu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

suatu kawasan masih mampu mendukung dan menjamin atas peranan

fungsinya sebagai penyangga dan atau perlindungan, dalam penilaiannya

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Gambar 3. Parameter Penilaian

2.  Rehabilitasi habitat, yaitu untuk tujuan peningkatan kualitas tapak, secara rinci

tatanan pelaksanaannya dapat dilihat pada gambar 4.

3.  Peningkatan kawasan hijau, dilakukan melalui tindakan (a) rehabilitasi jenis,

(b) erichment planting, dan (c) perubahan jenis (Gambar 5).

4.  Pemberdayaan masyarakat, yaitu dilakukan dengan (a) pembinaan masyarakat

melalui penghijauan, pelatihan, dan penyuluhan, (b) pendidikan formasl,

dengan memasukan muatan lokal pengenalan hutan dan lingkungan pada

Kawasan

Konservasi

Parameter penilaian

(1)  Ukuran; (2) Potensi ekologis; (3) Letak Geografis

(4) Ancaman, dan (5) Kemanfaatan

Survey Lapang

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 7/11

10

kurikulum nasional Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SLTP, dan SMU),

(Gambar 6).

Keempat arahan di atas pada dasarnya merupakan konsepsi dasar yang merupakan

langkah awal rambu-rambu pelaksanaan program pemulihan kawasan pantai dan

mangrove.

Gambar 4. Ilustrasi Rehabilitasi Habitat

Gambar 5. Ilustrasi peningkatan Kualitas Vegetasi Mangrove 

Survey Lapang

Tindakan

Silvikultur

Kawasan

Penyangga

Kondisi

1.  Habitat terganggu

2.  Habitat tidak terganggu

Tindakan Pemulihan

1.  Rehabilitasi

2.  ReklamasiSuksesi

Penanganan1.  Rehabilitasi → Enrichment jenis ali 

2.  Reklamasi → Perubahan jenis 

Kawasan

Penyangga

Survey Lapang

Kondisi

1.  Habitat terganggu

2.  Habitat tidak terganggu

Tindakan Pemulihan1.  Rehabilitasi

2.  Reklamasi

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 8/11

9

Gambar 6. Ilustrasi Pemberdayaan Masyarakat

Dalam pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi

dalam beberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas, atau istilah

populernya pendekatan top-down (Gambar 7).

Gambar 7. Pendekatan Top-Down 

Pelaksanaan proyek semacam ini kurang memberdayakan potensi masyarakat,

karena masyarakat tidak merasa ikut memiliki (sense of belonging tidak tumbuh)

hutan mangrove tersebut. Seyogyanya upaya pemulihan ekosistem mangrove

adalah atas biaya pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi

keberhasilan dan pemanfaatannya secara kelanjutan semuanya dipercayakan

kepada masyarakat. Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dengan penekanan

pada pemberdayaan masyarakat setempat ini biasa dikenal dengan istilah

pendekatan bottom-up (Gambar 8).

Pengelola

Lingkungan

Pendekatan

1.  Informal → Penyuluhan dan Pelatihan

2.  Formal → Kurikulum muatan lokal 

Penyusunan Pedoman

Pemberdayaan Masyarakat

1. 

Peningkatan pengetahuan2.  Peningkatan kepedulian

3.  Peningkatan pentingnya kenyamanan lingkungan

4.  Pembentuk sikap dan perilaku

Pemerintah

Pemerintahan

Kabupaten

Masyarakat

Perangkat Desa

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 9/11

10

Gambar 8. Pendekatan Bottom-u p 

Dengan pola pendekatan bottom-up yang melibatkan pemerintah secara

aktif, maka tugas pemerintah hanya memberikan pengetahuan secara umum dalam

pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan. Dari sini nampak bahwa

pendekatan bottom-up relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top-

down dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove. Dengan demikian

pelaksanaan dengan pendekataan bottom-up atau menumbuhkan adanya

partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses

pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung (Savitri dan Khazali, 1999).

Pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial

adalah dengan sistem (tumpang sari) silvofishery (Perum Perhutani, 1993).

Silvofishery merupakan salah satu bentuk pelestarian mangrove berbasis

masyarakat. Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang

cukup efektif dan ekonomis.

Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan

udang liar dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2

kali panen setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola

silvofishery di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan

menunjukkan perbandingan relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik 

dalam hal produktivitas perairan maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan

hidup maupun biomassa bandeng yang dipelihara pada masing-masing pola

(Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g

Pemerintah

Pemerintahan

Kabupaten

Masyarakat

Perangkat Desa

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 10/11

9

sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3. Hasil ini berbeda dengan penelitian

Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan bahwa justru pola empang parit

menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan berat rata-rata 1 kg lebih berat

dibandingkan dengan pola komplangan. Namun demikian, kedua sistem ini turut

membantu dalam meningkatkan income petani petambak.

Sampai Agustus 2008, juga tercatat tidak kurang dari 1000 hektar lahan

pesisir (dari target 1,178 ha hingga akhir 2008) telah direhabilitasi (dengan jumlahtanaman hidup rata-rata sekitar 83% atau 1,54 Juta dari 1,85 juta yang ditanam)

melalui penanaman mangrove dan tanaman pantai di Aceh dan Nias.

Tabel 2. Lokasi Pengembangan Tambak Sylvo-fishery di Aceh yang telah difasilitasi oleh

proyek Green Coast.

5/15/2018 Resume Ekologi - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/resume-ekologi-55ab4e23aee88 11/11

10

Terkait dengan penanaman mangrove di dalam dan sekitar pertambakan

(sylvofishery), proyek  Green Coast  telah memfasilitasi penanaman mangrove

sebanyak 801,055 pada hamparan lahan tambak seluas 157 Ha (Tabel 2). Kegiatan

ini tersebar di Kabupaten Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, Bireun, Pidie, Aceh

Besar dan Aceh Jaya.

Model penghijauan tambak ramah lingkungan yang memadukan antara

hutan/pohon (s ylvo) dengan budidaya perikanan ( fishery) dapat meningkatkan

kontruksi pematang tambak (yang dibangun dari tanah yang liat berpasir) akan

menjadi kuat karena akan terpegang oleh akar-akar mangrove, sehingga dengan

demikian pekerjaan “keduk -teplok” membuang lumpur tambak (yang berasal dari

pematang) secara periodik tidak perlu dilakukan, pematang akan nyaman dipakai

para pejalan kaki karena akan dirimbuni oleh tajuk tanaman mangrove, petambak 

dapat menggunakan tanaman mangrove sebagai pakan ternak, terutama kambing,

keanekaragaman hayati akan meningkat (termasuk bibit ikan alami dan kepiting)

dan ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat petani ikan, mencegah erosi

pantai dan intrusi air laut ke darat sehingga pemukiman dan sumber air tawar

dapat dipertahankan, kualitas air tambak akan menjadi lebih baik, karena fungsi

perakaran tanaman mangrove dapat 'menyaring' limbah padat dan mikroba yang

terdapat pada lantai hutan/serasah mangrove dapat mendekomposisi bahan

organik yang berasal dari kegiatan budidaya maupun dari luar tambak, terciptanya

sabuk hijau di pesisir (coastal green belt ) serta ikut mendukung program mitigasi

dan adaptasi perubahan iklim global karena mangrove akan mengikat (sequester )

CO dari atmosfer dan melindungi kawasan pemukiman dari kecenderungan

naiknya muka air laut, mangrove juga akan mengurangi dampak bencana alam,

seperti badai dan gelombang air pasang, sehingga kegiatan berusaha dan lokasi

pemukiman di sekitarnya dapat diselamatkan.