5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 1/24
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmaTuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan tinjauan kasus
yang berjudul “Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Eksaserbasi Akut” tepat pada waktunya. Tugas ini merupakan salah satu syarat
didalam mengikuti Kepanitraan Klinik Madya di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Banyak berbagai pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Dewa Artika, SpP, selaku pembimbing dan penguji.2. dr. Jodi Loekman Sidartha, SpPD, selaku kordik di bagian Ilmu Penyakit Dalam.
3. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Denpasar, April 2005
Penulis
DAFTAR ISI
1
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 2/24
Kata Penghantar.......................................................................................... ii
Daftar Isi..................................................................................................... iii
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................... 1
BAB 2 Tinjauan Pustaka............................................................................. 2
Definisi PPOK................................................................................... 2
Etiopatogenesis.................................................................................. 3
Klinis Dan Identifikasi PPOK........................................................... 3
Diagnosis........................................................................................... 4
BAB 3 Penatalaksanaan.............................................................................. 8BAB 4 Tinjauan Kasus............................................................................... 14
BAB 5 Pembahasan.................................................................................... 16
Daftar Pustaka............................................................................................. 21
BAB I
2
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 3/24
PENDAHULUAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ) adalah suatu penyakit paru kronik yangditandai oleh adanya hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversible. Penyakit tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan respons
inflamasi abnormal paru terhadap partikel berbahaya atau gas beracun.1,2,8
Di Amerika PPOK terjadi pada lebih dari 10% orang dewasa dalam populasi dan
merupakan penyebab kematian keempat dimana terjadi pada 14 sampai 20 juta orang
dan terus meningkat. Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai jumlah
penderita PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI
tahun 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis, dan emfisema
menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Penderita
PPOK umumnya penduduk usia pertengahan keatas. Jumlah penderita laki-laki lebih
banyak dari pada wanita, golongan sosial ekonomi rendah lebih tinggi dari pada
golongan sosial ekonomi tinggi, dan daerah urban lebih tinggi daripada daerah rural.1,4,9
Faktor-faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut adalah1 :
- Pertambahan penduduk
- Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an.
- Kebiasaan merokok yang masih tinggi ( kurang dari 60% pada laki-laki
di atas 15 tahun )
- Industrialisasi
- Polusi udara terutama di kota-kota besar dan lokasi industri dan
pertambangan
Hal yang ingin dicapai pada penatalaksanaan PPOK terutama yang mengalami
eksaserbasi akut antara lain adalah mencegah perburukan penyakit, mengatasi keluhan
yang timbul, memperbaiki toleransi saat latihan, memperbaiki status kesehatan,
mencegah komplikasi, dan yang terakhir tentu menurunkan kematian.7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 4/24
1. Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh
adanya hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible. Penyakit tersebut
biasanya progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru terhadap
partikel berbahaya atau gas. Penyakit ini disebabkan oleh bronkitis kronis dan emfisema
paru yang berlangsung secara progresif.1,2,8
Pada definisi ini, penyakit saluran pernapasan yang tidak dimasukkan dalam
definisi adalah bronkitis kronik dan emfisema, hal ini dikarenakan3:
a. bronkitis kronik merupakan diagnosa klinis
b. emfisema merupakan diagnosis patologik.Selain itu, kedua penyakit ini tidak selalu mencerminkan hambatan aliran udara dalam
saluran nafas, tetapi bronkitis dan emfisema adalah dua penyakit pokok yang sering
dihubungkan dengan timbulnya PPOK.
Bronkitis kronis didefinisikan secara klinis sebagai adanya batuk yang produktif
sepanjang hari selama minimum 3 bulan yang berlangsung paling sedikit 2 tahun
berturut-turut pada penderita, dimana penyebab batuk kronis yang lainnya dapat
disingkirkan. Sedangkan emfisema paru didefinisikan secara anatomi adanya pelebaran
yang permanen dari ruang udara distal dari bronkiolus terminal, dengan destruksi dari
dinding dan tanpa adanya fibrosis. Bronkitis kronik dan emfisema merupakan dua
penyakit utama PPOK.2
PPOK mempunyai progresivitas yang lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi
akut yang timbul secara periodik. Pada fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang
mendadak dari perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan
ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat.2
2. Etiopatogenesis2
Asap rokok adalah satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dibandingkan
faktor penyebab lainnya. Pada kandungan asap rokok, banyak mengandung partikel dan
gas beracun yang mengakibatkan respon inflamasi pada saluran napas. Meskipun
begitu, ada faktor-faktor lain yang juga tidak bisa dianggap remeh, yaitu polusi udara.
Polusi udara terbagi menjadi:
a. polusi dalam ruangan (asap rokok, asap kompor,dll)
b. polusi luar ruangan (debu jalanan, gas buang kendaraan)
4
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 5/24
Karakteristik PPOK adalah adanya inflamasi kronik sepanjang jalan napas,
parenkim, dan vaskularisasi dari sistem paru. Pada timbulnya inflamasi, ada dua
kejadian penting pada patogenesis PPOK yaitu ketidakseimbangan antara proteinase
dan antiproteinase pada paru serta bahan oksidative stress. Inflamasi pada paru
disebabkan adanya paparan dari partikel dan gas beracun, terutama asap rokok sebagai
faktor penting yang secara langsung menyebabkan kerusakan paru8.
Meskipun belum ada data yang kuat, faktor risiko yang lain selain asap rokok
juga diperkirakan menyebabkan proses yang sama untuk menimbulkan inflamasi paru
pada penyakit PPOK 8. Inflamasi pada paru akan menimbulkan kerusakan jaringan, yang
manifestasinya adalah timbulnya penyempitan saluran nafas dan fibrosis, destruksi parenkim, dan hipersekresi mukus 8.
Secara garis besar, bronkitis kronis ditandai dengan pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, hipertrofi otot polos bronkus akibat fibrosis, kemudian emfisema ditandai
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Obstruksi pada saluran nafas bersifat ireversibel, dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran nafas kecil, yaitu inflamasi, fibrosis, hipertrofi otot polos dan
perubahan- perubahan ini terjadi akibat pembatasan jalan nafas yang hiperresponsive.
3. Klinis dan Identifikasi PPOK
Keluhan batuk produktif yang berlangsung lama/berulang, dengan produksi sputum
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian menjadi banyak dan purulen pada
eksaserbasi akut2. Pasien dapat juga mengeluhkan adanya sesak yang berlangsung lama
dan tidak pernah hilang sama sekali menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Sesak dirasakan memberat pada eksaserbasi akut.
Pasien umumnya memiliki riwayat perokok berat, minimal 20 batang per hari
selama 20 tahun atau lebih sebelum mulai gejala. Dapat juga disertai riwayat terpajan
zat iritan yang bermakna di tempat kerja, atau memiliki riwayat penyakit emfisema pada
keluarga. Faktor predisposisi terjadinya PPOK pada pasien dapat terjadi pada masa
bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara. Identifikasi penderita PPOK tentu haruslah
diperhatikan dari semua hal yang disebutkan diatas.
4. Diagnosis
Diagnosis PPOK dapat ditegakkan berdasarkan2:
5
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 6/24
A. Gambaran klinis
a. anamnesis
keluhan
riwayat penyakit
faktor predisposisi
b. pemeriksaan fisik
B. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
Gambaran klinis
a. anamnesis
Pada anamnesis, biasanya pasien datang dengan keluhan batuk produktif yang
berlangsung lama/berulang, dengan produksi sputum pada awalnya sedikit dan mukoid
kemudian menjadi banyak dan purulen pada eksaserbasi akut2. Pasien dapat juga
mengeluhkan adanya sesak yang berlangsung lama dan tidak pernah hilang sama sekali
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Sesak dirasakan memberat
pada eksaserbasi akut4
.
Pasien umumnya memiliki riwayat perokok berat, minimal 20 batang per hari
selama 20 tahun atau lebih sebelum mulai gejala. Dapat juga disertai riwayat terpajan
zat iritan yang bermakna di tempat kerja, atau memiliki riwayat penyakit emfisema pada
keluarga2,3.
Faktor predisposisi terjadinya PPOK pada pasien dapat terjadi pada masa
bayi/anak, misalnya berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang,
lingkungan asap rokok dan polusi udara
2
.b. pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien PPOK dapat bervariasi dari tidak ditemukan kelainan sampai
kelainan jelas dan tanda inflasi paru. PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
Pada Inspeksi dapat terlihat bentuk dada barrel chest (diameter antero posterior dan
transversal sebanding ), penggunaan alat bantu nafas, hipertrofi alat bantu nafas,
pelebaran sela iga, bila telah terjadi gagal jantung kanan dapat terlihat denyut vena
jugularis di leher dan edema tungkai2,6,8. Dapat juga dijumpai tampilan pink puffer yang
merupakan tanda khas pada penderita dengan emfisema dominan, yaitu penderita
6
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 7/24
tampak kurus, kulit kemerahan dan pernafasan pursed-lips breathing . Atau blue bloater
pada bronkitis kronis, pasien tampak gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki
basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer 1,2.
Pada Palpasi didapatkan vokal fremitus melemah dan sela iga melebar. Terutama
dijumpai pada pasien dengan emfisema dominan3,10,11.
Pada Perkusi didapatkan bunyi hipersonor pada daerah paru yang sakit. Dapat disertai
batas jantung yang mengecil pada jantung penduler, letak diafragma yang rendah, serta
penurunan letak hepar akibat terdorong kebawah oleh diafragma.
Pada Auskultasi suara nafas vesikuler normal atau melemah. Terdapat ronki dan atau
mengi pada waktu bernafas biasa atau pada ekspirasi paksa. Juga dijumpai ekspirasiyang memanjang dan bunyi jantung terdengar jauh1,2,11.
Pemeriksaan Penunjang2
Uji Faal Paru
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna untuk menegakkan diagnosis,
melihat perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini penting
untuk memperlihatkan secara obyektif adanya obstruksi saluran nafas dalam berbagai
tingkat. Pada orang normal kapasitas vital (KV) sama nilainya dengan kapasitas vital
paksa (KPV). Pada penderita PPOK, nilai KV lebih besar dari nilai KVP9. Volume
ekspirasi paksa pada satu detik pertama (VEP1) mengalami penurunan, rasio
VEP1/KVP juga mengalami penurunan4. Rasio VEP1/KVP merupakan parameter
tersering yang digunakan untuk menentukan ada tidaknya obstruksi jalan nafas, nilai
normal VEP1/KVP adalah lebih dari 70%. Penentuan reversibel tidaknya otot-otot
saluran nafas dapat dilihat dari perubahan VEP1 sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator dan atau kortikosteroid. Hasil pemeriksaan ini dipakai untuk menilai
perburukan penyakit, respon terapi, dan pengobatan
Foto Torak PA dan Lateral
Foto torak PA dan Lateral berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit paru
lain. Pada penderita emfisema dominan didapatkan gambaran hiperinflasi, yaitu
diafragma rendah dan rata, hiperlusensi, ruang retrosternal melebar, diafragma
mendatar, dan jantung yang menggantung/penduler (memanjang tipis vertikal ).
7
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 8/24
Sedangkan pada penderita bronkitis kronis dominan dapat dilihat corakan
bronkovaskuler yang meningkat disertai sebagian bagian yang hiperlusen. Selebihnya
dapat tampak normal2,6.
Analisa Gas Darah
Analisa gas darah arteri menunjukkan gambaran yang berbeda pada pasien dengan
emfisema dominan dibandingkan dengan bronkitis kronis dominan. Pada bronkitis
kronis analisa gas darah menunjukkan :
1. Hipoksemi yang sedang sampai berat pada pemberian oksigen 100%,
hal ini menunjukkan adanya shunt kanan ke kiri.
2 Hiperkapnia yang sesuai dengan adanya hipoventilasi alveolar.
3 Asidosis respiratorik kronik yang terkompensasi.
Gambaran seperti ini disebabkan karena pada bronkitis kronis terjadi gangguan rasio
ventilasi/perfusi (V/Q ratio) yang nyata.
Sedangkan pada emfisema, rasio V/Q tidak begitu terganggu oleh karena baik
ventilasi maupun perfusi, keduanya menurun disebabkan berkurangnya jumlah unit
ventilasi dan capillary bed . Oleh karena itu pada emfisema gambaran analisa gas darah
arteri akan memperlihatkan :
1. Normoksia atau hipoksia ringan
2. Normokapnia
3. Tidak ada shunt kanan ke kiri
Analisa gas darah berguna untuk menilai cukup tidaknya ventilasi dan oksigenasi, dan
untuk memantau keseimbangan asam basa.
Pemeriksaan darah dan sputum
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram diperlukan untuk mengetahui pola
kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi saluran nafas berulangmerupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
Pemeriksaan darah digunakan untuk mengetahui adanya polisitemia pada hipoksemia
kronik, juga peningkatan hematokrit6.
Pemeriksaan penunjang lainnya lainnya, antara lain EKG untuk mengetahui komplikasi
pada jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau hipertensi pulmonal, juga dapat
dilakukan bronkoskopi untuk mengetahui adanya kolaps dan obstruksi pada alveoli,
selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan.
8
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 9/24
BAB 3
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan PPOK secara umum bertujuan untuk mencegah eksaserbasi akut dan
meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara umum dapat dilakukan dengan edukasi
penderita terdiri dari berhenti merokok, menggunakan obat-obatan yang adekuat,
9
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 10/24
menghindari polusi udara, mengusahakan latihan jasmani secukupnya, dan menghindari
terjadinya infeksi2.
Pada prinsipnya juga, terdapat 4 komponen penatalaksanaan PPOK menurut WHO
1998, yaitu4:
1. pengkajian dan monitor penyakit
2. kurangi faktor risiko
3. terapi PPOK stabil
4. terapi eksaserbasi akut
Selain edukasi, tentu saja pasien harus diterapi farmakologi. Tujuan utama terapi
farmakologi adalah memperbaiki fungsi parunya(mencegah penurunan VEP1), sehinggakeluhan pasien dapat berkurang5. Terapi farmakologi yang dipakai adalah pemakaian
bronkodilator baik secara tunggal maupun kombinasi dan jenis antikolinergik, agonis β-
2, dan xantin, yang dapat diberikan dalam berbagai sediaan. Dengan obat ini diharapkan
meningkatkan aliran udara ke dalam paru. Kortikosteroid dapat dipergunakan untuk
menekan inflamasi yang terjadi, biasanya dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Antibiotik, mukolitik, dan ekspektoran dapat diberikan kepada penderita bila
diperlukan. Oksigen diberikan pada keadaan hipoksemia berat.
Dua hal penting yang sering dibahas adalah penatalaksanaan PPOK secara khusus,
sesuai dengan prinsip dari WHO, yaitu:
1. penatalaksanaan PPOK stabil
2. penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut
Sesuai topik tinjauan kasus ini, maka yang lebih detail dibahas adalah tata laksana
PPOK eksaserbasi akut, karena angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi,
menduduki peeringkat 6 untuk Indonesia, dan peringkat 4 di USA4.
Penatalaksanaan Eksaserbasi Akut
Keadaan eksaserbasi akut berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan kondisi
sebelumnya2. Adapun beberapa gejala eksaserbasi antara lain2,3.,4,5,8 :
1. Sesak yang bertambah.
2. Produksi sputum yang meningkat.
3. Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen).
Eksaserbasi akut dibagi menjadi tiga2 :
a. Tipe 1 (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas.
10
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 11/24
b. Tipe 2 (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas.
c. Tipe 3 (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi
saluran nafas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan
batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernafasan > 20%
baseline, atau frekuensi nadi > 20% baseline.
Penyebab eksaserbasi akut antara lain :
Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus).
Sekunder :
- Pneumonia- Gagal jantung kanan atau kiri atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen, obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak
tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkungan yang buruk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Kelelahan otot respirasi
Pemeriksaan spirometri pada keadaan eksaserbasi akut sering menunjukkan fungsi paru
yang menurun, dan kadang-kadang pasien terlalu lemah untuk meniup alat spirometri.
Umumnya bila nilai VEP1 menunujukkan nilai >1 L, maka bisa dikatakan sebagi
keadaan eksaserbasi akut yang berat4.
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk eksaserbasi yang
ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat). Untuk eksaserbasi
ringan dapat dilakukan oleh penderita yang telah dilatih dengan cara :(1)menambahkan
dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator dari bentuk inhaler,
oral menjadi bentuk nebulizer, dan dosis serta pemberian ditingkatkan, (2) steroid
sistemik dapat diberikan misalnya prednisolon 400 mg selama 10-14 hari, antibiotik bila
ada tanda infeksi cukup jelas, umumnya 7-14 hari.
11
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 12/24
Penatalaksanaan eksaserbasi akut di rumah sakit dapat dilakukan dengan rawat jalan
atau rawat inap dan dilakukan di :(1)poliklinik rawat jalan, (2) unit gawat darurat, (3)
ruang rawat, (4) ruang ICU2,3.
Prinsip penanganannya adalah atasi segera eksaserbasi yang terjadi dan mencegah
terjadinya gagal nafas. Bila telah terjadi gagal nafas, segera atasi untuk mencegah
kematian. Beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Diagnosis beratnya eksaserbasi
- derajat sesak, frekuensi nafas, pernafasan paradoksal,
- kesadaran,
- tanda vital,- analisa gas darah,
- pneumonia.
2. Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut, terapi oksigen merupakan hal yang utama dan pertama, untuk
memperbaiki hipoksemia. Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau SatO2 >
90%, evaluasi ketat hiperkapnia.Oksigen yang diberikan dalam dosis yang rendah,
yaitu 2 L/ mnt.
3. Pemberian obat-obatan yang optimal
a. Bronkodilator
Bila rawat jalan β-2 agonis dan antikolinergik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Golongan xantin diberikan bersama-sama dengan
bronkodilator lainnya karena mempunyai efek memperkuat otot diafragma.
Dalam perawatan rumah sakit, bronkodilator dapat diberikan secara intravena
dan nebulizer, dengan pemberian yang lebih sering, perlu monitor ketat terhadap
timbulnya palpitasi sebagai efek samping bronkodilator. Sebagai contoh :
- Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap jam dan
dapat dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam. Bila tidak
ada digunakan Adrenalin 0,3 mg subkutan, dengan hati-hati.
- Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan perdrip
0,5-0,8 mg/kgBB/jam.
12
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 13/24
- Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1
botol cairan perinfus. Cairan infus yang dipergunakan adalah dekstrose 5%,
NaCl 0,9% atau Ringer laktat.
b. Antibiotika
Diberikan bila terdapat 2 atau lebih dari gejala di bawah ini :
- Peningkatan sesak
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
Pemilihan disesuaikan pola kuman setempat. Pemberian antibiotik di rumah
sakit sebaiknya per drip atau intravena, sedangkan untuk rawat jalan bilaeksaserbasi sedang sebaiknya dikombinasi dengan makrolide, bila ringan dapat
diberi tunggal.
c. Kortikosteroid
Diberikan tergantung derajat eksaserbasi. Derajat sedang dapat diberikan
prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu dan pada derajat berat diberikan secara
intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan manfaat yang lebih
baik, tetapi lebih banyak efek sampingnya.
4. Nutrisi adekuat untuk mencegah starvasi yang disebabkan hipoksemia
berkepanjangan dan menghindari kelelahan otot bantu nafas.
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada eksaserbasi berat akan mengurangi morbiditas
dan mortalitas, serta memperbaiki simptom.
6. Kondisi lain yang berkaitan
- Monitoring balans cairan dan elektrolit.
- Pengeluaran sputum
- Gagal jantung atau aritmia
7. Evaluasi ketat progresivitas penyakit
Penanganan yang tidak adekuat akan memperburuk eksaserbasi dan menyebabkan
kematian. Monitor dan penanganan yang tepat dan segera dapat mencegah gagal
nafas berat dan menghindari penggunaan ventilasi mekanik.
Algoritme penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah dan pelayanan kesehatan
primer/Puskesmas 2
13
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 14/24
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal nafas
- Gagal nafas kronik
Pada gagal nafas kronik, hasil analisa gas darah, PO2<50mmHg dan
PCO2>50mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan :
a. jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
b. bronkodilator kuat
c. terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktivitas dan tidur
d. antioksidan
e. latihan pernafasan dengan pursed lips breathing
- Gagal nafas akut
Pada gagal nafas kronik, yang ditandai oleh :
Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah dan purulen,
demam, dan kesadaran menurun.
2. Infeksi berulang
Nilai ulang dalam beberapa jam
Sembuh atau perbaikan tanda dan gejala Tidak terjadi penyembuhan atau perbaikan
Lanjutkan tatalaksana,
kurangi jika mungkin
Ke dokter
Tatalaksana jangka panjang
Tambahkan kortikosteroid oral
Antibiotik bila ada tanda infeksi saluran
nafasDiuretika bila ada kelebihan cairan
Nilai ulang tanda selama 2 hari
Perburukan tanda / gejalaRujuk ke
rumah sakit
Inisiasi atau meningkatkan terapi bronkodilator
14
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 15/24
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuknya koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit darah.
3. kor pulmonal
ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan.
BAB 4
15
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 16/24
TINJAUAN KASUS
Seorang penderita laki-laki, 76 tahun, suku/bangsa Bali/Indonesia, datang dengan
keluhan sesak nafas yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. hingga
hanya dapat berbicara satu dua patah kata.Sesak yang dialami pasien tidak terpengaruh
oleh perubahan posisi, baik itu dalam keadaan duduk, terlentang maupun setengah tidur.
Oleh karena sesak yang dialaminya pasien sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari,
penderita hanya mampu berbicara satu dua kata saja (tidak mampu membuat kalimat).
Sesak yang dialami pasien tidak didahului bengkak pada kaki,perut ataupun kelopak
mata. Selain itu pasien juga mengeluh batuk sejak 1 bulan (kambuhan sejak 5 tahunyang lalu) yang mengeras sejak timbulnya sesak, batuk disertai dahak yang kental
berwarna kekuningan dengan volume setengah sendok the setiap batuk tanpa darah.
Pasien tidak ada mengeluh panas badan. Pasien memiliki riwayat penyakit batuk yang
berdahak dengan warna putih kekuningan sejak lima tahun yang lalu.
Selain batuk, pasien juga mengeluh sesak setiap harinya, namun sesak tidak
sampai mengganggu aktivitas, penderita masih mampu untuk berbincang-bincang,
Pasien juga sering dirawat dengan keluhan yang sama, dan dirawat inap dengan PPOK,
terakhir dirawat tgl 24-02-2005. Pasien dirumah sehari-harinya minum obat Euphylin,
Salbutamol, dan Bisolvon. Setelah minum obat tersebut pasien masih merasakan adanya
sesak. Pasien tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesaknya. Penderita ada
riwayat merokok sejak 20 tahun yang lalu, sehari kira kira 2 bungkus dan berhenti sejak
15 tahun yang lalu. Sejak kecil, pasien juga terpapar oleh asap rokok karena orang tua
pasien juga seorang perokok Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
oleh pasien. Pasien ada riwayat hipertensi dan minum obat Amilodipin 1x5 mg, riwayat
kencing manis, dan penyakit jantung disangkal pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesan sakitnya berat, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 140x/menit, respirasi 30x/menit ekspirasi
memanjang dengan retraksi otot-otot dada, temperatur 36,8 0 C, berat badan 60 kg,
tinggi badan170 cm, status gizi sedang (20,76). Mata tidak anemis, tidak ditemukan
ikterus ataupun edema. Pada THT ditemukan tonsil T1/T1, faring tidak hiperemis, pada
leher JVP : PR + 2 cm H2O. Pada inspeksi pemeriksaan thorak ditemukansela iga
melebar, penggunaan otot bantu nafas, pergerakan dada simetris kanan kiri pada saat
16
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 17/24
dinamis maupun statis. Penampakan adanya barrel chest jelas, tetapi pink puffer tidak
jelas.Pada palpasi didapatkan sela iga melebar, vokal fremitus normal pada kedua sisi.
Pada perkusi didapatkan suaran sonor pada kedua sisi, pinggang jantung ada, batas
jantung adalah ICS dua kiri, batas kiri MCL kiri dan batas kanan PSL kanan. Pada
auskultasi didapatkan suara vesikuler normal kanan dan kiri, ekspirasi memanjang dan
terdengar wheezing pada paru kiri dan kanan. Sedangkan suara jantung terdengar S1S2
tunggal, reguler, gallop tidak ada, murmur tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan distensi tidak ada, hati dan limfa tidak teraba, traube space timpani.
Ekstremitas dalam batas normal, teraba hangat pda keempat akral dan tidak ditemukan
edema.Pada pemeriksaan penunjang ditemukan, pemeriksaan darah lengkap WBC:
9600 u/L, Lym 1300u/L , Gran 8300 u/L, Hb 15,1, Hct 46,6 %, Platelet 151 u/L,
Glukosa 115 g/Dl, BUN 17, SC 0,4, AST 29, ALT 39, Ureum 36,4, Na 150,9, K 3,42.
Analisa gas darah pH 7,241, pCO2 58, pO2 73, HCO3 25, BE –2,6, SatO2 91%. Thorax AP :
Cor CTR 53,7 %, pinggang jantung ada, jantung penduler tidak ada, pulmo terlihat
gambaran hiperareasi, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, sinus
pleura tajam, sela iga melebar. ECG SR: 146x/menit, axis normal, P Pulmonal (+), R/S
di V1 < 1.
Berdasarkan data diatas maka pasien didiagnosis dengan PPOK Eksaserbasi
akut, dan hipertensi grade III, Hipernatremia. Diagnosis banding dari PPOK eksaserbasi
akut adalah serangan asma akut berat.
Penatalaksanaannya di RS antara lain:
a. Rawat inap
b. O2 2 L/menit
c. Diet tinggi kalori tinggi protein rendah garam
d. infus IVFD NaCl 0,45 % 10 tetes/menit
e. Nebulizer Salbutamol + Iprotropium Bromide tiap 6 jam
f. Aminofilin bolus 5 mg/kgBB + drip 0,5 ml/kgBB/jam
g. Amoxicillin 3 x 500 mg
h. Metil prednisolon 2 x 62,5 mg
i. Amilodipin 1 x 5 mg
BAB 5
17
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 18/24
PEMBAHASAN
Pasien ini didiagnosis dengan PPOK eksaserbasi akut, hipertensi grade III, dan
Hipernatremia. Diagnosis tersebut di buat berdasarkan atas gejala – gejala dan tanda –
tanda klinik yang didapatkan pada pasien tersebut dan ditunjang oleh pemeriksaan
penunjang.
Pasien ini datang dengan keluhan utama dispneu, ini dapat dilihat dengan adanya
keluhan sesak nafas pada anamnesis dan pada pemeriksaan fisik didapatkan takipneu
(30 x per menit), pelebaran sela iga, penggunaan otot bantu nafas dan suara ekspirasi
memanjang. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah terdengarnya suara nafas
tambahan yaitu wheezing yang muncul karena adanya udara yang melewati salurannafas yang menyempit. Dispneu yang diderita pada saat datang termasuk dispneu berat,
karena pasien hanya dapat berbaring ditempat tidur. Dispneu dapat terjadi karena
penyakit– penyakit yang berasal dari paru–paru, jantung, endokrine, ginjal, neurologi,
hematologi, rematologi atau gangguan psikologi. Pada kasus ini dispneu ini berasal dari
paru– paru yaitu karena adanya obstruksi kronis dari jalan nafas yang mengalami
eksaserbasi, hal ini dapat dilihat dari anamnesis : Sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi, tidak ada orthopneu, tidak ada paroksismal nocturnal dispneu.
Dispneu tidak diawali oleh edema pada kaki, kelopak mata ataupun perut. Onset yang
kronik, progresif dan disertai eksarebasi akut. Disertai oleh batuk yang kronis dan
sesaknya tidak pernah hilang secara tuntas. Sedangkan dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya wheezing, tidak didapatkan distensi vena jugularis, suara S3 gallop
dan tanda – tanda edema paru kongestif ( ronki basah yang difuse, redup pada perkusi
dada, edema perifer, hepatomegali ) Gejala dispneu pada PPOK terjadi karena adanya
limitasi dari aliran udara dan peningkatan resistensi dari dinding saluran nafas, yang
mana disebabkan oleh adanya kombinasi dari bronkitis kronis dan emfisema. Pada
bronkitis kronis terjadi pembesaran dari kelenjar seromukus subepitel di tracheobrokial
tree dan adanya inflamasi dari saluran nafas kecil ( respiratori bronciolitis ),
penyempitan bronkiolus dan obstruksi intra luminal yang disebabkan oleh adanya
mukus dan peningkatan massa otot, sehingga terjadi limitasi sampai obstruksi dari
aliran udara. Sedangkan pada emfisema terjadi perusakan jaringan elastik paru yang
menyebabkan penurunan jaringan elastik paru sehingga ukuran bronkus berkurang yang
menyebabkan tahanan nafas meningkat dan aliran udara berkurang. Akibatnya terjadi
18
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 19/24
jebakan udara (air trapping) di alveoli bagian distal menyebabkan distensi sakus alveoli
yang menambah kolapsnya bronkus yang lebih proksimal. Sehingga meningkatkan
obstruksi jalan nafas. Dengan adanya kedua hal tersebut maka terjadi gangguan
oksigenasi dan bermanifes sebagai sesak nafas1,2,3,4,6.
Mengerasnya gejala sesak dan batuk yang disertai oleh perubahan volume dan
warna sputum pada pasien ini sesuai dengan gejala eksaserbasi akut tipe 1 (eksaserbasi
berat) pada PPOK. Eksaserbasi akut tipe 1 pada PPOK berarti timbulnya perburukan
dibandingkan dengan kondisi sebelumnya dimana terdapat 3 gejala eksaserbasi berupa
sesak yang bertambah, peningkatan jumlah sputum dan perubahan warna sputum
menjadi purulen. Eksaserbasi dapat disebabkan oleh infeksi atau faktor – faktor lainseperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi dan sepertiga dari eksersebasi
akut penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. Pada pasien ini eksaserbasi akut dapat
disebabkan induksi oleh kemungkinan adanya infeksi. Infeksi dapat berperan sebagai
faktor pencetus karena dengan adanya infeksi maka inflamasi yang sudah ada semakin
memberat sehingga penyempitan saluran nafas makin meningkat. Hal ini dapat
menyebabkan produksi sputum meningkat dan perubahan warna sputum disebabkan
karena sputum bercampur dengan nanah.1,2,4.
Selain dispneu gejala lain yang menonjol pada penderita ini adalah batuk yang
berdahak sejak 1 bulan yang lalu (kambuhan sejak 5 tahun yang lalu) dan mengeras
bersamaan dengan mengerasnya sesak nafas. Ini sesuai dengan gejala klinis dari
bronkitis kronis yang mengalami eksaserbasi akut, yang mana gejala klinis dari
bronkitis kronis adalah batuk kronik berdahak muncul 3 bulan dalam setahun, sekurang
– kurangnya 2 tahun berturut – turut. Penyebab terjadinya batuk adalah hipertropi dan
hiperplasia dari kelenjar mukus terutama pada pada jalan nafas besar ( tracheobronchial
tree ), yang mana menyebabkan hiperseksresi dari mukus sehingga merangsang reflek
batuk. Batuk adalah suatu bentuk pertahanan tubuh, yang berperan dalam mengeluarkan
benda – benda asing yang ada di saluran nafas. Sedangkan hipertensi yang didapatkan
pada pasien ini diakibatkan karena riwayat hipertensi sebelumnya pada penderita1,2,3,4,6.
Selain itu, pada pemeriksan juga tidak didapatkan gejala-gejala kegagalan
ventrikel kanan antara lain seperti peningkatan tekanan vena jugularis (dilihat dengan
adanya peningkatan JVP), suara gallop S3, suara murmur dari regurgitasi trikuspid,
edema perifer dan hepatomegali. Namun resiko ke arah komplikasi berupa kor
19
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 20/24
pulmonal besar kemungkinannya karena ditemukannya tanda p pulmonal pada hasil
ECG dan mulai meningkatnya viskositas darah (walaupun belum mencapai Hct > 50 %)
yaitu Hct 46,6%. Namun tanda-tanda terjadinya hipertrofi jantung kanan saat ini tidak
ditemukan yakni pada gambaran rontgen thorax dan pada ECG axis normal dan R/S di
V1 < 1, R/S di V6 > 1.
Faktor resiko terjadinya PPOK yang tedapat pada pasien ini adalah riwayat
merokok 2 bungkus sehari sejak tahun 60an dan berhenti tahun 1999, jika dihitung kira-
kira 20 tahun. Selain itu pasien juga terpapar asap rokok sejak kecil karena ayah pasien
juga seorang perokok. Jika dihitung Indek Brikmen ( IB ) dari pasien ini adalah 30
tahun X 24 batang rokok sama dengan 720 yang mana termasuk katagori perokok berat.Penelitian eksperimental menunjukan bahwa merokok menyebabkan gangguan
mucociliary defence, gangguan pergerakan silia epitel bronkus, gangguan aktivitas
makrofag alveoli, spasma saluran nafas, dan hipertropi dan hiperplasia kelenjar mukus.
Terhadap makrofag alveoli asap rokok menyebabkan meningginya sekresi enzim
elastase yang dapat merusak jaringan elastik dari alveoli sehingga terjadi emfisema.
Sedangkan pada saluran bronkus asap rokok dapat menyebabkan hypertropi dan
hiperplasia kelenjar mukus sehingga terjadi hipersekresi mukosa dan muncul batuk
yang berdahak sesuai dengan manifestasi klinis dari bronkitis kronis1,2,3,4,6.
Penatalaksanaan eksaserbasi PPOK pada pasien ini meliputi :
1. Rawat inap
2. O2 2 L/menit
3. Diet tinggi kalori tinggi protein rendah garam
4. infus IVFD NaCl 0,45 % 10 tetes/menit
5. Nebulizer Salbutamol + Iprotropium Bromide tiap 6 jam
6. Aminofilin bolus 5 mg/kgBB + drip 0,5 ml/kgBB/jam
7. Amoxicillin 3 x 500 mg
8. Metil prednisolon 2x62,5 mg
9. Amilodipin 1x5 mg
1. Rawat inap 2
20
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 21/24
Perawatan di RS pada pasien eksaserbasi akut PPOK dilakukan karena
didapatkan tanda eksaserbasi berat berupa sesak yang memberat dan
berkepanjangan, adanya peningkatan produksi sputum, dan perubahan warna
sputum menjadi purulen. Selain itu adanya komplikasi berupa infeksi saluran nafas
berat (pneumoni) dan perburukan kondisi umum pasien yang disertai malnutrisi
membutuhkan perawatan yang lebih intensif di RS.
2. O2 2 liter/menit2,4,
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel. Oksigen diberikan pada keadaan dimana PaO2 < 60 mmHg atau
Saturasi O2 < 90%. Adanya P pulmonal pada lead II, III, dan aVF yang merupakan
tanda hipertensi pulmonal juga merupakan salah satu indikasi diberikannya terapi
dengan oksigen. Dengan pemberian oksigen diharapkan dapat mengurangi sesak,
memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulamonal dan mengurangi
vasokontriksi pada saluran nafas.
3. Diet TKTP rendah garam
Keadaan malnutrisi pada PPOK karena adanya peningkatan kebutuhan energi
akibat kerja otot pernafasan yang meningkat, dapat dilihat dari penurunan BB dan
antropometri. Asupan energi disesuaikan antara kalori yang masuk dan kalori yang
dibutuhkan. Pemberian energi yang agresif tidak akan mengatasi masalah, karena
gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat
metabolisme karbohidrat. Asupan energi dilakukan sedikit demi sedikit dan terus
menerus4,6.
Diet rendah garam diberikan untuk mengurangi viskositas darah sehingga
diharapkan terjadi penurunan tekanan darah.
4. Infus IVFD NaCl 0,45 % 10 tetes/menit
Pemilihan IVFD NaCl 0,45 % 10 tetes/menit berkaitan dengan adanya
hipernatremi sehingga diperlukan cairan dengan konsentrasi Na lebih kecil dari
cairan fisiologis.
5. Nebulizer Salbutamol + Ipratropium bromide tiap 6 jam4,6
21
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 22/24
Ipratropium brimide bekerja menghambat refleks vagal yang menyebabkan
kontraksi otot polos jalan nafas dan mengurangi sekresi mukus tanpa menambah
kekentalannya. Sedangkan Salbutamol bekerja mengatasi bronkospasme dan edema
bronkhial juga merangsang mobilisasi dahak. Pemberian secara kombinasi akan
memperkuat efek bronkodilatasi selain itu akan memudahkan bagi penderita karena
pemberiannya lebih sederhana.
6. Aminofilin bolus dan drip.
Aminofilin sebagai bronkodilator, dan mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan kontraktilitas otot diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot
yang diharapkan dapat memperbaiki fungsi ventilasi dan menurunkan sesak nafas.Aminofilin bekerja dengan menghambat enzim fosfodiesterase nukleotid siklik dan
meningkatkan akumulasi siklik Adenosin Monofosfat/Guanosin Monofosfat yang
kemudian menimbulkan relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus. Selain itu
juga bekerja dengan meningkatkan blokade reseptor adenosin4.
7. Amoxicillin 3 x 500 mg
Selain eksaserbasi pada kasus ini dikarenakan oleh infeksi virus namun tidak
menutup kemungkinan juga terdapat infeksi sekunder oleh bakteri, hal ini dapat
dilihan dari dahak yang bersifat mukopurulen. Sembari menunggu hasil kultur
sputum maka dapat kita berikan antibiotik dengan spektrum luas misalnya
amoxicillin.
8. Metil prednisolon
Berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dan diharapkan dapat mengurangi
gejala klinis dan perbaikan fungsi ventilasi (pemberian efektif selama 2 minggu) 4.
9. Amilodipin 1x5 mg
Pemberian amilodipin untuk pengobatan hipertensi pada penderita dapat
dilanjutkan karena tidak ada kontraindikasi kaitannya dengan penyakit PPOK yang
dideritanya.
Pemeriksaan spirometri perlu direncanakan untuk memantau perjalanan penyakit
dan efektivitas obat yang telah diberikan. Selain itu juga perlu dilakukan
pemeriksaan sputum gram/kultur untuk mengetahui sensitivitas bakteri terhadap
22
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 23/24
antibiotika sehingga dapat dipilih antibiotika yang sesuai. Penggunaan Aminofilin
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan asam lemak dalam plasma sehingga
perlu pemantauan profil lemak.
Monitoring terhadap sesak nafas, vital sign dan pemeriksaan AGD secara serial
dilakukan untuk memantau kondisi pasien dan melihat efektivitas dari pengobatan
yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
23
5/14/2018 Responsi PPOK - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/responsi-ppok 24/24
1. Ingram H R. Bronkitis Kronik, Emfisema dan Obstruksi Jalan Nafas. Harrison’s
Principles for Internal Medicine 13th edition. Editor: Fauci A S, Braunwald E,
Isselbacher K J, Wilson I D, Martin J B, Kasper D L, McGraw-Hill Company
New York: 2002. hal 1374-1356.
2. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: 2001. hal 10-25
3. Mangunnegoro H, dkk. PPOK, Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia: Juni 2004.
hal 1-13
4. Bahar A. Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Pedoman Penatalaksanaan Global
Terbaru. Pertemuan Ilmiah Nasional PB PAPDI. Editor: Prodjosudjadi W,
Setiati S, Alwi I, Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Penyakit Dalam, FKUI
Jakarta: 2003, hal 50-53
5. Bahar A. Pengobatan Terbaru Penyakit Obstruksi Paru. Dalam: Current
Diagnosis and Treatment in Internal Medicine. Editor: Atmakusuma J, dkk,.
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Penyakit Dalam, FKUI Jakarta: 2003,
hal 1-12
6. Farid M. Penyakit Paru Obstruktif Menahun. Dalam: Balai Penerbit FKUI
Jakarta: 1989, hal 5-23
7. Rai I B N. Penatalaksanaan PPOK Stabil. Aspek Farmakologis. Naskah Lengkap
PKB XI, Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Purnama A,dkk, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK Unud Denpasar: 2003, hal 50-53
8. Pauwels Romain A, Buist Sonia, Calverley Peter M.A, Jenkins Christine R and
Hurd Suzanne S. Global Stategy for the Diagnosis, Management, and Prevention
of COPD. In : NHLBI/WHO Global Initiative for COPD Workshop Summary :
March 2001, p3-8
9. Ali J, Summer W R, Leviyzky M G. Pulmonary Pathophysiology. McGraw Hill
Company New York: 1999, p 1-5
10. Fishman A P et al. Manual of Pulmonary Disease and Disorders 3rd edition.
McGraw Hill Company New York: 2002, p 2-7
24
Top Related