Download - Responsi Cardio

Transcript

70

RESPONSI

LAPORAN KASUS PASIEN PEREMPUAN 56 TAHUN DENGAN OMI ANTEROSEPTAL

Oleh:

M. Faiz. K AnwarG99141163M. Rama AnshorieG99141164Paksi Suryo BawonoG99141165Dwi Budi NarityastutiG99141166Annisa Permatasuhdan G99142076Arina SetyaningrumG99142077Elisabeth Dea RG99142077

Pembimbing:dr. Triadhy Nugraha, Sp.JP (K), FIHA

KSM KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULARFK UNS / RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA2015BAB IPENDAHULUAN

Jantung merupakan organ vital bagi manusia. Jantung merupakan organ yang berfungsi sebagai pompa tubuh untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh. Jantung di vaskularisasi oleh arteri coroner cabang pertama dari aorta desenden. Arteri coroner dibagi menjadi 2, sinistra dan dextra. Arteri coroner merupakan penyalur aliran darah (membawa O2 dan nutrisi yang dibutuhkan miokard agar dapat berfungsi dengan baik. Gangguan pada arteri koroner dapat menyebabkan terhambatnya suplai O2 ke jantung, akibatnya akan menyebabkan kerja jantung menurun atau bahkan kematian sel-sel jantung. Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah nadi) yang dikenal sebagai atherosklerosis. Pada keadaan ini arteri coroner menyempit karena terjadi endapan-endapan lemak (atheroma dan plaques) pada di dindingnya.Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian mendadak. Di antara penyakit jantung koroner, infark miokard akut (IMA) merupakan bentuk yang paling berbahaya dengan angka kematian yang paling tinggi. Di dunia mortalitas kira-kira 50 juta/tahun akibat penyakit kardiovaskuler (PKV), 39 juta diantaranya di negara berkembang. Untungnya saat ini terdapat pengobatan mutakhir bagi serangan jantung yang dapat menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan yang disebabkannya. Pengobatan paling efektif bila dimulaai dalam 1 jam dari permulaan gejala.

TUJUANTujuan dari pembuatan referat ini adalah sebagai berikut : Memberikan pengalaman dan peningkatan pengetahuan tentang Old Infark Miokard dan juga beberapa hal terkait berdasar standar kompetensi dokter umum dalam mempelajari sistem kardiovaskuler.

BAB IISTATUS PENDERITA

1. ANAMNESIS1. Identitas PasienNama Pasien: Ny. SUsia: 56 tahunJenis Kelamin: PerempuanStatus : MenikahPekerjaan : -Agama: IslamAlamat : Kartasura, Sukoharjo, Jawa TengahTanggal Masuk: 14-11-2015No. RM: 01145893

1. Keluhan UtamaSesak napas

1. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan sesak napas. Sesak napas dirasakan sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan saat pasien beristirahat disertai dengan keringat dingin. Pasien mengaku lebih nyaman dengan posisi duduk. Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak dan pasien tidur dengan menggunakan 2 bantal. Pasien tidak mengeluhkan demam, mual, muntah, nyeri dada, maupun berdebar-debar. Tidak ada keluhan BAB dan BAK.Pasien 3 bulan yang lalu pernah mengalami keluhan sesak napas yang muncul saat beraktivitas berat (contoh: naik-turun tangga), beberapa waktu kemudian sesak muncul pada saat pasien melakukan aktivitas ringan (contoh: berjalan ke kamar mandi). Pasien rutin kontrol ke RS. Swasta dan mendapatkan obat jalan berupa Simvastatin, Aspilet, Furosemide, Captopril, dan Spironolakton.

1. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Hipertensi: disangkal Riwayat Diabetes Melitus: disangkalRiwayat Penyakit Dislipdemia: disangkalRiwayat menopause: +Riwayat sakit serupa: disangkalRiwayat Stroke: Stroke Non Hemoragik (+) 2012

1. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Hipertensi : disangkalRiwayat Penyakit Jantung: disangkalRiwayat Diabetes Melitus: disangkal

1. Riwayat Kebiasaan dan GiziRiwayat Merokok: disangkalRiwayat Minum alkohol: disangkalRiwayat Olahraga: pasien jarang olahragaPasien makan teratur 2 kali sehari dengan sayur dan lauk pauk.

1. Riwayat Sosial EkonomiPasien dirawat menggunakan fasilitas pembayaran BPJS.

1. PEMERIKSAAN FISIK0. Status GeneralisTampak sesak, kesadaran composmentis E4V5M61. Tanda VitalTekanan darah: 110/60 mmHgNadi: 102x/ menitHeart Rate: 102x/ menitRespirasi: 30x/ menit1. MataConjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)1. LeherJVP meningkat1. ThoraksSimetris (+), retraksi (-) 0. JantungInspeksi : Ictus Cordis tidak tampak.Palpasi: Ictus Cordis tidak kuat angkatPerkusi: Batas jantung kesan melebar ke caudo lateralAuskultasi: Bunyi jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (+) PSM III/6 di apex hingga axilla 0. Paru Suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi basah halus (+/+) minimal, Ronkhi basah kasar (-/-).1. AbdomenInspeksi: Dinding perut sejajar dinding dadaAuskultasi: Peristaltik (+) normalPerkusi: TimpaniPalpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar1. Ekstremitas

Oedem + + Akral dingin Sianosis

1. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. LaboratoriumPemeriksaan tanggal 14 November 2015Pemeriksaan Laboratorium Darah

Hematologi RutinHasilRujukan

Hemoglobin 13.1 g/dl11.6 16.1

Hematokrit 39 %33 45

Leukosit 6.5 ribu/ul4.5 11

Trombosit 218 ribu/ul150 450

Eritrosit 4.27 juta/ul4.50 5.10

Kimia Klinik

GDS117 mg/dl60 -140

SGOT26 u/l 10010. Laxadine syr 3 x C111. Simarc 2 mg (0-0-1)11. Allopurinol 1x100mg12. Inj lidocain 720 mg dalam 50 cc syringe pump kecepatan 4 cc/jam

Plan0. EKG/hari0. Echocardiografi0. Cek INR / 3 hari

Laboratorium 15/11/2015

PEMERIKSAANHASILSATUANRUJUKAN

ANALISA GAS DARAH

pH7.4407.350 7.450

BE -5.9mmol/liter-2 s.d +3

PCO227.0mm/Hg27.0 41.0

PO2333,0mm/Hg83 108

HCO321.6Mmol/liter21 28

Total CO219.1Mmol/liter19 24

O2 saturasi100%94 98

Asam Laktat5.2mmol/L0.36 0.75

EKG Tanggal 15/11/2015

Kesimpulan :Sinus Takikardi, 110 bpm, LAD, Q patologis V1-V4

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

16/11/15DPH IIIICVCUNyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :115/79mmHgHR: 116x/menitRR: 24x/menitNadi: 116 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) sistolik III/6 apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemiaTerapi0. Bedrest total 0. O2 10 lpm NRM0. DJ II 1700 kkal0. Infus RL 30 cc/jam0. Injeksi Dobutamine 7,5 mcg/kgBB/jam -> 4cc/jam0. Aspilet 1 x 80 mg0. Simvastatin 1 x 20 mg0. Captoril 3 x 6,25 mg jika TD > 1000. Laxadine syr 3 x C10. Simarc 2 mg (0-0-1)0. Allopurinol 1x100mg0. Inj lidocain 720 mg dalam 50 cc syringe pump kecepatan 4 cc/jam0. Spironolakton 1x25 mg0. Inj Furosemide 20 mg/12 jam

Plan :0. EKG/ hari0. Echocardiografi0. Cek DR3 dan elektrolit0. Cek INR/3hari

Lab tanggal 16/11/2015

PEMERIKSAANHASILSATUANRUJUKAN

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobing/dl11.6 16.1

Hematokrit%33 45

Leukositribu/ul4.5 11.0

Trombositribu/ul150 450

Eritrositjuta/ul4.10 5.10

KIMIA KLINIK

Creatininemg/dl0.6 1.2

Ureum mg/dl< 50

ELEKTROLIT

Natrium darahmmol/L132 146

Kalium darahmmol/L3.7 5.4

Chlorida darahmmol/L98 106

EKG Tanggal 16/11/2015

Kesimpulan :Sinus Takikardia, 120 bpm, LAD, Q patologis V1-V4

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

17/11/15DPH IVICVCUNyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :98/77mmHgHR: 112x/menitRR: 24x/menitNadi: 112 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) 3/6 PSM apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemiaTerapi1. Bedrest total 2. O2 10 lpm NRM3. DJ II 1700 kkal4. Infus RL 30 cc/jam5. Injeksi Dobutamine 7,5 mcg/kgBB/jam -> 4cc/jam6. Aspilet 1 x 80 mg7. Simvastatin 1 x 20 mg8. Captoril 3 x 6,25 mg jika TD > 1009. Laxadine syr 3 x C110. Simarc 2 mg (0-0-1)11. Allopurinol 1x100mg12. Inj lidocain 720 mg dalam 50 cc syringe pump kecepatan 4 cc/jam13. Spironolakton 1x25 mg14. Inj Furosemide 20 mg/12 jam

Plan :1. EKG/ hari2. Echocardiografi (+)3. Cek DR3, elektrolit, Ur dan Cr

EKG Tanggal 17/11/2015

Kesimpulan :Sinus Takikardi, 130 bpm, LAD, Q patologis V1-V4

Lab Tanggal 17/11/2015

PEMERIKSAANHASILSATUANRUJUKAN

INR1,250

Natrium darah130mmol/L132 146

Kalium darah3.7mmol/L3.7 5.4

Chlorida darah100mmol/L98 106

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

18/11/15DPH VICVCUNyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-).Pasien gaduh gelisah dan berteriak-teriak

TD :93/70mmHgHR: 104x/menitRR: 17x/menitNadi: 104 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) 3/6 PSM apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemiaTerapi1. Bedrest total 2. O2 10 lpm NRM3. DJ II 1700 kkal4. Infus RL 30 cc/jam5. Injeksi Dobutamine 7,5 mcg/kgBB/jam -> 4cc/jam6. Aspilet 1 x 80 mg7. Simvastatin 1 x 20 mg8. Captoril 3 x 12,5 mg jika TD > 1009. Laxadine syr 3 x C110. Simarc 2 mg (0-0-1)11. Allopurinol 1x100mg12. Inj lidocain 720 mg dalam 50 cc syringe pump kecepatan 4 cc/jam -> diganti bisoprolol 1x 2,5 mg13. Spironolakton 1x25 mg14. Inj Furosemide 20 mg/12 jam15. Tiaryt 3x200 mg (I)Plan :1. Konsul psikiatri2. Cek DR3, elektrolit, Ur dan Cr

EKG Tanggal 18/11/2015

Kesimpulan :Sinus Takikardi, 120 bpm, LAD, Q patologis V1-V4

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

19/11/15DPH VIAster 4Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD :95/69 mmHgHR: 89 x/menitRR: 17 x/menitNadi: 89 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) 3/6 PSM apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemia, depresi berat dengan gejala psikotik

Terapi1. Mobilisasi duduk2. O2 6 lpm NK3. DJ III 1700 kkal4. Infus RL 30 cc/jam5. Injeksi Dobutamine 7,5 mcg/kgBB/jam -> 4cc/jam (stop)6. Aspilet 1 x 80 mg (0-1-0)7. Simvastatin 1 x 20 mg (0-0-1)8. Captopril 3 x 12,5 mg jika TDS > 1009. Laxadine syr 3 x C110. Inj Furosemide 20 mg/24 jam11. Allopurinol 1 x 100 mg (0-0-1)12. Tiaryt 3 x 200 mg (II)13. Risperidone 2x 1 mg (TS Psikiatri)14. Simarc 1x 2mg (0-0-1)15. Spironolakton 1x25 mg

Plan : -

EKG Tanggal 19/11/2015

Kesimpulan :Sinus Ritmis, 97 bpm, LAD, Q patologis V1-V3

Lab Tanggal 19/11/2015

PEMERIKSAANHASILSATUANRUJUKAN

HEMATOLOGI RUTIN

Hemoglobin12.9g/dl11.6 16.1

Hematokrit39%33 45

Leukosit5.0ribu/ul4.5 11.0

Trombosit155ribu/ul150 450

Eritrosit4.15juta/ul4.10 5.10

KIMIA KLINIK

Creatinine1.3mg/dl0.6 1.2

Ureum 52mg/dl< 50

ELEKTROLIT

Natrium darah133mmol/L132 146

Kalium darah3.5mmol/L3.7 5.4

Chlorida darah100mmol/L98 106

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

20/11/15DPH VIIAster 4Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD : 89/69 mmHgHR: 84 x/menitRR: 24 x/menitNadi: 84 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) 3/6 PSM apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemia, depresi berat dengan gejala psikotikTerapi1. Mobilisasi duduk2. O2 6 lpm NK3. DJ III 1700 kkal4. Infus RL 30 cc/jam5. Aspilet 1 x 80 mg (0-1-0)6. Simvastatin 1 x 20 mg (0-0-7. Captopril 3 x 12,5 mg jika TDS > 1008. Laxadine syr 3 x C19. Inj Furosemide 20 mg/24 jam10. Allopurinol 1 x 100 mg (0-0-1)11. Tiaryt 3 x 200 mg (II)12. Risperidone 2x 1 mg (TS Psikiatri)13. Simarc 1x 2 mg (0-0-1)14. Spironolakton 1x25 mg

Plan : -

EKG Tanggal 20/11/2015

Kesimpulan :Sinus Ritmis, 95 bpm, LAD, IVCD, Q patologis V1-V4, ST depresi I-aVL

TanggalKeluhan/KU/VSPemeriksaan/DiagnosisPenatalaksanaan

21/11/15DPH VIIIAster 4Nyeri dada (-), sesak nafas (-), berdebar (-)

TD : 83/61 mmHgHR: 90 x/menitRR: 18 x/menitNadi: 90 x/menit

Px FisikCor :I : IC tidak tampakP : IC tidak kuat angkatP : Batas jantung melebar caudolateralA: BJ I-II (N) regular, bising (+) 3/6 PSM apeks

Pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+) minimal

Dx : A(x) : OMI anteroseptal, susp MRF(x): Syok kardiogenik perbaikan, ADHF EF 15 %, VES teratasiE(x): Penyakit Jantung KoronerP: Riwayat stroke, hiperurisemia, depresi berat dengan gejala psikotikTerapi1. Mobilisasi duduk2. O2 6 lpm NK3. DJ III 1700 kkal4. Infus RL 30 cc/jam5. Aspilet 1 x 80 mg (0-1-0)6. Simvastatin 1 x 20 mg (0-0-7. Captopril 3 x 12,5 mg jika TDS > 1008. Laxadine syr 3 x C19. Inj Furosemide 20 mg/24 jam10. Allopurinol 1 x 100 mg (0-0-1)11. Tiaryt 3 x 200 mg (II)15. Risperidone 2x 1 mg (TS Psikiatri)16. Simarc 1x 2 mg (0-0-1)17. Spironolakton 1x25 mg

Plan : BLPL

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

Infark MiokardDefinisiInfark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus (Dorland, 2002). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vasokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti kokain.Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).Etiologi dan Faktor ResikoMenurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:1. Infark miokard tipe 1Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.2. Infark miokard tipe 2Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.3. Infark miokard tipe 3Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat.

4. a. Infark miokard tipe 4aPeningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu terjadinya infark miokard.b. Infark miokard tipe 4bInfark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

5. Infark miokard tipe 5Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006). Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers, 2004).

2.1.3. PatologiKejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001).2.1.4. Gejala KlinisNyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin (Irmalita, 1996). Angina pektoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat (Hanafiah, 1996).Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin (Antman, 2005).Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat (Irmalita, 1996). Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung (Antman, 2005). Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal (Irmalita, 1996).Dari auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI (Antman, 2005).2.1.5. DiagnosisMenurut Irmalita (1996), diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu1. Adanya nyeri dadaSakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa.2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI (Cannon, 2005).3. Peningkatan petanda biokimia.Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007). Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard (Nigam, 2007).2.2. EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark MiokardMenurut Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmenST, lokasi infark dapat ditentukan dari perubahan EKG. Lokasi Perubahan gambaran EKGAnterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6dan I dan aVLLateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVLInferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVFInferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segm depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2RV infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia 4 0 tahun, STEMI ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 2 mm dan 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu dijumpai depresi segmen ST 0,5 mm di V1-V3 dan 1 mm di sandapan lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten (2 kg/mingguSuara pekak di basal paru pada perkusi

Berat badan turun (gagal jantung stadium lanjut)Takikardia

Perasaan kembung/begahNadi ireguler

Nafsu makan menurunNapas cepat

Perasaan bingung (terutama pasien usia lanjut)Hepatomegali

Depresi Asites

Berdebar Kaheksia

Pingsan

3. Klasifikasi Tabel 3. Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Kelainan Struktural dan Kapasitas Fungsional (NYHA)

4. Etiologi Kondisi komorbid yang paling sering pada gagal jantung akut yaitu hipertensi (73%), penyakit jantung coroner (57%), dan diabetes (44%).

Tabel 4. Etiologi Heart Failure menurut Guideline ESC 2012

5. Algoritma diagnosis gagal jantungPenilaian klinis yang teliti diperlukan untuk mengetahui penyebab gagal jantung, karena meskipun terapi gagal jantung umumnya sama bagi sebagian besar pasien, namun keadaan tertentu memerlukan terapi spesifik dan mungkin penyebabnya dapat dikoreksi.

Gambar 1. Algoritma Diagnostik Gagal Jantung berdasarkan Guideline ESC 2012

6. Tatalaksana a. Non farmakologi1) Ketaatan pasien berobat2) Pemantauan berat badan mandiri3) Pembatasan asupan cairan4) Pengurangan berat badan5) Latihan fisik b. Farmakologi 1) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI) Bekerja dengan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga menurunkan tekanan darah Indikasi pemberian ACEI : fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala Kontraindikasi pemberian ACEIa) Riwayat angioedema b) Stenosis renal bilateral c) Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L d) Serum kreatinin > 2,5 mg/dL e) Stenosis aorta berat2) blocker Bekerja dengan mengurangi stress hormone dan menurunkan heart rate Indikasi pemberian blockera) Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % b) Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)c) ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikand) Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat) Kontraindikasi pemberian penyekat a) Asma b) Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)3) Antagonis aldosterone Bekerja dengan menghambat aktivasi neurohormonal dan mengontrol volume Indikasi pemberian antagonis aldosterona) Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % b) Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)c) Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB) Kontraindikasi pemberian antagonis aldosterona) Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L b) Serum kreatinin> 2,5 mg/dL c) Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kaliumd) Kombinasi ACEI dan ARB4) Angiotensin Receptor Blocker (ARB) Cara kerja mirip dengan ACEI yaitu menurunkan tekanan darah Indikasi pemberian ARBa) Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % b) Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEIc) ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk Kontraindikasi pemberian ARB a) Sama seperti ACEI, kecuali angioedemab) Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaanc) Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACEI5) Digoxin Menurunkan heart rate dan meningkatkan fungsi pompa jantung Indikasi pemberian digoxina) Fibrilasi atrial : dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat aktifitas> 110 - 120 x/menitb) Irama sinus Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA) Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat dan antagonis aldosteron jika ada indikasi. Kontraindikasi pemberian digoxina) Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga sindroma sinus sakitb) Sindroma pre-eksitasi c) Riwayat intoleransi digoksin6) Diuretik Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi.

Gambar 2. Asesmen Awal Pada Pasien Curiga Gagal Jantung

SYOK KARDIOGENIK1. Definisi Syok kardiogenik adalah keadaan hipoperfusi sistemik yang disebabkan karena gagal jantung.

2. Etiologi dan patofisiologiSyok kardiogenik terjadi pada 5-8% pasien dengan STEMI dan 2,5% pasien NSTEMI. Faktor risiko terjadinya syok pada infark myocard diantaranya yaitu keterlambatan perfusi, usia tua, infark myocard anterior, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit pembuluh darah coroner, riwayat infark myocard dan gagal jantung, dan left bundle branch block. Komplikasi mekanik dari infark myocard seperti rupture septum ventricular, dinding ruang jantung, musculus papillaris dan chorda tendinea menyebabkan 12% dari syok kardiogenik. Abnormalitas relaksasi ventrikel, perubahan neurohormonal, produksi nitric oxide berlebihan, dan vasodilatasi yang merupakan bagian dari SIRS yang disebabkan oleh infark myocard, dan penggunaan medikasi berlebihan seperti beta-blockers, ACEI, morfin, dan diuretik dapat menjadi faktor responsif tambahan.

Gambar 3. Patofisologi Syok Kardiogenik

3. Manifestasi klinis Pasien biasanya memiliki gejala khas yaitu akral dingi, penurunan jumlah urin, dan perubahan status mental. Keadaan hemodinamik pada pasien syok kardiogenik :a. Tekanan darah sistolik 1mm pada 2 sadapan ekstremitas atau elevasi ST > 2mm pada 2 sadapan prekordial yang berhubungan, LBBB yang dianggap baru.

4. Foto Dada5. Laboratorium - CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. cTn : ada dua jenis, yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bilaada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Mioglobin : dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. Ceratinin Kinase (CK) : meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Lactic dehydrogenase (LDH) : meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.10,12

6. Teknik non invasif penentuan klasifikasi koroner dan anatomi koroner : Computed Tomography Magnetic Resonance Arteriography7. Pemeriksaan invasif menetukan anatomi koroner Arteriografi koroner Ultrasound intravaskular (IVUS)

f. Tatalaksana Penanganan kegawatdaruratan (lihat Guideline AHA 2010 di bawah)a. Tatalaksana awal: Oksigen 4L/ menit (saturasi dipertahankan > 90%). Aspirin 160mg (dikunyah). Nitrat diberikan 5mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri. Morfin iv bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.

b. Tatalaksana lanjut sesuai indikasi dan kontraindikasi (jangan menunda reperfusi). Anti iskemik: nitrat, B-bloker, Ca antagonis. Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel. Anti koagulan: heparin (UFH, LMWH). Terapi tambahan: Ace inhibitor/ ARB, Statin. Dosis heparin (UFH) sebagai co-terapi: Bolus iv 60 u/ kg BB maksimum 4000u, dosis maintenance drip 12u/ kg BB selama 24 48 jam dengan maksimum 1000 u/ jam dengan target aPTT 50 70s. Monitoring aPTT 3, 6, 12, 24 jam setelah terapi dimulai. LMWH dapat digunakan sebagai alternative UFH pada pasien-pasien berusia < 75 tahun dengan fungsi ginjal baik (kreatinin < 2,5 mg/dl pada laki-laki atau < 2 mg/ dl pada wanita). 11 Terapi fibrinolitik.Dianjurkan pada:a. Presentasi 3jam.b. Tindakan invasif tidak mungkin dilakukan atau akan terlambat.c. Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik.

Kontraindikasi fibrinolitik:a. Kontraindikasi absolut: Riwayat perdarahan intracranial apapun. Lesi structural cerebrovaskular. Tumor intracranial (primer ataupun metastasis). Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir. Dicurigai adanya suatu diseksi aorta. Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir. Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi).

b. Kontraindikasi relatif: Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu. Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir. Terapi antikoagulan oral. Kehamilan. Non compressible punctures. Ulkus peptikum aktif. Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut.

Terapi awalAntitrombin terapiKontraindikasi spesifik

Streptokinase(SK)1,5 juta unit/ 100ml D5% atau NaCl 0,9% selama 30 60 menit.Dengan atau tanpa heparin iv selama 24 48 jamRiwayat SK atau anistreplase

Alteplase(tPA)15 mg iv bolus 0,75 mg/ kg BB selama 30 menit kemudian 0,5 mg/ kg BB selama 60 menit iv. Dosis total tidak melebihi 100mgHeparin iv selama 24 48 jam

Percutanous coronary intervention (PCI)a. PCI primer.Dianjurkan pada: Presentasi 3jam. Tersedia fasilitas PCI. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon < 90 menit. (Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi) dikurangi (waktu antara pasien tiba sampai dengan proses fibrinolitik) < 1jam. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik. Risiko tinggi (gagal jantung kongestif, Killip 3). Diagnosis infark miokard dengan elevasi ST masih diragukan.

b. PCI kombinasi dengan fibrinolitik.Dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan risiko tinggi jika tindakan PCI tidak dapat dilakukan dengan segera dan pada pasien dengan risiko perdarahan rendah. Pada tindakan ini tidak dianjurkan menggunakan penghambat reseptor GPIIb/ IIIa dengan dosis penuh.

c. Rescue PCI.Dilakukan bila terdapat kegagalan trombolitik pada pasien dengan infark luas dengan: Hemodinamik tidak stabil atau dengan aritmia. Keluhan iskemik yang berkepanjangan. Syok kardiogenik.Pada pasien-pasien dengan kegagalan reperfusi atau terjadi reoklusi dimana rescue PCI tidak dapat dilakukan segera, reperfusi secara medikamentosa harus dipertimbangkan dengan fibrinolitik ulang atau tirofiban. Pemilihan stent pada PCI primer atau rescue PCI adalah Bare metal stent (BMS). Tindakan pembedahan CABG (Coronary Artery Bypass Graft)Tindakan pembedahan lebih baik jika dilakukan dibandingkan dengan pengobatan, pada keadaan :a. Stenosis yang signifikan ( 50 %) di daerah left main (LM)b. Stenosis yang signifikan ( 70 %) di daerah proksimal pada 3 arteri koroner utamaStenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proksimal dari left anterior descending coronary artery.

DEFINISIStroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.ETIOLOGI Penyebab stroke antara lain adalah aterosklerosis (trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular perifer.

KLASIFIKASIBerdasarkan penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke hemorragik.a. stroke iskemikyaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung.Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh: Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri. peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.Macam macam stroke iskemik:i. TIAdidefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan.ii. RINDDefisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jamiii. Progressive strokeiv. Complete strokev. Silent stroke

b. stroke hemorragikPembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM. Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

BAB IVANALISIS KASUS

Pasien Ny. S datang dengan rujukan dari RS Kasih Ibu dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan saat pasien beristirahat disertai dengan keringat dingin. Pasien mengaku lebih nyaman dengan posisi duduk. Pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak dan pasien tidur dengan menggunakan 2 bantal. Pasien tidak mengeluhkan demam, mual, muntah, nyeri dada, maupun berdebar-debar. Tidak ada keluhan BAB dan BAK.Pasien 3 bulan yang lalu pernah mengalami keluhan sesak napas yang muncul saat beraktivitas berat (contoh: naik-turun tangga), beberapa waktu kemudian sesak muncul pada saat pasien melakukan aktivitas ringan (contoh: berjalan ke kamar mandi). Pasien rutin kontrol ke RS. Swasta dan mendapatkan obat jalan berupa Simvastatin, Aspilet, Furosemide, Captopril, dan Spironolakton.Dari hasil pemeriksaaan fisik saat di IGD didapatkan pasien terlihat compos mentis, TD 110/60, HR 102x/menit, nadi 102x/menit, RR 30x/menit. Dari pemeriksaan jantung ditemukan batas jantung kesan melebar ke arah caudolateral dan bising jantung (+) PSM 3/6 di apeks. Pada pemeriksaan pulmo didapatkan adanya RBH minimal dan tidak ditemukan RBK. Tidak didapatkan oedema di kedua kaki. Pemeriksaan EKG pertama kali dilakukan di RS Kasih Ibu dengan hasil Sinus Takikardi 110 bpm, LAD, ST elevasi 2 kk V1-V3, Q patologis V1-V3, ST depresi V6-I-aVL, IVCD II, III, aVF, VES Trigemini. Kemudian dilakukan EKG ulang di RSDM dengan hasil Sinus Takikardi, 102 bpm, LAD, ST elevasi 2kk V1-V3, Q patologis V1-V3, ST depresi V6-I-aVL, IVCD II-III-aVF.Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak 4 hari SMRS. Sesak dirasakan terus menerus meski pasien beristirahat menunjukkan bahwa pasien mengalami dispnea akibat meningkatnya usaha nafas yang terjadi akibat adanya kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru. Pasien ini juga merasakan orthopnea yang terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian tubuh bagian bawah kearah sirkulasi sentral akibat pengaruh gravitasi. Reabsorbsi cairan interstisial dari ekstremitas akan menyebabkan kongesti vaskular lebih lanjut. Menurut derajat gangguan yang berkaitan dengan gejala pada pasien yang diklasifikasikan menurut NYHA, pasien ini masuk dalam kategori NYHA kelas IV karena terjadi simptom saat pasien beristirahat.Dari hasil pemeriksaan jantung ditemukan kesan pelebaran batas jantung ke arah caudolateral yang menunjukkan adanya kardiomegali. Adanya bising jantung menunjukkan adanya gangguan fungsi katup. Bising jantung timbul akibat aliran turbulen dalam bilik dan pembuluh darah jantung. Aliran turbulen terjadi apabila darah melewati struktur yang abnormal (penyempitan lubang katup dan insufisiensi katup) atau akibat aliran darah yang cepat sekali melalui katup yang normal. Adanya bising jantung sistolik yang terletak di apeks menunjukkan adanya mitral regurgitasi atau insufisiensi katup mitral. Insufisiensi katup mitral pada pasien ini terjadi karena adanya pembesaran ruang jantung yang mengakibatkan penggeseran otot papilaris dan melebarkan lubang katup mitral sehingga mengurangi kontak daun katup selama penutupan katup. Dari hasil pemeriksaan EKG saat di IGD RSDM didapatkan gambaran Sinus Takikardi, 102 bpm, LAD, ST elevasi 2kk V1-V3, Q patologis V1-V3, ST depresi V6-I-aVL, IVCD II-III-aVF. Gambaran EKG ini menunjukkan adanya OMI anteroseptal. Faktor risiko pada pasien ini adalah adanya riwayat stroke iskemik tahun 2012. Stroke iskemik merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kelainan jantung dan sirkulasi demikian juga sebaliknya stroke bisa terjadi karena adanya kelainan jantung dan sirkulasi. Pada pasien ini, diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan adanya dispneu, S3 gallop dan kardiomegali pada foto rontgen. Gejala tersebut memenuhi 3 kriteria mayor gagal jantung menurut Framingham sehingga dapat disimpulkan peneegakan diagnosis yakni gagal jantung.Setelah diagnosis awal ditegakkan perlu diberikan tatalaksana awal untuk gagal jantung yaitu pemberian oksigenasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Pemberian diuretic (furosemid) juga diperlukan untuk mengurangi beban jantung. Pemberian furosemid akan mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume ekstraseluler, aliran balik vena, dan preload sehingga edema perifer dan kongesti paru berkurang sedangkan curah jantung tidak berkurang. Dosis awal furosemid yang diberikan pada pasien gagal jantung biasanya sekitar 20-40mg. Pemberiannya diawali dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan sampai terjadi perbaikan gejala. Saat di IGD RSDM pasien juga diberikan obat ISDN (isosorbid dinitrat). Obat ini diberikan atas indikasi keluhan sesak yang dirasakan oleh pasien akan membaik saat diberikan nitrat yang berefek vasodilator, nantinya akan mengakibatkan turunnya preload dan akhirnya beban jantung akan berkurang dan keluhan sesak bisa berkurang. Dipilihnya ISDN dari golongan nitrat lainnya dikarenakan efek kerja ISDN lebih cepat sehingga berguna dalam tatalaksana awal di IGD.Setelah stabilisasi di IGD, terapi gagal jantung selanjutnya yang diberikan untuk meningkatkan survival pasien antara lain dengan pemberian captopril dan spironolakton. Captopril merupakan golongan ACE inhibitor akan menghambat Angiotensin Converting Enzym secara kompetitif sehingga pembentukan angiotensin II terhambat, timbul vasodilatasi, penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi beban jantung. Spironolakton merupakan antagonis aldosteron sehingga penggunaan obat ini akan mencegah retensi air dan natrium serta ekskresi kalium dan magnesium. Pada pemberian spironolakton, kalium perlu dimonitor untuk mempertimbangkan risiko hiperkalemi pada pasien dengan terapi spironolakton.Terapi lain yang diberikan pada pasien ini antara lain, simarc, simvastatin, ISDN, dan aspilet yang merupakan terapi preventif yang diberikan pada pasien ACS. Simarc merupakan obat antikoagulan yang akan menghambat kerja vitamin K sehingga mencegah terbentuknya trombus. ISDN merupakan obat golongan vasodilator yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah arteri dan vena sehingga terjadi penurunan preload. Selain itu, dengan adanya vasodilatasi, suplai oksigen pada daerah miokardium yang iskemik akan meningkat. ISDN diberikan jika tekanan darah pasien 90 mmHg. Kemudian pemberian simvastatin pada pasien ini sesuai dengan sifatnya yakni pleotropic agent diantaranya untuk mengontrol kadar kolesterol (anti dislipidemi) dengan menghambat sintesis kolesterol. Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor HMG Co-A Reduktase (statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat kontra indikasi. Selain itu sifat simvastatin yang berguna untuk stabilisasi juga bisa memberikan manfaat preventif dalam mencegah perburukan pada kasus gagal jantung. Terapi statin diberikan dengan sasaran kadar LDL