(Suatu Kontribusi Bagi Pelayanan Penggembalaan)
Oskar Sopang
ABSTRAKSI
Dalam sebuah kerangka mewujudkan kehidupan yang diperkenan oleh
Tuhan, umat Tuhan harus dituntun ke dalam sebuah pengajaran yang
benar, yang Alkitabiah, sebagaimana kehendak dan ketetapan Allah
dimuat di dalamnya. Kehendak dan ketetapan Allah di dalam Alkitab
selanjutnya ditafsirkan kembali oleh para utusan-Nya termasuk para
Gembala Jemaat dalam sebuah pengajaran dan pola hidup sebagai
representasi dari pelaksanaan dan kesetiaan kepada perintah Tuhan.
Memperhatikan berbagai persoalan pelayanan penggembalaan yang terus
menggerogoti kehidupan jemaat baik yang berada di Efesus maupun
jemaat yang berada di Kreta, maka perlu bagi Paulus untuk
memikirkan bagaimana solusi yang terbaik dalam upaya mengokohkan
kehidupan Iman jemaat pada sebuah kebenaran yang hakiki. Upaya ini
dilakukan oleh Paulus dengan cara mempersiapkan pribadi-pribadi
yang akan melaksanakan tanggung jawab penggembalaan kepada jemaat
baik Timotius di Efesus dan Titus di Kreta. Dalam rangka persiapan
ini, Paulus tidak hanya memberikan pengajaran-pengajaran yang benar
sebagai upaya menangkal perkembangan ajaran sesat dan juga
membangun Iman jemaat namun ia juga memberikan teladan hidup yang
benar sebagaimana teladan hidup Yesus Kristus yang kesemuanya itu
harus dilakukan sebagai representasi dari ketaatan kepada kepada
Tuhan. Kini yang harus menjadi catatan penting adalah bahwa
tanggung jawab penggembalan telah sampai dan telah dipercayakan
kepada para pemimpin gereja yang di dalamnya ada pendeta, penatua,
dan pejabat-pejabat gereja yang lain. Dengan demikiann bahwa
tanggung jawab memelihara pertumbuhan Iman jemaat benar-benar harus
dikerjakan dengan sungguh-sungguh, sehingga kelak berita Injil
dapat diterima dengan baik oleh jemaat dan jemaat juga mendapatkan
berkat serta akan mengalami pertumbuhan Iman yang baik—Mengenal
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dalam hidup pribadinya.
Dr. Dyulius Thomas Bilo, M.Th.
Tony Salurante, MA.
B. RUMUSAN MASAALAH 6
C. TUJUAN PENELITIAN 7
D. SISTEMATIKA PENULISAN 7
1. Penulis 9
3. Tujuan penulisan 15
4. Analisis konteks 17
1. Penulis 19
3. Tujuan Penulisan 24
4. Analisis konteks 26
1. Penulis 28
3. Tujuan Penulisan 32
4. Analisis konteks 33
2. Pergumulan-pergumulan Surat-surat Penggembalaan 37
BAB. III GEMBALA DAN TANGGUNG JAWABNYA DALAM MEMELIHARA PERTUMBUHAN
IMAN JEMAAT BERDASARKAN SURAT-SURAT PENGGEMBALAAN
A. ANALISIS TEKS 40
2. 2 Timotius 2: 2 44
3. Titus 2:15 46
1. I Timotius 4:16 50
a. Menjaga Integritas Diri 51
b. Menjaga Kebenaran Pengajaran 54
2. II Timotius 2:2 57
a. Inventarisir Karunia 58
b. Dapat dipercayai 59
3. Titus 2:15 62
c. Menjadi Teladan 67
C. HASIL PELASANAAN TANGGUNG JAWAB GEMBALA JEMAAT DALAM MEMELIHARA
IMAN JEMAAT MENURUT SURAT-SURAT PENGGEMBALAAN
1. Jemaat Tidak Terombang-ambing dengan Ajaran Sesat 69
2. Jemaat Menjadi Saksi Kristus 71
3. Iman Jemaat Bertumbuh Melalui Sikap Hidup 72
a. Setia Dalam Beribadah 73
b. Setia Dalam Berdoa 75
c. Setia Dalam Kesaksian 76
d. Setia Dalam Perbuatan Baik 77
BAB. IV KONTRIBUSI
Dalam bagian pertama ini, penulis secara berturut – turut akan
membahas tentang: Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian,
Rumusan Masalah, dan Sistematika Penulisan. Pembahasan poin-poin
ini akan menjadi sebuah penuntun bagi penulis dalam melakukan
penelitian terkait dengan judul “Tanggungjawab Gembala Jemaat Dalam
Memelihara Pertumbuhan Iman Jemaat Menurut Surat – Surat
Penggembalaan”.
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu bagian terpenting di dalam pertumbuhan—baik pertumbuhan
dari segi kuantitas (jumlah) maupun pertumbuhan dalam segi kualitas
hidup rohani dalam lingkungan jemaat, akan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana tanggungjawab seorang gembala di dalam kehidupan jemaat
itu sendiri. C.Peter Wegner menjelaskan dengan sangat jelas bahwa
“Di dalam rencana Allah, Jemaat dipercayakan kepada seorang gembala
dan gembala harus mempertanggungjawabkannya.”[footnoteRef:1] Allah
di dalam kehendak-Nya memberikan tanggung jawab penggembalaan
jemaat kepada gembala jemaat, ini berarti bahwa tanggung jawab ini
adalah tanggung jawab mulia yang harusnya disyukuri dan sekaligus
dilaksanakan dengan baik. [1: C. Peter Wegner, Memimpin Gereja
Saudara Agar Bertumbuh (Malang: Gandum Mas, 1996), 55.]
Istilah mengenai gembala merupakan suatu penggambaran yang bersifat
dogmatis berkaitan dengan peran yang diberikan kepada para pemimpin
yang dalam hal ini menunjuk kepada pemimpin gereja/gembala jemaat.
G. Riemer menjelaskan bahwa “Gembala adalah seorang yang digaji
untuk kawanan domba, kambing, dsb. Untuk menjaga dan memelihara
kawanan ternak yang lebih besar jumlahnya, diperlukan beberapa
gembala sesuai besarnya jumlah kawanan domba itu.”[footnoteRef:2]
Hal ini mau menjelaskan betapa keberadaan hidup kawanan domba
sangat bergantung pada gembala itu sendiri sebagai pribadi yang
diberikan tanggungjawab untuk menggembalakan. [2: G. Riemer, Seri
Pembinaan Jemaat Penatua (Jakarta: LITINDO, 1995), 43.]
Gembala Jemaat benar-benar dengan sadar dalam hidupnya, memahami
akan posisi jabatannya dan selanjutnya dengan sadar pula memahami
apa yang harus dilakukan sebagai bentuk dari tanggung jawanya
kepada Tuhan melalui jemaat yang digembalakan dalam menjawab
kebutuhan hidup jemaat. Kebutuhan hidup jemaat dalam bagian ini
tidak hanya berbicara mengenai kebutuhan hidup secara jasmania,
namun juga menyangkut kebutuhan hidup secara rohani/ spiritual life
berkaitan tentang pengenalan akan Allah. Ralp M. Riggs dengan
sangat tegas menjelaskan bahwa “Kewajiban Gembala ialah memberi
makan, menuntun, melindungi, dan membantu kawanan dombanya. Dia
mencintai kawanan dombanya dan ia berjalan di depan, dengan tongkat
dan gadahnya dia memimpin dan membantu mereka.”[footnoteRef:3]
Tentu yang dimaksudkan di sini adalah, gembala jemaat harus menjadi
penolong bagi anggota jemaatnya, dalam menyikapi realita kehidupan
sebagaimna Mazmur 23:1-6 menjelaskannya dimana Allah digambarkan
sebagai gembala yang baik yang selalu memelihara kehidupan
domba-dombanya, sehingga benar-benar domba akan merasakan
kenyamanan di tangan gembala itu. [3: Ralp M. Rigss, Gembala Sidang
Yang Berhasil (Malang: Gandum Mas, 1996), 55.]
Selanjutnya, berkaitan dengan tanggung jawab gembala jemaat tentu
saja tidak hanya berorientasi terhadap orang lain namun juga
meliputi tanggung jawab terhadap diri sendiri yang kemudian ini
disebut sebagai integritas/integrity, sebagaimana Rasul Paulus
mengatakannya kepada Timotius dalam I Timotius 4:16. Integritas/
integrity dapat dimaksudkan sebagai keselarasan hidup antara
perkataan dan perbuatan, apa yang diajarkan dan apa yang dikerjakan
dalam kaitannya dengan tanggung jawab sebagai gembala jemaat. Hal
ini yang disebut oleh Daniel Ronda bahwa “Integritas adalah keadaan
yang sempurna, ketika perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri
seseorang.”[footnoteRef:4] Masih dalam pokok yang sama, Yosafat
Bangun juga mengungkapkan perihal mengenai integritas, menurutnya
“Interitas adalah gambaran seorang pribadi yang memiliki kualitas
diri dalam segala dimensi kehidupan.[footnoteRef:5] Tentu saja yang
dimaksudkan dengan kualitas diri menyangkut tentang keserasian
antara perkataan dan perbuatan yang murni dan bukan sebuah
kepura-puraan. semakin jelaslah bahwa hadirnya gembala jemaat dalam
kumpulan orang percaya, karena ada tanggung jawab yang harus
dikerjakan. [4: Daniel Ronda, Leadership Wisdom—Antologi Hikmat
Kepemimpinan, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011), 37.] [5:
Yosafat Bangun, Integritas Pemimpin Pastoral, (Yokyakarta: Penerbit
ANDI, 2010), 88.]
J.L.CH. Abineno menegaskan dengan sangat serius bahwa
“tanggungjawab seorang gembala di dalam jemaat adalah menyangkut
seluruh kehidupan jemaat.”[footnoteRef:6] Dalam bagian ini, nampak
bahwa gembala bertanggungjawab penuh atas seluruh kehidupan
jemaatnya baik yang bersifat jasmani maupun yang bersifat rohani.
Ralph M. Riggs kembali mengatakan bahwa “pelayanan seorang pendeta
(gembala jemaat) meliputi tugas-tugas dan tujuan tertentu. Yang
paling utama adalah memberitakan firman. Allah telah menetapkan
bahwa dengan kebodohan pemberitaan Injil manusia akan diselamatkan
(1 Korintus 1:21).”[footnoteRef:7] Pada prinsipnya pelayanan
pemberitaan firman memang merupakan tanggung jawab mutlak oleh
seorang gembala jemaat, namun meski demikian, Mereka - mereka yang
menyandang jabatan sebagai gembala tidak hanya menyuarakan hal-hal
yang berkaitan dengan keselamatan jiwa, namun juga bertanggungjawab
atas hal-hal apa yang dikerjakan oleh jemaat di tengah-tengah
dunia. [6: J.L.CH. Abineno, Jemaat. Ujut, Peraturan, Susunan,
Pelayanan dan Peraturan Pelayan-pelayanannya (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1983), 126.] [7: Riggs, Gembala Sidang, 71.]
Berkaitan dengan tanggung jawab gembala jemaat, surat – surat
penggembalaan juga secara spesifik menyajikan banyak hal mengenai
kehidupan seorang gembala jemaat dan seperti apa tanggung jawabnya
di tengah-tengah jemaat. Sebut saja, misalkan 1 Timotius 4:16, 2
Timotius 3: 14; 4:2 tentang tanggung jawab seorang gembala dalam
menjaga kemurnian seluruh pengajaran; 2 Timotius 2 :2 tentang
tanggung jawab gembala jemaat dalam memuridkan jemaat, bahkan dalan
surat Titus pun menyinggung tentang tugas-tugas seorang gembala
untuk mengatur segala sesuatu dalam kehidupan gereja termasuk di
dalamnya menegur mereka-mereka yang bekerja di gereja dengan
motivasi lain Titus 1:10-16.
Manakala dalam kelompok surat-surat ini, dengan sangat tegas rasul
Paulus memberikan sejumlah bimbingan kepada Timotius dan Titus,
tentu saja hal ini menjadi sebuah lampu sorot untuk melihat bahwa
telah terjadi dan bahkan sedang terjadi masaalah baik di jemaat
Efesus maupun jemaat yang ada di Kreta. John Drane menjelaskan
bahwa :
Banyak surat Paulus ditulis sebagai tanggapan terhadap
ancaman-ancaman yang datang dari berbagai lawan: para pengajar
kekristenan yang bercorak Yahudi di Galatia, para asketis di
Kolose, dan para Gnostik di Korintus. Timotius dan Titus juga
menghadapi masaalah-masaalah yang sama, dan sedang di bawah tekanan
supaya meninggalkan berita Injil seperti yang disampaikan Paulus
kepada mereka.[footnoteRef:8] [8: John Drane, Memahami Perjanjian
Baru—Pengantar Historis-Teologis ( Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2016), 194.]
Keterangan ini jelas menjadi bukti yang cukup kuat untuk bisa
membuktikan bahwa jemaat yang berada di Efesus dan Kreta sedang
mengalami masaalah yang sangat serius berkaitan dengan pengajaran.
Di tengah-tengah problem yang sedang dialami oleh jemaat, posisi
seorang gembala jemaat menjadi krusial untuk membawa kembali
kehidupan rohani jemaat kepada pengenalan yang benar akan
kristus.
Selanjutnya, memperhatikan kondisi keberadaan gereja, menjadi hal
yang tidak bisa dipungkiri juga bahwa sejarah telah mencatat dari
masa ke masa, hadirnya gereja (umat Tuhan) di tengah-tengah dunia,
tidak bisa lepas dari problem atau masaalah. Masaalah yang terjadi
dalam gereja ada yang sifatnya eksternal ada pula yang bersifat
internal. Sebut saja yang bersifat internal, misalkan hadirnya
gembala yang tidak lagi memberikan teladan yang baik bagi jemaat,
gembala jemaat tidak menjadi cermin dari keberadaan Kristus,
sehingga mengakibatkan ketidakteraturan jemaat dalam persekutuan.
Selanjutnya masaalah yang bersifat eksternal, misalkan
berkembangnya berbagai macam pengajaran yang serba berbeda (multi
tafsir) terhadap Firman Tuhan dan hal-hal lain lagi mengenai dogma
(paham) yang ditetapkan di dalam gereja masing-masing. Masaalah ini
pada akhirnya menimbulkan kebingungan dalam jemaat untuk menentukan
mana ajaran yang harus terima.
Pokok masaalah yang dipaparkan di atas mengindikasikan bahwa
pembahasan mengenai TANGGUNGJAWAB GEMBALA JEMAAT DALAM MEMELIHARA
PERTUMBUHAN IMAN JEMAAT MENURUT SURAT – SURAT PENGGEMBALAAN ini
masih merupakan pokok yang sangat penting untuk diteliti. Dengan
demikian penelitian terhadap tanggung jawab gembala jemaat mampuh
memberikan kontribusi bagi pelayanan penggembalaan jemaat pada masa
kini dan masa yang akan datang.
B. RUMUSAN MASALAH (Research Question)
Bagaimana kontribusi tanggung jawab gembala jemaat ketika dilihat
dalam perspektif teologi biblika surat-surat penggembalaan dan
teologi praksis?
Untuk menjawab pertanyaan ini, maka ada tiga pertanyaan yang perlu
dijawab, yaitu:
1. Bagaimana gambaran surat-surat penggembalaan dalam perspektif
teologi biblika?
a. Apakah yang dipahami orang Kristen tentang surat-surat
Penggembalaan?
b. Bagaimanakah pendapat para ahli tentang surat-surat
penggembalaan?
c. Apakah ada relasi antara ketiga surat-surat penggembalaan
tersebut?
2. Bagaimana tanggung jawab gembala jemaat dalam perspektif
surat-surat penggembalaan?
a. Bagaimanakah pembahasan tanggung jawab gembala jemaat dalam teks
surat-surat penggembalaan?
b. Bagaimanakah implementasi tanggung jawab gembala jemaat dalam
surat-surat penggembalaan?
c. Apakah hasil yang ingin dicapai dari pelaksanaan tanggung jawab
gembala jemaat dalam memelihara iman jemaat menurut surat-surat
penggembalaan?
3. Bagaimana kontribusi tanggung jawab gembala jemaat bagi
pelayanan penggembalaan jemaat pada masa kini?
a. Apakah yang menjadi kontribusi teologis bagi gembala jemaat masa
kini?
b. Apakah yang menjadi kontribusi praktis bagi gembala jemaat masa
kini?
BAB II
GAMBARAN TERHADAP SURAT-SURAT PENGGEMBALAAN
Bagian dalam Alkitab yang secara spesifik membahas tentang
Penggembalaan jemaat diuraikan secara jelas di dalam ketiga surat.
Ke tiga surat tersebut adalah: I Timotius, II Timotius, dan surat
Kepada Titus. Dalam bagian pada Bab II ini, akan diuraikan
bagian-bagian penting dari ketiga surat ini.
A. POTRET SURAT I TIMOTIUS
Surat Pertama yang menguraikan pokok tentang penggembalaan adalah I
Timotius. Pada bagian ini penulis akan menyajikan gambaran atau
potret dari surat I Timotius berkaitan tentang siapa penulis dari
surat ini, kapan dan di mana surat ini ditulis, apa tujuan surat
ini ditulis, dan seperti apa konteks pada saat surat ini tulis. Hal
– hal ini sangat penting untuk dibahas, sehingga para pembaca dapat
memahami gambaran dari surat ini.
1. Penulis
Berkaitan dengan bagian mengenai siapa sosok penulis dari surat I
Tomotius ini, masih menjadi sebuah pertentangan. Meski dalam salam
pembuka surat ini jelas menunjuk kepada Rasul Paulus sebagai
penulis atau pengirim surat ini “Dari Paulus Rasul Yesus Kristus
menurut perintah Allah, Juruselamat kita, kepada Timotius, anakku
yang sah di dalam iman: Kasih karunia, rahmat, dan damai sejahtera
dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita, menyertai engkau.”
(I Tim. 1:1-2), namun hal itu masih dipertentangkan. Sebut saja
pertama, misalkan ahli-ahli radikal abad ke-19 seperti F.C. Baur
yang pandangannya kemudian dikutip oleh John Drane dalam sebuah
buku “Memahami Perjanjian Baru”. Dikatakan bahwa
“surat-surat[footnoteRef:9] ini merupakan tulisan-tulisan dari abad
ke dua oleh orang-orang yang mencoba menafsirkan kembali ajaran
Paulus pada suatu masa di mana ia tidak lagi disenangi oleh
jemaat.”[footnoteRef:10] Kedua, Alasan lain yang mengungkapkan
ketidaksepahaman Rasul Paulus sebagai penulis dari Surat ini dimuat
di dalam sebuah buku—Tafsiran Masa Kini—hasil terjemahan dari
Soedarmo. Dikatakan bahwa “bukti Paulus tidak menulis surat ini
menyangkut tentang ajaran sesat yang disinggung di dalamnya, sebab
diduga, bahwa ajaran-ajaran sesat itu ada hubungannya dengan
gnostisisme[footnoteRef:11] dari abad kedua.”[footnoteRef:12]
Ketiga, David R. Bartlett menampilkan kembali salah satu pandangan
dari beberapa tokoh yang meragukan keaslian Rasul Paulus sebagai
penulis surat-surat pastoral dengan sebuah pernyataan bahwa
“geografi dan kronologi yang tersirat di balik surat-surat pastoral
tidak sesuai dengan apa yang dapat kita susun dari kronologi
surat-surat Paulus.”[footnoteRef:13] [9: Surat-surat yang
dimaksudkan di sini menunjuk kepada ketiga surat yang digolongkan
ke dalam surat-surat penggembalaan (pastoral) —I Timotius, II
Timotius, dan Titus. Ketiga surat ini menjadi satu kelompok surat,
oleh karena memiliki konten yang sama.] [10: John, Memahami
Perjanjian Baru, 397.] [11: R. Budiman, Tafsiran Alkitab—Surat –
surat Pastoral I & II Timotius dan Titus ( Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1997), 5. Gnostisisme dalam pandangannya merupakan sebuah
paham atau pandangan yang sudah mulai berkembang pada periode abad
pertama dan secara kontinyu berkembang dan nampak pada abad ke dua.
Ajaran yang sangat nampak dari aliran gnostik ini adalah berkaitan
tentang keberadaan Allah. Dalam pandangan mereka, ilah yang
tertinggi berturut-turut lahir (mengalir) bermacam-macam ilah
(aeon-aeon) yang makin menjauh dari sumber yang asli makin merosot
keilahiannya, sehingga akhirnya masuk ke dalam materi bumi.
Percikan-percikan ilahi menggabungkan dengan misteri dan
terciptalah manusia.Gnostisisme dari kata dasar “gnostik” berasal
dari kata Yunani “gnosis” = pengetahuan. Istilah “gnostik” secara
khusus dipakai sebagai sebutan bagi beberapa “aliran kepercayaan”
dalam abad ke-2, misalnya aliran Valentinus dan aliran Basilides
(lih. Th. Van den end: Harta Dalam Bejana, 1995). Gnosticism is a
term that designates a variety of religious movements that stressed
salvation through gnosis, or "knowledge," that is, of one's
origins. most scholars would identify as an sential of gnosticism
the element of cosmological dualism-an opposition between the
spiritual word and the evil, material world. (lih. Craig A. Evans
and Stanley E. Porter, Dictionary Of New Testament Background,
2000)] [12: John R.W. Stott, Soedarmo: Tafsiran Alkitab Masa Kini
3—Matius – Wahyu (Jakarta: Yayasan Komunikasi Binah Kasih, 1980),
710.] [13: David R. Bartlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru
(Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2003), 197.]
Tentu saja pandangan – pandangan di atas masih perlu dipertanyakan
juga keabsahannya, sebab pada bagian yang sama juga ada pandangan
lain mengatakan bahwa “singgungan mengenai Gnostisisme dalam
surat-surat ini terlalu umum, dan dalam bentuknya terlalu kurang
berkembang untuk mengaitkanya langsung dengan periode Gnostisisme
pada abad ke dua. Yang telah berkembang. Unsur kedua adalah
pengakuan yang lebih meluas, bahwa Gnostisisme itu telah mempunyai
bentuk-bentuk yang sederhana yang sudah tumbuh pada abad pertama.
R. Budiman memberi penjelasan bahwa:
Tokoh-tokoh gereja seperti Polycarpus dan Ignatius pada awal abad
ke-dua sudah mengutip surat-surat pastoral sama seperti mereka
mengutip surat-surat Paulus yang lain. Ini menunjukan bahwa sudah
amat dini surat-surat Pastoral dianggap setaraf dengan surat-surat
yang paulinis. Sesuai dengan kebiasaan Paulus untuk mendikktekan
surat-suratnya, ia juga berbuat demikian terhadap surat-surat
Pastoral. Ia tidak sekedar memberi kepada seorang sekretaris
beberapa ide, yang kemudian diolah oleh sekretaris itu dengan
bebas. Ungkapan –ungkapan sangat pribadi yang terdapat dalam
surat-surat Pastoral hanya mungkin kalau itu langsung dikatakan
oleh Paulus.[footnoteRef:14] [14: Budiman, Tafsiran Alkitab,
xiii]
Selanjutnya, berkaitan dengan pandangan bahwa surat-surat ini
ditulis oleh orang-orang pada abad ke dua setelah masa Paulus,
inipun masih sangat diragukan, manakala memperhatikan dengan
seksama pesan Paulus kepada Timotius : Berusahalah supaya segera
datang kepadaku, karena Demas telah mencintai dunia ini dan
meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Krekes telah
pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal
dengan aku. Jemputlah Markus dan bawah ia ke mari. Tikhikus telah
kukirim ke Efesus. Jika engkau ke mari bawa juga jubah yang
kutinggalkan di Troas di rumah Karpus juga kitab-kitabku, terutama
perkamen itu (2 Tim. 4: 9-14). Teks ini jelas menerangkan bahwa
pesan itu bersumber dari pribadi yang sama dengan si penulis.
Thomas Olden sebagaimana yang dikutip oleh David R. Bartlett
mengatakan bahwa : “Jika bukan Paulus, penulis pengganti pastilah
merasa malu melakukan rekayasa ketika ia memerintahkan Timotius
untuk membawa jubah yang kutinggalkan di Troas di rumah Karpus, dan
juga kitab-kitabku dan terutama sekali perkamen
itu.”[footnoteRef:15] Bukti lain yang perlu diungkap di sini
terkait Keabsahan Paulus sebagai penulis dari surat 1 Timotius
adalah apa yang dijelaskan oleh Donald Guthrie, bahwa: [15:
Bartlett, Pelayanan Dalam Perjanjian Baru, 198.]
Surat-surat penggembalaan—termasuk 1 Timotius memilliki banyak
keserupaan bahasa dengan surat Klemens kepada jemaat Korintus dan
hal lain ini tampaknya menjadi bukti kuat bagi keaslianya. Tetapi
bukti ini ditafsirkan secara berbeda oleh sebagian theolog. Menurut
mereka, surat-surat penggembalaan harus ditulis di abad kedua,
karena 1 Klemens ex hypothesi harus mendahului dan dipakai oleh
penulis surat-surat penggembalaan. Theolog lain tidak menganggap
keserupaan ini cukup dekat untuk membuktikan suatu kebergantungan.
Ada petunjuk bahwa surat-surat penggembalaan telah dikenal dan
dipakai oleh Polikarpus, Justin Martin, Herakleon, dll., dan pada
waktu Irenaeus, ketiganya telah mutlak dianggap ditulis oleh
Paulus. Kanon Muratorian memasukan surat-surat ini ke dalam corpus
surat Paulus.[footnoteRef:16] [16: Donald Guthtrie, Pengantar
Perjanjian Baru Volume 2—New Testament Introduction (Surabaya:
Momentum, 2013), 192.]
Tentu saja pandangan-pandangan yang berbeda di atas menjadi sebuah
pembanding bagi para peneliti untuk bisa menemukan titik kebenaran
tentang penulis dari surat 1 Timotius. Namun, berdasarkan
bukti-bukti yang sudah diuraikan di atas, dapat disimpukan bahwa
penulis dari surat 1 Timotius adalah benar Rasul Paulus, sang rasul
Yesus Kristus.
2. Waktu dan Tempat Penulisan
Pembahasan mengenai kapan dan di mana surat 1 Timotius ditulis
merupakan bagian yang sangat penting juga untuk dibahas, sehingga
pada akhirnya akan ditemukan benang merah dari semua kronologi
peristiwa yang dijalani oleh rasul Paulus sebagai penulis dari
surat 1 Timotius ini.
Berkaitan dengan waktu penulisan surat ini, Alkitab mencatat hal
yang sangat penting untuk diperhatikan dalam 1 Timotius 1:3—ketika
aku hendak meneruskan perjalananku ke wilayah Makedonia, aku telah
mendesak engkau supaya engkau tinggal di Efesus dan menasehatkan
orang-orang tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain.
Teks pada bagian ini menjadi sebuah penuntun dalam rangka menemukan
jawaban atas pertanyaan kapan dan di mana surat ini di tulis. R.
Budiman kembali menampilkan data-data mengenai rute perjalanan
Paulus. Dalam keterangannya dikatakan bahwa “Paulus bersama-sama
dengan Timotius[footnoteRef:17] berangkat dari Roma pada tahun 62.
Perjalanan ke-IV ini pertama-tama menuju ke Asia kecil. Di sana ia
meninggalkan Timotius di kota Efesus ( I Tim.1:3), kemudian pergi
ke Makedonia. Dari Makedonia inilah Paulus menulis surat 1 Timotius
yang diperkirakan pada tahun 63.”[footnoteRef:18] Keterangan ini
semakin memberi titik terang bahwa surat I Timotius ditulis pada
saat perjalanan misi Paulus yang ke-IV kurang lebih sekitar tahun
63, masa di mana ajaran sesat (gnostisisme) semantara berkembang
dengan sangat cepat mengacaukan kehidupan jemaat di Efesus dan
surat 1 Timotius ini ditulis di Makedonia. [17: Timotius adalah
anak dari ayah seorang Yunani dan Ibunya (Eunike) seorang Yahudi.
Ia seorang muda yang ditemukan oleh Paulus di Listra (Kis. 16:1-3),
selanjutnya disebut-sebut oleh Paulus sebagai salah-satu rekan
kerja yang ikut bersama-sama mengirimkan surat ke beberapa jemaat—2
Kor. 1:1; Fil. 1:1; Kol. 1: 1; 1 Tes. 1:1; 2 Tes. 1:1. ] [18:
Budiman, Tafsiran Alkitab, xii-xiii.]
Keterangan lain yang akan diungkapkan di sini terkait waktu
penulisan surat 1 Timotius adalah mengacu pada sebuah uraian yang
dijelaskan oleh Bob Utley dalam sebuah daftar penulisan dari
surat-surat Paulus.
No
Surat
1
Galatia
48
13
68
[footnoteRef:19] [19: Bob Utley, Komentari Alkitab—Anda dapat
Memahami Alkitab—Perjalanan Paulus ke-4: I Timotius, Titus, dan II
Timotius. La Habra: Bible Lessons International, 1995. Adobe PDF
ebook.]
Bagian di atas secara jelas ingin memperlihatkan kepada para
pembaca tentang rentetan kehidupan rasul Paulus dalam menuliskan
surat-suratnya. Dengan demikian Utley memiliki kesamaan pandangan
dengan Budiman bahwa surat 1 Timotius ditulis pada sekitaran tahun
63. Meski dalam bagian ini, Utley tdk mencantumkan tempat penulisan
surat 1 Timotius, namun berdasarkan catatan kronologi perjalan
Paulus, surat 1 Timotius di tulis di Makedonia (1 Tim. 1:3).
Melalui banyak pertimbangan, akhirnya D.A. Carson dan Douglas J.
Moo sampai pada kesimpulan bahwa “Secara keseluruhan, tampak untuk
usul yang pertama bisa dikatakan bahwa surat ini ditulis di suatu
tempat pada pertengahan decade 60-an.”[footnoteRef:20] Sehingga
pandangan-pandangan di atas memungkinkan sebuah pemikiran yang utuh
bahwa surat 1 Timotius ditulis pada sekitaran tahun 60-an di
Makedonia. [20: D.A. Carson & Douglas J. Moo, An Introduction
In The New Testament (Malang: Gandum Mas, 2016), 669.]
3. Tujuan Penulisan
Perikop lain yang tidak bisa dilupakan dalam sebuah surat adalah
tujuan. Apa yang menjadi tujuan rasul Paulus menuliskan surat ini
dan memberikannya kepada Timotius. Tentu saja bahwa untuk memberi
jawab atas pertanyaan ini, perlu untuk melihat kembali apa yang
sedang terjadi di tengah-tengah jemaat yang sedang dilayani oleh
Timotius. Secara umum, Jemaat Efesus sedang mengalami situasi yang
sangat mencekam. Jemaat sedang digerogoti oleh hadir dan
berkembangnya ajaran-ajaran yang sangat berbeda sekaligus
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Paulus. Ketika aku
hendak meneruskan perjalananku ke wilayah Makedonia, aku telah
mendesak engkau supaya engkau tinggal di Efesus dan menasihatkan
orang-orang tertentu, agar mereka jangan mengajarkan ajaran lain (1
Tim. 1:3). Tentu saja bahwa ajaran yang dimaksud di sini menunjuk
kepada paham aliran gnostik. R. Budiman memberi keterangan
bahwa:
Rasul Paulus pernah melayani jemaat Efesus beberpa tahun pada
perjalanan P.I yang ke-III dan berhasil membawa banyak orang kepada
pertobatan (Kis. 19). Namun ketakhayulan dan ilmu sihir masih
mempengaruhi jemaat mudah itu (Bdk. Kis. 19:13,14, 18,19). Pengaruh
ini tidak mudah hilang. Ketika Paulus pada akhir perjalanan P.I.
ke-III singgah di Milete, ia bercakap-cakap dengan para penatua
jemaat yang didatangkan dari efesus dan bernubuat : “Aku tahu,
bahwa sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan masuk ke
tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Bahkan
dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan
ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid dari jalan yang
benar dan supaya mengikuti mereka” (Kis. 20:29,30). Nubuat itu
digenapi beberapa tahun kemudian. Pada perjalanan P.I. ke –IV
Paulus singgah lagi di Efesus dan menyaksikan timbulnya
ajaran-ajaran sesat di dalam jemaat. [footnoteRef:21] [21: Budiman,
Tafsiran Alkitab, 4.]
Apa yang disajikan oleh Budiman akan menjadi sebuah jembatan dalam
menemukan jawaban tentang tujuan Paulus menuliskan dan mengirimkan
surat ini kepada Timotius. 1 Timotius 1: 5 juga menjelaskan bahwa
Tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci,
dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas. (1Tim
1:5 ).
Dengan berkembangnya ajaran-ajaran sesat di tengah-tengah hidup
jemaat, tentu ini akan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
pertumbuhan Iman jemaat. Jemaat efesus yang disebut-sebut sebagai
jemaat yang mudah, telah diombang-ambingkan oleh rupa –rupa
pengajaran. Paulus tentu tidak menginginkan jemaat Efesus
diombang-ambingkan kehidupan rohaninya, sehingga atas kerinduan
inilah, Paulus mendesak Timotius untuk tinggal di Efesus.
Menjadi semakin jelas di sini bahwa tujuan Paulus menuliskan surat
1 Timotius adalah menjaga kehidupan rohani jemaat di Efesus agar
tetap berpegang pada pengajaran yang pernah diajarkannya, yaitu
injil Yesus Kritus (1 Tim. 1:3). Kasih yang tulus dari seorang
Paulus benar-benar telah menjadi pengikat antara Paulus dan jemaat
di Efesus (1 Tim. 1:5)
Selanjutnya kita akan memperhatikan hal lain yang diharapkan oleh
Rasul Paulus kepada Timotius melalui surat ini yaitu keteladanan
hidup Timotius sebagai priadi yang diberikan tanggungjawab besar di
dalam jemaat ini. Keteladan hidup dalam bagian ini diungkapkan oleh
Paulus dalam 1 Timotius 4:16 “Awasilah dirimu sendiri dan awasilah
ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat
demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang
mendengar engkau.” Pada Frase pertama dalam sebuah nasehat
“Awasilah dirimu sendiri”, Rasul Paulus sangat mengharapkan agar
Timotius bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dalam
pengertian bahwa apa yang dia katakan/ucapkan di tengah-tengah
jemaat harus sejalan dengan apa yang dia lakukan, ini yang kemudian
disebut sebagai Integritas.
Keteladanan hidup yang dimaksud oleh Paulus tentu bukan mengarah
kepada keteladanan yang tanpa sumber. Paulus sering menempatkan
Kristus sebagai sosok yang teladan di dalam dirinya. Dengan
demikian Paulus juga mengharapkan agar Timotius sebagai pemegang
tongkat estafet pelayanan, juga menempatkan Kristus sebagai sumber
dari keteladanan hidup.
Pada akhirnya, Keteladanan hidup Timotius dalam jemaat tidak hanya
membawa keselamat pada dirinya sendiri, namun juga terhadap jemaat
yang mendengarkan dia. Inilah yang menjadi tujuan akhir dari apa
yang harapkan oleh Paulus dalam surat 1 Timotius.
4. Analisis Konteks
Surat 1 Timotius tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan
mengenai konteks yang terjadi. Pokok pembahasan mengenai konteks
dalam penulisan sebuah kitab ataupun surat merupakan poin yang
penting juga dalam sebuah penelitian terhadap kitab atau surat
tersebut. Pembahasan mengenai konteks yang terjadi pada masa di
mana surat ini ditulis akan menghantar sebuah penelitian surat 1
Timotius kepada titik yang lebih terang.
Tentu bukan lagi menjadi sebuah rahasia mengenai konteks yang
terjadi dalam surat 1 Timotius ketika Paulus menuliskannya pada
masa itu. Teks 1 Timotius 1:3 jelas menjadi sebuah langkah awal
untuk membangun sebuah persepsi bahwa jemaat di
Efesus[footnoteRef:22] tengah berada dalam situasi yang begitu
mencekam kehidupan jemaat. Bagaimana keberadaan jemaat di Efesus
sangat diikat oleh pengaruh tatanan budaya yang ada Efesus. [22:
Efesus adalah ibu kota Asia, sebuah provinsi Roma. tempat di mana
Rasul Paulus menjalin hubungan dengan jemaat – jemaat yang baru
didirikannya baik yang ada di Asia kecil dan Eropa (lih. John
Drane, Memahami Perjanjian Baru, 2016). Efesus juga merupakan
tempat kerja Timotius, merupakan kota yang penting, mula-mula
merupakan koloni Yunani, yakni tempat tinggal orang-orang Yunani
dalam perantauan, pusat perniagaan mereka. Bandar ini menjadi kota
yang termasyur lagi terkaya di daerah Asia kecil, penghubung dunia
Barat dan Timur. Pusat Kebaktian ialah kuil dewi kesuburan: Ibu
Agung, mula-mula inilah dewi Asia Barat yang kemudian masuk ke
agama Eropa: nama Yunaninya Artemis, nama Latinnya Diana (Kis
19:24,28). Di samping perniagaan, pusat berhala inipun banyak
mendatangkan banyak kekayaan pada kota itu : uang nazar dan uang
persembahan mengalir ke sana dan dari segala mata angina; orang
yang membeli jimat (antara lain kuil Artemis adalah pekerjaan
Demetrius dan teman-temannya : Kis 19:27), yang mencari tahu untung
–malangnya dari juru tenung (Kis 19:19 : orang-orang yang melakukan
sihir), lih. M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Baru,
2003.]
Memperhatikan apa yang dijelaskan oleh D.A. Carson & Douglas J.
Moo terkait dengan keberadaan Guru-guru Palsu, bahwa: “Bisa
diasumsikan bahwa pengajaran sesat tersebut ditentang dalam ketiga
surat ini. Kasusnya bisa ini tetapi bisa juga bukan, tetapi salah
satunya, paling tidak tentu termasuk yang memiliki unsur Yahudi
yang kuat.”[footnoteRef:23] Hal yang ingin diungkapkan pada bagian
ini adalah bahwa terdapat pengajaran sesat dalam kedua jemaat
tersebut—Jemaat Efesus dan jemaat di Kreta. M.E. Duyverman
memberikan keterangan terkait keberadaan kota Efesus di mana jemaat
Efesus ini berada, dengan berkata bahwa: [23: Carson, An
Introduction , 658.]
Efesus—tempat kerja Timotius sejak duluh merupakan kota yang
penting, mula-mula merupakan “koloni” Yunani, yakni tempat tinggal
orang-orang Yunani dalam perantauan, pusat perniagaan mereka.
Bandar ini menjadi kota yang termasyur dan terkaya di daerah Asia
kecil., penghubung dunia Barat dan dunia Timur: pusat kebaktian
ialah kuil dewi kesuburan: “Ibu Agung”. Mula-mula inilah dewi Asia
Barat (bnd. Perjanjian Lama), yang kemudian masuk ke dalam agama
Eropa: nama Yunaninya Artemis, nama Latinnya Diana (Kis. 19:24,28).
Di samping perniagaan, pusat berhala inipun, mendatangkan banyak
kekayaan pada kota itu: uang nazar dan persembahan mengalir ke sana
dari segala mata angina; orang yang membeli jimat (antara lain,
kuil Artemis adalah pekerjaan Demetrius dan teman-temannya: Kis.
19:27), yang mencari tahu untung-malangnya dari juru tenung (Kis.
19:19 “orang-orang yang melakukan sihir”), orang sakit yang mencari
kesembuhan, pendapatan pelacur “bakti” semuanya ini mendatangkan
kekayaan.[footnoteRef:24] [24: M.E. Duyverman, Pembimbing ke dalam
Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 152-153.]
Keterangan dalam catatan ini, memberikan sebuah gambaran yang cukup
jelas tentang kondisi Kota Efesus yang turut mempengaruhi
keberadaan jemaat Efesus. Di satu sisi kota Efesus begitu
menunjukan perkembangan, namun dalam perkembangan itu, memunculkan
akibat lain yaitu moralitas masyarakat menjadi rusak termasuk
merusak tatanan hidup jemaat Efesus.
B. POTRET SURAT II TOMOTIUS
Meski dalam penamaan dan penggolongan kelompok surat 2 Timotius ini
memiliki kesamaan dengan surat 1 Timotius, namun dalam penelitian
surat ini akan tetap dibahas secara terpisah, sehingga dengan
demikian akan ditemukan persamaan dan perbedaan dari ke dua surat
ini.
1. Penulis
Berkaitan dengan siapa penulis dari surat 2 Timotius ini, perlu
untuk memperhatikan kembali beberapa pandangan yang dapat menjadi
sebuah panduan untuk melihat hal itu. Tentu saja bahwa nats-nat
dalam Alkitab merupakan sumber utama dalam penelitian ini.
Pertama-tama dalam penelitian ini akan memperhatikan pernyataan
dari Alfred Plummer yang dikutip oleh E. M. Blaiklock bahwa :
Kita mengenal Paulus dengan rasa simpatinya yang baik itu, kepekaan
dan kasih sayangnya, kecemasannya yang sangat, dan semangatnya yang
pantang mundur. Kita melihat ketulusan dan desakan seorang yang
tahu bahwa ajalnya sudah dekat. Dan kita melihat dorongan dan
kelembutan seorang yang menulis kepada seorang teman yang mempunyai
kesalahan dan kelemahan, tetapi yang dipercaya dan dikasihi
sekalipun mempunyai kesalahan dan kelemahan itu.[footnoteRef:25]
[25: E. M. Blaiklock, Surat-surat Penggembalaan—Buku Pedoman Untuk
Mempelajari Surat-surat Kiriman I dan II Timotius dan Titus
(Malang: Gandum Mas), 88-89.]
Meski dalam bagian ini tidak secara eksplisit menjelaskan tentang
kejelasan rasul Paulus sebagai penulis dari surat ini, namun
kalimat-kalimat yang diuraikan mengindikasikan bahwa Paulus sebagai
pribadi yang memiliki kedekatan hubungan dengan Timotius, dialah
penulis dari surat 2 Timotius. Selanjutnya salam pembuka dari surat
ini, dengan sangat gamblang menjelaskan bahwa surat ini adalah dari
Paulus “Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah untuk
memberitakan janji tentang hidup dalam Kristus Yesus, (2 Tim 1:1
TB); kepada Timotius, anakku yang kekasih: kasih karunia, rahmat
dan damai sejahtera dari Allah Bapa dan Kristus Yesus, Tuhan kita,
menyertai engkau (2 Tim 1:2 TB).
Teks dalam bagian ini memberikan keterangan yang sangat jelas bahwa
Rasul Paulus adalah penulis dari surat 2 Timotius. Meski demikian,
tentu kepenulisan surat 2 Timotius masih menjadi sebuah perdebatan
di kalangan para teolog, sebut saja misalnya C. Groenen OFM teolog
Katolik. Dalam sebuah tulisannya menjelaskan bahwa:
Dengan memakai nama Paulus ada tiga karangan tercantum dalam
perjanjian baru yang membentuk kelompok tersendiri. Tidak
dialamatkan kepada (jemaat), melainkan kepada perorangan, yakni dua
buah kepada Timotius dan sebuah kepada Titus. Surat yang lain yang
termasuk kelompok itu ialah Filemon. Surat kepada Filemon ini sudah
dibahas dalam rangka surat-surat Paulus sendiri.[footnoteRef:26]
[26: C. Groenen OFM, Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru
(Yokyakarta: Kanisius, 1984), 305.]
Dalam pandangan ini jelas bahwa Groenen tidak sependapat bahwa
surat-surat Pastoral (1 Tim., 2 Tim. dan Titus) adalah hasil karya
Paulus sendiri, tapi ada pribadi lain yang mengatasnamakan dirinya
sebagai Paulus entah dengan maksud dan tujuan apa. Namun sekali
lagi bahwa pandangan ini tidak bisa diterima keabsahannya.
Sebuah penelitian harus benar-benar mempertimbangkan banyak hal
sebelum sampai kepada pengambilan keputusan. Dalam bagian ini,
Groenen tidak melakukannya. Bagian pertama dalam dalam surat 2
Timotius:1-18 jelas memperlihatkan bentuk surat yang sangat pribadi
dan sangat tidak mungkin bagi orang lain untuk melakukannya.
Alkitab harus menjadi prioritas tertingi dalam membangun sebuah
konsep berfikir.
Selanjutnya, perbedaan pandangan terkait kepenulisan surat-surat
pastoral termasuk surat 2 Timotius dimunculkan oleh Harrison
sebagaimana yang dikutip oleh D.A. Carson & Douglas J. Moo,
dengan mempermasalahkan kosa kata dan sintaksis dari surat ini.
Dalam pandangannya dijelaskan bahwa :
Ketiga surat Pastoral [dalam bahasa Inggris] terdiri dari 902 kata,
54 diantaranya adalah nama-nama orang. Sedangkan 848 kata
selebihnya, 306 (lebih dari sepertiga dari keseluruhan) tidak
muncul dalam sepuluh surat yang lain. 306 kata ini, setidaknya 175
tidak muncul di tempat lain dalam Perjanjian Baru. Selanjutnya
pandangannya berkembang menjadi dua bagian,yaitu: Pertama, 542 kata
dipakai dalam surat-surat Pastoral, dari padanya tidak lebih dari
50 kata adalah kata-kata khas yang haya dipakai oleh Paulus dan
tidak dipakai oleh para penulis lain dalam Perjanjian Baru. Kedua,
dari 306 kata dalam surat-surat Pastoral yang tidak muncul dalam
surat-surat Paulus, 211 ditemukan dalam tulisan-tulisan abad kedua
ini. [footnoteRef:27] [27: Carson, An Introduction, 648-649.]
Sajian pandangan seperti ini, sepertinya sangat menarik. Namun, ada
hal yang kurang diperhatikan oleh Harrison bahwa dalam diri setiap
orang selalu terjadi perkembangan baik perkembangan dalam hal
rohani maupun perkembangan dalam hal jasmani termasuk di dalam pola
pikir dan pengetahuan. Para peneliti moderen harus terbuka terhadap
pertimbangan – pertimbangan yang lain sehingga tidak salah dalam
mengambil sebuah kesimpulan. Menanggapi apa yang paparkan oleh
Harrison, Carson & Moo memberikan sebuah sanggahan bahwa
:
It is misleading simply to say that the Pastorals have 306 words
that do not occur in the ten Paulines. On Harrison’s own figures,
of the 306 there are 127 that occur in 1 Timothy alone, 81 in 2
Timothy alone, and 45 in Titus alone. This means that the vast
majority are found in only one of the Pastorals and that the three
differ from one another as much as (or more than) they differ from
Paul. Are we to say that there were three pseudonymous writers? The
statistics constitute no impressive argument for a single author.
Or to put the argument in a different way, if the figures show that
the three Pastorals were written by one author, they also show that
that author may well have been Paul.[footnoteRef:28]Terjemahan:
Adalah menyesatkan jika dikatakan bahwa dalam surat-surat pastoral
terdapat 306 kata yang tidak muncul dalam dalam sepuluh surat
Paulus. Menurut hitungan Harison sendiri, dari 306 kata aaada 127
yang hanya muncul dalam 1 Timotius, 81 hanya muncul 2 Timotius, dan
45 kata hanya muncul dalam Titus. Ini berarti bahwa sebagian besar
kata ditemukan hanya di satu surat dan ketiganya berbeda satu sama
lain sebanyak (atau lebih dari) ketiganya berbeda dari Paulus.
Apakah kita harus mengatakan ada tiga penulis dengan menggunakan
nama orang lain? Statistik-satistik tersebut tidak memberikan
alasan yang cukup kuat yang mendukung penulis tunggal. Atau
mengemukakan argunen dengan cara yang berbeda, jika angka-angka
tersebut menunjukan bahwa ketiga surat Pastoral itu ditulis oleh
suatu penulis, angka-angka itu juga menunjukan bahwa penulis itu
adalah Paulus. [28: Carson, An Introduction, 650.]
Pernyataan dari Carson & Moo jelas memberikan sebuah kejelasan
bahwa Paulus adalah Penulis tunggal dari surat 2 Timotius. Beberapa
penolakan para pakar teolog tentang pribadi Paulus sebagai penulis
dari surat 2 Timotius ternyata sangat mempengaruhi pola pikir para
peneliti modern. Karena itu, seperti yang sudah diungkapkan di
bagian sebelumnya bahwa sebuah penelitian harus mempertimbangkan
banyak hal sebelum sampai kepada kesimpulan.
Pertimbangan lain juga yang harus diperhatikan adalah bahwa ketiga
surat pastoral ini dalam bagian salam pembuka (1 Tim. 1:1; 2 Tim.
1:1; Tit. 1:1) memiliki Kesamaan dengan surat –surat karya Paulus
yang lain (Gal. 1:1; Ef. 1:1; Fil. 1:1; Kol.1:1; I Tes. 1:1; 2 Tes.
1:1). Dengan demikian sangat tidak berdasar ketika para teolog
modern menolak Rasul Paulus sebagai penulis dari surat-surat
Pastoral ini.
Melalui pertimbangan-pertimbangan di atas, baik dalam hal
kosa-kata, historis perjalanan pelayanan Paulus, maupun muatan
pengajaran, maka dapat dikatakan bahwa penulis surat 2 Timotius
adalah benar Rasul Paulus sang rasul Yesus Kristus.
2. Waktu dan Tempat Penulisan
Terkait dengan kapan dan di mana surat 2 Timotius ini ditulis,
Carson & Moo menjelaskan bahwa:
The evidence bearing on the dating of the letter has largely been
canvassed in the section on “Provenance,” where we saw that the
letter probably was written from Rome during an imprisonment later
than the one described in Acts. In that case, the letter was
written in the early or middle 60s. If we follow Eusebius in dating
the martyrdom of Paul in 67, then that or the preceding year will
be the date of 2 Timothy. But most modern scholars think that Paul
was executed in 64 or 65, so a date in those years is more
likely.[footnoteRef:29] Terjemahan: Bukti yang menyinggung tanggal
penulisan surat telah diteliti secara luas di sub bagian “asal”
yang menunjukan kepada kita bahwa surat 2 Timotius mungkin ditulis
selama Paulus dipenjarakan di Roma, yakni setelah yang dijelaskan
dalam Kisah Para Rasul. Dalam kasus ini, surat 2 Timotius ditulis
pada awal atau pertengahan dekade 60-an. Jika kita mengikuti
Eusebius yang memberi tanggal kemartiran Paulus pada tahun 67, maka
tahun itu atau sebelumnya merupakan tanggal penulisan 2 Timotius.
Tetapi kebanyakan sarjana modern mengnggap Paulus di hukum mati
dalam tahun 64 atau 65, maka tanggal dalam tahun-tahun tersebut
lebih mungkin. [29: Carson, An Introduction, 676-677.]
Memahami bahwa surat 2 Timotius ini merupakan surat yang sangat
pribadi, di mana Paulus pada masa itu kembali digugat dan kini ia
berada dalam tahanan di Roma, maka memang akan ada kemungkinan
besar bahwa surat 2 Timotius ini di tulis pada sekitaran tahun 65.
R. Budiman juga menjelaskan bahwa :
Surat II Timotius ditulis dari penjara di Roma pada masa tahanan
yang ke-II pada tahun 65. Pengantar surat adalah Tikhikus (4:12).
Kali ini keadaan di tempat tahanan lebih berat dari pada masa
tahanan yang pertama (tahun 60-62), karena pada masa itu, ia
diperkenankan tinggal di rumah kontrakkan (Kis. 28:16, 30). Tetapi
pada masa tahanan ke-II ia berada di penjara (1:8), bahkan ia
dibelenggu (1:16) dan diperlakukan sebagai seorang penjahat (2:9).
Paulus sudah menjalani penyidangan yang pertama (4:16). Untuk
sementara ia belum dihukum (4:16,17), tetapi Paulus menduga akan
dihukum mati dalam waktu dekat (4:6). Semua temannya sudah
meninggalkan Paulus kecuali Lukas.[footnoteRef:30] [30: Budiman,
Tafsiran Alkitab, 75.]
Teks-teks yang dikutip oleh Budiman dalam penjelasannya,
mengungkapkan sebuah realita kehidupan Paulus ketika berada di
dalam tahanan di Roma. Jelas dalam penjelasannya bahwa surat 2
Timotius ditulis oleh Paulus pada sekitaran tahun 65.
Pada bagian yang lain, M.E. Dayverman menyajikan tiga kemungkinan
terkait waktu penulisan surat 2 Timotius, yaitu: “Pertama, tahun 64
jika Paulus dipenjarakan setibanya dari Timur, kedua tahun 66 bila
perjalanan ke spanyol ada di antaranya, ketiga bila perjalanan ke
Spanyol berlangsung lebih dahulu, maka angka-angka tahun harus
digeser satu sampai dua tahun: 1 Timotius: 65; Titus: 66; 2
Timotius: 67.”[footnoteRef:31] [31: Dayverman, Pembimbing ke Dalam
Perjanjian Baru, 162-163.]
3. Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan tujuan penulisan dari surat 2 Timotius, sepertinya
tidak begitu banyak perbedaan dengan surat 1 Timotius. Masaalah
mengenai pengajaran menjadi prioritas utama yang ditekankan dalam
surat ini, sebagaimana juga ditekankan dalam surat 1
Timotius.
M.E. Duyverman memberi penjelasan bahwa maksud dari ketiga surat
termasuk di dalamnya surat 2 Timotius ialah “memberi ikthiar dalam
soal-soal penggembalaan. Ikthiar ini tidak berupa uraian sistematis
yang dengan teratur membentangkan segala pokok. Sesuai dengan
kebiasaan Paulus, masaalah-masaalah yang konkrit dibahas, lepas
satu sama lain.”[footnoteRef:32] Keterangan yang sama diungkapkan
oleh Merill C. Teney dengan berkata bahwa: [32: Dayverman,
Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru, 156.]
Perkembangan ajaran sesat makin terlihat. Musuh kebenaran dan
penyimpangan ajaran muncul dalam surat-surat Paulus. Surat Galatia
menyerang kepicikan dalam hukum. Pertama Petrus menyatakan bahwa
ada pihak-pihak yang tidak mempercayai kebangkitan Tubuh, kolose
mencerminkan kesesatan dari beberapa kepercayaan filsafat. Namun,
semunaya ini hanyalah suatu gejala semusim dan setempat, kecuali
mungkin kecenderungan penganut Yudaisme, yang juga berbeda-beda
dalam sifat dan keseriusannya di masing-masing tempat. Dalam
surat-surat penggembalaan kesalahan-kesalahan yang sama juga
muncul, tetapi lebih hebat dan berbentuk suatu ancaman bahaya di
masa mendatang yang harus dihadapi oleh para penginjil
muda.[footnoteRef:33] [33: Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian
Baru (Malang: Gandum Mas, 1995), 421.]
Pandangan dari Teney semakin memperjelas bahwa dalam surat 2
Timotius, pembahasan terkait dengan kesesatan ajaran masih menjadi
inti pembahasan. Oleh karena ajaran sesat masih terus berkembang di
jemaat Efesus, maka Paulus terus memberikan dorongan kepada
Timotius untuk terus bertekun dalam tanggung jawab pemberitaan
firman Tuhan kepada jemaat (Lih. 2 Tim. 2:15).
D.A. Carson & Douglas J. Moo juga memiliki pandangan yang sama
dengan berkata “He is to be a workman who does not need to be
ashamed but who teaches faithfully. With this is linked a warning
about the false teachers and exhortations to upright living
(2:14–26).”[footnoteRef:34] Terjemahan: Ia harus menjadi pekerja
yang tidak perlu malu, tetapi yang emngajar dengan setia. Hal ini
dikaitkan dengan peringatan untuk hati-hati terhadap guru-guru
palsu dan dengan nasehat untuk hidup benar (2:14-26). Bagian yang
ingin dijelaskan oleh Paulus dalam pesannya kepada Timotius adalah
bahwa sikap kehati-hatian Timotius terhadap guru-guru palsu atau
ajaran sesat harus menjadi perhatian utama Timotius. Selanjutnya,
Donald Guthrie menambahkan lagi dengan sebuah penjelasan bahwa:
[34: Carson, An Introduction To The New Testament, 675.]
Surat 2 Timotius cukup berbeda. Paulus sedang berada di dalam
penjara dan tampaknya ia akan segera menghadapi akhir hidup
hidupnya. Ia mengenang tugas yang telah ia selesaikan dan
menantikan mahkota yang akan ia terima. 2 Timotius hanya sedikit
membicarakan tentang gerejawi tetapi terfokus pada Timotius dan
tugas yang diberikan kepadanya. Paulus sedang berada dalam suasana
refleksi, sehingga dari ketiga surat penggembalaan, surat pnutupnya
ini merupakan surat yang paling membuka pikiran. Ia tampaknya agak
tidak pasti apakah ia akan melihat Timotius lagi meski ia
memintanya datang secepat mungkin. Selama menulis, ia mengambil
kesempatan memperingati Timotius tentang guru-guru palsu seperti
yang ia lakukan di surat pertamanya.[footnoteRef:35] [35: Guthtrie,
Pengantar Perjanjian Baru, 228-229.]
Meski harus diakui bahwa di dalam surat 2 Timotius ini Paulus masih
menyinggung tentang bahaya guru-guru palsu, (2 Tim. 14, 16-18; 3:
1-9; 4:14,15), namun inti dari surat ini adalah sebuah kerinduan.
Rasul Paulus begitu merindukan kehadiran anak rohaninya yaitu
Timotius untuk segera bertemu dengan dia. Kerinduan Paulus untuk
bertemu Timotius merupakan sebuah pembuktian kasih yang sejati.
Kasih Paulus kepada sangat dekat bahkan digambarkan seperti kasih
seorang ayah kepada anak. Di dalam Kasih yang sejati itulah, Paulus
memberikan dorongan, semangat, serta arahan-arahan kepada Timotius
dalam melaksanakan tanggungjawabnya (2 Tim. 1:6, 8, 13: 2 Tim.
2:1-13; 2 Tim. 3:14-15; 2 Tim. 4:2,5.) Dengan demikian tidak
mengherankan kalau kalau Carson dan Moo menyebut surat ini sebagai
surat “wasiat”[footnoteRef:36] di mana Paulus memberikan hal-hal
penting sebelum ia mengakhiri hidupnya. [36: Carson, An
Introduction To The New Testament, 675.]
4. Analisis Konteks
Bagian terakhir yang ingin di bahas dalam surat 2 Timotius ini
adalah mengenai konteks. Kerena itu, akan sangat menarik apabila
keberadaan Paulus menjadi bagian yang pertama untuk dibahas. D.A.
Carson & Douglas J. Moo menjelaskan bahwa:
The deep conviction of the writer that he was about to be put to
death for holding the Christian faith (4:6–8) is to be kept in mind
in all discussions of this letter. Paul does not envisage writing
anything further to Timothy, nor perhaps to anyone else. He hopes
that Timothy will be able to reach him before the end (4:9), and
his request for his cloak and his scrolls (4:13) shows that he
anticipated an interval before his execution. Nevertheless, the
letter is written in the shadow of the scaffold and is to be seen
as what Paul considered to be important in his last communication
to a trusted subordinate. Not the least of the letter’s values is
that it shows us the way a Christian martyr should face
death.[footnoteRef:37](Terjemahan: Keyakinan kuat sang penulis
bahwa ia akan dihukum mati karena menganut iman Kristen (4:6-8)
harus dicamkan dalam semua diskusi mengenai surat ini. Paulus tidak
membayangkan menulis lebih jauh kepada Timotius, atau mungkin tidak
kepada yang lainnya. Paulus berharap bisa bertemu dengannya sebelum
ia meninggal (4:9) dan permintaan Paulus supaya Timotius membawakan
jubah dan perkamen-perkamennya (4:13) menunjukan bahwa ia sedang
menunggu pelaksanaan hukuman mati. [37: Carson, An Introduction To
The New Testament, 580.]
Pada bagian ini, jelas bahwa Paulus benar-benar mengungkapkan
sebuah perasaan hati yang sangat dalam, manakala ia sudah dihantui
akan datangnya kematian melalui hukuman mati yang akan dia terima.
Dalam kondisi seperti itu, Paulus dengan tanpa lelah terus
memberikan dorongan kepada Timotius dalam melaksanakan tanggung
jawab pelayanan di tengah-tengah jemaat. Nasehat-nasehat yang
disampaikan oleh Paulus kepada Timotius tentu tidak lepas dari
kondisi jemaat yang ada di Efesus. Sepertinya tidak terdapat
perbedaan yang terlalu siknifikan antara kondisi jemaat di dalam
surat 1 Timotius dan kondisi jemaat yang diuraikan dalam surat 2
Timotius.
Ajaran sesat masih terus merongrong kehidupan jemaat yang ada di
Efesus. Ajaran sesat yang terus berkembang itu pada akhirnya
semakin merusak tatanan hidup jemaat Efesus baik di tengah-tengah
masyarakat maupun dalam persekutuan gereja. Karena itu, J. Wesley
Brill menjelaskan bahwa :
Kata yang sangat ditekankan ialah “tidak malu” (1:8,12,16; 2:15).
Janganlah kita malu karena Tuhan Yesus. Kita patut berusaha untuk
menjadi orang yang tidak usah merasa malu di hadapan Tuhan Yesus,
supaya dengan demikian Tuhan tidak akan malu oleh sebab kita.
Berita yang tercantum dalam surat ini adalah : setia kepada Tuhan
Yesus dan kebenaran biarpun dalam penderitaan atau di antara
orang-orang yang sesat. Ada beberapa perkataan yang sangat menarik
perhatian, yaitu: “Mengobarkan karunia Allah” (1:6); “aku tahu Dia”
(1:12); “ikutlah menderita” (2:3); “ingatlah ini: Yesus Kristus”
(2:8); “Aku telah memelihara Iman” (4:7). Di samping itu dalam
kedua surat kepada Timotius ini juga disebutkan empat hal yang
merupakan sesuatu yang sia-sia, yaitu mencintai uang (1 Timotius
6:10), mencintai diri sendiri ( 2 Timotius 3:2), menuruti hawa
nafsu (2 Timotius 3:4), mencintai dunia (2 Timotius :10), dan
penawar untuk semua itu ialah pengharapan akan kedatangan Tuhan
Yesus (2 Timotius 4:8).[footnoteRef:38] [38: J. Wesley Brill,
Tafsiran Surat Timotius & Titus, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1996), 56. ]
Secara eksplisit pernyataan Brill tidak menerangkan seperti apa
konteks dalam jemaat Efesus. Namun, dengan dikutipnya beberapa teks
Alkitab di dalam pernyataannya, maka ini dapat memberikan
rangsangan pemikiran untuk dapat melihat seperti apa konteks di
dalam jemaat Efesus.
C. POTRET SURAT TITUS
Sampailah pokok pembahasan pada surat penggembalaan yang ketiga
yaitu surat Paulus kepada Titus. Meski harus disadari juga bahwa
dalam urutan waktu, surat Titus ini adalah surat kedua yang ditulis
oleh Paulus setelah 1 Timotius. Beberapa hal terkait surat ini akan
dibahas pada bagian di bawah ini sebagaimana juga pembahasan dalam
surat 1 dan 2 Timotius.
1. Penulis
Bagian pertama yang akan dibahas dalam surat Titus adalah siapa
penulis dari surat ini. Oleh karena surat Titus ini adalah bagian
dari kelompok surat-surat penggembalaan, maka konsekuensinya adalah
surat inipun mendapat penolakan tentang keabsahan dari si penulis,
seperti yang diungkapkan oleh C. Groenen OFM dengan berkata bahwa
“Dengan memakai nama Paulus ada tiga karangan tercantum dalam
perjanjian baru yang membentuk sebuah kelompok tersendiri. Tidak
dialamatkan kepada jemaat, melainkan kepada perorangan, yakni dua
buah kepada Timotius dan sebuah kepada Titus.”[footnoteRef:39]
Jelas dalam bagian ini Groenen menyebutkan bahwa ada pihak lain
entah kelompok atau perseorangan yang dengan sengaja menggunakan
nama Paulus sebagai penulis surat-surat ini termasuk Titus, yang
sebenarnya bukanlah Paulus penulisnya. Groenen tidak sependapat
kalau penulis dari surat Titus adalah Paulus. Tentu saja bahwa ini
adalah merupakan hasil penelitian dan kerena itu perlu diberikan
penghargaan. Namun meski demikian, hal ini tidak berarti bahwa
pandangan Groenen dapat diterima. [39: Groenen OFM, Pengantar Ke
Dalam Perjanjian, 305.]
Beberapa pandangan yang lain juga perlu diuraikan dalam pembahasan
ini, sehingga pada akhirnya ada keseimbangan pandangan. Bagian
selanjutnya akan dibahas beberapa tokoh yang tidak sependapat
dengan apa yang yang diutarakan oleh Groenen. R. Budiman
berpandangan bahwa:
Rasul Paulus telah menulis dua surat kepada Timotius dan satu
kepada Titus. Ketiga surat ini merupakan satu surat tersendiri,
yang mempunyai ciri-ciri khas yang sama, baik dalam gaya bahasa
maupun dalam masalah-masalah yang dibahas. Kelompok surat ini di
kenal dengan sebutan “surat-surat Pastoral”. Istilah Latin “Pastor”
berarti gembala. Ketiga surat ini dinamakan surat-surat Pastoral,
karena berisi petunjuk-petunjuk mengenai bagaimana jemaat Tuhan
harus digembalakan.[footnoteRef:40] [40: Budiman, Tafsiran Alkitab,
ix.]
Berbeda dengan Groenen, dalam pandangan Budiman benar- benar Paulus
adalah pribadi yang dimaksud telah menuliskan ketiga surat
Pastoral. Budiman tidak lagi menggunakan pribadi lain yang
seakan-akan telah menggunakan nama Paulus dalam penulisan ketiga
surat tersebut. George W. Knight menjelaskan kembali bahwa:
The three letters 1 and 2 Timoty and Titus stand in very close
relationship to one another. in contrast to the other Pauline
letters, which, except for Philemon, we written to churches, these
three letters were written to fellow workers of the apostel Paul to
give instruction concerning their Pastoral duties. The similar
content of the three letters also binds them together as a special
group among Pauline letters.[footnoteRef:41] [41: George W. Knight
III, The New International Greek Testament Commentary—The Pastoral
Epistel, (Cambrige: Library of congress cataloging-in Publication
Data, 1992), 3.]
Jelas dalam kalimat ini, bahwa Ketiga surat yang digolongkan dalam
surat-surat Pstoral adalah benar hasil karya Paulus. Pandangan
selanjutnya dikemukakan oleh J. Wesley Brill bahwa :
Titus menyertai Paulus pada waktu Paulus dipenjarakan di Roma. Dan
rupanya surat Paulus ini ditulis kepada Titus sebelum Paulus
dipenjarakan untuk kedua kalinya, tidak lama sebelum Rasul Paulus
dibunuh. Walaupun Paulus amat mengasihi Titus, Paulus tidak
menyatakan isi hatinya kepada Titus sama seperti yang dilakukannya
kepada Timotius. Rupanya Titus lebih tua dari Timotius serta lebih
teguh pendiriannya, sebab Paulus pernah dua kali mengutus Titus ke
Korintus untuk mengatur hal-hal yang sulit dalam jemaat
itu.[footnoteRef:42] [42: Wesley, Tafsiran, 95.]
Sekali lagi bahwa bagian yang disampaikan oleh Wesley ini tidak
secara spesifik membahas atau membicarakan tentang ketepatan Rasul
Paulus sebagai penulis dari surat Titus. Namun jelas bahwa melalui
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan oleh Wesley, sudah tersirat
bahwa Paulus adalah penulis dari surat Titus ini.
2. Waktu dan Tempat Penulisan Kitab
Dalam pembahasan mengenai waktu dan tepat penulisan surat Titus, J.
Wesley Brill mengutarakan pandangannya bahwa : “surat ini ditulis
di Makedonia kira-kira tahun 66 atau 67.”[footnoteRef:43]
Selanjunya dalam kaitan dengan waktu dan tempat penulisan surat
Titus, Carson dan Moo menyajikan menguraikan pandangan-pandangan
yang kelihatannya sangat berbeda dari para peneliti, misalkan: [43:
Wesley, Tafsiran,95.]
Mereka yang menganggap bahwa Paulus dihukum mati selama penahannya
yang pertama (dan demikian satu-satunya) di Roma, namun yang yakin
Pauluslah penulis surat ini, harus memberikan rekonstruksi
alternatif untuk gerakan-gerakan Titus, karena hal ini mempengaruhi
penetapan tanggal. Para sarjana ini mengingatkan kita bahwa pada
saat surat Roma ditulis, Titus berada di Korintus, sibuk
mengumpulkan bantuan (2 Kor. 8; 12:17-18), dan waktu itu ia mungkin
tidak bersama Paulus, karena namanya tidak disebutkan dalam salam
di surat Roma 16:21-23, seperti halnya Timotius. Paulus sendiri
yang menyelesaikan pengumpulan bantuan itu (Roma:15:28), sehingga
setelah Titus menyelesaikan pelayanannya di Korintus, Paulus
mengutusnya ke Kreta dan meninggalkan dia di sana sementara ia
sendiri berencana pergi ke Yerusalem. Menurut Robinson, surat
kepada Titus ditulis pada saat Paulus dalam perjalanan ke
Yerusalem, yaitu tahun 57 masehi. Tetapi bagi kebanyakan sarjana
tanggal tersebut sangat tidak mungkin. Kisah Para Rasul tidak
menjelaskan Paulus mengadakan pelayanan ke Kreta ataupun Nikapolis,
sehingga lebih baik kita menganggap surat ini, seperti surat-surat
pastoral lainnya, ditulis setelah Paulus bebas dari pemenjaraannya
yang pertama di Roma. Dalam kasus ini, Titus ditulis sebelum 2
Timotius dan waktunya kira-kira sama dengan waktu penulisan 1
Timotius—yaitu, tidak lebih dari pertengahan dekade
60-an.[footnoteRef:44] [44: Carson, An Introduction, 682.]
Seperti halnya pada surat-surat Pastoral yang lain, pandangan –
pandangan seperti yang disebutkan di atas masih perlu dilakukan
sebuah penelitian lebih lanjut dalam rangka menemukan sebuah
kebenaran. Pertimbangan lain yang perlu diperhatikan adalah apa
yang dipaparkan oleh Thomas L. Constable. Dalam pandangannya
dijelaskan bahwa:
Paul wrote the Epistle to Titus after he wrote 1 Timothy, and
before he wrote 2 Timothy. Titus 3:12 seems to indicate that his
plans were more settled at this point than when he wrote 1 Timothy
3:14.1 Another view is that Paul wrote the Epistle to Titus before
either 1 Timothy or 2 Timothy. [footnoteRef:45] [45: Thomas L.
Constable, Notes On Titus, 2017. Adobe PDF Ebook.]
Pandangan Thomas L. Constable perlu menjadi bagian yang harus
diperhatikan sebagai kompas dalam sebuah penelitian. Kalau saja
pernyataan dari Thomas harus diterima maka konsekuensi logisnya
adalah bahwa surat Titus ditulis tidak jauh dari masa penulisan
surat 1 Timotius, yakni sekitaran tahun 60-an. Dengan demikian juga
maka tempat penulisan surat Titus adalah di Makedonia.
Adina Chapman melalui sebuah penelitian juga memiliki pemikiran
yang sama bahwa “surat ini ditulis kira-kira pada waktu yang sama
dengan surat pertama Timotius. Dan apa yang ditugaskan kepada
Timotius di Efesus, kira-kira sama dengan apa yang tugaskan kepada
Titus di Kreta”[footnoteRef:46] Meski demikian, ditemukan juga
beberapa tokoh yang mengemukakan pandangan yang berbeda misalkan R.
Budiman yang berpandangan bahwa: [46: Adina Chapman, Pengantar
Perjanjian Baru (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2014), 124.]
Selesai mengunjungi jemaat-jemaat di Makedonia, Paulus bertolak
lagi ke Asia Kecil dengan mengajak Titus kali ini. Jalan yang ia
tempuh ialah lewat Troas (II Timotius 4:13) ke Efesus, di mana ia
menengok Timotius sesuai dengan janjinya (1 Tim. 3:14). Kemudian ia
pergi ke Miletus (II Tim 4:20) dan dari sana ke pulau Kreta. Di
Kreta Paulus melakukan kegiatan untuk untuk beberapa waktu lamanya,
kemudian meninggalkan Titus di pulau tersebut (Titus 1:5) dengan
tugas membina jemaat-jemaat yang baru. Paulus sendiri meneruskan
perjalanannya ke Akhaia lewat Korintus (II Tim. 4:20). Ia kemudian
bermukim di Nikapolis (Tit. 3:12). Dari sinilah ia menulis surat
kepada Titus di Kreta (tahun 64) dan meminta kepadanyauntuk
bergabung di Nikopolis dan melanjutkan pekerjaan rasul Paulus di
daerah itu. Paulus kemudia bertolak ke Roma dengan maksud untuk
melaksanakan rencana P.I. ke Spanyol yang sekian lamanya tertunda.
Agaknya Titus berhasil di dalam usaha pekabaran Injil di sekitaran,
sebab ia memperluas kegiatannya ke Utara, ke wilayah Dalmatia di
Yunani Barat (II Tim 4:10).[footnoteRef:47] [47: Budiman, Tafsiran
Alkitab, 125.]
Meski dalam bagian ini memperlihatkan perbedaan yang cukup besar
mengenai tempat penulisan surat Titus, namun dapat dipastikan bahwa
surat ini ditulis di Makedonia. Sebagai pertimbangan bahwa (i)
tahun penulisan surat Titus tidak berselang jauh dari penulisan
surat I Timotius sehingga, masih memungkinkan Paulus masih berada
di Makedonia, (ii) Pokok pembahasan surat Titus memiliki kesamaan
dengan surat I Timotius.
3. Tujuan Penulisan
Berkaitan dengan tujuan dari ditulisnya surat Titus ini, para
peneliti dan penafsir Alkitab mulai mengutarakan hasil dari
penelitian mereka. Adina Chapman menjelaskan “Maksud Paulus yang
ingin dicapai dalam Titus adalah tidak lain dari pada mengharapkan
suatu pembaharuan dalam jemaat-jemaat di Kreta melalui pelayanan
Titus.”[footnoteRef:48] Tentu saja Chapman tidak melangkah dalam
kebutaan ketika menyampaikan pandangannya. Pandangan Chapman bisa
diperkuat dengan melihat nats dalam surat Titus ini (lih.1:5,9;
2:1,7,10; 3:1,14). [48: Chapman, Pengantar Perjanjian Baru,
124.]
Selanjutnya, ada hal penting yang perlu diperhatikan bahwa Jemaat
yang ada di Kreta berbeda dengan jemaat yang ada di Efesus. Jemaat
yang ada di Kreta masih berada pada taraf yang masih rendah,
sehingga Titus diutus untuk mengatur segala sesuatu di jemaat
tersebut. Hal ini dijelaskan oleh R. Budiman dengan berkata:
Justru karena perkembangn jemaat-jemaat yang ada di Kreta masih
pada taraf yang rendah, dan Paulus tidak sempat menyelesaikannya,
Titus ditiggalkan dengan tugas supaya engkau mengatur apa yang
masih perlu diatur, antara lain pengangkatan para penatua. Mengenai
pengangkatan itu, Paulus berkata seperti yang telah kupesankan
kepadamu – menurut bahasa aslinya dalam kalimat ini kata ku
mendapat titik berat. Maksudnya ialah supaya jemaat-jemaat tahu,
bahwa pengangkatan para penatua itu diperintahkan oleh rasul
sendiri. kata seperti lebih lanjut memberikan petunjuk bahwa di
dalam mengangkat penatua-penatua Titus harus mengindahkan
syarat-syarat yang ditentukan Paulus bagi para penatua di ayat
6-9.[footnoteRef:49] [49: Budiman, Tafsiran Alkitab, 129.]
Ada hal lain lagi yang perlu diungkap terkait dengan tujuan Paulus
menuliskan surat Titus ini, yaitu mengenai ajaran-ajaran sesat.
Meski dalam surat ini secara gamblang tidak memuat tentang adanya
pembahasan mengenai ajaran sesat, kecuali di dalam Titus
1:10,12,16—meski harus diakui juga bahwa nats itupun tidak begitu
luas membahas tentang adanya ajaran sesat, namun kalimat-kalimat
dalam nats itu, dapat memberikan gambaran dengan pasti bahwa ada
pengaruh ajaran sesat yang sedang menggerogoti jemaat di Kreta.
Karena itu, Paulus dalam suratnya kepada Titus memberikan sebuah
peringatan tentang bahaya dari ajaran sesat tersebut, sekaligus di
dalam peringatan itu, Paulus juga mengharapkan agar jemaat yang di
Kreta mencapai tingkat pengenalan Allah yang sejati.
Demikian halnya apa yang kemukakan oleh Willi Marsxen dengan
berkata bahwa “penekanan diberikan, antara lain, pada tugas-tugas
memberitakan ajaran yang benar dan meyakinkan para
penentang.”[footnoteRef:50] Jelaslah bahwa tujuan surat Titus ini
ditulis adalah upaya menghadapi pengaruh ajaran sesat yang sedang
berkembang di jemaat Kreta. [50: Willi Marxsen, Pengantar
Perjanjian Baru—Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 248-249.]
4. Analisis konteks
Dalam pembahasan mengenai konteks surat Titus, akan sangat menarik
untuk meperhatikan nats dalam Titus 1:12-13 “Seorang dari kalangan
mereka, nabi mereka sendiri pernah berkata: “Dasar orang Kreta
pembohong, binatang buas, pelahap yang malas.” Kesaksian itu benar.
Karena itu tergorlah mereka dengan tegas supaya mereka sehat dalam
iman.” Sepertinya bukan hal yang tersembunyi lagi mengenai
bagaimana keberadaan orang-orang di Kreta yang tentunya
mempengaruhi juga kehidupan jemaat di Kreta. Sebuah justifikasi
dalam nats ini, tidak berasal dari orang-orang percaya, namun itu
berasal dari sesama mereka—walau tidak diketahui motifnya
apa.
Terkait dengan kehidupan orang-orang di Kreta, Adina Chapman
menjelaskan: “Menurut Titus 1:12, adalah orang yang cukup biadab.
Mereka juga berpegang pada omongan sia-sia, dongeng-dongeng, dsb.
Bacalah 1:10-14. Semuanya ini berpengaruh besar di situ, sehingga
moral mereka menjadi semakin merosot.”[footnoteRef:51] Jelas bahwa
kalau membicarakan perihal konteks dari surat Titus yang membahas
tentang jemaat di Kreta, maka dapat dipastikan bahwa jemaat Kreta
sedang berada pada ronggongan guru-guru palsu yang mempengaruhi
keberadaan—spritualitas dan moral jemaat. [51: Chapman, Pengantar
Perjanjian Baru, 124.]
D. RELASI DARI KETIGA SURAT PENGGEMBALAAN
Penting dalam sebuah penelitian untuk melihat bagaimana relasi yang
terbangun dalam ketiga surat-surat ini—1 Timotius, 2 Timotius dan
Titus. Hal ini dipandang sangat perlu dalam rangka merekonstruksi
kembali kevalidan kelompok surat-surat ini.
Karena itu, dalam bagian berikut ini penulis akan menyajikan
data-data terkait dengan bagaimana surat-surat ini bisa muncul dan
bagaimana surat-surat ini bisa saling terkait satu sama lain
sebagai satu kesatuan kelompok surat – surat penggembalaan.
1. Latar belakang Munculnya Surat-surat Penggembalaan
Bagian pertama yang akan diuraikan dalam pembahasan mengenai
hubungan/relasi dari ketiga surat ini diungkapkan oleh D.A. Carson
& Douglas J. Moo dengan sebuah pernyataan:
The two epistles to Timothy and that to Titus are usually classed
together under the title “Pastoral Epistles,” a title that was
apparently given to them by D. N. Berdot in 1703 and followed by
Paul Anton in 1726.1 The term is almost universally used in modern
discussions. It is objected that the title is not completely
appropriate because the letters are not taken up with pastoral
duties. However, since they are directed to people with pastoral
responsibility and with the task of appointing pastors, the
expression is unobjectionable. The three letters form a unit in
that they are the only New Testament letters addressed to
individuals with such responsibilities (Philemon is addressed to an
individual, but not one in a position like that of Timothy or
Titus).[footnoteRef:52] [52: Carson, An Introduction To The New
Testament, 647.]
Inti utama yang sampaikan oleh Carson & Moo dalam pernyataannya
adalah bahwa surat-surat Pastoral pertama kali disebutkan pada
tahun 1703 oleh D.N. Berdot. Ketiga surat ini dikelompokan menjadi
satu oleh karena memiliki kesamaan dalam pembahasan, baik
menyangkut ajaran sesat maupun penataan organisasi gereja, sehingga
kalau dicermati baik-baik, maka dapat dipastikan bahwa surat-surat
ini merupakan sebuah respon dalam menyikapi persoalan-persoalan
yang terjadi di jemaat Efesus dan jemaat di Kreta. Selanjutnya hal
yang serupa dijelaskan oleh Adina Chapman dengan berkata bahwa
:
Kedua surat Paulus kepada Timotius, suratnya kepada Titus, dan
sering juga disebut Filemon, di sebut sebagai surat-surat
penggembalaan. Paulus menulis surat-surat ini yang khususnya
ditujukan kepada hamba-hamba Tuhan yang ditetapkan sebagai pemimpin
dan pengurus dalam menghadapi kerusuhan dan kelemahan. Maka di
dalamnya tercantum pesan dan nasehat untuk mengatur jemaat secara
administrasi dalam membentuk tanggung jawab para penatua-penatua
dan diaken, dan dalam pelayanan kerohanian secara
menyeluruh.[footnoteRef:53] [53: Chapman, Pengantar Perjanjian
Baru, 113.]
Hampir tidak ada perbedaan antara pandangan Carson & Moo dengan
pandangan Chapman terkait dengan muatan yang terkandung dalam
surat-surat penggembalaan. Bersama-sama membahas tentang bagaimana
tanggung jawab baik Timotius maupun Titus dalam menata kehidupan
jemaat. Satu hal sangat berbeda dalam antara pandangan Carson &
Moo dan Chapman, di mana dalam pandangan Chapman Filemon juga
dimasukan ke dala kelompok surat yang sama dengan surat Timotius
dan surat Titus. Namun perlu diterangkan di sini bahwa meskipun
surat Filemon merupakan surat pribadi yang ditujukan kepada Filemon
dari Paulus dan Timotius (Fil. 1:1), akan tetapi surat ini tidak
memuat pokok pembahasan tentang ajaran sesat maupun
pengorganisasian gereja (lembaga) seperti yang dibahas dalam surat
Timotius dan surat kepada Titus. Penulis menyajikan kembali apa
yang dijelaskan oleh seorang Donald Guthrie berdasarkan hasil dari
penelitian yang dilakukan. Dalam pandangannya disebutkan bahwa
:
Jika kepenulisan Paulus diterima, maka tujuan penulisan surat-surat
Penggembalaan akan langsung jelas. Dalam 1 Timotius dan Titus,
Paulus mau memberi nasehat tertulis kepada kedua rekan dekatnya
tentang tata cara jemaat yang untuk sementara waktu berada dalam
tanggung mereka. Sebagian besar nasehat ini sangat mungkin belum
lama diberikan secara lisan dan surat-surat ini bersifat peneguhan.
[footnoteRef:54] [54: Guthtrie, Pengantar Perjanjian Baru,
228.]
Dapatlah dijelaskan bahwa latar belakang ditulisnya surat-surat
penggembalaan merupakan respon teologis maupun praktis terhadap
kekacauan hidup—baik rohani maupun jasmani di likungkunan jemaat
Efesus dan jemaat Kreta.
2. Pergumulan-pergumulan Surat-surat Penggembalaan
Manakala membicarakan mengenai surat-surat penggembalaan, maka akan
ditemukan persoalan-persolaan yang sang sangat krusial. Donald
Ghutrie menyajikan beberapa pandangan dari para peneliti
surat-surat ini yang dengan jelas mengungkap banyak hal yang
menjadi problem. Beberapa hal yang menjadi problem dalam
surat-surat ini, misalkan:
(i) Problem Historis, Ketiga surat penggembalaan ini mencatat
perjalanan Paulus dan rekan-rekannya: (1) Timotius tinggal di
Efesus untuk menasehati jemaat di sana, sementara Paulus berangkat
ke Makedonia (1 Tim. 1:3). (2) pada waktu yang hampir bersamaan
Titus tinggal di Kreta (Tit. 1:5) untuk maksud tertentu. Bukti ini
tampaknya mengharuskan Paulus pernah mengunjungi Kreta, tetapi hal
ini di lawan karena kata kerja apoleipein (meninggalkan) bisa
berarti Paulus meninggalkan Titus di Kreta saat ia sendiri
meninggalkan Korintus. Tafsiran alternative ini akan menghasilkan
penyusunan bukti yang berbeda. Saat menulis kepada Titus, Paulus
meminta Titus menghabiskan musim dingin bersamanya di Nikopolis
(umumnya dianggap sebagai Nikopolis di daerah Epirus). (3) Paulus
menyebut Onesiforus menemuinya di Roma (2 Tim. 1:16-17), yang
berarti sewaktu menulis surat ini, ia berada di Roma. Ia jelas
pernah berada di Roma dan sekarang kembali menjadi tahanan di sana
(1:8,16; bdk. 4:16). Ia meminta Timotius membawakan jubah yang ia
tinggalkan di Troas. Caranya memberi tahu tinggalnya Erastus di
Korintus dan sakitnya Trofimus di Miletus, menunjukan kedua
peristiwa ini baru terjadi (4:13, 20).[footnoteRef:55] [55:
Guthtrie, Pengantar Perjanjian Baru, 195.]
Catatan perjalanan pelayanan Paulus seperti yang dijelaskan di atas
sepertinya akan sangat memberikan pengaruh yang cukup kuat sebagai
suatu dasar bagi para penolak surat-surat penggembalaan. Namun,
kita perlu seimbang dalam mengumpulkan data-data atau informasi
terkait dengan rute perjalanan pelayanan Paulus sehingga pada
akhirnya data informasi yang diterima dan yang selanjutnya akan
disajikan pun akan terhindar dari ketimpangan.
(ii) Problem Gerejawi, Rujukan surat-surat penggembalaan terhadap
penataan gerejawi dianggap terlalu maju untuk masa Paulus. Kritik
ini didasarkan pada empat pertimbangan utama, yaitu: (1) Paulus
dianggap tidak tertarik pada organisasi gereja. (2) penatua yang
tercermin dalam penataan gerejawi surat-surat penggembalaan
dianggap secara esensial bertugas meneruskan tradisi, sementara
Paulus dianggap tidak mungkin dapat mendukung sistem seperti itu
sebelum sistem seperti itu sendiri telah dibakukan. Dengan kata
lain, fungsi para pejabat gerejawi ini terlalu maju bagi masa
Paulus.(3) situasi yang tercermin dalam surat-surat penggembalaan,
khususnya saat Timotius diperingatkan untuk tidak mengangkat orang
yang baru bertobat (1 Tim. 3:6), dianggap memerlukan waktu untuk
terbangun. Peringatan ini menunjukan jemaat jemaat yang sudah tegak
berdiri sehingga lebih relevan bagi masa setelah Paulus. (4)
Timotius dan Titus dianggap sejajar dengan keuskupan monarchial di
awal abad ke kedua.[footnoteRef:56] [56: Guthtrie, Pengantar
Perjanjian Baru, 199.]
(iii) Problem doktrinal, menurut sebagian teolog, surat-surat
penggembalaan mencampur teologi Paulus dengan yang bukan. Dasar
dari pandangan mereka adalah: (1) Tidak ada doktrin khas Paulus (2)
pendekatan dokytrin Kristen di surat-surat ini dianggap lebih
sterotip. Contoh keberatan pertama: doktrin kebapaan Allah,
kesatuan mistis orang percaya dengan Kristus dan karya Roh kudus,
tidak semenonjol di surat-surat Paulus lain, dan Paulus dianggap
tidak mungkin menulis surat tanpa menyatakan doktrin yang
mendasar.[footnoteRef:57] [57: Guthtrie, Pengantar Perjanjian Baru,
201.]
(iv) Problem linguistik, surat-surat penggembalaan memiliki banyak
kosakata yang tidak muncul di kitab perjanjian baru lainnya, da
nada sejumlah kosakata yang muncul di kitab Perjanjian Baru lain,
tetapi tidak ditemukan dalam tulisan Paulus. Bagi banyak teolog,
hal ini menjadi faktor yang penting untuk menolak keaslian
surat-surat ini.[footnoteRef:58] [58: Guthtrie, Pengantar
Perjanjian Baru, 202.]
Pada akhirnya bahwa problem-problem yang dikemukakan oleh beberapa
teolog terkait dengan surat-surat penggembalaan wajar untuk
diperhatikan oleh kerena hal itu adalah merupakan hasil dari sebuh
riset, namun terkait dengan problem-problem yang dipaparkan,
penulis juga telah menyajikan sebuah sanggahan terhadap problem
tersebut pada setiap pembahasan dalam tiap-tiap surat, sehingga
dengan demikian dapat memberikan gambaran mengenai posisi penulis
terhapap surat-surat penggembalaan.
BAB III
TANGGUNGJAWAB GEMBALA JEMAAT DALAM MEMELIHARA PERTUMBUHAN IMAN
JEMAAT MENURUT SURAT – SURA PENGGEMBALAAN DAN KONTRIBUSI BAGI
PELAYANAN PENGGEMBALAAN
Pada bagian pembahasan berikut ini, penulis akan berusaha
menyajikan sebuah analisis teks dari beberapa nats Alkitab yang
akan mewakili surat-surat penggembalaan (1 Tim, 2 Tim dan Titus)
yang selanjutnya nats-nats itu menjadi acuan dalam rangka melihat
bagaimana tugas-tugas yang diberikan oleh Paulus kepada Timotius
dan Titus untuk memelihara pertumbuhan iman jemaat yang ada di
Efesus dan Kreta dan pada bagian terakhir penulis akan menyajikan
bagian yang menjadi hasil dari pelaksanaan tanggung jawab gembala
jemaat.
A. ANALISIS TEKS
1. I Timotius 4:16
LAI TB : Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah
dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan
menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.
BGT : πεχε σεαυτ κα τ διδασκαλ, πμενε ατος· τοτο γρ ποιν κα σεαυτν
σσεις κα τος κοοντς σου.
NET : Be conscientious about how you live and what you teach.
Persevere in this, because by doing so you will save both yourself
and those who listen to you.
Awasilah (πεχε = epexe ).
Kata awasilah dalam bagian ini merupakan bentuk Verb Imperative
Present active. “Verb = kata kerja”[footnoteRef:59] “Imperative =
bentuk perintah, penting sekali, tidak boleh tidak”[footnoteRef:60]
“Present = sekarang ini, waktu kini”[footnoteRef:61] “active =
aktif, gesit, giat, bersemangat”.[footnoteRef:62] Dengan demikian,
tindakan mengawasih adalah tindakan yang sangat penting, harus
dilakukan oleh para gembala jemaat pada masa ia hidup dan melayani
dan harus dilakukan dengan penuh semangat berlandaskan pada
kehendak dan ketetapan Tuhan. New English Translation
menerjemahkannya dengan kata Conscientious yang diartikan sebagai
tindakan “berhati-hati, bersungguh-sungguh atau bisa juga dengan
arti teliti.”[footnoteRef:63] [59: John M. Echols & Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia—Edisi yang diperbaharui (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2016), 785.] [60: John, Kamus Inggris
Indonesia, 390.] [61: John, Kamus Inggris Indonesia, 556 .] [62:
John, Kamus Inggris Indonesia, 12 .] [63: John, Kamus Inggris
Indonesia, 175. ]
Dirimu Sendiri (σεαυτ = seautoi )
Kata dirimu sendiri merupakan bentuk dari Pronoun reflexive dative
masculine singular. “Pronoun = Kata ganti”[footnoteRef:64],
“masculine = laki-laki, kelaki-lakian”[footnoteRef:65], “singular =
bentuk tunggal”[footnoteRef:66]. New English Translation
menerjemahkannya you live yang artinya hidupmu. Dari analisa ini,
didapatkan bahwa kata “dirimu sendiri” menunjuk kepada pribadi
Timotius yang telah dipilih Paulus menjadi rekan sekerjanya dalam
melaksanakan tanggung jawab pelayanan penggembalaan kepada jemaat.
Perlu untuk diberikan catatan penting dalam bagian ini bahwa bentuk
masculine = laki-laki, tidak membentuk pola yang paten (tetap)
bahwa hanya kaum laki-laki saja yang bisa melaksanakan tanggung
jawab ini. Tanggung jawab pelayanan penggembalaan di dalam jemaat
dapat dilakukan oleh siapa saja yang telah menerima tanggung jawab
itu berdasarkan kehendak dan ketetapan Allah. Paulus dalam bagian
ini memakai bentuk masculine, oleh karena menunjuk kepada pribadi
Titotius yang adalah seorang laki-laki. [64: John, Kamus Inggris
Indonesia, 565.] [65: John, Kamus Inggris Indonesia, 465.] [66:
John, Kamus Inggris Indonesia, 661.]
Ajaranmu (διδασκαλ = didaskalia )
Bentuk dari kata Ajaranmu adalah noun dative feminine singular
common. Bentuk “noun = kata benda”[footnoteRef:67] bentuk “feminine
= berhubungan dengan gadis atau wanita”[footnoteRef:68] “singular =
bentuk tunggal”[footnoteRef:69] bentuk “Common =
bersama”[footnoteRef:70]. Dengan demikian, tanggung jawab mengawasi
ajaran adalah bagian yang terpenting juga dalam pengajaran
keKristenan. Ajaran dalam keKristenan digambarkan sebagai pondasi
di mana di atasnya tiap-tiap orang (jemaat) membangun kehidupan
rohaninya. Semakin kuat pondasinya, dipastikan pembangunan
rohaninya akan kokoh demikian sebaliknya, dengan tidak kuatnya
pondasi maka dipastikan bangunan rumah rohaninya akan mudah runtuh
diterpah angin. [67: John, Kamus Inggris Indonesia, 496.] [68:
John, Kamus Inggris Indonesia, 297.] [69: John, Kamus Inggris
Indonesia, 661.] [70: John, Kamus Inggris Indonesia, 163. ]
Berdasarkan definisi di atas, maka tanggung jawab mengawasi adalah
sebuah keharusan bagi para gembala jemaat dalam melaksanakan
tanggung jawabnya. Dua hal yang ditekankan oleh Paulus kepada
Timotius yaitu: (i) Mengawasi dirinya dan (ii) mengawasi
ajarannya.
Pesan yang disampaikan oleh Paulus kepada Timotius pada bagian ini
merupakan sebuah penegasan dari apa yang diungkapkannya pada pasal
4:1 bahwa “Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu
kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh
penyesat dan ajaran setan-setan”. Meski dalam nats ini dikatakan
bahwa tindakan itu nanti akan terjadi pada waktu yang akan datang,
namun catatan penting yang harus diperhatikan juga bahwa kata
mengikuti memiliki pengertian bahwa ada pihak lain yang akan
diikuti, sehingga hal ini mau menegaskan bahwa ajaran sesat sudah,
sedang dan akan terjadi. I Timotius 1:6 juga menjelaskan bahwa
“tetapi ada orang yang tidak sampai pada tujuan itu dan yang sesat
dalam omongan yang sia-sia”. Pada bagian sebelumnya juga Paulus
menyinggung dan menyebutkan dua oknum yang telah diserahkan kepada
Iblis yaitu Himeneus dan Aleksander oleh karena ketidaktaatan
kepada ajaran (I Tim. 1: 19-20).
Selain dari kedua hal penting disebutkan di atas, Rasul Paulus juga
menjelaskan lagi syarat yang harus diperhatikan oleh Timotius pada
saat itu dalam melaksanakan tugasnya, yaitu Bertekun. Kata bertekun
dalam bahasa Yunani diterjemahkan dengan kata πμενε = epimene yang
memiliki pengertian “tinggal; tetap”[footnoteRef:71] R. Budiman
menjelaskan bahwa frase bertekun dalam semuanya itu memiliki
pengertian bahwa : [71: Hasan Sutanto, Perjanjian Baru
Interlinear—Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru Jilid
II (Jakarta: LAI, 2014), 285.]
Timotius tidak boleh lengah sedikitpun dalam hal ini karena
akibat-akibatnya berat. Ini diungkapkan dengan kalimat karena
dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua
orang yeng mendengar engkau. Dengan ajaran yang sehat tingkh laku
yang baik Timotius dapat menjadi saksi Kristus dan membawa orag
lain kepada-Nya. Sebaliknya ajaran yang sesat dan tingkah laku yang
menjadi batu sandungan, meracuni orang lain dan membawa mereka
kepada kebinasaan. Dalam hal ini, Allah akan meminta pertanggungan
jawab dari pada Timotius.[footnoteRef:72] [72: Budiman, Tafsiran
Alkitab, 43.]
Maraknya ajaran-ajaran sesat pada masa itu yang sedang melanda
kehidupan jemaat Efesus, Paulus sangat mengharapkan ketekunan dari
seorang Timotius dalam menangkal ajaran-ajaran sesat itu melalui
pengajaran-pengajaran dan pola hidup yang benar. Sudah tentu bahwa
ada manfaat yang diakibatkan dari ketaatan akan tanggung jawab yang
diberikan oleh Allah melalui Paulus dan nats ini, baik di masa
Timotius maupun di masa kini.
2. 2 Timotius 2: 2
LAI TB : Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak
saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai,
yang juga cakap mengajar orang lain.
BGT : κα κουσας παρ μο δι πολλν μαρτρων, τατα παρθου πιστος
νθρποις, οτινες κανο σονται κα τρους διδξαι
NET : And entrust what you heard me say in the presence of many
others as witnesses to faithful people who will be competent to
teach others as well.
Apa yang telah engkau dengar dari padaku : (κα κουσας παρ = kai ha
ekousas par)
Bagian ini merupakan sebuah arahan Paulus kepada Timotius dalam
rangka mengingatkan kembali Timotius akan apa yang telah ia terima
dari Paulus. Paulus sangat mengharapkan agar seluruh hidupnya
termasuk di dalamnya pengajarann dapat mengakar dengan kuat di
dalam hidup Timotius. R. Budiman menjelaskan bahwa :
kalimat yang digunakan oleh Paulus—apa yang telah engkau dengar
dari padaku, menunjuk kepada seluruh ajaran Paulus kepada Timotius
pada masa lampau (1:13) dan yang telah disaksikan banyak orang (di
depan banyak saksi) yaitu Barnabas, neneknya, ibunya dan
orang-orang lain. Kalimat ini secara khusus juga menunjuk kepada
instruksi yang diberikan Paulus kepada Timotius pada saat
penumpangan tangan (II Tim 1: 6; bdk I Tim 4:14) dan yang
disaksikan oleh para penatua.[footnoteRef:73] [73: Budiman,
Tafsiran Alkitab, 93. ]
Pada bagian sebelumnya Paulus pernah menjelaskan juga hal-hal
terkait dengan warisan ajaran yang diberikan kepada Timotius dengan
berkata : “Peganglah segala sesuatu yang telah engkau dengar dari
padaku sebagai contoh ajaran yang sehat dan lakukanlah itu dalam
iman dan kasih dalam Kristus Yesus” (2Ti 1:13 ITB). Terkait dengan
pengajaran yang diwariskan oleh Paulus kepada Timotius, Paulus
sendiri mewarisi pengajaran dari guru pembimbingnya yang merupakan
seorang doktor di bagian hukum yaitu Gamaliel.[footnoteRef:74]
jelas bahwa maksud dari kalimat “apa yang telah enggkau dengar dari
padaku” adalah menunjuk kepada ajaran Kristus itu sendiri. [74:
http://www.sarapanpagi.org/gamaliel-vt7525.html#p34579, diakses 18
Maret 2019; Gamaliel, putra Pedahzur, dan ‘seorang pangeran dari
anak-anak Manasye yang terpilih membantu Musa untuk mengadakan
sensus sewaktu mereka dipandang belantara (Bilangan 1 : 10; 2:20;
7:54, 59; 10:23 ). Gamaliel, anak Simon dan cucu Rabbi; Gamaliel
ini adalah doktor ilmu hukum dan anggota Sanhedrin (Mahkamah Agama
Yahudi). Ia dari sayap golongan liberal Farisi. ( itu berarti Rabbi
Hilel bukan dari Beit Shammai). Pada waktu para rasul diseret ke
pengadilan (Kisih 5:33-40), dengan pidatonya yg beralasan dan
meyakinkan Gamaliel bertindak sebagai pengantara. ]
Di Depan Banyak Saksi (μο δι πολλν μαρτρων = emu dia pollon
marturon )
Bagian ini ingin memperjelas atau menerangkan tentang Injil atau
pengajaran yang diterima oleh Timotius yang diteguhkan dengan
adanya saksi mata. Beberapa penafsir mengatakan bahwa saksi mata
yang dimaksud adalah para penatua (1 Tim. 4:14). Dalam buku
Tafsiran Alkitab Abad ke-21 dikatakan bahwa :
Tidak jelas apa yang dipikirkan oleh Paulus ketika menyebutkan
banyak saksi. Ada yang melihatnya sebagai acuan mengenai para saksi
waktu Timotius ditahbiskan, tetapi terjemahan di depan bukanlah
pengertian yang paling lasim dari kata depan bahasa Yunani yang
dipakai di sini. Sepertinya, acuan ini untuk orang banyak yang
dapat bersaksi tentang apa yang diajarkan Paulus kepada
Timotius.[footnoteRef:75] [75: D.A. Carson, dkk., Tafsiran Alkitab
Abad Ke- 21 Jilid 3—Matius – Wahyu (Jakarta : YKBK, 2017),
566.]
Jadi frase yang dimaksudkan oleh Paulus dalam nats ini adalah
menunjuk kepada Penatua-penatua yang dijelaskan di dalam Alkitab
sebagai yang memberikan penumpangan tangan kepada Timotius, namun
jelas bahwa ada kemungkinan terdapat pribadi yang lain yang menjadi
saksi dari pengajaran yang diberikan oleh Paulus kepada
Timotius.
Percayakanlah (παρθου = paratou)
Bentuk dari kata ini adalah kata perintah yang dapat dipahami
sebagai tindakan mempercayakan sesuatu kepada orang lain. Dalam
bahasa Inggris NET (New English Translation) menggunkan kata
entrust yang disejajarkan juga dengan to set before yang
diterjemahkan dengan kalimat untuk mengatur sebelum. Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa keti