RENCANA KINERJA
DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA
TAHUN 2017
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN DIREKTORAT JENDERAL KIMIA, TEKSTIL, DAN ANEKA
JAKARTA, APRIL 2016
i
KATA PENGANTAR
Dalam rangka meningkatkan implementasi program penumbuhan dan pengembangan industri kimia, tekstil, dan aneka tahun 2017 yang lebih berdayaguna, berhasilguna, dan untuk memantapkan akuntabilitas kinerja, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (Ditjen IKTA) perlu menyusun Rencana Kinerja (Renkin) Ditjen IKTA Tahun 2017. Dokumen Renkin memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai, hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, dan indikator kinerja yang diharapkan dapat mengarahkan perumusan program kegiatan Ditjen IKTA Tahun 2017 sehingga dapat menjadi perwujudan penyelenggaraan tugas umum pemerintah dan pembangunan secara baik dan benar (good governance).
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemerintahan yang lebih berdaya guna, bersih, dan bertanggung jawab dalam rangka pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
Memasuki tahun 2016, Ditjen IKTA menyusun Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 yang mencakup Rencana Strategis, Hasil-Hasil Pembangunan, Arah Kebijakan Pembangunan, Sasaran Strategis, dan Indikator Kinerja yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi dalam rangka pencapaian visi dan misi yang telah ditetapkan. Disamping itu, Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 ini disusun sebagai bahan masukan bagi Ditjen IKTA guna meningkatkan kinerja di masa mendatang.
Jakarta, April 2016 Direktur Jenderal
Ttd.
Harjanto
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................. i DAFTAR ISI ......................................................................... ii DAFTAR TABEL .................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .................................................................. iv
I. PENDAHULUAN ............................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................ 1 1.2 Maksud dan Tujuan .................................................. 6 1.3 Tugas Pokok dan Fungsi ............................................. 6 1.4 Ruang Lingkup ........................................................ 10
II. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI ........................... 11 2.1 Hasil – Hasil Pembangunan .......................................... 11 2.2 Arah Pembangunan .................................................. 17
III. AKUNTABILITAS KINERJA ................................................. 22 3.1 Sasaran ................................................................ 22 3.2 Indikator Kinerja ..................................................... 23
IV. PENUTUP .................................................................... 28
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Capaian Program Prioritas Ditjen IKTA .......................... 11
Tabel 2.2 Jumlah Permohonan Program Restrukturisasi .................. 15
Tabel 3.1 Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 ........................... 24
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bangun Industri Nasional ......................................... 2
Gambar 2.1 Jumlah Perusahaan pemohon dan permohonan yang telah
direalisasikan sampai dengan 31 Desember 2015 ............ 15
Gambar 2.2 Nilai permohonan dan realisasi program sampai dengan 31
Desember 2015 .................................................... 16
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keberhasilan program pembangunan nasional tidak terlepas dari implementasi prinsip
– prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu transparansi,
akuntabilitas, dan visi strategis. Prinsip – prinsip tersebut dituangkan dalam
manajemen pemerintahan yang mencakup kegiatan komitmen, perencanaan,
koordinasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Salah satu aspek penting yang menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan adalah kualitas komitmen dan
perencanaan. Komitmen pembangunan umumnya dituangkan dalam bentuk kebijakan,
dan perencanaan dituangkan dalam dokumen perencanaan.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, tujuan
pembangunan industri adalah untuk mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing,
dan maju untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk melaksanakan
Undang – Undang tersebut, disusun Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
(RIPIN) yang berlaku lima tahun, Kebijakan Industri Nasional, dan Rencana Kerja
Pembangunan Industri yang berlaku satu tahun.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional, perencanaan pembangunan industri dalam jangka panjang diarahkan untuk :
1. Mampu memberikan sumbangan nyata dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat;
2. Membangun karakter budaya bangsa yang kondusif terhadap proses
industrialisasi menuju terwujudnya masyarakat modern, dengan tetap berpegang
kepada nilai-nilai luhur bangsa;
3. Menjadi wahana peningkatan kemampuan inovasi dan wirausaha bangsa di
bidang teknologi industri dan manajemen, sebagai ujung tombak pembentukan
daya saing industri nasional menghadapi era globalisasi/liberalisasi ekonomi dunia;
2
4. Mampu ikut menunjang pembentukan kemampuan bangsa dalam pertahanan diri
dalam menjaga eksistensi dan keselamatan bangsa, serta ikut menunjang
penciptaan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat.
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (Ditjen IKTA) adalah salah satu
unit kerja di lingkungan Kementerian Perindustrian yang bertanggung jawab terhadap
pengembangan basis industri manufaktur yang meliputi sektor industri kimia dasar,
industri kimia hilir, industri tekstil dan produk tekstil, dan industri aneka. Subsektor
Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) berkontribusi cukup signifikan pada
perindustrian nasional, yaitu sebagai basis industri manufaktur untuk menunjang
industri andalan masa depan. Hal ini terlihat dalam Bangun Industri Nasional
sebagaimana gambar berikut :
Gambar 1.1
Bangun Industri Nasional
Industri Hulu Agro Industri Hulu
Mineral Tambang Industri Hulu Migas dan
Batubara
Industri Barang Modal
Industri
Farmasi dan
Kosmetik
Industri Alat
Transportasi
Industri
Elektronika &
Telematika
Prasyarat
Industri Pendukung
Industri Andalan
Modal Dasar
Industri Tekstil
dan Alas Kaki
& household
Industri Komponen
VISI & MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL
Industri
Pembang
kit Energi
Industri Bahan Penolong &
Aksesoris
Industri
Pangan
Pembiayaan Infrastruktur Kebijakan & Regulasi
Teknologi, Inovasi & Kreativitas Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia
Industri
Pembangkit
Energi
Industri Hulu
Dalam Bangun Industri Nasional, basis industri manufaktur dipandang sebagai tulang
punggung sektor industri nasional. Tantangan yang dihadapi pengembangan basis
industri manufaktur di masa kini adalah keberadaannya masih sangat tergantung pada
ketersediaan Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan Teknologi,
3
Inovasi & Kreativitas. Keadaan basis industri manufaktur saat ini masih dihadapkan
pada beberapa masalah terkait SDA, SDM dan Teknologi, Inovasi & Kreativitas, yaitu :
1. Kekurangan pasokan bahan baku. Hal ini seperti yang dialami oleh industri pupuk
yang kekurangan bahan baku gas, industri besi baja yang kekurangan scrap, dan
industri tekstil yang memenuhi kebutuhan kapasnya dari impor.
2. Terputusnya rantai nilai pengolahan SDA, yaitu misalnya dialami oleh industri
aluminium dimana bauksit sebagai bahan baku diekspor dan diolah di luar negeri
dan kita mengimpor alumina untuk diolah menjadi produk aluminium hulu, antara,
hilir, dan lainnya.
3. Kurangnya ketersediaan SDM terampil. Hal ini seperti yang terjadi pada industri
petrokimia dimana SDM yang sudah ahli/terampil mayoritas berpindah ke industri
petrokimia asing di luar negeri. Demikian pula dengan SDM industri plastik, alas
kaki, dan tekstil dimana masih banyak dibutuhkan SDM terampil, serta tenaga ahli
untuk inovasi desain dan material.
Oleh karena itu, ke depan, industri kimia, tekstil, dan aneka diharapkan menjadi
sumber pertambahan nilai melalui proses pengolahan yang mengarah ke penguatan
dan pendalaman struktur industri, serta hilirisasi industri. Cita-cita tersebut mutlak
membutuhkan peran serta aktif pemerintah. Oleh karena itu, pada periode Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 - 2019, arah kebijakan
pembangunan industri nasional secara umum diwujudkan melalui :
1. Pengembangan perwilayahan industri, khususnya di luar Pulau Jawa yang terdiri dari :
(1) Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri dalam Koridor ekonomi; (2) Kawasan
Peruntukan Industri dalam Kawasan Ekonomi Khusus; (3) Kawasan Industri; (4) Sentra
IKM; (5) Kawasan Berikat / Export Processing Zone (EPZ); (6) Kawasan Perdagangan
Bebas (FTZ).
2. Penumbuhan populasi dan persebaran industri
Investasi untuk menambah populasi industri paling tidak sekitar 12 ribu usaha industri
berskala besar dan sedang
3. Peningkatan produktivitas (nilai tambah per tenaga kerja):
Dilaksanakan melalui peningkatan efisiensi teknis, pengembangan industri dengan
kandungan teknologi yang lebih tinggi, dan meningkatkan kemampuan industri
mengembangkan produk baru (New Product Development, NPD).
4
Dalam rangka mengoperasionalkan arah kebijakan tersebut, pada periode tahun 2015 –
2019, sektor industri diharapkan dapat melakukan efisiensi teknikal melalui strategi :
1. Revitalisasi permesinan industri, dijalankan melalui Pembaharuan mesin produksi
sehingga lebih efisien dengan kualitas produk lebih tinggi (mengurangi waste) dan
mendorong penerapan best practice dalam mengelola usaha industri
2. Peningkatan keterampilan tenaga kerja, dilaksanakan melalui fasilitasi pengem-bangan
ketrampilan tenaga kerja pada saat “entry”, fasilitasi peningkatan keterampilan bagi
yang sudah bekerja (long life learning), serta implementasi standar kompetensi tenaga
kerja
3. Pemanfaatan economic of scope, dilaksanakan melalui fasilitasi terjadi-nya aglomerasi,
pembinaan terbangunnya klaster industri, serta mendorong dan memfasilitasi
transaksi antar perusahaan domestik
Industri Kimia, Tekstil dan Aneka merupakan subsektor industri yang bercirikan padat
modal, padat teknologi, padat karya, memiliki keterkaitan tinggi mulai dari hulu hingga
hilir, dan menjadi komoditas unggulan ekspor penghasil devisa negara. Dengan
memerhatikan karakteristik tersebut, Ditjen IKTA berupaya untuk mengembangkan
industri binaannya melalui program kegiatan yang aspiratif, fasilitatif, dan akomodatif.
Kondisi Sub Sektor IKTA yang diharapkan dalam jangka menengah pada tahun 2015 -
2019 adalah sebagai berikut :
1. Terselesaikannya permasalahan yang menghambat, dan rampungnya program
revitalisasi, konsolidasi, dan restrukturisasi industri subsektor IKTA yang terkena
dampak krisis;
2. Terolahnya potensi sumber daya alam daerah menjadi bahan baku industri;
3. Semakin meningkatnya daya saing industri subsektor IKTA yang berorientasi ekspor;
4. Tumbuhnya industri - industri subsektor IKTA potensial yang akan menjadi basis
pengembangan industri di masa depan;
5. Tumbuhnya industri potensial yang akan menjadi kekuatan penggerak
pertumbuhan industri di masa depan;
6. Tumbuhnya industri subsektor IKTA yang mampu menciptakan lapangan kerja yang
besar.
5
Untuk membangun daya saing industri yang berkelanjutan, Ditjen IKTA telah
merumuskan kebijakan pembangunan industri kimia, tekstil, dan aneka yang
berkeunggulan kompetitif dengan nilai tambah tinggi yang diarahkan utamanya pada
revitalisasi industri strategis dan pengembangan kebijakan yang bersifat fasilitasi untuk
menyelesaikan masalah-masalah aktual. Selanjutnya fungsi pelaksanaan kebijakan
diimplementasikan melalui pembinaan baik langsung maupun tidak langsung terhadap
para pelaku industri melalui berbagai bantuan dibidang manajemen, teknologi,
sosialisasi kebijakan/memasyarakatkan peraturan, memberikan perlindungan kepada
pelaku pasar, mengembangkan sistem dan jaringan informasi ekspor dan perluasan
pasar. Upaya pengamanan kebijakan, lebih ditekankan pada kegiatan monitoring
terhadap pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan seperti monitoring produksi,
ekspor, suplai bahan baku, pengawasan penerapan standarisasi, dan Iain-lain.
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150 Tahun 2011 tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Perindustrian mengamanatkan agar setiap Unit Eselon I dan II menyusun
dokumen Rencana Kinerja, yaitu suatu dokumen perencanaan kinerja tertentu
berdasarkan sumber daya yang dimiliki instansi. Sedangkan perencanaan kinerja
merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan
program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis yang akan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan implementasi program pengembangan IKTA tahun 2016 yang lebih
berdayaguna, berhasilguna, dan untuk memantapkan akuntabilitas kinerja, Ditjen IKTA
perlu menyusun Rencana Kinerja (Renkin) Ditjen IKTA Tahun 2016. Dokumen Renkin
memuat informasi tentang sasaran yang ingin dicapai, hasil-hasil pembangunan yang
telah dicapai, dan indikator kinerja yang diharapkan dapat mengarahkan perumusan
program kegiatan Ditjen IKTA Tahun 2016, serta pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
Ditjen IKTA sehingga kinerja yang dihasilkan pada tahun 2015 memenuhi kualitas
akuntabel dan berkelanjutan.
6
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
Sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan
Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menjelaskan
bahwa dokumen Rencana Kinerja merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam
penyusunan dokumen Penetapan Kinerja yang merupakan dokumen pernyataan
kinerja/kontrak kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan untuk
mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan sumberdaya tertentu pada suatu
instansi. Demikian pula dijelaskan dalam Surat Keputusan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor 239 Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menyebutkan bahwa dokumen
Rencana Kinerja disusun seiring dengan agenda penyusunan kebijakan dan anggaran,
serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu.
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 150 Tahun 2011 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Akuntabilitas Instansi Pemerintah di Lingkungan
Kementerian Perindustrian, dijelaskan bahwa Rencana Kinerja adalah suatu dokumen
perencanaan kinerja tertentu berdasarkan sumber daya yang dimiliki oleh instansi.
Oleh karena itu, berdasarkan amanat tersebut, maka maksud dan tujuan penyusunan
penyusunan dokumen Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2016 adalah untuk
menjabarkan sasaran dan program jangka menengah yang termuat dalam Rencana
Strategis Ditjen IKTA Tahun 2015 – 2019 menjadi indikator kinerja yang dapat
dioperasionalkan untuk pencapaian sasaran kegiatan Ditjen IKTA Tahun 2016.
1.3 TUGAS POKOK DAN FUNGSI
Sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 107 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil,
dan Aneka (Ditjen IKTA) mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,
peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri,
7
standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan industri
hijau, serta peningkatanpenggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu,
industri kimia hilir, industri bahan galian nonlogam, serta industri tekstil dan industri
aneka. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Ditjen IKTA menyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,
peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa
industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri
strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri
pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri bahan galian nonlogam,
serta industri tekstil dan industri aneka;
2. pelaksanaan kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri,
peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa
industri, standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri
strategis dan industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri
pada industri kimia hulu, industri kimia hilir, industri bahan galian nonlogam,
serta industri tekstil dan industri aneka;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pendalaman dan
penguatan struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha,
promosi industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,
pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir,
industri bahan galian nonlogam, serta industri tekstil dan industri aneka;
4. pelaksanaan pemberian bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan
kebijakan di bidang pendalaman dan penguatan struktur industri, peningkatan
daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi industri dan jasa industri,
standardisasi industri, teknologi industri, pengembangan industri strategis dan
industri hijau, serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri pada industri
kimia hulu, industri kimia hilir, industri bahan galian nonlogam, serta industri
tekstil dan industri aneka;
8
5. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pendalaman dan penguatan
struktur industri, peningkatan daya saing, pengembangan iklim usaha, promosi
industri dan jasa industri, standardisasi industri, teknologi industri,
pengembangan industri strategis dan industri hijau, serta peningkatan
penggunaan produk dalam negeri pada industri kimia hulu, industri kimia hilir,
industri bahan galian nonlogam, serta industri tekstil dan industri aneka;
6. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka;
dan
7. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka terdiri atas Direktorat Industri
Kimia Hulu, Direktorat Industri Kimia Hilir, Direktorat Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki,
dan Aneka, Direktorat Industri Bahan Galian Nonlogam serta Sekretariat Direktorat
Jenderal dimana masing-masing mempunyai tugas sebagai berikut:
1. Direktorat Industri Kimia Hulu (Dit. IKHU)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri kimia hulu.
Dit. IKHU memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas
dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Kimia Organik
b. Sub Direktorat Industri Kimia Anorganik
c. Sub Direktorat Industri Kimia Hulu Lainnya
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hulu
e. Sub Bagian Tata Usaha
9
2. Direktorat Industri Kimia Hilir (Dit. IKHI)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri kimia hilir.
Dit. IKH memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas
dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Plastik dan Karet Hilir
b. Sub Direktorat Industri Farmasi dan Kosmetik
c. Sub Direktorat Industri Kimia Hilir Lainnya
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Kimia Hilir
e. Sub Bagian Tata Usaha
3. Direktorat Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka (Dit. ITKAA)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka.
Dit. ITKAA memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas
dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Tekstil
b. Sub Direktorat Industri Pakaian Jadi dan Produk Tekstil lainnya
c. Sub Direktorat Industri Kulit, Alas Kaki dan Aneka
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Teksil, Kulit, Alas Kaki dan
Aneka.
e. Sub Bagian Tata Usaha
10
4. Direktorat Industri Bahan Galian Nonlogam (Dit. IBGNL)
Tugas : melaksanakan perumusan dan pelaksanaan rencana induk pembangunan
industri nasional, kebijakan industri nasional, penyebaran industri, pembangunan
sumber daya industri, pembangunan sarana dan prasarana industri,
pemberdayaan, pengamanan dan penyelamatan industri, perizinan industri,
penanaman modal dan fasilitas industri, serta kebijakan teknis pengembangan
industri di bidang industri bahan galian nonlogam.
Dit. IBGNL memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan jenis komoditas
dan fungsinya, yaitu sebagai berikut :
a. Sub Direktorat Industri Semen dan Barang DariSemen
b. Sub Direktorat Industri Kaca dan Keramik
c. Sub Direktorat Industri Bahan Galian Nonlogam lainnya
d. Sub Direktorat Program Pengembangan Industri Bahan Galian Nonlogam
e. Sub Bagian Tata Usaha
5. Sekretariat Direktorat Jenderal (Setditjen)
Tugas : melaksanakan pelayanan teknis dan administratif kepada seluruh satuan
organisasi di lingkungan organisasi Ditjen IKTA.
Setditjen memiliki unit kerja pembantu yang dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu
sebagai berikut :
a. Bagian Program, Evaluasi, dan Pelaporan
b. Bagian Hukum dan Kerjasama
c. Bagian Keuangan
d. Bagian Kepegawaian dan Umum
1.4 RUANG LINGKUP
Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 merupakan bagian dari perencanaan jangka
menengah pengembangan industri kimia, tekstil dan aneka memiliki ruang lingkup yang
meliputi pencapaian hasil pengembangan kimia, tekstil dan aneka tahun 2015 - 2019,
penetapan sasaran dan indikator kinerja, serta perumusan program kegiatan dan
anggaran penumbuhan dan pengembangan kimia, tekstil dan aneka tahun 2017.
11
BAB II
PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
2.1 HASIL-HASIL PEMBANGUNAN
Pada periode pembangunan jangka menengah tahun 2015 - 2019, pada tahun
pertama periode tersebut Ditjen IKTA telah mencapai progress sebagai berikut :
A. Prioritas Nasional
Tabel 2.1 Capaian Program Prioritas Ditjen IKTA
PROGRAM/
KEGIATAN SASARAN INDIKATOR SATUAN T R C
Revitalisasi
dan
Penumbuhan
Industri
Meningkatnya
Populasi
Industri
Sedang dan
Besar
Fasilitasi Pembangunan Bufferstock
Bahan Baku Kapas di Jawa Barat
dan Bufferstock Kulit di Jawa Timur
Lokasi 2 - 0%
Pengembangan industri petrokimia Komoditi 3 3 100%
Hilirisasi hasil
tambang ke
produk dan
jasa industri
Pengembangan National Branding
Produk Alas Kaki Dan Pakaian Jadi Dokumen 1 1 100%
Fasilitasi penyusunan FS Semen
Kupang III dan industri ban,
keramik, dan kaca
Dokumen 2 2 100%
Fasilitasi penyusunan FS
Pembangunan Pabrik Bahan Baku
Obat berbasis Migas,
Pembangunan Pilot Plant
Propylene berbasis CPO,
Pembangunan Pilot Plant Polymer
Enhanced Oil Recovery
Dokumen 3 3 100%
Terfasilitasinya Pembangunan
Industri: 1. Smelter Baja di Batu
Licin (Kalsel) dan Medan (Sumatera
Utara) 2. Alumina Refinery di
Menpawah dan Ketapang (Kalbar)
3. Smelter Tembaga di Gresik
(Jatim), Sangata (Smelter) 4.
Smelter Nickel di Morowali
(Sulteng), Pomalaa (Sultra), Sangata
(Smelter)
Industri
Yang
Terfasilitasi
1 1 100%
Revitalisasi
Industri
Revitalisasi Perusahaan Industri
Tekstil dan Aneka Perusahaan 100 115 115%
12
1. Fasilitasi Pengurangan Ketergantungan Impor Bahan Baku kapas dan Kulit
- Fasilitasi Kajian Manajemen dan MOU dalam rangka pendirian logistic Base For
Cotton
Dalam perdagangan kapas (cotton) secara internasional, komoditi kapas
merupakan future commodity dan diperdagangkan secara future dengan
penyerahan kemudian. Meskipun Indonesia merupakan pembeli potensial,
namun posisi tawarnya masih kurang kuat, sehingga sering terjadi dispute baik
dalam hal pemahaman terhadap kontrak maupun aspek teknis. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya kebersamaan para spinners dalam bernegosiasi
dan belum tersedianya panduan standar kontrak supply kapas.
Untuk itu diperlukan terbangunnya kebersamaan industri pemintalan (spinners)
Nasional, sehingga diperlukan suatu lembaga yang akan berfungsi sebagai
Logistic Base suplai kapas dalam negeri yang nantinya akan mewakili industri
pemintalan dalam perdagangan kapas internasional serta menjadi pusat
distribusi kapas ke industri pemintalan dalam negeri.
Revisi PP 32 Tahun 2009, baru keluar pada akhir Desember 2015 dengan PP 85
Tahun 2015 Tentang Pusat Logistik Berikat, sehingga Dasar Hukum Pelaksanaan
Pendirian Pusat Logistik Berikat untuk Kapas/Bufferstock Bahan Baku Kapas
belum dapat direaliasikan pada TA 2015. Selain itu juga pada TA 2015 sedang
dilaksanakan kegiatan Kajian Manajemen Bufferstock Bahan Baku.
- Fasilitasi Kajian Manajemen dan MOU pendirian Material Center Kulit Untuk
Industri Alas Kaki
Dalam rangka pelaksanaan pengembangan keterkaitan industri alas kaki dan
melihat permasalahan dalam pengadaan bahan baku maka diperlukan adanya
Buffer Stock Kulit untuk mempermudah pelaku usaha untuk mendapatkan
bahan secara efisien sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar global.
Saat ini akan dilaksanakan Kajian Manajemen dan MOU serta telah dilakukan
Koordinasi Fasilitasi Bufferstock Bahan Baku Kulit (Material Center) dengan
Calon Lokasi Material Center yaitu Pasar Turi Surabaya dan di Bandung serta
13
dengan Asosiasi Terkait yaitu APRSISINDO, APAI, APKI, Dinas dan Pengurus
Pasar Turi.
2. Fasilitasi pengembangan komplek industri petrokimia di Papua Barat.
Kebijakan pemerintah untuk mengalokasikan gas bumi dari lapangan gas bumi
Tangguh untuk kepentingan industri petrokimia akhir-akhir ini, merupakan suatu
langkah baru dan sangat strategis bagi tumbuh dan berkembangnya industri
petrokimia nasional dimasa datang. Hal ini sekaligus merupakan langkah konkrit
Pemerintah menuju terciptanya pemerataan pembangunan, khususnya
pengembangan sektor industri ke wilayah Indonesia Bagian Timur terutama
Papua Barat.
Lapangan gas bumi Tangguh mempunyai cadangan gas bumi sebesar 14,4 TCF
dengan pemanfaatan sebesar 10,4 TCF untuk LNG dan sisanya 4 TCF berupa
uncommitted gas. Produksi LNG memiliki nilai tambah yang sangat kecil jika
dibandingkan dengan pemanfaatan gas bumi untuk produksi pupuk dan
petrokimia. Dengan kondisi tersebut, Ditjen IKTA bermaksud memanfaatkan
uncommitted gas untuk menjadi pupuk dan produk turunan petrokimia seperti
ammonia, methanol dan Dimethyl Eter (DME) dan telah dilakukan Penyusunan FS
Pengembangan komplek industri petrokimia terpadu di Papua Barat pada tahun
sebelumnya. Namun fasilitasi pembangunan industri amonia dan urea yang telah
mendapatkan alokasi gas, saat ini belum tercapai kesepakatan harga. Proses
selanjutnya tidak dapat dilakukan selama tidak ada kesepakatan harga gas.
Sedangkan industri methanol belum mendapatkan alokasi gas.
Calon investor yang berminat untuk berinvestasi di Teluk Bintuni diantaranya:
1. PT. Pupuk Indonesia (Persero), berminat untuk berinvestasi di industri
ammonia dan pupuk dengan nilai investasi ± US$ 2 miliar
2. Ferostaal AG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol dan olefin
dengan nilai investasi ± US$ 1,9 miliar
3. PT. LG, berminat untuk berinvestasi di industri methanol
4. Sojitz, KNI, berminat untuk berinvestasi di industri methanol
14
Disisi lain terdapat program pengembangan klaster industri petrokimia yang
pada tahun 2015 ini telah dilakukan fasilitasi investasi Polietilene,
Polipropilene dan DME di Papua Barat namun terkendala pasokan gas bumi.
3. Kegiatan Restrukturisasi Industri Tekstil dan Aneka
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mempertahankan keberadaan dan mendukung
pengembangan potensi industri TPT, industri alas kaki dan penyamakan kulit
nasional. Upaya peningkatan daya saing yang dilakukan adalah dengan
meluncurkan Program Revitalisasi Dan Penumbuhan Industri Melalui
Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil yang dimulai
sejak tahun 2007 Serta Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak Tahun 2009.
Pada Tahun 2014 perusahaan telah direalisasikan permohonannya mencapai 122
perusahaan dengan nilai bantuan sebesar Rp 94,22 M (99,999% dari Anggaran
yang dialokasikan).
Upaya peningkatkan daya saing industri TPT, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit
Nasional dilakukan melalui peningkatan teknologi/peremajaan mesin/peralatan,
sehingga diharapkan tercapai peningkatkan teknologi, efisiensi dan produktivitas
industri tersebut yang pada gilirannya meningkatkan daya saing industri Nasional.
Adapun rincian kegiatan yang mendukung pelaksanaan Program Restrukturisasi
ini adalah sebagai berikut :
Program ini didukung dengan pelaksanaan kegiatan Sosisalisasi program
restrukturisasi yang dimaksudkan untuk memberikan informasi pelaksanaan
program dan prosedur pemberian bantuan beserta persyaratan yang
dibutuhkan untuk dapat mengikuti program ini. Selain mengadakan
Sosialisasi Direktorat Industri Tekstil dan Aneka juga mengadakan kegiatan
Workshop Pengisian Form-form bagi perusahaan yang belum pernah ikut
dalam rangka mempercepat dan memperdalam kemampuan perusahaan
tersebut apabila berminat mengikuti program restrukturisasi.
Pelaksanaan Program Restrukturisasi ini juga didukung 2 lembaga
independen yang ditunjuk untuk melakukan pengelolaan operasional
15
Program (LPOP) yang dalam hal ini ditangani oleh PT Sucofindo dan Lembaga
Penilai Independen yang ditangani oleh PT Surveyor Indonesia.
Jumlah industri TPT, alas kaki dan penyamakan kulit yang telah
mengajukan permohonan sebanyak 144 perusahaan dengan nilai
permohonan bantuan sebesar Rp 155,12 miliar dengan nilai investasi
sebesar Rp 1,89 triliun, dari keseluruhan pemohon tersebut sebanyak 5
perusahaan mengundurkan diri. Realisasi permohonan bantuan pada
tahun ini sebanyak 115 perusahaan dengan nilai bantuan Rp99,96 miliar
dan nilai investasi sebesar Rp1,18 triliun. Adapun rincian permohonan
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Jumlah Permohonan Program Restrukturisasi
Prioritas Tipe
Jumlah
Prsh Investasi Perk. Bantuan
1 TLA* 13 99.613.219.606,00 9.956.000.000,00 6,42%
2 TLA 41 658.728.993.238,28 46.455.000.000,00 29,95%
3 TLB.1 4 96.989.735.317,00 6.497.000.000,00 4,19%
4 TLA 4 34.537.260.783,22 3.451.000.000,00 2,22%
5 TLB.1 19 324.488.699.022,93 26.762.000.000,00 17,25%
6 TLA 30 275.440.945.631,14 24.434.000.000,00 15,75%
7 TLB.i 9 69.151.691.780,54 6.911.000.000,00 4,46%
8 TLB.2 23 329.951.396.012,95 30.294.000.000,00 19,53%
9 TNB 1 3.638.992.500,00 363.000.000,00 0,23%
Jumlah 144 1.892.540.933.892,06 155.123.000.000,00
Sumber : Direktorat Industri tekstil dan Aneka
Gambar 2.1 Jumlah Perusahaan pemohon dan permohonan yang telah direalisasikan sampai
dengan 31 Desember 2015
16
Gambar 2.2 Nilai permohonan dan realisasi program sampai dengan 31 Desember 2015
4. Revitalisasi Industri Pupuk
Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, Ditjen IKTA
melaksanakan program revitalisasi industri pupuk yang dimaksudkan untuk
mengganti pabrik pupuk yang sudah tua dengan pabrik berteknologi maju yang
lebih hemat tingkat konsumsi bahan baku maupun energinya serta ramah
lingkungan. Hasil yang diharapkan adalah Indonesia dapat memenuhi kebutuhan
pupuk dalam negeri. Guna mewujudkan hal ini, beberapa langkah telah diambil
diantaranya dengan melakukan fasilitasi pembangunan revitalisasi 5 pabrik
pupuk. Program revitalisasi meliputi penggantian 4 pabrik urea berusia tua yaitu:
2 pabrik PUSRI yaitu pabrik PUSRI II (menjadi IIB), dan (III & IV menjadi IIIB), satu
pabrik pupuk Kaltim yaitu pabrik Kaltim 1 (menjadi Kaltim V) dan satu pabrik
pupuk Kujang yaitu Kujang IA (menjadi IC), serta pembangunan satu pabrik urea
baru PT. Petrokimia Gresik (Amonia Urea II). Berikut perkembangan dari program
revitalisasi industri pupuk:
1. Pembangunan Pabrik Kaltim-5
- Target progres proyek Kaltim-5 pada triwulan IV adalah Pabrik beroperasi
normal. Realisasi sampai dengan Desember 2015, perkembangan proyek
mencapai 100 persen.
- Produksi Amoniak sudah mencapai diatas 2500 ton/hari dan produksi tertinggi
sebesar 2737 ton/hari.
17
- Produksi Urea Granul sudah mencapai diatas 3500 ton/hari dan produksi
tertinggi sebesar 3621 ton/hari.
- Performance test telah berhasil dilaksanakan selama 15 hari mulai tanggal 5
Oktober 2015 sampai dengan 19 Oktober 2015. Pabrik telah beroperasi
normal.
- Kegiatan tahun 2015 ini telah berhasil mencapai tahap Serah terima Pabrik
dari Kontraktor ke PKT dilakukan tanggal 9 November 2015, mengalami
kemajuan dari tahap pembangunan yang mencapai 99.24 persen di Tahun
2014.
2. Pembangunan Pabrik Pusri IIB
- Kegiatan tahun 2015 ini telah mencapai Progres pembangunan pabrik Pusri IIB
pada triwulan IV yang mencapai 98,2% dengan target sebesar 97 persen,
mengalami kemajuan dari tahap pembangunan yang mencapai 67 persen di
Tahun 2014.
- Target proses Commisioning direncanakan pada Februari 2016 dan target
operasional pada Maret 2016.
3. Pembangunan Pabrik Ammoniak-Urea II PT. Petrokimia Gresik
- Tahun 2014 masih dalam tahap masa sanggah dari peserta lelang, pada
Tahun 2015 ini kegiatan yang dilakukan telah mencapai progres
pembangunan pabrik pada tahap Engineering, Procurement & Construction
sampai 28 Desember 2015 telah mencapai 29,36 persen.
- Sebagai catatan, ada potensi keterlambatan gas mengalir (Mei 2018)
sehingga dapat mengganggu pengoperasian pabrik. Antisipasi yang perlu
dilakukan yaitu berkoordinasi dengan SKK Migas dan Ditjen Migas ESDM
untuk dapat menyediakan alokasi gas dari sumber lain.
4. Pembangunan Pabrik Kujang 1C PT. Pupuk Kujang
- Saat ini masih menunggu penandatanganan HoA sebagai proses tindak lanjut
dari pembahasan antara Direksi PKC dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas.
- Selain mengenai kesepakatan harga gas dari tahun 2014, Tahun 2015 ini PKC
sedang menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan untuk Kujang 1C
18
sebagai salah satu syarat pengajuan surat permohonan penetapan lokasi dari
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
- Menteri Perindustrian telah mengirimkan surat dukungan pembangunan
Kujang 1C no 567/M-IND/12/2015 tanggal 17 Desember 2015 kepada
Gubernur Jawa Timur.
- Dalam mendukung proses persiapan lahan, Bappeda telah mengirimkan surat
kesesuaian tata ruang ke PKC pada tanggal 21 Desember 2015
B. Penciptaan Iklim Usaha Kondusif
Dalam rangka meningkatkan nilai tambah industri kimia, teksil dan aneka, Ditjen
IKTA juga mengajukan usulan insentif untuk pengembangan industri. Insentif
tersebut berupa pemberian Tax Holiday, Tax Allowance, dan Bea Masuk
Ditanggung Pemerintah (BMDTP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
nomor 130 Tahun 2011, Tax Holiday diberikan untuk industri perintis (pioneer)
yang melakukan investasi senilai Rp. 1 Triliun atau lebih. Tujuan pemberian Tax
Holiday dan Tax Allowance adalah untuk meningkatkan investasi industri strategis
yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan. Rincian Kegiatan Ditjen IKTA dalam
menyelenggarakan upaya dalam rangka penciptaan iklim usaha kondusif adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan kerjasama dengan Jepang dalam hal transfer teknologi dan
penyelesaian masalah lingkungan melalui framework JISF dan AISC pada
industri material dasar logam.
2. Fasilitasi perolehan insentif Tax Holiday untuk perusahaan PT Feni Haltim
(Produk Ferronickel) dan PT Well Harvest Winning (Produk Alumina),
sedangkan Pada tahun 2015, Direktorat Industri Kimia Hilir telah memberikan
fasilitas tax allowance kepada 2 (dua) perusahaan, yaitu PT. Hankook Tire
Indonesia dan PT. Shell;
3. Telah dilakukan fasilitasi perolehan insentif Tax Allowance untuk perusahaan
PT KS Posco dan PT Krakatau Steel;
19
4. Telah dilakukan fasilitasi perolehan perizinan Eksportir Terdaftar Produk
Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian (ET-PPHPP) terhadap
perusahaan yang produknya tidak mampu diserap di dalam negeri dan/atau
telah memenuhi batas pengolahan yang diwajibkan di dalam negeri, antara
lain:
- PT Smelting - Katoda Tembaga
- PT Inalum - Aluminium Ingot
- PT Indoferro - Nickel Pig Iron
- PT Century Metalindo – Ferronickel
5. Telah disusun tiga kebijakan kerjasama internasional, yaitu RCEP, QFDF, dan
AKFTA;
6. Telah dilaksanakan fasilitasi promosi bagi 46 perusahaan logam;
7. Telah dilaksanakan Kajian Fasilitasi Percepatan Pembangunan Industri
Smelter (Energi, Jalan, Pelabuhan, Bahan Baku, Insentif dan Perizi)
8. Pelaksanaan FGD Dengan Stakeholder Dalam Pembentukan Asosiasi Industri
Smelter (ISEA)
9. Ditjen IKTA pada tahun ini juga melaksanakan kegiatan penunjang industri
seperti koordinasi Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP). BMDTP
merupakan salah satu instrumen fiskal Ditjen IKTA yang bertujuan untuk
penciptaan iklim usaha kondusif. Pada tahun 2015 Ditjen IKTA
menganggarkan pagu BMDTP sebesar Rp.312.430.000.000 dengan Rencana
Impor Barang (RIB) sebesar Rp.251.322.940.271. Realisasi sebesar 53,40
persen atau Rp. 166.837.490.000,- untuk 46 perusahaan dari sektor industri
plastik, karpet, resin, alat tulis, dan CPC. Realisasi ini lebih besar dibandingkan
dengan tahun sebelumnya, selain itu terdapat arahan pimpinan untuk
mengkaji kembali penerima BMDTP ini, agar tidak terjadi keseimbangan
antara industri hulu dan hilir.
Khusus untuk Pemberian Fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah
(BMDTP) atas impor bahan baku industri plastik hilir (Pembuatan kemasan
plastik, plastik lembaran, Biaxially Oriented Poly Propylene Film, Cast Poly
Propylene Film, karung plastik, palet plastik, botol dan jerigen plastik, terpal
20
plastik, geotekstil, barang dan/atau perabot rumah tangga dari plastik) Tahun
2015 berdasarkan PMK 249/PMK.011/2014 adalah sebesar Rp.
181.185.854.470,- dari nilai usulan sebesar Rp. 209.000.000.000,- dengan
periode pelaksanaan dari bulan April sampai dengan Desember 2015, atau
efektif selama 9 bulan. Adapun realisasi mencapai Rp. 90.510.654.103,- atau
50.0%.
2.2 ARAH PEMBANGUNAN
Dalam rangka mendukung kebijakan Kementerian Perindustrian beserta sasaran
strategis dan IKU-nya, sebagai unit kerja Eselon I di lingkungan Kementerian
Perindustrian maka Ditjen IKTA berkewajiban menyukseskan pencapaian sasaran
strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Perindustrian. Ditjen IKTA
adalah pembina industri-industri pilar yang merupakan mata rantai hulu bagi
pengembangan industri lainnya, yaitu industri barang modal, industri kecil
menengah, industri alat angkut, industri agro, dan industri telematika.
Dari penjabaran arah kebijakan Kementerian Perindustrian dan berdasarkan Visi dan
Misi Ditjen IKTA, maka disusun rencana strategis yang akan dicapai dalam kurun
waktu lima tahun 2015-2019, maka disusun arah kebijakan Ditjen Basis Industri
Manufaktur yang menggambarkan visi dan misi jangka panjang industri berbasis
manufaktur nasional. Sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun
2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, industri berbasis manufaktur nasional
memegang peranan penting dalam pembangunan industri nasional menuju Negara
Industri Maju Baru pada tahun 2020. dan Menjadi Negara Industri Tangguh Dunia
pada tahun 2025. Melalui penyusunan Peta Strategi tersebut, diharapkan kinerja
pelaksanaan tupoksi Ditjen IKTA semakin fokus dan kontributif terhadap
pembangunan industri nasional.
Arah kebijakan dalam rencana strategis Ditjen IKTA mencakup beberapa hal pokok
sebagai berikut :
1. Membangun struktur industri dalam negeri yang sesuai dengan industri
prioritas nasional melalui rencana aksi pembangunan industri prioritas
direktorat jenderal industri kimia, tekstil, dan aneka.
21
2. Mendukung melancarkan Program Prioritas Nasional untuk dapat memenuhi
kebutuhan akan bahan baku/ bahan penolong.
3. Melaksanakan Pembangunan Sumber Daya Industri, baik sumber daya manusia,
sumber daya alam maupun pengembangan dan pemanfaatan teknologi
industri.
4. Melaksanakan Pembangunan Sarana Dan Prasarana Industri, baik standardisasi
industri maupun sistem informasi industri.
5. Menyusun peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepastian dan
perlindungan hukum dalam pembangunan industri nasional.
6. Mendorong pertumbuhan industri di luar Pulau Jawa
7. Mendorong sinergi kebijakan dari sektor-sektor pembangunan yang lain dalam
mendukung pembangunan industri nasional.
Selain itu, secara khusus sebagai tindak lanjut dari program yang dilaksanakan pada
tahun sebelumnya ialah Arahan Presiden Republik Indonesia dimana anggaran harus
menyesuaikan program, maka program disesuaikan yang mendukung prioritas
nasional. Adapun untuk tahun 2017 Rencana kerja dan Arsitektur dan Informasi
Kinerja diharuskan selaras serta menyesuaikan Program Prioritas yang telah tercatat
di Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017.
22
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
1.1 SASARAN
Dalam rangka pencapaian misi, visi, tujuan dan sasaran Ditjen IKTA, maka dalam
kebijakan Ditjen IKTA disusun 3 (tiga) sasaran strategis yang akan dicapai dengan
Indikator Kinerja Utama (IKU), sebagaimana yang diuraikan berikut :
Sasaran Strategis 1 : Meningkatnya peran industri kimia, tekstil, dan aneka
dalam perekonomian nasional.
Meningkatnya peran industri kimia, tekstil, dan aneka di dalam perekonomian
nasional diindikasikan dengan laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka
yang diharapkan tumbuh di atas pertumbuhan PDB nasional serta meningkatnya
kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB nasional. Dengan
demikian, Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah :
1. Laju pertumbuhan PDB industri kimia, tekstil, dan aneka;
2. Kontribusi PDB industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap PDB Nasional.
Sasaran Strategis 2 : Meningkatnya Populasi Industri Kimia, Tekstil, Dan Aneka
Meningkatnya populasi industri kimia, tekstil, dan aneka diindikasikan dengan
peningkatan jumlah unit industri kimia, tekstil, dan aneka serta penyerapan tenaga
kerja sektor industri kimia, tekstil, dan aneka untuk industri sedang besar (IBS).
Dengan demikian, indikator kinerja sasaran strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini
adalah:
1. Jumlah unit industri kimia, tekstil dan aneka;
2. Jumlah penyerapan tenaga kerja di sektor industri kimia, tekstil dan aneka;
3. Nilai investasi di sektor industri kimia, tekstil, dan aneka.
23
Sasaran Strategis 3 : Meningkatnya Daya Saing dan Produktivitas Sektor
Industri Kimia, Tekstil, Dan Aneka
Meningkatnya daya saing dan produktivitas sektor industri kimia, tekstil, dan aneka
dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan produk dalam negeri dibandingkan
dengan seluruh pangsa pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan daya
saing dan produktivitas dilakukan melalui pengembangan inovasi dan penguasaan
teknologi industri yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai
tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Indikator kinerja sasaran
strategis (IKSS) dari sasaran strategis ini adalah:
1. Kontribusi ekspor produk industri kimia, tekstil, dan aneka terhadap ekspor
nasional;
2. Rasio impor bahan baku dan bahan penolong terhadap PDB industri non-migas;
1.2 INDIKATOR KINERJA
Berdasarkan sasaran strategis diatas, Ditjen IKTA menyusun Rencana Kinerja Tahun
2017 yang disusun dalam rangka pencapaian target jangka menengah disertai
beberapa penyesuaian. Hal ini dikarenakan pada perkembangannya Rencana Strategis
Ditjen IKTA mengalami beberapa review yang dipengaruhi oleh kondisi iklim bisnis.
Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 memuat beberapa indikator kinerja yang
ditetapkan berdasarkan perspektif pemangku kepentingan dan pelaksanaan tupoksi.
Rencana kinerja tersebut adalah sebagai berikut :
24
Tabel 3.1
Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan Target
Perspektif Pemangku Kepentingan / Stakeholder (S)
1 Meningkatnya peran
industri kimia, tekstil,
dan aneka dalam
perekonomian nasional
Laju pertumbuhan PDB
industri kimia, tekstil dan
aneka
Persen 6,48
Kontribusi PDB industri kimia,
tekstil dan aneka terhadap
PDB nasional
Persen 5,07
2 Meningkatnya populasi
industri kimia, tekstil,
dan aneka
Jumlah unit industri kimia,
tekstil dan aneka
Unit 801
Jumlah penyerapan tenaga
kerja di sektor industri kimia,
tekstil dan aneka
Juta orang 8,4
Nilai investasi di sektor industri
kimia, tekstil, dan aneka
Rp. Triliun 119,5
3 Meningkatnya daya
saing dan produktivitas
sektor industri kimia,
tekstil, dan aneka
Kontribusi ekspor produk
industri kimia, tekstil, dan
aneka terhadap ekspor
nasional
Persen 40,00
Rasio impor bahan baku dan
bahan penolong industri kimia,
tekstil dan aneka terhadap
PDB industri pengolahan non-
migas
Persen 16,48
Perspektif Proses Internal (T)
1 Tersedianya kebijakan
pembangunan industri
yang efektif
Jumlah Rancangan Standar
Nasional Indonesia (RSNI)
RSNI 36
Jumlah regulasi teknis
pemberlakuan SNI, ST
dan/atau PTC secara wajib
Regulasi 8
25
2 Terselenggaranya urusan
pemerintahan di bidang
perindustrian yang adil,
berdaya saing dan
berkelanjutan
Produk industri yang
tersertifikasi Tingkat
Komponen Dalam Negeri
(TKDN)
Sertifikat 350
Jumlah tenaga kerja
bersertifikat kompetensidi
sektor industri kimia, tekstil,
dan aneka
Orang 640
Indikator Kinerja tersebut dicapai melalui program Penumbuhan dan Pengembangan
Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka serta kegiatan Penumbuhan dan Pengembangan Industri
Tekstil dan Aneka, Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir, Penumbuhan dan
Pengembangan Industri Kimia Hulu, Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Galian
Nonlogam, dan Penyusunan dan Evaluasi Program Penumbuhan dan Pengembangan
Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka.
1. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hulu
(1) Revitalisasi Industri Pupuk, dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional
sehingga dapat memenuhi kebutuhan pupuk dalam negeri.
(2) Pengembangan Industri Petrokimia, sebagai suatu langkah baru dan sangat
strategis bagi tumbuh dan berkembangnya industri petrokimia nasional dimasa
datang.
(3) Rsni, Penerapan Sni Wajib Dan Pengawasan Sni Wajib, sebagai non tariff barrier
dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri
(4) Peningkatan Kompetensi Sdm Industri Dan Rskkni, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memperoleh peningkatan
produktivitasnya dalam menghadapi perubahan dunia kerja yang terjadi dalam
era perdagangan bebas. Perencanaan Dan Evaluasi Program Industri serta
Evaluasi Fasilitasi Iklim Usaha Dan Investasi
Sasaran kegiatan / output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah
terbangunnya pabrik baru industri kimia dasar, bantuan dalam bentuk fisik maupun
non-fisik, Rancangan SNI dan pengawasan SNI, pelatihan-pelatihan SDM, Standar
Kompetensi Kerja Indonesia (SKKNI), regulasi, serta promosi industri.
26
2. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia Hilir
(1) Pengembangan Industri Barang Karet, Barang Plastik, dan Industri Kimia hilir
lainnya.
(2) Rsni, Penerapan Sni Wajib Dan Pengawasan Sni Wajib, sebagai non tariff barrier
dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri.
(3) Peningkatan Kompetensi Sdm Industri Dan Rskkni, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memperoleh peningkatan
produktivitasnya dalam menghadapi perubahan dunia kerja yang terjadi dalam
era perdagangan bebas.
(4) Perencanaan Dan Evaluasi Program Industri serta Evaluasi Fasilitasi Iklim Usaha
Dan Investasi
Sasaran kegiatan / output yang dihasilkan dari kegiatan ini antara lain adalah
terbangunnya pabrik baru industri kimia hilir, bantuan dalam bentuk fisik maupun
non-fisik, Rancangan SNI dan pengawasan SNI, pelatihan-pelatihan SDM, Standar
Kompetensi Kerja Indonesia (SKKNI), regulasi, serta promosi industri.
3. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Tekstil dan Aneka
(1) Kegiatan Restrukturisasi Industri Tekstil dan Aneka, untuk mempertahankan
keberadaan dan mendukung pengembangan potensi industri TPT, industri alas
kaki dan penyamakan kulit nasional.
(2) Rsni, Penerapan Sni Wajib Dan Pengawasan Sni Wajib, sebagai non tariff barrier
dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri.
(3) Peningkatan Kompetensi Sdm Industri Dan Rskkni, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memperoleh peningkatan
produktivitasnya dalam menghadapi perubahan dunia kerja yang terjadi dalam
era perdagangan bebas.
(4) Perencanaan Dan Evaluasi Program Industri serta Evaluasi Fasilitasi Iklim Usaha
Dan Investasi
Sasaran kegiatan / output yang dihasilkandari kegiatan ini antara lain adalah
terbangunnya pabrik baru industri tekstil, bantuan dalam bentuk fisik maupun non-
27
fisik, Rancangan SNI dan pengawasan SNI, pelatihan-pelatihan SDM, Standar
Kompetensi Kerja Indonesia (SKKNI), regulasi, serta promosi industri.
4. Penumbuhan dan Pengembangan Industri Bahan Galian Nonlogam
(1) Pengembangan Industri Semen/Batu Kapur, Keramik, Kaca dan Gelas.
(2) Rsni, Penerapan Sni Wajib Dan Pengawasan Sni Wajib, sebagai non tariff barrier
dalam rangka perlindungan konsumen, produk dan industrinya sendiri.
(3) Peningkatan Kompetensi Sdm Industri Dan Rskkni, sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memperoleh peningkatan
produktivitasnya dalam menghadapi perubahan dunia kerja yang terjadi dalam
era perdagangan bebas.
(4) Perencanaan Dan Evaluasi Program Industri serta Evaluasi Fasilitasi Iklim Usaha
Dan Investasi
Sasaran kegiatan / output yang dihasilkandari kegiatan ini antara lain adalah
terbangunnya pabrik baru industri tekstil, bantuan dalam bentuk fisik maupun non-
fisik, Rancangan SNI dan pengawasan SNI, pelatihan-pelatihan SDM, Standar
Kompetensi Kerja Indonesia (SKKNI), regulasi, serta promosi industri.
5. Penyusunan dan Evaluasi Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri
Manufaktur
Sasaran kegiatan / output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah peningkatan
pengunaan produk dalam negeri, tersusunnya perencanaan program dan anggaran,
laporan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan, serta layanan manajemen dalam
mendukung pelaksanaan Program Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kimia,
Tekstil, dan Aneka.
28
BAB IV
PENUTUP
Dalam rangka implementasi tata kepemerintahan yang baik (good governance) yang salah
satunya diwujudkan melalui pelaksanaan reformasi birokrasi, maka Ditjen IKTA
melaksanakan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sebagaimana
diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Pedoman Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Kementerian Perindustrian sebagai instansi induk Ditjen IKTA juga telah
mewajibkan pelaksanaan SAKIP di lingkungannya, yaitu melalui penerbitan Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 150 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Akuntabilitas Instansi Pemerintah di Lingkungan Kementerian Perindustrian. Sejauh ini,
Ditjen IKTA tengah berproses mengimplementasikan amanat tersebut. Dengan sedang
disusunnya Rencana Strategis Ditjen IKTA Tahun 2015 - 2019 yang berlandaskan Undang-
Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, maka SAKIP Ditjen IKTA juga akan memuat
kerangka strategis jangka menengah yang mengacu kepada Draft Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) dengan akan melakukan penyusunan dokumen-
dokumen tahunan yang diharapkan dapat mengawal perumusan dan pelaksanaan program
kegiatan dan anggaran. Dokumen tersebut adalah Rencana Kinerja, Penetapan Kinerja,
Laporan Evaluasi Pengendalian Pelaksanaan Pembangunan yang disusun secara triwulanan,
dan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP).
Dokumen Rencana Kinerja Ditjen IKTA Tahun 2017 ini disusun dengan harapan dapat
digunakan sebagai pedoman dalam perumusan dan penganggaran program kegiatan Ditjen
IKTA tahun 2017. Sasaran strategis dan target IKU yang termuat didalamnya diharapkan
dapat mengarahkan dan mengawal pelaksanaan program kegiatan sehingga dapat
mencapai kinerja sebagaimana ditargetkan. Untuk itu, Ditjen IKTA mengharapkan dokumen
Rencana Kinerja Tahun 2017 ini dapat berhasil guna bagi pelaksanaan Reformasi Birokrasi
yang diwujudkan melalui pelaksanaan tugas pokok dan fungsi berorientasi kinerja menuju
tercapainya sektor industri kimia, tekstil dan aneka yang dapat menjadi tulang punggung
perekonomian nasional.
Top Related